Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

IDENTIFIKASI STANDAR INSTRUMEN


PERTANIAN SPESIFIK LOKASI KOMODITAS
BAWANG MERAH LOKAL PALU

NO. REGISTER : ..................

MARDIANA, SP., M.SI

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN STANDARDISASI INSTRUMEN PERTANIAN
BALAI BESAR PENENERAPAN STANDAR INSTRUMEN PERTANIAN
BALAI PENERAPAN STANDAR INSTRUMEN PERTANIAN SULAWESI TENGAH
2023
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RDHP : Identifikasi Standar Instrumen Pertanian


Spesifik Lokasi Komoditas Bawang Merah
Lokal Palu
2. Unit Kerja : Balai Penerapan Standar Instrumen
Pertanian Sulawesi Tengah
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Palu-Kulawi KM 17 Desa Maku Kec.
Dolo, Kab. Sigi, Prov. Sulawesi Tengah
4. Sumber Dana : APBN Tahun 2023
5. Status Kegiatan : Baru
6. Penanggung Jawab
a. N a m a : Mardiana, SP., M.Si
b. Pangkat/ Golongan : Pembina Tk. I / IVb
c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Ahli Madya
7. Lokasi : Sulawesi Tengah
8. Tahun mulai : 2023
9. Tahun selesai : 2023
10. Keluaran Tahunan : 1. Inventarisasi, identifikasi dan
penyusunan kebutuhan standar
instrumen pertanian spesifik lokasi
Komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
2. Sosialisasi hasil rancangan standar
instrumen pertanian spesifik lokasi
Komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
12. Keluaran Jangka : Rancangan standar instrumen pertanian
Panjang spesifik lokasi Komoditas Bawang Merah
Lokal Palu.
13. Biaya : Rp. 27.500.000,- (dua puluh tujuh juta
lima ratus ribu rupiah)
Sigi, Januari 2023
Koordinator Program, Penanggung Jawab,

Andi Dalapati, STP., M.Si Mardiana, SP., M.Si


NIP. 198005052003122001 NIP. 19680812 199303 1 010

Mengetahui:
Kepala Balai Besar Penerapan Standar Kepala Balai Penerapan Standar
Instrumen Pertanian, Instrumen Pertanian Sulawesi Tengah,

Dr. Ir. Syamsyuddin, M.Sc Dr. Femmi Noor Fahmi, SPi., MSi
NIP. NIP. 196911251999032001
RINGKASAN

Identifikasi standar instrumen pertanian merupakan suatu proses pengumpulan,


analisis, dan interpretasi informasi guna memahami permasalahan yang ada dan
menemukan solusi yang tepat dalam pengembangan pertanian. Kegiatan ini
dilaksanakan bertujuan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi kebutuhan
standar instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
Prosedur identifikasi standar instrumen ini akan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan partisipatif, melalui survei lapangan dan wawancara dengan
masyarakat petani bawang local Palu dan pengambil kebijakan, serta
pengumpulan data dari sumber-sumber yang relevan. Waktu kegiatan selama
satu tahun dimulai bulan Januari sampai Desember 2023. Lokasi kegiatan di
Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Seluruh hasil identifikasi yang diperoleh akan
disusun dalam bentuk dokumen kebutuhan standar instrumen dan
disosialisasikan kepada para petani selaku pelaku utama usahatani bawang local
Palu, pengambil kebijakan dan stakeholder lainnya. Standar instrumen pertanian
spesifik lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu yang baik dan sesuai dengan
kondisi lingkungan setempat diharapkan dapat membantu petani untuk
meningkatkan produksi dan produktivitasnya serta efisiensi usahatani bawang
merah local Palu di wilayah tersebut. Hasil identifikasi kebutuhan standar
instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu
diharapkan menjadi acuan standar pengelolaan usahatani Bawang Merah Lokal
Palu yang baik untuk diterapkan oleh petani bawang merah local Palu di Sulawesi
Tengah, sekaligus menjadi acuan untuk pengajuan Rancangan Standar Nasional
Indonesia (RSNI). Dengan demikian dampak yang diharapkan dari kegiatan ini
adalah adanya peningkatan aktivitas usahatani komoditas Bawang Merah Lokal
Palu yang berorientasi agribisnis dan terstandar di kalangan petani Bawang
Merah Lokal Palu, serta peningkatan daya saing komoditas secara nasional.
Kata kunci : Identifikasi, standar instrumen pertanian, spesifik lokasi, Bawang
Merah Lokal Palu
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai
ekonomis tinggi dan merupakan komoditas hortikultura yang penting, baik di
tingkat petani, masyarakat, maupun negara. Pada tahun 1970-an hingga tahun
1980-an komoditas bawang merah merupakan komoditas emas bagi petani.
Namun demikian, pada era tahun 1990-an hingga sekarang perannya
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena menurunnya hasil umbi di tingkat
petani (Triharyanto et al., 2013).
Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan cukup besar
bagi para petaninya. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang merah
semakin meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis
makanan yang tersebar di berbagai daerah. Kondisi ini terjadi karena bawang
merah sering dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan dan
menjadi bahan utama dalam proses produksi bawang goreng yang sering
digunakan sebagai pelengkap berbagai menu kuliner.
Usahatani budidaya Bawang Merah Lokal Palu merupakan salah satu
usaha yang memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani
di Sulawesi Tengah. Untuk mencapai produktivitas optimal serta memastikan
usahatani berkelanjutan yang mampu memberikan pendapatan sesuai bagi
masyarakat, maka dibutuhkan instrumen monitoring dalam suatu sistem produksi
Bawang Merah Lokal Palu, baik monitoring terhadap budidayanya, lingkungan
sekitar, pelaku maupun faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi dan
produtivitas Bawang Merah Lokal Palu.
Penanaman bawang merah di Indonesia menyebar di pulau Jawa,
Sumatera dan Sulawesi. Propinsi Sulawesi Tengah, sebagaimana banyak daerah
lainnya di Indonesia, memenuhi ketersediaan bawang merah dengan
mendatangkan dari daerah produsen lain di Indonesia. Produksi bawang merah
Sulawesi Tengah tahun 2018 mengalami penurunan jika dibandingkan tahun
2017. BPS Sulawesi Tengah mencatat bahwa produksi bawang merah Sulawesi
Tengah selama tahun 2017 sebesar 8.650 ton, sedangkan pada tahun 2018
hanya sebesar 8.362 ton. Terjadi penurunan produksi sebesar 288 ton, jika
dibandingkan 2017. Penurunan produksi tersebut disebabkan berkurangnya luas
lahan produksi bawang merah, jika dibandingkan tahun 2017 (BPS Sulteng,
2019).
Peningkatan daya saing dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan
penyusunan standar yang sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk tujuan
tersebut diperlukan adanya Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI)
Bawang Merah Lokal Palu. Langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan
melakukan identifikasi terhadap standar instrumen yang akan digunakan untuk
pengajuan RSNI Bawang Merah Lokal Palu sebagai salah satu usahatani spesifik
lokasi di Sulawesi Tengah.
Berdasarkan hal tersebut, Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian
(BPSIP) Sulawesi Tengah sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan
Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) di daerah yang memiliki tugas
melaksanakan penerapan dan diseminasi standar instrumen pertanian spesifik
lokasi akan melakukan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan standar instrumen
pertanian spesifik lokasi komoditas ternak sapi Donggala.

