Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi agung
Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga makalah “Nasionalisme, Kapitalisme dalam mengatasi Krisis
Kelangkaan Energi dan Minyak Goreng di Indonesia menurut Kajian Indonesia
Kontemporer.” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Anti Korupsi. Saya berharap makalah tentang Kelangkaan Energi
dan Minyak Goreng di indonesia ini dapat menambah wawasan bagi masyarakat
maupun mahasiswa.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga tugas ini dapat
diterima dengan baik dan bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Palu, 17 Juni 2022

Adit Ardiansyah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………… 1

 A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1


 B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 1
 C. Tujuan …………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAAN ……………………………… 2

 A. Kelangkaan Minyak Di Indonesia .…………………………… 2,8


 B. Upaya Pemerintah Dalam Mengtasasi Kelangkaan Minyak
………………………………………………………………………………
……………………. 9,13
 C. Krisis Energi ………………………………………………………… 14, 24

BAB III PENUTUP ………………………………………… 25

 A. Kesimpulan ………………………………………………… 25
 B. Saran ………………………………………………………... 25
 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………… 26

ii
BAB. 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu jenis barang kebutuhan pokok dan penting sebagaimana

disebutkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2015, minyak goreng yang termasuk sebagai

kategori hasil industri memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan

ekonomi nasional dan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Merujuk pada

laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai IHK (Indeks Harga Konsumen)

Februari 2022, deflasi yang terjadi pada kelompok volatile food dimana satu di

antaranya adalah minyak goreng, perlu kiranya menjadi perhatian pemerintah untuk

memastikan ketersediaan dan harganya yang stabil sehingga terjangkau masyarakat

umum maupun bagi pelaku usaha mikro dan usaha kecil. Dalam perkembangannya,

permasalahan stabilitas harga dan kecukupan stok minyak goreng dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat masih terjadi di Indonesia. Hal tersebut terkonfirmasi dari

data perkembangan harga pangan tahunan secara nasional yang dikeluarkan PIHPSN

(Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional), dimana kenaikan harga terjadi

dimulai Desember 2021. Meskipun kemudian harga sempat mengalami penurunan

pada Pebruari 2022 dengan nilai masih diatas HET. Selanjutnya pada pertengahan

Maret 2022 harga harga minyak goreng kembali mengalami kenaikan.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini ialah :

1. Apa Penyebab Kelangkaan Minyak ?

2. Apa Penyebab Krisis Energi ?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dalam makalah ini ialah :

1. Mengetahui Penyebab Kelangkaan Minyak

2. Mengetahui Penyebab Krisis Energi

BAB. 2 PEMBAHASAN

A. Kelangkaan Minyak Di Indonesia


 Kelangkaan minyak goreng di Indonesia sudah dialami masyarakat Inbdonesia
selama 2 bulan terakhir ini. Secara ekonomi, turbulensi harga minyak goreng di
pasar domestik amat mudah dijelaskan, yaitu dengan mendedah fakta bahwa
kenaikan harga selaras dengan melonjaknya harga minyak mentah sawit (crude
palm oil/CPO), bahan baku utama minyak goreng.

 Jika gejolak harga minyak goreng dengan mudah dipahami secara ekonomi,
tidak demikian halnya dengan dimensi politik. Dalam bingkai ekonomi-politik,
pemerintah mesti menyadari bahwa tidak ada kebijakan (ekonomi dan politik)
yang bisa memuaskan semua pihak secara optimal.Setiap kelompok
kepentingan akan berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-
besarnya dengan upaya yang sekecil-kecilnya. Karena itu, setiap kebijakan
(ekonomi dan politik) selalu ada pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan.

2
Dari sisi perspektif ekonomi politik bahwa Pemerintah menghadapi tantangan
untuk membuat kebijakan yang tepat dalam krisis minyak goreng di Indonesia.
Dalam ekonoomi politik terutama pasar tidak dilihat dari aspek perilaku jual
beli tapi ada aktor konstituen yang merupakan rakyat merupakan aktor yang
penting.  Demikian yang dikatakan Meidi Kosandi, Ph.D (dosen departemen
Ilmu Politik FISIP UI)., dalam sebuah webinar dengan tema Strategi
Penyelesaian Krisis Minyak Goreng di Indonesa (31/03)

 “Dalam kasus kelangkaan minyak goreng pemerintah menghadapi dilema


antara pasar dengan masyarakat. Isu ini memang dilatarbelakangi oleh
kenaikan harga minyak sawit di dunia, minyak goreng  kemasn langka ketika
diterapkan HET (Harga Eceran Tertinggi), tetapi ketika mengkuti harga pasar
maka muncul isu soial dan politik di masyarakat. Kemudian ada isu bahwa
pemerintah tidak berpihak pada masyarakat, serta ada kartel minyak goreng.
Isu kartel ini justruseakan dibenarkan oleh Menteri Perdagangan di depan para
anggota DPR RI. Mendag menyebut ada mafia minyak goreng yang
mengambil keuntungan pribadi sehingga berbagai kebijakan pemerintah
tumpul di pasar. Lutfi mengakui bila kewenangan kementeriannya amat
terbatas. Mafia atau kartel inilah  yang  dapat dilakukan melalui tiga hal, yakni
harga, produksi dan wilayah pemasaran’ ujar Meidi.

 Menurut Meidi, kebijakan negara di sektor industri sawit diantaranya hilirisasi


industri berbasis kelapa sawit sejak 2007, dengan inovasi Indonesia berhasil
mengembangkan 168 jenis produk turunan, 80% ekspor produk turunan serta
produksi minyak goreng. Adanya sentralisasi dibawah Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) serta ada program B30 yaitu
pencampuran 30% biodiesel sawit dengan 70% minyak solar program ini
diklaim menguntungkan negara melalui penambahan devisa sebab 30 persen
bahan baku untuk pembuatan solar diperoleh dari komoditas kelapa sawit
Indonesia. Dari bebrapa langkah Pemrintah ini sudah terlihat bahwa
Pemerintah sudah berupaya mengembangkan industri sawit di dalam negeri.

