Anda di halaman 1dari 51

PEMBUATAN NIRA KELAPA FERMENTASI DENGAN

METODE MOROMI UNTUK PENSUBSTITUSI


KECAP ASIN

BAGASKORO TRI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Nira Kelapa
Fermentasi dengan Metode Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Bagaskoro Tri Pamungkas


NIM F34120085
ABSTRAK

BAGASKORO TRI PAMUNGKAS. Pembuatan Nira Kelapa Fermentasi dengan


Metode Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin. Dibimbing oleh ADE
ISKANDAR.

Penelitian ini dilakukan untuk membuat nira kelapa fermentasi sebagai


pengganti kecap asin menggunakan nira kelapa organik. Nira kelapa mempunyai
rasa dan aroma yang khas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan garam (20% dan 30%) dan suhu (30, 40, dan 50 oC) terhadap sifat fisik
dan kimia nira fermentasi dan untuk mengetahui perlakuan terbaik dalam
pembuatan nira fermentasi. Proses pembuatan nira fermentasi melibatkan
fermentasi moromi yaitu proses fermentasi dengan penambahan garam dan
dibiarkan mengalami proses aging secara alami. Penambahan garam berfungsi
menghambat pertumbuhan mikroba yang mengganggu proses fermentasi. Nilai pH
nira fermentasi terjadi penurunan dari 7,4 menjadi berkisar 5,5 – 6 dengan nilai
akhir padatan terlarut larutan garam 20% berkisar brix 36,5 – 38,5 % dan larutan
garam 30% berkisar brix 39,5 – 41 %. Nilai pengukuran warna dengan notasi L*;
a*; b* berturut-turut sebesar 26±0,577; 20±1,155; 38±2,517 dengan nilai derajat
Hue (h) sebesar 61,64O dan Chroma (C*) sebesar 39,82. Kadar gula pereduksi akhir
dari setiap perlakuan berkisar 2,821 – 3,07 mg/ml dan kadar gula total berkisar
0,462 – 0,633 g/ml. Senyawa 2-furancarboxaldehyde merupakan senyawa organik
penentu aroma khas nira fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan A2B3 (konsentrasi garam 30%
dengan suhu 50 oC).

Kata kunci: Nira fermentasi, fermentasi moromi, suhu, larutan garam.

ABSTRACT

BAGASKORO TRI PAMUNGKAS. Fermented Coconut Sap Making with


Moromi Method for Soy Sauce Substitution. Supervised by ADE ISKANDAR.

This research was conducted to make fermented coconut sap as substitute for
soy sauce using organic coconut sap. Coconut sap has specific taste and aroma. This
research aimed to determine the temperature (30, 40, and 50 oC) and salt
concentration (20% and 30%) effect to the physical and chemical characteristic of
fermented coconut sap, to determine the best treatment in fermented coconut sap
process. Fermented coconut sap making process used moromi fermentation was
fermentation process by adding salt and allowed to undergo the natural aging
process. Salt was added to inhibitor microbe which disturb fermentation process.
The result showed that pH level of fermented coconut sap decreased from pH 7,4
to 5.5 – 6 with the final value of 20% salted sap dissolved solid has ranged of brix
36.5 – 38.5 % and 30% salted sap has ranged of brix 39.5 – 41 %. Value of color
noted by L*; a*; b* were 26±0.577; 20±1.155; 38±2.517 with Hue angle value was
(h) 61.64O and Chroma (C*) was 39.82. Rate of final reducing sugar at each
treatment has ranged from 2.821 to 3.07 mg/ml and total sugar has ranged from
0.462 to 0.633 g/ml. 2-furancarboxaldehyde compound was organic compound
which of determining spesific aroma of fermented coconut sap. This results showed
that the best treatment was obtained at treatment of A2B3 (a salt concentration of
30% with temperature of 50 oC)

Keywords: Fermented coconut sap, moromi fermentation, temperature, salted sap


PEMBUATAN NIRA KELAPA FERMENTASI DENGAN
METODE MOROMI UNTUK PENSUBSTITUSI
KECAP ASIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini ialah nira
fermentasi, dengan judul Pembuatan Nira Kelapa Fermentasi dengan Metode
Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin.
Terimakasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah berkontribusi
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr Ir Ade Iskandar, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, arahan dan
nasihat kepada penulis sejak pelaksanaan praktik lapangan, penelitian dan
selama penyusunan skripsi.
2. Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS dan Dr Endang Warsiki, STP, MSi selaku dosen
penguji sidang penulis.
3. Ibu Poedji Hastoeti selaku pegawai Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan Gunung Batu Bogor atas bantuannya analisis kandungan senyawa
volatil.
4. Bapak Ugi selaku petani nira kelapa kebun Dungus Teureup atas bantuannya
sebagai penyedia nira kelapa organik.
5. Bapak Bambang Endarto dan ibu Endah Dwi Hariyanti selaku orangtua penulis
yang selalu memberikan semangat dan do’anya kepada penulis.
6. Niken, Paps, Herman, Setyo, Hima, Dewan, Angga, Adi dan Joko yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan karya
tulis ini.
7. Keluarga Imagora, UKM Pramuka IPB, Jawa Sukses, Family Boy dan teman-
teman seperjuangan Tinnovator yang selalu memberikan semangat, do’a dan
candaannya kepada penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak diharapkan untuk
memperkuat dan memperkaya keilmuan. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

Bagaskoro Tri Pamungkas


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Metode Penelitian 3
Waktu dan Tempat 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pembuatan Nira Fermentasi 5
Uji Sifat Fisik dan Kimia Nira Fermentasi 6
Penentuan Perlakuan Terbaik Pembuatan Nira Fermentasi 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
1 Nilai TPC (cfu/g) nira fermentasi 15
2 Perbandingan kualitas nira fermentasi dengan kualitas standar produk
kecap asin 16

DAFTAR GAMBAR
1 Modifikasi box inkubator 4
2 Diagram alir proses pembuatan nira fermentasi menggunakan nira kelapa 4
3 Penampakan awal nira kelapa dengan penambahan larutan garam 20%
(A1) dan larutan garam 30% (A2) 6
4 Tingkat warna nira fermentasi hari ke-40 7
5 Pergerakan intensitas warna pada notasi L* (Lightness) nira fermentasi 8
6 Pergerakan intensitas warna pada notasi a* (Redness) nira fermentasi 8
7 Pergerakan intensitas warna pada notasi b* (Yellowness) nira fermentasi 9
8 Hubungan antara nilai a*, b* dengan derajat Hue pada nira fermentasi
hari ke-40 9
9 Perubahan nilai pH nira fermentasi selama proses fermentasi moromi 10
10 Pergerakan total padatan terlarut nira fermentasi 11
11 Kadar gula pereduksi nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40 12
12 Kadar gula total nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40 13
13 Histogram nilai uji kesukaan nira fermentasi 17
14 Skema prosedur pemeriksaan jumlah total mikroba (TPC) 25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur Analisis 22
2 Kurva Standar Gula 27
3 Kadar Total Padatan Terlarut, Gula Pereduksi dan Total Gula pada Nira
Fermentasi 28
4 Pengukuran Warna Nira Fermentasi 29
5 Kandungan Senyawa Volatil Nira Kelapa dan Nira Fermentasi 33
6 Uji Kesukaan Nira Fermentasi 36
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 mencapai 2,02 juta ton, sedangkan
produksi dalam negeri baru 0,71 juta ton dan kekurangannya terpaksa diimpor.
Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan yang dapat dipenuhi dari produksi dalam
negeri. Kebutuhan kedelai tersebut terbagi untuk produksi tempe 1,2 juta ton, kecap
dan susu kedelai 0,65 juta ton, pakan ternak 1,0 juta ton, serta benih 0,05 juta ton.
Di sisi lain, kalangan pengrajin tidak mempertimbangkan kesulitan petani
menanam kedelai, karena kedelai impor sebagian besar hasil rekayasa genetika
lebih menarik dan menghasilkan tahu tempe dengan kualitas cukup baik. Nilai
impor kedelai pertahun akhirnya semakin melambung dan kebergantungan impor
kedelai untuk memenuhi konsumsi maupun kebutuhan industri dalam negeri
semakin tidak dapat dihindari (BPPP 2005).
Selain masalah kurangnya kebutuhan kedelai dalam negeri, kedelai dan
produk makanan atau minuman yang mengandung kedelai bisa menyebabkan alergi
pada sebagian orang. Jika seseorang memiliki alergi terhadap kedelai, seseorang
harus menghindari produk yang mengandung kedelai (Santoso 2010). Sehingga
potensi komoditas lain yang dapat menekan permasalahan kedelai adalah dengan
pembuatan nira fermentasi dari nira kelapa sebagai pensubstitusi produk kecap asin
yang berbasis kedelai. Menurut Maya (2013), nira fermentasi ini dapat digunakan
untuk dressings, membuat tumisan atau sebagai saus untuk menikmati sushi.
Nira kelapa merupakan cairan yang keluar dari mayang kelapa yang
pucuknya belum membuka. Nira kelapa ini dapat diolah menjadi gula kelapa. Selain
kelapa, ada pula tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan nira, seperti
aren, siwalan, lontar dan jenis palma lainnya. Nira kelapa dalam keadaan segar
mempunyai rasa manis, berbau harum dan tidak berwarna.
Kandungan asam amino yang dimiliki nira kelapa lebih tinggi dibanding
produk kecap. Menurut Leslie (2009) ada 17 asam amino (esensial dan non
esensial) yang sangat penting untuk meningkatkan fungsi sistem saraf dan otak,
memperbaiki jaringan otot dan mendorong level energi, serta meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Rasanya yang manis, berbau harum, dan kandungan asam amino
yang tinggi menyebabkan nira kelapa dapat diolah menjadi produk yang bernilai
ekonomis tinggi, seperti alternatif produk kecap asin tanpa berbasis kedelai.
Teknologi peningkatan flavor (rasa dan aroma) dengan prinsip fermentasi
moromi pada proses pembuatan kecap diterapkan untuk pengolahan nira kelapa
menjadi alternatif produk kecap tanpa berbasis kedelai. Proses fermentasi moromi
akan berlangsung reaksi kimia dalam pemecahan substrat yang akan menentukan
flavor pada nira kelapa tersebut. Kondisi fermentasi moromi dibuat berbeda
sehingga akan ditentukan kondisi yang menghasilkan kualitas nira fermentasi
terbaik.
2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang teridentifikasi, muncul


beberapa pertanyaan yang perlu dijawab agar dapat menyelesaikan permasalahan
yang ada. Beberapa pertanyaan tersebut antara lain:
1. Apakah nira kelapa dapat diolah menjadi produk pengganti kecap asin?
2. Perubahan sifat fisik dan kimia apakah yang terjadi ketika nira kelapa
dilakukan fermentasi dengan larutan garam (moromi)?
3. Apakah dengan perlakuan fermentasi moromi mampu meningkatkan cita
rasa khas nira kelapa?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan garam dan


suhu terhadap sifat fisik dan kimia nira fermentasi dan untuk mendapatkan
perlakuan terbaik dalam pembuatan nira fermentasi.

Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan


mengenai pengaruh penambahan perbedaan konsentrasi garam dan suhu
penyimpanan terhadap perubahan sifat fisik dan kimia yang terjadi pada nira kelapa
yang telah dilakukan fermentasi moromi. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menentukan alternatif perlakuan yang tepat dalam pembuatan nira fermentasi
khususnya pada peningkatan flavor khas nira kelapa dengan tingkat kesukaan
konsumen yang tinggi. Produk yang dihasilkan mampu memberikan alternatif
peningkatan nilai tambah pada nira kelapa yaitu dengan mengolah nira kelapa
menjadi produk nira fermentasi pensubstitusi kecap asin yang berbasis kedelai.

Ruang Lingkup Penelitian

Bahan baku nira kelapa yang digunakan adalah nira kelapa organik yang
menggunakan laru sebagai pengawet alami dengan pemanasan terlebih dahulu pada
suhu 90-110 oC. Laru tersebut terbuat dari larutan Ca(OH)2 yang dikombinasikan
dengan tatal kayu nangka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nira
kelapa ditambahkan larutan garam dengan konsentrasi 20% dan 30% lalu disimpan
dengan suhu 30, 40 dan 50 oC sehingga kondisi sekitar fermentasi tidak ditentukan.
Nira kelapa yang telah ditambahkan larutan garam dibiarkan mengalami fermentasi
secara alami tanpa adanya penambahan enzim maupun mikroorganisme pendukung.
Proses fermentasi moromi dilakukan selama 40 hari. Produk nira fermentasi
dianalisa perubahan sifat fisik dan kimia, serta membandingkan produk nira
fermentasi dengan standardisasi produk kecap asin yang berlaku. Perhitungan
jumlah mikroorganisme nira fermentasi dengan metode TPC (Total Plate Count)
dan tidak mengidentifikasi jenis mikroorganisme yang hidup.
3

METODE

Bahan

Bahan yang dibutuhkan selama penelitian ini adalah nira kelapa organik
sebagai bahan baku, konsentrasi garam sebagai perlakuan fermentasi dan bahan
untuk analisis yaitu fenol 5%, H2SO4 pekat, pereaksi DNS, Plate Count Agar dan
aquades.

Alat

Peralatan yang digunakan selama penelitian ini adalah alat proses fermentasi
(toples tertutup, termostat, box styrofoam dan pengaduk), alat untuk analisis (kertas
pH, labu ukur, gelas ukur, gelas piala, mikropipet, refraktometer, oven pengering,
cawan, spektrofotometer, timbangan digital, tempat penyimpanan, clean bench dan
Quebec Colony Counter), alat Pirolisis Spektrometri Massa Kromatografi Gas (Py-
GC-MS).

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan yaitu membuat nira fermentasi menggunakan


bahan baku nira kelapa yang difermentasi dalam larutan garam. Hasil nira
fermentasi dianalisis sifat fisik dan kimia, kemudian ditentukan perlakuan terbaik
pembuatan nira fermentasi dari perlakuan perbedaan larutan garam dan suhu.
Metode penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

Pembuatan Nira fermentasi


Sebanyak 2 liter nira kelapa organik dimasukkan ke dalam wadah toples
tertutup, toples ini sebagai tempat berlangsungnya proses fermentasi. Nira di dalam
toples diberi perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi garam (20% dan 30%)
dan suhu fermentasi dengan menyimpan dalam box inkubator pada suhu 30 oC, 40
o
C, dan 50 oC seperti pada Gambar 1. Setiap sampel diberi kode berdasarkan
perlakuan penambahan konsentrasi garam (A) dan suhu (B) yang dijelaskan sebagai
berikut:
a. Penambahan garam (A) : A1 : larutan garam 20%
A2 : larutan garam 30%
b. Suhu (B) : B1 : suhu 30 oC
B2 : suhu 40 oC
B3 : suhu 50 oC
4

Gambar 1 Modifikasi box inkubator

Berdasarkan perlakuan penambahan konsentrasi garam (A) dan suhu (B)


yang telah dijelaskan sebelumnya didapatkan enam kode perlakuan yang berbeda.
Kode perlakuan pembuatan nira fermentasi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
A1B1 = konsentrasi garam 20% dengan suhu 30 oC
A1B2 = konsentrasi garam 20% dengan suhu 40 oC
A1B3 = konsentrasi garam 20% dengan suhu 50 oC
A2B1 = konsentrasi garam 30% dengan suhu 30 oC
A2B2 = konsentrasi garam 30% dengan suhu 40 oC
A2B3 = konsentrasi garam 30% dengan suhu 50 oC
Selama proses fermentasi berlangsung, nira fermentasi dilakukan
pengadukan berkala untuk menjaga keseragaman konsentrasi garam dan mencegah
terjadinya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Wadah toples tertutup
dibiarkan terjadi fermentasi secara alami selama 40 hari. Diagram alir proses
metode fermentasi nira kelapa disajikan Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan nira fermentasi menggunakan nira kelapa
5

Uji Sifat Fisik dan Kimia Nira Fementasi


Pengamatan uji sifat fisik dan kimia nira fermentasi dilakukan setiap 7 hari.
Nira fermentasi hari ke-40 dilakukan uji hedonik kepada panelis yang telah dipilih
dengan indikator yang diujikan yaitu warna, aroma dan rasa. Sebelum dan setelah
fermentasi, nira kelapa dianalisis kandungan volatilnya sehingga dapat diamati
perubahan kandungan volatil nira kelapa.
Selama proses fermentasi dilakukan uji sifat fisik dan kimia nira fermentasi
antara lain derajat keasaman (pH), kadar total padatan terlarut, uji warna, gula
pereduksi, total gula, dan TPC. Uji kandungan senyawa volatil dan uji tingkat
kesukaan (uji organoleptik) perlu dilakukan pada akhir pembuatan nira fermentasi
tersebut untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen khususnya terhadap flavor
nira fermentasi yang dihasilkan. Prosedur uji disajikan pada Lampiran 1.

Penentuan Perlakuan Terbaik Pembuatan Nira fermentasi


Penentuan kualitas nira fermentasi yang baik ditentukan dengan
membandingkan antara kualitas nira fermentasi dari berbagai perlakuan dengan
kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI 01-3543-1999. Parameter
penentuan kulitas nira fermentasi yang digunakan terdiri dari hasil analisis keadaan,
padatan terlarut, total gula, dan angka lempeng total. Selain itu, penentuan
perlakuan terbaik juga ditentukan dari hasil uji kesukaan oleh 33 panelis terlatih
dengan tiga atribut penilaian yaitu warna, rasa dan aroma. Prosedur uji dapat dilihat
pada Lampiran 1.

Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung selama 4 bulan yaitu mulai bulan Mei sampai Agustus
2016. Pelaksanaan penelitian untuk analisis fisik dan kimia dilakukan di
Laboratorium Bioindustri, Laboratorium DIT, dan Laboratorium Instrument
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kandungan senyawa volatil dilakukan di Laboratorium
Pengujian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor dan
Laboratorium Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Nira Fermentasi

Penambahan konsentrasi garam yang digunakan ketika fermentasi moromi


pada umumnya sekitar 20 – 25 %, namun dalam penelitian ini konsentrasi garam
yang diberikan yaitu 20% dan 30%. Proses moromi yang lama seperti pembuatan
kecap Jepang, senyawa hasil ini akan dipecah lebih lanjut oleh enzim-enzim dari
bakteri dan khamir untuk menghasilkan komponen yang merupakan senyawa
pembentuk flavor dan aroma khas kecap Jepang (Steinkraus et al. 1983). Setiap hari
nira fermentasi dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk menstabilkan larutan
garam dan mengontrol keseragaman suhu sehingga mencegah tumbuhnya
6

mikroorganisme anaerobik yang tidak diinginkan yang biasanya mampu memecah


senyawa gula menjadi senyawa alkohol serta mengeluarkan karbondioksida.
Nira kelapa yang telah ditambahkan larutan garam disimpan dalam box
inkubator pada suhu yang berbeda-beda, yaitu suhu 30 oC, 40 oC, dan 50 oC.
Perbedaan suhu penyimpanan inilah yang menentukan kualitas flavor nira
fermentasi. Penelitian Wu et al. (2010) melaporkan bahwa suhu fermentasi adalah
faktor penting yang menentukan aging dan kualitas dari kecap yang dihasilkan.
Perbedaan suhu (30, 40, dan 50 oC) juga mempengaruhi nilai pH moromi sehingga
berpengaruh pada reaksi kimia dalam pemecahan substrat yang akan menentukan
flavor yang dihasilkan. Penampakan awal nira kelapa sebelum dilakukan fermentasi
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Penampakan awal nira kelapa dengan penambahan larutan garam 20% (A1)
dan larutan garam 30% (A2)

Uji Sifat Fisik dan Kimia Nira Fermentasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan penambahan


garam terhadap sifat fisik dan kimia nira kelapa organik yang dilakukan fermentasi
dengan larutan garam (moromi). Penambahan konsentrasi larutan garam 20%
terlarut semua, sedangkan penambahan konsentrasi larutan garam 30% tidak
terlarut semua sehingga masih terdapat garam yang mengendap didasar nira kelapa.
Penampakan awal sesudah ditambahkan larutan garam, pada penambahan larutan
garam 30% terjadi perubahan warna lebih gelap dibandingkan penambahan larutan
garam 20%.
Perbedaan suhu fermentasi menyebabkan perubahan pada nira kelapa
menjadi lebih coklat dibandingkan pada awal penyadapan nira kelapa. Tingkat
warna pada suhu 50 oC terjadi perubahan warna kecoklatan yang paling cepat
dibandingkan pada suhu 30 oC dan suhu 40 oC. Selama penyimpanan dengan suhu
30, 40 dan 50 oC terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard.
Tingkat warna nira fermentasi pada hari ke-40 dapat dilihat pada Gambar 4.
7

Gambar 4 Tingkat warna nira fermentasi hari ke-40

Nira kelapa yang telah dilakukan fermentasi moromi dengan berbagai


perlakuan suhu dan konsentrasi garam selama 40 hari mengalami perubahan aroma
dan warna yang ditimbulkan oleh nira kelapa tersebut. Aroma yang muncul pada
nira kelapa dikarena oleh komponen volatil yang terkandung dalam nira kelapa
tersebut. Sebagian besar komponen volatil yang muncul dihasilkan oleh reaksi non
enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan non enzimatis merupakan
fenomena yang seringkali ditemukan pada penyimpanan bahan makanan maupun
pengolahan makanan. Reaksi ini berkontribusi dalam pembentukan warna, flavor,
aroma dan tekstur (Rosida 2009).
Reaksi Maillard dapat terjadi jika terdapat substansi amino (protein), gula
pereduksi dan air. Reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi
dengan gugus amina dari asam amino. Warna yang dihasilkan dari kekuningan
sampai dengan kecoklatan. Reaksi Maillard ini memiliki keuntungan yaitu
meningkatkan sensori dan menghasilkan zat antioksidan (Taufik 2013). Reaksi
Maillard akan berpengaruh terhadap sifat sensori pangan seperti aroma, rasa dan
warna, seperti pada roti panggang dan pembuatan kecap.

