Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Nira Kelapa
Fermentasi dengan Metode Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
ABSTRACT
This research was conducted to make fermented coconut sap as substitute for
soy sauce using organic coconut sap. Coconut sap has specific taste and aroma. This
research aimed to determine the temperature (30, 40, and 50 oC) and salt
concentration (20% and 30%) effect to the physical and chemical characteristic of
fermented coconut sap, to determine the best treatment in fermented coconut sap
process. Fermented coconut sap making process used moromi fermentation was
fermentation process by adding salt and allowed to undergo the natural aging
process. Salt was added to inhibitor microbe which disturb fermentation process.
The result showed that pH level of fermented coconut sap decreased from pH 7,4
to 5.5 – 6 with the final value of 20% salted sap dissolved solid has ranged of brix
36.5 – 38.5 % and 30% salted sap has ranged of brix 39.5 – 41 %. Value of color
noted by L*; a*; b* were 26±0.577; 20±1.155; 38±2.517 with Hue angle value was
(h) 61.64O and Chroma (C*) was 39.82. Rate of final reducing sugar at each
treatment has ranged from 2.821 to 3.07 mg/ml and total sugar has ranged from
0.462 to 0.633 g/ml. 2-furancarboxaldehyde compound was organic compound
which of determining spesific aroma of fermented coconut sap. This results showed
that the best treatment was obtained at treatment of A2B3 (a salt concentration of
30% with temperature of 50 oC)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini ialah nira
fermentasi, dengan judul Pembuatan Nira Kelapa Fermentasi dengan Metode
Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin.
Terimakasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah berkontribusi
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr Ir Ade Iskandar, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, arahan dan
nasihat kepada penulis sejak pelaksanaan praktik lapangan, penelitian dan
selama penyusunan skripsi.
2. Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS dan Dr Endang Warsiki, STP, MSi selaku dosen
penguji sidang penulis.
3. Ibu Poedji Hastoeti selaku pegawai Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan Gunung Batu Bogor atas bantuannya analisis kandungan senyawa
volatil.
4. Bapak Ugi selaku petani nira kelapa kebun Dungus Teureup atas bantuannya
sebagai penyedia nira kelapa organik.
5. Bapak Bambang Endarto dan ibu Endah Dwi Hariyanti selaku orangtua penulis
yang selalu memberikan semangat dan do’anya kepada penulis.
6. Niken, Paps, Herman, Setyo, Hima, Dewan, Angga, Adi dan Joko yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan karya
tulis ini.
7. Keluarga Imagora, UKM Pramuka IPB, Jawa Sukses, Family Boy dan teman-
teman seperjuangan Tinnovator yang selalu memberikan semangat, do’a dan
candaannya kepada penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak diharapkan untuk
memperkuat dan memperkaya keilmuan. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Metode Penelitian 3
Waktu dan Tempat 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pembuatan Nira Fermentasi 5
Uji Sifat Fisik dan Kimia Nira Fermentasi 6
Penentuan Perlakuan Terbaik Pembuatan Nira Fermentasi 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
1 Nilai TPC (cfu/g) nira fermentasi 15
2 Perbandingan kualitas nira fermentasi dengan kualitas standar produk
kecap asin 16
DAFTAR GAMBAR
1 Modifikasi box inkubator 4
2 Diagram alir proses pembuatan nira fermentasi menggunakan nira kelapa 4
3 Penampakan awal nira kelapa dengan penambahan larutan garam 20%
(A1) dan larutan garam 30% (A2) 6
4 Tingkat warna nira fermentasi hari ke-40 7
5 Pergerakan intensitas warna pada notasi L* (Lightness) nira fermentasi 8
6 Pergerakan intensitas warna pada notasi a* (Redness) nira fermentasi 8
7 Pergerakan intensitas warna pada notasi b* (Yellowness) nira fermentasi 9
8 Hubungan antara nilai a*, b* dengan derajat Hue pada nira fermentasi
hari ke-40 9
9 Perubahan nilai pH nira fermentasi selama proses fermentasi moromi 10
10 Pergerakan total padatan terlarut nira fermentasi 11
11 Kadar gula pereduksi nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40 12
12 Kadar gula total nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40 13
13 Histogram nilai uji kesukaan nira fermentasi 17
14 Skema prosedur pemeriksaan jumlah total mikroba (TPC) 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur Analisis 22
2 Kurva Standar Gula 27
3 Kadar Total Padatan Terlarut, Gula Pereduksi dan Total Gula pada Nira
Fermentasi 28
4 Pengukuran Warna Nira Fermentasi 29
5 Kandungan Senyawa Volatil Nira Kelapa dan Nira Fermentasi 33
6 Uji Kesukaan Nira Fermentasi 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 mencapai 2,02 juta ton, sedangkan
produksi dalam negeri baru 0,71 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor.
Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam
negeri. Kebutuhan kedelai tersebut terbagi untuk produksi tempe 1,2 juta ton, kecap
dan susu kedelai 0,65 juta ton, pakan ternak 1,0 juta ton, serta benih 0,05 juta ton.
