Anda di halaman 1dari 40

Khusna Miftakhul Rozaq

142180172

EA-C

1. Terdapat lima tahap dalam kegiatan industri minyak dan gas, yaitu eksplorasi, produksi,
pengolahan, transportasi, dan pemasaran.

5 kegiatan tersebut dibagi sebagai dua kegiatan, yaitu kegiatan pada hulu migas dan
kegiatan pada hilir migas .Kegiatan hulu mencangkup dua kegiatan baku, yaitu
eksplorasi dan produksi. Sementara aktivitas hilir mencakup pengolahan, transportasi,
dan pemasaran.

Kegiatan eksplorasi yang melingkupi analisis geologi, analisis geofisika, pemeriksaan


seismik, dan pengeboran eksplorasi adalah bagian awal dari seluruh kegiatan hulu
bisnis minyak dan gas. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari cadangan migas baru.
Jika hasil eksplorasi berhasil menemukan cadangan atau stockpile minyak dan gas
yang cukup bernilai ekonomis untuk dikembangkan, maka selanjutnya akan
dilanjutkan dengan kegiatan produksi.

Proses produksi ialah aktivitas mengangkat kandungan minyak atau gas ke permukaan
. Aliran minyak atau gas tadi akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke
permukaan bumi melalui pipa salur yang dipasang tegak lurus (tubing). Pada sumur
yang sedang berproduksi, proses pengangkatan ini dapat menggunakan tekanan alami
atau tanpa alat bantu. tetapi, jika tekanan formasi tak cukup kuat memompa minyak
atau gas ke permukaan, maka diperlukan metode pengangkatan buatan.

Minyak dan gas yang sudah diangkat ke permukaan selanjutnya akan dialirkan
menuju alat pemisah apakah menjadi minyak, gas atau air (separator) melalui pipa
salur. Separator tersebut akan memisahkan minyak dan air,serta gas dan impurity. Air
akan dialirkan lagi ke dalam sumur, untuk minyak nya dialirkan menuju tangki atau
stasiun pengumpul. Sementara untuk impurity atau komponen gas yang dapat
membahayakan manusia dan lingkungan sekitar akan dibakar atau dialirkan ke sumur.
Sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya digunakan atau dibakar
tergantung pada jenis, volume, harga, dan jarak ke konsumen.
2. Di Indonesia, usaha minyak dan gas di sektor hulu maupun usaha di sektor hilir sudah
diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang mengatur hal itu adalah Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001. Undang-undang tersebut merupakan satu-satunya
undang-undang yang isinya mengatur seluruh kegiatan dalam industri perminyakan.
Salah satu isi undang-undang ini pada pasal 10 berbunyi:

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu
dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. https://patra.itb.ac.id/karya/kajian-
energi/hubungan-usaha-hulu-dengan-hilir-migas/

(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan
Kegiatan Usaha Hulu.
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2001/22TAHUN2001UU.htm

Bunyi kedua ayat pada pasal 10 diatas sangat melengkapi yang intinya semua badan
usaha yang sudah melakukan usaha di sektor hulu tidak boleh atau dilarang

3. Kebijakan supply side management, demand side management dan kebijakan harga,
tercermin dalam upaya Ditjen Migas dalam mencapai tujuan dan sasaran 5 tahun
kedepan. Adapun kebijakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pada Renstra
Migas, dilakukan dengan arah kebijakan, sebagai berikut:

1. Optimalisasi Produksi

2. Prioritas alokasi domestic

3. Menjamin kepastian hukum dan birokrasi yang sehat

4. Mengatur harga energi yang kompetitif dan subsidi yang lebih terarah

5. Meningkatkan percepatan pembangunan infrastruktur migas

6. Kebijakan TKDN

7. Kebijakan Pro Lingkungan: pengurangan gas rumah kaca


8. Meningkatkan penerimaan negara melalui ekspor, baik ekspor minyak mentah dan
LNG, maupun produk final migas

9. Percepatan diversifikasi BBM ke BBG dan konservasi energi.

10. Kebijakan lainnnya: Mengoptimalkan penerimaan negara, Peningkatan Litbang,


Peningkatan pelayanan Kegeologian, Peningkatan Manajemen & kompetensi
SDM.

4. Permen terdiri dari IV bab yaitu Ketentuan umum, Pelaksanaan Kebijakan Upaya
Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, Ketentuan Lain dan Ketentuan Penutup.

Bab Pelaksanaan Kebijakan Upaya Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi
terdiri 3 bagian yaitu kewajiban kontraktor, kewajiban badan pelaksana dan kewajiban
direktorat jenderal.

KKKS

Mengenai kewajiban KKKS ditetapkan, KKKS wajib melakukan penyelesaian


kegiatan eksplorasi di struktur penemuan dan mempercepat pengajuan usulan rencana
pengembangan lapangan baru dari cadangan yang sudah ditemukan serta
mempercepat pelaksanaan kegiatan pengembangan lapangan pertama dan lapangan
berikutnya.

KKKS juga wajib mengupayakan pengembangan atau memproduksikan kembali


lapangan dan sumur-sumur yang masih berpotensi, baik yang pernah diproduksikan
maupun yang belum pernah diproduksikan.

BPMIGAS

Mengenai kewajiban BPMIGAS ditetapkan, BPMIGAS wajib mendukung proses


percepatan penyusunan dan penerbitan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan dan mempercepat proses perizinan dan persetujuan terkait dengan
peningkatan produksi dan meningkatkan upaya pengendalian dan pengawasan atas
pelaksanaan KKKS.
Ditjen Migas

Ditjen Migas diwajibkan mempercepat proses penyusunan dan penerbitan peraturan


perundang-undangan yang diperlukan, mempercepat proses pemberian perizinan dan
persetujuan terkait dengan peningkatan produksi minyak dan gas bumi dan
meningkatkan upaya pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan
kegiatan KKKS.

5. Kebijakan OPEC akan menurunkan produksi untuk menggenjot harga minyak.

OPEC akan memangkas produksinya hingga Maret 2020 mendatang. Kebijakan ini
diambil pada pertemuan yang digelar Senin 7 Januari di Wina, Austria. Pemangkasan
produksi itu ditempuh di tengah melemahnya ekonomi dunia dan melesatnya produksi
minyak Amerika Serikat.

Harga minyak mentah Brent sempat naik US$ 2 menjadi US$ 67 per barel, setelah
kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi terungkap. Tapi, di akhir sesi, harga
tersebut kembali turun ke level US$ 57 per barel.

6. Kemenkeu sebagai pengelola keuangan negara sangat mendukung pengembangan


industri hulu migas yang memiliki kontribusi pada penerimaan negara. Kemenkeu
dalam membantu peningkatan produksi migas memberikan instrumen fiskal berupa
insentif perpajakan yang tetap mempertimbangkan keadilan dengan industri yang lain.
Cara lain yang dilakukan ialah bekerja sama dengan Kementerian ESDM, merevisi
konsep kontrak bagi hasil migas yang semula melalui skema cost recovery menjadi
skema gross split. Pemerintah akan terus berupaya memberikan kepastian kondisi iklim
bisnis bagi pelaku industri maupun investor agar industri hulu migas dapat semakin
berkembang sehingga produksi migas dapat kembali meningkat.
7. Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 2 tahun 2012 tentang
peningkatan produksi minyak bumi nasional, maka presiden menginstruksikan kepada
Menteri Lingkungan Hidup untuk :

a. Mempercepat penyelesaian persetujuan Analisa Mengenai Dampak


Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dalam rangka peningkatan
produksi minyak bumi nasional; dan

b. Memberikan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di


bidang lingkungan hidup yang mendukung peningkatan produksi minyak
bumi nasional.

8. Di awal masa pembangunan, khususnya pada periode 1973–1983, lebih dari 60% porsi
penerimaan negara rata-rata bersumber dari penerimaan migas, saat ini kurang lebih
85% penerimaan negara bersumber dari pajak.

Dengan asumsi harga minyak US$48 per barel, total penerimaan migas, yang terdiri
dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Penerimaan Pajak Migas dalam
RAPBN 2018 diperkirakan hanya akan mencapai Rp113,1 triliun. Ini kurang lebih
setara dengan 6% dari total penerimaan negara yang ditargetkan mencapai Rp1.878,4
triliun.

Ada beberapa hal yang dapat kita baca dari beberapa angka di atas. Pertama, migas
saat ini bukan lagi sumber penerimaan negara yang utama. Itu sangat jelas. Kedua,
sektor-sektor ekonomi lain di luar migas telah tumbuh dan berkembang sedemikian
rupa sehingga memberikan kontribusi ekonomi, dalam bentuk pajak salah satunya,
yang kemudian menggantikan peran sektor migas sebagai penerimaan negara yang
utama. Ini juga relatif cukup jelas.
Ketiga, yang barangkali tidak cukup jelas terbaca adalah bahwa sektor migas, baik
melalui penerimaan negara yang disumbangkannya selama ini, dan khususnya di awal
masa pembangunan, maupun melalui keberadaannya dengan segala multiplier effect
yang ditimbulkannya, telah “berjasa” menjadi penggerak mula perekonomian nasional
secara keseluruhan hingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Sektor hulu migas misalnya, memiliki keterkaitan sektoral yang sangat luas dengan
sektor-sektor ekonomi pendukung dan penggunanya. Industri hulu migas terkait dengan
75 sektor pendukung dan 45 sektor pengguna. Sektor pendukung hulu migas tersebut
menguasai sekitar 55,99% PDB Indonesia dan menyerap sekitar 61,53% tenaga kerja
Indonesia.
Sementara sektor penggunanya menguasai sekitar 27,27% PDB dan menyerap sekitar
19,34% tenaga kerja. Simulasi ReforMiner menemukan bahwa potensi nilai tambah
ekonomi yang tercipta dari investasi hulu migas cukup besar. Transaksi industri hulu
migas dengan sektor pendukungnya senilai Rp1 triliun akan menciptakan nilai tambah
ekonomi sekitar Rp3,72 triliun. Kegiatan transaksi tersebut juga akan menyerap tenaga
kerja sekitar 13.600 tenaga kerja.