Warna
Warna produk secara alami dapat mempengaruhi persepsi atribut lain seperti
aroma dan rasa. Beberapa penelitian membuktikan bahwa warna mempengaruhi
nilai ambang batas rasa dasar tertentu. Larutan gula yang berwarna gelap dinilai
memiliki ambang batas rasa manis 2-10% lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berwarna lebih terang. Larutan berwarna kuning memiliki nilai ambang batas rasa
manis yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak berwarna dan larutan berwarna
hijau memiliki nilai ambang batas rasa manis lebih rendah daripada larutan yang
tidak berwarna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa warna merupakan salah satu
parameter yang penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan kualitas,
persepsi dan penerimaan konsumen (Adawiyah 2013).
Sistem pengukuran warna dalam penelitian ini menggunakan Hunter’s Lab
Colorimetric System. Berdasarkan beberapa literatur diketahui bahwa untuk uji
warna pada produk berbasis gula menggunakan sistem warna Hunter lebih mudah
dengan ketepatan yang cukup baik. Sistem ini dicirikan dengan tiga nilai notasi
yaitu L* (Lightness), a* (Redness) dan b* (Yellowness). Pergerakan intensitas
warna yang dihasilkan nira fermentasi selama fermentasi dengan notasi L*
(Gambar 5), notasi a* (Gambar 6), dan notasi b* (Gambar 7).
8

75 75
65 65
Nilai L*

Nilai L*
55 55
45 45
35 35
25 25
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Gambar 5 Pergerakan intensitas warna pada notasi L* (Lightness) nira fermentasi

Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin lama proses fermentasi


berlangsung, maka semakin menurunnya nilai kecerahan (L*) yang terbentuk. Hal
ini dikarenakan proses pencoklatan oleh reaksi Maillard pada nira fermentasi yang
menyebabkan warna nira semakin gelap. Namun jika dilihat dari perbedaan suhu
fermentasi nilai kecerahannya berbanding terbalik dengan tingkat intensitas suhu
yang diberikan. Semakin tinggi suhu fermentasi, semakin rendah nilai
kecerahannya. Hal ini membuktikan bahwa ketika nilai L* semakin menurun, pada
nilai 0 berarti gelap atau hitam dan nilai 100 berarti terang atau putih, maka
perubahan warna nira fermentasi akan semakin gelap. Jika diamati dari segi
konsentrasi garam maka nilai kecerahannya tidak berpengaruh secara signifikan.

20 25

15 20
Nilai a*
Nilai a*

15
10
10
5
5
0 0
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Gambar 6 Pergerakan intensitas warna pada notasi a* (Redness) nira fermentasi

Dilihat dari Gambar 6 pergerakan intensitas warna pada notasi a* (Redness)


ini berbanding terbalik dengan nilai kecerahan (L*) dengan semua hasil notasi +a*
(positif). Notasi +a* (positif) menunjukan adanya warna merah yang terkandung
dalam nira fermentasi. Perubahan nilai a* yang meningkat menyebabkan warna nira
fermentasi terlihat kemerahan. Warna awal nira fermentasi yang cenderung kuning
kecoklatan selama proses fermentasi menjadi terlihat coklat kemerahan. Gambar di
atas bila diamati berdasarkan berbedaan suhu dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi suhu yang diberikan, semakin tinggi juga nilai +a*. Pengaruh perbedaan
larutan garam jika dilihat dari grafik pergerakan intensitas warna notasi a* tidak
berpengaruh secara signifikan.
9

40 40
35 35
Nilai b*

30

Nilai b*
30
25 25
20 20
15 15
10 10
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Gambar 7 Pergerakan intensitas warna pada notasi b* (Yellowness) nira fermentasi

Gambar 7 menunjukkan pergerakan intensitas warna notasi b* (Yellowness)


yang berhubungan dari kandungan warna kuning dari nira fermentasi jika bernilai
positif dan warna biru jika bernilai negatif. Gambar di atas dapat dianalisa bahwa
semakin tinggi suhu fermentasi maka semakin tinggi nilai +b* (positif). Nilai b*
tertinggi pada suhu 50 oC. Ini berhubungan dengan reaksi Maillard jika pada suhu
50 oC mempunyai nilai kecerahan (L*) rendah akan menyebabkan perubahan warna
pada nilai +b* (positif) kearah warna kecoklatan. Semakin tinggi reaksi Maillard
maka warna nira fermentasi semakin kecoklatan. Sehingga nilai kecerahan (L*)
produk nira fermentasi berbanding terbalik dengan nilai b* selama proses
fermentasi moromi berlangsung. Perbedaan penambahan larutan garam pada nilai
b* tidak berpengaruh secara signifikan.

Gambar 8 Hubungan antara nilai a*, b* dengan derajat Hue pada nira fermentasi hari
ke-40
10

Gambar 8 memperlihatkan perbedaan nilai a* dengan nilai b* akan


mengakibatkan perbedaan derajat hue (h) yang dihasilkan. Nilai derajat hue (h)
digunakan untuk membedakan warna misalnya merah, hijau dan biru serta untuk
menentukan tingkat kemerahan, kehijauan, dst. Hasil perhitungan derajat hue (h)
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin rendah
derajat hue (h) yang mengakibatkan nira fermentasi berubah warna awal nira kelapa
yaitu bening-kekuningan menuju coklat-kemerahan. Warna tersebut dikarenakan
terjadinya proses kondensasi aldol yaitu pada reaksi Maillard terjadi polimerisasi
aldehida-aldehida tanpa mengikutsertakan gugus amino atau dengan gugus amino
membentuk senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 2002).

Derajat Keasaman (pH)


Derajat asam menyatakan berapa besar kandungan asam yang terkandung di
dalam bahan. Semakin besar kandungan asamnya, maka semakin rendah pula nilai
pH-nya. Perubahan nilai pH dari minggu pertama hingga minggu kelima cenderung
mengalami penurunan. Pengukuran nilai pH hingga minggu kelima berkisar antara
5,5-6. Penurunan pH diakibatkan oleh meningkatnya kandungan asam pada nira
fermentasi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang fermentasi moromi
pada kecap terdapat beberapa jenis bakteri dan khamir yang terlibat didalamnya,
antara lain Lactobacillus delbrueckii, Hansenula sp. (Astawan dan Astawan 1991),
Pseudomonas soyae (Kasmidjo 1990), Zygosaccharomyces soyae, Z. major, dan
Saccharomyces rouxii (Koswara 1997). Menurut Roling (1995) selama fermentasi
moromi ini mikroba yang paling berperan adalah Tetragenococcus halophila dan
pada fermentasi asam laktat adalah bakteri halofilik dan khamir
Zygosaccharomyces rouxii. Tahap ini tumbuh bateri yang mampu memproduksi
asam organik terutama asam laktat, asetat, suksinat dan fosfat. Asam-asam ini akan
menurunkan pH larutan garam menjadi 4,8 – 5,0. Selain itu, khamir aktif dan
merombak gula pereduksi menjadi senyawa penting dalam pembentukan flavor.
Nilai pH nira fermentasi disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Perubahan nilai pH nira fermentasi selama proses fermentasi moromi

Yeast mulai tumbuh setelah pH mencapai 5,0 (Sluis et al. 2001). Penurunan
pH terjadi sampai pH cocok untuk pertumbuhan yeast. Menurut Jansen et al. (2003)
bahwa produksi fusel alkohol oleh Z. rouxii juga dipengaruhi oleh suhu fermentasi.
11

Semakin banyak populasi yeast yang tumbuh diharapkan akan membentuk flavor
kecap yang enak.

Total Padatan Terlarut


Total padatan terlarut merupakan parameter fisik kualitas baku dan
merupakan ukuran zat terlarut dalam air (baik zat organik maupun anorganik).
Material-material yang tergolong dapat larut dalam air seperti karbonat, bikarbonat,
klorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, dan
ion-ion lainnya. Kualitas rasa manis suatu bahan pangan dapat diukur dengan
pengukuran total padatan terlarut karena gula merupakan komponen utama dari
padatan terlarut (Kader 1985). Hasil total padatan terlarut nira fermentasi disajikan
pada Gambar 10.

41,5
39

Brix (%)
40,5
Brix (%)

38

37 39,5

36 38,5
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Waktu fermentasi (minggu) Waktu fermentasi (minggu)
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Gambar 10 Pergerakan total padatan terlarut nira fermentasi

Hasil total padatan terlarut tidak berubah secara signifikan dari awal
fermentasi hingga akhir fermentasi. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
perbedaan penambahan larutan garam mengakibatkan perubahan hasil total padatan
terlarut. Dilihat dari segi penambahan larutan garam mempunyai perbedaan daerah
hasil yaitu pada penambahan larutan garam 30% berkisar antara brix 39,5 – 41 %,
sedangkan larutan garam 20% berkisar brix 36,5 – 38,5 %. Kandungan total padatan
terlarut meliputi zat terlarut (zat organik maupun zat anorganik) misalnya gula,
asam dan garam, sehingga semakin tinggi penambahan larutan garam maka akan
semakin tinggi nilai total padatan terlarut yang terbaca. Untuk produk nira
fermentasi sebaiknya mempunyai nilai total padatan terlarut antara brix 35 – 40 %.
Berdasarkan grafik pergerakan total padatan terlarut nira fermentasi di atas,
konsentrasi garam mengalami fluktuasi. Salah satu faktor yang menyebabkan
konsentrasi garam mengalami fluktuasi adalah perbedaan suhu penyimpanan yang
mengakibatkan air dalam larutan garam akan menguap seiring dengan lama
fermentasi sehingga kadar garam cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena
garam tidak mengalami penguapan. Selain itu, lama fermentasi juga mempengaruhi
padatan terlarut yang dihasilkan.

Gula Pereduksi
Penentuan gula reduksi pada penelitian ini menggunakan metode DNS.
Metode ini termasuk metode kimiawi. Menurut Sastrohamidjojo (2005) DNS
merupakan senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun
12

komponen pereduksi lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid,


senyawa yang mampu menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik
pada 540 nm. Semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel,
maka akan semakin banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang
terbentuk dan mengakibatkan serapan semakin tinggi. Reaksi dengan DNS yang
terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi
gugus karboksil. Sementara itu, DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk
3-amino dan 5-nitrosalicylic acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila
terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna
kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga
kemerahan. Hasil kadar gula pereduksi penelitian ini disajikan pada Gambar 11.

3,1

3,0
Gula Pereduski (mg/ml)

2,9

2,8

2,7

2,6
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan

Gambar 11 Kadar gula pereduksi nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40

Hasil kadar gula pereduksi penelitian ini merupakan hasil gula pereduksi
pengenceran 10-1 karena bahan tanpa pengenceran tidak dapat dibaca nilai
absorbansinya. Hasil penentuan menunjukkan bahwa kadar gula pereduksi
fermentasi moromi berlangsung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai kadar
gula pereduksi pada penelitian ini disebabkan oleh suhu penyimpanan. Semakin
tinggi suhu penyimpanan ternyata juga meningkatkan kadar gula pereduksi yang
terbentuk. Hal ini dikarenakan suhu merupakan salah satu katalisator untuk proses
inversi sukrosa sehingga kandungan monosakarida maupun turunannya tinggi.
Tingkat kandungan gula pereduksi juga berpengaruh mengenai perubahan
warna nira fermentasi. Semakin tinggi gula pereduksi menyebabkan warna nira
fermentasi menjadi lebih kecoklatan. Terjadi reaksi Maillard antara gula pereduksi
dan asam-asam amino menghasilkan warna kecoklatan, sehingga kandungan
tertinggi gula pereduksi pada suhu 50 oC dengan penambahan larutan garam 30%
sebesar 0,307 mg/ml menghasilkan warna paling coklat.