Di sisi lain, kalangan pengrajin tidak mempertimbangkan kesulitan petani
menanam kedelai, karena kedelai impor sebagian besar hasil rekayasa genetika
lebih menarik dan menghasilkan tahu tempe dengan kualitas cukup baik. Nilai
impor kedelai pertahun akhirnya semakin melambung dan kebergantungan impor
kedelai untuk memenuhi konsumsi maupun kebutuhan industri dalam negeri
semakin tidak dapat dihindari (BPPP 2005).
Selain masalah kurangnya kebutuhan kedelai dalam negeri, kedelai dan
produk makanan atau minuman yang mengandung kedelai bisa menyebabkan alergi
pada sebagian orang. Jika seseorang memiliki alergi terhadap kedelai, seseorang
harus menghindari produk yang mengandung kedelai (Santoso 2010). Sehingga
potensi komoditas lain yang dapat menekan permasalahan kedelai adalah dengan
pembuatan nira fermentasi dari nira kelapa sebagai pensubstitusi produk kecap asin
yang berbasis kedelai. Menurut Maya (2013), nira fermentasi ini dapat digunakan
untuk dressings, membuat tumisan atau sebagai saus untuk menikmati sushi.
Nira kelapa merupakan cairan yang keluar dari mayang kelapa yang
pucuknya belum membuka. Nira kelapa ini dapat diolah menjadi gula kelapa. Selain
kelapa, ada pula tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan nira, seperti
aren, siwalan, lontar dan jenis palma lainnya. Nira kelapa dalam keadaan segar
mempunyai rasa manis, berbau harum dan tidak berwarna.
Kandungan asam amino yang dimiliki nira kelapa lebih tinggi dibanding
produk kecap. Menurut Leslie (2009) ada 17 asam amino (esensial dan non
esensial) yang sangat penting untuk meningkatkan fungsi sistem saraf dan otak,
memperbaiki jaringan otot dan mendorong level energi, serta meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Rasanya yang manis, berbau harum, dan kandungan asam amino
yang tinggi menyebabkan nira kelapa dapat diolah menjadi produk yang bernilai
ekonomis tinggi, seperti alternatif produk kecap asin tanpa berbasis kedelai.
Teknologi peningkatan flavor (rasa dan aroma) dengan prinsip fermentasi
moromi pada proses pembuatan kecap diterapkan untuk pengolahan nira kelapa
menjadi alternatif produk kecap tanpa berbasis kedelai. Proses fermentasi moromi
akan berlangsung reaksi kimia dalam pemecahan substrat yang akan menentukan
flavor pada nira kelapa tersebut. Kondisi fermentasi moromi dibuat berbeda
sehingga akan ditentukan kondisi yang menghasilkan kualitas nira fermentasi
terbaik.
2
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Bahan baku nira kelapa yang digunakan adalah nira kelapa organik yang
menggunakan laru sebagai pengawet alami dengan pemanasan terlebih dahulu pada
suhu 90-110 oC. Laru tersebut terbuat dari larutan Ca(OH)2 yang dikombinasikan
dengan tatal kayu nangka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nira
kelapa ditambahkan larutan garam dengan konsentrasi 20% dan 30% lalu disimpan
dengan suhu 30, 40 dan 50 oC sehingga kondisi sekitar fermentasi tidak ditentukan.
Nira kelapa yang telah ditambahkan larutan garam dibiarkan mengalami fermentasi
secara alami tanpa adanya penambahan enzim maupun mikroorganisme pendukung.
Proses fermentasi moromi dilakukan selama 40 hari. Produk nira fermentasi
dianalisa perubahan sifat fisik dan kimia, serta membandingkan produk nira
fermentasi dengan standardisasi produk kecap asin yang berlaku. Perhitungan
jumlah mikroorganisme nira fermentasi dengan metode TPC (Total Plate Count)
dan tidak mengidentifikasi jenis mikroorganisme yang hidup.
3
METODE
Bahan
Bahan yang dibutuhkan selama penelitian ini adalah nira kelapa organik
sebagai bahan baku, konsentrasi garam sebagai perlakuan fermentasi dan bahan
untuk analisis yaitu fenol 5%, H2SO4 pekat, pereaksi DNS, Plate Count Agar dan
aquades.
Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian ini adalah alat proses fermentasi
(toples tertutup, termostat, box styrofoam dan pengaduk), alat untuk analisis (kertas
pH, labu ukur, gelas ukur, gelas piala, mikropipet, refraktometer, oven pengering,
cawan, spektrofotometer, timbangan digital, tempat penyimpanan, clean bench dan
Quebec Colony Counter), alat Pirolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas (Py-
GC-MS).
Metode Penelitian
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan nira fermentasi menggunakan nira kelapa
5
Penelitian berlangsung selama 4 bulan yaitu mulai bulan Mei sampai Agustus
2016. Pelaksanaan penelitian untuk analisis fisik dan kimia dilakukan di
Laboratorium Bioindustri, Laboratorium DIT, dan Laboratorium Instrument
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kandungan senyawa volatil dilakukan di Laboratorium
Pengujian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor dan
Laboratorium Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Gambar 3 Penampakan awal nira kelapa dengan penambahan larutan garam 20% (A1)
dan larutan garam 30% (A2)
Warna
Warna produk secara alami dapat mempengaruhi persepsi atribut lain seperti
aroma dan rasa. Beberapa penelitian membuktikan bahwa warna mempengaruhi
nilai ambang batas rasa dasar tertentu. Larutan gula yang berwarna gelap dinilai
memiliki ambang batas rasa manis 2-10% lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berwarna lebih terang. Larutan berwarna kuning memiliki nilai ambang batas rasa
manis yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak berwarna dan larutan berwarna
hijau memiliki nilai ambang batas rasa manis lebih rendah daripada larutan yang
tidak berwarna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa warna merupakan salah satu
parameter yang penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan kualitas,
persepsi dan penerimaan konsumen (Adawiyah 2013).