9. Perusahaan perminyakan multinasional mulai mengembangkan usahanya di negara


dunia ketiga setelah selesainya Perang Dunia ke II. Perusahaan-perusahaan terkemuka
yang mendominasi produksi, pengolahan, dan distribusi migas waktu itu dikenal dengan
sebutan "The Seven Sisters". Sebutan itu pertama kali dikenalkan oleh pengusaha asal
Italia, Enrico Mattei. "The Seven Sisters" Oil Company tersebut adalah: EXXON, Royal
Ducth/Shell, British Petroleum (BP), MOBIL, CHEVRON, GULF OIL, dan TEXACO.
Dengan menguasai produksi, pengolahan dan distribusi minyak mentah, ketujuh
perusahaan tersebut berhasil meraih untung yang sangat besar ketika terjadi peningkatan
konsumi minyak dunia.Untuk melindungi kepentingan nasional, negara-negara
berkembang kemudian mendirikan perusahaan minyak nasional dengan tujuan
mengurangi ketergantungan pada perusahaan multinasional untuk pemasokan migasnya.
Lahirnya perusahaan minyak nasional juga memberikan pengetahuan industri
perminyakan yang bermanfaat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam menilai
kinerja perusahaan multinasional di negaranya. Pada awal 1960, Timur Tengah mulai
mengambil alih kontrol perminyakan dunia melalui Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC). Awalnya OPEC didirikan sebagai protes atas usaha "The
Seven Sisters" untuk menurunkan harga minyak yang sangat merugikan negara
produsen, dan akhirnya benar-benar menguasai produksi, pengolahan dan distribusi
minyak pada tahun 1970. Pamor "The Seven Sisters" pun mulai meredup.Seiring dengan
bergabungnya beberapa perusahaan "The Seven Sister", pada tahun 2005 yang tersisa
dari "The Seven Sister" adalah ExxonMobil, Chevron, Shell, dan BP. Pada tanggal 11
Maret 2007, koran Financial Times menyebutkan bahwa saat ini telah lahir apa yang
disebut dengan "The New Seven Sister", yang terdiri dari: Saudi ARAMCO (Saudi
Arabia), GAZPROM (Rusia), CNPC (China), NIOC (Iran), PDVSA (Venezuela),
Petrobras (Brazil), dan Petronas (Malaysia).

10. Pasar energi Internasional diramalkan bakal terjadi pergolakan besar ketika Amerika
Serikat (AS) kini diklaim menyandang status sebagai penghasil migas (minyak dan gas
bumi) terbesar di dunia. Kemudian disusul China sebagai konsumen minyak terbesar di
dunia. Diyakini bahwa permintaan global di sektor energi bakal mengalami peningkatan
mencapai sebesar 30% pada 2040, didorong oleh konsumsi tinggi India.
Pada saat yang sama, maka sumber energi terbarukan akan menjadi lebih penting.
Lantaran energi fosil tidak bisa bertahan lama karena membutuhkan ratusan tahun untuk
memproduksinya kembali. IEA yang melakukan survei kepada 29 negara mengatkan,
tak terbantak bahwa AS menjadi pemimpin global minyak dan gas setelah sempat
tergantung pada impor.
Diperkirakan AS bakal memberikan kontribusi 80% dalam peningkatan pasokan
minyak dunia di 2025. Kondisi diprediksi kemungkinan membuat harga minyak dunia
turun dan membantu membuat AS menjadi eksportir besar minyak di akhir 2020,
mendatang. Administrasi informasi energi AS memperkirakan bahwa AS bakal menjadi
produsen migas papan atas dunia pada 2012.
Direktur Eksekutif IEA Dr Fatih Birol mengungkapkan, munculnya AS sebagai
pemain besar akan terimbas terjadinya pergolakan besar untuk dinamika pasar
internasional. Output minyak dan gas AS diperkirakan melampaui negara besar lainnya
dan mencetak sejarah, karena kemampuan luas biasa membuka sumber daya baru
dengan biaya-efektif. Sementara disebutkan energi sumber terbarukan yang berasal dari
matahari dan angin diharapkan permintaanya capai 40%. Di Uni Eropa, energi
terbarukan akan mewakili 80% dari kapasitas baru. Pertumbuhan permintaan energi
akan terus meningkat, apabila tanpa peningkatan efisiensi.

11. Timur Tengah adalah eksportir minyak yang paling penting. Saat ini, 60% dari ekspor
minyak Timur Tengah ditujukan untuk pasar Asia. Kawasan Timur Tengah memasok
sekitar 29% dari 3,4 miliar barel minyak mentah yang diimpor oleh Amerika Serikat
(AS) pada tahun 2001 (Mobbs et al, 2001). Saudi yang merupakan pemasok utama
minyak mentah kepada AS, telah menyediakan sekitar 588 juta barel atau 17% dari
impor minyak mentah AS pada tahun 2001. Karenanya, Saudi bisa menentukan harga
yang tinggi untuk minyak, misalnya pada musim panas tahun 2000, harga minyak 30
dolar yang membuat Saudi mampu memenuhi kebutuhan APBN, dan juga membayar
sebagian utangnya.

Jika kita lihat APBN Saudi pada tahun 1999, negara ini tidak akan bisa bertahan jika
harga minyak lebih rendah dari 20 dolar per barel. Untuk membayar gaji pegawai
Saudi harus mengeluarkan 44 miliar dolar, belum lagi belanja militer. Jika harga
minyak 20 dolar per barel, maka jumlah ini hanya cukup untuk memenuhi APBN dan
menyisakan sedikit untuk membayar hutang (Chalabi, 2000).

Iran mengekspor minyak sekitar 2,6 juta barel per hari pada tahun 2002 (EIA, 2003a).
Pelanggan utama minyak Iran adalah Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan
Eropa. APBN Iran pada tahun 2004/2005 didasarkan pada perkiraan harga minyak
sekitar 19,9 per barel. Kondisi ini sebanding dengan harga rata-rata minyak mentah
Iran pada tahun 2003 yang mencapai 26 dolar per barel, dan perkiraan untuk tahun
2004 sekitar 30 dolar per barel. Defisit anggaran Iran adalah masalah kronis, sebagian
besar disebabkan karena Iran memberikan subsidi sekitar 4,7 miliar untuk rakyatnya,
termasuk untuk bahan pokok makanan dan bensin. Pendapatan dari ekspor minyak
yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir telah membantu memperbaiki kondisi
ini. Iran mendapatkan peningkatan keuntungan sekitar 900 juta dolar setiap kenaikan
harga minyak 1 dolar per barel. Kelebihan pendapatan Iran sebesar 15 miliar dolar
dijadikan ‘dana stabilisasi minyak’ (EIA, 2004b).

Pada tahun 2005, pemerintah Irak membuat program perluasan industri minyak, agar
bisa memproduksi minyak sebesar 3 juta barel per hari. Dengan biaya sekitar 30
miliar dolar, dan bekerjasama dengan perusahaan asing, Irak memproduksi minyak
lebih dari 3 juta barel per hari. Jika sanksi Irak dicabut, maka Irak mudah untuk
memproduksi minyak sebsar 10 juta barel per hari pada tahun 2010. Irak, yang
mengekspor 290 juta barel ke AS, berada di urutan keenam negara pemasok minyak
AS pada tahun 2001 (Mobbs wt al., 2001).

Impor Turki dari Saudi telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, yang
disebabkan karena meningkatnya produksi minyak Irak. Turki menandatangani
perjanjian untuk membeli minyak Irak sebanyak 75.000 barel per hari. Pelabuhan
Ceyhan Turki adalah gerbang utama masuknya minyak Irak. Pada tahun 2002,
175.667 ribu barel minyak diangkut dari Irak. Pada tahun 2004, AS mengucurkan 1,7
miliar dolar untuk rekonstruksi sektor minyak Irak, 809 juta dolar direncanakan untuk
konstruksi infrastruktur Irak, 501 juta dolar untuk impor minyak sulingan, 323 juta
dolar untuk perlengkapan lainnya, dan sekitar 68 juta dolar untuk keamanan
infrastruktur (EIA, 2004c).

Kuwait mengekspor minyak sekitar 2 juta barel per hari pada tahun 2003. Pada tahun
2004, ekspornya sekitar 1,9 juta barel. Sedangkan Qatar, pendapatan dari ekspor
minyaknya mencapai 8,5 miliar dolar. APBN Qatar pada tahun 2003/2004 didasarkan
pada asumsi harga minyak senilai 17 dolar per barel, sekitar 11 dolar di bawah harga
yang sebenarnya. Qatar diperkirakan mengekspor minyak sebsar 47.000 barel per hari
pada tahun 2004(EIA, 2004e). Uni Emirat Arab (UEA), pendapatan dari ekspor
minyaknya sekitar 24, 2 miliar dolar pad tahun 2003, naik sebesar 29% dari total
pendapatan pada tahun 2002.

12. Pengekstraksian minyak sudah berlangsung sejak zaman kuno, terutama untuk
kebutuhan pembangunan dan tujuan medis. Adapun industri perminyakan modern
sebagaimana yang kita kenal saat ini bermula pada masa Kekaisaran Rusia. Sumur
minyak pertama di dunia dibor di Semenanjung Absheron dekat Baku (kini ibu kota
Azerbaijan) pada 1846.

Baku menarik perusahaan-perusahaan minyak terkemuka dari seluruh dunia. Di


sanalah, perusahaan-perusahaan yang dijalankan oleh keluarga Rothschild dan Nobel
bersaudara (atau Branobel) bersaing sikut-sikutan demi menguasai ladang emas hitam
itu. Winston Churchill bahkan pernah berkata, “Jika minyak adalah seorang ratu,
Baku adalah takhtanya.”

