Anda di halaman 1dari 5

Penyaluran Subsidi BBM

BBM bersubsidi adalah jenis BBM tertentu dengan jenis, standar dan mutu, harga,
volume, dan konsumen tertentu serta diberikan subsidi. Adapun yang termasuk jenis BBM
tertentu adalah minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil). Selain jenis BBM
tertentu, terdapat jenis BBM khusus penugasan. Jenis BBM khusus penugasan adalah jenis
BBM yang didistribusikan di wilayah penugasan yaitu di seluruh wilayah Indonesia dan tidak
diberikan subsidi. Yang termasuk dalam jenis BBM khusus penugasan adalah
bensin/gasoline RON 90 atau lebih dikenal dengan pertalite. Meskipun bukan jenis BBM
yang disubsidi, pertalite atau bensin RON 90 diberikan kompensasi oleh pemerintah.
Setelah dilakukan audit atas perhitungan verifikasi volume untuk didistribusikan ke seluruh
Indonesia, Menteri Keuangan akan menetapkan kebijakan pembayaran kompensasi atas
jenis BBM khusus penugasan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Penentuan harga jenis BBM tertentu, untuk minyak tanah di setiap liter
diberikan subsidi dan harga jualnya sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”).Untuk
solar, penentuan harga jual eceran untuk setiap liter terdiri atas harga dasar dikurangi
dengan subsidi dan ditambah dengan PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(“PBBKB”). Sedangkan penentuan harga jual eceran jenis BBM khusus penugasan dihitung
dari harga dasar ditambah biaya pendistribusian, PPN dan PBBKB tanpa dikurangi dengan
subsidi. Dengan demikian, dapat kami sampaikan bahwa untuk jenis BBM bersubsidi adalah
minyak tanah dan solar. Adapun pertalite atau bensin RON 90 bukan termasuk BBM
bersubsidi melainkan jenis BBM khusus penugasan yang diberikan kebijakan kompensasi.

A. Penggunaan BBM Bersubsidi Bagi Industri

Bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi memiliki berbagai kegunaan bagi bidang
industri, termasuk:

a. *Proses Produksi:** BBM dapat digunakan sebagai sumber energi untuk


menjalankan mesin dan peralatan produksi dalam berbagai sektor industri,
termasuk manufaktur dan pengolahan.
b. **Transportasi Barang:** Industri sering mengandalkan kendaraan bermotor
untuk distribusi barang. BBM subsidi membantu mengurangi biaya
operasional transportasi, sehingga meningkatkan ketersediaan dan
aksesibilitas produk.
c. **Generator Listrik Darurat:** Beberapa industri menggunakan generator
listrik berbasis BBM sebagai sumber daya cadangan atau darurat. Subsidi
dapat membantu mengurangi biaya operasional perangkat ini.
d. **Pertanian:** Sektor pertanian menggunakan BBM untuk menggerakkan
mesin pertanian seperti traktor dan alat pengolahan tanah. Subsidi BBM
dapat mendukung keberlanjutan dan efisiensi pertanian.
e. **Industri Konstruksi:** Bahan bakar subsidi digunakan dalam mesin
konstruksi seperti alat berat, truk, dan generator listrik selama proyek
konstruksi.
f. **Proses Pemanasan:** Beberapa industri memanfaatkan BBM sebagai
sumber energi untuk proses pemanasan dalam produksi atau pengolahan.
g. **Sektor Maritim:** Industri perkapalan dan maritim menggunakan BBM
subsidi untuk menggerakkan kapal dan alat-alat berat di pelabuhan.
B. Dasar Hukum:

1. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian


dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebagaimana diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan
Bakar Minyak yang diubah kedua kalinya dengan Peraturan Presiden Nomor 69
Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun
2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar
Minyak dan diubah ketiga kalinya dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun
2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014
tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak;
2. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
37.K/HK.02/MEM.M/2022 Tahun 2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus
Penugasan.

C. KETENTUAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK MELALUI PENYALUR


Kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum (BU-PIUNU) wajib melakukan
pengawasan atas Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak yang dilakukan oleh
Penyalur (Retail (SPBU /SPBN), Industri (Agen), maupun bentuk Penyalur lain)
kepada Pengguna Akhir pada wilayah penyaluran sesuai harga jual eceran yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan atau BUPIUNU.Pengguna Akhir adalah konsumen
yang menggunakan Bahan Bakar Minyak dan tidak untuk diperjualbelikan kembali.
2. Penyalur Retail (SPBU/SPBN/SPBB (Bunker) dan bentuk lainnya) hanya dapat
menyalurkan Bahan Bakar Minyak kepada pengguna akhir dan dilarang menyalurkan
Bahan Bakar Minyak kepada Pengecer (yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan).
3. Penyalur dilarang menyalurkan Bahan Bakar Minyak atau menjual Bahan Bakar
Minyak kepada BU-PIUNU.
4. Penyalur dalam melakukan Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak berhak
mendapatkan margin, fee, insentif atau pengurangan harga dari BUPIUNU.
5. BU-PIUNU bertanggungjawab atas Kegiatan Penyaluran yang dilakukan oleh
Penyalur termasuk apabila terjadi pelanggaran dalam Kegiatan Penyaluran Bahan
Bakar Minyak yang dilakukan oleh Penyalur.
Sesuai ketentuan dalam:
1. Pasal 1 angka 16 dan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi;
2. Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan
Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum
Gas; dan
3. Lampiran I Bab VII Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Kegiatan
Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral, dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (7)
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko (PP 25/2021).
Pasal 6 PP 25/2021 mengatur bahwa:
a) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko.
b) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko meliputi sektor: (a) kelautan
dan perikanan; (b) pertanian; (c) lingkungan hidup dan kehutanan; (d) energi dan
sumber daya mineral; (e) ketenaganukliran; (f) perindustrian; (g) perdagangan; (h)
pekerjaan umum dan perumahan rakyat; (i) transportasi; (j) kesehatan, obat, dan
makanan; (k) pendidikan dan kebudayaan; (l) pariwisata; (m) keagamaan; (n) pos,
telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan transaksi elektronik; (o) pertahanan dan
keamanan; dan (p) ketenagakerjaan.
c) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada masing-masing sektor meliputi
pengaturan: (a) kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan,
parameter Risiko, tingkat Risiko, Perizinan Berusaha, jangka waktu, masa berlaku,
dan kewenangan Perizinan Berusaha; (b) persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko; (c) pedoman Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan (d)
standar kegiatan usaha dan/atau standar produk.
d) Kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan, parameter Risiko, tingkat
Risiko, Perizinan Berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan kewenangan Perizinan
Berusaha.
e) Persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada masing-
masing sektor.
f) Standar kegiatan usaha dan/atau standar produk pada masing-masing sektor diatur
dengan peraturan menteri/ kepala lembaga.
g) Penyusunan standar kegiatan usaha dan/atau standar produk dilakukan secara
transparan, memperhatikan kesederhanaan persyaratan, dan kemudahan proses
bisnis dengan melibatkan Pelaku Usaha.
h) Peraturan menteri/kepala lembaga ditetapkan setelah mendapat persetujuan
Presiden dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam
penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
i) Kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
Administrator KEK dan Badan Pengusahaan KPBPB dilarang menerbitkan Perizinan
Berusaha di luar Perizinan Berusaha yang diatur dalam PP 5/2021.
j) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada masing-masing sektor dilakukan
pembinaan dan Pengawasan oleh menteri/kepala lembaga, gubernur,
bupati/walikota, Administrator KEK, atau kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai
kewenangan masing-masing.

D. SYARAT-SYARAT MENDAFATAR PENERIMA BBM

sejak akhir 2022 kemarin pemerintah mulai memperketat pendistribusian pertalite dan solar.

Caranya dengan membatasi konsumsi harian setiap kendaraan menjadi 60 liter per hari
untuk kendaraan bermotor roda 4 yang telah terdaftar di aplikasi MyPertamina dan 20 liter
per hari per kendaraan yang belum terdaftar.

Adapun syarat yang perlu kita lengkapi untuk mendaftar sebagai penerima BBM bersubsidi,
antara lain:

 Foto KTP
 Foto STNK depan dan belakang
 Foto kendaraan tampak depan dan samping
 Foto nomor polisi kendaraan
 Foto diri

E. SYARAT MENJADI SUB PENYALUR BBM

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menerbitkan Peraturan
Nomor 6 Tahun 2015 tentang penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Khusus
Penugasan pada daerah yang belum terdapat penyalur.

Peraturan ini dibuat dalam rangka untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran
pendistribusian BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Berikut adalah syarat untuk menjadi Sub Penyalur BBM:

 Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi Sub Penyalur memiliki
kegiatan usaha berupa usaha dagang dan/atau unit usaha yang dikelola oleh Badan
Usaha Milik Desa
 Lokasi pendirian Sub Penyalur memenuhi standar keselamatan kerja dan lindungan
lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
 Memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter dan
memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
 Memiliki atau menguasai alat angkut BBM yang memenuhi standar pengangkutan
BBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Memiliki peralatan penyaluran yang memenuhi persyaratan teknis dan keselamatan
kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah setempat untuk dibangun fasilitas Sub
Penyalur
 Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak minimal 5
km dari lokasi penyalur berupa APMS terdekat, atau 10 km dari penyalur berupa
SPBU terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan
 Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhanya telah diverifikasi oleh
Pemerintah Daerah setempat

Dalam peraturan tersebut, Jenis BBM Tertentu dan BBM Khusus Penugasan yang akan
disalurkan oleh Sub Penyalur diperoleh dari Penyalur yang ditetapkan oleh Badan Usaha.
Selain itu Sub Penyalur wajib menyalurkan sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah.

Anda mungkin juga menyukai