Sistem pengukuran warna dalam penelitian ini menggunakan Hunter’s Lab
Colorimetric System. Berdasarkan beberapa literatur diketahui bahwa untuk uji
warna pada produk berbasis gula menggunakan sistem warna Hunter lebih mudah
dengan ketepatan yang cukup baik. Sistem ini dicirikan dengan tiga nilai notasi
yaitu L* (Lightness), a* (Redness) dan b* (Yellowness). Pergerakan intensitas
warna yang dihasilkan nira fermentasi selama fermentasi dengan notasi L*
(Gambar 5), notasi a* (Gambar 6), dan notasi b* (Gambar 7).
8
75 75
65 65
Nilai L*
Nilai L*
55 55
45 45
35 35
25 25
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
20 25
15 20
Nilai a*
Nilai a*
15
10
10
5
5
0 0
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
40 40
35 35
Nilai b*
30
Nilai b*
30
25 25
20 20
15 15
10 10
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Gambar 7 Pergerakan intensitas warna pada notasi b* (Yellowness) nira fermentasi
Gambar 8 Hubungan antara nilai a*, b* dengan derajat Hue pada nira fermentasi hari
ke-40
10
Yeast mulai tumbuh setelah pH mencapai 5,0 (Sluis et al. 2001). Penurunan
pH terjadi sampai pH cocok untuk pertumbuhan yeast. Menurut Jansen et al. (2003)
bahwa produksi fusel alkohol oleh Z. rouxii juga dipengaruhi oleh suhu fermentasi.
11
Semakin banyak populasi yeast yang tumbuh diharapkan akan membentuk flavor
kecap yang enak.
41,5
39
Brix (%)
40,5
Brix (%)
38
37 39,5
36 38,5
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Hasil total padatan terlarut tidak berubah secara signifikan dari awal
fermentasi hingga akhir fermentasi. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
perbedaan penambahan larutan garam mengakibatkan perubahan hasil total padatan
terlarut. Dilihat dari segi penambahan larutan garam mempunyai perbedaan daerah
hasil yaitu pada penambahan larutan garam 30% berkisar antara brix 39,5 – 41 %,
sedangkan larutan garam 20% berkisar brix 36,5 – 38,5 %. Kandungan total padatan
terlarut meliputi zat terlarut (zat organik maupun zat anorganik) misalnya gula,
asam dan garam, sehingga semakin tinggi penambahan larutan garam maka akan
semakin tinggi nilai total padatan terlarut yang terbaca. Untuk produk nira
fermentasi sebaiknya mempunyai nilai total padatan terlarut antara brix 35 – 40 %.
Berdasarkan grafik pergerakan total padatan terlarut nira fermentasi di atas,
konsentrasi garam mengalami fluktuasi. Salah satu faktor yang menyebabkan
konsentrasi garam mengalami fluktuasi adalah perbedaan suhu penyimpanan yang
mengakibatkan air dalam larutan garam akan menguap seiring dengan lama
fermentasi sehingga kadar garam cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena
garam tidak mengalami penguapan. Selain itu, lama fermentasi juga mempengaruhi
padatan terlarut yang dihasilkan.
Gula Pereduksi
Penentuan gula reduksi pada penelitian ini menggunakan metode DNS.
Metode ini termasuk metode kimiawi. Menurut Sastrohamidjojo (2005) DNS
merupakan senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun
12
3,1
3,0
Gula Pereduski (mg/ml)
2,9
2,8
2,7
2,6
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan
Gambar 11 Kadar gula pereduksi nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40
Hasil kadar gula pereduksi penelitian ini merupakan hasil gula pereduksi
pengenceran 10-1 karena bahan tanpa pengenceran tidak dapat dibaca nilai
absorbansinya. Hasil penentuan menunjukkan bahwa kadar gula pereduksi
fermentasi moromi berlangsung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai kadar
gula pereduksi pada penelitian ini disebabkan oleh suhu penyimpanan. Semakin
tinggi suhu penyimpanan ternyata juga meningkatkan kadar gula pereduksi yang
terbentuk. Hal ini dikarenakan suhu merupakan salah satu katalisator untuk proses
inversi sukrosa sehingga kandungan monosakarida maupun turunannya tinggi.
Tingkat kandungan gula pereduksi juga berpengaruh mengenai perubahan
warna nira fermentasi. Semakin tinggi gula pereduksi menyebabkan warna nira
fermentasi menjadi lebih kecoklatan. Terjadi reaksi Maillard antara gula pereduksi
dan asam-asam amino menghasilkan warna kecoklatan, sehingga kandungan
tertinggi gula pereduksi pada suhu 50 oC dengan penambahan larutan garam 30%
sebesar 0,307 mg/ml menghasilkan warna paling coklat.