3
Dilema yang dihadapi oleh negara di satu sisi negara ingin mengembangkan
industri kelapa sawit tetapi di sisi lain diterpa isu isu seperti lingkungan hidup,
alih lahan hutan dan isu keberpihakan pada masyarakat.
 Beberapa persoalan yang dihadapi dalam paradigma kebijakan ada
kecenderungan kebijakan didominasi oleh paradigma kekuasaan. Ada narasi
ketergantungan konsumsi minyak goreng  di dalam negeri sehingg perlu ada
perubahan perilaku masyarakat seolah itu sumber masalahnya. Kemudian  ada
juga  narasi penimbunan minyak goreng. Narasi- narasi yang dibangun seperti
ini bisa jadi benar tapi dalam praktiknya semua permaslahan  terkait
dengan supply yang seharusnya diatur tetapi yang diangkat adalah soal yang
lain.

 Ada beberapa pilihan kebijakan diantaranya  pembangunan industri kelapa


sawit harus berkelanjutan dan masyarakat harus dilibatkan dalam kebijakan
negara. (2) dari sisi regulatif membuat pengaturan untuk prioritas suplai pasar
doemestik dan menerapkan insentif perdagangan domestik. (3) Terkait
distributif maka pasar domestik harus dilindungi dan memperketat pengawasan
pasar domestik dan perdagangan internasional. (4) Kebijakan harus redistributif
yang berarti pendapatan produk sawit untuk lingkungan hidup, industri dan
pasar domestik.

 Keberadaan minyak goreng di pasaran akhir-akhir ini patut dipertanyakan oleh


beberapa pihak. Dipandang dari perspektif pada kondisi sumber daya alam
Indonesia, keberadaan bahan dasar minyak goreng sama sekali tidak
mengalami krisis. 

Stok bahan mentah yang cukup melimpah pada awal tahun ini menjadi bahan
pembicaraan publik bahwasanya isu mengenai kelangkaan minyak goreng ini
pasti ada dalang kapitalisme yang membersamainya.

4
Keberadaan melimpahnya bahan mentah ini dapat  dibuktikan dengan data
yang dilansir databoks.katadata.co.id kementerian pertanian (kementan),
menunjukan bahwa luas perkebunan minyak kelapa sawit mencapai 15,08 juta
hektar (ha) pada tahun 2021. 

Luas perkebunan di tahun tersebut naik sebanyak 1,5% dibanding tahun


sebelumnya yang seluas 1,48 juta hektar (ha). Dari 15,08 juta ha, mayoritas
dimiliki oleh perkebunan besar swasta (PBS) yaitu seluas 8,42 juta ha (55,8%).
Kemudian perkebunan rakyat seluas 6,08 ha (40,34%) dan perkebunan besar
negara (PBN) seluas 579,6 ribu ha (3,84%).

Kemudian menurut data kementan perkembangan produksi kelapa sawit


nasional pada 2021 sebesar 49,7 ton. Dari data tersebut naik sebanyak 2,9 %
dari tahun 2020 48,3 juta ton. 

Melalui data tersebut bisa disimpulkan bahwa Indonesia sama sekali tidak
mengalami krisis dalam segi bahan mentah. Dengan besaran lahan sawit yang
terus bertambah jika kita logika dengan akal sehat maka produksi  bahan
mentah sudah dapat dipastikan akan menaik. Akan tetapi, kenyataan
dilapangan tidak demikian.

 Kenaikan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran menurut Kementerian


Perdagangan (Kemendag) karena didukung kondisi khusus yang terjadi di
Indonesia yaitu terkait adanya perbedaan secara mayoritas antara produsen
minyak goreng dan CPO sehingga melahirkan ketergantungan pada produsen
minyak goreng terhadap nilai harga CPO. Seiring harga yang melambung
tinggi, permasalahan lainnya yang juga timbul dari minyak goreng adalah
masalah kelangkaan. LPEM FEB UI melalui Pusat Kajian Iklim Usaha dan
Rantai Nilai Global dalam Trade and Industry Brief edisi Februari 2022
menjelaskan bahwa kelangkaan tersebut disinyalir karena naiknya harga CPO
dunia yang menjadi bahan baku minyak goreng, sehingga mendorong produsen

5
CPO Indonesia melakukan pengalihan atau memprioritaskan hasil produknya
ke pasar internasional atau pasar ekspor untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Sedangkan Ratnawati Nurkhoiry M.Sc, peneliti bidang sosial tekno
ekonomi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menilai bahwa penyebab
dibalik kelangkaan minyak goreng adalah akibat distrbusi yang belum normal,
bukan disebabkan minimnya pasokan. Selain itu, kelangkaan menurut GAPKI
(Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dalam siaran pers terkait
kinerja industry sawit 2021 juga dapat disebabkan rendahnya produksi CPO
Indonesia tahun 2021 yang hanya mencapai 46,9juta ton (0,31% lebih rendah
disbanding produksi tahun 2020 sebesar 47juta ton), yang diakibatkan dari
keterbatasan pemupukan dan faktor cuaca di tahun 2019 dan 2020.

 Menyikapi permasalahan stabilitas harga dan kelangkaan minyak goreng,


setidaknya diketahui bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan lima kali
perubahan dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan pertama ditahun 2022 (triwulan I)
terhadap kebijakan yang dapat meredam gejolak kenaikan harga minyak
goreng. Perubahan kebijakan yang dilakukan dalam waktu yang cukup singkat
memperlihatkan tidak efektifnya kebijakan pemerintah tersebut dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi, ditandai dengan tetap adanya
kelangkaan dan masih belum terjangkaunya harga minyak goreng di pasaran.
Bahkan riset IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies)
menyebutkan bahwa krisis atas lonjakan harga minyak goreng secara
akumulasi sejak April 2021 hingga Januari 2022 diperkirakan dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yang akan ditanggung masyarakat dengan
total nilai mencapai Rp3,38 triliun. Lebih lanjut, IDEAS mengingatkan bahwa
dimungkinkan terdapatnya kerugian yang jauh lebih besar apabila masyarakat
masih bertahan dengan pola konsumsi minyak goreng yang sama pada posisi
harga beli di atas HET sebagaimana telah ditetapkan pada akhir Januari 2022.
Secara rinci, pembahasan lebih lanjut akan difokuskan pada tiga dari lima
kebijakan yang telah ditetapkan, yaitu terkait kebijakan penetapan minyak
goreng satu harga dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp14.000

6
perliter untuk minyak goreng kemasan sederhana maupun premium;
mengembalikan harga minyak goreng kemasan pada nilai keekonomiannya;
dan pemberian subsidi untuk minyak goreng curah dengan sumber dana yang
berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Sedangkan dua kebijakan lainnya adalah terkait dengan kebijakan pasar
domestik (DMO) dan kebijakan harga domestik (DPO).

