408-419
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)
Adi Hermansyah
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Abstrak - Tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak bersubsidi jenis minyak
tanah, diatur dalam ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
perbuatan pengangkutan, pendistribusian, penampungan, penimbunan hingga penjualan Bahan Bakar Minyak
(BBM). Pasal 55 UU No.22 Tahun 2001 menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang menyalahgunakan
pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidikan pemerintah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).”
Namun pada kenyataannya masih ada masyarakat yang melakukan penyalahgunaan pengangkutan dan niaga
bahan bakar minyak tanah bersubsidi. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi jenis minyak tanah, serta menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menangulangi
terjadinya penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah.
Data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian
kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari peraturan
perundang-undangan, literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah dibahas. Penelitian lapangan
dimaksudkan untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mewawancarai para responden dan
informan. Hasil penelitian diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan
pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi jenis minyak tanah yaitu faktor ekonomi, faktor
mudahnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM), dan faktor kurangnya pengawasan dari BPH Migas.
Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan dan niaga bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah adalah upaya preventif dan represif. Saran dari artikel ini adalah,
Diharapkan kepada pihak BPH migas dan pihak kepolisian untuk meningkatkan razia-razia ditempat yang rawan
terjadi tindak pidana serta memasang spanduk ditempat rawan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan
distribusi BBM yang berisi tentang himbauan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam rangka
upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan distribusi BBM.
Kata Kunci: tindak pidana, subsidi, bahan bakar minyak
Abstract - The criminal act of abuse of transportation and trade of fuel subsidized kerosene, subject to the
provisions of Article 55 of Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas, deeds transportation, distribution, storage,
hoarding up sales of fuel oil (BBM). Article 55 of Law No. 22 of 2001 stipulates that: "Every person who abused
the transport and / or trade of fuel oil being disubsidikan government shall be punished with imprisonment of 6
(six) years and a fine of Rp. 60,000,000,000.00 (sixty billion rupiah). "But in fact there are still people who do
abuse transportation and trading of fuel kerosene. The purpose of this thesis is to explain the factors that caused
the criminal act of abuse of transportation and trade of fuel oil (BBM) of subsidized kerosene, as well as
describing the efforts made to prevent and tackling abuses of transportation and trading of fuel oil (BBM)
subsidized kerosene. Data in the writing of this research literature and field research. The research literature is
intended to obtain secondary data is done by studying the legislation, literature has to do with the issues
discussed. Field research for the purpose of obtaining primary data by interviewing respondents and
informants. The survey results revealed that the factors causing the occurrence of criminal misuse of
transportation and trading of fuel oil (BBM) Subsidized kerosene types are economic factors, factors easy to
obtain fuel oil (BBM), and factor the lack of supervision of BPH Migas. Efforts are being made to combat
criminal acts of abuse and trading of fuel oil (BBM) of subsidized kerosene is the preventive and repressive. The
suggestion of this thesis is, expected that the BPH gas and police to increase raids in place that is prone to the
offense and put a banner in place prone to irregularities and misuse of fuel distribution which contains an
appeal to the people to participate actively in order to attempt to prevent the abuse of fuel distribution.
Keywords: criminal acts, subsidies, fuel oil
408
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 409
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
PENDAHULUAN
Bahan Bakar Minyak adalah salah satu unsur vital yang diperlukan dalam pelayanan
kebutuhan masyarakat umum baik di negara-negara miskin, negara-negara berkembang
maupun di negara-negara yang telah berstatus negara maju sekalipun.1 Pemanfaatan Bahan
Bakar Minyak (BBM), dewasa ini tidak saja berimplikasi pada kebijakan-kebijakan luar
negeri suatu negara yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara itu
sendiri, namun juga berdampak secara global yang mengakibatkan penderitaan umat
manusia.
Subsidi yang dimaksud dalam hal ini adalah pemerintah menjual minyak kepada
masyarakat umum dengan harga di bawah minyak dunia. Hal ini dilakukan karena
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital dan bisa
menyebabkan kenaikan harga pada komoditas lainnya.
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) diberikan Pemerintah kepada masyarakat
golongan ekonomi rendah dengan tujuan agar bisa mendapatkannya dengan mudah.
Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) ini dapat diperoleh masyarakat melalui
Pangkalan Minyak Tanah, dalam rangka membantu kebutuhan masyarakat tersebutlah
pemerintah melakukan kebijakan dengan cara Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi, bahwa :
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 yaitu kegiatan usaha
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga dapat dilaksanakan oleh Badan
Usaha setelah mendapat Izin usaha dari Pemerintah. Badan Usaha baru dapat
melaksanakan kegiatannya setelah mendapat izin usaha dari pemerintah.