Total Gula
Sebelum dilakukan penentuan total gula dengan metode fenol, nira fermentasi
diencerkan terlebih dahulu hingga pengenceran 10-3. Pengenceran tersebut
dilakukan karena pada pengenceran 10-1 – 10-2 kadar gula total nira fementasi tidak
dapat ditentukan nilai absorbansinya, karena warna larutannya hitam pekat
13
sehingga grafik pada gambar di bawah ini merupakan total gula pengenceran 10-3.
Perlakuan pengencerannya membutuhkan aquades sebagai larutan pengencer nira
fermentasi. Hasil penentuan kadar total gula nira fermentasi selama proses
fermentasi moromi disajikan pada Gambar 12.
0,70
0,64
Total gula (g/ml)
0,58
0,52
0,46
0,40
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan
Gambar 12 Kadar gula total nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40
Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa kadar total gula cenderung kurang
stabil dari awal fermentasi hingga fermentasi dihentikan. Suhu 50 oC memiliki
kadar total gula tertinggi pada penambahan larutan garam 20% maupun 30% yaitu
0,669 dan 0,625 g/ml. Kandungan gula nira kelapa awal setelah penerimaan dari
petani nira kelapa dengan tambahan larutan 20% dan 30% berturut-turut sebesar
0,624 g/ml dan 0,635 g/ml, setelah dilakukan fermentasi moromi 40 hari untuk
setiap perlakuan berkisar 0,462 – 0,633 g/ml. Penurunan kandungan gula terjadi
karena fermentasi asam dan aktifitas mikroorganisme.
Kandungan Volatil
Senyawa organik volatil (Volatile Organic Compound) adalah senyawa
organik yang mengandung karbon yang menguap pada tekanan dan temperatur
tertentu atau memiliki tekanan uap yang tinggi pada temperatur ruang (Pratama
2015). Kandungan senyawa ini dalam bidang pangan dapat berperan sebagai
pemberi citarasa dan aroma. Disamping itu senyawa ini memainkan peran penting
dalam produksi penyedap, yang digunakan di industri jasa makanan untuk
meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik produk makanan
tersebut (Antara dan Wartini 2014). Kandungan senyawa volatil pada penelitian ini
didapatkan dari uji GC-MS yang disajikan pada Lampiran 5.
Komponen-komponen yang terindentifikasi pada nira kelapa sebelum proses
fermentasi moromi seperti phenol, 3-methyl-(CAS) m-cresol; ethanone, 1-(2-
furanyl)-(CAS) 2-acetylfuran; cyclopentanone (CAS) dumasin; formamide (CAS)
methanamide; dan 2-hexenoic acid. Komponen tersebut jumlahnya menurun dan
bahkan tidak terindentifikasi pada akhir fermentasi. Dengan demikian dapat
diperkirakan bahwa komponen tersebut berubah menjadi komponen lain (bereaksi
lebih lanjut). Menurut Antara dan Wartini (2014) Kehilangan senyawa volatil
maupun peningkatan senyawa tertentu yang sudah ada ataupun pembentukan
senyawa baru dapat diakibatkan oleh proses oksidasi.
14
Nilai TPC dapat mempengaruhi kualitas mutu produk terutama flavor (rasa
dan aroma) nira fermentasi. Semakin tinggi nilai TPC (jumlah total mikroba), maka
semakin menurun kualitas dari produk nira fermentasi tersebut. Jika nilai TPC pada
produk nira fermentasi tinggi, maka aromanya akan berubah menjadi tengik dan
berbau alkohol serta rasanya berubah menjadi lebih masam. Ketika telah terjadi
keadaan yang sepeti itu, produk nira fermentasi sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Berdasarkan hasil nilai TPC nira fermentasi didapatkan bahwa rata-rata dari
setiap perlakuan memiliki nilai TPC < 2,5 x 102 cfu/g. Menurut BSN (2009)
mengenai batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan dengan jenis cemaran
mikroba yaitu Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga Total Plate Count (TPC)
16
pada produk kecap kedelai, kecap ikan, kecap air kelapa dan saus tiram yaitu 1 x
105 cfu/g atau 5 log cfu/g.
Jenis Perlakuan
SNI*
Uji A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Keadaan
Bau Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Rasa Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Padatan Min.
38,5% 37,5% 37,5% 40,5% 40% 41%
terlarut 4,0%
Total Min.
60% 59,2% 66,9% 52% 57,4% 62,5%
gula 40%
Angka < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x Maks.
lempeng 102 102 102 102 102 102 105
total
*SNI 01-3543-1999
tidak mendekati warna kecap yang coklat pekat. Dari parameter padatan terlarut,
total gula, dan angka lempeng total kualitas nira fermentasi setiap perlakuan
memenuhi syarat dari kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI 01-
3543-1999.
Uji Kesukaan
Penetapan perlakuan terbaik juga dipertimbangkan pada hasil uji kesukaan
panelis terhadap produk nira fermentasi. Uji kesukaan disebut juga uji hedonik,
dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain
secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau
pembandingan produk dengan produk pesaing. Panelis pada uji ini diminta untuk
memilih satu pilihan di antara yang lain. Oleh karena itu, produk yang tidak dipilih
dapat menunjukkan bahwa produk tersebut disukai ataupun tidak disukai
(Setyaningsih et al. 2010).
