Anda di halaman 1dari 4

Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Non-Subsidi

Bahan bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan manusia yang setiap harinya
meningkat.Bahan bakar minyak sudah tidak dipungkiri lagi untuk kebutuhan manusia karena
banyaknya manfaat bahan bakar minyak untuk kehidupan manusia, salah satunya sebagai bahan
bakar kendaraan. Untuk saat ini, kendaraan digunakan sebagai alat untuk mempermudah
mobilitas manusia. Bukan hanya kalangan menengah keatas saja yang dapat menggunakan atau
memiliki kendaraan tetapi kalangan menengah ke bawah dapat juga memiliki kendaraan untuk
mempermudah mobilitas nya dalam kehidupan.

Namun yang menjadi permasalahannya adalah harga bahan bakar minyak yang mahal bagi
kalangan yang tidak mampu.Oleh karena itu, Di Indonesia bahan bakar minyak dibagi menjadi
dua, yaitu : bahan bakar minyak Subsidi dan bahan bakar minyak non-subsidi. Bahan bakar
minyak subsidi adalah bahan bakar minyak yang dibantu oleh pemerintah dengan dibiayai
menggunakan dana anggaran pendapatan belanja negara, sedangkan bahan bakar minyak non-
subsidi adalah bahan bakar minyak yang diperjual belikan tanpa adanya campur tangan
pemerintah melainkan didanai oleh perusahaan penyedia bahan bakar minyak.Penjualan subsidi
tidak untuk semua kalangan melainkan di tujukan untuk kalangan tertentu saja dan dibatasi
dengan kuota, sedangkan bahan bakar minyak non-subsidi direkomendasikan untuk kendaraan
yang dibatasi dari bahan bakar minyak subsidi.Tentu bahan bakar minyak subsidi memiliki harga
jual yang lebih rendah dari harga pasar dan bahan bakar minyak non-subsidi memiliki harga jual
yang mahal bahkan harganya bisa berbeda antar suatu daerah dengan daerah lainnya karena
dipengaruhi oleh biaya pemgangkutan bahan bakar minyak ke daerah konsumen dan biaya
tersebut ditanggung oleh konsumen yang membuat harga bertambah mahal jika lokasi nya jauh
dari kilang minyak. Dari segi kualitas juga bahan bakar minyak subsidi memiliki oktan dan
setana lebih rendah dari bahan bakar minyak non-subsidi.

