142180172
EA-C
1. Terdapat lima tahap dalam kegiatan industri minyak dan gas, yaitu eksplorasi, produksi,
pengolahan, transportasi, dan pemasaran.
5 kegiatan tersebut dibagi sebagai dua kegiatan, yaitu kegiatan pada hulu migas dan
kegiatan pada hilir migas .Kegiatan hulu mencangkup dua kegiatan baku, yaitu
eksplorasi dan produksi. Sementara aktivitas hilir mencakup pengolahan, transportasi,
dan pemasaran.
Proses produksi ialah aktivitas mengangkat kandungan minyak atau gas ke permukaan
. Aliran minyak atau gas tadi akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke
permukaan bumi melalui pipa salur yang dipasang tegak lurus (tubing). Pada sumur
yang sedang berproduksi, proses pengangkatan ini dapat menggunakan tekanan alami
atau tanpa alat bantu. tetapi, jika tekanan formasi tak cukup kuat memompa minyak
atau gas ke permukaan, maka diperlukan metode pengangkatan buatan.
Minyak dan gas yang sudah diangkat ke permukaan selanjutnya akan dialirkan
menuju alat pemisah apakah menjadi minyak, gas atau air (separator) melalui pipa
salur. Separator tersebut akan memisahkan minyak dan air,serta gas dan impurity. Air
akan dialirkan lagi ke dalam sumur, untuk minyak nya dialirkan menuju tangki atau
stasiun pengumpul. Sementara untuk impurity atau komponen gas yang dapat
membahayakan manusia dan lingkungan sekitar akan dibakar atau dialirkan ke sumur.
Sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya digunakan atau dibakar
tergantung pada jenis, volume, harga, dan jarak ke konsumen.
2. Di Indonesia, usaha minyak dan gas di sektor hulu maupun usaha di sektor hilir sudah
diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang mengatur hal itu adalah Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001. Undang-undang tersebut merupakan satu-satunya
undang-undang yang isinya mengatur seluruh kegiatan dalam industri perminyakan.
Salah satu isi undang-undang ini pada pasal 10 berbunyi:
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu
dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. https://patra.itb.ac.id/karya/kajian-
energi/hubungan-usaha-hulu-dengan-hilir-migas/
(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan
Kegiatan Usaha Hulu.
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2001/22TAHUN2001UU.htm
Bunyi kedua ayat pada pasal 10 diatas sangat melengkapi yang intinya semua badan
usaha yang sudah melakukan usaha di sektor hulu tidak boleh atau dilarang
3. Kebijakan supply side management, demand side management dan kebijakan harga,
tercermin dalam upaya Ditjen Migas dalam mencapai tujuan dan sasaran 5 tahun
kedepan. Adapun kebijakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pada Renstra
Migas, dilakukan dengan arah kebijakan, sebagai berikut:
1. Optimalisasi Produksi
4. Mengatur harga energi yang kompetitif dan subsidi yang lebih terarah
6. Kebijakan TKDN
4. Permen terdiri dari IV bab yaitu Ketentuan umum, Pelaksanaan Kebijakan Upaya
Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, Ketentuan Lain dan Ketentuan Penutup.
Bab Pelaksanaan Kebijakan Upaya Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi
terdiri 3 bagian yaitu kewajiban kontraktor, kewajiban badan pelaksana dan kewajiban
direktorat jenderal.
KKKS
BPMIGAS
OPEC akan memangkas produksinya hingga Maret 2020 mendatang. Kebijakan ini
diambil pada pertemuan yang digelar Senin 7 Januari di Wina, Austria. Pemangkasan
produksi itu ditempuh di tengah melemahnya ekonomi dunia dan melesatnya produksi
minyak Amerika Serikat.
Harga minyak mentah Brent sempat naik US$ 2 menjadi US$ 67 per barel, setelah
kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi terungkap. Tapi, di akhir sesi, harga
tersebut kembali turun ke level US$ 57 per barel.
8. Di awal masa pembangunan, khususnya pada periode 1973–1983, lebih dari 60% porsi
penerimaan negara rata-rata bersumber dari penerimaan migas, saat ini kurang lebih
85% penerimaan negara bersumber dari pajak.
Dengan asumsi harga minyak US$48 per barel, total penerimaan migas, yang terdiri
dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Penerimaan Pajak Migas dalam
RAPBN 2018 diperkirakan hanya akan mencapai Rp113,1 triliun. Ini kurang lebih
setara dengan 6% dari total penerimaan negara yang ditargetkan mencapai Rp1.878,4
triliun.
Ada beberapa hal yang dapat kita baca dari beberapa angka di atas. Pertama, migas
saat ini bukan lagi sumber penerimaan negara yang utama. Itu sangat jelas. Kedua,
sektor-sektor ekonomi lain di luar migas telah tumbuh dan berkembang sedemikian
rupa sehingga memberikan kontribusi ekonomi, dalam bentuk pajak salah satunya,
yang kemudian menggantikan peran sektor migas sebagai penerimaan negara yang
utama. Ini juga relatif cukup jelas.
Ketiga, yang barangkali tidak cukup jelas terbaca adalah bahwa sektor migas, baik
melalui penerimaan negara yang disumbangkannya selama ini, dan khususnya di awal
masa pembangunan, maupun melalui keberadaannya dengan segala multiplier effect
yang ditimbulkannya, telah “berjasa” menjadi penggerak mula perekonomian nasional
secara keseluruhan hingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Sektor hulu migas misalnya, memiliki keterkaitan sektoral yang sangat luas dengan
sektor-sektor ekonomi pendukung dan penggunanya. Industri hulu migas terkait dengan
75 sektor pendukung dan 45 sektor pengguna. Sektor pendukung hulu migas tersebut
menguasai sekitar 55,99% PDB Indonesia dan menyerap sekitar 61,53% tenaga kerja
Indonesia.