Uji kesukaan pada produk nira fermentasi menggunakan tiga atribut penilaian
yaitu warna, rasa dan aroma. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan) terhadap masing-masing atribut
penilaian tersebut. Ada 5 tingkat kesukaan (skala hedonik) yang akan diujikan yaitu
sangat suka, suka, netral, tidak suka, dan sangat tidak suka. Dari data uji kesukaan
diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan kesukaan terhadap aroma. Data uji
kesukaan disajikan pada Gambar 13.
140
120
100
Nilai tingkat kesukaan
80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A3B3
Perlakuan
Warna Aroma Rasa
Dilihat dari nilai tingkat kesukaan (secara subjektif) panelis terhadap produk
nira fermentasi mengalami perbedaan secara nyata pada atribut aroma, sedangkan
pada atribut warna dan rasa tidak terjadi perbedaan secara nyata. Atribut aroma nira
fermentasi dipengaruhi oleh kandungan volatil yang terdapat di dalamnya. Bila
dihubungkan dengan hasil analisis kandungan volatil menggunakan GC-MS (secara
objektif) terdapat perbedaan komposisi komponen volatil pada setiap perlakuan
pembuatan nira fermentasi. Atribut aroma dan rasa nira fermentasi dari segi panelis
yang paling disukai adalah nira fermentasi pada perlakuan suhu 50 oC dengan
penambahan larutan garam 30%, sedangkan pada atribut warna yang paling disukai
18
Simpulan
Saran
Kualitas nira fermentasi sangat dipengaruhi oleh kualitas nira kelapa yang
digunakan sehingga untuk menghasilkan kualitas nira fermentasi yang baik maka
nira kelapa yang digunakan pun harus yang masih dalam keadaan segar (rasa manis,
berbau harum, tidak berwarna dan pH netral atau pH ± 7). Waktu fermentasi
diperpanjang untuk menghasilkan kualitas nira fermentasi yang lebih baik. Proses
pembuatan nira fermentasi diharuskan dalam keadaan higienis karena nira kelapa
termasuk media yang baik untuk pertumbuhan mikrooganisme sehingga selama
proses tersebut sangat rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk.
DAFTAR PUSTAKA
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (ID). 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional (ID). 2009. Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dalam Pangan. SNI-7388-2009. Jakarta (ID): Badan Standardisasi
Nasional.
_________. 1999. Kecap Kedelai. SNI 01-3543-1999. Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
Adawiyah DR. 2013. Pengukuran warna produk pangan. Foodreview Indonesia.
8(8): 52-58.
Antara NS dan Wartini M. 2014. Senyawa aroma dan citarasa (aroma and flavor
compounds). TPC Project Udayana University-Texas A&M University. 2: 16-40.
Apriyantono A dan Yulianawati GD. 2004. Perubahan komponen volatil selama
fermentasi kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15(2): 100-112.
Astawan M dan Astawan MW. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA and Smith F. 1956. Colorimetric
method for determination of sugars and related substances. J Anal Chem. 28(3):
350-356.
Eskin HA, Henderson HM, dan Towsend RJ. 1971. Biochemistry of Food. Florida
(US): Academic Press.
Ferdiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Husain H. 1996. Memperlajari Pengaruh Lama Proses Moromi terhadap
Pembentukan Prekursor Flavor Dan Flavor Kecap Manis [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jansen M, Veurink JH, Euverink GJW dan Dijkhuizen L. 2003. Growth of the salt
tolerant yeast Zygosaccharomyces rouxii in microtiter plates: effects of NaCl,
20
pH and temperature on growth and fusel alcohol production from branched chain
amino acids. J FEMS Yeast Res. 3: 313-318.
Kader AA. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. California (US):
Cooperative Extension, University of California.
Kasmidjo RB. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): PAU Pangan dan Gizi.
Koswara S. 1997. Mengenal makanan tradisional hasil olahan kedelai. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 8(2): 75-76.
Leslie R. 2009. Coconut sap. [Internet]. [diunduh 2016 Jun 16]. Tersedia pada:
https://www.coconutsecret.com/Tappingthesap2.html.
Lie, Lie. 1996. Mempelajari Hubungan antara Kesukaan Konsumen, Deskripsi
Sensori Dan Komposisi Komponen Volatil Kecap Manis [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H dan Soejoeno
RR. 2007. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: FKH IPB
Hastoeti P dan Rushelia R. 2013. Mengenal beberapa instrument di laboratorium
instrumentasi dan proksimat terpadu. Warta Hasil Hutan. 8(1): 6-8.
Maya S. 2013. Asam amino dalam nira kelapa. [internet]. [diunduh 2016 Juni 12].
Tersedia pada: http://coconutsyrup.com.
Miller L. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing
sugar. J Anal Chem. 31(3): 426-428.
Nunomura N dan Sasaki M. 1986. Soy Sauce. Florida (US): CRC Press.
Pratama HS. 2015. Senyawa organik mudah menguap (volatile organic compound).
[Internet]. [diunduh 2016 Oktober 19]. Tersedia pada: http://sentraltraining.com/
senyawa-organik-mudah-menguap-volatile-organic-compound/.
