- APBN 2022 tidak kuat lagi untuk menahan kenaikan harga BBM. APBN 2022 Tidak
kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi (Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM))
NB: Kini harga Pertalite resmi naik dari Rp 7.650 kini menjadi Rp 10.000 per liter, Pertamax
naik dari dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter, dan Solar subsidi naik dari Rp 5.150
menjadi Rp 6.800 per liter.
Dampak
- Kenaikan harga Pertalite dan Solar yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen
sudah pasti akan menyulut inflasi. Jika kenaikan Pertalite hingga mencapai Rp 1.000/liter,
kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan
bisa mencapai 6,2 year over year (YOY),
- Dengan inflasi sebesar itu imbuhnya, jelas akan memperburuk daya beli dan konsumen
masyarakat serta akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen
-Stagflasi berpotensi terjadi dengan inlasi yang melesat, disertai pelemahan faktor
pertumbuhan ekonomi nasi (Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima
Yudhistira)
SOLUSI
-Seharusnya pemerintah lebih fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60
persennya tidak tepat sasaran. Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah
menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite
dan Solar. (masyarakat Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmi Radhi)
-Pemerintah menyiapkan bantalan dalam bentuk bantuan sosial (bansos). Desain bansos
imbuhnya, tidak berubah seperti saat penyaluran di masa pandemi Covid-19.
(Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani).
-Memastikan kenaikan harga Pertalite akan mendongkrak tingkat inflasi Tanah Air. Ini akan
semakin memperparah kondisi masyarakat bawah, yang sudah dihadapi oleh lonjakan harga
pangan selama beberapa bulan terakhir (Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios)
Bhima Yudhistira)