Pada awal abad ke-20, Kekaisaran Rusia adalah salah satu produsen utama minyak
dunia. Kala itu, Rusia menguasai 30 persen pangsa pasar. Revolusi 1917, Perang
Saudara, dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak memang menghantam
industri. Namun, modal asing tak serta-merta meninggalkan Rusia. Kehadiran
keluarga Rothschild dan Branobel digantikan oleh Standard Oil of New York dan
Vacuum (yang di kemudian hari dikenal sebagai Mobil).
Pada 1923, industri perminyakan Soviet dinormalisasi dan ekspor minyak pun
kembali seperti pada masa prarevolusi. Wilayah Kaukasus dan Kaspia tetap menjadi
daerah penghasil minyak paling penting di negara ini. Tak heran, Nazi Jerman pun
mengincar daerah-daerah ini untuk ditaklukkan selama Operasi Barbarossa pada
Perang Dunia II.

Setelah perang, ladang-ladang minyak baru ditemukan. Pada 1950-an, ladang minyak
di wilayah Volga dan Pegunungan Ural menyumbang sekitar 45 persen dari total
produksi minyak di Uni Soviet. Eksploitasi wilayah Siberia Barat yang luas baru
dimulai pada 1960-an. Sejak itulah terjadi arus transmigrasi besar-besaran ke daerah-
daerah yang sebelumnya tak berpenduduk.

Peningkatan ekspor minyak Soviet menyebabkan penurunan harga minyak dunia. Hal
ini kemudian melatarbelakangi pembentukan Organisasi Negara-Negara Pengekspor
Minyak (OPEC) pada 1960.

Pengeboran intensif dan kurangnya investasi untuk mengeksplorasi ladang baru


membuat cadangan minyak Soviet menipis. Akibatnya, industri perminyakan Soviet
memasuki periode penurunan pada 1980-an.

Krisis sesungguhnya dimulai setelah kejatuhan Soviet. Baik permintaan dalam negeri,
peluang ekspor, dan volume pengeboran menurun drastis. Pemerintah berusaha mati-
matian mengatasi krisis. Demonopolisasi dan privatisasi industri menciptakan
segelintir raksasa minyak yang mengerjakan seluruh siklus produksi minyak, mulai
dari eksplorasi hingga ekspor (Rosneft, Yukos, Lukoil, dan lain-lain). Krisis berhasil
diatasi pada 1997 ketika volume produksi minyak Rusia kembali pulih.

13. Pada tahun 2017 perusahaan energy Australia, Woodside, menandatangani perjanjian
dengan perusahaan minyak nasional Indonesia, Pertamina, untuk menyediakan sekitar
1,1 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun selama 20 tahun. Dalam kesepakatan
tersebut, Woodside akan menjadi perusahaan Australia pertama yang mengekspor LNG
ke Indonesia. Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan
kesepakatan ini merupakan sebuah investasi baru yang besar dalam hubungan bilateral
ekonomi kedua negara.
14. Dalam investasi di beberapa blok migas lain di luar negeri, BUMN migas itu mencatat
kesuksesan dengan bendera PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP).

Saat ini Pertamina memiliki hak kelola di 12 negara Blok produksi terdapat di empat
negara. Yakni, Iraq, Aljazair, Malaysia, dan Gabon. Ada pula blok yang masih dalam
tahap eksplorasi di Kanada, Kolombia, Prancis, Italia, Myanmar, Namibia, Nigeria,
serta Tanzania.

Pada 2017 realisasi produksi minyak dari lapangan luar negeri mencapai 104 ribu barel
per hari. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan target 92 ribu barel per hari.
Sementara itu, realisasi produksi gas mencapai 275 juta kaki kubik per hari
(MMSCFD), lebih tinggi daripada target 202 MMSCFD.

Tahun 2018 Pertamina mematok target total produksi minyak dan gas hingga 930 ribu
barel ekuivalen minyak per hari (MBOEPD). Sepanjang Januari-Maret 2018,
realisasinya sudah mencapai 924 MBOEPD.

Kinerja positif itu membuat Pertamina kian gencar melakukan ekspansi. Tahun 2018
Pertamina memproses akuisisi blok migas Mansouri di Iran dengan skema government-
to-government (G-to-G). Meskipun akhirnya kesepakatan ini harus tertunda. Blok
Mansouri ditargetkan bisa memproduksi 250 ribu sampai 300 ribu barel minyak per
hari.

Pertamina sudah menyiapkan rencana ekspansi melalui akuisisi lapangan migas di luar
negeri dengan nilai USD 16 miliar hingga 2025. Mengapa 2025 jadi patokan? Berdasar
kalkulasi Pertamina, saat itu kebutuhan minyak Indonesia akan mencapai 2 juta barel
per hari.

Dengan produksi dalam negeri yang terus menyusut lantaran terbatasnya cadangan
minyak, pada 2025 diproyeksikan Indonesia harus mengimpor 1,5 juta barel minyak per
hari. Karena itulah, produksi minyak Pertamina dari lapangan di luar negeri diharapkan
bisa menjadi jaminan ketersediaan suplai minyak.

15. Pertamina, sebagaimana Perusahaan Energi lainnya, menghadapi kondisi bisnis dengan
tingginya volatility, uncertainty, complexity & ambiguity (VUCA). Kondisi tersebut
menyebabkan meningkatnya eksposur risiko Pertamina. Untuk itu, risiko menjadi aspek
yang melekat dan harus diperhitungkan dalam setiap lini bisnis Pertamina. Enterprise
Risk Management (ERM) dibentuk dengan tujuan meminimalkan potensi kerugian serta
biaya-biaya yang harus dikeluarkan terkait dengan pencapaian Rencana Kerja
Anggaran Perusahaan dan Rencana Jangka Panjang. Manajemen Risiko juga
diharapkan dapat memaksimalkan opportunities, mempertahankan lingkungan kerja
yang kondusif, membangun kepercayaan investor, meningkatkan shareholder value,
meningkatkan tata kelola perusahaan yang sehat, mengantisipasi perubahan lingkungan
yang pesat dan mengintegrasikan strategi korporat. Landasan penerapan Manajemen
Risiko di Pertamina mengacu pada Peraturan Menteri Negara BUMN No.PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha
Milik Negara, khususnya pasal 25 mengenai pemenuhan kewajiban melaksanakan
Manajemen Risiko. Selain itu, Pertamina memiliki landasan berupa:

1. Piagam Manajemen Risiko Pertamina sebagai bentuk komitmen Direksi atas


penerapan Manajemen Risiko diperbaharui dan ditandatangai pada 01 November
2017.

2. Sistem Tata Kerja Enterprise Risk Management No.A002/H30000/2015–S9 Revisi


1 Tanggal 3 Oktober 2016 yang berisi Pedoman Manajemen Risiko yang berlaku di
Pertamina.

3. Tata Kerja Organisasi (TKO) & Tata Kerja Individu (TKI) yang berisi petunjuk
teknis pengelolaan Manajemen Risiko.

Landasan Manajemen Risiko di Pertamina disusun dengan tujuan mewujudkan


Enterprise Risk Management (ERM) Roadmap Pertamina, yaitu kematangan
pengelolaan manajemen risiko dengan tahapan low non existence, basic, mature,
mature growth, dan advance optimization. ERM Roadmap ini akan menjadi acuan
dalam menerapkan dan mengevaluasi Manajemen Risiko di Pertamina.

FRAMEWORK ISO 31000:2018 SEBAGAI KERANGKA KERJA


MANAJEMEN RISIKO DI PERTAMINA

Pertamina mulai menerapkan ISO 31000: 2018 sebagai standar mutu di bidang
manajemen risiko yang merupakan pengembangan dari standar sebelumnya yaitu ISO
31000: 2009. Standar tersebut berisi prinsipprinsip, kerangka kerja, serta panduan
dalam pengelolaan risiko.

Di lingkungan Pertamina, penerapan ISO 31000:2018 sebagai landasan kerangka


kerja manajemen risiko, dilakukan terintegrasi sesuai dengan kondisi lingkungan dan
proses bisnis Perusahaan. Oleh karena itu, Pertamina melakukan penyesuaian dalam
penerapan ISO 31000:2018 sesuai dengan karakter bisnis, organisasi dan culture
Perusahaan sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan ERM di Pertamina. Tiga
fondasi utama dalam ISO 31000:2018 yang diimplementasikan dalam pengelolaan
risiko di Pertamina, terdiri dari Prinsip (Risk Management Principles), Kerangka
Kerja (Risk Management Framework) dan Proses (Risk Management Process)
Manajemen Risiko.

IMPLEMENTASI ISO 31000:2018 DI PERTAMINA

ISO 31000:2009 mulai diterapkan di Pertamina pada tahun 2011. Penerapan kerangka
kerja tersebut dilakukan secara bertahap, dimulai dari penyusunan kebijakan hingga
proses manajemen risiko. Pada Agustus 2018, terdapat beberapa perubahan dalam
prinsip, framework dan proses manajemen risiko berdasarkan ISO 31000:2018. Secara
garis besar, ISO 31000:2018 menekankan pada protecting and creating the value.
Bahwa tanggung jawab seluruh lini perusahaan untuk menjaga dan menciptakan nilai
perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko dalam setiap prosesnya. Penerapan
ISO 31000:2018 dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mandat dan Komitmen

2. Penyusunan Profil Risiko Pertamina

3. Monitoring & Review

RISIKO-RISIKO YANG DIHADAPI PERTAMINA DAN


PENGELOLAANNYA

Perkembangan bisnis energi yang pesat, memunculkan risiko – risiko baru yang akan
dihadapi oleh Pertamina. Keadaan tersebut mendorong Pertamina untuk
mengidentifikasi risiko baru sehingga seluruh lini Perusahaan diharapkan senantiasa
waspada terhadap kondisi internal maupun eksternal Perusahaan.