Roling WFM. 1995. Traditional Indonesian soy sauce (kecap) production:
microbiology of the brine fermentation [dissertation]. Amsterdam (NL): Vrije
Universiteit Amsterdam.
Rosida DF. 2009. Penurunan kadar asam amino lisin dalam kecap manis akibat
reaksinya dengan senyawa karbonil dalam reaksi maillard. Jurnal Teknologi
Pangan. 1: 22-27.
Santoso TB. 2010. Alergi kedelai. [internet]. [diunduh 2016 Oktober 28]. Tersedia
pada: https://health.detik.com/read/2010/01/06/171226/1272921/770/alergi-ked
elai
Sastrohamidjojo H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Setyaningsih D, Apriyantono A dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.
Sluis CVD, Tramper J, dan Wijffels RH. 2001. Enhancing and accelerating flavor
formation by salt tolerant yeasts in Japanese soy sauce processes. J Trends in
Food Science and Technology. 12: 322-327.
Steinkraus KH, Cullen RE, Pederson CS dan Nellills LF. 1983. Handbook of
Indigenous Fermented Foods, 2nd ed. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Taufik M. 2013. Sekilas tentang reaksi Maillard. [Internet]. [diunduh 2016 Okt 4].
Tersedia pada: http://www.mohtaufik.com/2013/09/reaksi-maillard.html.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Wu TY, Kan MS, Siow LF dan Palniady LK. 2010. Effect of temperature on
moromi fermentation of soy sauce with intermittent aeration. Afr J Biotechnol.
9(5): 702-706.
21
LAMPIRAN
22
𝑏∗
Chroma (C*) = √(𝑎 ∗)2 + (𝑏 ∗)2 ; Hue angle (h) = tan−1(𝑎∗) (𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡)
𝐺 𝑥 𝐹𝑃
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑢𝑙𝑎 (%) = 𝑥 100%
𝑊
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = bobot contoh (gram)
media PCA (suhu 40-45 oC), kemudian dihomogenkan isinya secara perlahan
dengan cara diputar membentuk angka delapan (perhatikan jangan sampai cairan
tersebut keluar dari cawan petri). Pembuatan media PCA dengan melarutkan 24
gram bubuk media PCA per 1 liter aquades. Cawan didiamkan pada suhu ruang
hingga media agar memadat, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 18-
24 jam. Ketika proses inkubasi, posisi cawan dibalik dengan posisi agar berada
diatas karena uap air yang dihasilkan pada saat inkubasi akan menghambat
pertumbuhan mikroba. Skema prosedur TPC disajikan pada Gambar 14.
𝑔𝑟𝑎𝑚 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥
𝑚𝑙 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
c. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
d. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua, yaitu angka pertama di depan
koma dan angka ke dua dibelakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5 maka ia harus
dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang ke dua.
e. Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka kurang dari 25
koloni per cawan petri, maka hitunglah jumlah koloni pada pengenceran
terendah. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan dengan
besarnya pengenceran dan cantumkan jumlah sesungguhnya di dalam tanda
kurung.
f. Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka lebih dari 250
koloni per cawan petri, hanya koloni pada pengenceran tertinggi yang
dihitung hasilnya dilaporkan sebagai lebih besar dari 250 dikalikan besarnya
pengenceran dan jumlah sesungguhnya dilaporkan di dalam tanda kurung.
g. Jika terdapat dua cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah
koloni antara 25-250 dan perbandingan antara hasil pengenceran tertinggi dan
terendah < 2,0 maka dilaporkan rata-rata jumlah kedua cawan petri tersebut
dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan keduanya
>2,0 maka dilaporkan hasil dari pengenceran terkecil (dengan
memperhitungkan pengencerannya).
h. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) setiap pengenceran, data yang
diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu,
meskipun salah satu cawan tidak menghasilkan 25-250 koloni.
i. Jika pada pengenceran yang terendah menghasilkan angka 0, misal 0 x 101
maka hasilnya dilaporkan sebagai est < 101 di dalam tanda kurung.
Uji Kesukaan
Analisis nira fermentasi dilakukan dengan uji kesukaan skala hedonik
terhadap warna, rasa dan aroma. Contoh disajikan dengan memberi nomor secara
acak. Setiap pengamatan terhadap setiap perlakuan diberi nilai antara 1 sampai 5
dengan nilai tertinggi menunjukkan derajat kesukaan yang tertinggi. Pengujian
kesukaan ini dilakukan oleh panelis terlatih yang terdiri dari 25 atau lebih orang
yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani
latihan-latihan (Setyaningsih et al. 2010).