I.2. Dasar Pertimbangan


Benih merupakan masukan utama dalam agribisnis yang proses
pengadaannya juga merupakan kegiatan agribisnis dan sebagai bahan baku
industri pertanian. Dalam program sertifikasi benih, dipilah dalam kelas-kelas
yaitu BS (Breeder Seed/Benih Penjenis), FS (Foundation Seed/Benih Dasar), SS
(Stock Seed/Benih Pokok), dan ES (Extension Seed/Benih Sebar). Pemilahan
kelas-kelas benih tersebut didasarkan pada tingkat kemurnian benih secara
genetis dan tingkat/kelas penangkar benih yang berhak memproduksinya
(Baswarsiati, 2009).
Lebih lanjut Baswarsiati (2009), menyatakan bahwa benih
merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil bawang
merah. Pada umumya benih yang digunakan oleh petani adalah umbi-umbi
yang berasal dari pertanaman konsumsi tanpa melalui seleksi, tetapi umbi-
umbi itu telah disimpan dalam waktu sekitar 3 bulan. Hal ini dikarenakan
kalau membeli benih-benih bermutu harganya jauh lebih mahal, sampai 4-5
kali harga bawang konsumsi. Dengan keadaan terpaksa petani menggunakan
benih seadanya yang sangat bervariasi, dari berat 5 gram sampai 15
gram/umbi, sehingga kebutuhan benih berkisar antara 0,6-1,4 ton/ha sehingga
biaya produksi semakin tinggi.
Pada musim tanam raya bawang merah, petani sering mengalami
kekurangan benih bawang merah. Kekurangan benih bawang merah
disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) petani tidak menyediakan atau
mempersiapkan lahan khusus produksi benih, tetapi benih digunakan dari hasil
panen umbi konsumsi, (2) penyusutan bobot umbi dan penurunan kualitas
umbi selama penyimpanan mencapai 31,44-58,36% (Djafar et al., 2004).
Ketersediaan benih bermutu merupakan salah satu masalah besar dalam
mencapai peningkatan produksi pertanian. Benih memiliki peranan yang
strategis dalam meningkatkan produksi dan nilai tambah produk pertanian.
Benih bermutu akan berpengaruh terhadap produktivitas, mutu hasil dan
efisiensi produk agribisnis tanaman.
Namun demikian dalam proses produksi bawang merah masih ditemui
berbagai kendala, baik kendala yang bersifat teknis maupun ekonomis,
diantaranya adalah ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat
baik waktu, jumlah, maupun mutu (Soetiarso 2009). Mahalnya harga benih
sebagai komponen produksi tertinggi kedua setelah tenaga kerja sekitar 30,47%
(Adiyoga, et al. 2009), juga merupakan keluhan utama dari petani bawang
merah, sehingga petani mengantisipasinya dengan cara membuat benih sendiri
dengan cara menyisihkan sebagian hasil produksi konsumsi untuk benih pada
saat tanam berikutnya (Baswarsiati 2004, Sumiati et al. 2004). Dalam hal ini
petani tidak membedakan antara teknologi produksi benih dan teknologi
produksi konsumsi (Suwandi et al. 2012), sehingga berpengaruh terhadap mutu
benih yang dihasilkan.

1.3. Tujuan dan Sasaran


1.3.1. Tujuan Tahunan
Tujuan akhir (jangka panjang) kegiatan ini adalah menginventarisasi dan
identifikasi kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas
Bawang Merah Lokal Palu. Adapun tujuan tahunan (tahun 2023) yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
1. Inventarisasi, identifikasi dan penyusunan kebutuhan standar instrumen
pertanian spesifik lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
2. Sosialisasi hasil rancangan kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik
lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
1.3.2. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang kegiatan ini adalah menentukan standar
instrumen pertanian komoditas bawang merah local Palu yang sesuai dengan
karakteristik lingkungan Sulawesi Tengah, sehingga petani padi dapat
memperoleh hasil yang optimal.
1.3.3. Sasaran, indikator dan target (3-5 tahun)
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meningkatnya pengelolaan
standar instrumen pertanian Spesifik lokasi

1.4. Keluaran
1.4.1. Keluaran Tahunan
Adapun keluaran tahunan (tahun 2023) yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Diperolehnya hasil inventarisasi dan identifikasi serta tersusunnya kebutuhan
standar instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas Bawang Merah Lokal
Palu.
2. Tersosialisasinya rancangan kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik
lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
1.4.2. Keluaran Jangka Panjang
Keluaran akhir (jangka panjang) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah
diperolehnya hasil identifikasi standar instrumen pertanian spesifik lokasi
komoditas Bawang Merah Lokal Palu.
1.4.3. KRO, RO, Komponen, Subkomponen
Indikator klasifikasi rincian output yang dicapai adalah standar produk
pertanian spesifik lokasi, dan rincian outputnya adalah identifikasi standar
instrumen pertanian spesifik lokasi yang dibutuhkan (dokumen). Sedangkan
komponen dan sub komponen adalah hasil identifikasi standar instrument
pertanian spesifik lokasi bawang merah local Palu.
1.5. Manfaat, Lokasi dan Dampak
Memberikan informasi bagi stakeholder tentang sistem identifikasi standar
instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas bawang merah local Palu.
Dampaknya adalah pengelolaan standar instrumen pertanian spesifik lokasi
komoditas bawang merah local Palu yang tepat akan berdampak pada
peningkatan produksi dan produktivitas serta berkontribusi terhadap pencapaian
peningkatan pendapatan petani bawang merah local Palu di Sulawesi Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis


Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan tanaman semusim
yang berbentuk rumput, berbatang pendek, dan berakar serabut, tingginya
dapat mencapai 15 – 20 cm, serta membentuk rumpun (Hapsoh dan Hasanah,
2011). Perakarannya berupa akar serabut namun tidak terlalu panjang. Akar
dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm, berwarna putih, dan jika diremas
berbau menyengat seperti bau bawang merah. Daun bawang merah
bertangkai relatif pendek, berwarna hijau muda hingga hijau tua, berbentuk
bulat panjang atau silinder seperti pipa memanjang dan berongga, dan
berukuran panjang lebih dari 45 cm. Bagian ujung daun bawang merah
runcing sedangkan pangkalnya melebar memeluk batang semu
(pseudostem). Pembentukan primordial daun dimulai dengan tonjolan pada
permukaan atas umbi yang akan berkembang menjadi daun. Primordial daun
berikutnya tumbuh di sisi berlawanan (the opposite side) dari daun
sebelumnya. Setiap daun yang baru akan tumbuh di dalam daun sebelumnya
sehingga daun pertama akan menyelimuti daun yang baru secara konsentris.
Percabangan pada bawang merah merupakan hasil dari hilangnya dominansi
apikal, dimana terjadi inisiasi lateral setelah perkembangan dua atau tiga daun.
Pada titik ini meristem apikal terbagi menjadi dua bagian sehingga terbentuklah
percabangan yang akan menumbuhkan daun-daun baru dan tunas lateral
(Rabinowitch dan Currah, 2002).
Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari
keseluruhan kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh
akar. Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis
(bulbus) yang berasal dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal
dan sebagian tangkai daun menebal, lunak, dan berdaging, berfungsi sebagai
tempat cadangan makanan. Jika dalam pertumbuhan tanaman tumbuh tunas
atau anakan, maka akan terbentuk beberapa umbi yang berhimpitan yang
dikenal dengan istilah “siung”. Pertumbuhan siung biasanya terjadi pada
perbanyakan bawang merah dari benih umbi dan kurang biasa terjadi pada
perbanyakan bawang merah dan biji. Warna kulit umbi beragam, ada yang
merah muda, merah tua, atau kekuningan, tergantung spesiesnya. Umbi
bawang merah mengeluarkan bau yang menyengat (Wibowo, 2005).
Bawang merah secara tradisional telah diperbanyak secara vegetatif dari
umbinya. Umbi (bulb) bawang merah memiliki morfologi yang mirip dengan
umbi bawang bombay (onion) sehingga keduanya dimasukkan dalam spesies
yang sama (Allium cepa L.). Berbeda dengan bawang bombay, umbi
bawang merah berukuran lebih kecil dan membelah secara lateral
sehingga jumlah siung yang dihasilkan lebih banyak hingga mencapai 30 siung
dalam satu rumpun. Proses pembentukan umbi pada bawang merah
dipengaruhi oleh lamanya fotoperiode dan suhu, sehingga setiap varietas
memiliki kondisi lingkungan yang berbeda dalam membentuk umbi. Umbi
bawang merah merupakan umbi lapis dengan bentuk dan warna yang
bervariasi. Umbi bawang merah mengandung senyawa antosianin (cyaniding
dan peodin) dan flavonoid (quercitin) yang memberikan aroma juga rasa
yang unik. Variasi warna umbi penting dalam menentukan preferensi konsumen
dan juga dalam klasifikasi antar varietas. Pigmen pada umbi bawang merah
tidak hanya mengendalikan warna umbi tetapi juga mempengaruhi daya simpan
dan ketahanan terhadap penyakit. Setiap umbi tunggal berisi titik tumbuh
(1–2) dan setiap umbi dilapisi 1–3 kulit pelindung. Dormansi umbi bawang
o
merah berlangsung selama 2,5–5 bulan pada suhu 27 – 32 C
(Rabinowitch dan Currah, 2002).
Bawang merah telah lama dibudidayakan di beberapa daerah di
Indonesia dengan kondisi agroekosistem yang beragam. Terdapat 34 sentral
produksi bawang merah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Budidaya
bawang merah di Indonesia secara umum memerlukan bulan kering sekitar 4-5
bulan dengan musim tanam optimal pada akhir musim hujan (Maret- April)
atau akhir musim kemarau (Mei-Juni). Curah hujan untuk budidaya bawang
merah berkisar antara 1.000-1.500 mm/tahun. Suhu lingkungan untuk budidaya
o
bawang merah berkisar antara 25-32 C dengan pH tanah 5,6-6,5. Tanah
yang digunakan mempunyai kesuburan dan drainase yang baik, tekstur tanah
remah, lempung berpasir, dan tidak ternaungi (Erythrina, 2012). Kelembaban
nisbi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman bawang merah berkisar antara
80%-90%. Kelembaban nisbi atmosfer berpengaruh terhadap populasi serangga
dan patogen.
Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah
beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Daerah yang
mendapat sinar matahari penuh juga sangat diutamakan dan lebih baik jika
lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam karena tanaman bawang merah
membutuhkan sinar matahari maksimal (minimal 70% penyinaran). Tempat-
tempat yang terlindung dapat menyebabkan pembentukan umbinya kurang
baik dan berukuran kecil. Dataran rendah sesuai untuk membudidayakan
tanaman bawang merah. Ketinggian tempat yang terbaik untuk tanaman
bawang merah adalah kurang dari 800 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi
pada ketinggian 1.100 mdpl pun tanaman bawang merah masih dapat tumbuh
namun hasilnya kurang baik. Ketinggian tempat suatu daerah berkaitan erat
dengan suhu udara, semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan
laut, maka suhu semakin rendah. Tanaman bawang merah dapat tumbuh
optimum di daerah beriklim kering dengan kelembapan nisbi berkisar antara
50%-70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya
pada umur sekitar 60-70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat
tanda- tanda berupa leher batang 60% lunak, tanaman rebah, dan daun
menguning. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada keadaan tanah kering
dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di
gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya
untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur hingga cukup
kering yaitu sekitar 1-2 minggu dengan menggunakan sinar matahari langsung,
diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi. Pengeringan juga
dapat dilakukan dengan alat pengering khusus (oven) sampai mencapai kadar
air kurang lebih 80%. Umbi bawang merah yang tidak langsung dijual
sebaiknya disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah
o
di gudang khusus, pada suhu 25 30 C dan kelembaban yang cukup rendah
yaitu berkisar antara 60- 80% (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Adiningrat (2008) menyatakan bahwa, dalam mengembangkan suatu
industri perbenihan terdapat 6 langkah utama yang secara seksama perlu