Sementara sektor penggunanya menguasai sekitar 27,27% PDB dan menyerap sekitar
19,34% tenaga kerja. Simulasi ReforMiner menemukan bahwa potensi nilai tambah
ekonomi yang tercipta dari investasi hulu migas cukup besar. Transaksi industri hulu
migas dengan sektor pendukungnya senilai Rp1 triliun akan menciptakan nilai tambah
ekonomi sekitar Rp3,72 triliun. Kegiatan transaksi tersebut juga akan menyerap tenaga
kerja sekitar 13.600 tenaga kerja.
10. Pasar energi Internasional diramalkan bakal terjadi pergolakan besar ketika Amerika
Serikat (AS) kini diklaim menyandang status sebagai penghasil migas (minyak dan gas
bumi) terbesar di dunia. Kemudian disusul China sebagai konsumen minyak terbesar di
dunia. Diyakini bahwa permintaan global di sektor energi bakal mengalami peningkatan
mencapai sebesar 30% pada 2040, didorong oleh konsumsi tinggi India.
Pada saat yang sama, maka sumber energi terbarukan akan menjadi lebih penting.
Lantaran energi fosil tidak bisa bertahan lama karena membutuhkan ratusan tahun untuk
memproduksinya kembali. IEA yang melakukan survei kepada 29 negara mengatkan,
tak terbantak bahwa AS menjadi pemimpin global minyak dan gas setelah sempat
tergantung pada impor.
Diperkirakan AS bakal memberikan kontribusi 80% dalam peningkatan pasokan
minyak dunia di 2025. Kondisi diprediksi kemungkinan membuat harga minyak dunia
turun dan membantu membuat AS menjadi eksportir besar minyak di akhir 2020,
mendatang. Administrasi informasi energi AS memperkirakan bahwa AS bakal menjadi
produsen migas papan atas dunia pada 2012.
Direktur Eksekutif IEA Dr Fatih Birol mengungkapkan, munculnya AS sebagai
pemain besar akan terimbas terjadinya pergolakan besar untuk dinamika pasar
internasional. Output minyak dan gas AS diperkirakan melampaui negara besar lainnya
dan mencetak sejarah, karena kemampuan luas biasa membuka sumber daya baru
dengan biaya-efektif. Sementara disebutkan energi sumber terbarukan yang berasal dari
matahari dan angin diharapkan permintaanya capai 40%. Di Uni Eropa, energi
terbarukan akan mewakili 80% dari kapasitas baru. Pertumbuhan permintaan energi
akan terus meningkat, apabila tanpa peningkatan efisiensi.
11. Timur Tengah adalah eksportir minyak yang paling penting. Saat ini, 60% dari ekspor
minyak Timur Tengah ditujukan untuk pasar Asia. Kawasan Timur Tengah memasok
sekitar 29% dari 3,4 miliar barel minyak mentah yang diimpor oleh Amerika Serikat
(AS) pada tahun 2001 (Mobbs et al, 2001). Saudi yang merupakan pemasok utama
minyak mentah kepada AS, telah menyediakan sekitar 588 juta barel atau 17% dari
impor minyak mentah AS pada tahun 2001. Karenanya, Saudi bisa menentukan harga
yang tinggi untuk minyak, misalnya pada musim panas tahun 2000, harga minyak 30
dolar yang membuat Saudi mampu memenuhi kebutuhan APBN, dan juga membayar
sebagian utangnya.
Jika kita lihat APBN Saudi pada tahun 1999, negara ini tidak akan bisa bertahan jika
harga minyak lebih rendah dari 20 dolar per barel. Untuk membayar gaji pegawai
Saudi harus mengeluarkan 44 miliar dolar, belum lagi belanja militer. Jika harga
minyak 20 dolar per barel, maka jumlah ini hanya cukup untuk memenuhi APBN dan
menyisakan sedikit untuk membayar hutang (Chalabi, 2000).
Iran mengekspor minyak sekitar 2,6 juta barel per hari pada tahun 2002 (EIA, 2003a).
Pelanggan utama minyak Iran adalah Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan
Eropa. APBN Iran pada tahun 2004/2005 didasarkan pada perkiraan harga minyak
sekitar 19,9 per barel. Kondisi ini sebanding dengan harga rata-rata minyak mentah
Iran pada tahun 2003 yang mencapai 26 dolar per barel, dan perkiraan untuk tahun
2004 sekitar 30 dolar per barel. Defisit anggaran Iran adalah masalah kronis, sebagian
besar disebabkan karena Iran memberikan subsidi sekitar 4,7 miliar untuk rakyatnya,
termasuk untuk bahan pokok makanan dan bensin. Pendapatan dari ekspor minyak
yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir telah membantu memperbaiki kondisi
ini. Iran mendapatkan peningkatan keuntungan sekitar 900 juta dolar setiap kenaikan
harga minyak 1 dolar per barel. Kelebihan pendapatan Iran sebesar 15 miliar dolar
dijadikan ‘dana stabilisasi minyak’ (EIA, 2004b).
Pada tahun 2005, pemerintah Irak membuat program perluasan industri minyak, agar
bisa memproduksi minyak sebesar 3 juta barel per hari. Dengan biaya sekitar 30
miliar dolar, dan bekerjasama dengan perusahaan asing, Irak memproduksi minyak
lebih dari 3 juta barel per hari. Jika sanksi Irak dicabut, maka Irak mudah untuk
memproduksi minyak sebsar 10 juta barel per hari pada tahun 2010. Irak, yang
mengekspor 290 juta barel ke AS, berada di urutan keenam negara pemasok minyak
AS pada tahun 2001 (Mobbs wt al., 2001).
