Anda di halaman 1dari 2

Setelah Harga BBM Naik, Apalagi?

Lalu, harga bahan bakar minyak (BBM) resmi naik .Harga pertalite yang sebelumnya
Rp7.650 per liter berganti harga menjadi Rp10.000 per liter dan harga solar bersubsidi yang
sebelumnya Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Selain itu, harga pertamax juga
mengalami penyesuaian, dari Rp12.500 menjadi Rp14.500. Kenaikan harga BBM ini tentu
saja bukan kabar baik buat masyarakat. Musababnya, setiap kali kenaikan harga energi
diterapkan, imbasnya merembet ke mana-mana. Yang paling terasa adalah harga ongkos
transportasi seperti angkutan kota, bus, atau ojek. Belum lagi harga barang kebutuhan pokok
yang juga biasanya turut ‘menyesuaikan’ kendati mungkin saja porsi harga BBM bukan
mayoritas sebagai penentu harga barang. Seiring dengan kenaikan harga BBM tersebut,
pemerintah memang menyiapkan bantuan sosial sebagai bantalan untuk mengurangi dampak
kenaikan harga. Nilainya mencapai Rp24,17 triliun. Rinciannya, pertama berupa bantuan
langsung tunai untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat dengan anggaran Rp12,4 triliun.
Setiap keluarga penerima manfaat akan menerima dana Rp600.000, yang akan dibayarkan
empat kali dengan nominal Rp150.000 per bulan. Kedua, bantuan sosial upah Rp600.000
bagi 16 juta pekerja yang bergaji kurang dari Rp3,5 juta per bulan. Anggaran ini disediakan
sebanyak Rp9,6 triliun. Adapun yang ketiga adalahsubsidi transportasi angkutan umum
melalui pemerintah daerah (pemda) senilai Rp 2,17 triliun. Subsidi ini menyasar sektor
transportasi, angkutan umum, ojek dan nelayan. Gelontoran bantuan uang tunai tersebut
diharapkan dapat mengurangi risiko dampak rentetan dari kenaikan harga BBM. Lebih jauh
lagi, aneka bantuan tersebut digadang-gadang bisa membantu daya beli masyarakat sehingga
inflasi bisa lebih terkendali. Pertanyaannya, benarkah beragam subsidi itu bisa mengerem
kenaikan harga-harga barang? Pasalnya, sebelum harga BBM dinaikkan saja harga sejumlah
barang di pasaraan sudah naik. Lihat saja harga cabai, telur, dan sebelumnya minyak goreng.
Apalagi dengan alasan kenaikan harga BBM, rasanya akan sulit mencegah kenaikan harga-
harga yang membebani rumah tangga. Ihwal kenaikan harg BBM ini, pemerintah punya
argumen tersendiri karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dianggap
sudah kewalahan menanggung beban subsidi. Perhitungan terakhir yang disampaikan Menteri
Keuangan Sri Mulyani, total subsidi dan kompensasi akibat harga minyak dunia yang
bertahan di atas USD90 per barel mencapai Rp502,4 triliun. Angka ini jauh di atas anggaran
subsidi yang pada awalnya hanya dipatok sekitar Rp152 triliun. Bahkanm bendahara negara
itu menyampaikan bahwa angka subsidi dan kompensasi BBM itu bisa lebih besar lagi yakni
di angka Rp653 triliun jika harga minya dunia terus berhatan di atas USD99 per barel.
Selanjutnya, untuk tahun 2023, menurut Sri Mulyani, pemerintah telah mengajukan anggaran
subsidi BBM sebesar Rp336 triliun. Jika dilihat nilainya, angka itu memang cenderung
menurun dibanding tahun ini. Namun, kita belum akan mengtahui secara pasti sejauh mana
APBN tahun depan bisa dikatakan sehat seperti yang didengung-dengungkan pemerintah.
Pasalnya, subsidi tersebut harus dipastikan tepat sasaran, jangan seperti sebelumnya di mana
penikmat subsidi adalah golongan masyarakat mampu. Di sinilah perlunya membuat
mekanisme yanga tepat agar subsidi pada APBN leih tepat sasaran dan benar-benar dinikmati
oleh golongan masyarakat miskin yang membutuhkan. Sudah saatnya ke depan skema subsidi
energi diubah. Dari yang semula memberikan ke produk BBM atau gas, menjadi subsidi
langsung ke golongan miskin. Dengan demikian, besaran subsidi bisa lebih terukur dan bisa
diketahui kemana arahnya. Di samping itu, sudah saatnya pula anggaran subsidi diberikan
kepada sektor yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti pengembangan infrastruktur
transportasi umum. Ini penting agar, pola transportasi masyarakat bisa berubah dari semula
menggunakan kendaraan pribadi yang menyedot banyak BBM menjadi ke transportasi massal
yang lebih hemat. Dengan demikian, diperlukan peta jalan dalam jangka panjang agar
kebijakan subsidi bisa seiring sejalan dengan upaya pengurangan penggunaan bahan bakar
minyak dari fosil yang justru mayoritas masih diimpor.

Jawablah pertanyaan berikut!

1. Isu aktual apa yang dibahasa pada editorial tersebut!


2. Siapa saja pihak yang terlibat dalam masalah tersebut!
3. Jelaskan permasalahan yang dihadapi oleh masing –masing pihak!
4. Sebutkan fakta dan opini yang terdapat pada editoial ersebut!

Anda mungkin juga menyukai