Terkait kebijakan satu harga, APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh


Indonesia) berpendapat bahwa pelaksanaan atas kebijakan HET bagi
masyarakat dinilai tidak adil dan tidak merata, bahkan Pemerintah dianggap
lebih mengutamakan jalur distribusi minyak goreng bersubsidi pada ritel
modern. Ironisnya lagi, ketika harga minyak goreng mulai turun, namun
kelangkaan justru terjadi dengan keberadaan minyak goreng yang sulit
didapatkan di pasaran.

Menariknya Kemendag mengakui atas ketidakefektifan kebijakan minyak


goreng yang telah ditetapkan didasarkan pada fenomena atas kelangkaan yang
tetap terjadi di pasar. Namun dijelaskan bahwa penyebab kelangkaannya tersebut
adalah dari rantai distribusi minyak goreng yang belum berjalan normal yang
tercermin pada keterlambatan pengiriman minyak goreng dari distributor. Namun
kemudian, ketika Pemerintah mencabut kebijakan HET pada minyak goreng
kemasan melalui Permendag Nomor 11 tahun 2022 per 16 Maret 2022, kembali
pasar meresponnya dengan hal yang tidak sejalan dengan maksud penyelesaian
masalah yang diharapkan, karena ketersediaan minyak goreng yang berlimpah
diikuti dengan kenaikan harga yang melonjak signifikan sampai mencapai level
Rp25.000/liter.

Dengan demikian, sangatlah wajar bila Rossanto Dwi Handoyo, pengamat


ekonomi Universitas Pasundan (UNPAS) menyatakan bahwa Pemerintah dinilai
tidak konsisten dalam mengawal kebijakan tekait kelangkaan minyak goreng dan
telah gagal dalam mengawal persoalan minyak goreng. Sedangkan bila mengacu

7
pada hasil penelitian IDEAS, maka krisis atas kelangkaan minyak goreng di
lumbung sawit dunia yang terjadi di Indonesia seharusnya dapat diuraikan dengan
cepat. Hal ini didasarkan pada pola utama perdagangan minyak goreng secara
nasional dilakukan dengan mekanisme distribusi dari produsen ke distributor, yang
selanjutnya disambungkan kepada ritel tradisional dan moden, baru kemudian ke
konsumen akhir. Sehingga dalam hal ini masyarakat sepenuhnya bergantung pada
ritel tradisional dan modern, meskipun tidak menutup kemungkinan terdapat
beberapa konsumen akhir, seperti industri pengolahan, hotel, dan restoran dapat
secara langsung mengakses ke pabrik dan distributor dalam memenuhi kebutuhan
pasokan minyak goreng. Dengan itu, implikasinya adalah tersedianya kapasitas
produksi pabrik minyak goreng yang besar, sehingga sebagian produksi yang di
ekspor atau terdapat pihak tertentu yang membuat jalur distribusi langsung dari
pabrik menuju konsumen akhir dapat ditelusuri secara jelas. Dengan kata lain,
kondisi tersebut dapat mendorong lebih cepat ditemukan dan diuraikannya “titik
kusut” atas permasalahan kelangkaan minyak goreng.

Terhadap kebijakan subsidi, maka langkah yang dilakukan Pemerintah adalah


memberikan subsidi kepada sebanyak 34 produsen minyak goreng melalui
BPDPKS untuk target pasokan minyak goreng sebanyak 250juta liter perbulan
atau 1,5 miliar liter persemester hingga Juli 2022 dengan total nilai subsidi
mencapai Rp7,6 triliun. Namun kondisi pasar memperlihatkan bahwa harga
minyak goreng curah melebih dari kemasan premium bahkan sempat mencapai
harga Rp20.000 perliter setelah beberapa hari kebijakan tersebut diterbitkan.

Dengan itu, kebijakan subsidi minyak goreng yang dilakukan pemerintah dapat
dinilai belum efektif. Hal ini dimungkinkan karena data dan fakta di lapangan
menunjukkan bahwa sebanyak 61% penggunaan minyak goreng pada rumah
tangga adalah jenis minyak curah, sedangkan kebijakan subsidi diterapkan pada
minyak kemasan.

8
B. Upaya Pemerinatah Dalam Penanganan Kelangkaan Minyak Goreng

Pemerintah sudah menyiapkan skema subsidi minyak goreng curah. Subsidi itu
diberikan agar harga minyak goreng curah di pasaran sesuai dengan harga eceran
tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter. Untuk itu, Pemerintah menyiapkan nilai
subsidi secara keseluruhan mencapai Rp 7,6 Triliun untuk 6 bulan.

Selama enam bulan tersebut, minyak goreng curah yang akan diprioduksi
mencapai 1,2 juta ton. Itu artinya, subsidi minyak goreng curah setara
dengan Rp.6.300/kilogram. Dengan harga jual berdasarkan HET (Harga Eceran
Tertinggi) yang senilai Rp.14 ribu/liter, maka harga asli minyak goreng curah
(Sebelum diberi subsidi) mencapai Rp 20 ribu/liter. Kamis (31/3/22).

Pemerintah menerangkan, subsidi itu akan disalurkan kepada pabrik minyak


goreng curah yang terdaftar di Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS)
dengan sistem reimbursement. Dalam hal ini, besaran subsidi setara dengan selisih
antara harga minyak sawit yang digunakan untuk memasok minyak curah dengan
harga pasar.

