heterophylla Lamk) THE EFFECT TYPE OF PACKAGING MATERIALS ON THE QUALITY AND SHELF LIFE OF JACKFRUIT CHIPS (Artocarpus heterophylla Lamk )
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan
Oleh: Robertus Sunoto NIM: 02.70.0010
2006 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
Perpustakaan Unika
PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN KRIPIK NANGKA (Artocarpus heterophylla Lamk) THE EFFECT TYPE OF PACKAGING MATERIALS ON THE QUALITY AND SHELF LIFE OF JACKFRUIT CHIPS (Artocarpus heterophylla Lamk)
Oleh: Robertus Sunoto NIM: 02.70.0010
Laporan skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji tanggal:
Semarang, 30 Juni 2006 Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata
Ir. Bernadetha Soedarini, MP ii Perpustakaan Unika
MOTTO
BEKERJALAH DENGAN RIANG GEMBIRA DAN PENUH KETENANGAN DAN KETAHUILAH BAHWA PEMIKIRAN DAN USAHA YANG BENAR PASTI MEMBUAHKAN HASIL YANG BAIK (James Allen)
SESEORANG DAPAT MERAIH KEBERHASILAN PADA SEMUA BIDANG BILA DIA MEMILIKI SEMANGAT JUANG YANG TIADA BATASNYA (Charles M. Shwab)
VISI TANPA TINDAKAN HANYALAH SEBUAH MIMPI TINDAKAN TANPA VISI HANYALAH MEMBUANG WAKTU VISI DENGAN TINDAKAN AKAN MENGUBAH DUNIA (Joel Arthur Barker)
iii Perpustakaan Unika
RINGKASAN
Untuk meningkatkan nilai tambah, nangka dapat diolah menjadi keripik. Proses pembuatan dapat dideskripsikan sebagai berikut: pengupasan, pencucian, pembekuan ( -10 o C, 1 jam) dan kemudian digoreng (kondisi vakum, 75 o C selama 45 menit). Keripik nangka disimpan dengan suhu 40 o C selama 6 minggu memakai metode ASLT. Jenis pengemas yang kita gunakan dalam penelitian ini adalah OPP/ CPP, PET/ PE/ Al / EAA, HDPE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap umur simpan dari keripik nangka. Untuk menentukan umur simpan keripik nangka dilakukan analisa fisik dan kimia dari waktu ke waktu selama penyimpanan (ASLT). Pengujian secara kimia meliputi kadar air, angka peroksida dan angka TBA; serta analisa fisik yaitu menentukan karakteristik tekstur. Selama waktu penyimpanan kadar air, angka peroksida, dan angka TBA mengalami kenaikan secara signifikan, sedangkan tekstur pada keripik nangka yang dikemas dengan OPP/CPP, HDPE mengalami penurunan dan pada keripik nangka yang dikemas dengan PET/PE/Al /EAA masih tetap renyah. Secara umum keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP/CPP, HDPE pada 1,41 bulan (ASLT) sudah tidak layak dikonsumsi ditinjau dari kadar airnya. Pada keripik nangka yang dikemas dengan PET/PE/Al /EAA sampai pada akhir penyimpanan masih layak dikonsumsi (4,24 bulan (ASLT)). Dari hasil penelitian ini didapat, jenis kemasan yang terbaik untuk mengemas kripik nangka adalah jenis kemasan kombinasi antara PET/ PE/ Al / EAA. iv Perpustakaan Unika
SUMMARY
In order to give its value added, jackfruit can be processed to become chips product. The process can be described as follow: peeling, washing, freezing (-10 o C, 1 hour) and then frying (vacuum, 75 o C for 45 minutes). Jackfruit chips were stored using ASLT method at storage temperature 40 o C for 6 weeks. The packaging material we used in this research were OPP/CPP, PET/ PE/ Al/ EAA, and HDPE. The objective of this research was to investigate the effect of packaging material to the shelf life of the jackfruit chips. For justifying the shelf life, we performed physical-chemical analyses time to time during products were in the storage (ASLT stored). The chemical analysis covered moisture content, peroxide and TBA value; while the physical analyses measured the texture characteristic. During the storage time, the moisture content, Peroxide value and TBA value increase significantly, but the texture value of jackfruit chips packed with OPP/ CPP, HDPE are decreased and jackfruit chips which are packed with PET/ PE/ Al / EAA are still crispy. Commonly jackfruit chips which are packed using OPP/ CPP and HDPE in the 1,41 month (ASLT) are not appropriate to be consumed based on its water content. The jackfruit chips packed using PET/ PE/ Al / EAA still reasonable for consumer at the end of storage time (4,24 month (ASLT)). Based on these result, me decided the best packaging material for jackfruit chips is combination of PET/ PE/ Al/ EAA.
v Perpustakaan Unika
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH JENIS KEMASAN TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN KRIPIK NANGKA (Artocarpus heterophylla Lamk).
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Sarjana Teknologi Pangan di Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. V. Kristina Ananingsih. ST, M.Sc, selaku dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata sekaligus sebagai pembimbing pertama yang telah memberi kesempatan, nasihat, serta meluangkan waktu untuk mengkoreksi demi terselesaikannya skripsi ini. 2. Ir. Bernadetha Soedarini, MP selaku pembimbing kedua yang telah memberi arahan dan perhatian serta masukan dan meluangkan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh Staff dan Dosen pengajar Jurusan Teknologi Pangan UNIKA Soegijapranata Semarang. 4. Ayah, Ibu, kakak dan Cie Novia yang telah memberikan dukungan moral dan materi dan mencurahkan seluruh perhatian kepada penulis selama penelitian. 5. Bapak Lukianto dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material demi terselenggaranya skripsi ini. 6. Bapak Drs Mulyadi dan Bapak Ali dari PT Avesta terima kasih atas saran, ilmu dan bantuan atas plastik pengemasnya. 7. Ayusta Fan, I. Lantip Ood. W.G, Yoab Andre Cahyadi, dan Denny yang telah memberi semangat, bantuan, masukkan dan teman selama di laboratorium. 8. Bapak Felix Soleh, dan Pak Supriyana sebagai laboran yang memberi bantuan ilmu dan bantuan dalam proses analisa. 9. Seluruh mahasiswa angkatan 2001, 2002, 2003 terima kasih atas kerja sama selama menempuh kuliah di FTP UNIKA Soegijapranata. vi Perpustakaan Unika
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dan bantuan hingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, seperti ada pepatah tiada gading yang tak retak, maka penulis merasa perlu adanya kritik dan saran supaya dapat menyempurnakan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini berguna untuk adik-adik angkatan yang membutuhkan.
Semarang, 2006
Penulis vii Perpustakaan Unika
DAFTAR ISI PENGESAHAN........ ii MOTTO.... iii RINGKASAN........................................................................................................................... iv SUMMARY............................................................................................................................... v KATA PENGANTAR. vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL.... ix DAFTAR GAMBAR....... x DAFTAR LAMPIRAN.... xi 1. PENDAHULUAN.... 1 2. MATERI DAN METODA...... 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 2.2. Materi................................................. 2.3. Pembuatan Sampel............. 2.3.1. Pengemasan Sampel........ 2.4. Penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Test) 2.5. Konversi Waktu Penyimpanan...... 2.6. Prosedur Analisa 2.6.1. Analisa Kimia.............. 2.6.1.1. Analisa Kadar Air Metode Thermogravimetri... 2.6.1.2. Analisa Angka Peroksida... 2.6.1.3. Analisa Angka TBA... 2.6.2. Analisa Fisik 2.6.2.1. Analisa Tekstur.. 2.7. Analisa Data...
4. PEMBAHASAN... 4.1. Keripik Nangka.. 4.2. Tinjauan Proses Pengolahan...................... 23 23 23 5. KESIMPULAN ... 31 6. DAFTAR PUSTAKA... 32 viii Perpustakaan Unika
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 gram buah nangka segar............................... 1 Tabel 2. Barrier gas dan air pada bahan pengemas PP, HDPE, Alumunium foil 6 Tabel 3. Faktor percepatan (Q 10 ). 6 Tabel 4. Konversi waktu & suhu ASLT (Accelerated Shelf Life Test) terhadap suhu ruang.. 12 Tabel 5 Kandungan gizi (per 100 gram)..... 16 Tabel 6. Kadar air keripik nangka... 17 Tabel 7. Angka peroksida keripik nangka....................................................... 18 Tabel 8. Angka TBA (Thiobarbiuric Acid)..................................................... 20 Tabel 9. Analisa tekstur berdasarkan gaya pecah keripik nangka........................... 22
ix Perpustakaan Unika
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mesin Vacuum frying. 8 Gambar 2. Skema proses pembuatan keripik nangka................................... 9 Gambar 3. Kemasan keripik nangka........ 10 Gambar 4. kondisi kotak penyimpanan keripik nangka (tampak atas).... 11 Gambar 5. Test Zwick Mechine (Compression/ Tensile strength)... 14 Gambar 6. Grafik kadar air keripik nangka.. Gambar 7. Grafik angka peroksida keripik nangka.. Gambar 8. Grafik angka TBA . Gambar 9. Grafik gaya pecah .. 17 19 20 22
x Perpustakaan Unika
DAFTAR LAMPIRAN
1. Standar Nasional Indonesia (keripik nangka) 01-4269-1996 2. Skema alur proses vacuum fryer 3. Uji korelasi pearson 4. Uji tes anova 5. Tabel post hoc dalam satu perlakuan penyimpanan pada setiap jam 6. Tabel post hoc dalam lama penyimpanan yang sama pada setiap perlakuan penyimpanan 7. Hasil analisa tekstur keripik nangka
xi Perpustakaan Unika
1. PENDAHULUAN
Buah nangka merupakan buah tropis yang memiliki banyak kegunaan untuk dikonsumsi. Buah nangka segar dapat dibuat menjadi dodol nangka, keripik nangka, campuran es. Buah nangka banyak mengandung zat gizi, antara lain karbohidrat, protein, lemak serta berbagai macam vitamin dan mineral. Kandungan gizi buah nangka secara lengkap tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi dalam 100 gram buah nangka segar
Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I (1981) dalam (Rukmana, 1997). Kandungan gizi Nangka masak Nangka muda Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B 1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian dapat dimakan (%) 106 1,2 0,3 27,6 20 19 0,9 330 0,07 7 70 28 51 2 0,4 11,3 45 29 0,5 25 0,07 9 85,4 80
Keripik nangka adalah makanan yang dibuat dari daging buah nangka masak, dipotong/ disayat dan digoreng memakai minyak secara vakum dengan atau tanpa penambahan gula serta bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI No 01-4269-1996). Sulistyowati (2004) mengatakan keripik adalah makanan ringan (snack food) yang tergolong jenis makanan crackers, adalah makanan yang kering, renyah (crispy), serta kandungan lemaknya tinggi. Sifat renyah (keras tetapi mudah patah) pada produk- produk crackers akan hilang bila produk tersebut menyerap air.