dilakukan dan dilalui secara utuh untuk membedakannya dari usaha
perdagangan benih, yaitu: pengembangan sistem produksi, pengembangan
sistem pemasaran, pengembangan sistem distribusi, pengendalian kualitas, dan
pengendalian pasar.
Benih dan bibit varietas unggul bermutu merupakan penentu batas atas
produktivitas dan kualitas produk suatu usahatani, baik itu usahatani berskala
kecil maupun besar (Baihaki, 2008). Program pembangunan pertanian
memerlukan ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bermutu.
Benih varietas unggul bermutu berpengaruh terhadap produktivitas dan
produksi, mutu hasil, dan efisiensi usahatani (Direktorat Perbenihan dan Sarana
Produksi, 2008).
Benih merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan suatu
usahatani. Adapun persyaratan benih bawang merah yang baik antara lain :
- Umur simpan benih cukup yaitu sekitar 2,5-3 bulan hal ini bertujuan agar
pertumbuhannya bagus dan merata, walaupun untuk umur simpan yang
lebih muda benih tetap tumbuh namun pada pertumbuhan berikutnya akan
lebih rendah hasilnya dibandingkan benih yang telah siap tanam (telah
cukup umur simpannya).
- Umur panen saat calon umbi benih ditanam di lapang tepat.
- Ukuran benih sedang, sekitar 5-6 gram. Penggunaan benih yang berukuran
terlalu besar akan meningkatkan biaya karena kebutuhan semakin banyak
- Kebutuhan benih setiap hektar berkisar 800–1200 kg, tergantung dari
ukuran umbi.
- Umbi benih berwarna cerah, dengan kulit mengkilat
- Umbi benih bernas, sehat, padat, tidak keropos dan tidak lunak. Bila ada
umbi benih yang tidak mempunyai sifat demikian sebaiknya tidak digunakan
- Umbi benih tidak terserang hama dan penyakit
Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah
terutama ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah.
Secara umum tanaman bawang merah memerlukan bulan kering 4-5 bulan,
curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase dan kesuburan baik, tekstur lempung
berpasir dan struktur tanah remah (Warintek et al, 2010).
Permasalahan pada kegiatan sertifikasi benih yang diperbanyak
dengan cara vegetatif adalah keterbatasan benih sumber, baik dalam segi
jumlah maupun varietas. Sementara itu varietas bawang merah yang sudah
dilepas sebanyak 21 varietas (Tabel 1) Setiap varietas bawang merah tersebut
mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu.
Beberapa diantaranya menyebar sebagai benih non sertifikat yang kemurnian
dan tingkat generasinya tidak dapat ditelusuri sehingga mutu benih yang
dihasilkan rendah.
Dalam rangka mengembalikan kemurnian varietas, dilakukan proses
pemurnian varietas melalui kegiatan seleksi negatif, yaitu membersihkan
populasi varietas yang dimaksud dari campuran varietas lain. Pemurnian
varietas dilakukan dengan seleksi negatif yaitu mencabut dan membuang
tanaman dari suatu populasi pemurnian yang secara visual karakter
morfologinya tidak sesuai dengan varietas yang ditanam (Soedomo, 2006).
Populasi tanaman menjadi murni sesuai karakternya dalam deskripsi varietas
dan sehat, sehingga mutu benih hasil pemurnian dapat disetarakan untuk
menjadi kelas benih.
Tabel 1. Varietas unggul bawang merah yang sudah dilepas dan disertifikasi
Asal
No. Varietas No. Kepmentan Pengusul
Lokasi/materi
1. Bima Brebes 594/Kpts/TP.240/8/ Lokal Brebes Balitsa Lembang
1984
2. Medan 595/Kpts/TP.240/8/ Lokal Samosir Balitsa Lembang
1984
3. Keling 596/Kpts/TP.240/8/ Lokal Maja Balitsa Lembang
1984
4. Bima Maja 597/Kpts/TP.240/8/ Lokal Cipanas Balitsa Lembang
Cipanas 1984
5. Super Philip 65/Kpts/TP.240/2/ Lokal Nganjuk BPTP Jawa Timur
2000
6. Bauji 66/Kpts/TP.240/2/ Introduksi dari BPTP Jawa Timur
2000 Philipina
7. Kramat-1 225/Kpts/TP.240/4/ Maja Cipanas x B. Balitsa Lembang
2001 Bombay
8. Karamat-2 226/Kpts/TP.240/4/ Maja Cipanas x B. Balitsa Lembang
2001 Bombay
9. Kuning 227/Kpts/TP.240/4/  Lokal Brebes Balitsa Lembang
2002
10. Tiron 498/Kpts/TP.240/8/ Kab. Bantul BPSBTPH Yogyakarta
2003 Yogyakarta
11. Keta Monca 529/Kpts/PD.210/10/ Kab. Bima NTB BPSBTPH NTB
2004
12. Batu Ijo 368/Kpts/LB.240/6/ Batu Malang, Jatim BPTP Jawa Timur
2004
13. Palasa 480/Kpts/LB.240/6/ Parigi Moutg, BalaiPerbenihan,
2004 Sulteng Diperta, BPTP, Untad
Asal
No. Varietas No. Kepmentan Pengusul
Lokasi/materi
14. Tinombo 481/Kpts/LB.240/6/ Parigi Moutg, BalaiPerbenihan,
2004 Sulteng Diperta, BPTP, Untad
15. Tuk-Tuk 361/Kpts/SR.120/5/ PT.East West PT.East West
2006 Seed Philipina Seed Philipina
16 Sembrani 304/Kpts/SR.120/5/ Balitsa Lembang Balitsa Lembang
2007
17. Katumi 305/Kpts/SR.120/5/ Balitsa Lembang Balitsa Lembang
2007
18. Manjung 703/Kpts/SR.120/5/ Pamekasan, Jawa Diperta Provinsi Jatim
2007 Timur
19. Biru Lancor 2830/Kpts/SR.120/7/ Ds. Cabean, Kec. Dinas Pertanian
2009 Dringu, Kab. danBPSBTPH Jatim
Probolinggo, Jatim
20. Lembah Palu 11843/Kpts/ Lembah Palu, Kota DinasPertanian,
SR.120/4/ 2011 Palu, Kab Sigi dan Kehutanan dan
Kab. Donggala Kelautan Kota Palu
21. Rubaru 2525/Kpts/SR.120/5/ Lokal Sumenep Pemkab,Dinas
2011 Pertanian TP Kab
Sumenep, BPTP dan
UPT UPTPSBTPH
Prop Jawa Timur
Sumber : Direktorat Perbenihan (2011)
2.2 Dasar Hukum
a. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2020 tentang Pemutakhiran
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2021;
b. Peraturan Menteri Keuangan No. 127/ PMK.02/ 2020 tentang Tata
Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran Pada Bagian
Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya
(BA 999.08);
c. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:
760.1/Kpts/RC.020/M/11/2020 tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 259/Kpts/Rc.020/M/05/2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2020-2024;
d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 2022
tentang Kementerian Pertanian;
e. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2023 tentang
Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Lingkup Badan
Standardisasi Instrumen Pertanian;
f. Undang-undang Nomor 20 tentang Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian;
g. Peraturan Badan Standardisasi Nasional Republik Indonesai Nomor
4 Tahun 2021 tentang Skema Penilaian Kesesuaian Terhadap
Standar Nasional Indonesia Sektor Pertanian, Perkebunan,
Peternakan dan Perikanan;
h. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:
05/Permentan/OT.140/1/2007 tentang Syarat dan Tata Cara
Pengujian dan Pemberian Sertifikat Alat dan Mesin Budidaya
Tanaman
i. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:
75/Permentan/OT.140/11/2011 tentang Lembaga Sertifikasi
Produk Bidang Pertanian
2.3 Kesesuaian Prioritas Nasional dan Prioritas Bidang