Fakta ini akan berimplikasi pada minyak goreng kemasan. Sudah pasti harga
minyak goreng kemasan akan sangat mahal, di atas Rp 20 ribu per liter.  Para
produsen minyak goreng curah pun akan tertarik menjual produknya dengan
memakai kemasan seadanya sehingga akan didapat harga jual yang tinggi. Selain
itu, sistem admisnitrasi subsidi yang biasanya rumit bisa membuat proses
penyaluran minyak goreng kemasan tetap terhambat. Saat ini, nyaris tak ada
minyak goreng curah yang dihargai Rp. 14 ribu/liter sesuai HET. Hasil sidak
Kapolri menyatakan, harga minyak goreng curah dibanderol Rp. 15.500/liter.

9
Untuk mengatasi masalah kelangkaan ini, hindari intervensi pasar yang
dilakukan di luar lokasi pasar karena akan lebih banyak menimbulkan moral
hazard. Pemerintah harus mengotimalkan fungsi pasar agar sesempurna mungkin.
Pemda dan aparat keamanan di daerah harus mengetahui dan mengumumkan
secara rutin kepada publik, kondisi ketersediaan minyak goreng di daerahnya baik
yang masih berada di produsen, di distributor level 1 s.d. 4, di gudang agen, dan
peritel melalui pemeriksaan berkala secara fisik dan dokumen.

Pemda dan aparat keamanan bisa bekerjasama dengan perwakilan komisi


pengawas persaingan usaha (KPPU) di daerah masing-masing untuk mencari
kemungkinan adanya persaiangan usaha yang tidak sehat dalam perdagangan
minyak goreng. 

Hindari pula pernyataan bombastis seperti pemda akan membuat pabrik


minyak goreng sendiri karena proses tersebut tidak berguna secara jangka pendek-
menengah. Secara jangka menengah, jika periode pemberian subsidi ini berakhir,
maka perlu angtisipasi jika harga minyak goreng curah dikembalikan ke pasar,
yakni menjadi Rp 20 ribu/liter. Ini sangat mahal dan bisa mengganggu stabilitas
ekonomi warga.

Pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo SE


MSi PhD menanggapi kelangkaan minyak goreng di pasar dalam negeri.
Menurutnya, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri semakin lama semakin
berkurang. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan
produktivitas dari produksi minyak goreng.

Menurutnya, kelangkaan tersebut harus menjadi perhatian bersama. Sebelumnya


minyak goreng di dalam negeri sempat mengalami over–supply sehingga pemerintah
menerapkan kebijakan terkait Program Biodiesel 30 Persen (B30). Namun baru-baru
ini, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri justru mengalami penurunan.

10
Rossanto menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang harus diupayakan oleh
pemerintah. Dengan penerapan tiga hal tersebut, diharapkan kelangkaan minyak
goreng dalam negeri bisa teratasi.

1. Menaikkan Pajak Ekspor Minyak Goreng


Harga minyak goreng dunia mengalami kenaikan dari yang awalnya di harga $1100
menjadi $1340. Untuk itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan dalam
negeri dan luar negeri.

Harga minyak luar negeri saat ini memang cukup menjanjikan. Namun apabila dirasa
kurang efektif dalam mendorong kebutuhan pasar dalam negeri, pemerintah dapat
menerapkan pajak ekspor minyak goreng menjadi lebih tinggi.

“Dengan begitu pemerintah dapat memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri
tercukupi,” jelasnya.

Kebijakan perdagangan juga bisa dilakukan pemerintah dengan menaikturunkan


kebijakan ekspor. Apabila kebutuhan dalam negeri masih kurang, maka pemerintah
bisa menaikkan pajak ekspor sehingga mengurangi motivasi produsen domestik untuk
mengekspor minyak ke luar negeri karena pajak tinggi.

Baca Juga: Ekonom UNAIR Paparkan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di


Indonesia
Sebaliknya, jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, pemerintah bisa
menurunkan pajak ekspor. Hal tersebut akan mendorong produsen melakukan ekspor
ke luar negeri sehingga tidak ada yang menumpuk di gudang.

“Semua CPO (Crude Palm Oil, Red) yang diproduksi juga bisa terjual, baik di dalam
atau luar negeri,” paparnya.
 Relaksasi Kebijakan Biodiesel 30 Persen (B30)
Kedua, menurut Rossanto, pemerintah dapat melakukan relaksasi atau pengenduran
kewajiban produsen untuk memenuhi kebutuhan biodiesel 30 persen. Persentase
biodiesel bisa dikurangi menjadi 20 persen selama masa gejolak kelangkaan minyak

11
goreng terjadi. “Jika dirasa masih cukup tinggi, bisa diturunkan lagi sampai 15
persen,” tambahnya.

 Melakukan Operasi Pasar


Dalam jangka pendek, pemerintah bisa melakukan operasi pasar. Misalnya dengan
melacak dari produsen harus memiliki kewajiban untuk mensuplai kebutuhan dalam
negeri terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan ekspor. Pemerintah harus
memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terpenuhi dengan harga yang wajar
dan terjangkau oleh masyarakat.

“Misalnya dengan menerapkan kebijakan 20-30 persen dari produksi harus dipasarkan
di dalam negeri,” imbuhnya.

Efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut lebih terasa jika intervensi di sektor hulu


lebih diutamakan daripada di sektor hilir. Operasi pasar terbuka yang dilakukan
pemerintah di sektor hilir dengan menjual minyak goreng dengan harga murah, dinilai
kurang efektif.

WAKIL Ketua Komisi VI DPR RI Maman Abdurahman meyakini pemerintah sudah


berusaha maksimal mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di
pasaran. Maman pun meminta masyarakat untuk ikut mendukung upaya-upaya yang
sedang dilakukan pemerintah.