Proses manajemen risiko yang telah dilakukan Pertamina merupakan proses yang
tepat untuk mengidentifikasi risiko Perusahaan. Sepanjang tahun 2018, teridentifikasi
2399 risiko dengan rincian 1842 risiko bersifat kualitatif dan 557 risiko merupakan
risiko kuantitatif. Dari hasil identifikasi, diperoleh profil risiko Pertamina yang
menjadi perhatian Direksi sesuai dengan Risk Intelligence Map (RIM) Pertamina,
antara lain:

1. Risiko Strategis dan Perencanaan Risiko Strategis dan Perencanaan merupakan


risiko terkait dengan perencanaan strategis Pertamina antara lain corporate
responsibility & sustainablility, external factors, planning, project, dan strategy.
Risiko strategis dan perencanaan yang dialami Pertamina antara lain Risiko Tidak
Tercapainya Produksi Migas, Tidak Tercapainya Pemenuhan Kebutuhan Minyak
Mentah dan Risiko Realisasi Target Investasi Tidak Tercapai.

2. Risiko Finansial Risiko Finansial merupakan adalah risiko terkait dengan kegiatan
bisnis antara lain accounting, credit, liquidity & finance intelligence, financial
market, planning & budgeting, dan operational yang mengakibatkan kerugian
keuangan Pertamina. Risiko yang muncul terkait dengan kegiatan bisnis antara lain,
risiko pergerakan atau fluktuasi variabel pasar seperti harga komoditas, suku bunga,
dan harga minyak serta risiko terjadinya event of default (Global Bond) dan cross
default (Corporate Loan).

3. Risiko Operasional dan Infrastruktur Risiko Operasional dan Infrastruktur


merupakan risiko terkait dengan kegiatan operasional dan prasarana Pertamina antara
lain corporate assets, human resources, information technology, external events,
legal, process management, product development, dan sales, marketing and
communications. Risiko operasional dan Infrastruktur yang dihadapi oleh Pertamina
antara lain Risiko Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Serta Pencemaran Lingkungan
serta Risiko Aset- Aset Pertamina yang Tidak Optimal.

4. Risiko Tata Kelola Risiko Tata Kelola merupakan risiko yang disebabkan oleh
kurang atau tidak patuhnya terhadap aturan Tata Kelola Pertamina (Corporate
Governance) dan Etika Bisnis (Business Ethics) dalam pengelolaan Pertamina. Risiko
Penurunan Brand Equity Pertamina dan Risiko Kerugian dalam Pelaksanaan
Penugasan BBM PSO merupakan risiko utama yang perlu diperhatikan Pertamina.

5. Risiko Kepatuhan Risiko Kepatuhan merupakan risiko terkait dengan kegiatan


bisnis Pertamina yang disebabkan oleh kurang atau tidak patuhnya terhadap peraturan.
Terdapat 2 risiko utama yang dihadapi yaitu Risiko Penurunan GCG Assessment dan
Risiko Fraud.

6. Risiko Pelaporan Risiko Pelaporan merupakan risiko terkait dengan kewajiban


Pertamina untuk menyampaikan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan/
shareholder. Risiko Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen Tidak Tepat Waktu,
Tidak Reliable dan Tidak Wajar dan Risiko Pelaksanaan RUPS Tidak Terlaksana
dengan Baik Sesuai Jadwal merupakan 2 risiko utama yang diperhatikan.

Rencana mitigasi yang disusun saat proses identifikasi risiko dilakukan dengan tujuan
mengurangi dampak yang ditimbulkan dan probabilitas terjadinya risiko tersebut.
Adapun tindakan mitigasi yang dilakukan atas risiko–risiko Pertamina yaitu:

1. Risiko Strategis dan Perencanaan Upaya mitigasi yang dilakukan untuk menangani
Risiko Tidak Tercapainya Produksi Migas, Tidak Tercapainya Pemenuhan Kebutuhan
Minyak Mentah adalah dengan mencari cadangan baru secara organik maupun
anorganik, diversifikasi produk minyak serta mencari dan mengembangkan alternatif
energi lain (energi baru dan terbarukan).

2. Risiko Finansial Risiko Pergerakan atau Fluktuasi Variabel Pasar Seperti Harga
Komoditas, Suku Bunga dan Harga Minyak Mentah dapat dilakukan tindakan mitigasi
dengan cara melakukan transaksi Lindung Nilai Valuta Asing, mengupayakan tingkat
suku bunga pinjaman yang kompetitif serta melakukan analisis risiko pasar. Upaya
mitigasi untuk Risiko terjadinya event of default (Global Bond) dan cross default
(Corporate Loan) adalah melakukan analisis terhadap covenant secara berkala.

3. Risiko Operasional dan Infrastruktur Mengatasi Risiko Keselamatan dan Kesehatan


Pekerja Serta Pencemaran Lingkungan, Pertamina meningkatkan safety awareness
pekerja melalui program training dan mendaftarkan aspek keselamatan sebagai KPI
seluruh pekerja. Risiko Aset-Aset Pertamina yang Tidak Optimal diatasi dengan
melakukan perbaikan, perawatan, peremajaan aset produksi dengan teknologi baru.

4. Risiko Tata Kelola Risiko Program CSR Tidak Tepat Sasaran dimitigasi dengan
cara menjalankan strategi top-down approach untuk memastikan pelaksanaan
program di tingkat operasional serta monitoring pelaksanaan CSR. Optimasi hilir dan
mengusulkan penyesuaian alpha BBM PSO dilakukan untuk memitigasi Risiko
Kerugian dalam Pelaksanaan Penugasan BBM PSO.

5. Risiko Kepatuhan Tindakan mitigasi Risiko Penurunan GCG Assessment yaitu


sosialisasi dan internalisasi GCG, monitoring kepatuhan LHKPN serta pelaksanaan
assessment oleh pihak eksternal. Risiko Fraud ditangani melalui tindakan
implementasi Whistle Blowing System dan melakukan audit secara berkala dan
diinisiasinya pengenalan terhadap parameter-parameter dalam persiapan sertifikasi
Sistem Manajemen Anti Penyuapan ISO 37001.

6. Risiko Pelaporan Risiko Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen Tidak Tepat
Waktu, Tidak Reliable dan Tidak Wajar dimitigasi dengan rekonsiliasi data secara
berkala, penggunaan Business Process Control (BPC) serta penyempurnaan sistem
terkait konfigurasi actual costing. Tindakan mitigasi Risiko Pelaksanaan RUPS Tidak
Terlaksana dengan Baik Sesuai Jadwal yaitu dengan melakukan persiapan dan
pelaksanaan rapat Pra RUPS, Sirkuler dan RUPS RJPP.

16. Pedoman Tata Kelola Perusahaan Pertamina

Pedoman Tata Kelola Perusahaan ini disusun sebagai acuan dalam mengelola PT
Pertamina (Persero) berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG)yang
menjadi kaidah dan pedoman bagi pengurus Perusahaan dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya. Penerapan prinsip-prinsip GCG (Transparency, Accountability,
Responsibility, Independency dan Fairness) diperlukan agar Perusahaan dapat bertahan
dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. GCGdiharapkan dapat menjadi
sarana untuk mencapai visi dan misi Perusahaan.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan ini mengatur struktur badan tata kelola perusahaan
(RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris), proses tata kelola perusahaan, organ
pendukung badan tata kelola perusahaan serta proses tata kelola Perusahaan.

PEDOMAN PERILAKU

Pedoman Perilaku ini adalah komitmen Pertamina untuk patuh pada ketentuan hukum
dan standar etika tertinggi dimana saja Pertamina melakukan kegiatan
bisnis/operasionalnya. Model-model perilaku yang diberikan dalam Pedoman Perilaku
ini bersumber dari Tata Nilai Unggulan 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer
Focused, Commercial dan Capable) yang diharapkan menjadi nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dan menjadi perilaku khas Insan Pertamina:

 Clean

Perusahaan dikelola secara profesional dengan :

menghindari benturan kepentingan;

tidak mentolerir suap;

menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas; serta

berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

 Competitive

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong


pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan
menghargai kinerja.

 Confident

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam


reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa.

 Customer Focused
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
yang pelayanan terbaik kepada pelanggan.

 Commercial

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil


keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

 Capable

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional yang memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset
dan pengembangan.

KODE KEPATUHAN

Prinsip-Prinsip Dasar Integritas Perusahaan merupakan bagian dari Program


Pertamina Clean yang telah menjadi komitmen Direksi terkait dengan pengelolaan
Tata Kelola Korporasi di Pertamina.

PEDOMAN GRATIFIKASI

Pertamina berkomitmen untuk menerapkan good corporate governance dalam


kegiatan usahanya, karena Pertamina percaya bahwa keberhasilan suatu perusahaan
tidak hanya terlihat dari angka profit yang terus meningkat melainkan juga diukur dari
perilaku-perilaku bisnis yang beretika.

Menjalankan bisnis yang bersih merupakan hal yang esensial dalam menjaga
keberlangsungan perusahaan. Ini menjadi salah satu pendorong ditandatanganinya
komitmen PT Pertamina (Persero) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tanggal 26 Agustus 2010 untuk bekerjasama dalam Program Pengendalian
Gratifikasi di Pertamina.

Berdasarkan hal tersebut diatas dan dengan supervisi dari KPK, disusun dan
diberlakukanlah Pedoman Gratifikasi, Penolakan, Penerimaan, Pemberian
Hadiah/Cinderamata dan Hiburan (Entertainment) yang disebut “Pedoman
Gratifikasi”.

Dalam Pedoman ini diatur ketentuan tentang gratifikasi, batasan-batasan penerimaan


dan pemberian gratifikasi dan mekanisme pelaporannya serta pengklasifikasian
gratifikasi yang dibedakan menjadi tiga, yaitu:

 Gratifikasi yang dianggap suap


 Gratifikasi dalam kedinasan
 Bukan Gratifikasi.

Selain itu untuk mendukung penerapan pedoman tersebut, Pertamina telah


membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi Pertamina (“UPG Pertamina”) yang dalam
melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan KPK.

UPG Pertamina mengelola, menganalisa, mengklarifikasi pelaporan gratifikasi kepada


penerima gratifikasi. UPG Pertamina juga harus menyampaikan laporan secara
berkala dan berkoordinasi dengan KPK untuk laporan gratifikasi yang masuk dalam
ranah KPK.