Total Gula
Sebelum dilakukan penentuan total gula dengan metode fenol, nira fermentasi
diencerkan terlebih dahulu hingga pengenceran 10-3. Pengenceran tersebut
dilakukan karena pada pengenceran 10-1 – 10-2 kadar gula total nira fementasi tidak
dapat ditentukan nilai absorbansinya, karena warna larutannya hitam pekat
13

sehingga grafik pada gambar di bawah ini merupakan total gula pengenceran 10-3.
Perlakuan pengencerannya membutuhkan aquades sebagai larutan pengencer nira
fermentasi. Hasil penentuan kadar total gula nira fermentasi selama proses
fermentasi moromi disajikan pada Gambar 12.
0,70

0,64
Total gula (g/ml)

0,58

0,52

0,46

0,40
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan

Gambar 12 Kadar gula total nira fermentasi pada fermentasi hari ke-40
Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa kadar total gula cenderung kurang
stabil dari awal fermentasi hingga fermentasi dihentikan. Suhu 50 oC memiliki
kadar total gula tertinggi pada penambahan larutan garam 20% maupun 30% yaitu
0,669 dan 0,625 g/ml. Kandungan gula nira kelapa awal setelah penerimaan dari
petani nira kelapa dengan tambahan larutan 20% dan 30% berturut-turut sebesar
0,624 g/ml dan 0,635 g/ml, setelah dilakukan fermentasi moromi 40 hari untuk
setiap perlakuan berkisar 0,462 – 0,633 g/ml. Penurunan kandungan gula terjadi
karena fermentasi asam dan aktifitas mikroorganisme.

Kandungan Volatil
Senyawa organik volatil (Volatile Organic Compound) adalah senyawa
organik yang mengandung karbon yang menguap pada tekanan dan temperatur
tertentu atau memiliki tekanan uap yang tinggi pada temperatur ruang (Pratama
2015). Kandungan senyawa ini dalam bidang pangan dapat berperan sebagai
pemberi citarasa dan aroma. Disamping itu senyawa ini memainkan peran penting
dalam produksi penyedap, yang digunakan di industri jasa makanan untuk
meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik produk makanan
tersebut (Antara dan Wartini 2014). Kandungan senyawa volatil pada penelitian ini
didapatkan dari uji GC-MS yang disajikan pada Lampiran 5.
Komponen-komponen yang terindentifikasi pada nira kelapa sebelum proses
fermentasi moromi seperti phenol, 3-methyl-(CAS) m-cresol; ethanone, 1-(2-
furanyl)-(CAS) 2-acetylfuran; cyclopentanone (CAS) dumasin; formamide (CAS)
methanamide; dan 2-hexenoic acid. Komponen tersebut jumlahnya menurun dan
bahkan tidak terindentifikasi pada akhir fermentasi. Dengan demikian dapat
diperkirakan bahwa komponen tersebut berubah menjadi komponen lain (bereaksi
lebih lanjut). Menurut Antara dan Wartini (2014) Kehilangan senyawa volatil
maupun peningkatan senyawa tertentu yang sudah ada ataupun pembentukan
senyawa baru dapat diakibatkan oleh proses oksidasi.
14

Komponen volatil yang teridentifikasi pada nira fermentasi terdiri dari 9


senyawa golongan hidrokarbon, 5 senyawa alkohol alifatik dan aromatik, 1
senyawa ester, 10 senyawa keton alifatik dan lakton, 3 senyawa amida, 6 asam
karboksilat, 6 senyawa furan, 2 senyawa terpenoid, 6 senyawa piran, 5 senyawa
azola, 2 senyawa pirimidin, 1 senyawa bersulfur, dan 2 senyawa turunan benzena.
Analisis kandungan senyawa volatil pada penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi mengenai perubahan-perubahan nira kelapa selama proses
fermentasi moromi dan mengetahui peran moromi terhadap perubahan flavor nira
kelapa.
Menurut Apriyantono dan Yulianawati (2004) flavor pada kecap ditentukan
oleh adanya komponen volatil dan nonvolatil yang berkontribusi di dalamnya.
Komponen volatil berkontribusi dalam aroma kecap yang dihasilkan. Komponen
volatil yang teridentifikasi pada tahap fermentasi garam seperti senyawa
phenylethylalcohol, 2-acetylthiazole, 3-(methylthio) propanal dan heptadecanoic
acid.
Komponen volatil yang ditemui hampir semua perlakuan fermentasi antara
lain 5-hydroxymethyl-2-furaldehyde, 2-furancarboxaldehyde (CAS) Furfural dan
4-hydroxy-5-methoxypyrimidine. Komponen 5-hydroxymethyl-2-furaldehyde ini
berasal dari reaksi karamelisasi pada proses pemasakan nira kelapa sebelum
dilakukan proses fermentasi moromi. Reaksi karamelisasi ini merupakan degredasi
gula yang menghasilkan produk akhir berupa bahan yang berwarna coklat. Menurut
Eskin et al. (1971), proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi yaitu tahap 1,2
enolasi, tahap dehidrasi atau fisi dan tahap pembentukan pigmen. Pada tahap 1,2
enolasi gula mengalami enolasi menghasilkan senyawa 1,2- enol. Reaksi ini terjadi
lebih cepat dalam kondisi basa daripada asam. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi
atau fisi. Pada tahap ini 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-
hidroksimetil-2-furfuraldehid yang merupakan salah satu prekursor pigmen coklat.
Kandungan volatil yang mengalami peningkatan proporsi pada akhir proses
fermentasi moromi antara lain acetic acid, anhydride (CAS) acetic oxide; 2-
propanone, 1-hydroxy-(CAS) acetol; 2-furancarboxaldehyde (CAS) furfural;
propanoic acid; 2-furancarboxaldehyde, 5-(hydroxymethyl)-(CAS) HMF; dan 2-
furancarboxaldehyde. Sebagian komponen yang mengalami peningkatan adalah
senyawa furan yang merupakan senyawa organik khas dari nira kelapa. Peningkatan
senyawa ini disebabkan adanya interaksi antara nira kelapa dengan suhu
penyimpanan.
Fermentasi moromi menyebabkan peningkatan jumlah kandungan senyawa
hidrokarbon pada nira fermentasi. Peningkatan jumlah senyawa hidrokarbon
tersebut disebabkan oleh proses aging secara alami dengan penambahan garam
selama proses fermentasi berlangsung. Senyawa-senyawa tersebut adalah 1-
hydroxy-1-trifluoromethylcyclohex-2-ene, 1-hydoxymethyl, dioxin, cyclobutenet,
1,5-dibromo-2,4-dimethyl-pentane, cycloheptatriene, cyclohexadiene, dan 5-
methyl-6-carbethoxy-2-oxabicyclo[3.1.0] hexane.
Senyawa fenol merupakan karakteristik penting pada kecap Jepang. Senyawa
4-etilguaicol (4-etil-2-metoksifeknol) merupakan komponen flavor yang penting
pada kecap Jepang yang dihasilkan oleh Candida torulopsis selama fermentasi koji
menjadi moromi (Nunomura dan Sasaki 1992). Penelitian ini terdapat 1 komponen
fenol pada nira kelapa sebelum dilakukan proses fermentasi moromi yaitu Phenol,
3-methyl-(CAS) m-cresol, namun tidak ditemukan pada akhir fermentasi moromi.
15

Hasil penelitian Apriyantono dan Yulianawati (2004) juga tidak teridentifikasi


adanya senyawa fenol, sedangkan penelitian Husain (1996) hanya teridentifikasi 1
komponen dan Lie (1996) terdapat 9 komponen senyawa fenol yang teridentifikasi.

Perhitungan Total Mikroba


Perhitungan total mikroba dalam bahan pangan penting untuk mengukur
tingkat kesegaran, kualitas sanitasi pangan selama penanganan, transportasi, dan
penyimpanan. Kerusakan pada bahan pangan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain pertumbuhan dan aktivitas mikroba (bakteri, kapang dan khamir) serta
aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan. Jumlah kandungan mikroba bahan
pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kisaran waktu antara
makanan selesai diolah sampai diterima konsumen ketika makanan tersebut masih
mempunyai mutu yang baik. Salah satu cara mencegah pertumbuhan mikroba
adalah dengan mengganggu lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup mikroba
dapat diganggu dengan cara mengubah suhu, kadar air, aw, pH, kadar oksigen,
komposisi substrat serta penggunaan bahan pengawet anti-mikroba (Ferdiaz 1992).
Penelitian ini mencoba untuk memeriksa dan menghitung jumlah total
mikroba selama proses fermentasi moromi nira fermentasi. Metode yang digunakan
dalam memeriksa jumlah mikroba adalah TPC. Nilai TPC dihitung dalam colony-
forming unit (cfu) per gram. Analisis TPC dilakukan untuk mengetahui jumlah total
mikroba yang dapat tumbuh pada produk nira fermentasi. Hasil nilai TPC nira
fermentasi selama fermentasi minggu ke-5 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai TPC (cfu/g) nira fermentasi

Minggu Larutan garam 20% Larutan garam 30%


ke- 30 oC 40 oC 50 oC 30 oC 40 oC 50 oC
0 3,1 x 103 < 2,5 x 102 3,3 x 103 < 2,5 x 102 3,7 x 102 < 2,5 x 102
1 < 2,5 x 102 3,1 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102
2 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102
3 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102
4 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 5,6 x 102 < 2,5 x 102 3,7 x 102 < 2,5 x 102
5 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102 < 2,5 x 102

Nilai TPC dapat mempengaruhi kualitas mutu produk terutama flavor (rasa
dan aroma) nira fermentasi. Semakin tinggi nilai TPC (jumlah total mikroba), maka
semakin menurun kualitas dari produk nira fermentasi tersebut. Jika nilai TPC pada
produk nira fermentasi tinggi, maka aromanya akan berubah menjadi tengik dan
berbau alkohol serta rasanya berubah menjadi lebih masam. Ketika telah terjadi
keadaan yang sepeti itu, produk nira fermentasi sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Berdasarkan hasil nilai TPC nira fermentasi didapatkan bahwa rata-rata dari
setiap perlakuan memiliki nilai TPC < 2,5 x 102 cfu/g. Menurut BSN (2009)
mengenai batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan dengan jenis cemaran
mikroba yaitu Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga Total Plate Count (TPC)
16

pada produk kecap kedelai, kecap ikan, kecap air kelapa dan saus tiram yaitu 1 x
105 cfu/g atau 5 log cfu/g.

