Anda di halaman 1dari 52

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

UUD 1945 dan memiliki segala sumber daya alam baik berupa sumber daya

alam yang dapat diperbahurui dan tidak dapat diperbahurui. Indonesia memiliki

banyak pertambangan salah satunya pertambangan minyak dan Gas Bumi.

Sebagaimana, dalam ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan

bahwa; Bumi , air , dan udara dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Undang –Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi untuk

mengawasi kegiatan Usaha hulu maupun niaga, yang dimakud dengan kegiatan

usaha hulu adalah serangkaian kegiatan eksploitasi dan penutupan

(decommissing), sedangkan kegiatan usaha hilir merupakan kegiatan usaha yang

berfokus pada aspek pendistribusian dan penjualan produksi Migas, seperti

aktivitas penyulingan, petrokimia dan pendistribusian (SPBU).1

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak danGas Bumi. Pasal

1 ayat (1) menjelaskan bahwa:

Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam
kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk
aspal, lilin mineral atau ozokeit, dan bitumen yang diperoleh dari proses
penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain
yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi.

1
Wahyudin Sunarya, Pengantar Hukum Minyak Dan Gas Indonesia, Kantor Hukum Wibowo &
Rekan, Jawa Barat, 2017, Hlm. 10-16.
2

Minyak bumi merupakan salah satu Bahan Bakar Minyak dalam bentuk energi

yang sangat penting. Karena, merupakan bentuk energi yang sangat berkaitan

dengan perkembangan politik diberbagai dunia. Bentuk energi seperti Gas bumi,

batubara dan nuklir sampai saat ini masih sulit disubsititusi. Dikarenakan, minyak

bumi sangat penting terhadap negara-negara maju. Tanpa minyak mereka tidak

akan mampu menjalankan kegiatan industri minyak.2

UU No. 20 tahun 2001 tentang Migas, pengertian minyak bumi merupakan

hidrokarbon berupa proses alami dan tekanan maupun temperatur atmosfir dalam

bentuk padat atau cair yakni, aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang

diperoleh dari proses penerbangan, tetapi tidak termasuk batubara dan/atau

endapan hidrokarbon yang berbentuk padat yang diperoleh dengan kegiatan usaha

Minyak dan Gas Bumi.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen bahwa:

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya


kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Mewujudkan perlidungan konsumen sebagai salah satu hubungan dimensi
satu ama lain yang mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan
antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah”.

Perlindungan hukum terhadap konsumen sangatlah penting bagi setiap

konsumen, akan tetapi masalah mengenai perlindungan konsumen saat ini masih

banyak bermunculan dan tidak terselesaikan dengan baik. Tindakan pelaku usaha

yang mengabaikan kepentingan konsumen yang menyebabkan kerugian bagi para

pihak konsumen, sementara Undang-undang dibuat untuk melindungi konsumen.

2
H. Syaiful Bakhri, Hukum Migas, Telaah Penggunaan Hukum Pidana Dalam Perundang-
Undangan, Total Media, Jakarta, 2012, Hlm. 84-85
3

Tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat harkat

kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa

akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari

aktivitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat

negatif pemakaian barang dan/jasa tersebut.

Kehidupan masyarakat BBM sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga pihak pemerintah harus menyediakan Bahan Bakar Minyak (BBM)

dengan harganya yang bisa didapat oleh masyarakat atau konsumen. Hal tersebut

sebagaimana sudah diatur dalam pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa;

“Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian


Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai
hajat hidup orang banyak terkait hal tersebut Izin usaha merupakan izin
yang diberikan kepada Badan Usaha oleh Pemerintahan sesuai dengan
kewenangannya masing-masing dalam melaksanakan kegiatan
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau perniagaan, yang telah
memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Pemerintah mengeluarkan izin usaha setelah badan usaha yang dimaksud

mendapat rekomendasi dari Pemerintah Daerah. Pendistribusian Bahan Bakar

Minyak yang selanjutnya disingkat BBM berawal dari fasilitas penimbunan yang

kemudian diangkut ke dalam instalasi penampungan dan disalurkan kedepot depot

lalu sebagian langsung ke industri dan sebagian dikirim ke Stasiun Pengisian

Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dengan menggunakan truk tanki.

Status penjual BBM Eceran yang dalam arti yaitu premium, pertalite dan solar

sangat banyak manfaatnya bagi masyarakat yang menjadi konsumen, dikarenakan

tempat pembelian BBM di SPBU jauh sehingga menjadi alternatif bagi


4

masyarakat. Penjual BBM eceran selain mendapatkan keuntungan yang sangat

menjanjikan juga mudah dalam menjualkan BBM ini. Dahulu penjual BBM

eceran banyak menggunakan botol untuk menaruh BBM yang siap untuk dijual.

Namun sekarang sejak berkembangnya pemikiran serta keterampilan maka

dibuatla di tempat atau alat yang meniru penjulan di SPBU yaitu dengan

menggunakan mesin atau pompa, kini banyak diminati oleh para penjual BBM

eceran.

Perkembangan zaman era globalisasi semakin modern saat ini melahirkan

produk barang dan atau jasa yang semakin variatif yang membuat daya saiang

tinggi pertamini sebagai sebuah invosi dari masyarakat ssebagai pilihan

masyarakat untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak ( BBM ) keberadaan

Pertamini dipersoalkan secara hukum karena apabila belum memenuhi syarat

dan ketentuan peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( Peraturan

BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang penyalur jenis BBM tertentu dan jenis

BBM khusus penugasan pada daerah yang belum terdapat penyalura akan menjadi

permasalahan tersendiri.

UU Nomor 22 tahun 2001 keberadaan dapat disamakan dengan penjual BBM

pada umumnya yang dianggap illegal karena melanggar pasal 53 dan pasal 55 UU

Migas.Kondisi tersebut BPHM minyak dan gas bumi mencari jalan keluar

gterhadap permasalahan. maka dikeluarkan aturan UU Nomor 6 tahun 2015

tentang penyalur jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan pada

daerah yang belum terdapat penyalur. Aturan ini memungkinkan terbentuknya

pertamini sesungguhnya pengertiannya penjual BBM tapi skala kecil, modal kecil
5

tapi peralatan dan keberadaannya aman, takaran dan kualitas terjamin, sebagaisub

penyalur sendiri adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis

BBM tertentu dan atau jenis BBM khusus penugasan daerah yang tidak terdapat

penyalur dan menyalurkan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria

yang ditetapkan dalam peraturan ini yang dimana wiilayah operasi berada.

Kondisi jumlah penduduk di Kota Ternate mengalami peningkatan dengan

padatnya penduduk dan hanya ketersediaan 4 SPBU di Kota Ternate maka

kehadiran pertamini digitaluntuk memenuhi kebutuhan masyarakat pertimbangan

Jarak dari SPBU yangsatu ke SPBU sehingga banyak penjual BBM dalam bentuk

pertamini digital. Di Kota Ternate terdapat Pertamini digitalyang mesin atau

pompa dilengkapidengan takaran BBM yaitu menggunakan mesin digital yang

dimana BBMtersebut disimpan di dalam drum atau di bawah tanah yang

dilengkapi denganpompa kemudian tinggal menekan angka nominal sesuai

permintaan konsumen yang ingin mengisi BBM dengan otomatis.

Berkaitan peningkatan pemakai Bahan Bakar Minyak (BBM) mengakibatkan

peluang usaha bagi masyarakat yang harus mencukupi kebutuhannya sehari-hari

dengan menjual BBM secara eceran pada pertamini di Kota Ternate menggunakan

mesin menyerupai mesin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau

biasa disebut dikalangan masyarakat dengan sebutan Pertamini. BBM yang dijual

oleh masyarakat secara eceran ini sangat merugikan para konsumen.kerugianyang

diderita konsumen adalah pelaku usaha Pertamini menjual BBM dengan harga

yang lebih mahal dari harga BBM yang dijual di SPBU Pertamini di Kota Tenate

menggunakan takaran yang sangat tidak akurat. Hal tersebut sangat merugikan
6

masyarakat selaku konsumen.maka dari itu pelaku usaha Pertamini harus

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen.

Tekait dengan adanya kebutuhan Bahan Bakar Minyak yang semakin hari

dibutuhkan khususnya di kota Ternate, hal ini menjadikan peluang besar bagi

setiap orang atau pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha BBM secara

eceran dikarenakan area tempat penjualan BBM jauh dari keberadaan masyarakat.

