Anda di halaman 1dari 4

Tajuk: Kenaikan Harga BBM Jelang

Parhelatan KTT G20


Pudja Rukmana- Minggu, 4 September 2022 | 01:46 WIB

Yang Paling Pas, Harga BBM Naik Usai Parhelatan KTT G20. (Tangkapan layar)

SUARAKARYA.ID: Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif akhirnya mengumumkan penyesuaian harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi, Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.

Dalam penyesuaian harga BBM terbaru yang mulai berlaku Sabtu sore ini, harga
Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar subsidi dari Rp
5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500
per liter.

Sebelumnya pemerintah berada dalam dilema serius menghadapi kenaikan harga


energi dunia yang membubung jauh dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2022.
Di tengah mempersiapkan hajatan besar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 di
Bali yang tinggal dua bulan lagi, dilema macam itu seharusnya memang segera
dicarikan solusi terbaiknya. Dan, solusi itu sudah diputuskan, BBM jadi naik hari ini.

Dengan keputusan itu diharapkan masalahnya tak ngombro-ombro lagi ke sana ke


mari, hingga menghabiskan energi akibat perdebatan sengit BBM jadi naik atau tidak,
kapan, dan berapa besarannya.

Berdasarkan asumsi perhitungan dalam APBN, harga minyak dunia diproyeksikan tidak
sampai 63 dolar AS per barel.

Sementara, yang terjadi saat ini harga jual minyak mentah terakhir terpantau 89,55
dolar AS per barel setelah beberapa hari sebelumnya melesat di angka 103 dolar AS
per barel. Bahkan pada Juni sempat bertengger di 120 dolar AS per barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia jauh melebihi asumsi APBN itu jelas
berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia. Karena, dana APBN yang digunakan untuk
menyubsidi BBM jadi sangat besar agar harganya tetap murah di masyarakat.

Jika harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dinaikkan, beban subsidi pemerintah akan
semakin berat dan sangat menyulitkan. Padahal subsidi yang besar hingga mencapai
Rp502 triliun itu nyatanya banyak dinikmati orang-orang mampu yang tidak tepat
sasaran.

Dengan memperpanjang subsidi berarti akan menciptakan kesenjangan yang makin


lebar. Yang mampu makin menikmati dana subsidi ratusan triliun, yang tidak mampu
hanya menikmati sedikit saja. Jadi, inilah masalahnya mengapa harga BBM perlu
dinaikkan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan dana APBN yang digunakan
untuk subsidi energi bisa meledak Rp198 triliun jadi Rp700 triliun bila konsumsi BBM
subsidi seperti pertalite dan solar tak segera dibatasi dan harganya tak dinaikkan.
Tambahan anggaran praktis diperlukan untuk memenuhi kuota pertalite dari 23 juta kl
menjadi 29 juta kl. Demikian pula, tambahan anggaran untuk kuota solar sebanyak 2
juta kl dari kuota yang tahun ini ditetapkan 14,91 juta kl.

Yang perlu diingat, kenaikan harga BBM di Indonesia berpotensi mendatangkan


ancaman inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Sudah barang tentu imbasnya
adalah trend menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Belum lagi, situasi sosial politik yang bisa gaduh karena protes dan demo kenaikan
harga BBM di sana-sini oleh pihak-pihak tertentu yang tak bisa menerimanya dengan
dalih semakin membebani rakyat, menambah angka kemiskinan, menciptakan
pengangguran baru, dan sebagainya.

Bukan tidak mungkin, di antara para pemrotes atau pendemo, semangatnya bukan lagi
demi kepentingan rakyat. Namun, barangkali ada yang sengaja menggoreng isu
kenaikan harga BBM ini untuk menggoyang pemerintahan Presiden Joko Widodo atau
mungkin saja untuk mengacaukan gelaran KTT G20?

Dampak serius kenaikan BBM sudah terpetakan. Jadi, dampak tersebut harus
diantisipasi. Karena, kenaikan harga BBM tersebut dilakukan hanya berselang dua
bulan sebelum pelaksanaan KTT G20 di Bali, November mendatang.

Harga BBM sudah diputuskan naik. Yang harus dihindarkan, jangan sampai kondisi
ekonomi Indonesia jadi 'tidak baik-baik saja' gara-gara pemerintah dianggap gegabah
menaikkan harga BBM tanpa perhitungan yang cermat, sebelum gelaran KTT G20.

Sebagai Presidensi G20 Indonesia, Presiden Jokowi ketika menyambut para tamu
negara nanti harus dengan kepala tegak, bangga dan percaya diri karena kondisi
ekonomi dalam negeri tetap sehat meski diterpa ketidakpastian dunia.

Bagaimanapun sebagai tuan rumah KTT G20 Bali, suara Indonesia akan didengar dan
dipercaya negara-negara mitra. Mereka bahkan mungkin akan nenantikan saran-saran
dan masukan-masukan Indonesia dalam mengatasi krisis kesehatan, krisis energi,
krisis pangan dan krisis keuangan dunia.
Pasca kenaikan harga BBM, ke depan ini semua pihak harus fokus mengupayakan
agar stabilitas ekonomi dan sosial politik terjaga. Situasi kondusif ini penting demi trust
(kepercayaan) dunia internasional terhadap kepemimpinan Indonesia di forum KTT
G20, November mendatang.

Tim ekonomi yang dikomandoi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto harus fokus
menjaga optimisme prospek ekonomi Indonesia yang sudah baik. Pertumbuhan
ekonomi di angka 5,44% (you) persen harus bisa dipertahankan, syukur bisa
ditingkatkan. Kemudian, neraca perdagangan yang surplus 27 bulan berturut-turut pun
harus bisa dilanjutkan.

Pencapaian surplus perdagangan 29,1 miliar dolar AS pada Januari-Juli 2022 ini
bagaimanapun bisa menjadi modal penting bagi cadangan devisa dan stabilitas nilai
tukar Rupiah. Termasuk, inflasi di angka 4,94% juga harus bisa dikendalikan agar tak
lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang rata-rata memang sangat tinggi.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva ketika berkunjung ke Jakarta untuk


menemui Presiden Jokowi, 18 Juli lalu berharap kondisi ekonomi Indonesia yang sudah
baik ini bisa dijaga. Karena, sebagai Presidensi G20, peran besar Indonesia sangat
diharapkan bagi perbaikan kondisi dunia global ke depan.

Anda mungkin juga menyukai