(2) Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha
gas bumi dibedakan atas :
a. Izin usaha pengolahan;
b. Izin usaha pengangkutan;
c. Izin usaha penyimpanan; dan
d. Izin usaha niaga;
Pengangkutan adalah kegiatan: a). Pemindahan minyak bumi, gas bumi, dan/atau hasil
olahannya; b). Dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan hasil pengolahan; c).
1
BPH Migas, Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM), Penerbit BPH Migas RI, Jakarta, 2005, hal 13.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 410
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
Termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. Sedangkan niaga
adalah kegiatan: a). Pembelian; b). Penjualan; c). Ekspor; d). Impor minyak bumi dan/atau;
e). Hasil olahannya, termasuk niaga gas bumi melalui pipa.
Perbuatan pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak
bersubsidi jenis minyak tanah, dalam ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan
Bakar Minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar
rupiah).”
Meskipun undang-undang telah melarang dan mengancam dengan ancaman hukuman
yang berat terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan
Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Jenis Minyak Tanah, namun dalam kenyataannya di
Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Simeuleu Tindak Pidana tersebut masih saja terjadi
sebanyak 2 kasus dari tahun 2013 sampai dengan 2015.
Sebagaimana perkara No.28/Pid.B/2015/PN-SNB atas nama HH (Inisial) dan AP
(Inisial) melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi
dan Gas Bumi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan
melakukan modus penyeludupan minyak tanah illegal dari beberapa pangkalan minyak tanah
di kawasan Simeulue, diperkirakan sejumlah 2 tong fiber itu hendak diselundupkan
menggunakan kapal penyeberangan Ferry KMP Teluk Sinabang yang menuju pelabuhan
Singkil. Penyelundupan minyak tanah tersebut diyakini terkait dengan besarnya keuntungan
yang akan diperoleh. Di Simeulue masih berlaku subsidi minyak tanah dengan harga jual Rp.
4.000,- /liter sedangkan di Sumatera Utara harganya mencapai Rp. 8.000,- /liter.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat
dikaji, yaitu Apa faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan
dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah. Apa upaya yang
dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya penyalahgunaan pengangkutan
dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah.
METODE PENELITIAN
Tindak pidana adalah segala tindakan/perbuatan yang dapat dipidana/dikenakan
hukuman yang diatur secara tegas oleh Undang-undang.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 411
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
2
Ronni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 413
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
yang besar, baik kepada masyarakat umum maupun kepada perusahaan (industri) atau bahkan
di selundupkan ke luar daerah.
Tabel 1
Jumlah tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi jenis minyak tanah yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan
Negeri Simeulue dari tahun 2013 sampai Tahun 2015
Tahun No Perkara Pasal yang dilanggar Hukuman Pidana
2013 No.13/Pid.B/201 UU No 22 Thn 2001 1 tahun penjara subsider 3 bulan
3/PN-SNB Pasal 23,53,55 kurungan.
2015 No.28/Pid.B/201 UU No 22 Thn 2001 2 tahun penjara serta denda Rp 2.000.000
5/PN-SNB Pasal 53,55 subsider 2 bulan kurungan.
Sumber : Pengadilan Negeri Simeulue
Berdasarkan pada data tabel diatas menunjukan bahwa dalam kurun waktu dua tahun
yaitu dari tahun 2013 hingga 2015 terdapat 2 kasus tindak pidana Penyalahgunaan
Pengangkutan dan Niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Minyak Tanah di
Kabupaten Simeulue. Kejahatan Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga Bahan Bakar
Minyak (BBM) bersubsidi jenis Minyak Tanah di Kabupaten Simeulue tentu saja sangat
merugikan negara karena subsidi yang diberikan oleh Pemerintah tidak tepat sasaran.