Penentuan Perlakuan Terbaik Pembuatan Nira Fermentasi

Penetapan perlakuan terbaik pembuatan nira fermentasi dilakukan dengan


membandingkan antara kualitas nira fermentasi dari berbagai perlakuan dengan
kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI 01-3543-1999. Parameter
penentu kulitas nira fermentasi yang digunakan terdiri dari hasil analisis keadaan,
padatan terlarut, total gula, dan angka lempeng total. Parameter tersebut memiliki
pengaruh terhadap kualitas nira fermentasi yang dihasilkan karena proses
fermentasi berlangsung untuk mencapai tujuan tertentu.
Analisis keadaan berperan untuk mengidentifikasi kelayakan cita rasa dan
bau yang khas terhadap produk nira fermentasi. Total padatan terlarut berperan
untuk memberikan kualitas rasa manis karena gula merupakan komponen utama
dari padatan terlarut (Kader et al. 1985). Total gula menunjukkan tingkat rasa manis
nira fermentasi. Angka lempeng total berperan untuk mengukur tingkat kesegaran
dan kualitas pangan terhadap cermaran mikroba. Perbandingan nira fermentasi dari
berbagai perlakuan dengan kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI
01-3543-1999 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan kualitas nira fermentasi dengan kualitas standar produk


kecap asin

Jenis Perlakuan
SNI*
Uji A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Keadaan
Bau Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Rasa Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Padatan Min.
38,5% 37,5% 37,5% 40,5% 40% 41%
terlarut 4,0%
Total Min.
60% 59,2% 66,9% 52% 57,4% 62,5%
gula 40%
Angka < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x < 2,5 x Maks.
lempeng 102 102 102 102 102 102 105
total
*SNI 01-3543-1999

Berdasarkan hasil perbandingan kualitas nira fermentasi dengan standardisasi


produk kecap asin yang berlaku dihasilkan bahwa kualitas terendah dimiliki oleh
nira fermentasi dengan perlakuan A1 (fermentasi larutan garam 20% dengan suhu
30 oC). Hal ini disebabkan karena pada suhu 30 oC reaksi pencoklatan non enzimatis
lebih rendah dibandingkan pada suhu 40 oC dan 50 oC, serta pada suhu tersebut
memicu kerja mikroorganisme pembusuk sehingga mampu mempengaruhi keadaan
bau dan rasa. Pada suhu 30 oC juga mempunyai tingkat warna coklat lebih rendah
dibandingkan pada suhu 40 oC dan 50 oC sehingga warna terlihat lebih cerah dan
17

tidak mendekati warna kecap yang coklat pekat. Dari parameter padatan terlarut,
total gula, dan angka lempeng total kualitas nira fermentasi setiap perlakuan
memenuhi syarat dari kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI 01-
3543-1999.

Uji Kesukaan
Penetapan perlakuan terbaik juga dipertimbangkan pada hasil uji kesukaan
panelis terhadap produk nira fermentasi. Uji kesukaan disebut juga uji hedonik,
dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain
secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau
pembandingan produk dengan produk pesaing. Panelis pada uji ini diminta untuk
memilih satu pilihan di antara yang lain. Oleh karena itu, produk yang tidak dipilih
dapat menunjukkan bahwa produk tersebut disukai ataupun tidak disukai
(Setyaningsih et al. 2010).
Uji kesukaan pada produk nira fermentasi menggunakan tiga atribut penilaian
yaitu warna, rasa dan aroma. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan) terhadap masing-masing atribut
penilaian tersebut. Ada 5 tingkat kesukaan (skala hedonik) yang akan diujikan yaitu
sangat suka, suka, netral, tidak suka, dan sangat tidak suka. Dari data uji kesukaan
diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan kesukaan terhadap aroma. Data uji
kesukaan disajikan pada Gambar 13.

140

120

100
Nilai tingkat kesukaan

80

60

40

20

0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A3B3
Perlakuan
Warna Aroma Rasa

Gambar 13 Histogram nilai uji kesukaan nira fermentasi

Dilihat dari nilai tingkat kesukaan (secara subjektif) panelis terhadap produk
nira fermentasi mengalami perbedaan secara nyata pada atribut aroma, sedangkan
pada atribut warna dan rasa tidak terjadi perbedaan secara nyata. Atribut aroma nira
fermentasi dipengaruhi oleh kandungan volatil yang terdapat di dalamnya. Bila
dihubungkan dengan hasil analisis kandungan volatil menggunakan GC-MS (secara
objektif) terdapat perbedaan komposisi komponen volatil pada setiap perlakuan
pembuatan nira fermentasi. Atribut aroma dan rasa nira fermentasi dari segi panelis
yang paling disukai adalah nira fermentasi pada perlakuan suhu 50 oC dengan
penambahan larutan garam 30%, sedangkan pada atribut warna yang paling disukai
18

adalah nira fermentasi pada perlakuan suhu 40 oC dengan penambahan larutan


garam 20%.
Dari hasil perbandingan antara kualitas nira fermentasi dari berbagai
perlakuan dengan kualitas standar produk kecap asin sesuai dengan SNI 01-3543-
1999 maupun hasil uji kesukaan didapatkan bahwa perlakuan terbaik dalam
pembuatan nira fermentasi yaitu perlakuan A2B3 (konsentrasi garam 30% dengan
suhu 50 oC). Warna coklat kehitaman pada perlakuan A2B3 terlihat pada fermentasi
bulan ke 3 dengan kualitas sifat fisik dan kimia sesuai dengan kualitas standar
produk kecap asin, serta atribut rasa dan aroma yang paling disukai dibandingkan
dengan perlakuan yang lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Selama fermentasi moromi pada nira kelapa, suhu fermentasi memberikan


pengaruh terhadap kualitas nira fermentasi. Suhu yang lebih tinggi selama proses
fermentasi dapat mempercepat waktu fermentasi. Derajat keasaman (pH) juga
mengalami perubahan selama proses fermentasi akibat senyawa asam yang
dihasilkan selama peroses fermentasi. Kadar total padatan terlarut untuk
penambahan larutan garam mempunyai perbedaan hasil yaitu pada penambahan
larutan garam 30% berkisar antara brix 39,5 – 41 %, sedangkan larutan garam 20%
berkisar brix 36,5 – 38,5 %.
Kadar gula pereduksi selama proses fermentasi mengalami peningkatan pada
perlakuan A2B3 (konsentrasi garam 30% dengan suhu 50 oC) pada akhir fermentasi
sebesar 3,07 mg/ml. Suhu penyimpanan berbanding lurus dengan nilai gula
pereduksi yaitu semakin tinggi suhu maka kadar gula pereduksi semakin tinggi.
Kandungan total gula nira kelapa awal sebesar 54,75%, sedangkan setelah
dilakukan fermentasi moromi untuk setiap perlakuan berkisar 46,47 – 55,51 %.
Penurunan kandungan gula ini disebabkan oleh proses fermentasi asam dan
degradasi oleh mikroorganisme selama fermentasi moromi. Hasil nilai TPC nira
fermentasi didapatkan bahwa rata-rata dari setiap perlakuan memiliki nilai TPC <
2,5 x 102 cfu/g sesuai dengan syarat batas maksimum cemaran mikroba kecap
kedelai menurut BSN (2009) yaitu sebesar 1 x 105 cfu/g atau 5 log cfu/g.
Senyawa yang terindentifikasi pada nira kelapa sebelum proses fermentasi
moromi yang tidak teridentifikasi pada nira fermentasi seperti phenol, 3-methyl-
(CAS) m-cresol; ethanone, 1-(2-furanyl)-(CAS) 2-acetylfuran; cyclopentanone
(CAS) dumasin; formamide (CAS) methanamide; dan 2-hexenoic acid. Senyawa
volatil yang teridentifikasi pada nira fermentasi terdiri dari 9 senyawa golongan
hidrokarbon, 5 senyawa alkohol alifatik dan aromatik, 1 senyawa ester, 10 senyawa
keton alifatik dan lakton, 3 senyawa amida, 6 asam karboksilat, 6 senyawa furan, 2
senyawa terpenoid, 6 senyawa piran, 5 senyawa azola, 2 senyawa pirimidin, 1
senyawa bersulfur, dan 2 senyawa turunan benzena. Senyawa 2-
furancarboxaldehyde adalah senyawa yang mempunyai konsentrasi tertinggi
selama fermentasi moromi dan merupakan senyawa organik penentu aroma khas
nira fermentasi. Hasil penelitian pembuatan nira fermentasi dari nira kelapa organik
19

menggunakan metode fermentasi moromi didapatkan perlakuan yang mendekati


produk kecap asin yaitu perlakuan A2B3 (konsentrasi garam 30% dengan suhu 50
o
C).

Saran

Kualitas nira fermentasi sangat dipengaruhi oleh kualitas nira kelapa yang
digunakan sehingga untuk menghasilkan kualitas nira fermentasi yang baik maka
nira kelapa yang digunakan pun harus yang masih dalam keadaan segar (rasa manis,
berbau harum, tidak berwarna dan pH netral atau pH ± 7). Waktu fermentasi
diperpanjang untuk menghasilkan kualitas nira fermentasi yang lebih baik. Proses
pembuatan nira fermentasi diharuskan dalam keadaan higienis karena nira kelapa
termasuk media yang baik untuk pertumbuhan mikrooganisme sehingga selama
proses tersebut sangat rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk.

DAFTAR PUSTAKA

[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (ID). 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional (ID). 2009. Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dalam Pangan. SNI-7388-2009. Jakarta (ID): Badan Standardisasi
Nasional.
_________. 1999. Kecap Kedelai. SNI 01-3543-1999. Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
Adawiyah DR. 2013. Pengukuran warna produk pangan. Foodreview Indonesia.
8(8): 52-58.
Antara NS dan Wartini M. 2014. Senyawa aroma dan citarasa (aroma and flavor
compounds). TPC Project Udayana University-Texas A&M University. 2: 16-40.
Apriyantono A dan Yulianawati GD. 2004. Perubahan komponen volatil selama
fermentasi kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15(2): 100-112.
Astawan M dan Astawan MW. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat
Guna. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA and Smith F. 1956. Colorimetric
method for determination of sugars and related substances. J Anal Chem. 28(3):
350-356.
Eskin HA, Henderson HM, dan Towsend RJ. 1971. Biochemistry of Food. Florida
(US): Academic Press.
Ferdiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Husain H. 1996. Memperlajari Pengaruh Lama Proses Moromi terhadap
Pembentukan Prekursor Flavor Dan Flavor Kecap Manis [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jansen M, Veurink JH, Euverink GJW dan Dijkhuizen L. 2003. Growth of the salt
tolerant yeast Zygosaccharomyces rouxii in microtiter plates: effects of NaCl,
20

pH and temperature on growth and fusel alcohol production from branched chain
amino acids. J FEMS Yeast Res. 3: 313-318.
Kader AA. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. California (US):
Cooperative Extension, University of California.
Kasmidjo RB. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): PAU Pangan dan Gizi.
Koswara S. 1997. Mengenal makanan tradisional hasil olahan kedelai. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 8(2): 75-76.
Leslie R. 2009. Coconut sap. [Internet]. [diunduh 2016 Jun 16]. Tersedia pada:
https://www.coconutsecret.com/Tappingthesap2.html.
Lie, Lie. 1996. Mempelajari Hubungan antara Kesukaan Konsumen, Deskripsi
Sensori Dan Komposisi Komponen Volatil Kecap Manis [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H dan Soejoeno
RR. 2007. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: FKH IPB
Hastoeti P dan Rushelia R. 2013. Mengenal beberapa instrument di laboratorium
instrumentasi dan proksimat terpadu. Warta Hasil Hutan. 8(1): 6-8.
Maya S. 2013. Asam amino dalam nira kelapa. [internet]. [diunduh 2016 Juni 12].
Tersedia pada: http://coconutsyrup.com.
Miller L. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing
sugar. J Anal Chem. 31(3): 426-428.
Nunomura N dan Sasaki M. 1986. Soy Sauce. Florida (US): CRC Press.
Pratama HS. 2015. Senyawa organik mudah menguap (volatile organic compound).
[Internet]. [diunduh 2016 Oktober 19]. Tersedia pada: http://sentraltraining.com/
senyawa-organik-mudah-menguap-volatile-organic-compound/.
Roling WFM. 1995. Traditional Indonesian soy sauce (kecap) production:
microbiology of the brine fermentation [dissertation]. Amsterdam (NL): Vrije
Universiteit Amsterdam.
Rosida DF. 2009. Penurunan kadar asam amino lisin dalam kecap manis akibat
reaksinya dengan senyawa karbonil dalam reaksi maillard. Jurnal Teknologi
Pangan. 1: 22-27.
Santoso TB. 2010. Alergi kedelai. [internet]. [diunduh 2016 Oktober 28]. Tersedia
pada: https://health.detik.com/read/2010/01/06/171226/1272921/770/alergi-ked
elai
Sastrohamidjojo H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Setyaningsih D, Apriyantono A dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.
Sluis CVD, Tramper J, dan Wijffels RH. 2001. Enhancing and accelerating flavor
formation by salt tolerant yeasts in Japanese soy sauce processes. J Trends in
Food Science and Technology. 12: 322-327.
Steinkraus KH, Cullen RE, Pederson CS dan Nellills LF. 1983. Handbook of
Indigenous Fermented Foods, 2nd ed. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Taufik M. 2013. Sekilas tentang reaksi Maillard. [Internet]. [diunduh 2016 Okt 4].
Tersedia pada: http://www.mohtaufik.com/2013/09/reaksi-maillard.html.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Wu TY, Kan MS, Siow LF dan Palniady LK. 2010. Effect of temperature on
moromi fermentation of soy sauce with intermittent aeration. Afr J Biotechnol.
9(5): 702-706.
21