Nangka yang digunakan untuk bahan baku pembuatan keripik umumnya dipanen pada stadium mengkal. Tanda buah nangka mengkal adalah daging buah berwarna kuning atau putih kekuningan, apabila ditepuk-tepuk buah akan berbunyi nyaring berat, struktur 1 i Perpustakaan Unika 2 daging buah keras, rasanya agak manis. Pada buah nangka mengkal kandungan pati masih cukup banyak. (Rukmana,1997).
Penggorengan adalah suatu proses pengolahan makanan yang digunakan untuk mengubah kualitas bahan pangan. Bahan pangan ditempatkan dalam minyak panas, kemudian suhu permukaan akan meningkat cepat dan airnya akan menguap. Selanjutnya permukaan bahan menjadi kering dan terbentuk lapisan kulit. Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambahan rasa gurih dan penambahan nilai kalori bahan pangan (Fellows, 1990; Winarno, 1992).
Di dalam teknologi penggorengan, ada suatu mesin yang disebut mesin penggoreng vakum yang memiliki prinsip utama melakukan penggorengan pada kondisi vakum, yaitu 700 mmHg di bawah tekanan atmosfer normal. Kondisi vakum ini menyebabkan penurunan titik didih minyak dari 110-200 o C menjadi 80-100 o C. Penurunan suhu penggorengan dapat mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma dan warna dari bahan. Selain menurunkan suhu penggorengan, kondisi udara yang dipertahankan kevakumannya dengan mengeluarkan uap air secara terus menerus akan mempercepat proses perpindahan massa. Oleh sebab itu, terjadi perbedaan tekanan yang besar antara minyak (beserta bahan dan kandungan airnya) dengan udara sekitar (udara dalam ruang penggoreng). Dengan adanya perbedaan tekanan itulah dapat dihasilkan produk yang keras meskipun kadar air awal bahan cukup tinggi (Anonim a ,2005). Penggorengan vakum memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mengurangi penyerapan minyak dalam produk pangan, dapat mempertahankan warna dan aroma dari produk, dapat meminimalkan kerusakan minyak akibat penggorengan,Garayo dan Moreira, 2002).
Parameter yang mempengaruhi kualitas/ mutu keripik adalah tekstur yang renyah (SNI 01-4269-1996). Tingkat kerenyahan dapat ditunjukkan dengan dua cara yaitu sensori dan mekanis. Uji sensoris dengan mendengarkan suara renyah keripik pada saat disantap, sedangkan mekanis dengan uji tekstur. Analisa tektur digunakan untuk mengartikan secara grafis arti suara renyah. Bila bahan yang diuji renyah maka grafik akan menunjukkan gambar yang bergerigi sedangkan bila bahan melempem grafik akan landai. Saat gaya yang diberikan mencapai maksimum maka benda akan
Perpustakaan Unika 3 mengalami patahan yang ditampilkan dengan nilai F break (gaya pecah). Gaya pecah mewakili titik patah dari uji tekan suatu produk. Terjadinya titik pecah pada produk saat dilakukan uji tekstur merupakan sifat utama tekstur yang renyah suatu bahan pangan (Rosenthal, 1999).
Kadar air adalah parameter yang paling mempengaruhi tekstur bahan pangan. Apabila kadar air dalam produk kripik tinggi maka keripik akan lembab, sehingga teksturnya menjadi tidak renyah. Hal ini akan mengurangi aseptibilitas konsumen. Laju kerusakan bahan makanan juga dipacu dengan adanya kenaikan suhu (Mizrahi & Karel, 1977; Rosenthal, 1999). Kadar air yang terkandung dalam produk pangan merupakan faktor penting dalam penentuan umur simpan (Winarno, 1993). Kadar air juga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia, perubahan tekstur makanan dan kualitas serta kestabilan mutu dari makanan itu sendiri (Labuza, 1979). Kadar air pada produk keripik nangka maksimal adalah 5% (wb) (SNI No 01-4269-1996).
Menurut Tranggono & Setiadji (1989) serta Gaman & Sherrington (1994), lemak dan minyak dapat mengalami kerusakan yaitu ketengikan yang disebabkan oleh hidrolisa dan oksidasi. Hidrolisa sangat mudah terjadi pada lemak dengan asam lemak rendah (kurang dari C 14 ) seperti mentega, minyak kelapa sawit. Hidrolisa adalah proses pemecahan minyak yang disebabkan oleh enzim dengan adanya air. Dengan adanya sejumlah air ini, minyak akan terhidrolisa menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak dalam bentuk bebas akan lebih rentan mengalami oksidasi daripada asam lemak yang beresterifikasi dengan gliserol. Minyak yang telah terhidrolisa, mutunya akan menurun karena titik asap menjadi lebih rendah, bahan yang digoreng akan lebih mudah berubah warna dan menyerap minyak lebih banyak (Fennema, 1985; Winarno, 1992).
Molekul minyak yang mengandung radikal asam lemak tak jenuh dapat mengalami oksidasi dan membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida lipid sebagai produk oksidasi primer. Proses ini dapat diukur dengan cara mengukur tingkat ketengikan berdasar jumlah gugus peroksida dalam sampel, karena peroksida adalah gugus yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi. Lemak yang telah mengalami
Perpustakaan Unika 4 ketengikan maksimal maka akan mengalami penurunan angka peroksida. Penurunan ini terjadi karena peroksida terurai menjadi aldehid, keton dan furan (Fellows, 1990; Perkins & Erickson, 1998; Deng et al.,1977).
Hasil oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan lemak atau minyak dalam bahan makanan dapat dinyatakan sebagai angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et al., 1996; Deng et al., 1977). Penentuan angka TBA ini diukur berdasar senyawa hasil oksidasi lemak yang terbentuk. Salah satunya adalah malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan dengan proses destilasi terlebih dahulu. Malonaldehid kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga terbentuk warna merah. Intensitas warna merah tersebut sesuai dengan jumlah malonaldehid dan ditunjukkan dengan nilai absorbansinya (panjang gelombang 528nm). Semakin besar angka TBA maka minyak atau produk semakin tengik (Sudarmadji et al., 1996). Menurut Kurade & Baranowski (1987) dalam Wardany (2004), batas toleransi angka TBA bahan pangan maksimal yang boleh dikonsumsi adalah 1,286 mg malonaldehid/kg bahan.
Untuk meminimalkan kerusakan pada bahan pangan, maka diperlukan adanya pengemasan. Suatu pengemas dapat memberi perlindungan untuk menjaga mutu bahan pangan. Pengemas dapat meminimalkan masuknya air, mengendalikan suhu, mencegah migrasi komponen volatil (Suyitno, 1990).. Pengemasan memiliki 2 peranan penting dalam industri pangan, peranan utama adalah memberi perlindungan terhadap produk, peranan kedua adalah untuk mengiklankan produk pada bagian penjualan (Kadoya, 1990).
Kemampuan bahan kemasan untuk menahan komponen-komponen tertentu yang masuk maupun keluar adalah sifat permeabilitas. Permeabilitas didefinisikan sebagai jumlah komponen yang ditransfer per unit luas, waktu dan gaya penggerak. Gaya penggerak ini dapat berupa perbedaan konsentrasi gas. Setiap bahan pengemas jenis plastik memiliki sifat permeabilitas yang berbeda-beda. Permeabilitas ini merupakan sifat yang dimiliki oleh pengemas jenis plastik (Halim, 1998).