 Pedoman Gratifikasi
 Pedoman Unit Pengendalian Gratifikasi
 SK Direksi Pertamina No. 15/C00000/2012-S0 tanggal 13 April 2012

PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN

Menjalankan bisnis dengan independen, artinya suatu keadaan dimana suatu


perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat merupakan kebutuhan setiap perusahaan
untuk dapat menjalankan usaha secara bersih dan terus menerus, termasuk bagi
Pertamina. Untuk itu, Pertamina memandang perlu untuk mengatur tentang benturan
kepentingan dalam suatu pedoman tersendiri.
Pedoman Benturan Kepentingan ini mengatur tentang hal-hal yang harus dilakukan
apabila menghadapi situasi yang berbenturan kepentingan, identifikasi sumber
penyebab benturan kepentingan dan upaya pencegahan situasi berbenturan
kepentingan.

 Pedoman Conflict of Interest


 Surat Keputusan Direksi No. Kpts-088/C00000/2009-S0 tanggal 16 November
2009

PEDOMAN LHKPN

Dikarenakan Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka


anggota Direksi, Dewan Komisaris dan pejabat strukturalnya dikategorikan sebagai
Penyelenggara Negara dan terikat kewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan
kekayaan sebelum dan sesudah menjabat berdasarkan Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.

Dalam implementasinya, penetapan wajib lapor LHKPN di BUMN diserahkan kepada


Direksi masing-masing BUMN sesuai Instruksi Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara nomor: INS-02/MBU/2007 tanggal 21 September 2007 tentang Penyelenggara
Negara Yang Wajib Menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara.

Sesuai dengan Instruksi Menteri tersebut di atas, Direktur Utama Pertamina


menetapkan Surat Keputusan tentang kewajiban penyampaian LHKPN di Pertamina.
Dalam implementasinya, SK tersebut dilengkapi dengan Pedoman Kewajiban
Penyampaian LHKPN.

 Pedoman LHKPN
 Surat Keputusan Direktur Utama No.Kpts-56/C00000/2013-S0 tanggal
19 September 2013.

17. Pada tahun 2017 perusahaan energy Australia, Woodside, menandatangani perjanjian
dengan perusahaan minyak nasional Indonesia, Pertamina, untuk menyediakan sekitar
1,1 juta ton gas alam cair (LNG) per tahun selama 20 tahun. Dalam kesepakatan
tersebut, Woodside akan menjadi perusahaan Australia pertama yang mengekspor LNG
ke Indonesia. Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan
kesepakatan ini merupakan sebuah investasi baru yang besar dalam hubungan bilateral
ekonomi kedua negara.

18. Pertamina Hulu Energi melakukan kegiatan eksplorasi untuk mencari dan meningkatkan
cadangan minyak dan gas baru, baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan eksplorasi
didukung oleh pengaplikasian konsep baru, teknologi mutakhir dan tepat guna, serta
mengadakan kerja sama dengan mitra strategis yang menguasai advance exploration
technology dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan usaha, lingkungan dan
sosial.

19. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk menemukan cadangan. Kegiatan ekplorasi ini
terdiri dari beberapa tahap meliputi :

1. studi geologi

studi geologi dilakukan untuk memahami struktur susunan batu dibagian


bawah, dari hasil studi ini dapat diketahui lebih lanjut dengan menggunakan
studi geofisika.

2. Studi Geofisika

studi geofisika bertujuan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari
permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer dibawahnya. Proses ini
berlangsung selama enam bulan hingga satu setengah tahun tergantung dari
luasan area dan yang dituju.

3. Survei Seismik

merupakan metode yang paling banyak dilakukan untuk mengetahui sifat fisik
batuan. Melalui kegiatan seismik keadaan dibawah tanah dapat direkonstruksi
menjadi gambar 2D maupun 3D. Kegiatannya berlangsung dari satu hingga
empat tahun tergantung dari lokasi dan tipe reservoir. Berdasarkan hasil
intepretasi gambar jika ditemukan lapisan yang berpotensi menyimpan
cadangan migas, maka selanjutnya kegiatan pengeboran ekplorasi. Data
seismik yang akurat belum menjamin terdapatnya cadangan migas, data
tersebut harus dibuktikan dengan pengeboran semakin dalam lapisan di bor
maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Pengeboran merupakan bagian
terpenting dalam ekplorasi atau produksi. Lama waktu pengeboran satu sumur
satu hingga empat bulan.

4. Pengeboran Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi mengandung risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi,


oleh sebab itu idbutuhkan modal yang sangat besar, tekonologi yang canggih
dan sumber daya manusia yang berpengalaman . Risiko terburuk dari kegiatan
eksplorasi adalah dry hole atau tidak ditemukannya cadangan migas. Tetapi
keduanya tidak dapat ditemukan tanpa melalui kegiatan ekplorasi. Jika
kegiatan ekplorasi berhasil kegiatan dapat dilanjutkan degan tahap
pengembangan atau produksi. Kegiatan ini mencakup kegiatan sumur,
pengembangan serta pembangunan fasilitas produksi. Kegiatan produksi
mengangkat minyak dan gas bumi ke permukaan. Aliran migas akan masuk ke
dalam sumur lalu dinaikan ke permukaan melalui tubing. Minyak dan gas
bumi kemudia dialirkan ke sumur lalu naik ke permukaan melalui pipa salur
setalah itu dinaikkan kembali ke separator yang akan memisahkan keduanya
dari material yang tidak dibutuhkan hingga akhirnya minyak dan gas bumi
saling dipisahkan. Proses ini biasanya memakan waktu enam bulan hingga tiga
tahun.

Minyak dialirkan melalui tangki pengumpul sementara gas dialirkan melalui


pipa kepada konsumen. Proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan
alami atau menggunakan metode pengangkatan buatan. Pada kontrak
kerjasama yang dianut Indonesia semua biaya yang timbul dari kegiatan
produksi maupun ekplorasi sepenuhnya ditanggung kontraktor dan nantinya
akan dikembalikan  saat lapangan sudah menghasilkan dalam bentuk hasil
produksi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi dan produksi migas
memakan waktu dan proses yang lama kurang lebih sepuluh tahun. Minyak
dan gas bumi yang saat ini kita nikmati merupakan hasil dari ekplorasi  dan
produksi selama puluhan tahun. Semua dilakukan untuk menjamin
ketersediaan minyak dan gas bumi bagi masa depan.
20. Eksplorasi di darat
Eksplorasi di darat merupakan pencarian cadangan minyak dan gas yang
terdapat di daratan, keuntungan dari metode ini biaya investasi tidak terlalu mahal,
karena perjalanan transportasi yang mudah dijangkau menyebabkan biaya murah.
Tetapi cadangan migas di daratan mulai menipis, yang selama ini menjadi andalan
nasional tersebut telah mengalami faktor alamiah akibat sumur yang menua.
 Eksplorasi di laut
Eksplorasi di laut merupakan pencarian cadangan minyak dan gas yang
terdapat di perairan dalam, hal ini mengatasi kondisi penurunan produksi ini, selama
10 tahun terakhir telah terjadi beberapa pergeseran aktivitas hulu migas di Tanah
Air. Salah satunya terkait fokus kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bergeser
dari lapangan onshore ke daerah lepas pantai dan laut dalam (offshore). Saat akan
melakukan survei di laut tiba-tiba muncul kapal lain. Padahal, kegiatan survey
seismik itu membutuhkan kapal yang tenang dan tidak boleh ada gangguan.
Eksplorasi dilaut juga memiliki hambatan seperti biaya investasi, tingkat
pengembalian investasi (IRR) yang rendah, dan periode waktu eksplorasi yang
pendek.

21. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil
merekomendasikan adanya potensi cadangan minyak dan gas bumi (migas) di sembilan
titik. Temuan cadangan ini merupakan hasil pencarian sejak 2016. Pelaksana Tugas
(Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pencarian
cadangan itu memang difokuskan di Indonesia Timur, seperti Sulawesi, Kalimantan
dan Papua.

Menurut Rida, pencarian cadangan dilakukan di Sulawesi dan Papua karena


masih kekurangan data. Padahal, penemuan rembesan minyak dan gas menunjukan
adanya potensi keberadaan minyak dan gas bumi pada daerah-daerah tersebut. Dengan
penambahan data dan analisa, Kementerian ESDM berharap ditemukan cadangan
migas baru di wilayah tersebut. Begitu juga wilayah kerja di darat (onshore) di
Kalimantan Utara.
Cekungan belakang busur (back arc basin) terletak di belakang busur
vulkanik, merupakan tempat diendapkannya sedimen, terutama yang berasal dari busur
vulkanik dan benua.

Untuk wilayah Asia Tenggara dan khususnya untuk Indonesia, pada akhir
Kenozoikum, strukture style dipengaruhi oleh interaksi tiga buah lempeng kerak bumi,
(masing-masing adalah Lempeng Eurasia di bagian utara, Lempeng Samudera Pasifik
di bagian timur dan Lempeng Samudera India-Australia di bagian selatan (Katili, 1973
dan Hamilton, 1979).

Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia kini mulai
bergeser ke laut dalam. Lapangan migas di Indonesia yang sampai akhir 1990-an
mayoritas terletak di lapangan daratan (onshore) kini mulai melorot produksinya.
Lapangan-lapangan yang selama ini menjadi andalan nasional tersebut telah mengalami
faktor alamiah akibat sumur yang menua. Mengatasi kondisi penurunan produksi ini,
selama 10 tahun terakhir telah terjadi beberapa pergeseran aktivitas hulu migas di
Tanah Air. Salah satunya terkait fokus kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang
bergeser dari lapangan onshore ke daerah lepas pantai dan laut dalam (offshore).
Fenomena tersebut ditunjukkan dari jumlah penawaran lelang wilayah kerja (WK)
migas yang lebih didominasi oleh lapangan offshore selama tiga tahun terakhir. Di
masa depan, Indonesia akan sangat bergantung dengan kawasan perairan karena 70
persen potensi cadangan migas nasional ada di sana. Meski begitu, aktivitas eksplorasi
di laut dalam bukan tanpa hambatan. Beberapa tantangan seperti biaya investasi, tingkat
pengembalian investasi (IRR) yang rendah dan periode waktu eksplorasi yang pendek
perlu dicari jalan keluarnya oleh pemerintah guna menggenjot angka produksi migas
Indonesia yang terus turun dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

22. Kegiatan ekplorasi merupakan awal kegiatan dimana perusahaan melakukan aktivitas
untuk menemukan cadangan minyak atau gas bumi. Hal ini dimulai dari survey untuk
menemukan hidrokarbon sampai dengan pembuktian cadangan migas yang ditemukan.
Dalam tahap eksplorasi, perusahaan melakukan aktivitas survei geologi, survei
geofisika, survei seismik dan melakukan pemboran eksplorasi.