Impor Turki dari Saudi telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, yang
disebabkan karena meningkatnya produksi minyak Irak. Turki menandatangani
perjanjian untuk membeli minyak Irak sebanyak 75.000 barel per hari. Pelabuhan
Ceyhan Turki adalah gerbang utama masuknya minyak Irak. Pada tahun 2002,
175.667 ribu barel minyak diangkut dari Irak. Pada tahun 2004, AS mengucurkan 1,7
miliar dolar untuk rekonstruksi sektor minyak Irak, 809 juta dolar direncanakan untuk
konstruksi infrastruktur Irak, 501 juta dolar untuk impor minyak sulingan, 323 juta
dolar untuk perlengkapan lainnya, dan sekitar 68 juta dolar untuk keamanan
infrastruktur (EIA, 2004c).
Kuwait mengekspor minyak sekitar 2 juta barel per hari pada tahun 2003. Pada tahun
2004, ekspornya sekitar 1,9 juta barel. Sedangkan Qatar, pendapatan dari ekspor
minyaknya mencapai 8,5 miliar dolar. APBN Qatar pada tahun 2003/2004 didasarkan
pada asumsi harga minyak senilai 17 dolar per barel, sekitar 11 dolar di bawah harga
yang sebenarnya. Qatar diperkirakan mengekspor minyak sebsar 47.000 barel per hari
pada tahun 2004(EIA, 2004e). Uni Emirat Arab (UEA), pendapatan dari ekspor
minyaknya sekitar 24, 2 miliar dolar pad tahun 2003, naik sebesar 29% dari total
pendapatan pada tahun 2002.
12. Pengekstraksian minyak sudah berlangsung sejak zaman kuno, terutama untuk
kebutuhan pembangunan dan tujuan medis. Adapun industri perminyakan modern
sebagaimana yang kita kenal saat ini bermula pada masa Kekaisaran Rusia. Sumur
minyak pertama di dunia dibor di Semenanjung Absheron dekat Baku (kini ibu kota
Azerbaijan) pada 1846.
Pada awal abad ke-20, Kekaisaran Rusia adalah salah satu produsen utama minyak
dunia. Kala itu, Rusia menguasai 30 persen pangsa pasar. Revolusi 1917, Perang
Saudara, dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak memang menghantam
industri. Namun, modal asing tak serta-merta meninggalkan Rusia. Kehadiran
keluarga Rothschild dan Branobel digantikan oleh Standard Oil of New York dan
Vacuum (yang di kemudian hari dikenal sebagai Mobil).
Pada 1923, industri perminyakan Soviet dinormalisasi dan ekspor minyak pun
kembali seperti pada masa prarevolusi. Wilayah Kaukasus dan Kaspia tetap menjadi
daerah penghasil minyak paling penting di negara ini. Tak heran, Nazi Jerman pun
mengincar daerah-daerah ini untuk ditaklukkan selama Operasi Barbarossa pada
Perang Dunia II.
Setelah perang, ladang-ladang minyak baru ditemukan. Pada 1950-an, ladang minyak
di wilayah Volga dan Pegunungan Ural menyumbang sekitar 45 persen dari total
produksi minyak di Uni Soviet. Eksploitasi wilayah Siberia Barat yang luas baru
dimulai pada 1960-an. Sejak itulah terjadi arus transmigrasi besar-besaran ke daerah-
daerah yang sebelumnya tak berpenduduk.
Peningkatan ekspor minyak Soviet menyebabkan penurunan harga minyak dunia. Hal
ini kemudian melatarbelakangi pembentukan Organisasi Negara-Negara Pengekspor
Minyak (OPEC) pada 1960.
Krisis sesungguhnya dimulai setelah kejatuhan Soviet. Baik permintaan dalam negeri,
peluang ekspor, dan volume pengeboran menurun drastis. Pemerintah berusaha mati-
matian mengatasi krisis. Demonopolisasi dan privatisasi industri menciptakan
segelintir raksasa minyak yang mengerjakan seluruh siklus produksi minyak, mulai
dari eksplorasi hingga ekspor (Rosneft, Yukos, Lukoil, dan lain-lain). Krisis berhasil
diatasi pada 1997 ketika volume produksi minyak Rusia kembali pulih.
13. Pada tahun 2017 perusahaan energy Australia, Woodside, menandatangani perjanjian
dengan perusahaan minyak nasional Indonesia, Pertamina, untuk menyediakan sekitar
1,1 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun selama 20 tahun. Dalam kesepakatan
tersebut, Woodside akan menjadi perusahaan Australia pertama yang mengekspor LNG
ke Indonesia. Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan
kesepakatan ini merupakan sebuah investasi baru yang besar dalam hubungan bilateral
ekonomi kedua negara.
14. Dalam investasi di beberapa blok migas lain di luar negeri, BUMN migas itu mencatat
kesuksesan dengan bendera PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP).
Saat ini Pertamina memiliki hak kelola di 12 negara Blok produksi terdapat di empat
negara. Yakni, Iraq, Aljazair, Malaysia, dan Gabon. Ada pula blok yang masih dalam
tahap eksplorasi di Kanada, Kolombia, Prancis, Italia, Myanmar, Namibia, Nigeria,
serta Tanzania.
Pada 2017 realisasi produksi minyak dari lapangan luar negeri mencapai 104 ribu barel
per hari. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan target 92 ribu barel per hari.