Kota Ternate keberadaan dari pelaku usaha Bensi eceran yakni Pertamini sangat

dekat dengan area tempat penjualan Bahan Bakar Minyak yakni SPBU sekalipun

kehadiran dari pelaku usaha pertamini tentu sangat membantu dan mempermudah

masyarakat sebagai konsumen namun kehadiran dari pertamini belum mendapat

izin usaha dari pemerintah secara sah yang sebagai mana kegiatan usaha yang

didirikan bersifat legal pada umumnya.3

Pertamini masih diterima dimasyarakat khusus di Kota Ternate, akan tetapi

kedudukan dan pengawasan pertamin dapat dikatakan masih illegal secara hukum

dan tidak mendapat pengawasan dari pihak Pertamina maupun Dinas

Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), karena pertamina bukan bagian

dari pertamini maka potensi melakukan kecurangan sangat tinggi akibat

pengawasan pertamini sangat kurang, kenyatannya bahwa terjadi kecurangan

pengoplosan sebagai upaya peningkatan keuntungan bagi pelaku usahan

pertamini, baik percampuran produk BBM dan Pertramax dengan premium yang

dilakukan sendiri oleh pertamini di Kota Ternate.

3
Lihat Pasal 1 Ayat 20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
7

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pertamini

Sebagai Penjual Bensin Eceran Di Kota Ternate”.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha pertamini sebagai penjual Bensin

Eceran di Kota Ternate?

2) Bagaimanakah kedudukan dan pengawasan Pelaku Usaha pertamini berkaitan

dengan undang-undang yang berlaku?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha pertamini sebagai penjual

Bahan Bensin Eceran di Kota Ternate?

2) Untuk mengetahui kedudukan dan pengawasan Pelaku Usaha pertamini

berkaitan dengan undang-undang yang berlaku?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1) Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat penelitian ini di harapkan dapat menambah khasanah

pengetahuan bagi penulis dan di harapkan dapat menjadi acuan atau referensi

bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan judul terkait di atas.
8

2) Manfaat Praktis

Secara praktis, Penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi

Konsumen, Pelaku Usaha, Pemerintah, dan Masyarakat untuk mengawasi dan

mengetahui informasi pelaku usaha yang melakukan usaha tidak sesuai dengan

peraturan hukum yang mengaturnya.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Konsumen berasal dari bahasa asing yaitu consumer (Inggris/Amerika) atau

consument/konsument (Belanda). Pengertian konsumen dalam perundang

undangan Belanda menegaskan sebagai “een natuurlijk person die niet handelt in

de uitofening van zijn beroep of bedriif” yang berarti orang alami yang bertindak

tidak dalam profesi atau usahanya”.4

Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan

yang membeli barang tertentu atau menggunakan suatu persediaan atau sejumlah

barang”. Amerika Serikat mengemukakan pengertian konsumen yang berasal dari

consumer berarti “pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai

“korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan

pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai, karena perlindungan

hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai.5

Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata “Konsumen” yang

berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika Serikat

kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang

cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga

4
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta:
Grafindo Persada, 2011), hal 67.
5
AuliaMuthia, Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi
Syariah, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 2018, Hlm. 49-55
10

korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula

bahkan oleh korban yang bukan pemakai.6

Konsumen menurut Inosentius Samsul7 adalah pengguna atau pemakai terakhir

suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh melalui cara lain, seperti

pemberian, hadiah dan undangan. Sedangkan Mariam Darus Badul

Zamanberpendapat bahwa yang dimaksud dengan konsumen adalah semua

individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan rill. Para ahli

hukum pada umumnya sepakat memaknai konsumen sebagai seorang pemakai

terakhir dari benda dan/atau jasa (uiteindelijke gebruiker ven geode ren en

diensten) yang serahkan kepada mereka oleh pelaku usaha (ondernemer).

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ini, yang dimaksud dengan hokum

konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur

hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang dan/ataujasa,

antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Philip Kotler dalam bukunya Prinsip les Of Marketing adalah semua

individu dan rumah tangga yang membeli ataumemperoleh barang atau jasa untuk

dikonsumsi pribadi.8 Az Nasution menyebutkan pengertian umum dari konsumen

adalah setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang/jasa

untuk suatu kegiatan tertentu.9

6
Agus Brotosusilo, 1998, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam
Sistem Hukum di Indonesia”, Jakarta, YLKI-USAID, hal. 46.
7
Aulia Muthia, Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah,
dikutip dari; Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinanan Tanggung Jawab
Mutlak, Hlm. 55
8
Philip Kotler, 2000,Prinsiples Of Marketing, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 12
9
Az.Nasution, Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindunagn
Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Hal 69
11

Secara normatif, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yangmenyatakan bahwa: Konsumen

adalah setiap orang pemakai barangdan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam pengertian kosumen diatas terdapat

syarat tidak untuk diperdagangkan yang menunjukan sebagai konsumen akhir

dansekaligus membedakan dengan konsumen antara. Konsumen akhir adalah

pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara

adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses

produksi suatu produk lainnya.

Secara yuridis menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen( UUPK)

pada pasal 1 ayat 2 yang di maksud dengan kosumen adalah “konsumen adalah

setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan”.

Pengertian konsumen di dalam UUPK ini mempunyai makna dan cakupan

yang luas, karena di dalam pengertian itu pemakai yang dimaksud tidak hanya

untuk kepentingan manusia tetapi juga menyebutkan makhluk lain seperti hewan

atau tumbuh-tumbuhan.

Pengertian ini sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-

luasnya kepada konsumen. Meskipun demikian UUPK ini masih perlu

disempurnakan sehubungan dengan istilah pemakai, karena badan hukum tidak

tercantum di dalam pengertian konsumen. Konsumen adalah pihak yang dapat


12

melakukan gugatan terhadap pelaku usaha jika konsumen merasa dirugikan.

Apabila rumusan konsumen ini tidak mencantumkan badan hukum maka badan

hukum ini tidak dapat dikategorikan sebagai konsumen, akan lebih baik jika

rumusan tentang pengertian konsumen adalah setiap orang/badang hukum, karena

dalam kajian hukum yang menjadi subjek hukum adalah orang dan badan hukum.

Amerika Serikat memberikan pengertian terhadap konsumen sebagai korban

produk yang cacat, sebagaimana pada penjelasan di atas. Hal ini menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan konsumen tidak berhenti pada pembeli saja, tetapi

korban yang bukan pembeli yaitu pemakai, jadi meskipun pembeli tidak dirugikan

tetapi yang dirugikan adalah pemakai maka korban (pemakai) harus memperoleh

perlindungan yang sama dengan pembeli produk tersebut. Perkembangannya

istilah-istilah konsumen secara umum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Pemakai, yaitu setiap konsumen yang memakai barang yang tidak mengandung

listrik atau elektronika, seperti pemakaian sandang, pangan, papan, obat, dsb.

b. Pengguna, yaitu setiap konsumen yang menggunakan barang yang

mengandung listrik atau elektronika, sperti lampu, listrik, radio, televisi, dsb.

c. Pemanfaat, yaitu setiap konsumen yang memanfaatkan jasa-jasa pelaku usaha,

seperti jasa dokter, jasa asuransi, jasa advokat,dsb.

Perlindungan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil

makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunnya ilmu pengetahuan dan

teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas.

2. Perlindungan Konsumen Asas – asas dan Tujuan Konsumen.


13

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hokum” Dari bunyi diatas

dapat di tarik kesimpulan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk melindungi

masyarakat indonesia untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan, serta

manfaat.

Az.Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari

hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan

juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum

Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum

yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang

berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup.10

A. Zen Umar Purba mengemukakan kerangka umum tentang sendi-sendi

pokok pengaturan perlindungan konsumen yaitu sebagai berikut :11

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha ;

b. Konsumen mempunyai hak ;

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi padapembangunan

nasional;

e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat ;

f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa ;

g. Pemerintah perlu berperan aktif;

h. Masyarakat juga perlu berperan serta;


10
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, PT. Raja GravindoPersada,
Jakarta,2003 hal. 55
11
Happy Susanto, 2008,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, hal. 4.
14

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang;

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

Asas-Asas Konsumen

Undang-Undang yang dibuat pembentuk Undang- Undang biasanya dikenal

sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang-undang itu.

Asas-asas hukum merupakan pondasi suatu Undang-Undang dan peraturan

pelaksananya.Bila asas-asas dikesampingkan, maka runtuhlah bangunan Undang-

Undang itu dan segenap perturan pelaksananya.

Mertokusumo memberikan ulasan sebagai berikut :“bahwa asas hukum bukan

merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan piiran dasar yang umum dan

abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan

dibelakang setiap sisitem hukumyang terjelma dalam perturan perundang-

undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan

dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yangumum dalam peraturan konkrit

tersebut.12

Penjelasan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumendijelaskan bahwa

perlindunagn konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5

(lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :

a. Asas Manfaat, Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya dalam penyelenggaran perlindungan konsumen harusmemberikan

manfaat sebesar-besarnya demi kepentingan konsumendan pelaku usaha secara

keseluruhan.

