Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS POTENSI KORUPSI TATA KELOLA DANA SAWIT

Membanjirnya stok minyak goreng kemasan di toko-toko eceran merupakan


gambaran yang mencolok betapa pemerintah kalah melawan kapitalisme. Pemilik modal,
pengusaha atau produsen minyak, yang di Indonesia juga berarti pemilik perkebunan
kelapa sawit, menang atas Negara yang akhirnya mengalah pada mekanisme pasar.
Orang-orang yang menunggu kekuasaan pemerintah untuk mengendalikan harga dan
ketersediaan pangan terus merana. Sebagai negara penghasil kelapa sawit dan CPO
terbesar di dunia, Indonesia tidak berdaulat atas ketersediaan minyak goreng (Saubani,
2022).

Minyak goreng dalam negeri bisa langka ketika produsen memanen minyak sawit
dari perkebunan mereka sendiri. Produsen hanya ingin mengikuti mekanisme pasar dan
menyandera pemerintah yang akhirnya tidak berdaya dan memenuhi serta mencabut
HET yang diikuti dengan DMO (kewajiban pasar internal). Alasan pemerintah mencabut
HET dan DMO, perhitungannya terlalu rumit untuk dijelaskan di sini. Intinya, pemerintah
tidak bisa lagi menjamin minyak goreng banyak beredar di pasaran dengan harga yang
tetap murah (Saubani, 2022).

Jika KPPU melakukan penyidikan aspek hukum, DPR juga harus mengambil
langkah kebijakan penyidikan melalui penggunaan Hak angket membentuk panitia
khusus (pansus). Melalui panitia kuisioner, semua pihak yang berkepentingan, mulai dari
pemilik perkebunan kelapa sawit; produsen minyak goreng; distributor; pengecer dan
perwakilan pemerintah nantinya dapat dipanggil oleh DPR dan memberikan informasi
secara terbuka (Saubani, 2022).

Kebijakan satu harga dihentikan karena upaya pemerintah untuk meningkatkan


pasokan minyak goreng di lapangan terbukti tidak efektif. Harga minyak goreng di
pasaran tidak turun. Masyarakat resah. Selain mahal, minyak goreng juga sulit
ditemukan di toko dan pasar. Kementerian Perdagangan mengatakan tidak mau
berasumsi apa yang menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan minyak goreng.
Namun diduga salah satu penyebabnya adalah bocornya DMO sawit (domestic market
obligation) ke industri besar atau bahkan diekspor ke luar negeri. Sehingga pasokan
untuk kebutuhan dalam negeri berkurang (JawaPos.com, 2022).
Di Indonesia sendiri, praktik korupsi begitu parah dan akut. Banyak gambaran
tentang praktik korupsi yang tersingkap ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
seperti kanker ganas yang telah menyebar ke sel-sel badan publik, menjangkiti lembaga-
lembaga tinggi negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga perusahaan-
perusahaan negara. Sudah ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur korupsi. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang korupsi telah
mengalami 4 (empat) kali perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang korupsi yaitu UU No. 24 Tahun 1960 tentang Pemberantasan Korupsi,
UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi, UU No. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

Fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, namun baru menarik
perhatian dunia setelah berakhirnya perang dunia kedua. Di Indonesia, fenomena
korupsi sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti bahwa korupsi sudah
ada di masyarakat Indonesia pada masa kolonial adalah tradisi penghormatan berbagai
golongan masyarakat kepada penguasa setempat.

Hukum di Indonesia yang mengatur tentang korupsi adalah UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Orang yang memberikan bantuan kepada pelaku tindak pidana
korupsi diancam dengan pidana yang sama dengan yang dijatuhkan kepada pelaku tindak
pidana korupsi (lihat pasal 15 UU Tipikor). Baharuddin Lopa mengutip pendapat David
M. Chalmers, menjelaskan arti istilah korupsi dalam beberapa bidang, yaitu yang
berkaitan dengan masalah suap, yang berkaitan dengan manipulasi dalam ranah
ekonomi dan yang berkaitan dengan ranah kepentingan umum.