“Kita bisa lihat selama ini pemerintah melalui Kemenko Perekonomian terus
memonitor dan mengecek di lapangan agar tidak terjadi penyimpangan distribusi.
Pemerintah juga melakukan back up dalam pengamanan dan pengawasan agar
kebijakan dapat berjalan dengan baik. Bahkan penindakan bagi oknum atau pelaku
yang terbukti bersalah. Menko Perekonomian Pa Airlangga bahkan sudah menyatakan
agar mafia ini ditangkap. Data sudah ada. Jadi ini upaya sedang maksimal dilakukan,
meski tetap butuh dukungan masyarakat,” ungkap Maman dalam keterangannya,

12
Selasa (22/3).  Maman tidak sepakat dengan politisi Senayan yang terkesan asal
bicara. Apalagi muncul dari anggota partai pendukung koalisi pemerintahan Presiden
Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin, yang cenderung mengkambinghitamkan
pemerintah. 

Secara khusus Maman sangat menyayangkan pernyataan Andre Rosiade, anggota


Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, yang tiba-tiba mempertanyakan kinerja
pemerintah. Justru saat ini pemerintah sedang berupaya keras untuk menjamin
ketersediaan minyak goreng dan menjaga kestabilan harga minyak goreng curah untuk
masyarakat.  “Andre seperti menutup mata bahwa pemerintah terus berupaya keras
menyelesaikan masalah ketersediaan dan penetapan harga minyak goreng untuk
rakyat Indonesia,” kata Maman.  Dijelaskan dia kenaikan harga minyak goreng
utamanya dipicu oleh naiknya harga CPO internasional hingga 2 kali lipat dari harga
sebelumnya. Ini berdampak pada naiknya Harga Pokok Produksi (HPP). Ketersediaan
di pasar tradisional aman walaupun harganya mahal atau di atas HET (Harga Eceran
Tertinggi). Sementara ketersediaan di gerai modern mengalami kekosongan karena
meningkatnya permintaan karena di gerai modern sudah mengikuti HET. 

"Ada pula spekulan yang mencoba mengambil untung dari kondisi ini,” katanya. 
Maman menyebutkan, langka dan mahalnya harga minyak goreng saat ini, selain
karena ulah spekulan, juga karena kelangkaan bahan baku dan gangguan kondisi
rantai pasok dunia. 

“Ada banyak penyebabnya. Ulah mafia dan spekulan yang mengganggu proses supply
chain di dalam negeri juga tidak bisa diabaikan,” kata Maman. 

Distribusi menjadi terhambat karena pelaku usaha juga mengurangi produksi.


Ditambah pula aksi pemborongan massal dan harga minyak sawit global yang
melonjak tinggi membuat permasalahan semakin meluas.  Kelangkaan minyak goreng

13
kata dia juga disebabkan adanya indikasi penyimpanan stok dalam jumlah di atas rata-
rata kebutuhan bulanan.

Ini kemudian dijual kembali oleh reseller atau spekulan dengan harga di atas
ketentuan.  Selain itu Perang antara Rusia dan Ukraina juga mengganggu rantai pasok,
karena menyebabkan terganggunya ketersediaan gandum dan beberapa bahan
produksi lain.  “Jadi sebenarnya ini sudah banyak dilakukan. Kita tidak bisa juga asal
bicara bahkan terkesan memojokan pemerintah,” pungkas Maman. (OL-7)

C. Krisis Energi
Dunia tengah dihadapkan dengan ancaman krisis energi. Harga minyak dunia
mengalami kenaikan bahkan mencatat rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Sebenarnya, apa penyebab krisis energi? Krisis energi dapat melanda seluruh belahan
dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Tingginya konsumsi energi
ditambah dengan sumber daya yang semakin berkurang menyumbang pengaruh besar
dalam krisis energi di dunia.
Krisis energi merupakan suatu persoalan terbesar yang dihadapi oleh dunia,
termasuk Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan konsumsi energi yang
tinggi. Indonesia dihadapkan pada dua isu besar yang menjadi masalah energi
sekarang ini. Masalah pertama adalah ketersediaan energi konvensional yang
semakin berkurang, sedangkan kebutuhan akan energi justru semakin meningkat.
Keterbatasan tersebut dapat berpengaruh terhadap harga beli bahan bakar dan
besaran tarif listrik.
Menurut data yang dikemukakan oleh Handbook of energy and Economic of
Indonesia menyatakan bahwa cadangan bahan bakar fosil diperkiran akan habis
sekitar 25-30 tahun lagi. Perkiraan tersebut berdasarkan pada perhitungan
penggunaan bahan bakar fosil saat ini. Masalah kedua yaitu tentang lingkungan.
Minyak bumi yang digunakan sebagai energi listrik terbukti berpengaruh buruk
terhadap kondisi lingkungan seperti misalnya sisa-sisa dari pembakaran batu bara
pada pembangkit listrik berbasis tenaga uap yang berpengaruh terhadap kondisi
udara dan global warming.

14
enurut laporan dari US Environmental Protection Agency (US-EPA) pada
tahun 2014 menyatakan bahwa lebih dari 84% gas rumah kaca yang dihasilkan
merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil
ternyata tidak hanya menghasilkan gas karbon dioksida, tetapi juga menghasilkan
gas-gas polutan lainnya seperti nitrogen oksida dan juga sulfur oksida. Oleh sebab
itu, perlu sumber energi alternatif yang berkelanjutan untuk menghindari
terjadinya krisis energi serta dapat mengurangi dampak pencemaran terhadap
lingkungan.
Energi terbarukan menjadi salah satu bahasan hangat yang diperbincangkan
dikalangan penggiat energi, karena seolah menjadi jawaban dari persoalan-
persoalan energi yang dihadapi saat ini. Energi terbarukan adalah sumber energi
yang dihasilkan secara alamiah yang tidak akan habis, seperti contohnya angin, air,
panas, dan lain-lain. Sumber energi terbarukan merupakan salah satu sumber
energi yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan.
Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan salah satu dari bentuk energi
terbarukan yang ramah lingkungan dan dapat dijadikan sebagai sumber energi
alternatif dimasa yang akan datang. Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan
teknologi yang dapat mengubah energi kimia menjadi suatu energi listrik melalui
reaksi katalik dengan bantuan mikroorganisme. Microbial Fuel Cell memfasilitasi
sebuah lingkungan reduksi oksidasi yang dapat dikendalikan oleh elektron dan
menjadikannya alat yang ideal untuk mengolah mikroorganisme. Fuel cell dapat
memproduksi listrik secara berkelanjutan dengan memanfaatkan ketersediaanya
suplai dari bahan bakar eksternal, sehingga sifatnya justru berlawanan dengan
baterai.
Limbah industri makanan, yang mengandung karbohidrat, protein, dan
lemak, dapat menimbulkan beberapa masalah lingkungan dikarenakan
menimbulkan bau yang tidak sedap dan akan menjadi polusi ketika limbah
tersebut dibuang pada perairan begitu saja tanpa adanya perlakuan yang tepat.
Namun sebenarnya dengan bahan-bahan organik yang terkandung didalam air