Sementara itu, realisasi produksi gas mencapai 275 juta kaki kubik per hari
(MMSCFD), lebih tinggi daripada target 202 MMSCFD.
Tahun 2018 Pertamina mematok target total produksi minyak dan gas hingga 930 ribu
barel ekuivalen minyak per hari (MBOEPD). Sepanjang Januari-Maret 2018,
realisasinya sudah mencapai 924 MBOEPD.
Kinerja positif itu membuat Pertamina kian gencar melakukan ekspansi. Tahun 2018
Pertamina memproses akuisisi blok migas Mansouri di Iran dengan skema government-
to-government (G-to-G). Meskipun akhirnya kesepakatan ini harus tertunda. Blok
Mansouri ditargetkan bisa memproduksi 250 ribu sampai 300 ribu barel minyak per
hari.
Pertamina sudah menyiapkan rencana ekspansi melalui akuisisi lapangan migas di luar
negeri dengan nilai USD 16 miliar hingga 2025. Mengapa 2025 jadi patokan? Berdasar
kalkulasi Pertamina, saat itu kebutuhan minyak Indonesia akan mencapai 2 juta barel
per hari.
Dengan produksi dalam negeri yang terus menyusut lantaran terbatasnya cadangan
minyak, pada 2025 diproyeksikan Indonesia harus mengimpor 1,5 juta barel minyak per
hari. Karena itulah, produksi minyak Pertamina dari lapangan di luar negeri diharapkan
bisa menjadi jaminan ketersediaan suplai minyak.
15. Pertamina, sebagaimana Perusahaan Energi lainnya, menghadapi kondisi bisnis dengan
tingginya volatility, uncertainty, complexity & ambiguity (VUCA). Kondisi tersebut
menyebabkan meningkatnya eksposur risiko Pertamina. Untuk itu, risiko menjadi aspek
yang melekat dan harus diperhitungkan dalam setiap lini bisnis Pertamina. Enterprise
Risk Management (ERM) dibentuk dengan tujuan meminimalkan potensi kerugian serta
biaya-biaya yang harus dikeluarkan terkait dengan pencapaian Rencana Kerja
Anggaran Perusahaan dan Rencana Jangka Panjang. Manajemen Risiko juga
diharapkan dapat memaksimalkan opportunities, mempertahankan lingkungan kerja
yang kondusif, membangun kepercayaan investor, meningkatkan shareholder value,
meningkatkan tata kelola perusahaan yang sehat, mengantisipasi perubahan lingkungan
yang pesat dan mengintegrasikan strategi korporat. Landasan penerapan Manajemen
Risiko di Pertamina mengacu pada Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha
Milik Negara, khususnya pasal 25 mengenai pemenuhan kewajiban melaksanakan
Manajemen Risiko. Selain itu, Pertamina memiliki landasan berupa:
3. Tata Kerja Organisasi (TKO) & Tata Kerja Individu (TKI) yang berisi petunjuk
teknis pengelolaan Manajemen Risiko.
Pertamina mulai menerapkan ISO 31000: 2018 sebagai standar mutu di bidang
manajemen risiko yang merupakan pengembangan dari standar sebelumnya yaitu ISO
31000: 2009. Standar tersebut berisi prinsipprinsip, kerangka kerja, serta panduan
dalam pengelolaan risiko.
ISO 31000:2009 mulai diterapkan di Pertamina pada tahun 2011. Penerapan kerangka
kerja tersebut dilakukan secara bertahap, dimulai dari penyusunan kebijakan hingga
proses manajemen risiko. Pada Agustus 2018, terdapat beberapa perubahan dalam
prinsip, framework dan proses manajemen risiko berdasarkan ISO 31000:2018. Secara
garis besar, ISO 31000:2018 menekankan pada protecting and creating the value.
Bahwa tanggung jawab seluruh lini perusahaan untuk menjaga dan menciptakan nilai
perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko dalam setiap prosesnya. Penerapan
ISO 31000:2018 dapat dijabarkan sebagai berikut:
Perkembangan bisnis energi yang pesat, memunculkan risiko – risiko baru yang akan
dihadapi oleh Pertamina. Keadaan tersebut mendorong Pertamina untuk
mengidentifikasi risiko baru sehingga seluruh lini Perusahaan diharapkan senantiasa
waspada terhadap kondisi internal maupun eksternal Perusahaan.
Proses manajemen risiko yang telah dilakukan Pertamina merupakan proses yang
tepat untuk mengidentifikasi risiko Perusahaan. Sepanjang tahun 2018, teridentifikasi
2399 risiko dengan rincian 1842 risiko bersifat kualitatif dan 557 risiko merupakan
risiko kuantitatif. Dari hasil identifikasi, diperoleh profil risiko Pertamina yang
menjadi perhatian Direksi sesuai dengan Risk Intelligence Map (RIM) Pertamina,
antara lain:
2. Risiko Finansial Risiko Finansial merupakan adalah risiko terkait dengan kegiatan
bisnis antara lain accounting, credit, liquidity & finance intelligence, financial
market, planning & budgeting, dan operational yang mengakibatkan kerugian
keuangan Pertamina. Risiko yang muncul terkait dengan kegiatan bisnis antara lain,
risiko pergerakan atau fluktuasi variabel pasar seperti harga komoditas, suku bunga,
dan harga minyak serta risiko terjadinya event of default (Global Bond) dan cross
default (Corporate Loan).