12
Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Cet 1,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Hal. 25
15

b. Asas keadilan, Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepadakonsumen

dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya

secara adil.

c. Asas keseimbangan, Asas ini dimaksudkan untuk membrikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen pelaku usaha, dan pemerintah dalam artimateril

maupun spiritual. Maksudnya ialah dalam undang-undangperlindunagn

konsumen diatur agar kedudukan pelaku usaha dankonsumen dalam kedudukan

yang seimbang dan saling mempengaruhi, tidak ada pihak yang lebih kuat

dibanding yang satunya.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Asas ini dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum, Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalampenyelenggaraan

perlindungan konsumen serta menjamin kepastian hukum. Bila ada pelaku

usaha yang melakukan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, dipastikan

ada sanksi hukum bagi pelaku usaha tersebut karena adanya kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan di atas bila diperhatikan substansinya,dapat

dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan

kosumen,
16

b. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan,

c. Asas kepastian hukum.

Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai tiga

ide dasar hukum atau tiga nilai dasar hukum”,13 yang berarti dapat dipersamakan

dengan asas hukum. Di antara ketiga asas tersebut yang sering menjadi sorotan

utama adalah masalah keadilan, sebagai asas hukum, dengan sendirinya

menempatkan asas ini menjadi rujukan pertama baik dalam perundang-undangan

maupun dalam berbagai aktivitas yang berhubungan dengan gerakan perlindungan

konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum juga oleh banyak jurist menyebut

sebagai tujuan hukum. Persoalannya, sebagai tujuan hukum, baik Radbruch

maupun Achmad ali mengatakan adanya kesulitan dalam mewujudkan secara

bersamaan.

Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga)

kelompok di atas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam

hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan

disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum yang disejajarkan

dengan asas efisiensi

Tujuan Perlindungan Konsumen

Tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang
13
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, dikutip dari; Gustav
Radbruch, Legal Philosophy, in The Legal Philosophies of Lask, Harvard University Press, Hlm
26
17

dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan

konsumen.Pada umumnya, tujuan perlindungan konsumen adalah untuk

memberikan kepastian dan keseimbangan hukum antara produsen dan konsumen

menjadikan terwujud suatu perekonomian yang sehat dan dinamis sehingga

tercipta kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 3 UUPK , antara lain yaitu:

a. Melakukan peningkatan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindari dari efek

negatif penggunaan barang dan atau jasa.

c. Melakukan peningkatan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut haknya sebagai konsumen.

d. Membuat sistem perlindungan konsumen yang berisi unsur kepastian hukum

dan keterbukaan informasi dan juga akses untuk memperoleh informasi.

Tujuan perlindungan konsumen yang disebutkan diatas bila dikelompokkan ke

dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan

keadilan , memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus sebagaimana

dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a

sampai dengan huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal,

apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam

undang-undang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi

masyarakat. Termasuk dalam hal ini substansi ketentuan pasal demi pasal yang

akan diuraikan dalam bab selanjutnya.14


14
Ibid, Hlm 35.
18

3. Pengertian Pelaku Usaha dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pengertian

Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha antara lain dapat ditemukan dalamConsumer

Protection Act 1987 di Inggris yaitu:“Produser” dalam kaitannya dengan produk,

berarti :

a. Orang yang memproduksi,

b. Dalam hal suatu dimana zat yang belum diproduksi teatpi telahdimenangkan

atau disarikan, orang yeng memenangkan ataumenyarikan itu.

c. Dalam suatu zat yang belum diproduksi tetapi telah dimernangkanatau

disarikan tetapi karakteristik penting dari yang timbul prosesindustri atau

lainnya yang telah dilakukan (misalnya, dalamkaitannya dengan hasil

pertanian), adalah orang yang melakukan proses itu.

Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

memberikan konsep Pelaku Usaha, sebagai berikut:15

Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku Usaha yang termasuk dalam pengertian di atas adalah perusahaan,

korporasi, BUMN, Koperasi, Importir, Pedagang, distributor, dan lain-lain.dan

lain-lain. Pengertian tersebut mempunyai cakupan yang cukup luas sehingga

15
Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di
Indonesia, Nusa Media, Bandung, 2018, Hlm55
19

memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian karena banyak pihak yang dapat

digugat., oleh karena pelaku usaha karena memenuhi unsur-unsur Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menjelaskan bahwa pelaku usaha

dapat berupa perserongan mauapun badan hukum, berada dalam wilayah yuridiksi

Indonesia dan melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK sama dengan cakupan produsen

yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan

hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau

pelaku usaha diluar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau

badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

negara Republik Indonesia.

Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak untuk mengatur dari pelaku usaha

tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa:

Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;
20

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

B. Tinjauan Umum Pertamini

1. Pengertian Pertamini

Pertamini adalah Bahan Bakar Minyak yang dikelola secara individual atau

beperorangan dan dijualbelikan kepada masyarakat, tanpa berbadan hukum.

Sejatinya, pertamini ini merupakan pedagang eceran biasa. Namun jika biasanya

pedangan eceran ini menggunakan botol, tetapi di pertamini menggunakan literan

yang lebih moderen.16

Pertamini merupakan merk dari para penjaja bensin eceran atau BBM (Bahan

Bakar Minyak) yang memanfaatkan alat pompa manual (Pertamini Digital

Elektrik) dengan gelas takaran.Pertamini bukanlah para penjaja bensin yang

berada di pinggir – pinggir jalan dengan memanfaatkan jirigen atau botol.jual pom

bensin mini mulai ada kira-kira th. 2012 dan jadi dikenal hingga tenar di tahun

2014 sampe sekarang.

Pertamini adalah sebuah label yang digunakan oleh penjual Bahan Bakar

Minyak ( BBM ) eceran menggunakan alat pompa manual dengan gelas takaran.

Meskipun mempunyai nama yang mirip dengan PT. Pertamina, namun pertamini

bukan bagian dari PT.Pertamina dan dimasukan kedalam kelompok bisnis yang

illegal. Sales Executive BBM Retail VI, menyebutkan bahwa yang termasuk

16
https://Indonesiaindonesia.com/f/125284-pertamini/, Diakses pada tanggal 3 April 2021
21

dalam bagian resmi Pertamina adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) dan Agen Premium

Minyak Solar (APMS).17

Pertamini Selain memakai pompa maupun literan manual dengan gelas takaran

berkapasitas lima liter, dipertamini sendiri juga memiliki mesin pompa yang sama

persis dengan Pertamina. Pertamini juga dilengkapi dengan batas tera pada setiap

1 (satu) liternya. Tangki cadangan mereka-pun memakai drum berkapasitas 200

liter yang ditanam dan dimasukkan ke dalam beton. Bensin yang dibeli dari SPBU

kemudian dimasukkan ke dalam drum sebelum dijual kepada konsumen.

Keberadaan usaha ini memiliki dua dampak, negatif maupum positif.

Positifnya, warga sangat terbantu mendapat BBM tanpa harus mengantri.

Negatifnya, keberadaan Pertamini jelas merusak distribusi dan pemasaran BBM,

karena pasokan BBM yang diperoleh Pertamini berasal dari SPBU resmi

Pertamina. Tak jarang, pengelola SPBU ini membeli BBM dengan Jerigen dalam

jumlah yang banyak tanpa harus mengantri, sehingga menyedot stok di SPBU

resmi.

2. Ruang Lingkup Pedagang Bensin Eceran

Ruang lingkup usaha Pertamina terdiri dari usaha hulu dan hilir, bisnis sektor

17
Arifin wijaya, diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/pertamini., pada tanggal 25 Maret
2021 pukul 10.26.
22

hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi yang

dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh karena itu ruang

lingkup pengisian bahan pertamini adalah salah satu bisnis penjualan bahan bakar

minyak (BBM) eceran yang tidak lagi menggunakan jerigen atau botol, melainkan

menggunakan suatu alat pompa manual dengan gelas takaran atau bahkan

dispenser seperti halnya SPBU.kios ini menjadi alternatif tempat pengisian BBM

khususnya bagi kendaraan roda dua yang kehabisan bahan bakar sementara lokasi

SPBU masih jauh.[6] Selain menjual bensin jenis Premium, sebagian kios pom

mini juga mulai menjual jenis Pertamax.

