Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan
dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun
pajak.

B. Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah :
1. a. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang berhak warisan
merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
2. badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi suatu negara, dalam hal
ini negara Indonesia. Subjek pajak dapat pula dibedakan yaitu subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa subjek pajak dalam
negeri adalah wajib pajak membuat SPT sementara subjek pajak luar negeri tidak wajib
membuat SPT.

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :


1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
 Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau
 Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
nilai bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
 Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau pemerintah
daerah, dan
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.

c. Subjek pajak warisan, yaitu :


Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :


a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalakan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima
atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek
pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain,
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah :

Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri


 Dikenakan pajak atas penghasilan  Dikenakan pajak hanya atas
baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia
indonesia.  Dikenakan pajak berdasarkan
 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
penghasilan netto.  Tarif pajak yang digunakan
 Tarif pajak yang digunakan adalah adalah tarif sepadan (tarif UU
tarif umum (tariff UU PPh pasal 17) PPh pasal 26)
 Wajib menyampaikan SPT  Tidak wajib menyampaikan SPT.

Kewajiban Pajak Subjektif


Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek pajak
dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan table mulai dan
berakhirnya pajak subjektif.
Kewajiban pajak subjektif

MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
 Saat dilahirkan  Saat meninggal
 Saat berada di indonesia atau  Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri badan:
badan:  Saat dibubarkan atau tidak bertempat
 Saat didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia
kedudukan di indonesia
MULAI BERAKHIR
Subjek  pajak luar negeri melalui Subjek  pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
 Saat menjalankan usaha atau  Saat tidak lagi menjalankan usaha
melakukan kegiatan melalui BUT di atau melakukan kegiatan melalui
indonesia BUT di indonesia.

Subjek pajal luar negeri tidak Subjek pajal luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
 Saat menerima atau memperoleh  Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
 Saat timbulnya warisan yang belum  Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasiinternasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri keuangan no
661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana telah diubah terkhir dengan
keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan
syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam keputusan
Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah
diubah dengan keputusan Menteri Keuangan nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni
1998, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesai.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
:
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali,
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak penambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty,
keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah
satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar
Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbanan keagamaan yang sifatnya wajib pajak bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian atau penguasaan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
• Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
• Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah
25% Dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar
kepemilikan Saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan usaha dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu.

DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA


PAJAK
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri
adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak  untuk wajib pajak pada badan dihitung
sebesar penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan )    = penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto – PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

Cara menghitung penghasilan kena pajak


Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri dan
badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan, Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir
pembukuan
Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu penghasilan
bruto dikurangi PPH .
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP
Untuk WP Orang Pribadi  besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto
dikurangi dengan PTKP
Penghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih , dan
memelihara penghasilan termasuk:
1. Biaya secara langsung dan tidak langsung
2. Penyusutan atas pengeluaran
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4. Kerugian karna penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7. Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8. Piutang yang nyata
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur dengan
peraturan pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan usaha
tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
4. Cadangan piutang
5. Cadangan untuk usaha asuransi
6. Cadangan penjaminan
7. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
8. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
9. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
10. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan
12. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
13. Harta yang dihibahkan
14. Pajak penghasilan
15. Biaya yang dibebankan
16. Gaji
17. Sanksi administrasi
18. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek PPH
19. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto

Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma penghitungan


penghasilan Netto
Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak menggunakan norma
penghitungan penghasilan netto.
Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan besarnya
(persentase) NPPN
Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan secara terus
menerus dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan mentri keuangan
Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Contoh penghitungan pajak yang terutang (NPPN)
Diket :
anto menikah ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang anak, anto seorang dokter bertempat
tinggal dijakarta ia memiliki industri rotan. Misalnya besar presentase norma untuk industri
rotan dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000 , penerimaan seorang
dokter dijakarta setahun Rp. 100.000.000, hitunglah penghasilan netto?
Jawaban:
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000                      Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp. 100.000.000               RP. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto                                                   RP. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK                          Rp. 21.120.000
Penghasilan kena pajak                                                       Rp. 73.880.000

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


 Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah ;
1. Rp.36.000.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi
2. Rp.3.000.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp.36.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di gabung dengan
penghasilan suami, dengan syarat
a. Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu pemberi kerja
yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21, dan
b. Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lainnya
4. Rp 3.000.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus  serta anak angkat menjadi tanggungan sepenuhnya
(maksimal 3 orang )

Contoh penghitungan PTKP :


1. Joko sudah menikah dengan mempuyai seorang anak. PTKP Joko adalah :
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak sendiri Rp 36.000.000,00
Tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00
Tambahan 1 anak Rp 3.000.000,00
Jumlah Rp 42.000.000,00
2. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Maret 2015 dengan
kontrak kerja selama 2 tahun. John sudah menikah dan mempunyai 3 anak. PTKP John
adalah :
PTKP Setahun :
Untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
Tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00
Tambahan 3 anak Rp 9.000.000,00
Jumlah Rp 48.000.000,00

TARIF PAJAK
Wajib pajak orang pribadi dalam negri
1. Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak orang pribadi
dalam negri adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00 5%
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp
15%
250.0000.000,00
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp. 500.0000.000,00 25 %
Diatas Rp. 500.0000.000,00 30%

2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
a. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk  penghasilan kena pajak  untuk wajib
pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap  Adalah sebesar 28 % .
b. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk  penghasilan kena pajak  untuk wajib
pajak badan dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25
%
c. Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 %
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya memperoleh tarif sebesar 5 %
d. Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai dengan
Rp.50.0000.000,00 mendapat fasilitas  pengurangan tarif 50 % yang dikenakan atas
penghasilan kenapajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp.4.800.000.000,00.
Cara menghitung pajak
Pajak penghasilan (Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap) setahun
dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tariff pajak sebagaimana
diatur UU PPh pasal 17:

Rumus menghitung wajib pajak badan


Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17

Rumus menghitung wp orang pribadi


Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) -PTKP x tarif pasal 17
Catatan:
untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada akhir tahun, penghasilan kena pajak
dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.
Contoh:
1. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai PKP sebesar Rp.241.850.600,00 besarnya
pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh gunawan adalah:

Penghasilan kena pajak Rp.241.850.600,00


(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar : Rp.2.500.000,00
5% x Rp.  50.000.000,00 Rp.28.777.500,00
15% x Rp. 191.850.000,00 Rp. 31.277.500,00

2. Peredaran Bruto PT. Makmur dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp. 4.500.0000.000
dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 500.000.000. penghitungan pajak yang
terhutang :
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai
tarif sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT. Makmur tidak melebihi Rp 4.800.000.000
Pajak penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp 500.000.000 = Rp. 62.500.000

3. Peredaran bruto PT. Jaya dalam tahun 2015 sebesar Rp. 30.000.000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp. 3.000.000.000. penghitungan hasil pajak
penghasilan yang terutang:

Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
:
(Rp. 4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) x Rp. 3.000.000.000=
Rp. 480.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
Rp 3.000.000.000 – Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =Rp. 60.000.000
- 25% x Rp 2.520.000.000 =Rp. 630.000.000(+)
Jumlah pajak penghasilan yang terutang =Rp. 690.000.000

Anda mungkin juga menyukai