Pada tanggal 1 April 2022, bahan bakar minyak non-subsidi mengalami kenaikan harga
berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya mineral No.62K/12/MEM/2020
tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual jenis bahan bakar minyak umum jenis
bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui stasiun pengisian bahan bakar umum dan atau
stasiun pengisian bahan bakar nelayan.Adanya peperangan antara Rusia dan Ukraina
mengakibatkan harga minyak mentah dunia terus melonjak hingga menembus USD100 per barel
hingga akhir Maret 2022. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang sudah menembus USD100
per barel, pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk menaikan harga bahan bakar non
subsidi yang dipasarkan oleh pihak pertamina. Pada tanggal 1 April 2022 PT Pertamina
(persero) resmi menaikan harga bahan bakar minyak pertamax dengan kandungan RON
(Research Octane Number) 92 menjadi Rp.12.500 per liter yang sebelumnya Pertamina menjual
bahan bakar minyak pertamax dengan harga Rp.9000-Rp.9.400 per liter.Kenaikan ini baru
terjadi dalam kurun 3 tahun terakhir. Tahun 2022 Pertamina sudah menaikan bahan bakar
minyak non-subsidi sebanyak dua kali. Menurut Head of Center of Food,Energy, and
sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PT
Talattov,kenaikan harga bahan bakar minyak sudah diantisipasi dengan penetapan JBKP( Jenis
BBM Khusus Penugasan).Tetapi, dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak non-
subsidi ini seperti Pertamax, tetap mengakibatkan terjadinya pergeseran yang cukup signifikan
dari bahan bakar minyak Pertamax ke Pertalite dan menurutnya cara yang paling efektif dan
layak dilakukan oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah dengan cara mengeluarkan
regulasi pembatasan pengisian bahan bakar minyak subsidi dengan tujuan dapat menahan potensi
jebolnya bahan bakar minyak Pertalite.Misalnya Melarang kendaraan pribadi dengan kapasitas
mesin minimal 1.800 cc (silinder) mengkonsumsi bahan bakar minyak pertalite dan/atau bahan
bakar minyak bio solar.Alasannya agar tidak membengkaknya subsidi yang harus ditanggung
pemerintah, mengingat bahan bakar minyak Pertalite sudah ditetapkan oleh JBKP dan dari sisi
keadilan yang lebih menikmati justru kendaraan roda empat pribadi atau kalangan yang
menengah keatas. Selain terjadinya peralihan dari konsumsi bahan bakar minyak Pertamax dan
Pertalite, menurut Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment
Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak
Pertamax dapat mengakibatkan tejadinya peningkatan inflasi mulai dari pajak pertambahan nilai
(PPN) yang naik menjadi 11% , kenaikan harga impor, khususnya bahan bakar dan pangan yang
sangat mendorong inflasi dengan potensi yang tinggi ditahun ini.Dampak ini akan sangat
berpengaruh pada masyarakat kalangan menengah ke bawah.Dampak inflasi ini juga akan
meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS),Bhima Yudhistira berpendapat harga
bahan bakar minyak Pertamax sebaiknya ditahan dulu karena masih banyak skema dana
kompensasi dari APBN ke Pertamina sebagai cara menahan kenaikan bahan bakar minyak non-
subsidi (Kontan, 1 April 2022). Karena akhir-akhir ini pengguna bahan bakar minyak Pertamax
cenderung meningkat hingga mencapai 21% terhadap total konsumsi bahan
bakar.Tetapi,sebelumnya sejumlah pihak terus mendorong Pertamina untuk segara menaikan
harga bahan bakar minyak Pertamax dan bahkan Kementerian ESDM telah menetapkan harga
keekonomian bahan bakar minyak RON 92 pada Maret mencapai Rp.14.562 per liter dan pada
April diprediksikan harga bahan bakar minyak RON 92 sebesar Rp. 16.000 per Liter (Media
Indonesia, 4 April 2022). Tetapi pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak
Pertamax dibawah harga sebagai Langkah untuk menjaga inflasi dan mempertahankan daya beli
masyarakat.Akan tetapi mendapat pertentangan dari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy
Soeparno yang berpandangan bahwa jenis bahan bakar minyak Pertamax ini tidak pantas untuk
disubsidi terus oelh pemerintah, karena dikonsumsi oleh masyarakat kalangan menengah ke atas
dengan kendaraan mewah, sebaliknya subsidi bahan bakar minyak harus dirasakan masyarakat
kalangan menengah ke bawah (Media Indonesia, 1 April 2022).Jika harga keekonomiannya
masih terlalu jauh dari harga jual ke masyarakat, maka akan menambah beban kompensasi
berupa ganti rugi pemerintah yang dibayarkan ke PT Pertamina.Kompensasi yang harus
dibayarkan pemerintah dari tahun 2017-2020 mencapai Rp.162,41 triliun. Besar kompensasi
yang dibayarkan oleh pemerintah ini nilainya lebih tinggi dari besaran subsidi energi selama
periode yang ada di gambar 1.Sedangkan, pada tahun 2021 tagihan kompensasi bahan bakar
minyak mencapai Rp.83,1 triliun.Besaran kompensasi ini akan mengganggu alokasi prioritas
belanja. Apabila harga minyak dunia masih bertengger diatas USD100, maka akan memaksakan
pemerintah untuk Kembali menyediakan dana tambahan untuk subsidi energi sekitar Rp.190
triliun (Kemen ESDM, 2022).

Gambar 1. Perkembangan Besaran Kompensasi dan Subsidi energi Periode 2016-2020 (Rp Triliun)

Sumber: Bahan Paparan Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan di Pusat
Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI

Dalam menghadapi situasi peningkatan harga komoditas minyak dunia, dibutuhkan kehati-hatian
pemerintah ketika mengambil sebuah kebijakan, seperti:

1. Dalam menaikkan harga BBM non subsidi sebaiknya dilakukan bertahap tidak secara
serentak menaikkan harga seluruh BBM non subsidi
2. Pemerintah menjamin kontinuitas ketersediaan stock BBM bersubsidi untuk
mengantisipasi peningkatan permintaan BBM bersubsidi akibat migrasi konsumen kelas
atas.
3. Pemerintah dapat memberikan insentif tertentu pada pelaku usaha selama terjadi
peningkatan harga minyak yang cukup signifikan.

Referensi

 Mangeswuri,D.R. (2022). Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Pertamax dan Strategi
Kebijakannya
 Keputusan Menteri Enegri dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 62.
K/12/MEM/2020
 CNN Indoneisa. (2022). Dua Periode Menjabat, Jokowi Sudah Menaikan Harga BBM 6
kali

Anda mungkin juga menyukai