15
limbah industri makanan tersebut, dapat dimanfaatkan dalam sistem Microbial
Fuel Cell sebagai sumber pertumbuhan untuk mikroba.
Seperti kita ketahui, industri tahu merupakan industri yang sangat banyak
dijumpai di Indonesia, karena tahu merupakan makanan yang tinggi protein dan
sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya lezat dan juga harganya yang
murah. Namun air limbah industri pembuatan tahu, merupakan salah satu air
limbah yang banyak menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Pada
saat ini, sebagian besar air limbah industri tahu belum diolah sepenuhnya
dikarenakan pembuatan yang dilakukan oleh skala rumah tangga belum memiliki
unit pengolahan air limbah. Sedangkan menurut Komala et al (2010), air limbah
industri pembuatan tahu ini masih mengandung senyawa organik dan nutrien yang
cukup tinggi. Maka dari itu, dalam hal upaya pemanfaatan terhadap air limbah ahu
dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam sistem microbial fuel cell untuk
produksi listrik.
Menyadari potensi MFC di masa depan sebagai salah satu energi alternatif
terbarukan, riset ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh sistem seri
pada chamber, lama waktu operasi, dan volume limbah terhadap kinerja MFC.
Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu langkah ke
depan untuk mendapatkan dan menemukan sumber energi yang murah dan aman
untuk lingkungan.

Pengertian Krisis Energi

Krisis energi adalah kekurangan atau gangguan pada penyediaan pasokan energi,
menurut Collinsdictionary. Krisis energi juga dapat diartikan sebagai kurangnya
persediaan sumber daya energi atau peningkatan terhadap harga sumber daya, seperti
minyak bumi.

Menurut Charles E. Garrison dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam


Springerlink, konsep krisis energi terlihat muncul dari proses sosial dan merupakan
metafora yang terkait dengan rangkaian peristiwa. Sifat metafora adalah untuk

16
menekankan aspek-aspek tertentu dan mengaburkan aspek-aspek lain dari rangkaian
peristiwa yang dirujuknya.

Jika dibandingkan dengan peristiwa sejarah, metafora ini telah mengaburkan peran
pemerintah dan industri minyak dalam pengembangan kebijakan konsumsi minyak
yang tinggi dan ketergantungan pada impor, sementara peran konsumen lebih
ditekankan dalam hal ini.

Penyebab Krisis Energi Krisis energi merupakan masalah yang cukup kompleks dan
terdiri dari berbagai penyebab. Melansir enovaenergy.com.au, berikut 10 penyebab
krisis energi:

1. Konsumsi Berlebihan

Krisis energi adalah akibat dari berbagai tekanan pada berbagai sumber daya alam.
Ada tekanan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara karena
konsumsi berlebihan, yang kemudian dapat membebani sumber daya air dan oksigen
kita dengan menyebabkan polusi.

Model konsumsi saat ini sebagian besar bergantung pada sumber daya yang dapat
dikonsumsi dan terbatas seperti batu bara, minyak, dan gas alam, dan ini semakin
dekat untuk habis. Menurut proyeksi saat ini, cadangan minyak cukup untuk 40-60
tahun, minyak konvensional sekitar 60 tahun, dan cadangan batu bara sekitar 2 abad.

2. Over Populasi

Penyebab lain dari krisis adalah peningkatan yang stabil dalam populasi dunia dan
permintaannya akan energi.
Permintaan energi akan diperkuat oleh ledakan demografis dan ekonomi di daerah-
daerah yang sedang berkembang. Diperkirakan bahwa populasi dunia akan mencapai

17
hampir 10 miliar orang pada tahun 2050. Menurut Badan Energi Internasional (IEA),
permintaan energi global dapat meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030 tanpa
adanya kebijakan publik di bidang ini.

3. Pemborosan Energi

Pentingnya menghemat energi cukup sering diremehkan. Pemborosan energi


menggambarkan pemborosan sumber energi, khususnya bahan bakar dan listrik.
Akibatnya, pengurangan limbah menjadi sumber penghematan energi yang sangat
besar, yang membutuhkan tindakan baik pada tingkat individu maupun kolektif.

4. Pilihan Energi Terbarukan yang Belum Dijelajahi atau Kurang Dimanfaatkan

Energi terbarukan masih tetap tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan di sebagian
besar negara. Sebagian besar energi berasal dari sumber yang tidak terbarukan seperti
batu bara. Ini berarti ada cukup banyak ruang untuk perbaikan di area ini.

Jika kita tidak fokus serius pada energi terbarukan, masalah krisis energi dunia tidak
dapat diselesaikan. Sumber energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada
bahan bakar fosil dan juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

5. Infrastruktur yang Buruk

Penuaan infrastruktur peralatan pembangkit listrik dapat menjadi alasan lain akan
krisis energi global. Beberapa negara menggunakan peralatan usang yang membatasi
produksi energi yang efisien dan efektif.

Meskipun pembaruan infrastruktur membutuhkan banyak biaya dan menggunakan

18
sejumlah besar sumber daya tambahan, namun hal tersebut dapat menciptakan standar
kinerja tinggi dan membantu mencegah krisis energi.