Perpustakaan Unika 5 Polyprophylene (PP) merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan karena sifatnya yang mudah dibentuk, cukup tahan terhadap bahan kimia, jernih kenampakannya serta mudah dipakai sebagai laminasi. PP dalam bentuk film yang diulur kedua arah dikenal dengan nama Oriented Polypropylene (OPP). Adapun film yang dihasilkan jernih, daya rentang tinggi, tahan terhadap tumbukan ,susah ditembus oleh oksigen dan uap air (Suyitno, 1990). Polypropylene ini memiliki beberapa sifat yaitu liat, cukup kuat, memiliki titik leleh sekitar 200 o C, densitasnya 895kg/m 3 , memiliki kenampakan bening, permeabilitas terhadap uap air rendah,barier terhadap gas sedang (Brown, 1992; Kadoya, 1990). Polyethylene (PE) merupakan hasil polimerisasi adisi gasetilen yang merupakan hasil samping industri minyak. Sifat umum dari PE adalah memiliki kenampakan bervariasi dan transparan, berminyak, mudah dibentuk,lemas, gampang ditarik, daya rentang tinggi tanpa sobek, tahan terhadap asam, basa, alkohol dan deterjen, transmisi gas dan uap air cukup tinggi. Berdasarkan densitasnya dikenal tiga jenis PE (Polyethylene), yaitu LDPE (Low Density Polyethylene), MDPE (Medium Density Polyethylene), dan HDPE (High Density Polyethylene). LDPE bersifat mudah direkatkan dan harganya cukup murah, sedangkan MDPE bersifat lebih kaku dari LDPE dan lebih tahan suhu tinggi; sedangkan HDPE adalah yang paling kaku dan paling tahan panas. Melting pointnya sekitar 180 o C). (Moreira et al., 1999; Coles et al., 2003). Jenis pengemas yang dilapisi dengan alumunium foil akan menunjukkan peningkatan sifat bariernya. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan alumunium memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gas dan uap air serta memiliki ketahanan terhadap sinar ultra violet. Alumunium foil biasanya dipakai untuk produk snacks. Produk makanan snack mengandung asam lemak tak jenuh yang berasal dari minyak goreng yang dapat mudah mengalami oksidasi. Untuk meminimalkan biasanya dipilih kemasan berlapis alumunium foil. Biasanya kemasan yang dilapisi dengan alumunium adalah jenis kemasan PET (Polyethyltereptahlene), LLDPE (Linier Low Density Polyethylene), dan OPP (Coles et al., 2003). EAA (Ethylene Acrilic Acid) sifatnya hampir sama dengan LDPE, yaitu merupakan pelapis yang baik, memiliki titik leleh yang lebih rendah daripada PE (150 o C), serta tahan terhadap asam, alkali, dan water (Moriera et al., 1999). EAA diproduksi dari reaksi kopolimer dari etilen dan akrilik. Sifat dari EAA ini adalah
Perpustakaan Unika 6 merekat kuat pada proses perekatan, tidak adanya migrasi aroma dari bahan coating, dan memiliki ketahanan tinggi terhadap lubang pada pengemas sehingga dapat mempertahankan kehigroskopisan suatu bahan (Anonim b , 1987). Menurut Moriera et al., (1999), bahan pengemas PP, HDPE, dan alumunium foil memiliki barrier terhadap udara dan uap air yang berbeda (Tabel 2). Tabel 2. Barrier gas dan air pada bahan Pengemas PP, HDPE, alumunium foil Keterangan: Permeabilitas dan water vapour diukur pada suhu 38 o C dan kelembapan 90 %. Sumber : Lewis (1996) dalam Moriera (1999). Permeabilitas Gas (Cc/m 2 /24 h.atm) Bahan plastik / pengemas Gas Oksigen Water Vapour Transport ratio (g/m 2 .24h). PP (Polypropylene) 8,964-44,128 8-10 HDPE Alumunium foil 3,585-23,443 0 5-10 0
Untuk menentukan umur simpan produk pangan diperlukan suatu faktor percepatan. Faktor percepatan (Q 10 ) adalah kecepatan reaksi pada suhu T+10, dibagi dengan kecepatan reaksi pada suhu T (Labuza, 1979; Halid, 1991). Q 10 untuk produk makanan seperti keripik nangka adalah 1,5 sampai 2,5 (Labuza, 1979). Faktor percepatan berdasar umur simpan produk pangan pada berbagai suhu ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor percepatan (Q 10 ) Shelf Life (Minggu) Suhu Q 10 = 2 Q 10 = 2,5 Q 10 = 3 Q 10 = 5 50 40 30 20 2 a 4 8 16 2 a 5 12,5 31,3 2 a 6 18 54 2 a 10 50 4,8 tahun Sumber: (Labuza, 1979; Koswara, 2002).
Berbagai pengujian terhadap umur simpan bahan pangan dapat dilakukan sesuai dengan sifat mutu utama yang terpenting dari bahan pangan tersebut, namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada bahan makanan jenis keripik umur simpannya bila berada di suhu kamar sekitar 4 sampai 6 minggu (Labuza, 1979). Teknik yang paling cepat
Perpustakaan Unika 7 untuk menera umur simpan bahan pangan memakai teknik ASLT (Accelerated Shelf Life Test). Teknik ini dapat dilakukan secara cepat dengan memberi stimulasi perlakuan suhu yang ekstrim dan hasilnya dapat dipakai dalam mendeteksi penurunan mutu selama penyimpanan (Labuza, 1979).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan OPP 10 m/CPP 25 m, HDPE 80 m dan PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m terhadap karakteristik fisika dan kimia dari keripik nangka yang disimpan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) dengan suhu 40 o C selama enam minggu. Untuk mengetahui karakteristik tersebut, maka dilakukan pengujian terhadap kadar air, angka TBA, angka peroksida dan pengujian tekstur.
Perpustakaan Unika
2. MATERI DAN METODE
2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2005 sampai Januari 2006 di Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang dan Laboratorium Rekayasa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjahmada, Yogyakarta.
2.2. Materi Bahan yang digunakan adalah buah nangka, minyak goreng merk Filma. Buah nangka diperoleh dari perkebunan di Kecamatan Jambu, Ambarawa, minyak goreng FILMA dibeli di Supermarket ADA Banyumanik, Semarang.
2.3. Pembuatan Sampel ((Sulistyowati, 2004) dengan modifikasi)) Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah keripik nangka dengan ukuran dan bentuk yang seragam. Buah nangka dibelah menjadi dua bagian. Pembuatan sampel menggunakan mesin penggoreng vakum (Gambar 1) di Laboratorium Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata, Semarang.
Gambar 1. Mesin vacuum frying 8 Perpustakaan Unika 9
Proses pembuatan keripik nangka melalui beberapa tahap, antara lain nangka dicuci bersih kemudian dibekukan selama 1 jam. Kemudian digoreng dengan penggorengan vakum dengan suhu 75 o C selama 45 menit dengan tekanan -76 cmHg. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gambar 2.
Nangka
Dibelah menjadi 2 bagian dengan ketebalan + 2mm
Dicuci dengan air
Freezing -10 o C selama 1 jam
Digoreng dengan vacuum fryer suhu 75 o C selama 45 menit, dan tekanan76 cmHg
Ditiriskan
Keripik nangka Gambar 2. Skema proses pembuatan keripik nangka
2.3.1. Pengemasan Sampel Proses pengemasan dilakukan dengan mesin pengemas tipe SMS-SVBMC-ST, dan sealer manual merk G-Seal, sedangkan bahan pengemas yang digunakan ada tiga macam, yaitu: kombinasi OPP 10 m/CPP 25 m serta HDPE 80 m. Kedua jenis kemasan diperoleh dari Laboratorium Rekayasa Pangan Universitas Soegijapranata
Perpustakaan Unika 10 Semarang. Kemasan ketiga diperoleh dari PT Avesta Continental Pack dengan spesifikasi PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m. Pengemas HDPE 80 m memiliki dimensi panjang 17 cm dan lebar 12,7 cm, sedangkan dua pengemas lainnya memiliki dimensi sama yaitu panjang 20 cm dan lebar 10,8 cm (Gambar 3). Masing- masing kemasan diisi dengan keripik nangka sebanyak 50 gram.
Gambar 3. Kemasan keripik nangka: (A) Kemasan PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m, (B) HDPE 80 m dan (C) OPP 10 m /CPP 25 m.
2.4. Penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Test)(Labuza, 1979). Dalam penelitian ini, keripik nangka yang sudah dikemas disimpan dalam kotak yang terbuat dari partikel board dengan ketebalan 1 cm dan kemudian bagian dalamnya dilapisi styrofoam dengan ketebalan 1 cm. Kotak tersebut berukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. (Gambar 4). Penyimpanan dilakukan selama 6 minggu dengan suhu 40 o C dan kelembapan 90%. Hal ini merupakan penerapan dari teknik penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Test). Dalam penelitian ini digunakan Q 10 = 2 (Labuza, 1979).
Perpustakaan Unika 11
Gambar 4. Kondisi kotak penyimpanan keripik nangka (tampak atas)
2.5. Konversi Waktu Penyimpanan Dalam kondisi normal (suhu kamar), umur simpan suatu bahan pangan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan Arhennius (Koswara, 2002; Labuza, 1979). Perhitungan dapat dilihat dibawah ini:
Q T./10 = ts(T1) ts(T2) Q T./10 = faktor percepatan ts(T1) = masa kadaluarsa bila disimpan pada suhu T ( o C). ts(T2) = masa kadaluarsa bila disimpan pada suhu (T + 10) ( o C).
Contoh perhitungan : Dalam penelitian keripik nangka ini digunakan suhu 40 o C selama 6 minggu, maka bila dikonversikan pada suhu kamar (25 o C) menjadi :
Q T./10 = 2 Asumsi: 1minggu = 7hari T = T 2 T 1 1bulan = 30 hari = 40 o C 25 o C T = 15 o C
Perpustakaan Unika 12 Suhu penelitian (T2) = 40 o C Suhu kamar (T1) = 25 o C (asumsi suhu kamar) tsT1 = tsT2 x Q ./10 = 6 minggu x 2 15/10 = 6 minggu x 2,828 = 16,98 minggu = 4,24 bulan
Hasil konversi waktu untuk tiap minggu-nya dapat dilihat pada Tabel 4 :
Tabel 4. Konversi Waktu dan Suhu ASLT terhadap suhu ruang T = 40 o C (minggu) T = 25 o C (bulan) 0 1 2 3 4 5 6 0 0,70 1,41 2,12 2,83 3,53 4,24
2.6. Prosedur Analisa 2.6.1. Analisa Kimia 2.6.1.1. Analisa Kadar Air Metode Thermogravimetri (Sudarmadji et al., 1997). Keripik nangka dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 o C selama 3-5 jam, kemudian sampel didinginkan dalam desikator + 15 menit. Sampel kemudian ditimbang hingga berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Kadar air dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
Perpustakaan Unika 13 Ka = Xo Xi x 100% Xo
Keterangan : Ka = Kadar air dalam bahan (% Wet basis) Xo = berat sampel awal (gram) Xi = berat sampel akhir konstan (gram)
2.6.1.2 Analisa Penentuan Angka Peroksida (Sudarmadji et al,1997). Keripik nangka ditimbang 5 + 0,05 gram, dan dimasukkan dalam 250 erlenmeyer bertutup dan tambahkan 30 ml larutan asam asetat-khloroform (3:2). Larutan digoyangkan sampai bahan terlarut semua. Tambahkan 0,5ml larutan jenuh KI. Kemudian larutan didiamkan selama 1 menit dan kadangkala digoyang dan ditambah 30 ml aquades. Lakukan titrasi dengan 0,1 N Na 2 S 2 O 3 sampai didapatkan warna kuning hampir hilang, dan tambahkan 0,5 ml larutan pati 1%. Lanjutkaan titrasi sampai warna biru hilang. Angka peroksida dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
Angka Peroksida = ml Na 2 S 2 O 3 x N Na 2 S 2 O 3 x 1000 Berat sampel
2.6.1.3 Analisa Angka TBA (Thiobarbituric Acid) (Tarladgis et al., 1960 dalam Sudarmadji et al,1997) Sampel ditimbang sebanyak 3gram, dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi kjeldahl 1000ml sambil dicuci dengan 98,5 aquades dan ditambah dengan 1,5 ml 4N HCl(1 bagian HCl pekat dalam 2 bagian air) sampai pH 1,5. Selanjutnya ditambahkan batu didih dan antifoam sedikit ke dalam labu destilasi, kemudian didistilasi sampai didapat cairan distilat 50 ml. Larutan destilat kemudian diaduk, disaring dan dipindahkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambah dengan 5 ml reagen TBA. Larutan dicampur dan dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit. Setelah itu didinginkan dan dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Absorbansi digunakan
Angka TBA = mg malonaldehid/kg sampel Keterangan: m = berat sampel (gram) A = Angka absorbansi pada panjang gelombang 528 nm
2.6.2. Analisa Fisik 2.6.2.1. Analisa Tekstur Analisa fisik kripik nangka dilakukan berdasar tingkat kerenyahan kripik nangka selama enam minggu masa penyimpanan. Pengukuran tingkat kekerasan kripik ini dilakukan satu minggu sekali di Laboratorium Rekayasa Pangan PAU UGM. Alat yang digunakan adalah Test Zwick (Compression / Tensile Strength), Tipe DO-FB0. STS (Gambar 5).
Gambar 5.Test Zwick (Compression / Tensile Strength), Tipe DO-FB0. STS
Perpustakaan Unika 15 2.7. Analisa Data Data-data yang diperoleh selama penelitian akan dianalisa dengan metode General Linear Model (one way) Anova, menggunakan software SPSS for Windows version 11.5. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap beberapa komponen penentu kualitas ( kadar air, angka TBA, angka peroksida dan tekstur).
Perpustakaan Unika
3. HASIL PENELITIAN
3.1 Kandungan Gizi Keripik Nangka Buah nangka setelah diolah menjadi keripik memiliki kandungan gizi yang berbeda. Antara lain kandungan lemak menjadi lebih banyak, nilai kalorinya lebih tinggi yaitu sebesar 466,6 gram. Kandungan gizi keripik nangka dalam 100 gram bahan secara lebih lengkap tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan gizi (per 100 gram) Komponen Berat/ 100 gram bahan Air Lemak Protein Karbohidrat Abu Serat Kalori 3,3 gram 17,4 gram 3,9 gram 73,6 gram 1,8 gram 6,4 gram 466,6 gram
3.2 Analisa Kadar Air (Wet Basis) Hasil pengamatan pada Tabel 6. menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p<0,05) kadar air antar bahan pengemas selama penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan, kadar air akan meningkat. Kadar air keripik nangka di ketiga kemasan pada awal penyimpanan (0-bulan) adalah sama yaitu sebesar 3,301 % dan pada akhir bulan penyimpanan yaitu 4,24 bulan (ASLT) pada kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA kadar airnya sebesar 4,582 %, pada kemasan HDPE 80 m kadar airnya sebesar 7,496%, dan pada kemasan OPP 10 m /CPP 25 m kadar airnya sebesar 10,339 %.
16 Perpustakaan Unika 17
Tabel 6. Kadar Air Keripik Nangka Keterangan: Penyimpanan Kadar Air (%) 3) Bulan ASLT 1) Minggu 2) PET/PE/Al 7 m/EAA HDPE 80 m OPP10 m /CPP25 m 0 0 3,301 a + 0,000 a 3,301 a + 0,000 a 3,301 a + 0,000 a 0,70 1 3,403 ab + 0,255 a 4,737 b + 0,476 b 5,385 b + 0,626 b 1,41 2 3,623 bc + 0,825 a 5,773 c + 0,192 b 7,382 c + 0,234 c 2,12 3 3,813 c + 0,268 a 6,673 d + 0,063 b 8,645 d + 0,097 c 2,83 4 4,375 d + 0,046 a 7,222 e + 0,055 b 9,380 e + 0,043 c 3,53 5 4,538 d + 0,031 a 7,408 e + 0,032 b 10,169 f + 0,092 c 4,24 6 4,582 d + 0,005 a 7,496 e + 0,038 b 10,339 f + 0,170 c 1) Bulan (ASLT = Accelerated Shelf Life Test) adalah hasil konversi waktu dan suhu penelitian. 2) Minggu merupakan waktu penelitian, mulai dari Minggu ke -0 sampai minggu ke -6. 3) Beda nyata antar perlakuan lama penyimpanan dalam satu kolom yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai mean (tingkat kepercayaan 95%). Beda nyata setiap perlakuan dalam satu baris yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai SD (tingkat kepercayaan 95%).
Keterangan : Batas maksimal 5 % Gambar 6. Grafik kadar air keripik nangka .
Dari hasil pengamatan (Gambar 6) dapat diketahui bahwa peningkatan kadar air yang paling tajam terjadi pada keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 m /CPP 25 m. Pada waktu penyimpanan 1,41 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 m /CPP 25 m mempunyai kadar air 5,385 % (wb), telah melebihi standar SNI keripik nangka yaitu 5 % (wb). 0 2 4 6 8 10 12 %
K a d a r
A i r PET-PE-Al7m-EAA HDPE 80 m OPP 10m /CPP 25 m 0,70 1,41 0 2,122,83 3,53 4,24 Bulan (ASLT) Batas SNI
Perpustakaan Unika 18 Pada waktu penyimpanan 1,41 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan Kemasan HDPE 80 m memiliki kadar air sebesar 4,737 % (wb) dan untuk keripik nangka yang dikemas dengan kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA kadar airnya sebesar 3,403 % (wb).
3.3 Analisa Angka Peroksida Tabel 7. menunjukkan bahwa angka peroksida selama penyimpanan menggunakan jenis pengemas yang berbeda, keripik nangka terdapat beda nyata secara signifikan (p<0,05). Angka peroksida pada penyimpanan 0 bulan (ASLT) pada semua jenis kemasan adalah sama, yaitu sebesar 13 mg peroksida/kg sampel dan pada akhir bulan penyimpanan yaitu 4,24 bulan (ASLT) pada kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA kadar peroksidanya sebesar 33 mg peroksida/kg sampel, pada kemasan HDPE 80 m kadar peroksidanya sebesar 42,667 mg peroksida/kg sampel, dan pada kemasan OPP 10 m /CPP 25 m kadar peroksidanya paling tinggi yaitu sebesar 54,667 mg peroksida/kg sampel.
Tabel 7. Angka Peroksida Keripik Nangka
Keterangan : Penyimpanan Angka Peroksida (mg peroksida/kg sampel) 3) Bulan ASLT 1) Minggu 2) PET/ PE/ Alu 7m/ EAA HDPE 80m OPP10m /CPP25m 0 0 13,000 a + 0.000 a 13,000 a + 0.000 a 13,000 a + 0.000 a 0,70 1 16,000 b + 1.000 a 18,000 ab + 1.000 ab 19,667 b + 2.517 b 1,41 2 17,333 b + 2.082 a 23,333 bc + 2.082 b 29,667 c + 3.055 c 2,12 3 21,333 c + 1.528 a 28,333 cd + 4.163 b 37,000 d + 4.000 c 2,83 4 25,333 d + 2.082 a 31,333 d + 1.528 b 40,000 d + 1.000 c 3,53 5 29,333 e + 0.577 a 39,000 e + 2.000 b 46,667 e + 2.517 c 4,24 6 33,000 f + 2.000 a 42,667 e + 7.767 b 54,667 f + 1.528 c 1) Bulan (ASLT = Accelerated Shelf Life Test) adalah hasil konversi waktu dan suhu penelitian. 2) Minggu merupakan waktu penelitian, mulai dari Minggu ke -0 sampai minggu ke -6. 3) Beda nyata antar perlakuan lama penyimpanan dalam satu kolom yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai mean (tingkat kepercayaan 95%). Beda nyata setiap perlakuan dalam satu baris yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai SD (tingkat kepercayaan 95%).
Perpustakaan Unika 19
A n g k a
P e r o k s i d a Gambar 7. Grafik Angka Peroksida Keripik Nangka
Dari hasil pengamatan (Gambar 7) diketahui bahwa peningkatan angka peroksida yang paling tajam terjadi pada keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 m /CPP 25 m. Pada waktu penyimpanan 4,24 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 m /CPP 25 m mempunyai angka peroksida sebesar 54,667 mg peroksida/ kg sampel.
Pada waktu penyimpanan 4,24 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan Kemasan HDPE 80 m memiliki angka peroksida sebesar 42,667 mg peroksida/ kg sampel dan keripik nangka yang dikemas dengan kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA angka peroksidanya sebesar 33 mg peroksida/ kg sampel.
3.4 Analisa Angka TBA Tabel 8. menunjukkan bahwa angka TBA selama penyimpanan pada ketiga jenis kemasan berbeda terdapat beda nyata secara signifikan (p<0,05). Angka TBA pada bulan 0 (ASLT) pada ketiga kemasan besarnya adalah 0,117 mg malonaldehid / kg sampel. Sedangkan angka TBA pada akhir penyimpanan yaitu 4,24 bulan (ASLT), pada kemasan kemasan PET /PE /Al 7m /EAA angka TBA-nya paling rendah yaitu sebesar 0,327 mg malonaldehid / kg sampel, pada kemasan HDPE 80 m kadar TBA- nya sebesar 0,438 mg malonaldehid /kg sampel, dan pada kemasan OPP 10m/ CPP 25 m kadar TBA-nya paling tinggi yaitu sebesar 0,636 mg malonaldehid / kg sampel. 0 10 20 30 40 50 60 0 0,70 1,41 2,12 2,83 3,53 4,24 Bulan (ASLT) ( M g
p e r o k s i d a / k g PET/ PE/ Alu7m /EAA s a m p e l ) HDPE 80 m OPP 10 m / CPP25 m
Perpustakaan Unika 20
Tabel 8. Angka TBA Keripik Nangka
Penyimpanan Angka TBA (mg malonaldehid/kg sampel) 3) Bulan ASLT 1) Minggu 2) PET/ PE/ Alu7 m/ EAA HDPE 80 m OPP10 m /CPP25m 0 0 0,117 a + 0,000 a 0,117 a + 0,000 a 0,117 a + 0,000 a 0,70 1 0,228 b + 0,003 a 0,248 b + 0,047 a 0,278 b + 0,051 a 1,41 2 0,286 b + 0,064 a 0,292 b + 0,081 a 0,349 b + 0,058 a 2,12 3 0,295 b + 0,066 a 0,299 b + 0,011 a 0,375 b + 0,042 a 2,83 4 0,303 b + 0,075 a 0,314 b + 0,070 a 0,419 b + 0,061 a 3,53 5 0,308 b + 0,037 a 0,335 bc + 0,057 a 0,429 b + 0,013 b 4,24 6 0,327 b + 0,052 a 0,438 c + 0,120 ab 0,636 c + 0,193 b Keterangan : 1) Bulan (ASLT = Accelerated Shelf Life Test) adalah hasil konversi waktu dan suhu penelitian. 2) Minggu merupakan waktu penelitian, mulai dari Minggu ke -0 sampai minggu ke -6. 3) Beda nyata antar perlakuan lama penyimpanan dalam satu kolom yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai mean (tingkat kepercayaan 95%). Beda nyata setiap perlakuan dalam satu baris yang sama dinyatakan oleh huruf superscript yang berbeda pada nilai SD (tingkat kepercayaan 95%).
Keterangan: Batas maksimal 1,286 mg malonaldehid/ kg bahan (Wardany, 2004) Gambar 8. Grafik Angka TBA Selama Penyimpanan
Dari hasil pengamatan (Gambar 8) dapat diketahui bahwa peningkatan angka TBA yang paling tajam terjadi pada keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 n g k a
T B A
( m g 0 0,70 1,41 2,12 2,83 3,53 4,24 Bulan (ASLT) A m a l o n a l d e h i d / k g
b a h a n )
PET/ PE /Al7m / EAA HDPE 80 m OPP 10 m / CPP 25 m Batas wardany, (2004)
Perpustakaan Unika 21 m /CPP 25 m. Pada waktu penyimpanan 4,24 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan OPP 10 m /CPP 25 m mempunyai angka TBA 0,636 mg malonaldehid/ kg bahan, tetapi belum melebihi standar mutu yaitu 1,286 mg malonaldehid/ kg bahan ((Kurade & Baranowski (1987) dalam Wardany 2004)).
Pada waktu penyimpanan 4,24 bulan (ASLT), keripik nangka yang dikemas dengan jenis kemasan Kemasan HDPE 80 m memiliki angka TBA sebesar 0,438 mg malonaldehid/ kg bahan dan untuk keripik nangka yang dikemas dengan kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA angka TBAnya sebesar 0,327 mg malonaldehid/ kg bahan.
Berdasarkan hasil pengujian angka TBA keripik nangka, saat penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) keripik nangka yang dikemas dengan OPP 10 m /CPP 25 m, HDPE 80 m dan PET /PE /Al 7 m /EAA belum mengalami ketengikan.
3.5 Analisa Tekstur Pada Tabel 9. menunjukkan bahwa selama penyimpanan pada ketiga jenis kemasan berbeda. Keripik nangka yang dikemas dengan kemasan PET /PE /Al7 m/ EAA selama masa penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) masih tetap renyah, karena masih memiliki nilai gaya pecah. Pada keripik nangka yang dikemas dengan HDPE 80 m dan OPP 10 m /CPP 25 m pada bulan ke 1,41 (ASLT) sudah tidak memiliki gaya pecah (tidak renyah). Gaya pecah merupakan indikasi untuk mengetahui tekstur keripik nangka. Bila memiliki gaya pecah berarti keripik nangka masih renyah teksturnya.
Perpustakaan Unika 22 Tabel 9. Analisa Tekstur berdasarkan Gaya pecah keripik nangka
Keterangan : Penyimpanan Gaya Saat Pecah (N) Bulan ASLT 1) Minggu 2) PET/ PE/Alu7 m/ EAA HDPE 80 m OPP10m /CPP25m 0 0 17.985 +0,000 17.985 +0,000 17.985 + 0,000 0,70 1 16.323 + 3,608 20.476 + 27,466 10.291 + 17,825 1,41 2 6.280 + 3,231 0 +
0,000 0 + 0,000 2,12 3 9.828 + 6,992 0 + 0,000 0 + 0,000 2,83 4 19.864 + 9,938 0 + 0,000 0 + 0,000 3,53 5 23.916 + 21,446 0 + 0,000 0 + 0,000 4,24 6 44.704 + 19,785 0 + 0,000 0 + 0,000 1) Bulan (ASLT = Accelerated Shelf Life Test) adalah hasil konversi waktu dan suhu penelitian. 2) Minggu merupakan waktu penelitian, mulai dari Minggu ke -0 sampai minggu ke -6. *) Angka 0= tidak terdeteksi
60 G a y a
( N ) PET/ PE/ Al7m/ 40 EAA HDPE 80m 20 OPP 10 m / 0 0 0,70 1,41 2,12 2,83 3,53 4,24 Bulan (ASLT) CPP 25 m
Gambar 9. Grafik gaya pecah keripik nangka.
Pada gambar 9. menunjukkan bahwa pada sampel keripik nangka pada ketiga sampel kemasan memiliki kecenderungan yang berbeda. Pada kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA memiliki kecenderungan tetap renyah. sedangkan pada keripik nangka yang dikemas dengan pengemas OPP10 m /CPP 25 m dan HDPE 80 m pada akhir penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) sudah tidak renyah lagi, karena sudah tidak terdapat nilai gaya pecahnya.
Perpustakaan Unika
4. PEMBAHASAN
4.1. Keripik Nangka Nangka yang digunakan dalam penelitian ini adalah nangka yang masih mengkal. Nangka mengkal secara umum memiliki kandungan gula cukup tinggi + 22 % sampai 25 %, kandungan pati yang masih cukup banyak (Rukmana, 1997). Adanya kandungan gula yang tinggi akan memberikan rasa manis pada produk, sedangkan pati akan membantu pembentukan tekstur renyah pada keripik nangka. Dalam penelitian ini digunakan buah nangka dengan kadar gula 19% sampai 22%.
Nangka lebih menguntungkan jika digunakan untuk membuat keripik karena pada nangka segar kadar airnya tinggi. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan umur simpan pada nangka segar pendek. Keripik nangka lebih menguntungkan karena kadar airnya sedikit, nilai jual lebih tinggi dan lebih banyak menghasilkan kalori (Sulistyowati, 1999). Tabel 5 menunjukkan kalori pada keripik nangka (per 100gram) adalah 466,6 kalori, sedangkan pada nangka segar adalah 106 kalori per 100 gram. Peningkatan kalori keripik nangka lebih disebabkan karena saat proses penggorengan terjadi penyerapan minyak goreng. Winarno (1992) mengatakan minyak goreng dapat menambah nilai kalori bahan pangan.
4.2 Tinjauan Proses Pengolahan Dalam proses penggorengan nangka menjadi keripik, ada beberapa tahap peralihan yang terbagi menjadi empat periode temporal yaitu initial heating, surface boiling, falling rate dan bubble end point. Pada tahap initial heating, yang terjadi adalah minyak panas mulai kontak dengan buah nangka dan belum terjadi penguapan air pada buah nangka. Pada periode initial heating, permukaan bahan mengalami pemanasan sampai mencapai titik didih air pada permukaan. Fase ini berlangsung sekitar 10 detik. Tahap kedua (surface boiling) ditandai dengan penurunan air secara tiba-tiba pada permukaan dan mulai terjadi pembentukan kulit (crust) pada permukaan buah nangka. Pada tahap ini terjadi peningkatan koefisien pindah panas permukaan. Menurut Farkas et al (1996) dalam (Subarna, 2003) karena kondisi minyak selama penggorengan bergolak menyebabkan peningkatan koefisien pindah panas. Siklus pindah panas dan 23 Perpustakaan Unika 24 pembentukan uap yang meningkat akan menghasilkan ledakan gelembung udara pada saat awal penggorengan. Pada tahap ini keripik nangka belum matang, karena masih terdapat gelembung udara dalam minyak. Pada tahap ketiga (falling rate) sebagian kandungan air sudah banyak berkurang dan lapisan kulit kering (crust) yang terbentuk semakin tebal. Laju perpindahan panas akan menurun dan laju penurunan kadar air akan menurun. Pada tahap terakhir (bubble end point) produk akan mengalami pengerasan tekstur dan akan timbul bau dan rasa yang diinginkan (Subarna, 2003). Pada tahap akhir ini minyak sudah tidak bergolak lagi.
Dalam penelitian ini proses pembuatan kripik nangka dilakukan dengan penggorengan vakum. Penggorengan vakum memiliki kelebihan, antara lain nutrisi, warna dan aroma buah nangka dapat dipertahankan karena suhu penggorengan diatur cukup rendah yaitu 75 o C, tetapi tetap dapat menguapkan air bahan sehingga keripik yang dihasilkan menjadi renyah. Suhu penggorengan rendah dapat dicapai karena proses penggorengan dilakukan dengan tekanan 76 cmHg di bawah tekanan atmosfer normal. Penurunan suhu penggorengan dapat meminimalkan terjadinya perubahan rasa, aroma dan warna dari bahan. Selain menurunkan suhu penggorengan, kondisi udara yang dipertahankan kevakumannya dengan mengeluarkan uap air secara terus menerus akan mempercepat proses perpindahan massa karena terjadi perbedaan gradien tekanan yang besar antara minyak (beserta bahan dan kandungan airnya) dengan udara sekitar. Dengan adanya perbedaan tekanan itulah dapat dihasilkan produk yang keras meskipun kadar air awal bahan cukup tinggi (Anonim a ,2005).
Pengujian terhadap karakteristik keripik nangka selama penyimpanan dilakukan dengan metode ASLT. ASLT adalah suatu teknologi yang dipakai untuk menera umur simpan suatu bahan pangan dengan faktor percepatan dan memakai suhu serta kelembaban diluar batas (abuse) (Labuza, 2000; Mizrahi & Karel, 1977). Keripik nangka disimpan dengan teknologi ASLT karena teknik ini dapat dilakukan secara cepat dan memberi simulasi perlakuan yang ekstrem dengan pengaturan suhu dan hasilnya dapat digunakan untuk mendeteksi penurunan mutu keripik nangka selama penyimpanan (Labuza, 1979; Koswara, 2002). Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 40 o C kelembaban 90%. Dalam teknologi ASLT dipakai faktor percepatan (Q 10 ) yaitu ratio dari kecepatan
Perpustakaan Unika 25 konstan suatu reaksi pada dua tingkat temperatur yang masing-masing berbeda sebesar 10 o C (Labuza, 2000). Q 10 yang dipakai untuk produk keripik nangka adalah 2. Dalam Labuza (1979) dikatakan bahwa produk pangan kelompok snack memiliki umur simpan yang pendek karena sangat dipengaruhi oleh proses oksidasi lemak, Sehingga digunakan Q 10 =
2.
Salah satu parameter yang menentukan umur simpan makanan jenis snack,(keripik nangka) adalah kadar air. Kadar air maksimum pada keripik nangka menurut SNI 01- 4269-1996 adalah 5 % (wb). Kadar air perlu dikontrol karena dengan meningkatnya kadar air dalam bahan, maka akan menurunkan sifat atau penerimaan sensori konsumen. Salah satu cara untuk meminimalkan masuknya kadar air adalah dengan mengemas keripik nangka dengan bahan pengemas. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p<0,05) pada kadar air selama penyimpanan (Tabel 6). Grafik 6 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan keripik nangka pada tiga bahan pengemas yang berbeda, kadar air cenderung meningkat. Hal ini diperkuat dengan hasil korelasi antara kadar air dan lama penyimpanan adalah sebesar 0,610 ( = 0,01). Peningkatan kadar air tertinggi setelah penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) yaitu sebesar 10,339% pada sampel keripik nangka yang dikemas dengan OPP10 m /CPP25m, 7,496% pada sampel keripik nangka yang dikemas dengan HDPE 80 m, dan 4,582% pada sampel keripik nangka yang dikemas dengan PET /PE /Al 7m /EAA. Peningkatan kadar air ini dikarenakan selama penyimpanan terjadi penyerapan uap air dari udara yang masuk ke dalam keripik melalui permeabilitas dan karakteristik masing- masing jenis kemasan kemasan (Suyitno, 1990).
Pada awal penyimpanan ( 0 bulan ), kadar air keripik nangka pada ketiga jenis bahan kemasan semua sama yaitu 3,301% (Tabel 5). Berdasarkan SNI No 01-4269-1996 tentang keripik nangka, standar maksimal kadar air adalah 5%(wb). Pada keripik nangka yang dikemas dengan PET /PE /Al 7 m /EAA sampai akhir penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) kadar airnya masih memenuhi standar SNI keripik nangka, sebesar 4,582%. Pada keripik yang dikemas dengan OPP10 m /CPP25 m dan HDPE 80 m pada penyimpanan 0,70 bulan dan 1,41 bulan (ASLT) kadar airnya sudah diluar standar maksimum sebesar 5,385 % dan 5,773%. Perbedaan intensitas masuknya uap air ke
Perpustakaan Unika 26 dalam bahan dipengaruhi oleh barrier kemasan yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, kemasan PET /PE /Al 7 m /EAA memiliki barrier yang paling bagus terhadap uap air, sehingga peningkatan kadar airnya paling sedikit dibanding kedua kemasan lainnya. Moriera et al., (1999) mengatakan pada kelembaban 90 % alumunium foil tidak tertembus oleh uap air. Moriera (1999) mengatakan kemasan berbahan alumunium ini hermetis dan tidak tembus cahaya, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gas (Coles et al., 2003). Pada kemasan OPP 10 m /CPP 25 m paling rendah barriernya. Hal ini terlihat dari Tabel 2, pada kelembaban 90% kemasan PP dapat tertembus uap air 8-10 g/m 2 .24h (Moriera, 1999). (Coles, 2003) juga mengemukakan bahwa kemasan berbahan OPP/ CPP dapat tertembus uap 15-20 g/m 2 .24h.
Keripik nangka mudah melempem karena keripik nangka merupakan jenis makanan yang higroskopis. Pada bahan makanan yang bersifat higroskopis harus dikemas dalam kemasan yang memiliki barrier bagus terhadap air dan oksigen serta cahaya. Bahan yang higroskopis bila dikemas, umur simpannya sangat dipengaruhi oleh sifat bahan pengemas dan kondisi lingkungan (Marseno et al., 1995). Sistem kemasan sangat menentukan umur simpan karena pada masing-masing kemasan memiliki sifat barrier dan permeabilitas yang berbeda-beda.
Kadar air yang semakin meningkat akan berpengaruh terhadap tekstur keripik nangka, yaitu tekstur menjadi tidak renyah atau keripik akan melempem. Hal ini diperkuat dengan nilai korelasi antara kadar air dengan tekstur adalah sebesar 0,076 ( = 0,01). Menurut Rosenthal (1999) apabila kadar air dalam produk kripik tinggi maka keripik akan menjadi lembab, sehingga teksturnya akan menjadi tidak renyah. Hal ini dapat ditunjukkan secara sensori dan mekanik. Keripik yang renyah secara sensori dapat diketahui dari suara yang renyah (Rosenthal, 1999). Suara keripik yang renyah dapat diubah menjadi grafik. Pada hasil pengujian tekstur, bila renyah grafik digambarkan secara bergerigi dan bila melempem maka grafik akan berbentuk landai (lampiran 7). Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, keripik nangka yang dikemas dengan OPP 10 m /CPP 25 m dan HDPE 80 m gaya pecahnya tidak terdeteksi, namun pada keripik yang dikemas dengan PET /PE /Al 7 m /EAA teksturnya masih renyah pada penyimpanan 4,24 bulan (ASLT). Kerenyahan adalah
Perpustakaan Unika 27 salah satu faktor yang mempengaruhi mutu dari keripik (SNI 01-4269-1996). Hal ini karena bahan pengemas (alumunium foil) memiliki barrier yang bagus terhadap uap air, gas, cahaya, UV (Moriera, 1999; Coles et al., 2003).
Bahan pengemas OPP10 m /CPP25 m dan HDPE 80 m saat penyimpanan 1,41 bulan (ASLT) nilai gaya pecahnya sudah tidak terdeteksi, hal ini berarti keripik nangka itu sudah melempem. Keripik yang dikemas dengan bahan pengemas OPP10 m /CPP25 m saat penyimpanan 1,41 bulan (ASLT) kadar airnya 5,773 % dan pada HDPE 80 m kadar airnya 7,382%. Keripik nangka yang memiliki kadar air melebihi standar (5%) teksturnya sudah melempem. Kadar air sangat berpengaruh terhadap kenampakan tekstur dari keripik nangka (Winarno, (1993); (Labuza, 1979).
Parameter lain yang menunjukkan kerusakan keripik nangka adalah terjadinya proses oksidasi dan diakhiri dengan terjadi proses ketengikan (Fellows, 1990; Winarno, 1992). Ketengikan tersebut dapat disebabkan oleh hidrolisis dan oksidasi. Proses hidrolisis ini lebih berkorelasi dengan peningkatan kadar air produk. Keberadaan air bersama dengan minyak yang ada dalam produk keripik akan menyebabkan minyak dan menyebabkan minyak terhidrolisis dan menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Beberapa asam lemak rantai pendek (< C 14 ) bersifat volatil dan seringkali menimbulkan bau tidak enak dan minyak menjadi tengik serta mengalami penurunan titik didih minyak (Gaman & Sherringon, 1994 ; Winarno, 1992). Proses oksidasi lebih dipengaruhi oleh oksigen. Molekul minyak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi dan membentuk peroksida aktif. Peroksida inilah yang kemudian dapat dinyatakan sebagai indikasi awal terjadinya ketengikan (Winarno, 1997; Fellows, 1990). Setelah mengalami proses oksidasi dan membentuk peroksida aktif , maka peroksida ini akan terurai menjadi aldehid, keton, furan (Deng et al., 1977). Mengingat bahwa angka peroksida merupakan indikasi awal proses ketengikan maka parameter tersebut perlu diuji untuk mengetahui seberapa jauh reaksi oksidasi terjadi pada bahan pangan. Dengan adanya nilai bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan bahwa produk hasil penggorengan atau minyak telah mengalami proses oksidasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka peroksida meningkat secara signifikan (p<0,05) Seiring
Perpustakaan Unika 28 dengan lamanya penyimpanan pada ketiga jenis kemasan yang berbeda (Tabel 7). Hal ini diperkuat dengan hasil korelasi angka peroksida yaitu sebesar 0,852( = 0,01).
Kanner dan Rosenthal, (1992) juga mengatakan bahwa dengan adanya faktor pemercepat oksidasi seperti cahaya, temperatur, minyak maka akan mempercepat terjadinya proses oksidasi sehingga terbentuk radikal bebas (R) yang kemudian akan membentuk radikal bebas peroksida (ROO). Hal ini terjadi pada tahap awal proses oksidasi (tahap inisiasi). Radikal proksida itu kemudian akan mengekstrak atom hidrogen sehingga membentuk hidroperoksida (ROOH). Hidroperoksida ini bersifat tidak stabil dan mudah terpecah menjadi senyawa aldehid, keton, alkohol yang menyebabkan ketengikan. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Tahap inisiasi : RH + O2 R + OOH Tahap propagasi : R + O2 ROO : ROO + RH ROOH + R Tahap terminasi : ROO + ROO ROOR + O2 : ROO + R ROOR : R + R RR
Proses oksidasi dalam pembuatan keripik nangka dipengaruhi oleh udara yang ada didalam penggorengan dan selama penyimpanan. Bahan yang kontak dengan udara akan mengalami dekomposisi asam lemak, adalah asam lemak tidak jenuh akan membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida lemak sebagai proses oksidasi primer. Hidroperoksida ini bersifat tidak stabil dan mudah terpecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih pendek yaitu aldehid, keton, furan (Winarno, 1992; Fellows, 1990). Senyawa-senyawa karbon rantai pendek tersebut akan mempengaruhi kualitas minyak goreng, kualitas keripik nangka yang dihasilkan.
Angka peroksida tertinggi selama penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) pada sampel yang dikemas dengan PET /PE /Al 7 m /EAA, HDPE 80 m dan OPP10 m /CPP25 m berturut-turut adalah 33 mg peroksida/kg, 42,667 mg peroksida/kg dan 54,667 mg peroksida/kg. Angka-angka peroksida tersebut berkorelasi dengan angka TBA yang
Perpustakaan Unika 29 digunakan sebagai indikator ketengikan bahan pangan (Deng et al., 1977). Hasil korelasi antara angka TBA dengan angka peroksida selama penyimpanan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,853 ( = 0,01). Hal ini berarti selama penyimpanan, angka peroksida akan meningkatkan ketengikan pada produk keripik nangka pada ketiga jenis kemasan yang berbeda. Angka peroksida ini meningkat dengan cepat karena oksigen yang masih terdapat didalam ketiga kemasan kontak dengan minyak dalam produk yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi (Singh & Taub, 1990).
Cahaya dan suhu yang tinggi juga dapat mempengaruhi kualitas produk (Eskin & Robinson, 2001; Singh & Taub, 1990).Pada keripik nangka disimpan di dalam kotak ASLT yang memiliki temperatur tinggi yaitu 40 o C. Dengan suhu 40 o C apabila barrier cahaya dan udara dari kemasan tidak bagus maka produk akan mengalami penurunan kualitas. Hal ini didukung oleh Smith (1991) bahwa laju oksidasi miyak akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan yaitu setiap peningkatan suhu 10 o C maka laju reaksi akan meningkat menjadi dua kali lipat.
Parameter yang menunjukkan ketengikan pada produk adalah terbentuknya hasil akhir oksidasi malonaldehid yang diukur dengan menggunakan uji asam tiobarbiturat (Angka TBA) (Fennema, 1985). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa angka TBA meningkat secara signifikan (p<0,05) dengan semakin lamanya penyimpanan (Tabel 8). Hal ini diperkuat dengan hasil korelasi sebesar 0,723 ( = 0,05) antara angka TBA dengan lama penyimpanan.
Angka TBA tertinggi pada sampel yang dikemas dengan PET /PE /Al 7m /EAA adalah 0,327 mg malonaldehid/kg sampel.pada penyimpanan 4,24 bulan (ASLT), pada sampel yang dikemas dengan HDPE 80 m adalah 0,438 mg malonaldehid/kg sampel.pada penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) dan pada sampel yang dikemas dengan OPP10 m /CPP25 m adalah 0,636 mg malonaldehid/kg sampel.pada penyimpanan 4,24 bulan (ASLT). Walaupun demikian angka TBA tersebut masih dibawah standar tentang angka TBA yang diungkapkan oleh kurade & Baranowski (1987) dalam Wardhany (2004) yaitu sebesar 1,296 mg malonaldehid/kg sampel.
Perpustakaan Unika 30 Angka TBA pada keripik nangka yang dikemas dengan OPP10 m /CPP 25 m merupakan yang paling tinggi diantara kedua pengemas yang lain. Hal ini berkaitan dengan barrier udara dari kemasan yang berbeda. Pada kemasan OPP10 m /CPP25 m pada pengujian suhu 38 o C dan kelembaban 90% dapat tertembus udara 8,964-44,128 Cc/m 2 /24 h.atm, pada kemasan HDPE 80 m pada pengujian suhu 38 o C dan kelembaban 90% dapat tertembus udara 3,585-23,443 Cc/m 2 /24 h.atm, sedangkan pada kemasan alumunium foil tidak tertembus oleh udara (0 Cc/m 2 /24 h.atm) (Moriera, 1999). Dengan data tersebut diketahui kemasan berbahan alumunium adalah yang paling tahan terhadap oksigen (udara). Keripik nangka yang dikemas dengan pengemas OPP 10 m /CPP 25 m paling banyak terkandung malonaldehid artinya paling banyak mengalami proses oksidasi. Menurut Winarno, (1992) semakin tinggi angka TBA menunjukkan keripik semakin tengik. Kemasan berbahan alumunium walaupun menurut Moriera (1999) tidak tertembus udara pada kelembaban 90%, kenyataannya dalam penelitian masih mengalami kenaikan pada berbagai parameternya termasuk pada angka TBA. Hal ini terjadi karena keripik dikemas dalam kemasan yang longgar dan masih terdapat sejumlah udara dan juga karena permukaan produk relatif luas maka mudah terjadi reaksi oksidasi karena kontak dengan udara (Kadoya, 1990).
Perpustakaan Unika
5. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Penyebab utama kerusakan keripik nangka selama penyimpanan 4,24 bulan (ASLT) adalah peningkatan kadar air yang melebihi SNI 01-4269-1996 yaitu 5 %. 2. Keripik nangka yang dikemas dengan pengemas HDPE 80 m dan OPP 10 m /CPP 25 m pada penyimpanan 1,41 bulan dan 0,70 bulan sudah tidak layak dikonsumsi bila ditinjau dari kadar airnya (wb), namun pada keripik yang dikemas dengan PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m pada akhir penyimpanan (4,24 bulam ASLT) masih layak dikonsumsi karena kadar airnya sebesar 4,582 %. 3. Keripik nangka selama penyimpanan 3,96 bulan (ASLT) pada ketiga kemasan mengalami peningkatan angka TBA, berkisar antara 0,327 mg malonaldehid/kg bahan 0,636 mg malonaldehid/ kg bahan namun masih dibawah batas maksimal yaitu 1,286 mg malonaldehid/ kg bahan. 4. Keripik nangka yang dikemas dengan pengemas HDPE 80 m dan OPP 10 m /CPP 25 m pada penyimpanan 1,32 bulan (ASLT) teksturnya sudah tidak renyah (F break = (0) tidak terdeteksi), sedangkan keripik nangka yang dikemas dengan PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m teksturnya masih renyah (F break = terdeteksi). 5. Jenis kemasan Kemasan PET 12 m /PE 15 m /Al 7 m /EAA 30 m paling baik digunakan untuk memperpanjang umur simpan keripik nangka; kemudian diikuti jenis pengemas HDPE 80 m dan OPP 10 m /CPP 25 m.
31 Perpustakaan Unika
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim a . (2005). Mesin Penggoreng Vakum (Vacuum Frying). http://pustaka.bogor .net/publ/warta/w221-2.htm didownload tgl 1 September 2005.
Anonim b . (1987). Highly Adhesive Extrusion-Coating Resin Yukalon-EAA. Plastics Laboratory Mitsubishi Petrochemical Co.Ltd. Jepang.
Anonim c . (1996). Standart Nasional Indonesia 01-4269-1996. Keripik Nangka. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Brown, W. E. (1992). Plastics in Food Packaging Properties, Design and Fabrication. Marcel Dekker. New York.
Coles, R; D. M. Dowell; M. J. Kirwan. (2003). Food Packaging Technology. CRC Press. London.
Deng , J. C; R. F. Matthews dan C. M. Watcon. (1977). Effect of Chemical and Physical Treatment On Rancidity Development of Frozen Mullet ( Mugil cephalus) Fillet. Journal of Food Science 42 No 22 : 344-347.
Eskin, N. A. M. dan D. S. Robinson. (2001). Food Shelf Life Stability : Chemical, Biochemical and Microbiologycal Changes. CRC Press. New York.
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology. Ellis Horwood Limited. England.
Fennema, O. R. (1985). Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. USA.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi (terjemahan). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Garayo, J. dan Moreira, R (2002). Vacuum Frying of Potato Chips. Journal Of Food Engineering 55; 181-191.
Halid, R dan Syarif, N. (1991). Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. 32 Perpustakaan Unika 33 Halim, H. (1998). Film Polimerik/ Plastik/ Pengemas Fleksibel. Artikel Pengemasan Pangan. (Tidak dipublikasikan).
Kadoya, T. (1990). Food Packaging. Academic Press. California.
Kanner, J dan Rosenthal, I. (1992). An Assessment of Lipid Oxidation in Foods. Pure and Applied Chemistry vol 64 (12). Great Britain.
Koswara, S. (2002). Penerapan Persamaan Arhennius Untuk Menduga Umur Simpan Produk dan Bahan Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Volume 13(2). IPB. Bogor.
Labuza, T.P. (1979). Open Shelf Life Dating Of Food. OTA Publishing. USA.
Labuza, T.P. (2000). An Up On Continued Efforts In Understanding Practical Strategies For Determining And Testing The Shelf Life Of Food Products. Departement Of Food Science. USA.
Marseno, D. W.; N. Iijima; M. Kayama dan T. Ymamoto (1995). Effect of Packaging Material on Biochemical Changes and Keeping Quaity of Fishery Product. Indonesian Food and Nutrition Progress Vol 2 No 2.
Mizrahi, S. dan M. Karel. (1977). Accelerated Stability Test of Moisture Sensitive Product in Permeable Packages by Programing Rate of Moisture Content Increase. Journal of Food Science 51 No 5: 1333-1336.
Moreira, R. G; M. E. C. Perez dan M. A. Barruifet. (1999). Deep Fat Frying Fundamental and Applications. Aspen Publishers. Gaithersburg. Maryland.
Perkins, E.G. dan Erickson, M.P. (1998). Chemistry, Nutrition and Practical Applications. AOCS Press. Illinois. USA.
Rosenthal, A. J. (1999). Food Texture, Measurement and Perception. Aspen Publishers. Gaithersburg. Maryland.
Rukmana, R. (1997). Budidaya Nangka. Kanisius. Yogyakarta.
Perpustakaan Unika 34
Singh, R. P. & I. A. Taub. (1990). Food Storage Stability. CRC Press. Boca Raton.
Smith, J. (1991). Food Additive Users Hand Book. Blackie and Son Ltd. USA. Soedarmadji, S ; Raharjo & Supriyadi. (1997). Analisa Kimia Pangan. Liberty. Yogyakarta.
Sulistyowati, A. (2004). Membuat Kripik Buah & Sayur. Puspa Swara. Jakarta.
Suyitno, S. (1990). Bahan-Bahan Pengemas. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Tranggono dan B. Setiadji. (1989). Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Wardhany, A. P. (2004). Pengaruh Penggunaan Asam Sitrat dan BHT (Butilhidroksitoluen) Terhadap Karakteristik Selama Masa Penyimpanan Kelapa Parut Kering. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
Winarno, F. G; S. Fardiaz.; dan D. Fardiaz. (1982). Pengantar Teknologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia.Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. (1993). Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumen. UGM. Yogyakarta.
Perpustakaan Unika
LAMPIRAN
Perpustakaan Unika
LAMPIRAN 1 Standart Nasional Indonesia (Keripik Nangka)01-4269-1996
Acrobat Document
Perpustakaan Unika
LAMPIRAN 2 Skema Alur Proses Vacuum fryer.
Perpustakaan Unika
Skema Alur Proses Vacuum Fryer
Keterangan : 1. Tabung Penggorengan 6. Valve untuk mengeluarkan uap air I. Unit utama 2. Keranjang penggorengan 7. Pompa vakum II. Unit pendukung 3. Sumber panas (Kompor) 8. Pompa air 4. Tabung kondensor 9. Bak Penampung air sirkulasi (Chiller) 5. Tempat penampung uap air hasil kondensasi P e r p u s t a k a a n
LAMPIRAN 5 Tabel Post hoc dalam satu perlakuan Penyimpanan pada Tiap Minggu
Perpustakaan Unika
Tabel post hoc dalam satu perlakuan penyimpanan pada setiap Minggu
PET/ PE/ Al / EAA Antar Minggu KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 MINGGU N 1 2 3 4 0 3 3.3008600 1 3 3.4033333 3.4033333 2 3 3.6238833 3.6238833 3 3 3.8134067 4 3 4.3754267 5 3 4.5383967 6 3 4.5823100 Sig. .401 .083 .131 .118 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
TBA
Duncan Subset for alpha =.05 MINGGU N 1 2 0 3 .1177800 1 3 .2285400 2 3 .2862600 3 3 .2953600 4 3 .3039400 5 3 .3083600 6 3 .3276000 Sig. 1.000 .050 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
3 3 28.33333 28.33333 4 3 31.33333 5 3 39.00000 6 3 42.66667 Sig. .109 .089 .109 .321 .229 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
OPP/CPP Antar Minggu
KDE_AIR
Duncan MINGGU N Subset for alpha =.05 1 2 3 4 5 6 0 3 3.3008600 1 3 5.3800000 2 3 7.3824000 3 3 8.6449867 4 3 9.3794467 5 3 10.1690667 6 3 10.3391733 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 .446 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
TBA
Duncan Subset for alpha =.05 MINGGU N 1 2 3 0 3 .1177800 1 3 .2782000 2 3 .3491800 3 3 .3751800 4 3 .4199000 5 3 .4295200 6 3 .6367400 Sig. 1.000 .063 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Perpustakaan Unika
PEROXIDA
Duncan Subset for alpha =.05 MINGGU N 1 2 3 4 5 6 0 3 13.00000 1 3 19.66667 2 3 29.66667 3 3 37.00000 4 3 40.00000 5 3 46.66667 6 3 54.66667 Sig. 1.000 1.000 1.000 .153 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Perpustakaan Unika
LAMPIRAN 6 Tabel Post hoc dalam lama penyimpanan yang sama pada setiap perlakuan penyimpanan
Perpustakaan Unika
Tabel post hoc dalam lama penyimpanan yang sama pada setiap perlakuan penyimpanan
Minggu Ke 0 Tiap Perlakuan Tidak ada Post Hoc Karena angka mula semua perlakuan adalah sama
Minggu Ke 1 Tiap Perlakuan
KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 alumunium 3 3.4033333 Hdpe 3 4.7366667 opp/cpp 3 5.3800000 Sig. 1.000 .150 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
TBA
Duncan Subset for alpha = .05 KEMASAN N 1 alumunium 3 .2285400 hdpe 3 .2480400 opp/cpp 3 .2782000 Sig. .193 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
PEROXIDA
Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 alumunium 3 16.0000000 Hdpe 3 18.0000000 18.0000000 opp/cpp 3 19.6666667 Sig. .192 .267 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000
Perpustakaan Unika
Minggu Ke 2 Tiap Perlakuan KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 3 alumunium 3 3.6238833 hdpe 3 5.7726433 opp/cpp 3 7.3824000 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000. TBA
Duncan Subset for alpha = .05 KEMASAN N 1 alumunium 3 .2862600 Hdpe 3 .2919800 opp/cpp 3 .3491800 Sig. .316 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
PEROXIDA Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 3 alumunium 3 17.3333333 hdpe 3 23.3333333 opp/cpp 3 29.6666667 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Minggu Ke 3 Tiap Perlakuan KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 3 alumunium 3 3.8134067 Hdpe 3 6.6731100 opp/cpp 3 8.6449867 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Perpustakaan Unika
TBA Duncan Subset for alpha = .05 KEMASAN N 1 alumunium 3 .2953600 hdpe 3 .3000400 opp/cpp 3 .3751800 Sig. .082 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
PEROXIDA Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 3 alumunium 3 21.3333333 Hdpe 3 28.3333333 opp/cpp 3 37.0000000 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Minggu Ke 4 Tiap Perlakuan KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 3 alumunium 3 4.3754267 Hdpe 3 7.2224267 opp/cpp 3 9.3794467 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
TBA Duncan Subset for alpha = .05 KEMASAN N 1 alumunium 3 .3039400 hdpe 3 .3143400 opp/cpp 3 .4199000 Sig. .094 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Perpustakaan Unika
PEROXIDA Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 3 alumunium 3 25.3333333 hdpe 3 31.3333333 opp/cpp 3 40.0000000 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Minggu Ke 5 Tiap Perlakuan KDE_AIR Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 3 alumunium 3 4.5383967 hdpe 3 7.4077600 opp/cpp 3 10.169066 7 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000. TBA
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 alumunium 3 .3083600 Hdpe 3 .3348800 opp/cpp 3 .4295200 Sig. .449 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
PEROXIDA Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 3 alumunium 3 29.3333333 hdpe 3 39.0000000 opp/cpp 3 46.6666667 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
Perpustakaan Unika
Minggu Ke 6 Tiap Perlakuan KDE_AIR
Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 3 alumunium 3 4.5823100 Hdpe 3 7.4965467 opp/cpp 3 10.339173 3 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
TBA Duncan Subset for alpha =.05 KEMASAN N 1 2 alumunium 3 .3276000 Hdpe 3 .4383600 .4383600 opp/cpp 3 .6367400 Sig. .352 .121 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.
PEROXIDA
Duncan KEMASAN N Subset for alpha =.05 1 2 3 alumunium 3 33.0000000 Hdpe 3 42.6666667 opp/cpp 3 54.6666667 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =3.000.