4. Risiko Tata Kelola Risiko Tata Kelola merupakan risiko yang disebabkan oleh
kurang atau tidak patuhnya terhadap aturan Tata Kelola Pertamina (Corporate
Governance) dan Etika Bisnis (Business Ethics) dalam pengelolaan Pertamina. Risiko
Penurunan Brand Equity Pertamina dan Risiko Kerugian dalam Pelaksanaan
Penugasan BBM PSO merupakan risiko utama yang perlu diperhatikan Pertamina.
Rencana mitigasi yang disusun saat proses identifikasi risiko dilakukan dengan tujuan
mengurangi dampak yang ditimbulkan dan probabilitas terjadinya risiko tersebut.
Adapun tindakan mitigasi yang dilakukan atas risiko–risiko Pertamina yaitu:
1. Risiko Strategis dan Perencanaan Upaya mitigasi yang dilakukan untuk menangani
Risiko Tidak Tercapainya Produksi Migas, Tidak Tercapainya Pemenuhan Kebutuhan
Minyak Mentah adalah dengan mencari cadangan baru secara organik maupun
anorganik, diversifikasi produk minyak serta mencari dan mengembangkan alternatif
energi lain (energi baru dan terbarukan).
2. Risiko Finansial Risiko Pergerakan atau Fluktuasi Variabel Pasar Seperti Harga
Komoditas, Suku Bunga dan Harga Minyak Mentah dapat dilakukan tindakan mitigasi
dengan cara melakukan transaksi Lindung Nilai Valuta Asing, mengupayakan tingkat
suku bunga pinjaman yang kompetitif serta melakukan analisis risiko pasar. Upaya
mitigasi untuk Risiko terjadinya event of default (Global Bond) dan cross default
(Corporate Loan) adalah melakukan analisis terhadap covenant secara berkala.
4. Risiko Tata Kelola Risiko Program CSR Tidak Tepat Sasaran dimitigasi dengan
cara menjalankan strategi top-down approach untuk memastikan pelaksanaan
program di tingkat operasional serta monitoring pelaksanaan CSR. Optimasi hilir dan
mengusulkan penyesuaian alpha BBM PSO dilakukan untuk memitigasi Risiko
Kerugian dalam Pelaksanaan Penugasan BBM PSO.
6. Risiko Pelaporan Risiko Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen Tidak Tepat
Waktu, Tidak Reliable dan Tidak Wajar dimitigasi dengan rekonsiliasi data secara
berkala, penggunaan Business Process Control (BPC) serta penyempurnaan sistem
terkait konfigurasi actual costing. Tindakan mitigasi Risiko Pelaksanaan RUPS Tidak
Terlaksana dengan Baik Sesuai Jadwal yaitu dengan melakukan persiapan dan
pelaksanaan rapat Pra RUPS, Sirkuler dan RUPS RJPP.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan ini disusun sebagai acuan dalam mengelola PT
Pertamina (Persero) berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)yang
menjadi kaidah dan pedoman bagi pengurus Perusahaan dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya. Penerapan prinsip-prinsip GCG (Transparency, Accountability,
Responsibility, Independency dan Fairness) diperlukan agar Perusahaan dapat bertahan
dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. GCGdiharapkan dapat menjadi
sarana untuk mencapai visi dan misi Perusahaan.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan ini mengatur struktur badan tata kelola perusahaan
(RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris), proses tata kelola perusahaan, organ
pendukung badan tata kelola perusahaan serta proses tata kelola Perusahaan.
PEDOMAN PERILAKU
Pedoman Perilaku ini adalah komitmen Pertamina untuk patuh pada ketentuan hukum
dan standar etika tertinggi dimana saja Pertamina melakukan kegiatan
bisnis/operasionalnya. Model-model perilaku yang diberikan dalam Pedoman Perilaku
ini bersumber dari Tata Nilai Unggulan 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer
Focused, Commercial dan Capable) yang diharapkan menjadi nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dan menjadi perilaku khas Insan Pertamina:
Clean
Competitive
Confident
Customer Focused
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
yang pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Commercial
Capable
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional yang memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset
dan pengembangan.
KODE KEPATUHAN
PEDOMAN GRATIFIKASI
Menjalankan bisnis yang bersih merupakan hal yang esensial dalam menjaga
keberlangsungan perusahaan. Ini menjadi salah satu pendorong ditandatanganinya
komitmen PT Pertamina (Persero) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tanggal 26 Agustus 2010 untuk bekerjasama dalam Program Pengendalian
Gratifikasi di Pertamina.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan dengan supervisi dari KPK, disusun dan
diberlakukanlah Pedoman Gratifikasi, Penolakan, Penerimaan, Pemberian
Hadiah/Cinderamata dan Hiburan (Entertainment) yang disebut “Pedoman
Gratifikasi”.
Pedoman Gratifikasi
Pedoman Unit Pengendalian Gratifikasi
SK Direksi Pertamina No. 15/C00000/2012-S0 tanggal 13 April 2012
PEDOMAN LHKPN
Pedoman LHKPN
Surat Keputusan Direktur Utama No.Kpts-56/C00000/2013-S0 tanggal
19 September 2013.
17. Pada tahun 2017 perusahaan energy Australia, Woodside, menandatangani perjanjian
dengan perusahaan minyak nasional Indonesia, Pertamina, untuk menyediakan sekitar
1,1 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun selama 20 tahun. Dalam kesepakatan
tersebut, Woodside akan menjadi perusahaan Australia pertama yang mengekspor LNG
ke Indonesia. Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan
kesepakatan ini merupakan sebuah investasi baru yang besar dalam hubungan bilateral
ekonomi kedua negara.