Bawang merah varietas Lembah Palu merupakan salah satu


komoditas unggulan Sulawesi Tengah dan merupakan bahan baku
industri pengolahan bawang goreng serta telah menjadi “brand
lokal” Palu. Salah satu keunikan bawang ini yang membedakan
dengan bawang merah lainnya adalah umbinya mempunyai tekstur
yang padat sehingga menghasilkan bawang goreng yang renyah dan
gurih serta aroma yang tidak berubah walaupun disimpan lama
dalam wadah yang tertutup (Limbongan dan Maskar, 003). Selain
sebagai bumbu masak, bawang merah merupakan obat tradisional
misalnya sebagai kompres penrun panas, menurunkan kadar gula dan
kolestrol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh
darah dan Maag karena kandungan senyawa Alliin dan Allisin yang
bersifat bakterisida (Rukmana, 1994; dalam Ambarwati dan Yudono,
2003). Senyawa Flavonols mengandung radikal bebas yang kuat dan
antioxidan yang dapat mencegah dan melawan penyakit-penyakit
cardiovascular dan colorectal cancers (Caridi et al., 2007). Tidak
kurang 25 Flavonols yang berbeda dapat diidentifikasi pada bawang
merah dalam bentuk quarcetin dan derivat quarcetin yang
mendominasi cultivar bawang merah (Eduvigis et al., 2009).
Hasil rata-rata varietas ini di tingkat petani masih rendah
sekitar 3-5 ton/ha (Maskar dan Rahardjo, 2000). Faktor-faktor yang
menyebabkan rendah hasil yang dicapai selama ini adalah rendahnya
tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air yang terbatas, penggunaan
bibit yang tidak seragam dan bermutu rendah serta kualitas SDM yang
rendah (Purnomo et al., 2006). Faktor lain yang dapat menyebabkan
rendahnya hasil adalah gangguan OPT. Salah satu jenis penyakit yang
dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar adalah penyakit
bercak ungu (trotol) yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri (Nur,
2005) dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 57%. Perbaikan
kesuburan tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan organik
dan pemupukan sesuai tuntutan kebutuhan tanaman dan hasil
yang diharapkan. Ketersediaan hara dalam tanah dalam keadaan
cukup dan seimbang merupakan salah satu kunci keberhasilan
budidaya bawang merah (Muhammad et al., 2003). Keterbatasan air
dapat diatasi dengan irigasi, tetapi jika dibandingkan dengan luas
lahan yang dapat diirigasikan jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang
tidak mendapat air irigasi. Oleh karena itu, usaha- usaha untuk
mempelajari efiensi penggunaan air dalam budidaya bawang merah
varietas Lembah Palu perlu terus dilakukan. Kemampuan petani untuk
memproduksi benih dengan kualitas yang baik perlu terus
ditingkatkan. Keberhasilan petani untuk dapat meningkatkan hasil
ditentukan oleh seberapa jauh petani dapat memahami hal-hal yang
diuraikan diatas dan dalam hubungan ini implementasinya sangat
tergantung oleh kualitas sumber daya manusia dan modal yang
dimiliki oleh petani. Sesuai SK Menteri Pertanian
No:1843/Kpts/SR.120/4/2011, bawang merah lembah Palu
dideskripsikan sebagai berikut (Kementerian Pertanian RI, 2011):
- Asal : Lembah Palu, Kota Palu, Kabupaten
Sigi, dan Kabupaten Donggala
- Silsilah : seleksi populasi induk
- Golongan varietas : klon
- Tinggi tanaman : 36 – 37 cm
- Bentuk penampang daun : silindris berlubang
- Panjang daun : 25 – 30 cm
- Diameter daun : 0,5 – 0,6 cm
- Warna daun : hijau
- Jumlah daun per umbi : 5 – 8 helai
- Jumlah daun per rumpun : 50 – 55 helai
- Bentuk karangan bunga : tidak berbunga
- Warna bunga : tidak berbunga
- Umur mulai berbunga : tidak berbunga
- Umur panen : 65 – 70 hari setelah tanam
- Bentuk umbi : pipih agak bulat
- Ukuran umbi : panjang 2,5 – 3,4 cm, diameter 2,2
– 2,7 cm
- Warna umbi : merah pucat
- Berat per umbi : 3,9 – 5,7 g
- Jumlah umbi per rumpun : 9 – 12 umbi
- Berat umbi per rumpun : 35,1 – 68,4 g
- Jumlah anakan : 9 – 12 anakan
- Susut bobot umbi (basah – kering simpan) : 20 – 22 %
- Bentuk biji : tidak berbiji
- Warna biji : tidak berbiji
- Berat 1.000 biji : tidak berbiji
- Daya simpan umbi : 3 – 4 bulan setelah panen pada suhu
27 – 30 ºC
- Hasil umbi : 9,7 ton/ha
- Populasi per hektar : 160.000 tanaman
- Kebutuhan benih per hektar : 700 – 975 kg
- Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran
rendah sampai medium dengan altitud
0 – 400 m dpl
2.4 Hasil Pengkajian Terkait
Hasil pengkajian yang telah dilakukan terdahulu, antara lain
oleh Limbongan dan Maskar (2003) Salah satu keunikan bawang ini
yang membedakan dengan bawang merah lainnya adalah umbinya
mempunyai tekstur yang padat sehingga menghasilkan bawang
goreng yang renyah dan gurih serta aroma yang tidak berubah
walaupun disimpan lama dalam wadah yang tertutup. Selain sebagai
bumbu masak, bawang merah merupakan obat tradisional
misalnya sebagai kompres penrun panas, menurunkan kadar gula dan
kolestrol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh
darah dan Maag karena kandungan senyawa Alliin dan Allisin yang
bersifat bakterisida (Rukmana, 1994; dalam Ambarwati dan Yudono,
2003). Senyawa Flavonols mengandung radikal bebas yang kuat dan
antioxidan yang dapat mencegah dan melawan penyakit-penyakit
cardiovascular dan colorectal cancers (Caridi et al., 2007). Tidak
kurang 25 Flavonols yang berbeda dapat diidentifikasi pada bawang
merah dalam bentuk quarcetin dan derivat quarcetin yang
mendominasi cultivar bawang merah (Eduvigis et al., 2009).
Hasil rata-rata varietas ini di tingkat petani masih rendah
sekitar 3-5 ton/ha (Maskar dan Rahardjo, 2000). Faktor-faktor yang
menyebabkan rendah hasil yang dicapai selama ini adalah rendahnya
tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air yang terbatas, penggunaan
bibit yang tidak seragam dan bermutu rendah serta kualitas SDM yang
rendah (Purnomo et al., 2006). Faktor lain yang dapat menyebabkan
rendahnya hasil adalah gangguan OPT. Salah satu jenis penyakit yang
dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar adalah penyakit
bercak ungu (trotol) yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri (Nur,
2005) dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 57%. Perbaikan
kesuburan tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan organik
dan pemupukan sesuai tuntutan kebutuhan tanaman dan hasil
yang diharapkan. Ketersediaan hara dalam tanah dalam keadaan
cukup dan seimbang merupakan salah satu kunci keberhasilan
budidaya bawang merah (Muhammad et al., 2003). Keterbatasan air
dapat diatasi dengan irigasi, tetapi jika dibandingkan dengan luas
lahan yang dapat diirigasikan jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang
tidak mendapat air irigasi. Oleh karena itu, usaha- usaha untuk
mempelajari efiensi penggunaan air dalam budidaya bawang merah
varietas Lembah Palu perlu terus dilakukan.
III. PROSEDUR DISEMINASI