Skema tahapan eksplorasi perusahaan migas di Indonesia

1. Survei 2. Survei 3. Survei 4. Kegiatan


Geologi: Geofisika: guna Seismik: Pemboran Sumur:
untuk mencari mencari untuk mengetahui
menentukan kandungan cekungan adanya cadangan
struktur hidrokarbon yang diduga migas di daerah
batuan yang pada lapisan memiliki tersebut dan
dapat bumi dengan kandungan mengukur tingkat
23. Production Sharing Agreement atau Production Sharing Contract (PSC) adalah
mekanisme kerjasama pengelolaan migas antara pemerintah dan kontraktor. Jenis-jenis
kontrak migas:

Jenis Kontrak Keterangan


Konsesi Dianut Indonesia pada era kolonial Belanda – awal kemerdekaan.
Karakteristiknya, semua hasil produksi dalam wilayah konsesi
dimiliki oleh perusahaan. Negara dalam sistem ini hanya
menerima royalti yang secara umum berupa persentase dari
pendapatan bruto dan pajak. Keterlibatan negara sangat terbatas.
Kontrak Karya Berlaku saat Indonesia menerapkan Undang-undang No. 40 tahun
1960 tentang pertambangan Minyak dan gas bumi.
PSC Berlaku tahun 1966 saat PERMINA menandatangani kontrak bagi
hasil dengan Independence Indonesian American Oil Company
(IIAPCO).
Gross Spilt UU Migas No. 22/2001, Permen ESDM 8/2017 tentang Kontrak
Bagi Hasil Gross Spilt, dan Permen ESDM 52/2017 tentang
Perubahan atas Permen ESDM 8/2017.
Perbandingan kontrak migas di Indonesia dengan negara Malaysia

Perbandingan Indonesia Malaysia


PSC Dengan menggunakan Sektor hulu
PSC Indonesia dapat 1976 PSC: masa peralihan dari
menghasilkan cost konsesi ke PSC.
recovery yang besar 1985 PSC: tingkat bagi hasil
namun hasil minyak atau dibuat berjenjang sesuai
gas yang diperoleh sangat dengan hasil yang diperoleh
sedikit. untuk menarik investor untuk
melakukan eksplorasi di
Malaysia.
R/C PSC: ditetapkannya
indeks untuk mengukur cost
oil ceiling serta profit oil split
antara kontraktor dengan
petronas.
Sektor hilir: sentra penghasil
minyak Malaysia adalah di
East Coast Peninsula
menghadap Laut Cina Selatan.
Kebijakan pajak Menurut PP, setelah Petronas memberikan
kontraktor migas melakukan proses kegiatan kontribusi pajak kepada negara
hilir, biaya operasi dapat dalm jumlah signifikan dan
dikembalikan dalam membagikan dividen kepada
perhitungan bagi hasil dan pemegang saham, tetapi
Pajak Penghasilan harus menahan seluruh
memenuhi persyaratan: pendapatannya baik dari hulu
1. Dikeluarkan untuk maupun hilir.
mendapatkan, menagih, R/S PSC terdapat beberapa
dan memelihara perubahan di bidang
penghasilan sesuai perpajakan yakni:
dengan ketentuan 1. Pajak mengikat pada level
peraturan perundang- tingkat, tidak pada
undangan dan terkait keuntungan.
langsung dengan 2. Pajak diaplikasikan pada
kegiatan Operasi Contract Area bukan pada
Perminyakan di WK field.
Kontraktor yang 3. Tidak ada insentif bagi save
bersangkutan di cost.
Indonesia. 4. Tidak ada insentif pajak re-
2. Menggunakan harga investment.
wajar yang tidak
dipengaruhi hubungan
istimewa.
3. Pelaksanaan operasi
perminyakan sesuai
dengan kaidah praktek
bisnis dan keteknikan
yang baik.
4. Kegiatan Operasi
Perminyakan sesuai
dengan Rencana Kerja
dan Anggaran yang telah
mendapatkan persetujuan
Kepala SKK Migas.

24. PSC Accounting menjadi dasar bagi penyusunan FQR atau Financial Quarterly Report.
FQR adalah laporan keuangan KKS kepada SKK Migas yang dibuat dalam periode tiga
bulanan. Sebagai laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi PSC, FQR lebih
difokuskan untuk keperluan cost recovery dan laporan perhitungan pajak, tidak
diniatkan secara langsung untuk keperluan penyusunan Neraca dan Laporan Laba Rugi
seperti pada perusahaan manufaktur pada umumnya.

25. Dari sudut pandang pelaporan kegiatan rutin memiliki 17 jenis laporan yang berbeda.
Sedangkan kegiatan tidak rutin memiliki 13 jenis laporan keuangan. Pelaporan pada
kegiatan tidak rutin menjadi bagian dari Work Plan and Budget.

26. Adalah sebuah data mengenai akuntansi biaya pajak yang berhubungan dengan
pengelolaan sumber daya migas dengan berpedoman pada bagi hasil produk.
27. Adalah sejumlah data yang berisi tentang akuntansi pendapatan pajak yang menghitung
tentang seluruh pendapatan di suatu perusahaan migas yang berpedoman pada bagi
hasil produksi.

28. Kendala-kendala sosial yang harus dihadapi oleh perusahaan migas antara lain :
a. Sumber Daya Manusia
Miinimnya jumlah Sumber Daya Manusia yang berkompeten dalam bidang
minyak dan gas juga menjadi kendala atau permasalahan yang menghambat
keberlangsungan operasi perusahaan.
b. Perizinan
perizinan yang dimaksud disini adalah misalnya izin mendirikan bangunan
oleh pemerintah daerah sekitar karena berbagai alas an atau mungkin karena
birokrasi yang berbelit-belit.

29. Solusi untuk mengatasi kendala-kendala diatas yaitu :

a. Harus ada langkah jangka panjang untuk mengatasi kendala ini, misal memberikan
beasiswa bagi mahasiswa untuk memperdalam ilmu tentang migas di negara yang
lebih berkompeten, atau membuka lebih banyak program studi yang menunjang
profesi di bidang minyak dan gas.

b. Harus ada kebijakan yang mengatur tentang perizinan sehingga adanya SOP yang
jelas dan seragam di berbagai daerah tentang pemberian izin, solusi lain yaitu harus
ada kebijakan yang meminimalisir birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.

30. Cost Recovery adalah pengembalian biaya eksplorasi dan ekspoitasi migas dari
Pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Cost recoverytersebut
dibayarkan dalam bentuk produksi migas, yang dinilai dengan Weighted Average Price
(WAP), yaitu harga rata-rata tertimbang dihitung berdasarkan nilai lifting selama satu
tahun dibagi dengan jumlah satuan lifting selama periode yang sama.Dapat juga
dikatakan bahwa Cost Recoveryadalah biaya yang dibayarkan Pemerintah kepada
kontraktor sebagai penggantian biaya produksi dan investasi selama proses eksplorasi,
ekspoitasi dan pengembangan blok migas yang tengah dikerjakan di wilayah suatu
negara.Jadi, setelah setelah produksi minyak mulai berjalan, sebagian hasilnya menjadi
jatah kontraktor sebagai ganti biaya yang telah dikeluarkan selama proses eksplorasi.
Sehingga, selama proses eksplorasi pada sumur atau wilayah yang dianggap masih
produktif, investor bisa menerapkan improved oil recovery, yaitu upaya untuk
meningkatkan hasil produksi migas

31. Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah
kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan dimuka. Melalui
skema Gross Split, Negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti. Negara pun
tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan
lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara.
Perhitungan gross split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang
pasti, terdapat pada presentase Base Split. Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur
menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas
bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%. Disamping
presentase base split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian
lebih besar dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2
Komponen Progresif lainnya.
Untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini, Kementerian ESDM telah
menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi
hasil Gross Split. Permen ini menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok
Kontrak Bagi Hasil yang memuat persyaratan antara lain: kepemilikan sumber daya
alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; modal dan risiko
seluruhnya ditanggung Kontraktor; serta pengendalian manajemen operasi berada pada
SKK Migas. Ini sekaligus menghilangkan kekhawatiran hilangnya peran SKK Migas
setelah diterapkannya Kontrak Bagi Hasil Gross Split.  SKK Migas masih akan
mengawasi pengajuan Plan of Development (POD), peningkatan lifting migas,
keselamatan kerja migas, termasuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) serta
pengawasan terhadap tenaga kerja dan asset-aset. Dengan semakin fokusnya tugas dan
fungsi SKK migas, maka business process bagi para kontraktor (KKKS) pun akan lebih
cepat.
32. 32. Pembatasan cost recovery yang sempat digulirkan Pemerintah kemudian diganti
menjadi ada batasan didalamnya.Pembatasan itu diwujudkan dalam bentuk First
Tranche Petroleum (FTP) sebesar 20 persen dari total produksi migas sebagai jaminan
Pemerintah mendapatkan hasil produksi migas sebelum dilakukan bagi hasil.
Pembatasan cost recovery dapat memberikan dua implikasi pada industri migas tanah
air. Pertama, pembatasan cost recovery secara tepat akan menjadi lebih efektif dan
efisien dari hal penerimaan negara. Kedua, pembatasan cost recovery dapat menjadi
faktor penghalang berkembangnya investasi pada sektor migas sehingga cenderung
stagnan. Ada empat pertimbangan yang dapat dijadikan dasar pembatasan cost recovery
1. Pembatasan cost recovery untuk menghindari investasi yang tidak perlu.