18. Pertamina Hulu Energi melakukan kegiatan eksplorasi untuk mencari dan meningkatkan
cadangan minyak dan gas baru, baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan eksplorasi
didukung oleh pengaplikasian konsep baru, teknologi mutakhir dan tepat guna, serta
mengadakan kerja sama dengan mitra strategis yang menguasai advance exploration
technology dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan usaha, lingkungan dan
sosial.
19. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk menemukan cadangan. Kegiatan ekplorasi ini
terdiri dari beberapa tahap meliputi :
1. studi geologi
2. Studi Geofisika
studi geofisika bertujuan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari
permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer dibawahnya. Proses ini
berlangsung selama enam bulan hingga satu setengah tahun tergantung dari
luasan area dan yang dituju.
3. Survei Seismik
merupakan metode yang paling banyak dilakukan untuk mengetahui sifat fisik
batuan. Melalui kegiatan seismik keadaan dibawah tanah dapat direkonstruksi
menjadi gambar 2D maupun 3D. Kegiatannya berlangsung dari satu hingga
empat tahun tergantung dari lokasi dan tipe reservoir. Berdasarkan hasil
intepretasi gambar jika ditemukan lapisan yang berpotensi menyimpan
cadangan migas, maka selanjutnya kegiatan pengeboran ekplorasi. Data
seismik yang akurat belum menjamin terdapatnya cadangan migas, data
tersebut harus dibuktikan dengan pengeboran semakin dalam lapisan di bor
maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Pengeboran merupakan bagian
terpenting dalam ekplorasi atau produksi. Lama waktu pengeboran satu sumur
satu hingga empat bulan.
4. Pengeboran Eksplorasi
21. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil
merekomendasikan adanya potensi cadangan minyak dan gas bumi (migas) di sembilan
titik. Temuan cadangan ini merupakan hasil pencarian sejak 2016. Pelaksana Tugas
(Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pencarian
cadangan itu memang difokuskan di Indonesia Timur, seperti Sulawesi, Kalimantan
dan Papua.
Untuk wilayah Asia Tenggara dan khususnya untuk Indonesia, pada akhir
Kenozoikum, strukture style dipengaruhi oleh interaksi tiga buah lempeng kerak bumi,
(masing-masing adalah Lempeng Eurasia di bagian utara, Lempeng Samudera Pasifik
di bagian timur dan Lempeng Samudera India-Australia di bagian selatan (Katili, 1973
dan Hamilton, 1979).
Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia kini mulai
bergeser ke laut dalam. Lapangan migas di Indonesia yang sampai akhir 1990-an
mayoritas terletak di lapangan daratan (onshore) kini mulai melorot produksinya.
Lapangan-lapangan yang selama ini menjadi andalan nasional tersebut telah mengalami
faktor alamiah akibat sumur yang menua. Mengatasi kondisi penurunan produksi ini,
selama 10 tahun terakhir telah terjadi beberapa pergeseran aktivitas hulu migas di
Tanah Air. Salah satunya terkait fokus kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang
bergeser dari lapangan onshore ke daerah lepas pantai dan laut dalam (offshore).
Fenomena tersebut ditunjukkan dari jumlah penawaran lelang wilayah kerja (WK)
migas yang lebih didominasi oleh lapangan offshore selama tiga tahun terakhir. Di
masa depan, Indonesia akan sangat bergantung dengan kawasan perairan karena 70
persen potensi cadangan migas nasional ada di sana. Meski begitu, aktivitas eksplorasi
di laut dalam bukan tanpa hambatan. Beberapa tantangan seperti biaya investasi, tingkat
pengembalian investasi (IRR) yang rendah dan periode waktu eksplorasi yang pendek
perlu dicari jalan keluarnya oleh pemerintah guna menggenjot angka produksi migas
Indonesia yang terus turun dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
22. Kegiatan ekplorasi merupakan awal kegiatan dimana perusahaan melakukan aktivitas
untuk menemukan cadangan minyak atau gas bumi. Hal ini dimulai dari survey untuk
menemukan hidrokarbon sampai dengan pembuktian cadangan migas yang ditemukan.
Dalam tahap eksplorasi, perusahaan melakukan aktivitas survei geologi, survei
geofisika, survei seismik dan melakukan pemboran eksplorasi.
24. PSC Accounting menjadi dasar bagi penyusunan FQR atau Financial Quarterly Report.
FQR adalah laporan keuangan KKS kepada SKK Migas yang dibuat dalam periode tiga
bulanan. Sebagai laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi PSC, FQR lebih
difokuskan untuk keperluan cost recovery dan laporan perhitungan pajak, tidak
diniatkan secara langsung untuk keperluan penyusunan Neraca dan Laporan Laba Rugi
seperti pada perusahaan manufaktur pada umumnya.
25. Dari sudut pandang pelaporan kegiatan rutin memiliki 17 jenis laporan yang berbeda.
Sedangkan kegiatan tidak rutin memiliki 13 jenis laporan keuangan. Pelaporan pada
kegiatan tidak rutin menjadi bagian dari Work Plan and Budget.
26. Adalah sebuah data mengenai akuntansi biaya pajak yang berhubungan dengan
pengelolaan sumber daya migas dengan berpedoman pada bagi hasil produk.
27. Adalah sejumlah data yang berisi tentang akuntansi pendapatan pajak yang menghitung
tentang seluruh pendapatan di suatu perusahaan migas yang berpedoman pada bagi
hasil produksi.