3.1. Pendekatan (Kerangka Pemikiran)


Kegiatan identifikasi standar instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas
Bawang Merah Lokal Palu akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
partisipatif. Pendekatan ini melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak,
seperti pelaku usahatani bawang merah local Palu, peneliti, dan pengambil
kebijakan. Melalui pendekatan ini diharapkan akan dapat menghasilkan
instrumen yang paling relevan, mudah diakses dan mudah diimplementasikan.

3.2. Ruang Lingkup Aktivitas


Ruang lingkup utama kegiatan mencakup : (a) inventarisasi, identifikasi
dan penyusunan kebutuhan standar instrumen (b) sosialisasi rancangan
kebutuhan standar instrumen pertanian spesifik lokasi komoditas bawang merah
local Palu.

3.3. Prosedur Pelaksanaan


Pelaksanaan kegiatan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik
diseminasi melalui pertemuan tatap muka dengan stakeholder untuk sosialisasi
hasil identifikasi dan penyusunan standar instrumen pertanian spesifik lokasi
ternak bawang merah local Palu.

3.3.1. Waktu dan Tempat


Kegiatan akan dilaksanakan selama satu tahun yakni mulai bulan Januari
sampai Desember 2023. Lokasi kegiatan di wilayah Kabupaten Sigi dan Kota
Palu.

3.3.2. Bahan dan Alat


Beberapa bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam kegiatan ini
adalah daftar pertanyaan (kuesioner), form data hasil survei, infocus, ATK dan
lain-lain.

3.3.3. Tahapan Pelaksanaan


Kegiatan identifikasi standar instrumen pertanian spesifik lokasi
komoditas Bawang Merah Lokal Palu akan dilaksanakan melalui beberapa
prosedur dan tahapan pelaksanaan sebagai berikut :
a) Persiapan
Persiapan meliputi kegiatan koordinasi internal Tim BPSIP Sulawesi
Tengah untuk menyusun perencanaan kegiatan (proposal), dilanjutkan
sosialisasi melalui kegiatan seminar proposal di lingkup internal Tim BPSIP
Sulawesi Tengah.
b) Koordinasi
Koordinasi dilakukan dalam rangka menggali informasi awal, penyatuan
persepsi dan sinkronisasi program terkait rancangan standar instrumen
Komoditas Bawang Merah Lokal Palu dengan pihak-pihak terkait seperti dinas
teknis terkait dan lembaga penyuluhan tingkat propinsi dan kabupaten, serta
perguruan tinggi dan stake holder lainnya.
c) Pelaksanaan Kegiatan Lapang
1) Identifikasi Kebutuhan Standar Instrumen.
Identifikasi kebutuhan standar instrumen perlu dilakukan sejak awal yang
disesuaikan dengan tujuan kegiatan. Dalam mengidentifikasi kebutuhan
standar ini diperlukan beberapa langkah alternatif sebagai upaya
pendukung terlaksananya kegiatan, yakni;
– Studi Literatur
Studi literatur dilakukan bertujuan untuk memahami instrumen-
instrumen usahatani yang telah ada dan diterapkan dalam kegiatan
yang sama. Selain itu juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
instrumen tersebut sekaligus kemungkinan untuk dapat dimodifikasi.
– Konsultasi Dengan Pakar
Konsultasi dengan pakar di bidang hortikultura (bawang merah local
Palu) untuk mendapatkan saran dan masukan tentang instrumen yang
telah ditetapkan dalam kegiatan. Hal ini dilakukan agar dapat
membantu untuk memastikan bahwa instrumen yang dipilih sesuai
dengan tujuan kegiatan dan serta aspek-aspek yang akan diukur.
2) Sosialisasi Rancangan Standar Instrumen
Seluruh hasil identifikasi standar instrumen yang diperoleh dituangkan
dan disusun dalam bentuk dokumen rancangan standar instrumen
pertanian spesifik lokasi komoditas bawang merah lokal Palu.
Rancangan standar instrumen tersebut disosialisasikan kepada seluruh
pengguna dan stakeholder terkait.
d) Monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
Monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan tim Monev Internal BPSIP
Sulawesi Tengah untuk melihat perkembangan kegiatan yang telah
dilaksanakan. Laporan disusun secara berkala setiap bulan, tri wulan, tengah
tahun dan akhir tahun sesuai perkembangan dari kegiatan yang telah
dilaksanakan.
e) Seminar Hasil Kegiatan
Seminar hasil kegiatan dilakukan untuk menghimpun saran perbaikan dan
penyempurnaan laporan akhir dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
IV. MANAJEMEN RESIKO

Analisis resiko dilakukan sebagai penilaian atas kemungkinan kejadian


yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam bentuk
daftar resiko dan penanganannya sebagaimana disajikan dalam Tabel 1 dan
Tabel 2.