LAMPIRAN
22

Lampiran 1 Prosedur Analisis


Pengukuran Warna
Pengujian warna sampel nira kelapa menggunakan alat kamera dan aplikasi
Adobe Photoshop CS6. Metode ini dilakukan untuk mengetahui tingkat warna pada
sampel nira kelapa berdasarkan sistem Hunter. Uji warna berdasarkan sistem
Hunter ini dicirikan dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue): a*,
intensitas warna: b*, dan kecerahan: L*. Ketiga notasi parameter warna tersebut
dapat diterjemahkan sebagai berikut: (1) notasi a* menyatakan warna kromatik
campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna
merah, sedangkan nilai -a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau; (2) notasi
b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif)
dari 0 sampai +70 untuk warna kuning, sedangkan nilai -b* (negatif) dari 0 sampai
-70 untuk warna biru; (3) notasi L* mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100
(putih) yang menyatakan bahwa cahaya pantul menghasilkan warna akromatik
putih, abu-abu dan hitam.
Cara kerja uji warna berdasarkan sistem Hunter, mula-mula diambil gambar
dari sampel nira kelapa menggunakan kamera. Gambar sampel nira fermentasi
tersebut dipindahkan ke dalam aplikasi Adobe Photoshop CS6. Pengaturan warna
dapat dilihat pada kotak dialog Color yang terletak pojok kanan atas pada tampilan
utama aplikasi Adobe Photoshop CS6 dengan mengklik Lab Sliders akan mucul
notasi L*, a*dan b*. Pengambilan sampel uji warna dilakukan dengan mengklik
select pada menu bar, kemudian klik Color Range akan muncul menu dialog Color
Range. Cursor diarahkan ke sampel yang akan ditentukan warnanya (titik pusat,
titik tengah jari-jari dan pinggir), kemudian diklik akan muncul nilai uji warnanya
pada notasi L*, a*dan b* di kotak dialog Color.
Menurut Adawiyah (2013) nilai Chroma (C*) adalah 0 pada titik pusat dan
akan bertambah sesuai dengan jarak dari pusat, sedangkan niali Hue angle (h)
dimulai dari +a sebagai sudut 0 derajat (warna merah) dan sudut 90 derajat adalah
+b (kuning), 180 akan menjadi -a (hijau) dan terakhir 270 derajat adalah -b (biru).
Nilai chroma (C*) dan Hue Angle (h) didefinisikan dengan persamaan berikut:

𝑏∗
Chroma (C*) = √(𝑎 ∗)2 + (𝑏 ∗)2 ; Hue angle (h) = tan−1(𝑎∗) (𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡)

Derajat Keasaman (pH)


Pengamatan nilai pH pada penyimpan nira fermentasi dilakukan setiap 2 hari
sekali selama proses fermentasi berlangsung menggunakan kertas pH skala 1 – 14.

Total Padatan Terlarut


Penentuan kadar total padatan terlarut dapat ditentukan menggunakan alat
refraktometer dengan jenis “Hand-held Refractometer” Seri R-500. Prinsip kerja
alat ini menggunakan prinsip pembiasan, yaitu dengan penyinaran menembus dua
macam media dengan kerapatan yang berbeda, ketika terjadi perbedaan kerapatan
akan terjadi perubahan arah sinar. Panjang gelombang yang dikeluarkan oleh alat
tersebut adalah 589,3 ± 0,3 nm, yang selaras dengan garis-garis spektrum sinar
natrium. Hasil pengukuran total padatan terlarut pada produk nira fermentasi
dinyatakan dalam satuan brix (oBrix).
23

Metode pengerjaan total padatan terlarut dilakukan dengan membersihkan


prisma refraktormeter menggunakan air bersih, lalu dikeringkan menggunakan tisu
kering. Sampel diteteskan diatas prisma yang telah kering, kemudian ratakan
sampai menutupi layar kaca tersebut. Tutup, tahan, dan arahkan refraktrometer
kepada cahaya. Skala pada refraktrometer dibaca dan dicatat suhu pengukuran.
Nilai refraktif indeks dihitung atau dikonversikan terhadap padatan terlarut.

Kadar Gula Pereduksi


Penentuan nilai gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959).
Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ml DNS ke dalam 1
ml sampel (supernatan), kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 100oC selama
15 menit. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan
spektrofotometer pada λ 540 nm. Sampel yang digunakan adalah sampel nira
fermentasi dengan perlakuan pengenceran 10-1 yaitu dengan menambahkan 1 ml
sampel kedalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml aquades.
Penentuan kurva standar diukur dengan cara, larutan stok glukosa diambil
sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml, masing-masing
dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga
volumenya menjadi 2 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi DNS dan
dipanaskan selama 15 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Data hasil
pengukuran dibuat persamaan kurva standar DNS dalam bentuk regresi linier. Hasil
pengukuran kadar gula pereduksi menggunakan spektrofotometer diplot kedalam
persamaan untuk mengetahui nilai kadar gula pereduksi yang terdapat pada sampel.

Uji Total Gula


Pengujian total gula pada penelitian ini menggunakan metode Fenol-H2SO4
(Dubois et al. 1956). Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan total gula
semua bahan pangan dengan persiapan sampel terlebih dahulu. Gula sederhana,
olgosakarida, polisakarida dan turunannya bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat
pekat menghasilkan warna orange-kekuningan yang stabil. Pengujian total gula
membutuhkan kurva standar yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan
untuk sampel tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui.
Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan glukosa standar yang
mengandung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 µ glukosa, masing-masing dipipet sebanyak
1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung rekasi. Ditambahkan larutan fenol 5% lalu
dikocok. Kemudian ditambahkan secara cepat larutan H2SO4 (asam sulfat) pekat
dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Larutan
didiamkan sampai dingin dan diukur absorbansinya menggunakan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Data absorbansi dibuat
persamaan kurva standar dalam bentuk regresi linier.
Penetapan sampel dilakukan dengan mengambil sampel yang telah
diencerkan 10-3 sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5% lalu di kocok, kemudian ditambahkan secara
cepat 2,5 ml larutan H2SO4 (asam sulfat) pekat dengan cara menuangkan secara
tegak lurus ke permukaan larutan. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur
24

absorbansinya absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer pada panjang


gelombang 490 nm. Data yang diperolah di plot pada persamaan kurva standar total
gula. Perhitungan (%) total gula:

𝐺 𝑥 𝐹𝑃
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑢𝑙𝑎 (%) = 𝑥 100%
𝑊
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = bobot contoh (gram)

Uji Senyawa Volatil


Pirolisis kromatografi gas spektrometri massa (Py-GC-MS) adalah metode
instrumental yang memungkinkan karakterisasi dari makromolekuler volatil dan
kompleks ditemukan di hampir semua materi dalam lingkungan alam. Perbedaan
dengan GC-MS yaitu ada pada jenis contoh yang dianalisis dan metode yang
diperkenalkan ke sistem GC-MS. Pada Py-GC-MS, contoh langsung diinjeksikan
ke dalam tempat contoh. Contoh padatan yang diperlukan untuk analisis, hanya
beberapa mg (atau dalam kasus material dengan kandungan karbon organik yang
tinggi, <mg) dan asli bahan alami (misalnya tanah, sedimen, vegetasi, serangga
kutikula, rambut, dll). Contoh yang diambil dimasukkan ke dalam ruang kuarsa
dalam pirolisis unit yang kemudian dipanaskan dalam lingkungan bebas oksigen
pada suhu yang sudah ditentukan sebelumnya selama beberapa detik (misalnya 610
o
C selama 10 detik). Reaksi menghasilkan panas yang dimediasi pembelahan ikatan
kimia dalam struktur mekromolekuler dan menghasilkan berat molekul rendah
dengan kompisisi kimia yang mengindikasikan jenis spesifik makromolekul
(misalnya lignin, selulosa, kitin, dll). Campuran senyawa ini kemudian dimasukan
ke kolom analisis GC dan GC-MS berlangsung seperti biasa (Hastoeti dan Rushelia
2013).

Pemeriksaan Jumlah Total Mikroba


Pemeriksaan jumlah total mikroba dalam penelitian ini menggunakan
metode hitungan cawan (TPC). Prinsip metode hitungan cawan (TPC) adalah jika
satu sel mikroba ditumbuhkan pada media agar, maka akan tumbuh menjadi satu
koloni yang tampak oleh mata. Pemeriksaaan jumlah total mikroba dilakukan
dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3. Media cawan yang pada penelitian ini
menggunakan media agar PCA.
Pengenceran 10-1 dilakukan dengan cara memindahkan 1 ml sampel nira
kelapa ke dalam tabung ulir yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis, kemudian
tabung reaksi dihomogenkan, sehingga didapatkan pengenceran desimal 10-1 nira
kelapa. Pengenceran 10-2 dilakukan dengan memindahkan 1 ml hasil pengenceran
10-1 pada tabung ulir ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis, sehingga didapatkan
pengenceran desimal 10-2, kemudian dihomogenkan. Selanjutnya, pengenceran
dilakukan dengan cara yang sama untuk memperoleh pengenceran 10-3.
Setiap hasil pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-3 diambil 1 ml
kemudian dilakukan inokulasi ke dalam cawan dengan cara penyebaran merata.
Inokulasi dilakukan dengan kondisi steril di dalam clean banch. Sampel
pengenceran yang telah dimasukan ke dalam cawan petri dituangkan 10-15 ml
25

media PCA (suhu 40-45 oC), kemudian dihomogenkan isinya secara perlahan
dengan cara diputar membentuk angka delapan (perhatikan jangan sampai cairan
tersebut keluar dari cawan petri). Pembuatan media PCA dengan melarutkan 24
gram bubuk media PCA per 1 liter aquades. Cawan didiamkan pada suhu ruang
hingga media agar memadat, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 18-
24 jam. Ketika proses inkubasi, posisi cawan dibalik dengan posisi agar berada
diatas karena uap air yang dihasilkan pada saat inkubasi akan menghambat
pertumbuhan mikroba. Skema prosedur TPC disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Skema prosedur pemeriksaan jumlah total mikroba (TPC)