27
0,35
Absorbansi
y = 2,9124x - 0,0146
0,25
R² = 0,9921
0,15
0,05
1,2
0,8
Absorbansi
0,2
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
-0,2
Konsentrasi (mg/ml)
28
Lampiran 3 Kadar Total Padatan Terlarut, Gula Pereduksi dan Total Gula pada
Nira Fermentasi
A1B2
Core 69 1 6 45 3 18 41 6 28 41 9 30 37 12 33 32 14 38
Inner 71 1 11 46 3 17 44 5 27 43 7 32 38 12 36 36 14 37
Outer 68 2 16 49 3 20 45 5 26 41 6 31 37 11 34 38 14 30
A1B3
Core 69 1 6 44 3 36 40 9 29 35 11 34 29 16 36 24 21 36
Inner 71 1 11 48 4 36 43 10 29 37 12 37 30 16 37 29 21 36
Outer 68 2 16 47 3 38 41 9 28 39 11 35 29 17 38 28 15 38
A2B1
Core 69 1 7 53 2 17 48 2 19 45 2 25 43 4 27 43 6 34
Inner 71 1 10 53 2 15 51 2 18 46 2 24 44 5 27 44 5 30
30
A2B2
Core 69 1 7 47 3 18 42 6 28 35 10 32 35 13 36 34 14 38
Inner 71 1 10 48 3 16 43 6 22 35 8 32 36 11 36 35 14 32
Outer 67 2 14 47 4 19 42 7 29 34 8 32 35 12 37 34 15 39
A2B3
Core 69 1 7 46 3 18 39 9 28 32 10 36 30 15 36 26 21 38
Inner 71 1 10 47 4 20 40 8 30 34 11 36 32 14 35 27 21 40
Outer 67 2 14 46 2 18 39 8 29 32 11 35 32 15 36 26 19 35
31
A1B2
Core 69 6,08 80,54 45 18,25 80,54 41 28,64 77,91 41 31,32 73,28 37 35,11 70,02 32 40,50 69,75
Inner 71 11,05 84,81 46 17,26 80,00 44 27,46 79,51 43 32,76 77,66 38 37,95 71,57 36 39,56 69,25
Outer 68 16,12 82,87 49 20,22 81,47 45 26,48 79,11 41 31,58 79,05 37 35,74 72,07 38 33,11 64,95
A1B3
Core 69 6,08 80,54 44 36,12 85,24 40 30,36 72,75 35 35,74 72,07 29 39,40 66,04 24 41,68 59,68
Inner 71 11,05 84,81 48 36,22 83,66 43 30,68 70,97 37 38,90 72,01 30 40,31 66,59 29 41,68 59,68
Outer 68 16,12 82,87 47 38,12 85,49 41 29,41 72,18 39 36,69 72,54 29 41,63 65,94 28 40,85 68,43
A2B1
Core 69 7,07 81,87 53 17,12 83,29 48 19,10 83,99 45 25,08 85,43 43 27,29 81,57 43 34,53 80,00
Inner 71 10,05 84,30 53 15,13 82,41 51 18,11 83,66 46 24,08 85,24 44 27,46 79,51 44 30,41 80,54
Outer 67 14,14 81,87 54 17,26 80,00 47 20,22 81,47 43 23,09 85,03 45 28,28 81,87 44 34,53 80,00
32
A2B3
Core 69 7,07 81,87 46 18,25 80,54 39 29,41 72,18 32 37,36 74,48 30 39,00 67,38 26 43,42 61,08
Inner 71 10,05 84,30 47 20,40 78,69 40 31,05 75,07 34 37,64 73,00 32 37,70 68,20 27 45,18 62,24
Outer 67 14,14 81,87 46 18,11 83,66 39 30,08 74,60 32 36,69 72,54 32 39,00 67,38 26 39,82 61,48
33
Ester
Butan-3-Enoic Acid Methyl Ester √ √
Fenol
Phenol √
Amida
2,2-diethyl-4-pentenamide √
Propanamide √
Formamide √
34
Senyawa Furan
Furfural √ √ √ √ √
5-hydroxymethyl-2-furaldehyde √ √ √
2-furancarboxaldehyde √ √ √ √ √
2-furancarbotelluroate √
3-furaldehyde √ √
2-Acetylfuran √
1-(3-furyl)-4a-hydroxy-5,8a- √
dimethyloctahydro-2-benzopyran-3-one
Terpenoid
2-propylthiophene √ √ √ √
Methyl-3-thiophenepropenol √ √
Piran
5-propyl-3,4-dihydropyran √ √ √
2-ethyl-4-methylenetetrahydropyran √ √
2-isobutyl-4-methylenetetrahydropyran √ √
2-Pentenyl-5,6-dihydro-2(H)-Pyranone √ √ √
3a-Ethylhexahydrofuro[2,3-b]pyran-2-ol √
3-ethylhexahydrofuropyran √
Azola
1H-1,2,3-triazol √
1H-pyrazole √
2-ethyl-2,4,5-trimethyl-2H-imidazole √ √
1-tetrazol-2-yl-ethanone √
Benzo[b]cyclohepta[e][1,4]thiazine √
Pirimidin
4-hydroxy-5-methoxypyrimidine √ √ √ √