4.1. Daftar Resiko


Tabel 1. Daftar Resiko Kegiatan Rancangan Standar Instrumen Pertanian Spesifik
Lokasi Bawang Merah Lokal Palu
No Resiko Penyebab Dampak
1 Data kebutuhan Terbatasnya informasi Target penyusunan
standar instrumen yang akurat terkait rancangan standar
tidak memenuhi standar instrumen instrumen tidak
standar dan kriteria pertanian komoditas terpenuhi
bawang merah local Palu

4.2. Daftar Penanganan Resiko


Tabel 2. Daftar Penanganan Resiko Kegiatan Rancangan Standar Instrumen
Pertanian Spesifik Lokasi Bawang Merah Lokal Palu
No Resiko Penyebab Penanganan Resiko
1 Data kebutuhan Terbatasnya informasi Penyesuaian
standar instrumen yang akurat terkait instrumen (format
tidak memenuhi standar instrumen atau metode
standar dan kriteria pertanian komoditas pengukuran,
bawang merah local Palu pertanyaan, atau
parameter yang
diukur)
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA

5.1. Tenaga Yang Terlibat Dalam Kegiatan


Tabel 3. Tim Pelaksana kegiatan rancangan standar instrumen pertanian spesifik
lokasi Komoditas Bawang Merah Lokal Palu tahun 2023

Alokasi
Bidang Tugas/ Waktu
No. Nama Instansi Uraian Tugas
Keahlian Jabatan (Jam/
Minggu)
1 Dr. Femmi Nor BPSIP Sossek Kepala Balai/ Memberikan arahan 10
Fahmi, S.Pi., M.Si Sulawesi Pengarah dan masukan terkait
Tengah pelaksanaan
kegiatan
2 Mardiana, SP., BPSIP Budidaya Penanggung Memberikan 10
M.Si Sulawesi Pertanian jawab masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
3 Syamsyiah BPSIP Hama Pengarah Memberikan arahan 8
Gafur, SP., M.Si Sulawesi Penyakit dan masukan terkait
Tengah pelaksanaan
kegiatan

4 Muchtar, SP., MP BPSIP Ilmu Tanah Anggota Memberikan 8


Sulawesi masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
5 Hamka Biolan, BPSIP Hama dan Anggota Memberikan 8
SP Sulawesi Penyakit masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
6 Sri kayatin, SP BPSIP Penyuluh/ Anggota Memberikan 8
Sulawesi Agribisnis masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
Alokasi
Bidang Tugas/ Waktu
No. Nama Instansi Uraian Tugas
Keahlian Jabatan (Jam/
Minggu)
7 Tina Febrianti, BPSIP Sosiologi Anggota Memberikan 8
SP, MSc Sulawesi Pedesaan masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
8 Irwan Suluk BPSIP Budidaya Anggota Memberikan 8
Padang, SP, MSc Sulawesi Pertanian masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
9 Andi Dalapati, BPSIP Pasca Panen Anggota Memberikan 8
STP., MP Sulawesi masukan dan ikut
Tengah serta sesuai bidang
keahliannya dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
10 Nurmasita BPSIP Hama dan Anggota Membantu dalam 8
Ismail, SP., M.Si Sulawesi Penyakit perencanaan,
Tengah pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
11 Risna SST BPSIP Penyuluh Anggota Membantu dalam 8
Sulawesi perencanaan,
Tengah pelaksanaan,
evaluasi monitoring
dan pelaporan
12 Sugito BPSIP PBT Anggota Membantu dalam 8
Sulawesi pelaksanaan teknis
Tengah

13 Fujiati, SE., MM BPSIP Manajemen Anggota Membantu dalam 8


Sulawesi administrasi
Tengah keuangan
5.2. Jangka Waktu Aktivitas

Tabel 4. Jadwal kegiatan identifikasi standar instrumen pertanian spesifik lokasi


komoditas Bawang Merah Lokal Palu tahun 2023

Bulan (2023)
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A. Persiapan
1. Penyusunan proposal
2. Seminar proposal
B. Pelaksanaan
1. Koordinasi
2. Survey Lapangan dan
Penyusunan Hasil
Identifikasi
3. Sosialisasi kebutuhan
standar instrumen
pertanian
C. Pelaporan
1. Penyusunan Laporan
Bulanan
2. Penyusunan Laporan
Triwulan
3. Penyusunan Laporan
Tengah Tahun
4. Penyusunan laporan akhir
5. Seminar akhir
5.3. Pembiayaan

Tabel 5. Pembiayaan kegiatan identifikasi standar instrumen pertanian spesifik


lokasi komoditas Bawang Merah Lokal Palu tahun 2023
A Identifikasi Standar Vol Sat Harga 27.500.000
Instrumen Pertanian Spesifik
Lokasi Komoditas Sapi
Donggala
521211 Belanja Bahan -     4.535.000
- Biaya Fotocopy, Dokumentasi, 4 TRW 175.000 700.000
Penjilidan dan Pelaporan,
konsumsi rapat
- Biaya foto copy dan dokumentasi 2000 lbr 250 500.000
- Penjilidan Pelaporan 4 eksp 50.000 200.000
- Konsumsi Rapat dan Pertemuan 65 OH 59.000 3.835.000
dalam rangka pelaksanaan
kegiatan
521811 Belanja Barang Persediaan -   - 2.165.000
Barang Konsumsi
- Pembelian Bahan ATK, Komputer 4 TRW 541.250 2.165.000
Supplies dan Bahan Pendukung
Kegiatan
- Flash Disk 64 GB 1 Buah 350.000 350.000
- Kertas HVS kuarto A4 70 g 5 Rim 65.000 325.000
- Kertas HVS kuarto A5 70 g 5 Rim 65.000 325.000
- Pulpen hi-tech 2 Dos 75.000 150.000
- Kertas karton coklat kraf 80 gsm 10 lembar 10.000 100.000
- Isi Ulang tinta Cartrige Epson 1 Botol 145.000 145.000
hitam
- Isi Ulang tinta Cartrige Epson 1 Set 450.000 450.000
berwarna
- Spidol 5 Buah 10.000 50.000
- Map plastik kancing 1 pack 100.000 100.000
- Hekter besar 1 buah 50.000 50.000
- Odner map 2 buah 40.000 80.000
- Isi hekter besar 2 dos 20.000 40.000
524111 Belanja Perjalanan Dinas -   - 17.500.000
Biasa
- Biaya Transport dan Lumpsum 35 OH 500.000 17.500.000
ke Pusat dan Daerah Lainnya
524113 Belanja Perjalanan Dinas -   - 3.300.000
Dalam Kota
- Biaya Transport peserta dalam 30 OH 110.000 3.300.000
rangka sosialisasi dan pelaksanaan
kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

BPS Sulawesi Tengah. 2019. Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka 2019.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah.
Balitbangda Sulsel, 2015. Pengembangan Benih Sumber True Shallot Seed (TSS)
dan Umbi Mini Bawang Merah serta Pembinaan Petani Penangkar Benih
Bawang Merah Di Kabupaten Jeneponto. Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Basuki. R.S. 2009. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Teknologi Budidaya
Bawang Merah dengan Biji Botani dan Benih Umbi Tradisional. J. Hort
19(2):214-7.
Baswarsiati. 2004. Menuntaskan Masalah Benih Bawang Merah. Tabloid Sinar
Tani. Edisi 6 Februari 2004. http://old.litbang.pertanian.go.id/
artikel/one/55/pdf/Menuntaskan%20Masalah%20Benih%20Bawang
%20Merah.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2020.
BPS Sulawesi Tengah. 2019. Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka 2019.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah
Darma, W.A. 2015. Alternatif Bahan Tanam Selain Umbi pada Budidaya
Bawang Merah (Allium Ascolonicum L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/78901. Diakses tanggal
15 januari 2020.
Erythrina, 2012. Pembenihan dan budidaya bawang merah. Prosiding Seminar
Nasional. Inovasi Teknologi Pertanian: mendukung ketahanan pangan
dan swasembada beras berkelanjutan di Sulawesi Utara
Hapsoh dan Hasanah,Y.2011.Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. USU Hal.
53. Medan.
Kementerian Pertanian RI, 2019. Data Lima Tahun Terakhir.
https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61.
Diakses tanggal 10 Januari 2020.
Pangestuti, R dan Sulistyaningsih, E. 2011, Potensi penggunaan True Seed
shallot (TSS) sebagai sumber benih bawang merah di Indonesia,
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro Inovasi untuk
Pemberdayaan Petani dalam Pengembangan Agribisnis Masyarakat
Perdesaan”, Semarang, 14 Juli 2011.
Putrasamedja, S., 2007. Pengaruh berbagai macam bobot umbi bibit
bawang merah (Allium ascalonicum L.) yang berasal dari generasi ke
satu terhadap produksi. J. Penel dan Info Pertanian ‘Agrin’. 11(1):19-
24.
Rabinowitch HD, Currah L. 2002. Alium Crop Science: Recent Advances. New
York : CABI Publishing.
Sitepu, H.B., Ginting, S., dan Mariati. 2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Asal Biji Terhadap Pemberian
Pupuk Kalium dan Jarak Tanam. J. Online Agroekoteknologi. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 1 (3): 711-724
Sopha, GA, Sumarni, N, Setiawati, W & Suwandi 2015, ‘Teknik penyemaian
benih true shallot seed untuk produksi bibit dan umbi mini bawang
merah’, J. Hort., vol. 25, no. 4, hlm. 318-30.
Suherman R, Basuki RS. 1990. Strategi luas usahatani bawang merah (Allium
cepa ascalonicum) di Jawa Bali. Tinjauan dari Segi Usahatani Terendah.
Bul. Penel. Hort 28 (3) : 11 – 18.
Sumarni, N., R. Rosliani, Suwandi, 2012a. Optimasi jarak tanam dan dosis
pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini
dai dataran tinggi. J. Hort. 22(2):148-155.
Sumarni, N dan Rosliani, R 2010, Pengaruh Naungan Plastik Transparan,
Kerapatan Tanaman dan Dosis N Terhadap Produksi Umbi Bibit Asal Biji
Bawang Merah. J. Hort., vol. 20, no. 1, hlm. 52-9.
Sumarni, N., Sopha, G.A., Gaswanto, 2012b. Respons tanaman bawang merah
asal biji True Shallot Seeds terhadap kerapatan tanaman pada musim
hujan. J. Hort. 22(1):23-28.
Sumarni, Ndan A. Hidayat, 2005. Budidaya Bawang Merah. Panduan Teknis. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sumiati E., Sumarni N., dan Hidayat A. 2004. Perbaikan Teknologi Produksi
Umbu Benih Bawang Merah dengan Ukuran Umbi Benih, Aplikasi Zat
Pengatur Tumbuh, dan Unsur Hara Mikro Elemen. J. Hort. 14 (1): 25-32
Triharyanto, E., Samanhudi, B. Pujiasmanto, D. Purnomo. 2013. Kajian
Pembibitan dan Budidaya Bawang Merah (Allium Ascalonicum L) Melalui
Biji Botani (True Shallot Seed) Makalah Disampaikan Pada Seminar
Nasional Fakultas Pertanian UNS Surakarta Dalam Rangka Dies Natalis
Tahun 2013. UNS. Solo
Wibowo, S. 2005. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay.
Penebar Swadaya. Jakarta. 194 hal.

Hansum., Najamudin, M., Halim., Nansarudin, A., Sunarti. S. 2002. Standar Mutu
Bibit Ternak Sulawesi Tengah Pusat Penelitian Hewan Universitas
Tadulako Dan Dinas Pertanian, Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Donggala.
Huang, W., Hu, X., Zhang, C., Cui, L., Wang, X. 2020. Design of a wireless
sensor network-based system for monitoring beef cattle. Journal of
Sensors, 2020, 1-8.
Kementerian Pertanian. 2014. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Tentang Penetapan Rumpun Sapi Donggala, Jakarta Indonesia.
Kim, M. H., Yoo, S. J., Park, J. H., Yoon, H. G., Kim, Y. H. 2020. Development of
a smart cattle health monitoring system using deep learning. Computers
and Electronics in Agriculture, 175, 105586.
Linda. 2014. Karateristik Sifat Kualitatif Sapi Donggala. Tesis Program Studi Ilmu-
Ilmu Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Tadulako. Palu
Pandey, A., Keshari, A., Kumar, A. 2021. Development of a wearable IoT device
for cattle monitoring. Journal of Ambient Intelligence and Humanized
Computing, 12(4), 3553-3564.
Soeharsono., Takdir, M., Munier, F.F. 2013. Performan Induk Sapi Lokal
Donggala Yang Dipelihara Ekstensif di Lembah Palu Sulawesi Tengah.
Prosiding Ekspose dan Seminar Nasional Inovasi Pertanian Ramah
Lingkungan “Akselerasi Inovasi Pertanian Ramah Lingkungan”. Makassar
19 - 21 Juli 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian.
Wijono, D.B., Mariyono dan P.W. Prihandini. 2004. Pengaruh stratifikasi fenotipe
terhadap laju pertumbuhan sapi potong pada kondisi foundation stock.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 4
– 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 16 – 20.

Anda mungkin juga menyukai