Penghitungan jumlah bakteri dilakukan pada semua koloni yang tumbuh
dalam setiap cawan petri yang telah diinkubasi pada suhu 35-37 oC selama 18-24
jam. Penghitungan jumlah koloni ini dibantu dengan alat bantu hitung yaitu Quebec
Colony Counter. Jumlah koloni mikroba per ml dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

𝑔𝑟𝑎𝑚 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥
𝑚𝑙 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

Menurut Lukman DW et al. (2007), untuk perhitungan jumlah bakteri sebagai


berikut:
a. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 25 sampai 250.
b. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan
koloni yang besar yang jumlah koloni yang diragukan dapat dihitung sebagai
satu koloni.
26

c. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
d. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua, yaitu angka pertama di depan
koma dan angka ke dua dibelakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5 maka ia harus
dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang ke dua.
e. Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka kurang dari 25
koloni per cawan petri, maka hitunglah jumlah koloni pada pengenceran
terendah. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan dengan
besarnya pengenceran dan cantumkan jumlah sesungguhnya di dalam tanda
kurung.
f. Jika semua pengenceran yang dipupuk menghasilkan angka lebih dari 250
koloni per cawan petri, hanya koloni pada pengenceran tertinggi yang
dihitung hasilnya dilaporkan sebagai lebih besar dari 250 dikalikan besarnya
pengenceran dan jumlah sesungguhnya dilaporkan di dalam tanda kurung.
g. Jika terdapat dua cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah
koloni antara 25-250 dan perbandingan antara hasil pengenceran tertinggi dan
terendah < 2,0 maka dilaporkan rata-rata jumlah kedua cawan petri tersebut
dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan keduanya
>2,0 maka dilaporkan hasil dari pengenceran terkecil (dengan
memperhitungkan pengencerannya).
h. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) setiap pengenceran, data yang
diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu,
meskipun salah satu cawan tidak menghasilkan 25-250 koloni.
i. Jika pada pengenceran yang terendah menghasilkan angka 0, misal 0 x 101
maka hasilnya dilaporkan sebagai est < 101 di dalam tanda kurung.

Uji Kesukaan
Analisis nira fermentasi dilakukan dengan uji kesukaan skala hedonik
terhadap warna, rasa dan aroma. Contoh disajikan dengan memberi nomor secara
acak. Setiap pengamatan terhadap setiap perlakuan diberi nilai antara 1 sampai 5
dengan nilai tertinggi menunjukkan derajat kesukaan yang tertinggi. Pengujian
kesukaan ini dilakukan oleh panelis terlatih yang terdiri dari 25 atau lebih orang
yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani
latihan-latihan (Setyaningsih et al. 2010).
27

Lampiran 2 Kurva Standar Gula


a. Kurva Standar Gula Pereduksi (Metode DNS)

Konsentrasi Glukosa (mg/ml) Absorbansi


0 0
0,03 0,0710
0,06 0,1389
0,09 0,2377
0,12 0,3525
0,15 0,4230
0,45

0,35
Absorbansi

y = 2,9124x - 0,0146
0,25
R² = 0,9921

0,15

0,05

-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2


Konsentrasi Glukosa (mg/ml)

b. Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

Konsentrasi Glukosa (mg/ml) Absorbansi


0 0
0,1 0,16971
0,2 0,28612
0,3 0,42486
0,4 0,65512
0,5 0,79557
0,6 0,9604

1,2

0,8
Absorbansi

0,6 y = 1,6078x - 0,0121


R² = 0,9947
0,4

0,2

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
-0,2
Konsentrasi (mg/ml)
28

Lampiran 3 Kadar Total Padatan Terlarut, Gula Pereduksi dan Total Gula pada
Nira Fermentasi

Waktu fermentasi pada minggu ke-


Perlakuan
0 1 2 3 4 5
Total padatan terlarut (oBrix)
A1B1 38 38 38 38,5 38 37 38 38 38 38 38,5 38,5
A1B2 38 37 38 37 37 37 38 38 37,5 37,5 37,5 37,5
A1B3 39 37 39 37 38 37 38 36 37 36 38 37
A2B1 40,5 40,5 41 40 40,5 40 40 39 40 40 40,5 40,5
A2B2 41 40 40,5 40 40 40 40,5 39,5 39 40 40 40,5
A2B3 41 41 41 41 40 39,5 39 40 40 40 41 41
Gula pereduksi (mg/ml)
A1B1 2,375 2,184 2,258 2,133 2,480 2,821
A1B2 2,375 2,309 2,193 2,112 2,607 2,860
A1B3 2,375 2,719 2,301 2,355 2,658 2,915
A2B1 2,461 2,887 2,134 1,934 2,457 2,940
A2B2 2,461 2,738 2,135 2,281 2,668 2,987
A2B3 2,461 2,573 2,215 2,462 2,677 3,072
Total Gula (g/ml)
A1B1 0,624 0,518 0,428 0,598 0,606 0,600
A1B2 0,624 0,416 0,555 0,604 0,532 0,593
A1B3 0,624 0,609 0,649 0,595 0,642 0,669
A2B1 0,635 0,426 0,530 0,552 0,476 0,574
A2B2 0,635 0,563 0,530 0,552 0,476 0,574
A2B3 0,635 0,657 0,590 0,558 0,564 0,625
29

Lampiran 4 Pengukuran Warna Nira Fermentasi


a. Pengukuran warna pada notasi L* a* b* nira fermentasi

Waktu fermentasi pada minggu ke-


Perlakuan 0 1 2 3 4 5
L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b*
A1B1
Core 69 1 6 53 3 18 50 2 21 50 1 27 48 5 27 47 7 31
Inner 71 1 11 56 2 16 51 2 18 48 2 25 49 4 26 49 5 27
Outer 68 2 16 51 2 13 48 2 17 46 3 24 48 5 29 45 5 25

A1B2
Core 69 1 6 45 3 18 41 6 28 41 9 30 37 12 33 32 14 38
Inner 71 1 11 46 3 17 44 5 27 43 7 32 38 12 36 36 14 37
Outer 68 2 16 49 3 20 45 5 26 41 6 31 37 11 34 38 14 30

A1B3
Core 69 1 6 44 3 36 40 9 29 35 11 34 29 16 36 24 21 36
Inner 71 1 11 48 4 36 43 10 29 37 12 37 30 16 37 29 21 36
Outer 68 2 16 47 3 38 41 9 28 39 11 35 29 17 38 28 15 38

A2B1
Core 69 1 7 53 2 17 48 2 19 45 2 25 43 4 27 43 6 34
Inner 71 1 10 53 2 15 51 2 18 46 2 24 44 5 27 44 5 30
30

Waktu fermentasi pada minggu ke-


Perlakuan 0 1 2 3 4 5
L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b* L* a* b*
Outer 67 2 14 54 3 17 47 3 20 43 2 23 45 4 28 44 6 34

A2B2
Core 69 1 7 47 3 18 42 6 28 35 10 32 35 13 36 34 14 38
Inner 71 1 10 48 3 16 43 6 22 35 8 32 36 11 36 35 14 32
Outer 67 2 14 47 4 19 42 7 29 34 8 32 35 12 37 34 15 39

A2B3
Core 69 1 7 46 3 18 39 9 28 32 10 36 30 15 36 26 21 38
Inner 71 1 10 47 4 20 40 8 30 34 11 36 32 14 35 27 21 40
Outer 67 2 14 46 2 18 39 8 29 32 11 35 32 15 36 26 19 35
31

b. Pengukuran warna pada notasi L* C* h nira fermentasi

Waktu fermentasi pada minggu ke-


Perlakuan 0 1 2 3 4 5
L* C* h L* C* h L* C* h L* C* h L* C* h L* C* h
A1B1
Core 69 6,08 80,54 53 18,25 80,54 50 21,10 84,56 50 27,02 87,88 48 27,46 79,51 47 31,78 77,28
Inner 71 11,05 84,81 56 16,12 82,90 51 18,11 83,66 48 25,08 85,43 49 26,31 81,25 49 27,46 79,51
Outer 68 16,12 82,87 51 12,15 81,25 48 17,12 83,29 46 24,19 82,87 48 29,43 80,22 45 25,50 78,69

A1B2
Core 69 6,08 80,54 45 18,25 80,54 41 28,64 77,91 41 31,32 73,28 37 35,11 70,02 32 40,50 69,75
Inner 71 11,05 84,81 46 17,26 80,00 44 27,46 79,51 43 32,76 77,66 38 37,95 71,57 36 39,56 69,25
Outer 68 16,12 82,87 49 20,22 81,47 45 26,48 79,11 41 31,58 79,05 37 35,74 72,07 38 33,11 64,95

A1B3
Core 69 6,08 80,54 44 36,12 85,24 40 30,36 72,75 35 35,74 72,07 29 39,40 66,04 24 41,68 59,68
Inner 71 11,05 84,81 48 36,22 83,66 43 30,68 70,97 37 38,90 72,01 30 40,31 66,59 29 41,68 59,68
Outer 68 16,12 82,87 47 38,12 85,49 41 29,41 72,18 39 36,69 72,54 29 41,63 65,94 28 40,85 68,43

A2B1
Core 69 7,07 81,87 53 17,12 83,29 48 19,10 83,99 45 25,08 85,43 43 27,29 81,57 43 34,53 80,00
Inner 71 10,05 84,30 53 15,13 82,41 51 18,11 83,66 46 24,08 85,24 44 27,46 79,51 44 30,41 80,54
Outer 67 14,14 81,87 54 17,26 80,00 47 20,22 81,47 43 23,09 85,03 45 28,28 81,87 44 34,53 80,00
32

Waktu fermentasi pada minggu ke-


Perlakuan 0 1 2 3 4 5
L* C* h L* C* h L* C* h L* C* H L* C* h L* C* h
A2B2
Core 69 7,07 81,87 47 18,25 80,54 42 28,64 77,91 35 33,53 72,65 35 38,28 70,15 34 40,50 69,75
Inner 71 10,05 84,30 48 16,28 79,37 43 22,80 74,76 35 32,98 75,96 36 37,64 73,00 35 34,93 66,41
Outer 67 14,14 81,87 47 19,42 78,11 42 29,83 76,42 34 32,98 75,96 35 38,90 72,01 34 41,79 68,43

A2B3
Core 69 7,07 81,87 46 18,25 80,54 39 29,41 72,18 32 37,36 74,48 30 39,00 67,38 26 43,42 61,08
Inner 71 10,05 84,30 47 20,40 78,69 40 31,05 75,07 34 37,64 73,00 32 37,70 68,20 27 45,18 62,24
Outer 67 14,14 81,87 46 18,11 83,66 39 30,08 74,60 32 36,69 72,54 32 39,00 67,38 26 39,82 61,48
33

Lampiran 5 Kandungan Senyawa Volatil Nira Kelapa dan Nira Fermentasi

Nira Nira fermentasi


Senyawa
Kelapa A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Hidrokarbon
1-hydroxy-1-trifluoromethylcyclohex-2-ene √ √
Ethinylcyclopentene √
1-hydoxymethyl √
Dioxin √
Cyclobutenet √
1,5-dibromo-2,4-dimethyl-pentane √
Cycloheptatriene √ √
Cyclohexadiene √
5-Methyl-6-carbethoxy-2-oxabicyclo[3.1.0] √
hexane