Bisnis eceran merupakan bagian yang terpenting dalam kegiatan ekonomi

karena merupakan bisnis yang secara tidak langsung memenuhi kebutuhan

konsumen akhir. Semakin berkembangnya bisnis eceran berarti semakin pula

sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia, sehingga jenis dan luas

bisnis tumbuh sesuai dengan perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya,

sebagaimana menunjukkan adanya teori roda dua eceran yang diungkapkan dalam

teori roda eceran yang menunjukkan adanya suatu proses evolusi tempat

pembelanjaan.18

Demikian, bisnis eceran dapat dikategorikan sebagai strategi campuran,

perusahaan secara tertentu mengkonbinasikan lokasi toko, prosedur overasi,

produk atau jasa yang ditawarkan, taktik harga, suasana toko, pelayanan

konsumen, dan metode promosi. Lokasi tokoh sangatlah signifikan dikarenakan

dapat menunjukkan penggunaan tokoh maupun format non tokoh, penempatan


18
Https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2640/Bab%202.pdf?
sequence=7.,Diakses pada tanggal 06 april 2021
23

pada geografi dan macam-macam tempat (seperti pusat pembelanjaan). Penjualan

eceran harga memiliki peran penting dalam menunjukkan penetapatan harga

eceran yang memberikan prestise (menciptakan citra kualitas), persaingan harga

(menetapkan harga pada tingkat persaingan), atau penetrasi harga (harga dibawah

dari penjualan eceran lainnya).

Di era sekarang ini penjualan eceran yang tumbuh sekarang harus berusaha

mendominasi atau memposisikan dalam berbagai cara untuk mencapai tujuan

perusahaan. Dengan demikian, dalam penjualan eceran ini promosi merupakan hal

yang sangat signifikan karena promosi ini meliputi kegiatan periklanan, display,

penjualan personal, dan promosi penjualan.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam penjualan eceran untuk

mencapai tujuan dengan menggunakan kombinasi pendekatan dua atau lebih yang

menarik untuk penjualan eceran tertentu, yaitu:19

a. Beorientasi pada harga dan/atau efisien biaya untuk menarik sensitifitas harga

pada pembeli.

b. Dapat meningkatkan skala untuk meningkatkan pelayanan jasa, status dan

kesadaran konsumen

c. Kenyamanan untuk menarik keinginan berbelanja lebih muda, lokasi yang

dekat atau lamanya berbelanja.

d. Menawarkan sebagian lebih besar gabungan line produk untuk menarik minat

konsumen yang bervariasi.

e. Memberikan pelayanan jasa yang lebih baik kepada pelayanan.

19
Ibid
24

f. Inovatif atau ekslusif dalam hal membuat keunikan dalam tempat penjualan

agar menarik perhatian pembeli (konsumen), agar tidak mengalami kejunuhan.

3. Pengertian Distribusi Bensin.

Pengertian distribusi Bensin biasanya dilakukan dengan menggunakan jalur

darat, udara, laut. Khususnya di Indonesia distribusi BBM yakni paling rumit.

Karena untuk mendistribusikan BBM perlu menggunakan upaya yang sangat

besar, mulai dari kilang minyak atau kapal tanker. Ada pula pendistribusian BBM

harus dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang, kereta api ataupun truk

tangki.20

SPBU merupakan prasarana yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk

memenuhi kebutuhan BBM di masyarakat, dimana kendaraan bermotor dapat

memperoleh bahan bakar Minyak. Pada umumnya SPBU menyediakan beberapa

jenis bahan bakar, yakni premium, pertalite, pertamax maupun solar.

Pendistribusian BBM ke SPBU, diperlukan estimasi volume bahan bakar,

khususnya untuk truk tangki yang akan mengirimkan bahan bakar ke setiap

masing-masing SPBU. Dimana setiap tangki harus mengukur volume Bahan

Bakar Minyak (BBM) sebelum di distribusikan ke tiap-tiap SPBU, untuk

mengurangi tingkat keraguan di setiap SPBU atas pendsitribusian BBM.21

C. Tinjauan Umum Mengenai Penyalur Bensin

1. Pengertian Penyalur Bensin

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( BPH Migas) menerbitkan

20
Https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/378/7/6.%201.pdf.,Diakses pada tanggal 3 April 2021
21
Ibid.
25

peraturan Nomor 6 Tahun 2015 tentang penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak

tertentu dan khusus penugasan pada daerah yang belum terdapat penyalur.22

Peraturan ini dibuat dalam rangka untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran

pendistribusian BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan di seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Syarat untuk menjadi sub-penyalur:

a. Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi sub penyalur

memiliki kegiatan usaha berupa usaha dagang dan/atau unit usaha yang

dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa.

b. Lokasi pendirian Sub Penyalur memenuhi standar keselamatan kerja dan

perlindungan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

c. Memiliki sarana penyimpangan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter dan

memenuhi syarat teknis keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-

perundang-undangan yang berlaku.

d. Memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah setempat untukdibangun fasilitas

Sub Penyalur.

e. Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak

minimal 5 km dari lokasi penyalur APMS terdekat, atau 10 km dari penyalur

berupa SPBU terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat

dipertanggungjawabkan.

f. Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi oleh

22
Https://www.bphmigas.go.id/berita/syarat-menjadi-sub-penyalur-jenis-bbm-tertentu-dan-khusu-
penugasan. Di akses pada tanggal 3 April 2021
26

Pemerintah Daerah setempat.

Peraturan di atas, maka jenis BBM tertentu dan BBM khusus Penugasan yang

akan disalurkan oleh Sub-Penyalur harus diperoleh dari penyalur yang sudah

ditetapkan oleh Badan Usaha. Selain itu, Sub-Penyalur harus wajib menyalurkan

harga sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.23

2. Kegiatan Penyalur Bensin di Pertamini

Berdasarkan pasal 1 angka 6 peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan

Mineral Nomor 16 Tahun 2011 tentang kegiatan Penyaluran BBM, yakni

penyalur yaitu koperasi, usaha kecil, dan/atau swasta umum yang ditunjuk oleh

Badan Usaha Milik Negara. Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Umum untuk

beroperasi selanjutnya di sebut (BU-PIUNU) untuk menyelesaikan kegiatan

peredaran/atau penyaluran. Selain itu, pengertian penyalur juga diperjelas dalam

pasal 1 angka 5 peraturan BPH Migas No. 6 Tahun 2015, yaitu penyalur adalah

koperasi, perusahaan, usaha kecil, Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya di

sebut BUMD) atau Badan Usaha Swasta Nasional yang ditunjuk oleh badan usaha

untuk melakukan sirkulasi jenis bahan bakar tertentu dan/atau jenis bahan bakar

khusus untuk melakukan penugasan.24

Hal ini berarti, kegiatan penyalur Bensin terdapat dalam pasal 1 angka 5

peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral No. 16 Tahun 2011 tentang

kegiatan distribusi BBM, adalah kegiatan penyaluran BBM pada wilayah

penyaluran oleh penyalur berdasarkan perjanjian kerja sama dengan BU-PIUNU.

23
Ibid.
24
Dika Fahrizal Utomo, 2017, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pertamini Yang Tidak
Memiliki Peralatan Penyaluran Yang Memenuhi Persyaratan Teknis dan Keselamatan Kerja”,
Skripsi Online Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Jember, Hlm.28-29
27

3. Izin Usaha di Bidang Penyulasan Bensin di Pertamini

Industri Migas terbagi menjadi 2 kegiatan usaha, yakni kegiatan usaha hulu dan

kegiatan usaha hilir. Adapun kegiatan usaha tersebut sebagai berikut;

a. Kegiatan usaha hulu adalah aktitivitas yang ditujukan untuk menemukan dan

mengeksploitasi sumber-sumber Migas, melalui aktivitas survei (eksplorasi)

dan pengeboran (ekploitasi). Sedangkan,

b. Kegiatan usaha hilir merupakan aktivitas usaha yang di tujukan untuk

melakukan pengelolaan hydrocarbon yang dihasilkan melalui proses

penyulingan (refinari), distribusi (pembangunan pipa) dan penjualan kepada

konsumen (SPBU).25

Kegiatan Usaha Hulu terbagi masing-masing tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Eksplorasi,Tahap eksplorasi terbagi dari 3 kagiatan utama yaitu, survei,

eksplorasi, pengeboran, dan penilaian nilai keekonomian dari cadangan Migas

yang terkandung.

b. Eksploitasi Setelah berakhirnya tahapan eksplorasi dan keputusan-keputusan

pengembangan PoD dituangkan, selanjutnya dilanjutkan dengan tahap

pengembangan sumur dan produksi.

c. penutupan (decommissioning),setiap sumur mimiliki usia produksi, pada satu

titik tertentu produki sumur sering menurun, hingga tidak memiliki nilai

ekonomis lagi di dalam pengelolaannya.26

Sedangkan kegiatan usaha hilir meliputi 3 (tiga) aktivitas utama. Yakni,

penyulingan (refinery), transportasi dan penjualan akhir kepada konsumen.

25
Wahyudin Sunarya & Giri Ahmad Taufik, Log,Cit. Hlm 10-17
26
Ibid, Hlm 14
28

kegiatan usaha hilir pun meliputi usaha pengolahan , usaha pengankutan, usaha

penyimpanan dan usaha niaga. Adapun kegiatan usaha tersebut yakni;

a. usaha pengolahan meliputi usaha kilang (refinery)

b. usaha pengangkutan meliputi usaha pengapalan, transmisi dan distribusi,

angkutan laut dan darat, dan angkutan laut darat CNG;usaha penyimpanan,

antara lain, receiving terminal dan storage; dan

c. usaha niaga, trader (Tanpa aset), Niaga Umum (Usaha Penjualan), dan

pembotolan.27

Merujuk pada pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang

Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi 28, kegiatan usaha hilir dilaksanakan

oleh setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang berbadan hukum bukan

perorangan dan telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri dan

dimanfaatkan dengan mekanisme persaingan usaha yang sehat, wajar dan

transparan.

Kegiatan usaha Pertamini, Pertamini termasuk ke dalam kegiatan Usaha hilir

karena bertumpu pada pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan atau

niaga,29Usaha Pertamini jika tidak memiliki izin usaha bisa dikenakan Pasal 53

UU No 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) berupa:

a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha

Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling tinggi Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

27
Ibid, Hlm 17
28
Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak
dan Gas Bumi
29
Https://smartlegal.id/badan-usaha/2020/03/04/awas-bisnis-pertamini-bisa-kena-sanksi-
pidana/Diakses pada tanggal 3 April 2021
29

b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa Izin Usaha

Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (epat) tahun dan

denda paling tinggo Rp.40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);

c. Penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 Izin Usaha

Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan

denda paling tinggi Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi

Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
30

hukum empiris (sosiologis). Penelitian Hukum Empiris adalah sebuah metode

penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata

atau dapat dikatakan melihat,meneliti bagaimana bekerjanya hukum di

masyarakat.30Selain itu juga penelitian hukum empiris, dengan menggumpulkan

data dari lapangan, yang diperoleh langsung dari kehidupan masyarakat, dengan

melihat sesuatu kenyataan hukum didalam masyarakat, tentang permasalahan

hokum.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Kota Ternate karean Kota Ternate telah banyak pertamini

yang menyeebar di Kota Ternate Selatan Kota Ternate Utara dan Kota Ternate

Tengah sehingga lokasi ini akan permaslahan hukum bagi konsumen pemebli

BBM di Peramini dan bagaimana tanggungjawab pertamini apablla melanggar

hak-hak konsumn.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu, sumber data

primer dan sumber data sekunder sebagai berikut :31

a. Data Primer yaitu data asli yang diperoleh secara langsung dari sumbernya data

ini berupa informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi maupun

laporan dalam bentuk tidak resmi yang kemudian di olah peneliti.

b. Data Sekunder yaitu, Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam

30
Junaedi Efendi & Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Kencana,
Jakarta, 2020, Hlm 150.
31
Mukti Fajar & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hlm.157-159
31

bentuk laporan, skripsi, tesis, berita internet, brosur, surat kabar, jurnal maupun

peraturan perundang-undangan.32

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpula Data yaitu :

a. Studi Kepustakaan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah

dengan serangkaian kegitan studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan,

membaca, mempelajari memilih, mencatat, mengutip buku-buku referensi atau

literatur dan menelaah peraturan perundang-undangan, juga informasi lainnya

yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan, dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melalui

penelitian lapangan di Kota Ternate dengan Penjual Bahan Bakar Minyak

(BBM) Pertamini Digital serta konsumen pengguna Bahan Bakar Minyak

(BBM) dengan menggunakan teknik wawancara dilakukan oleh penulis

dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dirancang agar diperoleh

jawaban-jawaban dari responden yang relevan dengan permasalahan

penelitian.33

E. Teknik Analisis Data

Data yag diperoleh Penulis akan dituangkan dengan menggunakan metode

pendekatan Deskriptif Kualitatif yaitu data yang ditanyakan oleh responden secara

tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai

32
Ibid
33
Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo
Persada (Cetakan Ke-I, 2004), hlm.82.
32

sesuatu yang utuh.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tanggung jawab pelaku usaha pertamini sebagai penjual Bahan Bensin

Eceran di Kota Ternate


33

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

memberikan Tanggngjawan pelaku usaha pengusahaan pertamini yang

mengurangi jumlah takaran BBM haruslah bertanggung jawab kepada konsumen.

Prinsip-prinsip pertanggungjawaban pelaku usaha terdiri dari lima prinsip, akan

tetapi prinsip yang dipakai untuk menjerat pelaku usaha adalah prinsip tanggung

jawab berdasarkan kesalahan dan tanggung jawab mutlak. Bentuk

pertanggungjawabnnya tanggung jawab perdata atas pengurangan jumlah BBM

yang dibeli konsumen dapat berupa pemberian ganti rugi kepada konsumen.

Salah satu tanggungjawab pelaku usaha pertamini sebagai penjual bahan bakar

enceran memberikan perlindungan hukum adalah memberikan

pengayomanterhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapatmenikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum. Hukumdapat difungsikan untuk mewujudkan

perlindungan yangsifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga

prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk konsumen lemah dan belum

kuat secara sosial, ekonomi, dan politik untukmemperoleh keadilan sosial.

Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian iniadalahperusahaan, korporasi,

BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pengertian

tersebut memepunyai cakupan yangcukup luas sehingga memudahkan konsumen

menuntut ganti kerugiankarena banyak pihak yang dapat digugat.Undang-Undang

PerlindunganKonsumen, yang menjelaskan bahwa pelaku usaha dapat

berupaperserongan mauapun badan hukum, berada dalam wilayah


34

yuridiksiIndonesia dan melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

termasuk pelaku usaha pertimini.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pertamini memiliki Konsep distribusi adalah

suatu penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para

pemakai, sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses

distribusi tersebut paada dasarnya menciptakan faedah waktu, tempat, dan

pengalihan hak milik. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.15 Tahun 2012

pada ketentuan umum pasal 1 yang dimaksud dengan BBM adalah bensin

premium atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang

telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain

dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume dan konsumen

tertentu

Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertamini yang ada di kota Ternate

terdapat bentuknya pertamini yang dikemas yakni:; pertamini digital, pertamini

manual, dan botol-botol. Adakalanya takaran yang di lakukan oleh pelaku usaha

pertamini ada yang lebih, kurang, maupun tidak sampai pada takaran 1 liternya.

Ini menandakan bahwa ada kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha

pertamini terkait dengan takaran yang tidak sesuai dengan takaran yang dilakukan

oleh SPBU.

Menurut Ibu Nuryadin kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan

menyatakan bahwa jumlah pengecer bensin di ternate sebanyak 600 pengecer.

Lebih lanjut, Nuryadin mengatakan, kehadiran pengecer juga berpengaruh pada


35

harga bensin sebab harga yang dipatok beragam dan dijual dengan harga

Rp.10.000. sementara di SPBU sendiri harganya 7.850 harga pertalite. Oleh

karena itu, Nuryadin menegaskan akan mengintervensi hingga pada penetapan

harga . sebab kata dia, hal ini berkaitan dengan perlindungan konsumen.34

Sementara itu Penulis melakukan observasi di lapangan ternyata hasil takaran

tersebut untuk menarik perhatian konsumen untuk selalu menggunakan produk

dari usaha bensin eceran tersebut. Selain itu dengan melakukan penjualan bensin

secara eceran penulis menemukan salah satu pelaku usaha pertamini melakukan

penjualan bensin eceran dengan menerapkan setiap pembelian bensin 1 liternya

masyarakat selaku konsumen berhak menerima 1 kuponnya kemudian kupon itu

dikumpulkan sampai 10 kupon lalu ditukarkan lagi dengan bensin 1 liternya . ini

menandakan bahwa selain melakukan penjualan bensin secara eceran ternyata ada

kegiatan monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha bensin eceran tersebut.

Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha pertamini di Kota Ternate sebagai

pelaku usaha harus dipertanggung jawabkan dengan menggunakan prinsip

praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability), dikarenakan produk

pertamini diragukan kualitasnya dan keamanannya. Hal ini berdasarkan fakta

yang dapat dilihat dalam pasal 6 KUHMIGAS, pelaku usaha tidak melaksanakan

kewajibannya untuk menjamin mutu dan kemanan produk yang akan digunakan

dapat dilihat dari takaran yang tersedia.

Pertamini manual di Kota Ternate hanya menggunakan kertas tempel buatan

sendiri dari pelaku usaha pertamini yang digunakan untuk mengukur bahan bakar
34
Https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/ceritamalukuutara/disperindag-ternate-

wacanakan-penyesuaian-harga-bensin-eceran-1sRaDDfLqqP. Diakses pada tanggal 5 Juni 2021.


36

dan hasil pengukurannya dikatakan kurang akurat. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, pertamini telah merugikan masyarakat dengan menjual harga BBM

yang lebih mahal dari harga BBM yang dijual di Pertamina yakni SPBU.

Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (5) Permen ESDM 4/2015 dan Pasal 14 ayat (1)

perpres 19/2014 tahun ini menetapkan harga 1 liter pertalite dijual menjadi Rp

7.850 (tujuhribu delapanratus limapuluh ribu rupiah). Sedangkan BBM yang

dijual oleh pelaku usaha pertamini dengan harga Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).

Menurut wawancara dengan salah seorang konsumen pertamini menjelaskan

dengan membeli Bahan Bakar Minyak di Pertamini biasanya pembeli ingin

mengisi full tengki pada motor berstandar motor mio di kenakan hingga

Rp.27.000 dan di pertamini sendiri sampai Rp.35.000 ini menandakan bahwa

konsumen selaku pembeli Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamini sangat

merugikan di karenakan harga di pertamini jauh lebih melangka dari harga di

SPBU tersebut.35

Menurut salah satu pelaku usaha pertamini di Kota Ternate menjelaskan bahwa

dengan marjian beli dan jual arti nilai beli dan nilai jual terdapat selisi harga yang

merupakan sisa keuntungan karena bagaimaanpun selak pelaku usaha harus

mendapat sedikit keuantang dari penjualan pertamini.36

35
Wawancara penulis tanggal 3 Pebruari 2021
36
Wawanara penulis tanggai 15 Mei 2021
37

Uraian di atas menunjukan bahwa tanggungjawab pelaku usaha pertamini

dalam penjualan enceran dapat di pertegaskan karena umumnya pelaku usaha

membeli bensin eceran kemudia dicampur ini akan merugikan komsumen sebagai

pembeli, Hal ini teruangkap dari seorang konsumen Pertamini di Kota Ternate

menjelaskan bahwa sebagai konsumen yang mebutuhan BBM dengan cepat tidak

berantri-antri lama dapat membeli tanpa memperhatikan atau BBM yang dijual

enceran masih murni atau sudah dicampur 37

Uraian di atas termasuk dalam perlindungan konsumen sebab Perlindungan

konsumen memiliki cakupan yang cukup luas, meliputi perlindungan konsumen

terhadap barang dan/atau jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk

mendapatkan barang dan/atau jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian

barang dan/atau jasa tersebut yang dijelaskan melalui Undang- Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Konsep Hukum tanggung jawab pelaku usaha pertamini di Kota Ternate

konsumen Pertamini berhak mendapat perlindungan Hukum sebagimana di atur

dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

menggunakan asas tanggung jawab yang disebut asas praduga tanggung jawab

sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen yang menentukan:38

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pertamini di Kota Ternate secara tegas harus

bertanggungjawa sebagiman dalam UUPK :

37
Wawanara penulis tanggal 15 Mei 2021
38
Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Op,Cit, Hlm 125-127
38

Ayat (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Ayat (2) ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau

setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan

dengan kesesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3) pemberian ganti rugi dilaksanakan dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

Ayat (4) pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Ayat (5) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila produsen dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen.

Tanggungjawab Pelaku Usaha Pertamini di Kota Ternate harus

memperhtikan substansi pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa tanggung jawab

pelaku usaha, meliputi: 39

1) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan;

2) Tanggung jawab ganti kerugiaan atas pencemaran; dan

3) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Melihat substansi pasal 19 ayat (1) diatas, maka produk barang dan/atau jasa

yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku


39
Ibid
39

usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala

kerugian yang dialami oleh konsumen.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen dengan mengganti

kerugian berupa uang atau produk baru. Sedangkan penjelasan mengenai

pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan oleh pelaku usaha terdapat dalam pasal

28 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Sedangkan pasal 27 menjelaskan tentang batasan tanggung jawab kepada pelaku

usaha.

Berdasarkan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, yaitu pasal 19 yang mengatur tentang asas

tanggung jawab, asas praduga bertanggung jawab, pasal 27 yang mengatur

tentang pembatasan tanggung jawab terhadap pelaku usaha, dan pasal 28 yang

menjelaskan tentang pembuktian ada tidaknya unsur-unsur pelaku usaha. Dari

ketiga pasal tersebut, yakni pasal 19, pasal 27, pasal 28 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen mengantu asas tanggung jawab

produk yang berarti tanggung jawab hukum orang atau badan yang menghasilkan

produk (produsen, manufaktur); orang atau badan yang terlibat dalam suatu proses

untuk menghasilkan produk (pengolah, perakit); orang atau badan yang menjual

atau mendistribusikan (penjual, distributor) produk.40

Tanggungjawa Pelaku Usaha Pertamini di Kota Ternate memperhatian bentuk

tanggungjawab mutlak sebagai berikut:


40
Http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/LG/article/dwonload/4501/4362. Diakses pada tanggal

6 Juni 2021
40

a. faktor hukum eksternal yang mempengaruhi perkembangan dan

pembaruan hukum perlindungan konsumen, termasuk penerapan asas

tanggung jawab mutlak;

b. faktor internal sistem hukum, yaitu unsur struktur dan budaya hukum dala

penerapan asas tanggung jawab mutlak di Indonesia;

c. Ruang lingkup materi dari asas tanggung jawab mutlak yang diyakini

perlu diatur dalam Undang-Undang.

Dengan demikian tanggingjawab pelaku usaha pertamini di Kota Ternate

mempunyai tanggungjawab atas perbiatang konsumen yang dirugikan karena

Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang cukup luas, meliputi

perlindungan konsumen terhadap barang dan/atau jasa, yang berawal dari tahap

kegiatan untuk mendapatkan barang dan/atau jasa hingga sampai akibat-akibat

dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut yang dijelaskan melalui Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Kedudukan Pelaku Usaha pertamini dalam perlndungan konsumen di

Kota Ternate

Perluasan usaha penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan

menggunakan nama Pertamini khususnya di Kota Ternare, terlihat dari beberapa

daerah yang telah banyak mendirikan usaha Pertamini tersebut. Sebelumnya para

pelaku bisnis Bahan Bakar Minyak(BBM) ini hanya menggunakan botol-botol,

namun dengan kemajuan teknologi para pelaku bisnis bensin eceran pertamini ini

menggunakan peralatan yang persis sama dengan Pertamina, yaitu SPBU.


41

Hal tersebut juga disampaikan oleh Bapak Lakamissi selaku penanggung jawab

Cabang Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Kota Ternate,

beliau menjelaskan bahwa:

“iya dek, Memang tidak bisa dipungkiri di wilayah kota Ternate, para
pebisnis Pertamini sudah mulai melakukan usaha jualan BBM dengan
nama Pertamini. Memang di kota-kota sekarang pun sudah banyak yang
berjualan, tapi justru disitulah mereka lebih memilih untuk tidak didata
keberadaannya, jadi waktu itu kami dari kantor Dinas Perindustrian dan
Perdagangan ingin mendata siapa yang buka usaha Pertamini, tapi mereka
tidak mau di data, jadi kami tidak bisa mengetahui berapa banyak penjual
BBM yang menggunakan Pertamini di kota Ternate.”41

Perluasan usaha penjualan bahan bakar minyak (BBM) ini karena pentingnya

bahan bakar bagi semua individu. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal

tersebut menyatakan bahwa bahan bakar merupakan barang yang sangat krusial

bagi keberadaannya secara mengejutkan di setiap aspek Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Maka seharusnya otoritas publik berkewajiban untuk

menjamin aksesibilitas dan kelancaran alokasi BBM ke seluruh wilayah setempat.

Sehingga semua individu yang membutuhkan BBM akan benar-benar ingin

mendapatkan BBM tanpa masalah. Kemudian lagi, dalam hal otoritas publik telah

memenuhi aksesibilitas BBM untuk semua individu, pedagang BBM yang

membutuhkannya untuk menjadi pedagang harus setuju dengan peraturan yang

ada.

Dengan demikian, jika mereka mematuhi semua aturan yang berlaku dalam

melakukan penawaran bahan bakar, maka tidak akan ada hal-hal yang tidak

diinginkan yang dapat merugikan semua pertemuan yang terkait dengan transaksi
41
Bapak Lakamisi, Wawancara (09 Juni 2021)
42

jual beli atau yang lainnya tidak terlibat dalam pertukaran jual beli.

Salah satu permasalahan yang ada dalam penjualan BBM Pertamini adalah

kekurangan legitimasi hukum yang mengarahkan penjualan BBM Pertamini

sendiri dan selanjutnya kekurangan dana hibah yang cukup besar yang diperoleh

Pertamini dalam membangun bisnis dan wilayah dimanfaatkan oleh mereka juga

dianggap tidak memenuhi aturan kenyamanan dan keamanan bagi pembelinya.

Maka untuk mengetahui pasti aksi jual beli bahan bakar minyak (BBM) yang

mengatasnamakan Pertamini, maka peneliti bertujuan untuk melakukan

wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan penjuaalan Bahan

Bakar Minyak (BBM).

Setelah melakukan wawanca, penulis memiliki beberapa data yang

diidentifikasi dengan penjualan bahan bakar minyak (BBM) Pertamini. Jadi jika

dilihat dari konsekuensi wawancara yang dilakukan, jelas para pelaku usaha

Pertaminiini tidak memiliki izin yang sah dan mereka telah menyalahgunakan

beberapa aturan yang telah diatur dalam undang-undang tentang hak angkut dan

penawaran Bahan Bakar Minyak (BBM). Memang, sampai izin mendirikannya,

pelaku usaha yang namanya Pertamini itu tidak memiliki izin yang sah, mereka

hanya meminta agar Pertamini memiliki surat izin resmi, namun mereka hanya

meminta izin secara lisan dari perangkat kota. . Seperti yang dilakukan salah satu

bisnis Pertamini bernama Bapak Herman. Melalui pertemuan langsung, dia

menjelaskan bagaimana dia memiliki opsi untuk memulai bisnis Pertamini.

“Tahun 2015 dek saya mendirikan usaha Pertamina ini, sebelumnya di sini
tidak ada yang menggunakan Pertamini. Modal yang saya keluarkan untuk
membeli alat-alat yang digunakan sekitar 12 juta dek, karena baru
bermunculan jadi masih mahal. untuk usaha ini saya awalnya minta izin ke
43

kelurahan, tapi saya tidak pakai surat izin, jadi baru-baru ini saya bilang
saya berencana mendirikan Pertamini, jadi persetujuannya tidak dibuat dek
hanya lisan. Saya mendapatkan Bahan Bakar Minyak dari SPBU langsung
dek, jadi saya ambil sendiri dari SPBU. Mengenai persoalan harga saya
tentukan dari SPBU dek misalnya harga pertalite di SPBU Rp.7.850 nah
disitu saya menaikkan juga harga dek untuk mencari keuntungan dari
usaha bisnis Bahan Bakar Minyak (BBM).42

Jika dilihat dari penegasan yang ditegaskan oleh Bapak Herman, tidak

sepantasnya menjadi Sub-Penyalur sebagaimana diatur dalam Pasal 6 PerBPH

MIGAS Nomor 6 Tahun 2015 tentang Peredaran Bahan Bakar Minyak jenis

tertentu dan jenis BBM yang khusus diperuntukkan bagi daerah yang belum

terdapat Penyalur, menjelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku

usaha yang ingin menjadi sub-penyalur dalam penawaran bahan bakar minyak

(BBM).

Diantaranya beberapa syarat yakni:

a. Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi sub penyalur

memiliki kegiatan usaha berupa usaha dagang dan/atau unit usaha yang

dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa.

b. Lokasi pendirian Sub Penyalur memenuhi standar keselamatan kerja dan

perlindungan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

c. Memiliki sarana penyimpangan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter

dan memenuhi syarat teknis keselamatan kerja sesuai dengan peraturan

perundang-perundang-undangan yang berlaku.

42
Bapak Herman, Wawancara, (09 Juni 2021)
44

d. Memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah setempat untukdibangun

fasilitas Sub Penyalur.

e. Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak

minimal 5 km dari lokasi penyalur APMS terdekat, atau 10 km dari

penyalur berupa SPBU terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat

dipertanggungjawabkan.

f. Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi

oleh Pemerintah Daerah setempat.

Setelah melihat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para pelaku bisnis

yang ingin menjadi Sub-Penyalur untuk penjualan BBM, maka saat itu jika

dikaitkan dengan orang-orang yang menjual BBM dengan nama Pertamini,

ternyata mereka telah menyalahgunakan beberapa prasyarat dalam aturan yang

telah dibuat oleh otoritas publik kepada siapa pun yang perlu menjadi Sub-

Penyalur dalam transaksi Bahan Bakar Minyak. Meskipun demikian, aturan ini

tidak dapat diterapkan pada pelaku bisnis Pertamini, hal ini terjadi mengingat

Pertamini bukanlah substansi yang berbadan hukum. Padahal, para pelaku bisnis

BBM Pertamini justru menyalahgunakan aturan dan juga sebagian persyaratan

untuk menjadi Sub-Penyalur BBM.

Jika dilihat dari penegasan yang ditegaskan oleh Bapak Herman, tidak

sepantasnya menjadi Sub-Penyalur sebagaimana diatur dalam Pasal 6 PerBPH

MIGAS Nomor 6 Tahun 2015 tentang Peredaran Bahan Bakar Minyak Jenis

Tertentu dan jenis BBM yang khusus diperuntukkan bagi daerah yang tidak

memiliki pedagang grosir menjelaskan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi


45

oleh pelaku usaha yang ingin menjadi Sub-Penyalur dalam penawaran bahan

bakar minyak (BBM).

Setelah melihat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para pelaku bisnis yang

ingin menjadi Sub-Penyalur untuk melakukan penjualan BBM, maka saat itu jika

dikaitkan dengan orang-orang yang menjual BBM dengan nama Pertamini,

ternyata mereka telah menyalahgunakan beberapa prasyarat dalam peraturan yang

telah dibuat oleh otoritas publik kepada siapa pun. yang perlu menjadi Sub-

Penyalur dalam transaksi bahan bakar. Meskipun demikian, peraturan ini tidak

dapat diterapkan pada pelaku bisnis Pertamini, hal ini terjadi mengingat Pertamini

bukanlah substansi yang berbadan hukum. Padahal, para pelaku bisnis BBM

Pertamini justru menyalahgunakan aturan dan juga sebagian kebutuhan untuk

menjadi Sub-Penyalur BBM.

Sesuai wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan responden yang

memiliki ahli mengenai peruntukan dan penawaran bahan bakar ini, khususnya

Cabang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate dan PT Pertamina

Persero Kota Ternate, mereka menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk

mengelola BBM dengan menggunakan nama Pertamini. Sebagaimana dijelaskan

oleh Bapak Lakamisi dari Cabang Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternare,

menjelaskan bahwa:

“Menurut keterangan dari Bapak Lakamisi, selaku kepala Seksi


Usaha dan Pendaftaran Perusahaan Kota Ternate, Kegiatan usaha
Pertamini di kota Ternate yang melalukan penjualan bensin eceran di
pinggir jalan adalah ilegal dan sudah sepantasnya ditindak berdasarkan
Undang-Undang yang berlaku akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan saat
ini karena adanya pertimbangan kemanusiaan dari sisi keadilan bahwa
46

kegiatan usaha Pertamini termasuk kegiatan usaha niaga . hal tersebut di


anggap terlalu berat karena sanksi pidana bagi yang melakukan perniagaan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 dalam
Bab XI tersebut berat dilihat dari kegiatan usaha niaga migas tersebut.
Akan tetapi dalam sanksi pidana juga terdapat sanksi administratif yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 maupun dalam
peraturan daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 6 Tahun 2013. Hal ini
belum ditindak lanjuti saat ini karena dalam tahap perencanaan dalam
membentuk tim untuk menindak lanjut peraturan perudang-undangan
tersebut. Sehubungan dengan Pengawasan, kami sebenarnya tidak
memiliki posisi itu, karena kami tidak memiliki perintah wewenang yang
diberikan langsung oleh pihak migas untuk mengarahkannya. Namun,
kemarin ketika ada acara kumpul-kumpul dengan metrologi di sana. Kami
membahas bagaimana nasib akhir bisnis Pertamini nantinya, saat ini akan
ada aturan dari pihak migas yang akan membentuk aturan yang identik
dengan Pertamini sendiri, selain itu mereka sudah mengatur mengenai
bisnis pertamini dikarenakan para pelaku usaha pengecer mereka
mengambil Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menggunakan jerigen
tanpa harus mengantri di SPBU dan dalam pertemuan tersebut sudah
mengatur mengenai lokasi khusus yang menggunakan jerigen di jalan
Kota Baru "43

Setelah dilakukannya wawancara, penulis juga mendapatkan hasil data dari

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mengenai banyaknya pelaku

usaha niaga yang terdapat di kota Ternate. berikut data yang dihimpun dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).