3-methyl-2,4-pyrimidindione √
Komponen bersulfur
Cyclohexenylmethyl sulfone √
35
Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 1 4 1 2 2 3
2 Restuti R 5 3 1 3 4 1
3 Himatul Aliyah 3 4 5 4 3 5
4 Nur Kholis 3 3 3 3 4 3
5 Ana Mustafidah 2 3 4 2 2 4
6 Atik Silvia 4 3 3 3 2 2
7 Fatimatul M 2 4 2 3 4 3
8 Enggar Yulia W 3 4 5 3 2 4
9 Lia Khoirun Nisa 4 4 3 4 3 3
10 Devi Apriliyanti 4 2 2 4 3 3
11 Rika Purnamasari 1 4 3 3 5 3
12 Yusup Hartono 1 4 5 2 3 5
13 Asri Sulistyowati 3 5 3 4 5 3
14 M Nursalim 2 3 4 3 2 3
15 Priyatmoko Rizki 3 4 4 4 3 3
16 Kholil Ma'ruf 2 4 4 2 3 3
17 Dedy Nur W 2 4 2 4 3 3
18 Nur 'Azizul U 2 3 4 3 3 4
19 Damara Willy W 1 2 5 2 4 3
20 Azmi Syahrian Z 3 4 5 3 3 5
21 Rizki Nurdin A S 4 4 3 4 3 2
22 Adi Nugroho 2 4 3 3 4 3
23 Amin Nur H 3 4 5 4 4 5
24 Dewi Marisa M 4 4 2 5 2 3
25 Aziz Fajar W 4 3 2 3 3 2
26 Krisna Arianti 4 3 2 4 3 1
27 Putri Novia F 4 2 2 5 4 3
28 Setyo Cahyanto 5 4 2 4 4 2
29 Pauji Padilah 3 4 2 4 4 2
30 Ahmad Deni R 3 3 3 3 3 3
31 Angga Dwi I 3 3 2 3 3 2
32 Tito Luthfi A A 1 2 3 2 1 3
33 Riezky Novyandika 2 4 4 4 4 3
37
b. Rasa
Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 1 3 2 1 2 4
2 Restuti R 4 3 4 4 2 3
3 Himatul Aliyah 3 2 4 3 3 5
4 Nur Kholis 4 4 3 4 5 5
5 Ana Mustafidah 1 2 4 3 4 4
6 Atik Silvia 3 3 3 3 2 4
7 Fatimatul M 2 4 2 5 5 2
8 Enggar Yulia W 2 5 5 1 3 2
9 Lia Khoirun Nisa 4 4 5 4 4 4
10 Devi Apriliyanti 4 2 3 4 4 3
11 Rika Purnamasari 3 3 2 4 4 3
12 Yusup Hartono 2 4 5 3 3 5
13 Asri Sulistyowati 4 5 4 3 5 2
14 M Nursalim 2 2 3 3 3 4
15 Priyatmoko Rizki A 3 4 4 3 2 4
16 Kholil Ma'ruf 2 3 3 3 3 3
17 Dedy Nur W 2 3 3 4 3 3
18 Nur 'Azizul U 2 3 2 3 4 4
19 Damara Willy W 1 3 4 1 2 5
20 Azmi Syahrian Z 5 4 5 2 4 5
21 Rizki Nurdin A S 3 3 2 3 4 4
22 Adi Nugroho 2 3 4 3 2 4
23 Amin Nur H 2 4 3 4 3 3
24 Dewi Marisa M 3 3 4 2 4 4
25 Aziz Fajar W 4 2 2 2 3 3
26 Krisna Arianti 4 3 2 4 3 4
27 Putri Novia F 3 3 2 3 3 4
28 Setyo Cahyanto 3 4 4 5 4 5
29 Pauji Padilah 2 4 2 2 2 4
30 Ahmad Deni R 5 4 4 5 4 4
31 Angga Dwi I 3 2 3 3 2 4
32 Tito Luthfi A A 1 1 5 5 3 4
33 Riezky Novyandika 3 4 3 2 2 4
38
c. Aroma
Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 2 1 2 1 1 1
2 Restuti R 2 1 3 2 1 2
3 Himatul Aliyah 1 2 4 2 1 4
4 Nur Kholis 2 1 2 2 1 2
5 Ana Mustafidah 2 1 2 2 3 3
6 Atik Silvia 4 2 3 3 2 3
7 Fatimatul M 1 2 2 3 3 4
8 Enggar Yulia W 2 4 2 3 2 3
9 Lia Khoirun Nisa 3 2 2 3 4 2
10 Devi Apriliyanti 2 2 2 1 2 4
11 Rika Purnamasari 1 4 4 2 4 3
12 Yusup Hartono 1 3 3 2 2 3
13 Asri Sulistyowati 2 2 3 1 3 3
14 M Nursalim 1 3 3 2 2 2
15 Priyatmoko Rizki A 4 3 2 3 2 2
16 Kholil Ma'ruf 3 3 2 2 2 3
17 Dedy Nur W 3 4 4 3 2 3
18 Nur 'Azizul U 4 4 4 4 4 4
19 Damara Willy W 1 4 3 3 2 3
20 Azmi Syahrian Z 3 4 4 3 3 4
21 Rizki Nurdin A S 1 2 3 2 2 2
22 Adi Nugroho 3 2 2 4 2 3
23 Amin Nur H 4 2 3 4 3 5
24 Dewi Marisa M 3 4 3 3 4 3
25 Aziz Fajar W 4 2 1 2 2 4
26 Krisna Arianti 2 1 1 2 3 2
27 Putri Novia F 2 2 2 3 2 3
28 Setyo Cahyanto 2 1 2 1 1 2
29 Pauji Padilah 1 1 1 1 1 1
30 Ahmad Deni R 3 3 3 3 3 3
31 Angga Dwi I 2 3 2 4 3 3
32 Tito Luthfi A A 1 2 1 1 2 1
33 Riezky Novyandika 3 2 2 2 2 2
39
RIWAYAT HIDUP