28. Kendala-kendala sosial yang harus dihadapi oleh perusahaan migas antara lain :
a. Sumber Daya Manusia
Miinimnya jumlah Sumber Daya Manusia yang berkompeten dalam bidang
minyak dan gas juga menjadi kendala atau permasalahan yang menghambat
keberlangsungan operasi perusahaan.
b. Perizinan
perizinan yang dimaksud disini adalah misalnya izin mendirikan bangunan
oleh pemerintah daerah sekitar karena berbagai alas an atau mungkin karena
birokrasi yang berbelit-belit.
a. Harus ada langkah jangka panjang untuk mengatasi kendala ini, misal memberikan
beasiswa bagi mahasiswa untuk memperdalam ilmu tentang migas di negara yang
lebih berkompeten, atau membuka lebih banyak program studi yang menunjang
profesi di bidang minyak dan gas.
b. Harus ada kebijakan yang mengatur tentang perizinan sehingga adanya SOP yang
jelas dan seragam di berbagai daerah tentang pemberian izin, solusi lain yaitu harus
ada kebijakan yang meminimalisir birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
30. Cost Recovery adalah pengembalian biaya eksplorasi dan ekspoitasi migas dari
Pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Cost recoverytersebut
dibayarkan dalam bentuk produksi migas, yang dinilai dengan Weighted Average Price
(WAP), yaitu harga rata-rata tertimbang dihitung berdasarkan nilai lifting selama satu
tahun dibagi dengan jumlah satuan lifting selama periode yang sama.Dapat juga
dikatakan bahwa Cost Recoveryadalah biaya yang dibayarkan Pemerintah kepada
kontraktor sebagai penggantian biaya produksi dan investasi selama proses eksplorasi,
ekspoitasi dan pengembangan blok migas yang tengah dikerjakan di wilayah suatu
negara.Jadi, setelah setelah produksi minyak mulai berjalan, sebagian hasilnya menjadi
jatah kontraktor sebagai ganti biaya yang telah dikeluarkan selama proses eksplorasi.
Sehingga, selama proses eksplorasi pada sumur atau wilayah yang dianggap masih
produktif, investor bisa menerapkan improved oil recovery, yaitu upaya untuk
meningkatkan hasil produksi migas
31. Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah
kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan dimuka. Melalui
skema Gross Split, Negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti. Negara pun
tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan
lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara.
Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang
pasti, terdapat pada presentase Base Split. Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur
menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas
bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%. Disamping
presentase base split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian
lebih besar dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2
Komponen Progresif lainnya.
Untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini, Kementerian ESDM telah
menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi
hasil Gross Split. Permen ini menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok
Kontrak Bagi Hasil yang memuat persyaratan antara lain: kepemilikan sumber daya
alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; modal dan risiko
seluruhnya ditanggung Kontraktor; serta pengendalian manajemen operasi berada pada
SKK Migas. Ini sekaligus menghilangkan kekhawatiran hilangnya peran SKK Migas
setelah diterapkannya Kontrak Bagi Hasil Gross Split. SKK Migas masih akan
mengawasi pengajuan Plan of Development (POD), peningkatan lifting migas,
keselamatan kerja migas, termasuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) serta
pengawasan terhadap tenaga kerja dan asset-aset. Dengan semakin fokusnya tugas dan
fungsi SKK migas, maka business process bagi para kontraktor (KKKS) pun akan lebih
cepat.
32. 32. Pembatasan cost recovery yang sempat digulirkan Pemerintah kemudian diganti
menjadi ada batasan didalamnya.Pembatasan itu diwujudkan dalam bentuk First
Tranche Petroleum (FTP) sebesar 20 persen dari total produksi migas sebagai jaminan
Pemerintah mendapatkan hasil produksi migas sebelum dilakukan bagi hasil.
Pembatasan cost recovery dapat memberikan dua implikasi pada industri migas tanah
air. Pertama, pembatasan cost recovery secara tepat akan menjadi lebih efektif dan
efisien dari hal penerimaan negara. Kedua, pembatasan cost recovery dapat menjadi
faktor penghalang berkembangnya investasi pada sektor migas sehingga cenderung
stagnan. Ada empat pertimbangan yang dapat dijadikan dasar pembatasan cost recovery
1. Pembatasan cost recovery untuk menghindari investasi yang tidak perlu.
2. Pembatasan cost recovery akan memaksa kontraktor patuh pada good engineering
practice.19Keputusan investasi yang tidak patuh pada aturan tersebut, resikonya
ditanggung sendiri oleh kontraktor dan tidak boleh dibebankan pada cost
recovery.
3. Pembatasan ini juga ditujukan untuk menegakkan wibawa BP Migas yang selama
ini hanya dianggap gertak sambal, tidak memberi sanksi pada pelanggaran yang
dilakukan kontraktor. Contohnya adalah realisasi biaya cost recovery yang sering
melebihi penghitungan awal.
4. Pembatasan cost recovery akan mebuat kontraktor berpikir dua kali untuk
memasukkan biaya-biaya yang masuk biaya produksi, sehingga tidak sembarangan
menempatkan biaya.
33. Skema bisnis gross split menunjukkan bahwa industri hulu migas bergerak dinamis.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas), sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam bisnis industri hulu migas dari
sudut kewenangan tetap berperan meski tugas dalam perhitungan dan pengawasan cost
recovery tak lagi ada. Tetapi dalam rencana program kerja SKK Migas tetap berperan
termasuk juga bagaimana plan of development (POD) dapat berjalan sesuai rencana.
Malah, beberapa tugas pasca gross split menjadikan SKK Migas lebih dalam
melakukan pengawasan penggunaan komponen lokal dan rencana pemakaian tenaga
kerja yang akan digunakan Kontraktor KKS. Tugas lain adalah mengawasi aspek
kesehatan, keselamatan kerja, dan keamanan lingkungan. Pendeknya, gross split
memberi spirit baru meningkatkan produksi migas nasional.Di sisi Kontraktor KKS,
gross split adalah pilihan yang sangat menarik. Skema ini memberi keleluasan lebih
serta memberi tantangan lebih besar. Bila kontraktor bisa efisien, keuntungan yang
didapatkan juga lebih besar.