2. Pembatasan cost recovery akan memaksa kontraktor patuh pada good engineering
practice.19Keputusan investasi yang tidak patuh pada aturan tersebut, resikonya
ditanggung sendiri oleh kontraktor dan tidak boleh dibebankan pada cost
recovery.

3. Pembatasan ini juga ditujukan untuk menegakkan wibawa BP Migas yang selama
ini hanya dianggap gertak sambal, tidak memberi sanksi pada pelanggaran yang
dilakukan kontraktor. Contohnya adalah realisasi biaya cost recovery yang sering
melebihi penghitungan awal.

4. Pembatasan cost recovery akan mebuat kontraktor berpikir dua kali untuk
memasukkan biaya-biaya yang masuk biaya produksi, sehingga tidak sembarangan
menempatkan biaya.

Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melindungi penerimaan dan


menghindarkan kerugian negara, serta memberikan landasan hukum yang jelas, Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor
22 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang
Tidak Dapat Dikembalikan Kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Peraturan menteri
ini berisi 17 poin negative list cost recovery. Penerapan biaya-biaya yang dapat di-cost
recoverydiatur kembali setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun
2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak
Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (PP 79/2010).

33. Skema bisnis gross split menunjukkan bahwa industri hulu migas bergerak dinamis.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas), sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam bisnis industri hulu migas dari
sudut kewenangan tetap berperan meski tugas dalam perhitungan dan pengawasan cost
recovery tak lagi ada. Tetapi dalam rencana program kerja SKK Migas tetap berperan
termasuk juga bagaimana plan of development (POD) dapat berjalan sesuai rencana.
Malah, beberapa tugas pasca gross split menjadikan SKK Migas lebih dalam
melakukan pengawasan penggunaan komponen lokal dan rencana pemakaian tenaga
kerja yang akan digunakan Kontraktor KKS. Tugas lain adalah mengawasi aspek
kesehatan, keselamatan kerja, dan keamanan lingkungan. Pendeknya, gross split
memberi spirit baru meningkatkan produksi migas nasional.Di sisi Kontraktor KKS,
gross split adalah pilihan yang sangat menarik. Skema ini memberi keleluasan lebih
serta memberi tantangan lebih besar. Bila kontraktor bisa efisien, keuntungan yang
didapatkan juga lebih besar.

Dengan gross split pembagiannya adalah 57 persen untuk negara dan 43 persen
untuk kontraktor minyak bumi, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke
negara, 48 persen untuk kontraktor.

Penentuan split tambahan kepada Kontraktor KKS dengan melihat beberapa


variabel split dan progressive split. Misal, Kontraktor KKS akan mendapatkan
tambahan split jika wilayah kerjanya memiliki tingkat kesukaran yang besar.
Kontraktor KKS juga akan mendapat tambahan split jika persentase penggunaan
komponen lokal lebih besar. Adapun yang masuk dalam 10 variabel split yakni, status
wilayah kerja (WK), lokasi WK (onshore, offshore, atau remote area), kedalaman
reservoir, infrastruktur pendukung, tingkat kandungan CO2 (karbon dioksida), tingkat
kandungan H2S (sulfur), spesifikasi gravity, komponen lokal, dan fase produksi.
Sedangkan komponen yang masuk progressive split adalah harga minyak dan kumulatif
produksi.

34. Kegiatan Hulu

Direktorat Hulu menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak, gas
bumi, gas metana batubara (GMB), shale gas serta panas bumi termasuk mengusahakan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) melalui anak perusahaan yang terkait
serta penyediaan jasa rig pemboran dan pendukungnya.

Kegiatan Direktorat Hulu Pertamina mencakup bidang-bidang eksplorasi, produksi,


serta transmisi minyak dan gas. Aktivitas lainnya terdiri atas pengusahaan energi Coal
Bed Methane (CBM) dan panasbumi. Di samping itu, untuk mendukung gerak laju
seluruh kegiatan tersebut, Pertamina mengembangkan pusat riset dan teknologi sektor
hulu serta menekuni bisnis jasa pengeboran. 

Pada umumnya wilayah kerja migas Pertamina berada di Indonesia dan sebagian di luar
negeri. Bisnis Pertamina di sektor hulu dilaksanakan melalui operasi sendiri (own
operation) dan lewat pola kemitraan. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang migas,
aktivitas eksplorasi dan produksi panasbumi serta CBM sepenuhnya dilakukan di
Indonesia. Hal ini karena potensi sumber daya panasbumi dan CBM di dalam negeri
cukup kaya untuk dikembangkan. 

Usaha Hilir

Pengolahan

Bisnis Pengolahan PERTAMINA memiliki dan mengoperasikan 6 (enam) buah


unit Kilang dengan kapasitas total mencapai 1.046,70 Ribu Barrel. Beberapa kilang
minyak seperti kilang RU-III Plaju dan Kilang RU-IV Cilacap terintegrasi dengan
kilang Petrokimia, dan memproduksi produk-produk Petrokimia yaitu Purified
Terapthalic Acid (PTA) dan Paraxylene.

Beberapa Kilang tersebut juga menghasilkan produk LPG, seperti di Pangkalan


Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu. Kilang LPG
P.Brandan dan Mundu merupakan kilang LPG yang operasinya terpisah dari kilang
minyak, dengan bahan bakunya berupa gas alam.

Kilang Minyak RU IV Cilacap menghasilkan Lube Base Oil dengan Group I


dan II dari jenis HVI- 60, HVI - 95, HVI -160 S, HVI - 160 B dan HVI - 650. Produksi
Lube Base Oil ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) di Unit Produksi
Pelumas PERTAMINA yang berada di Jakarta, Surabaya dan Cilacap untuk diproduksi
menjadi produk pelumas, dan kelebihan produksi Lube Base Oil (exces product) dijual
di pasar dalam negeri dan luar negeri.

Di samping kilang minyak di atas, PERTAMINA memiliki 2 (dua) Operating


Company, PT Arun LNG yang mengoperasikan kilang LNG di Arun dan PT Badak
LNG yang mengoperasikan kilang LNG di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6
(enam) buah train LNG memiliki total kapasitas 12.5 Juta Ton per tahun, sedangkan,
Kilang LNG Badak di Bontang dengan 8 (delapan) buah train LNG memiliki total
kapasitas mencapai 22,5 Juta Ton per tahun.

Pemasaran

Pemasaran BBM Retail merupakan salah satu fungsi di Direktorat Pemasaran


yang menangani pemasaran BBM retail untuk sektor transportasi dan rumah tangga.
Pertamina melakukan pemasaran BBM Retail melalui lembaga penyalur Retail
BBM/BBK yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, seperti SPBU (Statiun Pengisian
BBM Untuk Umum), Agen Minyak Tanah (AMT), Agen Premium & Minyak Solar
(APMS), serta Premium Solar Packed Dealer (PSPD).

Industrial Fuel Marketing

Merupakan satu Divisi di Direktorat Pemasaran, Divisi Pemasaran BBM dengan


tugas pokok menangani semua usaha marketing dan layanan jual Bahan Bakar Minyak
kepada konsumen Industri dan Marine. BBM yang tersedia meliputi Minyak Solar
(High Speed Diesel), Minyak Diesel (Industrial/Marine Diesel Oil), dan Minyak Bakar
(Industrial/Marine Fuel Oil).

Saat ini konsumen BBM Pertamina di sector Industri dan marine mencapai lebih
dari 4500 konsumen, tersebar diseluruh daerah di Indonesia. Beberapa Pelanggan
utama kami adalah PT. PLN (Persero), TNI/POLRI, Industri Pertambangan, Industri
Besi Baja, Industri Kertas, Industri Makanan, Industri Semen, Industri Pupuk,
Kontraktor Kontrak Kerja Sama, transportasi lair dan industri lainnya

Pelumas

Bisnis pelumas adalah usaha yang prospektif mengingat PERTAMINA


merupakan Market Leader pasar pelumas dalam negeri selama lebih dari 30 tahun.
Bisnis Pelumas PERTAMINA terdiri atas bisnis dalam negeri untuk segmen retail
maupun segmen industri, dan bisnis pelumas luar negeri. Di samping produk jadi,
Pelumas PERTAMINA juga melayani kebutuhan Base Oil Group I dan Base Oil Group
III (mulai medio 2008). Pangsa pasar kami saat ini mencapai 54% di segmen retail dan
58% di segmen industri.
Untuk segmen retail di dalam negeri, Pelumas PERTAMINA memasarkan lebih
dari 17 Brand, sementara untuk segmen industri sebanyak 18 Brand. Untuk pasar luar
negeri, PERTAMINA memasarkan 3 Brand yang merupakan extension dari Brand di
dalam negeri. Untuk Lube Base Oil, PERTAMINA memasarkan 5 jenis kekentalan
untuk LBO Group I, dan 2 jenis kekentalan untuk LBO Group III.

35. Perolehan laba bersih Pertamina turun dari US$ 3,15 miliar di 2016 menjadi US$ 2,4
miliar di 2017 atau Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.500). Penurunan sebesar 23% itu
tersebut lantaran belum adanya penyesuaian harga untuk BBM bersubsidi seperti
Premium dan Solar. Beban penjualan yang meningkat juga menjadi penyebab turunnya
laba bersih pertamina pada tahun 2017.