Faktor ekonomi sering menjadi dasar seseorang untuk melakukan tindak kejahatan
tidak terkecuali penyalahgunaan pengangkutan dan niaga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi jenis minyak tanah. Pada kasus kejahatan-kejahatan lain seperti pencurian dan
penggelapan pada umumnya dimana faktor ekonomi menjadi poin yang sangat penting
karena pelaku kejahatannya terhimpit kebutuhan yang mendesak dengan kondisi keterbatasan
ekonomi sehingga dia melakukan kejahatan. Hal ini sedikit berbeda dengan kejahatan
Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis
Minyak Tanah dimana pelaku tidak bisa dibilang miskin karena berlatar belakang ekonomi
yang berkecukupan, Bahan Bakar Minyak Tanah bersubsidi yang diberikan oleh Pemerintah
khususnya di daerah Simeulue dengan harga sekitar Rp. 3.600,00 (tiga ribu enam ratus
rupiah) sampai dengan Rp. 4.000,00 (empat ribu rupiah) perliter sedangkan jika diluar daerah
Simeulue Bahan Bakar Minyak Tanah sudah tidak disubsidikan lagi dengan harga jual
mencapai Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) perliter maka terdapat keuntungan yang besar
mencapai Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah) perliter, sehingga dapat kita lihat bahwa terdapat
keuntungan yang besar dari tindak pidana yang digelapkan oleh terdakwa sejumlah 150
(seratus lima puluh) liter, jika dirupiahkan terdakwa mendapat keuntungan Rp. 900.000,00
(sembilan ratus ribu rupiah).
Untuk mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi di Kabupaten Simeulue termasuk
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 414
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
mudah, karena sampai sekarang di Simeulue sudah mempunyai 3 (tiga) Pangkalan Minyak
Tanah yaitu :
a. Istiqamah, yang beralamat di Desa Lasikin
b. Ramlan, yang beralamat di Desa Awe Seubal
c. UD. Familia Oil, yang beralamat di Desa Salur.
Berdasarkan pengakuan dari pelaku tindak pidana penyalahgunaan bahan bakar
minyak bersubsidi berinisial HH, modus tindak pidana penyalahgunaan bahan bakar yang
dilakukannya adalah dengan memasukkan bahan bakar minyak jenis minyak tanah kedalam
10 (sepuluh) buah jerengen berukuran 40 Liter, kemudian menaikkan semua jeregen
berukuran 40 liter ke atas bak mobil Pick Up L-300 Nopol BK 8153 VO kemudian terdakwa
membawa kesuatu tempat untuk menuangkan 400 liter minyak tanah kedalam 2 buah fiber
warna orange yang masing-masing sejumlah 200 liter minyak tanah bersama muatan lainnya
yang hendak dibawa ke Padang Sidempuan Tapanuli Selatan, sehingga saat melakukan
penyeberangan dipelabuhan Kabupaten Simeulue tidak menimbulkan kecurigaan.
Penyebab mudahnya mendapatkan minyak tanah dari pangkalan karena dalam satu
minggu pihak pangkalan wajib menjual minyak tanah tersebut sebanyak 5 ton kemudian pada
minggu selanjutnya akan masuk 5 ton lagi, jadi pihak pangkalan tidak membatasi para
pembeli karena diharapkan oleh pihak pangkalan yang penting dalam satu minggu bisa
mencapai target dan pihak pangkalan juga tidak tahu menahu apakah minyak yang dibeli oleh
masyarakat simeulue di distribusikan dalam Kabupaten Simeulue atau di distribusikan diluar
kabupaten Simeulue karena itu bukan ranahnya pihak pangkalan.3
Dengan latar belakang Kabupaten Simeulue sebagai Kabupaten yang diberikan
subsidi bahan bakar minyak oleh pemerintah lumayan berkembang cukup pesat membuat
permintaan masyarakat akan bahan bakar minyak tanah untuk diluar wilayah Simeulue
dengan harga murah semakin banyak. Dengan tingginya kebutuhan akan bahan bakar minyak
tanah bersubsidi membuat para oknum pelaku Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Minyak Tanah di Kabupaten Simeulue menjual
bahan bakar illegal mereka keluar daerah dengan harga yang mahal. Inilah salah satu faktor
yang membuat maraknya tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar
minyak bersubsidi di Kabupaten Simeulue.
Kalau dilihat dari prosedur pengawasan BPH Migas dan kontrol pada pangkalan yang
3
Ramlan, Pemilik Pangkalan Minyak Tanah, Wawancara, tanggal 19 Juli 2016
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 415
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
mendistribusi Bahan Bakar Minyak maka pihak BPH Migas melakukan kerjasama dengan
pihak Kepolisian untuk mengawasi langsung pangakalan tersebut dengan cara menerima
informasi dari konsumen yang membeli Bahan Bakar Minyak pada pangkalan dan jika para
pemilik pangkalan menjual Bahan Bakar Minyak tidak tepat sasaran maka BPH Migas akan
menarik surat ijin jualan pangkalan tersebut.4
Tabel.2
Putusan hakim terhadap tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan niaga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis minyak tanah yang terjadi di wilayah
hukum Pengadilan Negeri Simeulue dari Tahun 2013 sampai Tahun 2015
Tahun No Perkara Pasal yang Tuntutan Jaksa Putusan Hakim
dilanggar
2013 No.13/Pid.B/2 UU No 22 6 tahun dan denda 1 tahun penjara subsider 3
013/PN-SNB Thn 2001 Rp 5.000.000 bulan kurungan.