Ketentuan ini juga berlaku bagi setiap orang di luar wilayah Indonesia yang
membantu pelaku tindak pidana korupsi (Pasal 16 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi). Ancaman pidana terhadap orang yang ikut melakukan tindak pidana korupsi,
perlu kita mengacu pada ketentuan umum hukum pidana yang diatur dalam KUHP Pasal
55 ayat (1) KUHP, orang yang ikut serta dalam tindak pidana dipidana sebagai pelaku
tindak pidana korupsi. tindakan kriminal.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 55(1) KUHP, orang yang ikut melakukan
tindak pidana korupsi juga diancam dengan pidana yang sama dengan pelaku tindak
pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang
korupsi kini lebih baik dari sebelumnya dengan berlakunya UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara KKN yang Bersih dan Bebas, UU No. 31 Tahun 1999 jo
UU no. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU n. 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan terakhir pengesahan United Nations
Convention Against Corruption, 2003 (United Nations Convention Against Corruption,
2003) dengan UU No. 7 tahun 2006.

Untuk mencegah harga minyak goreng terus naik, pemerintah melalui Badan
Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BDPPKS) telah menyiapkan dana subsidi
sebesar Rp. minyak harga tunggal. Namun karena minyak goreng di pasaran masih
langka, tak sedikit orang yang panik saat membeli karena takut kehabisan stok. Secara
umum, ada dua faktor yang membuat harga minyak goreng tetap tinggi dan
ketersediaannya yang cenderung langka di pasaran (JawaPos.com, 2022).

Tata kelola kelapa sawit di Indonesia masih memiliki ciri khas masalah. Beberapa
di antaranya berkaitan dengan pemberdayaan petani dan skema peremajaan yang
dilakukan, serta kerja Badan Pengelola Dana Peremajaan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

Dilansir dari JawaPos.com, akibat aksi para spekulan yang ingin meraup untung
sebesar-besarnya dengan menahan stok minyak gorengnya dan menjualnya hanya pada
saat harga sedang tinggi. Telah banyak diberitakan di berbagai media massa bahwa
distribusi minyak goreng di pasaran tidak berjalan mulus. Ancaman sanksi bagi
distributor yang menimbun minyak goreng sepertinya tidak membuat mereka takut.
Keinginan menangkap ikan di air keruh demi keuntungan membuat para spekulan acuh
tak acuh terhadap nasib masyarakat. Kenaikan harga minyak goreng yang terus-menerus
mungkin terkait dengan perilaku kartel yang memonopoli perdagangan komoditas yang
dibutuhkan masyarakat. Ada tudingan dari berbagai pihak bahwa perusahaan besar yang
menguasai pangsa pasar minyak goreng dalam negeri justru mematok kenaikan harga
secara bersamaan. Data KPPU, misalnya, menunjukkan sekitar 40% pasar minyak goreng
dikuasai empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha di perkebunan, pengolahan
CPO, dan berbagai produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak kelapa.
dapur.
Menurut hukum ekonomi, ketika harga bahan baku minyak goreng naik karena
produksi yang turun, maka wajar jika harga produk olahan juga ikut naik. Seperti
diberitakan, pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati
Indonesia (GIMNI) menyatakan, kenaikan harga minyak goreng disebabkan minimnya
pasokan minyak nabati dan hewani di pasar global (JawaPos.com, 2022).

Kebijakan subsidi ini menimbulkan beberapa masalah. Pertama, penggunaan


dana perkebunan sawit untuk mendukung pembiayaan subsidi masih menyisakan
persoalan hukum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan (2014) memberikan mandat kepada pemerintah untuk menghimpun dana
bagi perkebunan kelapa sawit. Dana tersebut berasal dari pungutan ekspor komoditas
kelapa sawit dan turunannya. Namun, undang-undang tersebut tidak mengatur
penggunaan dana perkebunan sawit untuk subsidi biodiesel (Komisi Pemberantasan
Korupsi, 2016).

Pengelolaan subsidi masih belum akuntabel dan transparan. Hal ini dapat
dibuktikan dalam menentukan besaran subsidi yang tidak kredibel. Misalnya, dasar
penetapan harga biodiesel adalah Indeks Harga Pasar (HIP) Biodiesel yang ditetapkan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Formula penetapan HIP dinilai kurang
bertanggung jawab dan transparan. Semua itu berpotensi menimbulkan kerugian
keuangan negara (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2020). Selain itu,
penetapan distributor biodiesel oleh Kementerian ESDM dilakukan melalui mekanisme
penunjukan langsung dan sistem kuota. Hal ini dilakukan tanpa kriteria yang jelas dan
tidak transparan. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan korupsi
(Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2020).