(Perhatikan tanda panah)

Sedangkan berdasarkan laporan keuangan 2018 yang telah di audit, Pertamina


mencatatakan perolehan laba bersih perusahaan pada 2018 sebesar USD 2,53 miliar
atau setara Rp. 36,00 triliun, sedikit lebih rendah dibanding laba bersih 2017 yang
mencapai US$ 2,54 miliar atau setara Rp. 36,14 triliun. Penurunan laba itu, terjadi di
tengah kenaikan penjualan dan pendapatan lainnya pada 2018 tercatat sebesar US$
57,93 miliar, lebih tinggi 26 persen dibanding penjualan tahun 2017 yang mencapai
US$ 46,00 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa ada kenaikkan beban operasi usaha,
pada beban penjualan dan pemasaran dari USD 1,59 miliar pada 2017 menjadi USD
1,64 miliar pada 2018. Kenaikan beban usaha itu dipengaruhi faktor eksternal yang
uncontrollable, termasuk kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah
sepanjang 2018, sehingga menaikkan harga pokok penjualan (HPP) sebesar 29 persen,
dari sebesar USD 33,18 pada 2017 menjadi sebesar USD 42,79 miliar

Kesimpulan dari hasil pengamatan dan laporan yang ada maka dapat diketahui
bahwa dari tahun 2016 hingga setidaknya pada tahun 2018 (karena laporan keuangan
2019 belum di publish) laba bersih Pertamina mengalami penurunan secara terus
menerus dengan berbagai penyebab salah satu yang paling sering menjadi penyebab
yaitu naiknya biaya produksi itu sendiri.

36. 1. Visi PT PERTAMINA (PERSERO)

adalah : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia serta perusahaan yang
unggul, maju dan terpandang (To be a respected leading company).

2. Misi PT PERTAMINA (PERSERO)

adalah : a. Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan
secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

b. Melakukan Usaha dalam bidang Energi dan Petrokimia.

c. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional,


kompetitif dan berdasarkan tata nilai unggulan.

d. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan,


pekerja dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional.

3. Strategi PT PERTAMINA (PERSERO)

adalah : a. Fokus Menggunakan secara optimum berbagai kompetensi


perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan.
b. Integritas Mampu mewujudkan komitmen kedalam tindakan nyata.

c. Visionary (Berwawasan Jauh Kedepa) Mengantisipasi lingkungan


usaha yang berkembang saat ini maupun yang akan datang untuk dapat
tumbuh dan berkembang.

d. Excellence (Unggul) Menampilkan yang terbaik dalam semua aspek


pengelolaan usaha.

e. Mutual Respect (Keselarasan dan Kesetaraan) Menempatkan seluruh


pihak yang terkait setara dan sederajat dalam kegiatan usaha.

ANALISIS SWOT TERHADAP PT. PERTAMINA (PERSERO)

A. Strength (Kekuatan)

Kekuatan internal pada PT. PERTAMINA (Persero):

1. Menyediakan produk yang berkualitas tinggi Produk dari PERTAMINA sudah


memiliki pengakuan dari dunia internasional. Diantaranya produk oli dari
PERTAMINA yang sudah memiliki sertifikat ISO.

2. Memiliki pelayanan yang baik Untuk pelayanan, sudah dapat mendistribusikan


produknya ke seluruh penjuru Indonesia bahkan sampai ke daerah-daerah terpencil.

3. Sumber daya manusia yang handal SDM di PT PERTAMINA (PERSERO)


merupakan orang-orang yang sudah profesional di bidangnya. Memiliki
kemampuan dan pengalaman yang sudah teruji. Selain itu pelatihan dan seminar
yang berhubungan dengan dunia bisnis banyak diikuti oleh para karyawan, yang
dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuannya.

4. Pengalaman di bidang migas PERTAMINA sudah bergerak di bidang migas di


indonesia sejak tahun 1968. Dengan pengalaman yang cukup lama di bidang
migas, faktor ini dapat menjadi salah satu nilai tambah. Pengalaman dan
pengakuan dari dunia internasional berhubungan dengan dunia migas menjadikan
PERTAMINA cukup disegani dibidang migas.

5. Penggunaan teknologi informasi yang terintegrasi Teknologi informasi di


PERTAMINA sudah terintegrasi dan mendukung proses bisnis perusahaan.
Dengan adanya Divisi SBTI, ini menunjukkan adanya kepedulian yang cukup
tinggi dari pihak manajemen untuk mengembangkan teknologi informasi.

B. Weaknesses (Kelemahan)

Kelemahan internal pada PT. PERTAMINA (Persero):

1. Kurangnya modal Kendala PERTAMINA saat ini adalah kekurangannya modal


dalam hal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, sehingga pihak
manajemen membangun kerjasama dengan pihak asing untuk melakukan tersebut.

2. Masalah birokrasi yang menghambat kinerja Birokrasi yang terlalu rumit


menghambat proses pengambilan keputusan karena terlalu banyak waktu yang
terbuang untuk menjalankan suatu keputusan.

3. Penempatan karyawan yang tidak sesuai dengan kemampuan Sumber daya manusia
di PT. PERTAMINA banyak yang penempatan dan penggunaannya tidak maksimal
sehingga menggurangi efektifitas dan efisiensi perusahaan.

4. Jumlah armada yang kurang Peningkatan permintaan pasar yang membutuhkan


arus distribusi barang yang tinggi dapat terhambat dengan kurangnya jumlah armada
pengangkut barang yang ada sekarang ini.

5. Ketergantungan pasokan pada satu pemasok, sehingga apabila terjadi keterlambatan


pasokan produk akan mengganggu operasional perusahaan.

C. Opportunities (Peluang)

Peluang eksternal pada PT. PERTAMINA (Persero):

1. Pasar bisnis yang masih tinggi Penggunaan migas yang merupakan salah satu
kebutuhan pokok dunia saat ini membuat permintaan akan produk ini tetap tinggi
walaupun terjadi gejolak harga.

2. Harga jual yang murah PERTAMINA dapat menjual BBM dengan harga murah
karena pemanfaatan dari subsidi pemerintah. Hal ini dapat digunakan PERTAMINA
sebagai salah satu kesempatan untuk menguasai pasar migas di Indonesia.

3. Sumber daya migas yang masih cukup tinggi Sumber cadangan migas yang tersedia
di Indonesia masih cukup banyak yang belum tereksplorasi. Cadangan minyak ini
dapat digunakan PERTAMINA untuk meningkatkan penjualan dalam memenuhi
permintaan pasar.

4. Produk (dengan nilai oktan tinggi yang menghasilkan pembakaran yang lebih
bersih, non subsidi) yang bisa jadi menggantikan dominasi penjualan premium.

5. Sebagai pemimpin dalam pasar Bahan Bakar Minyak (BBM) PT. PERTAMINA
(Persero) memiliki kesempatan unuk megubah pelayanan yang kurang baik dan
mengubah Image yang tertancap dibenak konsumennya, menjadikan Konsumennya
menjadi konsumen yang memiliki Loyalitas tinggi pada PT. PERTAMINA (Persero).

D. Threats (Ancaman)

Ancaman eksternal pada PT. PERTAMINA (Persero):

1. Masuknya pihak swasta untuk beroperasi di bidang Non-BBM Dengan masuknya


pihak swasta yang bergerak di bidang Non-BBM cakupan pasar PERTAMINA dalam
hal Non-BBM seperti oli menjadi berkurang. Hal ini menjadikan pendapatan
PERTAMINA menjadi berkurang.

2. Makin banyaknya pihak swasta yang melakukan eksplorasi migas di wilayah


Indonesia. Pihak swasta yang melakukan eksplorasi Migas di Indonesia kadang
mempunyai dana dan peralatan yang lebih bagus dibanding PERTAMINA hal ini
menyebabkan lahan minyak mentah yang kaya akan cadangan minyak akhirnya
dikelola oleh pihak swasta.

37. Strategi Bisnis Pertamina

Di bisnis hulu, strategi ‘Aggressive Upstream’ diarahkan untuk menjamin keberadaan


sumber energi demi kelangsungan bisnis Perseroan maupun demi kepentingan nasional,
melalui peningkatan produksi dan cadangan migas secara organik maupun an-organik.

Eksplorasi dan Produksi

 Meningkatkan produksi dari lapangan eksisting.


 Melakukan ekspansi kegiatan usaha dan operasi termasuk melalui cara
anorganik (akuisisi).
 Mengembangkan potensi CBM di wilayah Pertamina.
 Melakukan aliansi strategis untuk ekspansi maupun membangun kemampuan
spesifik.

Non Eksplorasi dan Produksi

 Meningkatkan bisnis perniagaan gas di dalam negeri serta memanfaatkan


peluang untuk memperbesar bisnis transportasi dan pemrosesan gas melalui
sinergisitas dengan AP Pertamina lainnya.
 Pro aktif dalam perumusan pricing policy selaras dengan kebijakan nasional.
 Peningkatan kapasitas dan kemampuan spesifik jasa pengeboran untuk
menunjang rencana ekspansi perusahaan.

38. Strategi pengelolaan cash flow yang pertama yaitu pertahankan perkiraan arus kas
selama 120 hari berturut-turut, yang kedua meningkatkan model prediksi dari waktu ke
waktu, selanjutnya amati pola pergerakan arus kas dari periode ke periode, kemudian
waspadai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi penjualan atau pengeluaran, lalu
tekan biaya bisnis, selanjutnya menjual pitang untuk mendapatkan pembayaran yang
lebih cepat, dan yang terakhir yaitu penjualan yang berkelanjutan.

Kondisi cash flow Pertamina


Dari table diatas dapat diketahui bahwa Pertamina selalu memiliki arus kas yang positif
namun demikian Pertamina selalu mengalami penurunan nominal arus kas bersih yang
diperoleh dari aktivitas operasi secara berurutan sejak tahun 2016 hingga tahun 2018.

39. Setelah saya mencari tentang competitive profile matrix pada perusahaan Pertamina
lewat berbagai kanal dan hasilnya adalah nihil, maka saya berusaha mencari literatur
mengenai apa itu competitive profile matrix dan akhirnya saya memutuskan untuk
membuat competitive profile matrix setelah saya menemukan sebuah jurnal yang
berjudul “COMPETITIVE PROFILE MATRIX SEBAGAI ALAT ANALISIS
STRATEGI PEMASARAN PRODUK ATAU JASA” yang disusun oleh Mohd.
Harisudin. Berikut hasilnya :

Anda mungkin juga menyukai