Pasal 53,55
2015 No.28/Pid.B/2 UU No 22 6 tahun 3 bulan dan 2 tahun penjara serta denda Rp
015/PN-SNB Thn 2001 denda Rp.25.000.000 2.000.000 subsider 2 bulan
Pasal 53,55 kurungan.
Sumber : Pengadilan Negeri Simeulue
Dilihat dari ancaman hukumannya maka terhadap pelaku tindak pidana
Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga Bahan Bakar Minyak Tanah yang dimaksudkan
dalam Pasal 53 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 yaitu hukuman 3 tahun
(Tiga) sampai 6 (enam) tahun penjara. Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa dalam
Pasal 53 sub d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha niaga
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp
30.000.000.000,00 (Tiga puluh miliar rupiah).
Demi menjalankan Penegakkan hukum yang adil bagi masyarakat serta menciptakan
keamanan dan ketentraman masyarakat, pemerintah dalam Undang-undang telah mengatur
tentang ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa,
tetapi kepada hakim diberikan kewenangan dalam menentukan besarnya hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku.5
Hukuman yang dijatuhkan akan sedikit diringankan karena terdakwa mengakui semua
perbuatannya dipersidangan dan secara nyata telah menunjukkan rasa penyesalannya serta
berlaku sopan maka akan dilakukan suatu pembinaan selama mereka menjalani hukuman di
Lembaga Permasyarakatan. Sehingga setelah kembali ke masyarakat diharapkan dapat
4
Syahrizal, BPH Migas, Wawancara, tanggal 20 Juli 2016
5
Yandi Mustika, Jaksa Penuntut Umum, Wawancara, tanggal 24 Mei 2016
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 416
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
berubah menjadi anggota masyarakat yang baik dan tidak lagi mengulangi melakukan tindak
pidana.6
Sejalan dengan keterangan diatas, Jaksa Penuntut umum menambahkan bahwa, dalam
menyusun suatu tuntutan, jaksa akan mempertimbangkan faktor terdakwa mengakui
perbuatannya, dengan pertimbangan bahwa kalau perbuatan itu dilakukan untuk pertama
kalinya dan belum dapat menikmatinya, maka terhadapnya masih ada kesempatan untuk
dilakukan pembinaan dan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana tersebut.7
Terhadap terdakwa tindak pidana ini tampaknya hakim sangat gampang dan mudah
menentukan hal-hal yang meringankan. Bila pelakunya untuk pertama melakukan tindak
pidana, maka hal ini dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan. Dengan demikian,
maka seorang pelaku tindak pidana pasti memiliki salah satu dari alasan tersebut, sehingga
hukuman terhadap terdakwa dapat diringankan.8
6
Ahmad Hidayat, Hakim pada Pengadilan Negeri, hasil wawancara, tanggal 18 Juli 2016
7
Yandi Mustika, Jaksa Penuntut Umum, Wawancara, tanggal 24 Mei 2016
8
Ahmad Hidayat, Hakim pada Pengadilan Negeri, hasil wawancara, tanggal 18 Juli 2016
9
Munawar, Penyidik Pembantu, Wawancara, tanggal 18 Juli 2016
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 417
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
10
Irwansyah, Penyidik. Wawancara, tanggal 18 Juli 2016
11
Irwansyah, Penyidik, Wawancara, tanggal 18 Juli 2016
12
Jaksa Penuntut Umum, Wawancara, tanggal 24 Mei 2016
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 418
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
KESIMPULAN
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana Penyalahgunaan pengangkutan dan
niaga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi jenis minyak tanah yang dilakukan oleh
terdakwa yaitu faktor Ekonomi, faktor mudahnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi, faktor kurangnya pengawasan dari BPH Migas dan faktor kurang efektif
pelaksanaan Hukum.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak pidana
Penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi jenis
minyak tanah yang dilakukan oleh terdakwa yang terjadi di Wilayah Hukum Pengadilan
Negeri Simeulue adalah upaya preventif dan represif.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 419
Rini Anggriani M, Adi Hermansyah
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari retribusi ke reformasi),
Jakarta, Pradya Paramita, Cetakan Pertama, 2003
BPH Migas, Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM), Penerbit BPH Migas RI, Jakarta,
2005.
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi. Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2001
Widjojo, Soejono, Lima Azas Strategi Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Harian Kompas,
Edisi 6 Agustus 2003
2. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas
Bumi