Alkohol alifatik dan aromatik


Ethanol √
Propylene glycol √
2-cyclohexanol √ √
3-butan-3-cyclohexanol √
6-[(tert-Butyldiphenylsilyl)oxy]-4-hepten-1- √
ol

Ester
Butan-3-Enoic Acid Methyl Ester √ √

Fenol
Phenol √

Keton alifatik dan lakton


Propylcyclobutanone √ √
Acetone √
2-cyclohexenone √ √
Tuberolactone √
2-Propanone √
3-(6-chlorohexyl)Cyclohexanone √
Cyclopentanone √
5-hydroxy-7-oxabicyclo[4.1.0]hept-3-en-2- √ √ √
one
3-dodecyclohexan-1-one √ √
2,2,4,5-tetramethyl-4-hexen-3-one √

Amida
2,2-diethyl-4-pentenamide √
Propanamide √
Formamide √
34

Lampiran 5 Kandungan Senyawa Volatil Nira Kelapa dan Nira Fermentasi

Nira Nira fermentasi


Senyawa
Kelapa A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Asam Karboksilat
Propanoic acid √ √ √
Boric acid √ √
Acetic acid √ √ √
Hydrazoic acid √
Carbonic acid √
Hexenoic acid √

Senyawa Furan
Furfural √ √ √ √ √
5-hydroxymethyl-2-furaldehyde √ √ √
2-furancarboxaldehyde √ √ √ √ √
2-furancarbotelluroate √
3-furaldehyde √ √
2-Acetylfuran √
1-(3-furyl)-4a-hydroxy-5,8a- √
dimethyloctahydro-2-benzopyran-3-one

Terpenoid
2-propylthiophene √ √ √ √
Methyl-3-thiophenepropenol √ √

Piran
5-propyl-3,4-dihydropyran √ √ √
2-ethyl-4-methylenetetrahydropyran √ √
2-isobutyl-4-methylenetetrahydropyran √ √
2-Pentenyl-5,6-dihydro-2(H)-Pyranone √ √ √
3a-Ethylhexahydrofuro[2,3-b]pyran-2-ol √
3-ethylhexahydrofuropyran √

Azola
1H-1,2,3-triazol √
1H-pyrazole √
2-ethyl-2,4,5-trimethyl-2H-imidazole √ √
1-tetrazol-2-yl-ethanone √
Benzo[b]cyclohepta[e][1,4]thiazine √

Pirimidin
4-hydroxy-5-methoxypyrimidine √ √ √ √
3-methyl-2,4-pyrimidindione √

Komponen bersulfur
Cyclohexenylmethyl sulfone √
35

Lampiran 5 Kandungan Senyawa Volatil Nira Kelapa dan Nira Fermentasi

Nira Nira fermentasi


Senyawa
Kelapa A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Turunan Benzen
1-phenyl-2-propanol √ √
1-benzyloxymethyl-1-hydroxymethyl √
36

Lampiran 6 Uji Kesukaan Nira Fermentasi


a. Warna

Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 1 4 1 2 2 3
2 Restuti R 5 3 1 3 4 1
3 Himatul Aliyah 3 4 5 4 3 5
4 Nur Kholis 3 3 3 3 4 3
5 Ana Mustafidah 2 3 4 2 2 4
6 Atik Silvia 4 3 3 3 2 2
7 Fatimatul M 2 4 2 3 4 3
8 Enggar Yulia W 3 4 5 3 2 4
9 Lia Khoirun Nisa 4 4 3 4 3 3
10 Devi Apriliyanti 4 2 2 4 3 3
11 Rika Purnamasari 1 4 3 3 5 3
12 Yusup Hartono 1 4 5 2 3 5
13 Asri Sulistyowati 3 5 3 4 5 3
14 M Nursalim 2 3 4 3 2 3
15 Priyatmoko Rizki 3 4 4 4 3 3
16 Kholil Ma'ruf 2 4 4 2 3 3
17 Dedy Nur W 2 4 2 4 3 3
18 Nur 'Azizul U 2 3 4 3 3 4
19 Damara Willy W 1 2 5 2 4 3
20 Azmi Syahrian Z 3 4 5 3 3 5
21 Rizki Nurdin A S 4 4 3 4 3 2
22 Adi Nugroho 2 4 3 3 4 3
23 Amin Nur H 3 4 5 4 4 5
24 Dewi Marisa M 4 4 2 5 2 3
25 Aziz Fajar W 4 3 2 3 3 2
26 Krisna Arianti 4 3 2 4 3 1
27 Putri Novia F 4 2 2 5 4 3
28 Setyo Cahyanto 5 4 2 4 4 2
29 Pauji Padilah 3 4 2 4 4 2
30 Ahmad Deni R 3 3 3 3 3 3
31 Angga Dwi I 3 3 2 3 3 2
32 Tito Luthfi A A 1 2 3 2 1 3
33 Riezky Novyandika 2 4 4 4 4 3
37

b. Rasa

Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 1 3 2 1 2 4
2 Restuti R 4 3 4 4 2 3
3 Himatul Aliyah 3 2 4 3 3 5
4 Nur Kholis 4 4 3 4 5 5
5 Ana Mustafidah 1 2 4 3 4 4
6 Atik Silvia 3 3 3 3 2 4
7 Fatimatul M 2 4 2 5 5 2
8 Enggar Yulia W 2 5 5 1 3 2
9 Lia Khoirun Nisa 4 4 5 4 4 4
10 Devi Apriliyanti 4 2 3 4 4 3
11 Rika Purnamasari 3 3 2 4 4 3
12 Yusup Hartono 2 4 5 3 3 5
13 Asri Sulistyowati 4 5 4 3 5 2
14 M Nursalim 2 2 3 3 3 4
15 Priyatmoko Rizki A 3 4 4 3 2 4
16 Kholil Ma'ruf 2 3 3 3 3 3
17 Dedy Nur W 2 3 3 4 3 3
18 Nur 'Azizul U 2 3 2 3 4 4
19 Damara Willy W 1 3 4 1 2 5
20 Azmi Syahrian Z 5 4 5 2 4 5
21 Rizki Nurdin A S 3 3 2 3 4 4
22 Adi Nugroho 2 3 4 3 2 4
23 Amin Nur H 2 4 3 4 3 3
24 Dewi Marisa M 3 3 4 2 4 4
25 Aziz Fajar W 4 2 2 2 3 3
26 Krisna Arianti 4 3 2 4 3 4
27 Putri Novia F 3 3 2 3 3 4
28 Setyo Cahyanto 3 4 4 5 4 5
29 Pauji Padilah 2 4 2 2 2 4
30 Ahmad Deni R 5 4 4 5 4 4
31 Angga Dwi I 3 2 3 3 2 4
32 Tito Luthfi A A 1 1 5 5 3 4
33 Riezky Novyandika 3 4 3 2 2 4
38

c. Aroma

Perlakuan
No Panelis
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
1 Oktavia Ayu R 2 1 2 1 1 1
2 Restuti R 2 1 3 2 1 2
3 Himatul Aliyah 1 2 4 2 1 4
4 Nur Kholis 2 1 2 2 1 2
5 Ana Mustafidah 2 1 2 2 3 3
6 Atik Silvia 4 2 3 3 2 3
7 Fatimatul M 1 2 2 3 3 4
8 Enggar Yulia W 2 4 2 3 2 3
9 Lia Khoirun Nisa 3 2 2 3 4 2
10 Devi Apriliyanti 2 2 2 1 2 4
11 Rika Purnamasari 1 4 4 2 4 3
12 Yusup Hartono 1 3 3 2 2 3
13 Asri Sulistyowati 2 2 3 1 3 3
14 M Nursalim 1 3 3 2 2 2
15 Priyatmoko Rizki A 4 3 2 3 2 2
16 Kholil Ma'ruf 3 3 2 2 2 3
17 Dedy Nur W 3 4 4 3 2 3
18 Nur 'Azizul U 4 4 4 4 4 4
19 Damara Willy W 1 4 3 3 2 3
20 Azmi Syahrian Z 3 4 4 3 3 4
21 Rizki Nurdin A S 1 2 3 2 2 2
22 Adi Nugroho 3 2 2 4 2 3
23 Amin Nur H 4 2 3 4 3 5
24 Dewi Marisa M 3 4 3 3 4 3
25 Aziz Fajar W 4 2 1 2 2 4
26 Krisna Arianti 2 1 1 2 3 2
27 Putri Novia F 2 2 2 3 2 3
28 Setyo Cahyanto 2 1 2 1 1 2
29 Pauji Padilah 1 1 1 1 1 1
30 Ahmad Deni R 3 3 3 3 3 3
31 Angga Dwi I 2 3 2 4 3 3
32 Tito Luthfi A A 1 2 1 1 2 1
33 Riezky Novyandika 3 2 2 2 2 2
39

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Bagaskoro Tri Pamungkas


dilahirkan di Jepara pada tanggal 20 Desember 1993
sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, putra pasangan
Bapak Bambang Endarto dan Ibu Endah Dwi Hariyanti.
Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah
pertama di SMPN 1 Jepara dan menyelesaikan pendidikan
pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima
di SMAN 1 Jepara dan menyelesaikan pendidikan pada
tahun 2012. Penulis diterima menjadi mahasiswa
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN Undangan pada tahun 2012.
Selama studinya, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi
kemahasiswaan maupun non kemahasiswaan. Penulis aktif dalam Organisasi
Mahasiswa Jepara-Bogor (Imagora) mulai tahun 2012-2016 dan sempat menjadi
Ketua Imagora pada periode 2014. Penulis juga aktif menjadi anggota UKM
Pramuka IPB mulai tahun 2012-2016 dan sempat menjadi Ketua UKM Pramuka
IPB pada periode 2015. Tahun 2015 penulis menjadi delegasi dari UKM Pramuka
IPB di Kemah Bakti Rancana Nasional di Universitas Mulawarman Samarinda.
Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan ijazah yang telah mengikuti dengan
baik Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar (KMD). Pengalaman
kepanitiaan, tahun 2012 penulis menjadi delegasi dari UKM Pramuka IPB sebagai
panitia pengisi materi untuk kegitan Raimuna Daerah XII Jabar dan tahun 2014
penulis menjadi ketua pelaksana Lomba Lintas Alam antar Lembaga
Kemahasiswaan IPB, UKM Pramuka IPB. Prestasi yang penulis dapatkan selama
perkuliahan yaitu juara 1 lomba lari estafet 4x400m putra dalam Red’s Cup Fateta
tahun 2013 dan juara 1 lomba softball dalam Together TIN. Prestasi karya tulis
yang penulis dapatkan yaitu lolos dan didanai oleh DIKTI Pekan Kreatifitas
Mahasiswa bidang Karsa Cipta pada tahun 2013.
Tahun 2015 penulis melaksanakan praktik lapangan di Pabrik Gula
Madukismo Yogyakarta dengan judul “Mempelajari Sistem Transportasi dan
Tebang Angkut Tebu di PG Madukismo PT Madubaru Yogaykarta” dibawah
pembimbing lapangan Bapak Alex Chomsa dari PG Madukismo. Sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi
Pertanian, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembuatan Nira Kelapa
Fermentasi dengan Metode Moromi untuk Pensubstitusi Kecap Asin” dibawah
bimbingan Dr Ir Ade Iskandar, MSi.

Anda mungkin juga menyukai