Dengan gross split pembagiannya adalah 57 persen untuk negara dan 43 persen
untuk kontraktor minyak bumi, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke
negara, 48 persen untuk kontraktor.
Direktorat Hulu menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak, gas
bumi, gas metana batubara (GMB), shale gas serta panas bumi termasuk mengusahakan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) melalui anak perusahaan yang terkait
serta penyediaan jasa rig pemboran dan pendukungnya.
Pada umumnya wilayah kerja migas Pertamina berada di Indonesia dan sebagian di luar
negeri. Bisnis Pertamina di sektor hulu dilaksanakan melalui operasi sendiri (own
operation) dan lewat pola kemitraan. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang migas,
aktivitas eksplorasi dan produksi panasbumi serta CBM sepenuhnya dilakukan di
Indonesia. Hal ini karena potensi sumber daya panasbumi dan CBM di dalam negeri
cukup kaya untuk dikembangkan.
Usaha Hilir
Pengolahan
Pemasaran
Saat ini konsumen BBM Pertamina di sector Industri dan marine mencapai lebih
dari 4500 konsumen, tersebar diseluruh daerah di Indonesia. Beberapa Pelanggan
utama kami adalah PT. PLN (Persero), TNI/POLRI, Industri Pertambangan, Industri
Besi Baja, Industri Kertas, Industri Makanan, Industri Semen, Industri Pupuk,
Kontraktor Kontrak Kerja Sama, transportasi lair dan industri lainnya
Pelumas
35. Perolehan laba bersih Pertamina turun dari US$ 3,15 miliar di 2016 menjadi US$ 2,4
miliar di 2017 atau Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.500). Penurunan sebesar 23% itu
tersebut lantaran belum adanya penyesuaian harga untuk BBM bersubsidi seperti
Premium dan Solar. Beban penjualan yang meningkat juga menjadi penyebab turunnya
laba bersih pertamina pada tahun 2017.
Kesimpulan dari hasil pengamatan dan laporan yang ada maka dapat diketahui
bahwa dari tahun 2016 hingga setidaknya pada tahun 2018 (karena laporan keuangan
2019 belum di publish) laba bersih Pertamina mengalami penurunan secara terus
menerus dengan berbagai penyebab salah satu yang paling sering menjadi penyebab
yaitu naiknya biaya produksi itu sendiri.
adalah : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia serta perusahaan yang
unggul, maju dan terpandang (To be a respected leading company).
adalah : a. Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan
secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
A. Strength (Kekuatan)
B. Weaknesses (Kelemahan)
3. Penempatan karyawan yang tidak sesuai dengan kemampuan Sumber daya manusia
di PT. PERTAMINA banyak yang penempatan dan penggunaannya tidak maksimal
sehingga menggurangi efektifitas dan efisiensi perusahaan.
C. Opportunities (Peluang)
1. Pasar bisnis yang masih tinggi Penggunaan migas yang merupakan salah satu
kebutuhan pokok dunia saat ini membuat permintaan akan produk ini tetap tinggi
walaupun terjadi gejolak harga.
2. Harga jual yang murah PERTAMINA dapat menjual BBM dengan harga murah
karena pemanfaatan dari subsidi pemerintah. Hal ini dapat digunakan PERTAMINA
sebagai salah satu kesempatan untuk menguasai pasar migas di Indonesia.
3. Sumber daya migas yang masih cukup tinggi Sumber cadangan migas yang tersedia
di Indonesia masih cukup banyak yang belum tereksplorasi. Cadangan minyak ini
dapat digunakan PERTAMINA untuk meningkatkan penjualan dalam memenuhi
permintaan pasar.
4. Produk (dengan nilai oktan tinggi yang menghasilkan pembakaran yang lebih
bersih, non subsidi) yang bisa jadi menggantikan dominasi penjualan premium.
5. Sebagai pemimpin dalam pasar Bahan Bakar Minyak (BBM) PT. PERTAMINA
(Persero) memiliki kesempatan unuk megubah pelayanan yang kurang baik dan
mengubah Image yang tertancap dibenak konsumennya, menjadikan Konsumennya
menjadi konsumen yang memiliki Loyalitas tinggi pada PT. PERTAMINA (Persero).
D. Threats (Ancaman)
38. Strategi pengelolaan cash flow yang pertama yaitu pertahankan perkiraan arus kas
selama 120 hari berturut-turut, yang kedua meningkatkan model prediksi dari waktu ke
waktu, selanjutnya amati pola pergerakan arus kas dari periode ke periode, kemudian
waspadai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi penjualan atau pengeluaran, lalu
tekan biaya bisnis, selanjutnya menjual pitang untuk mendapatkan pembayaran yang
lebih cepat, dan yang terakhir yaitu penjualan yang berkelanjutan.
39. Setelah saya mencari tentang competitive profile matrix pada perusahaan Pertamina
lewat berbagai kanal dan hasilnya adalah nihil, maka saya berusaha mencari literatur
mengenai apa itu competitive profile matrix dan akhirnya saya memutuskan untuk
membuat competitive profile matrix setelah saya menemukan sebuah jurnal yang
berjudul “COMPETITIVE PROFILE MATRIX SEBAGAI ALAT ANALISIS
STRATEGI PEMASARAN PRODUK ATAU JASA” yang disusun oleh Mohd.
Harisudin. Berikut hasilnya :