6. Keterlambatan dalam Commissioning Pembangkit Listrik

Penundaan yang signifikan dalam commissioning (uji coba) pembangkit listrik baru
dapat mengisi kesenjangan antara permintaan dan pasokan energi. Hasilnya, sistem
berada di bawah tekanan besar untuk memenuhi permintaan listrik sehari-hari. Ketika
pasokan tidak sesuai dengan permintaan, hal tersebut dapat mengakibatkan pelepasan
beban, bahkan pemadaman sistem.

7. Sistem Distribusi yang Buruk

Pemadaman listrik atau gangguan saluran dan gangguan pasokan adalah akibat dari
sistem distribusi yang buruk. Gangguan ini juga menyebabkan pasokan menjadi lebih
mahal.

8. Kecelakaan Besar dan Bencana Alam

Kecelakaan-kecelakaan besar seperti patahan atau putusnya jalur utama, dan bencana
alam seperti kekeringan, banjir, angin topan, letusan gunung berapi, dan gempa bumi
menyebabkan terhentinya pasokan energi.

9. Perang

Perang antar negara juga dapat menghambat pasokan energi, terutama jika terjadi di
negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait, UEA, atau Qatar
sebagai pemasok energi utama atau minyak. Hal ini menyebabkan kenaikan harga
minyak dan kelangkaan global yang pada gilirannya memiliki efek riak yang
menyebabkan masalah bagi konsumen energi.

19
10. Faktor Lain-lain

Kenaikan pajak, pemogokan, peristiwa politik, musim panas yang parah atau musim
dingin yang dingin dapat menyebabkan peningkatan permintaan energi secara tiba-
tiba dan dapat menghambat pasokan.

Cara Mengatasi Krisis Energi

Meskipun krisis energi telah terjadi saat ini, namun ada beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk mencegah semakin memburuknya krisis tersebut. Berikut cara
mengatasi krisis energi:

1. Berpindah ke Sumber Daya Terbarukan

Solusi terbaik yang memungkinkan adalah mengurangi ketergantungan dunia pada


sumber daya tak terbarukan dan meningkatkan upaya konservasi secara keseluruhan.
Sebagian besar zaman industri diciptakan dengan menggunakan bahan bakar fosil,
tetapi ada juga teknologi yang dikenal dan teruji dengan baik yang menggunakan
energi terbarukan seperti energi air, energi matahari, dan energi angin.
Salah satu kekhawatiran dunia adalah akan kehabisan gas atau minyak. Namun,
kekhawatiran yang lebih besar sebenarnya adalah penggunaan batubara akan terus
mencemari atmosfer dan menghancurkan sumber daya alam lainnya dalam proses
penambangan batubara. Jadi, penting untuk berpindah pada energi terbarukan sebagai
sumber energi pengganti batu bara.

2. Tingkatkan Fokus pada Teknologi Penyimpanan

20
Bekerja secara paralel dalam gerakan menuju penggunaan sumber terbarukan yang
lebih luas perlu adanya upaya kolektif dalam meningkatkan dan meningkatkan
teknologi penyimpanan. Seperti baterai atau penyimpanan energi hidro yang dipompa
dan lebih mudah diakses serta hemat biaya.

Meningkatkan ketersediaan, keefektifan, dan biayanya akan mendukung langkah


menuju sumber terbarukan dan membuatnya lebih mudah diakses, lebih andal, dan
pada akhirnya lebih efektif.

3. Meningkatkan Inisiatif Efisiensi Energi

Kesadaran untuk menggunakan energi secara efisien perlu ditingkatkan. Beberapa hal
sederhana yang dapat membantu untuk menghemat energi antara lain mematikan
kipas dan lampu saat tidak digunakan, berhati-hati saat menggunakan peralatan,
membatasi penggunaan pemanas dan pendingin, berjalan kaki, dan kegiatan kecil tapi
berdampak besar lainnya.

4. Lakukan Audit Energi

Audit energi adalah proses yang membantu untuk mengidentifikasi area di mana
rumah atau kantor kehilangan energi dan langkah apa yang dapat diambil untuk
meningkatkan efisiensi energi.

Audit energi dan secara umum lebih memperhatikan penggunaan energi dapat
membantu mengurangi jejak karbon, menghemat energi dan uang, dan membantu
mencegah dampak lebih lanjut pada krisis energi.

5. Bersama Peduli terhadap Perubahan Iklim

21
Baik negara maju maupun negara berkembang harus memiliki kepedulian yang sama
tentang perubahan iklim. Mereka harus fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca
melalui mekanisme lintas batas yang efektif.

Dengan pertumbuhan populasi saat ini dan konsumsi sumber daya yang berlebihan,
konsekuensi dari pemanasan global dan perubahan iklim tidak dapat dikesampingkan.
Baik negara maju maupun berkembang harus fokus pada pengurangan emisi untuk
mengurangi separuh emisi mereka dari tingkat saat ini pada tahun 2050.

Krisis energi yang dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah telah membuka mata
berbagai pihak, baik masyarakat awam, pemerintah, maupun akademisi, bahwa
kelangkaan sumber energi merupakan masalah mendesak yang memerlukan perhatian
serius.

Dalam waktu dekat, krisis energi berpotensi memperlambat gerak produksi, dan
mengakibatkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi hingga berakibat pada
penurunan pendapatan dan daya beli, yang dapat menyebabkan kelumpuhan ekonomi
rakyat.

Dosen Fakultas Teknologi Mineral UPN "Veteran" Yogyakarta, Dr.Ir.Widayati,MT,


Rabu (18/06) kepada wartawan mengatakan, krisis BBM yang merupakan awal dari
krisis energi, memicu respon masyarakat untuk melakukan efesiensi energi. Aksi ini
mendasar pada asumsi bahwa salah satu sumber krisis energi adalah perilaku
masyarakat yang boros dalam konsumsi energi.

"Untuk mengatasi krisis energi, kita perlu memanfaatkan energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar seperti pemakaian tenaga surya, angin, air, atau pengembangan
energi nabati seperti penanaman jarak pagar, pemakaian minyak sawit," katanya.

22
Pemakaian energi alternatif, tambah Widayati, merupakan jawaban yang tepat atas
menipisnya sumber-sumber energi fosil yang menjadi sumber BBM.