Semua masalah ini harus dihadapi, mengingat nilai subsidi yang disalurkan
pemerintah sangat besar. Jika pada tahun 2016 nilainya Rp. 10,6 triliun, pada tahun 2020
mencapai Rp. 28 triliun. Berdasarkan perkiraan, pada tahun 2021 pemerintah akan
memberikan cap subsidi sebesar Rp 46 triliun (Badan Pengelolaan Dana Perkebunan
Kelapa Sawit, 2021; Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi,
2019a). Subsidi ini akan terus meningkat setiap tahunnya karena pemerintah terus
mendorong peningkatan penggunaan biodiesel di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu perbaikan sistem tata kelola kebijakan subsidi. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (2003),
dalam pasal 3, mengatur bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, secara efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan menghormati rasa keadilan dan kepatutan. Oleh karena itu,
HIP Biodiesel harus sesuai dengan prinsip Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (2003), karena HIP Biodiesel merupakan dasar
untuk menghitung subsidi yang diberikan oleh Negara kepada BUBBN. Dari sisi regulasi
dan manajemen, ada beberapa masalah. Pertama, prinsip efisiensi dan ekonomi.

HIP Biodiesel ini telah mengalami banyak perubahan sejak awal implementasi
dari B20 menjadi B30. Perubahan paling mendasar terjadi pada jumlah konversi CPO
menjadi biodiesel. Pada tahun 2016 ditetapkan pada USD 125/MT, diubah menjadi USD
100/MT pada tahun 2017. Pada awal 2020 diubah menjadi USD 80/MT dan Oktober 2020
diubah menjadi USD 85/MT. Dari perubahan tersebut terlihat bahwa efisiensi dan prinsip
ekonomi HIP Biodiesel masih bermasalah. Pemerintah belum memiliki formula yang
benar-benar kredibel untuk menentukan HIP Biodiesel yang efisien dan hemat biaya.
Penetapan HIP Biodiesel belum mengacu pada standar harga keekonomian pada setiap
komponen biayanya. Kedua, prinsip transparansi. Metode dan mekanisme penghitungan
HIP Biodiesel tidak transparan, karena tidak mungkin melacak semua komponen yang
membentuk HIP Biodiesel, terutama jumlah konversi CPO menjadi biodiesel. Rujukan
biaya konversi tidak dijelaskan, baik melalui peraturan maupun pengumuman di situs
resmi Kementerian ESDM dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi
Energi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara (2003), dalam pasal 3, mengatur bahwa keuangan negara dikelola secara tertib,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, secara efisien, ekonomis, efektif,
transparan dan bertanggung jawab dengan menghormati rasa keadilan dan kepatutan.
Oleh karena itu, HIP Biodiesel harus sesuai dengan prinsip Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (2003), karena HIP Biodiesel
merupakan dasar untuk menghitung nilai subsidi yang diberikan oleh Negara kepada
BUBBN. Dari sisi regulasi dan manajemen, ada beberapa masalah. Pertama, prinsip
efisiensi dan ekonomi. HIP Biodiesel ini telah mengalami banyak perubahan sejak awal
implementasi dari B20 menjadi B30. Perubahan paling mendasar terjadi pada jumlah
konversi CPO menjadi biodiesel. Pada tahun 2016 ditetapkan pada USD 125/MT, diubah
menjadi USD 100/MT pada tahun 2017. Pada awal 2020 diubah menjadi USD 80/MT dan
Oktober 2020 diubah menjadi USD 85/MT.

Dari perubahan tersebut, terlihat bahwa efisiensi dan prinsip ekonomi HIP
Biodiesel masih bermasalah. Pemerintah belum memiliki formula yang benar-benar
kredibel untuk menentukan HIP Biodiesel yang efisien dan hemat biaya. Penetapan HIP
Biodiesel belum mengacu pada standar harga keekonomian pada setiap komponen
biayanya. Kedua, prinsip transparansi. Metode dan mekanisme penghitungan HIP
Biodiesel tidak transparan, karena tidak mungkin melacak semua komponen yang
membentuk HIP Biodiesel, terutama jumlah konversi CPO menjadi biodiesel. Rujukan
biaya konversi tidak dijelaskan, baik melalui peraturan maupun pengumuman di situs
resmi Kementerian ESDM dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi
Energi.

Satgas Pangan di beberapa daerah menemukan penumpukan minyak goreng yang


masif. Di Sumatera bagian utara, misalnya, polisi pada pertengahan Februari 2022 lalu
menemukan stok minyak goreng 1,1 juta kilogram di Deli Serdang. Sementara itu, Polda
Sulteng juga dilaporkan menemukan 53 ton minyak goreng yang terkumpul di dua
gudang di Kota Palu. Kemudian, Polda Kalsel juga berhasil membongkar timbunan
minyak goreng lebih dari 31.000 liter (JawaPos.com, 2022). Jadi dapat disimpulkan
bahwa aktor-aktor yang berperan dalam tata niaga minya ini adalah pemerintah, petani,
pedagang minyak, serta konsumen.

Kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada awal Maret 2022 disebabkan oleh
peningkatan pada sisi permintaan dan penurunan pada sisi penawaran. Faktor-faktor
berikut menyebabkan penurunan pasokan, khususnya produsen mengalami penurunan
pemasaran minyak goreng dalam negeri. CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu
jenis minyak nabati yang paling populer di dunia. Saat ini harga CPO di pasar dunia
sedang mengalami kenaikan harga. Kenaikan itu dari 1.100 dolar AS menjadi 1.340 dolar
AS. Kekurangan ini terjadi hampir di seluruh wilayah Jakarta, Bandung dan sekitarnya.
Apalagi, kondisi pandemi Covid-19 belum tuntas. Ada beberapa negara di belahan dunia
lain yang menghadapi gelombang ketiga Covid-19.
Konsumen asing yang menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO.
Produsen minyak goreng hanya ada di beberapa daerah. Sementara itu, pendistribusian
minyak goreng dilakukan ke berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini menyebabkan
kenaikan harga distribusi. Dari sisi logistik, harga peti kemas saat ini lebih mahal dari
sebelumnya. Shipping atau pengiriman juga mengalami kenaikan harga. Faktor ini
menyebabkan harga minyak goreng naik.

Terlihat bahwa prinsip efisiensi dan ekonomi HIP Biodiesel masih bermasalah.
Pemerintah belum memiliki formula yang benar-benar kredibel untuk menentukan HIP
Biodiesel yang efisien dan hemat biaya. Penetapan HIP Biodiesel belum mengacu pada
standar harga keekonomian pada setiap komponen biayanya. Kedua, prinsip
transparansi. Metode dan mekanisme penghitungan HIP Biodiesel tidak transparan,
karena tidak mungkin melacak semua komponen yang membentuk HIP Biodiesel,
terutama jumlah konversi CPO menjadi biodiesel. Rujukan biaya konversi tidak
dijelaskan, baik melalui peraturan maupun pengumuman di situs resmi Kementerian
ESDM dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi.

Semua masalah ini harus dihadapi, mengingat nilai subsidi yang disalurkan
pemerintah sangat besar. Jika pada tahun 2016 nilainya Rp. 10,6 triliun, pada tahun 2020
mencapai Rp. 28 triliun. Subsidi ini akan terus meningkat setiap tahunnya karena
pemerintah terus mendorong peningkatan penggunaan biodiesel di Indonesia.

Oleh karena itu, perlu perbaikan sistem tata kelola kebijakan subsidi. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (2003),
dalam pasal 3, mengatur bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, secara efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan menghormati rasa keadilan dan kepatutan. Oleh karena itu,
HIP Biodiesel harus sesuai dengan prinsip Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (2003), karena HIP Biodiesel merupakan dasar
untuk menghitung nilai subsidi yang diberikan oleh Negara kepada BUBBN. Dari sisi
regulasi dan manajemen, ada beberapa masalah yang menyebabkan tingginya potensi
angka korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

JawaPos.com. (2022). Kisruh Minyak Goreng Tak Kunjung Tertangani. JawaPos.com.


https://www.jawapos.com/opini/22/03/2022/kisruh-minyak-goreng-tak-
kunjung-tertangani/

Putra, M. D. (2017). 61 | Iltizam Journal Of Shariah Economic Research, Vol. 1, No. 1, 2017.
Shariah Economic Research, 1(1), 61–77.

Saputra dkk. (2021). Analisis Kerentanan Korupsi dalam Kebijakan Subsidi Biodiesel di
Indonesia. 7(2), 279–290. https://doi.org/10.32697/integritas.v7i2.815

Saubani, A. (2022). Ujung Cerita Kisruh Minyak Goreng: Kapitalisme Berjaya, Rakyat
Merana. Republika Online.
https://www.republika.co.id/berita/r8y6kl409/ujung-cerita-kisruh-minyak-
goreng-kapitalisme-berjaya-rakyat-merana#comment-list

Simangunsong, F. (2014). Pidana Korupsi di Indonesia. Seminar Korupsi 2014.


https://media.neliti.com/media/publications/170464-ID-pidana-korupsi-di-
indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai