Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH INDUSTRI KIMIA ANORGANIK

INDUSTRI HILIRISASI MINYAK SAWIT (CPO) MENJADI BERBAGAI


PRODUK (DETERGEN, BIODISEL, MARGARIN DAN GLISERIN)

Oleh :

Nurafinda 1703111046

Dosen Pengampu : Dr. Tengku Abu Hanifah M, Si

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Industri
Hilirisasi Minyak Sawit (Cpo) Menjadi Berbagai Produk (Detergen, Biodisel, Margarin
Dan Gliserin)” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kuliah pada matakuliah Industri kimia
Anorganik, di Universitas Riau. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang produk minyak kelapa sawit. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Dr Tengku Abu Hanifah
M,Si selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 16 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................3
2.1 Kelapa Sawit...........................................................................................................3
2.2 Minyak Sawit..........................................................................................................3
2.3 Produk Turunan Minyak Sawit...........................................................................5
2.3.1 Detergen...........................................................................................................5
2.3.2 Margarin..........................................................................................................6
2.3.3 Biodisel.............................................................................................................6
2.3.4 Gliserin.............................................................................................................7
BAB III.............................................................................................................................8
PEMBAHASAN...............................................................................................................8
3.1 Pengolahan Minyak kelapa sawit.........................................................................8
3.1.1 Proses Penerimaan Buah (Fruit Reception process)....................................8
3.1.2 Proses Steriisasi/Perebusan (Sterilization Process)......................................8
3.1.3 Proses Penebahan (Threshing Process).........................................................8
3.1.4 Proses Pengepresan (Pressing Process).........................................................8
3.1.5 Proses Penjernihan Minyak (Clasification Process)....................................9
3.2.1 Pengolahan Margarin...................................................................................11
3.3.1 Pengolahan Biodisel......................................................................................13
3.4.1 Limbah Kelapa Sawit...................................................................................14
BAB IV...........................................................................................................................17
KESIMPULAN..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan komoditas strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional. Tanaman ini mudah tumbuh di nusantara, membuka banyak lapangan
kerja, mendorong perekonomian di berbagai daerah, dan menghasilkan devisa
negara terbesar di luar minyak dan gas.
Sejak tahun 2006, Industri minyak sawit khususnya Indonesia bertumbuh secara
signifikan dan menjadi industri yang sangat penting bagi Indonesia. Menurut data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2015), pada tahun 2006 produksi CPO Indonesia
tercatat naik sebesar 46,20 persen dari tahun sebelumnya menjadi 17,40 juta ton .
Di tahun itu juga Indonesia berhasil menjadi produsen dan eksportir minyak sawit
terbesar di dunia mengalahkan negara tetangga Malaysia yang hanya memproduksi
15,30 juta ton. Besarnya produksi CPO Indonesia berdampak langsung pada
peningkatan volume dan nilai ekspor CPO Indonesia. Ekspor CPO menyumbang
rata-rata sebesar 4,50 persen bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap
tahunnya. Sejak menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia, pada tahun 2006
ekspor CPO Indonesia telah berkontribusi sebesar 2,38 persen atau sekitar Rp43
triliun ke PDB Indonesia. Volume dan nilai ekspor CPO Indonesia ke dunia terus
naik setiap tahunnya hingga pada tahun 2019 Indonesia dapat menghasilkan devisa
sebesar Rp283 triliun hanya dari ekspor CPO. Tingginya permintaan CPO sebagai
bahan baku industri dan juga tingginya produksi serta pengolahan CPO Indonesia
menjadi faktor pendorong Indonesia untuk mengekspor komoditas tersebut ke
negara-negara di dunia(Irawan & Soesilo, 2021).
Peningkatan diversifikasi produk sawit yang bernilai tambah tinggi tersebut di
atas dipicu oleh kebijakan hilirisasi sawit pemerintah. Kebijakan ini berjalan sejak
tahun 2011, meliputi pengaturan bea keluar ekspor minyak sawit, dan berbagai
insentif untuk industri hilir minyak sawit.
Dalam pengembangan kelapa sawit dan memanfaatkan peluang pasar, terdapat
beberapa hambatan utama dalam investasi di bidang kelapa sawit yaitu instabilitas
kondisi ekonomi makro dan ketidakpastian kebijakan ekonomi, korupsi, baik pada
tingkat lokal maupun nasional, perpajakan dan biaya modal. Secara lebih efektif
untuk investasi di bidang kelapa sawit, Indonesia mengalami empat kendala utama

1
yaitu keterbatasan infrastruktur dan sumber pendanaan, akses otonomi daerah,
konflik lahan, dan tek, anan isu lingkungan (Azahari, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah makalah ini adalah

1. Apa saja produk-produk dari kelapa sawit


2. Bagaimana hilirisasi minyak sawit

1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah

1. Mengetahui produk apa saja yang dihasilkan dari minyak kelapa sawit

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Kelapa sawit di Indonesia saat ini merupakan komoditas primadona,
perkembangan luas lahannya dari waktu ke waktu terus berkembang pesat dan bukan
lagi merupakan monopoli dari perkebunan besar Negara (PBN) atau perkebunan besar
swasta (PBS), melainkan perkebunan rakyat (PR) juga sudah berkembang dengan cepat.
Hal ini terlihat dari laju perkembangan luas lahan dan produksi dari perkebunan kelapa
sawit di Indonesia, dimana pada tahun 2004 seluas 5.28 juta ha, telah meningkat
menjadi 10,96 juta ha pada tahun 2014 (meningkat rata-rata 10,35% per tahun).
Produksi minyak sawit juga meningkat dari 10,83 juta ton (1997) menjadi 29,34 juta ton
pada tahun 2014, atau meningkat rata-rata 17,09% per tahun (Ditjenbun 2015).
Beberapa isu nasional seperti pengangguran, kemiskinan, kelangkaan energi dan adanya
kerusakan lingkungan di Indonesia, menjadikan kebijakan pembangunan pertanian
mulai fokus kepada komoditas perkebunan, dengan harapan dapat berperan besar di
dalam peningkatan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, dan tanaman kelapa
sawit termasuk dalam komoditas prioritas utama untuk diunggulkan(Iskandar & Utama,
2018).
Kelapa sawit tumbuh subur di Indonesia yang merupakan daerah tropis, di mana
perkebunan kelapa sawit tersebar hampir di seluruh pulau di Indonesia. 22 provinsi dari
34 provinsi di Indonesia berhasil mengembangkan perkebunan kelapa sawit, di mana
sekitar 90 persen berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebagai sentra perkebunan
kelapa sawit di Indonesia, kedua pulau tersebut dapat menghasilkan 95 persen produksi
minyak sawit mentah/Crude Palm Oil (CPO)(Iskandar & Utama, 2018)
Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah
Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan
Malaysia. Indonesia diperkirakan menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar
pertama di dunia pada tahun 2010. Hal ini menjadi tantangan esensial bagi para peneliti
dalam hal pengolahan atau produksi, peningkatan mutu minyak dan pemuliaan kelapa
sawit (Susanti & Lestari, 2021).

3
2.2 Minyak Sawit
Minyak sawit adalah minyak nabati yang diperoleh dari buah (mesocarp) kelapa
sawit. Minyak sawit banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan (edible
oil) karena memiliki sifat fungsional spesifik yang menjadikannya penting dalam
berbagai produk pangan. Sifat ini berkontribusi pada rasa, stabilitas panas, ketahanan
terhadap oksidasi, tekstur dan kehalusan.
Minyak sawit kaya dengan micronutrient dan sebagai sumber Vitamin E yang
potensial, terutama dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Kedua unsur nutrisi ini
dapat berperan sebagai antioksidan alami dan melindungi sel-sel dari proses kerusakan.
Minyak sawit mengandung karotenoid, yang berfungsi sebagai antioksidan dan sumber
Vitamin A bagi tubuh. Dengan kandungan fitosterol, minyak sawit secara ilmiah dapat
membantu menurunkan kolesterol.

Sifat fisika-kimia minyak sawit yang menjadi indikator dalam Standar Nasional
Industri meliputi warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas (free fatty acid/FFA),
dan bilangan yodium (SNI.01-2901-2006). Selain sifat yang diatur SNI, karakteristik
minyak sawit lainnya yang penting diketahui adalah bau, flavor, kelarutan, titik cair dan
polymorphism, titik didih (boiling point), titik nyala dan titik api, dan bilangan
penyabunan (Tabel 2.1)

4
Minyak sawit merupakan komoditas strategis yang perlu mendapat perhatian
penting dalam pembangunan teknologi nasional. Minyak sawit menjadi motor
penggerak ekonomi di beberapa daerah, penghasil devisa negara terbesar setelah
minyak dan gas, dan produk turunannya menjadi terdepan dalam persaingan pasar
global (Prihawantoro. & Ismariny., 2019).

2.3 Produk Turunan Minyak Sawit


2.3.1 Detergen
Sabun merupakan alat pembersih yang telah lama digunakan orang karena dapat
menghilangkan kotoran-kotoran seperti debu, bakteri dan keringat sehingga dapat
mencegah terjadi infeksi pada kulit. Selain sebagai pembersih, idealnya sabun sekaligus
sebagai perawat struktur kulit. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), tahun 1994
sabun didefinisikan sebagai senyawa natrium dengan kalium dari asam lemak yang
berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai
pembersih dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Minyak umumnya digunakan
sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah sawit.
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus
dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat
keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan

5
asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%,
asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-
1%. Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang mengandung asam palmitat
(C16H32O2) yang cukup tinggi, yaitu sebesar 44,3 % (Depperin, 2007 dalam Widyasanti,
2016). Fungsi dari asam palmitat ini dalam pembuatan sabun adalah untuk kekerasan
sabun dan menghasilkan busa yang stabil (Witular, 2021).

2.3.2 Margarin
Margarin merupakan produk industri pangan berbasis minyak sawit dengan
jumlah produksi kedua setelah minyak goreng. Margarin merupakan pengganti mentega
dimana rupa, bau, rasa dan nilai gizinya dijaga tetap sama. Margarin mempunyai tekstur
padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan bersifat plastis (Prihawantoro.
& Ismariny., 2019).

2.3.3 Biodisel
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk
samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati,
lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Sedangkan sebagai bahan baku
penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses
esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang
digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula
digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air
dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel
kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi. Katalisator
dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya
katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium
metoksida. Blok diagram proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar berikut.

6
2.3.4 Gliserin
Gliserin juga disebut humaktan atau pelembab yang mampu mengikat air dari
udara dan dapat melembapkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau kondisi
kelembaban tinggi. Dalam memformulasi sabun perlu diperhatikan pula afterfeel yang
ditimbulkan dari penggunaan sabun. Afterfeel yang diharapkan adalah adanya sensasi
lembab di kulit dan tidak mengakibatkan kulit kering, salah satunya dengan
menggunakan humektan sebagai moisturizer (pelembab). Gliserin diperkirakan
mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik sabun. Secara tradisional gliserol didapat
sebagai hasil samping dari minyak tumbuhan dan hewan yang disaponifikasi pada
pabrik sabun. Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas, tetapi biasanya
terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak,
misalnya asam stearat, asam oleat, asam palmitat dan asam laurat. Wujud gliserol
adalah jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Dalam pembuatan sabun gliserol
berfungsi untuk melembutkan kulit, mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit
dan memberikan efek transparan.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Minyak kelapa sawit


3.1.1 Proses Penerimaan Buah (Fruit Reception process)
Pabrik kelapa sawit menerima bahan baku dalam bentuk tandan buah segar
(TBS) dari perkebunan. Sarana dan kegiatan pada proses penerimaan buah ini meliputi :
1. Jembatan timbang (weight bridge)
2. Sortasi tandan buah segar.
3. Tempat pemindahan buah (loading ramp)
4. Lori Buah.

3.1.2 Proses Steriisasi/Perebusan (Sterilization Process)


Proses perebusan menentukan baik buruknya mutu dan jumlah hasil olah suatu
pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu, TBS yang direbus harus sesuai dengan ketentuan
yang ada dan merupakan hal yang mutlak dilakukan. Merebus buah sawit dengan uap
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Merusak enzim dan menghentikan peragian
b. Membekukan getah dan protein
c. Memudahkan buah lepas dari tandan
d. Melonggarkan inti dari tempurung

3.1.3 Proses Penebahan (Threshing Process)


Proses penebahan merupakan kegiatan memisahkan buah dari tandannya dengan
cara bantingan–bantingan dan berputar.

3.1.4 Proses Pengepresan (Pressing Process)


1. Pada proses pengempaan terdapat digester yang berfungsi sebagai pencincang
brondolan yang telah terebus, sehingga menjadi campuran yang homogen antar nuts
dengan daging buah yang telah terpisah. Pada digester, dilakukan proses exstraksi
pertama untuk mengusahakan keluarnya minyak dari brondolan buah. Mesin press
adalah alat untuk memisahkan minyak kasar (crude oil) dari daging buah (pericarp).
Minyak yang keluar dari digester diturunkan visikositsnya. Sedangkan ampas kempa
dipecahkan untuk memudahkan memisahkan nuts dan ampas.
2. Ampas hasil press yang masih bercampur nuts dan berbentuk gumpalan
dipecah dan dibawa ke Cake Beaker Conveyor untuk dipisahkan antara ampas dan nuts.

8
3.1.5 Proses Penjernihan Minyak (Clasification Process)
Proses penjernihan atau pemurnian minyak sawit merupakan kegiatan
memisahkan minyak dari kotoran dan unsur–unsur yang dapat mengurangi kualitas
minyak dengan mengupayakan kehilangan minyak seminimal mungkin. Proses
pemisahan minyak, air, dan kotoran dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifuge,
dan penguapan.
Minyak sawit kasar yang keluar dari pabrik kelapa sawit mengandung zat-zat
yang tidak diinginkan. Zat tersebut antara lain asam lemak bebas atau FFA (free fatty
acids), phosphatides, metal ions, pigments, oxidation by-products, hydrocarbons,
moisture dan partikel luar lainnya. Agar dapat dikonsumsi manusia dengan aman maka
minyak sawit tersebut harus melalui proses pemurnian (refinery).
Proses pemurnian yang umum digunakan di industri adalah proses pemurnian
secara fisik. Proses ini meliputi degumming, netralisasi, bleaching, deodorisasi, dan
fraksionasi
1. Degumming

Tahap awal proses pemurnian ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang
terlarut, atau zat-zat yang bersifat koloidal seperti gum, resin, fosfatida dan protein
dalam minyak sawit. Asam fosfat ditambahkan ke dalam minyak sawit sehingga getah
dan pengotor dalam minyak membentuk lapisan yang mudah dipisahkan. Proses
degumming menghasilkan minyak sawit yang terbebas dari kotoran gum, resin,
fosfatida dan protein

9
2. Netralisasi

Netralisasi adalah penambahan basa pada minyak sawit yang bertujuan untuk
menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit. Proses
netralisasi efektif dengan pengadukan selama 15 menit.
Asam lemak bebas
R----COOH + NaOH R-COONa + H2O

Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 70 o C

3. Bleaching
Proses pemucatan minyak, dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan
zatzat warna (pigmen) dalam minyak mentah, baik yang terlarut ataupun yang
terdispersi. Bleaching dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil
absorben. Jenis absorben yang dipakai bisa dari tanah serap (fuller earth), lempung
aktif (activated clay), arang aktif atau absorben dari bahan kimia.

Gambar

4. Deodorisasi

10
Proses ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau yang
tidak dikehendaki dalam minyak untuk makanan. Senyawa-senyawa yang
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa senyawa
karbohidrat tak jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah,
senyawasenyawa aldehid dan keton serta senyawasenyawa yang mempunyai
volatilitas tinggi lainnya. Minyak dipanaskan sehingga mencapai suhu 265 o C, dan
uapnya yang kita kenal sebagai destilat asam lemak minyak kelapa sawit
(PFAD/Palm Fatty Acid Destilated) dipisahkan. Pada tahap ini minyak yang
dihasilkan disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).

5. Fraksionasi
Proses ini terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi padat pada
temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan kedua fraksi itu. Fraksi yang
menjadi kristal adalah stearin dan yang tetap cair adalah olein. Fraksi stearin
merupakan bahan untuk pembuatan margarin dan shortening, sedangkan fraksi olein
merupakan bahan untuk pembuatan minyak goreng.

3.2.1 Pengolahan Margarin


Margarin menggunakan bahan baku stearin yang berasal dari minyak sawit,
merupakan hasil pemurnian dan fraksionasi minyak sawit. Bahan-bahan lain yang
dibutuhkan pada proses produksi margarin adalah bahan tambahan yang larut minyak
(fat soluble) seperti Vitamin A, Vitamin D dan lesitin. Bahan yang larut air (water
soluble) seperti pewarna, garam, dan bahan pengawet, sedangkan yang larut air dan
minyak adalah emulsifier. Margarin diperoleh dari fraksi padat yang merupakan emulsi
tipe water in oil (w/o), yaitu fase air yang berada dalam fase minyak.

11
Pembuatan margarin melalui proses formulasi, hidrogenasi, dan emulsifikasi.
Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hidrogenasi
Proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen
pada ikatan rangkap dari asam lemak sehingga akan mengurangi ketidakjenuhan minyak
atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses hidrogenasi bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.
Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan
serbuk nikel sebagai katalisator.
2. Emulsifikasi
Tahap ini bertujuan untuk mengemulsikan minyak dengan cara penambahan
emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80o C dengan tekanan 1 atm. Terdapat
dua tahap pada proses emulsifikasi yaitu:
a. Proses pencampuran emulsifier fase minyak
Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam
minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air minyak
terutama dalam penyimpanan. Emulsifier ini contohnya Lechitin sedangkan
penambahan beta-karoten pada margarine sebagai zat warna serta vitamin A dan D
untuk menambah gizi.
b. Proses pencampuran emulsifier fase cair
Emulsifier fase cair merupakan bahan tambahan yang tidak larut dalam minyak.
Bahan tambahan ini dicampurkan ke dalam air yang akan dipakai untuk membuat
emulsi dengan minyak.
Emulsifier fase cair ini antara lain adalah:
- Garam untuk memberikan rasa asin.
- TBHQ sebagai bahan anti oksidan yang mencegah teroksidasinya minyak yang
mengakibatkan minyak menjadi rusak dan berbau tengik.
- Natrium Benzoat sebagai bahan pengawet
- Vitamin A dan D akan bertambah dalam minyak. Selain itu minyak akan
berbentuk emulsi dengan air dan membentuk margarin.
Beberapa bahan tambahan seperti garam, anti oksidan dan Natrium benzoat juga
akan teremulsi dalam margarin dalam bentuk emulsifier fase cair.

12
3.3.1 Pengolahan Biodisel
Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk
menghilangkan phosphatida. Umumnya untuk minyak inti sawit tidak memerlukan pre-
treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit mentah
(CPO) diperlukan proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan
lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan menggunakan demineralized
water. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam lemak dan glyserin sekitar 15%.
Campuran asam lemak dan gliserin dimurnikan untuk menghilangkan warna, glyserida,
bahan tak tersabunkan dan asam lemak yang terpolimer dengan cara distilasi atau
pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses hidrogenasi dapat juga
dilakukan untuk menghasilkan asam lemak jenuh dengan kualitas tinggi. Asam lemak
tersebut diatas dapat direaksikan lebih lanjut menjadi produk oleokimia dasar lainnya
seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol. Pembuatan methyl ester dapat melalui jalur
esterifikasi yaitu reaksi antara asam lemak dan methanol menggunakan katalis asam
atau jalur transesterifikasi antara minyak sawit dan methanol menggunakan katalis basa.
Transesterifikasi minyak menjadi methyl ester dapat dilakukan dalam satu step atau dua
step tergantung pada kualitas bahan baku yang digunakan. Jika bahan baku mengandung
asam lemak bebas > 5% maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama
merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menjadi esternya dan kedua
merubah minyak netral menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan
mereaksikan fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam.
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak solar atau diesel. Di Indonesia produksi biodiesel berasal dari
minyak kelapa sawit (CPO) yang diolah dengan nilai rasio energi bersih (NER) adalah
3,23, berarti bahwa hasil energi dari produksi metil ester sawit (PME) dari PFAD
sekitar tiga kali lebih besar daripada input energi fosil dalam produksi.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk
samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati,
lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Sedangkan sebagai bahan baku
penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses
esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang

13
digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula
digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air
dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel
kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi. Katalisator
dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya
katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium
metoksida. Blok diagram proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar

3.4.1 Limbah Kelapa Sawit


Teknologi minimalisasi kontaminan 3-MCPD 36 Teknologi dan Industri
Kontaminan 3-MCPD ester (3-monochlorpropandiol ester ) dan GE (glycidol
esters) dapat menurunkan kualitas minyak sawit, bahkan memiliki efek negatif terhadap
kesehatan manusia. Senyawa 3-MCPD ester kemungkinan terbentuk selama proses
deodorisasi yang menggunakan suhu tinggi dan melibatkan pembentukan ion
asiloksonium dari triasilgliserol, diasilgliserol, dan monoasilgliserol. Ion asiloksonium
ini kemudian bereaksi dengan ion klorida (Cl-) membentuk 3-MCPD ester.
Ion klorida yang berpengaruh kuat pada pembentukan 3-MCPD dapat berasal
dari proses pemurnian dan budidaya di perkebunan. Pada proses pemurnian, ion klorida
terbawa dalam bleaching earth, yakni bahan yang digunakan dalam proses pemucatan
minyak sawit. Pembentukan 3-MCPD paling besar bersumber dari kegiatan pemucatan
(bleaching) minyak sawit.

14
Proses pemupukan dan perawatan dalam budidaya tanaman di perkebunan
kelapa sawit juga dapat menjadi sumber ion klorida. Pupuk kimia di perkebunan yang
umum digunakan adalah KCl MOP dan NPK, klorida Cl sebagai unsur ikutan. Oleh
karena itu subtitusi pupuk kimia dengan pupuk hayati dapat mencegah munculnya 3-
MCPD pada minyak sawit.
Berbagai riset telah berhasil meminimalisir kandungan 3-MCPD ester dalam
minyak sawit. Salah satu pendekatannya adalah menghilangkan senyawa pencetusnya
atau senyawa klorida. Perlakuan pencegahan diberikan saat masih dalam proses
budidaya tanaman di perkebunan, dan saat tahap pemurnian minyak sawit
Pada sisi perkebunan, pencegahan munculnya unsur klorida dapat dilakukan
pada saat perawatan tanaman. Proses perawatan berkelanjutan (sustainability) sangat
dianjurkan untuk konsisten diterapkan, terutama penggunaan pupuk dan pestisida.
Pupuk yang digunakan harus dipastikan aman dan tidak mengandung klorida.
Pada tahap pemurnian, minyak sawit terlebih dahulu dicuci dengan air atau
etanol (75%). Proses ini mengurangi kemampuan untuk pembentukan 3-MCPD ester
dan senyawa terkait dalam minyak sawit masing-masing sekitar 20 dan 25%. Cara ini
memiliki keuntungan karena dapat menghindari munculnya 3-MCPD ester tanpa
merubah teknologi pemurnian yang selama ini digunakan
Teknologi pengolahan Spend Bleaching Earth
Spent bleaching earth (SBE) merupakan limbah padat yang berasal dari proses
bleaching pada pemurnian minyak sawit. Jumlah SBE ini terus meningkat seiring
dengan jumlah bleaching earth yang dikonsumsi industri minyak goreng
Tahun 2006, jumlah perusahaan minyak goreng di seluruh Indonesia tercatat 65
buah dengan total kapasitas produksi mencapai 9,9 juta ton/tahun. Jika 40% dari total
kapasitas produksi minyak goreng menggunakan bleaching earth sebagai absorben
pemucatnya, dan dosis bleaching earth yang digunakan sekitar 1% bobot minyak sawit,
maka akan menghasilkan SBE sebanyak 39.600 ton/hari atau mencapai 1,18 juta ton/
bulan
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berhaya dan Beracun dengan kode limbah B-413 maka
SBE termasuk kategori limbah B3. Alasan yang menjadi pertimbangan dalam PP
tersebut adalah karena bahan tersebut mengandung residu minyak dan asam. Pada

15
peraturan ini juga dikemukakan bahwa limbah ini dapat digunakan namun harus
dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Aturan upaya pemanfaatan limbah B3 ini
dikenal dengan 3R (Recycle, Reuse, dan Recovery).
Limbah SBE dapat diolah menjadi bahan campuran pembuatan beton atau
paving block. SBE mengandung senyawa kimia yaitu SiO2 yang bisa mencapai
83,05%. Debu silika ini adalah salah satu material penyusun semen portland, sehingga
untuk SBE memungkinkan menjadi bahan campuran beton. Hasil riset menunjukkan
jika beton dengan campuran 10% SBE layak secara teknis dan lingkungan.
Limbah SBE dijadikan briket seperti briket kayu. Selain mengandung minyak
dan air, SBE juga mengandung zat mudah menguap, abu, karbon terikat. SBE dapat
dikombinasikan dengan bahan arang lainnya hingga menjadi briket SBE. Karakteristik
fisik briket SBE mirip dengan nilai standar untuk briket kayu (SNI 1-6235-2000).

BAB IV
KESIMPULAN

16
Adapun kesimpulan dari makalah industri hilirisasi minyak sawit (CPO) menjadi
berbagai produk (biodisel, gliserin, margarin) adalah
1. Industri minyak sawit memiliki peran yang vital dalam pembangunan
ekonomi nasional.
2. Produk-produk industri baik di hulu maupun di hilir adalah produkproduk
yang terdepan dalam pasar global

DAFTAR PUSTAKA

17
Azahari, D. H. (2019). Hilirisasi Kelapa Sawit: Kinerja, Kendala, dan Prospek. Forum Penelitian
Agro Ekonomi, 36(2), 81. https://doi.org/10.21082/fae.v36n2.2018.81-95

Irawan, B., & Soesilo, N. I. (2021). Dampak Kebijakan Hilirisasi Industri Kelapa Sawit terhadap
Permintaan CPO pada Industri Hilir. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 12(1), 29–43.
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/2023

Iskandar, & Utama, P. (2018). Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit
Pola Inti-Plasma. 1–8.

Prihawantoro., J. M. S., & Ismariny., A. (2019). Outlook Teknologi Pangan (Issue December).

Susanti, I., & Lestari, F. (2021). PENGARUH WAKTU PENUNDAAN PENGOLAHAN BUAH SAWIT
Elaeis guineensis TERHADAP MUTU CRUDE PALM OIL DENGAN ALAT PENGOLAHAN
SAWIT TIPE BATCH. Jurnal Biosilampari : Jurnal Biologi, 3(2), 56–64.
https://doi.org/10.31540/biosilampari.v3i2.1265

Witular, R. (2021). PENGARUH PERBANDINGAN CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN EKSTRAK BIJI
TEH TERHADAP MUTU SABUN PADAT.

18

Anda mungkin juga menyukai