"Jika alternatif penghematan energi ini bisa dikembangkan, tentu saja berdampak
positif bagi pemerintah yakni dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil,
dalam hal ini minyak bumi merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi subsidi,"
tambahnya.
Potensi alam yang ada memang sangat memungkinkan bisa dimanfaatkan sebagai
salah satu usaha untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dengan memanfaatkan energi
terbarukan, sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Keterbatasan sumber energi dari minyak bumi membuat usaha untuk mencari sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan dan murah. Ekonomi masyarakat pedesaan
selama ini merupakan masalah pemerintah yang tidak kunjung selesai, karena
kemiskinan dan pendapatan perkapita masyarakat yang rendah dan derajat pendidikan
yang relatif rendah menambah semakin sulitnya masyarakat pedesaan untuk maju dan
berkembang disamping akses jalan yang menjadi masalah.

Dengan memanfaatkan aliran air yang mengalir pada sungai kecil / Pangkung
sebagai pembangkit tenaga listrik akan sangat membantu masyarakat setempat dalam
mendapatkan Listrik secara swadaya.Dengan metode Vertex dengan sumbu axial,
sangat memungkinkan mengingat potensi alam yang sangat mendukung.

Energi listrik yang bersumber dari Air merupakan sumber energi yang murah, dapat
dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga masyaarakat dimalam hari khususnya
di Dusun Gambuk, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan Bali yang selama ini
memanfaatkan minyak tanah dengan harga yang relatif mahal. Dengan memanfaatkan
potensi lingkungan yang ada berupa aliran kali (pangkung) sebagai pembangkit listrik
sederhana dengan kapasitas kecil. Lebih diutamakan disaat musim penghujan, air kali
(pangkung) yang mengalir terbuang percuma, yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi listrik. Tersedianya listrik secara swadaya dan murah, akan sangat

23
membantu meringankan beban masyarakan ditengah-tengah kemiskinan yang tidak
kunjung usai dalam masa-masa sulit seperti ini. dimanfaatkan sebagai salah satu usaha
untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Dengan memanfaatkan energi terbarukan, sebagai upaya untuk mengurangi


ketergantungan pada energi fosil. Keterbatasan sumber energi dari minyak bumi
membuat usaha untuk mencari sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan
murah. Ekonomi masyarakat pedesaan selama ini merupakan
masalah pemerintah yang tidak kunjung selesai, karena kemiskinan dan pendapatan
perkapita masyarakat yang rendah dan derajat pendidikan yang relatif rendah
menambah semakin sulitnya masyarakat pedesaan untuk maju dan
berkembang disamping akses jalan yang menjadi masalah.

Dengan memanfaatkan aliran air yang mengalir pada sungai kecil / Pangkung sebagai
pembangkit tenaga listrik akan sangat membantu masyarakat setempat dalam
mendapatkan Listrik secara swadaya.

Dengan metode Vertex dengan sumbu axial, sangat memungkinkan mengingat potensi
alam yang sangat mendukung. Energi listrik yang bersumber dari Air merupakan
sumber energi yang murah, dapat dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga
masyaarakat dimalam hari khususnya di Dusun Gambuk, Kecamatan Pupuan,
Kabupaten Tabanan Bali yang selama ini memanfaatkan minyak tanah dengan harga
yang relatif mahal. Dengan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada berupa aliran
kali (pangkung) sebagai pembangkit listrik sederhana dengan kapasitas kecil.

24
BAB. 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dipahami bahwa minyak goreng


merupakan salah satu jenis barang kebutuhan pokok dan penting yang memiliki
peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional dan perbaikan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan itu, berbagai kebijakan yang ditetapkan
Pemerintah sejatinya mampu menjangkau pada inti permasalahan yang dihadapi,
sehingga permasalahan atas kelangkaan dan instabilitas harga minyak goreng tidak
terulang kembali. Apalagi Indonesia telah dinobatkan sebagai salah satu lumbung
sawit dunia.

Begitupun efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung


maupun melalui perwakilannya yang ada di DPR RI menjadi sebuah keharusan untuk
dapat mengawal dan memastikan adanya ketersediaan yang cukup dan
keterjangkauan harga minyak goreng oleh masyarakat luas maupun bagi pelaku
usaha mikro dan usaha kecil. Terutama pengawasan khusus terhadap jalur distribusi
pasar tradisional maupun ritel modern, sehingga dapat dievaluasi secara berkala dan
mudah untuk mengantisipasi bahkan mengurai permasalahan yang sangat
dimungkinkan terjadi

25
B. SARAN

Tidak kalah pentingnya adalah, perlu pengawasan atas tindak lanjut rekomendasi
Komisi VI DPR RI agar Kementerian Perdagangan segara berkoordinasi dengan Satgas
Pangan, Polri, maupun aprat penegak hukum untuk melakukan tindakan tegas bagi
para pelaku pelanggar hukum apabila diperlukan, tanpa terkecuali jika ditemukan
penyimpangan yang dilakukan para pengusaha minyak goreng melalui pencabutan
izin usaha dan lebih lanjut dengan pencabutan izin hak guna bagi pengusaha yang
juga mengelola bisnis kebun sawit ditanah negara. Dengan demikian diharapkan
ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng yang ada di pasar dapat terjamin.

DAFTAR PUSTAKA
 https://fisip.ui.ac.id/krisis-minyak-goreng-dari-sisi-ekonomi-politik/
 https://berkas.dpr.go.id/puskajiakn/analisis-ringkas-cepat/public-file/analisis-ringkas-
cepat-public-55.pdf
 https://www.kompasiana.com/20_tedyaprilianto3560/6240625bbb44863238069282/
kelangkaan-minyak-goreng-bentuk-kapitalisme-sebagai-alat-pengacau-publik
 https://news.unair.ac.id/2022/02/25/tiga-alternatif-kebijakan-pemerintah-untuk-atasi-
kelangkaan-minyak-goreng/
 Sumber: https://mediaindonesia.com/ekonomi/480072/upaya-pemerintah-atasi-
kelangkaan-minyak-goreng-butuh-dukungan-masyarakat

26

Anda mungkin juga menyukai