Tabel 1.1 Pedagang/Kios Eceran Minyak dam Gas Bumi Tahun 2021

No Kecamatan Jumlah Kelurahan Pedangang/kios Minyak


dan Gas Bumi
1. Ternate Tengah 15 172

Ternate Selatan 17 264

Ternate Utara 14 150

Pulau Ternate 13 73

Pulau Batang Dua 6 5

43
Bapak Lakamisi, Wawancara, 09 Juni 2021
47

Moti 6 7

Pulau Hiri 6 5
Jumlah 77 676
Sumber : Pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan44

Setelah menerima data dari Disperindag tentang keberadaan pedagang bensin

eceran di Kota Ternate sebanyak 676 (enam ratus tujuh puluh enam) yang tersebar

luas di berbagai kecamatan yang ada keterangan lebih lanjut dari Bapak Lakamisi

selaku kepala Seksi Usaha dan Pendaftaran Perusahaan Kota Ternate bahwa

sahnya Pelaku usaha Pertamini yang berjumlah 676 diatas tidak memiliki izin

usaha niaga sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang migas.

Bukan hanya kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan, bahkan Pertamina

sendiri tidak memiliki posisi untuk mengawasi penawaran BBM melalui

Pertamini, seperti yang dijelaskan oleh Pak Lani:

“Sebenarnya, kami dari pihak Pertamina bukan bagian dari pertamini dek,
masalah pengawasan bukan tidak ada pengawasan dari kami, contohnya
seperti ini jika A punya anak, untuk alasan apa B perlu mengawasinya, itu
bukan anak dari si B jadi mereka tidak ada hubungannya. Yah itu setara
dengan Pertamina dan Pertamini dek, disisi lain ada yang menanyakan
terus pertamini mengambil BBM dimana. ternyata banyak yang
mendapatkan informasi tentang sumber bahan bakar yang didapat
Pertamini itu berasal dari SPBU, memang kami tidak tahu-menahu, karena
kami di Pertamina baru memiliki atase bisnis dengan SPBU dan tidak
memiliki bisnis dengan Pertamini. Dalam bentuk pengawasannya kami
hanya mengawasi Pihak SPBU, Minyak Tanah dan Juga Pertashop dan
Pertashop pun baru kami dirikan sedangkan Pertamini tidak ada
hubungannya sama sekali dek dengan pihak Pertamina jadi
pengawasannya kami serahkan ke pihak dinas daerah dek."45

Setelah melakukan beberapa wawancara dengan pihak yang bersangkutan

44
Pendataan Pedagang/Kios Eceran Minyak dan Gas Bumi pada Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Ternate Tahun 2021.


45
Bapak Lani, Wawancara, 04 Juni 2021
48

penulis berasumsi bahwa ternyata kedudukan Pelaku usaha Pertamini di kota

Ternate dapat dikatakan ilegal di mata hukum karena tidak sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Disisi lain para

pelaku usaha bisnis bensin Pertamini telah melanggar hak-hak para konsumennya

seperti hak untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dan para pelaku usaha

bisnin bensin Pertamini tidak mempunyai izin yang secara sah dari pemerintah

kota Ternate. Selain itu bentuk pengawasan dari pertamini tidak sama sekali di

awasi oleh pihak PT Pertamina maupun pemerintah daerah setempat di karenakan

Pertamini bukanlah bentuk pengawasan yang sah atau dikatakan tidak berbentuk

badan hukum.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan paparan diatas mengenai tanggung jawab pelaku

usaha pertamini atas penjuaan Bahan Bakar Minyak eceran maka bisa

disimpulkan sebagai berikut:

1. Tanggung jawab pelaku usaha pertamini sebagai penjual Bahan Bensin Eceran

di Kota Ternate yaitu dengan menggunakan prinsip praduga selalu bertanggung

jawab (presumption of liability), hal ini didasarkan tidak akuratnya takaran

yang ada di pertamini dan juga stabilisasi harga yang begitu naik dan tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat

merugikam konsumen selaku pembeli bahan bakar di pertamini. Selain itu para
49

pelaku bisnis bensin eceran telah melanggar hak-hak para konsumennya

sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Seperti hak untuk mendapatkan kenyamanan

dan keselamatan.

2. kedudukan dan pengawasan terhadap pelaku usaha Bahan Bakar Minyak

(BBM) pertamini kenyataankedudukan pertamini di Kota Ternate bersifat

ilegal atau tidak berbadan hukum dan tidak mendapat surat izin dari

pemerintah secara sah. Selain itu bentuk pengawasan dari pertamini pun tidak

ada seperti yang dikatakan oleh pemerintah daerah dan PT Pertamina setempat

yakni Dinas Perindusitrian dan Perdagangan (Disperindag) kota ternate.

Berdasarkan paparan tersebut, hal ini berarti pertamini bersifat ilegal di mata

hukum dan tidak ada lembaga-lembaga yang mengawasi mengenai kedudukan

dan pengawasan dari Pertamini tersebut.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas yang dilakukan oleh penulis, maka penulis

memberikan saran terhadap semua pihak sebagai berikut:

1. Pelaku Usaha Pertamin, diharapkan untuk lebih mengutamakan keamanan serta

kenyamanan terhadap konsumennya. Sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan dan dapat merugikan konsumen karean tanggungjawab pe;aku

usaha harus di jalankan dengan baik.

2. Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas terkait, diharapkan segera membuat

payung hukum yang berkaitan dengan penjualan Pertamini dan diperketat lagi

bentuk pengawasan dalam pendistribusian BBM yang dilakukan oleh oknum-


50

oknum di SPBU. Dikarenakan pegawai SPBU selalu melayani para bisnis

bensin eceran dengan menggunakan jerigen agar dapat dijual kembali oleh

pelaku usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) dari pertamini tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku - Buku

Abdul Halim, 2018, Framework Sistem Perlindungan Huku Bagi Konsumen di


Indonesia, Nusa Media, Bandung.

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di


Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada

------------& Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja


Grafindo, Jakarta.

Agus Brotosusilo, 1998, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap


Konsumen dalamSistem Hukum di Indonesia”, Jakarta, YLKI-USAID,

Aulia Muthiah, 2018, Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif


dan Ekonomi Syariah, Pustaka Baru Press, Yogyakarta

Az. Nasution, 2003,Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, PT. Raja


GravindoPersada, Jakarta,

--------------, 1995,Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum


pada Perlindunagn Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
51

H. Syaiful Bakhri, 2012, Hukum Migas, Telah Penggunaan Hukum Pidana


Dalam Perundang-Undangan, Total Media, Jakarta.

Yusuf Shofie, 2002,Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,


Cet 1,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Happy Susanto, 2008,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta.

Jonaedi Efendi & Johnny Ibrahim, 2020, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Kencana, Jakarta.

Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2019, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Philip Kotler, 2000,Prinsiples Of Marketing, Rajawali Pers, Jakarta.

Wahyudin Sunarya & Gari Ahmad Taufik, 2017, Pengantar Hukum Minyak Dan
Gas Indonesia, Kantor Hukum Wibowo & Rekan, Jawa Barat.

UNDANG – UNDANG DANPERATURAN PEMERINTAH

1. Undang- Undang Dasar 1945,


2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan
Gas Bumi atau dapat disebut sebagai (PPKUHMigas).

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.


4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
Sumber Lain

Internet

Https://simreg.bapennas.go.id/sddp/tahap3/27232. .
Https://Indonesiaindonesia.com/f/125284-pertamini/,
Https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2640/Bab
%202.pdf?sequence=7
Https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/378/7/6.%201.pdf.,
Https://www.bphmigas.go.id/berita/syarat-menjadi-sub-penyalur-jenis-bbm-
tertentu-dan-khusu-penugasan.
Https://smartlegal.id/badan-usaha/2020/03/04/awas-bisnis-pertamini-bisa-kena-
sanksi-pidana/.,
52

Https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/ceritamalukuutara/disperin
dag-ternate-wacanakan-penyesuaian-harga-bensin-eceran-1sRaDDfLqqP
Jurnal

Dika Fahrizal Utomo, 2017, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pertamini


Yang Tidak Memiliki Peralatan Penyaluran Yang Memenuhi Persyaratan Teknis
dan Keselamatan Kerja”, Skripsi Online Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Jember,
Http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/LG/article/dwonload/4501/4362.

Wawancara
Bapak Lani, Wawancara, 04 Juni 2021

Bapak Lakamisi, Wawancara (09 Juni 2021)

Bapak Herman, Wawancara, (09 Juni 2021)

Anda mungkin juga menyukai