Pupuk dan pestisida telah menjadi kebutuhan penting dan strategis dalam
kegiatan budidaya pertanian guna mendapatkan produktifitas dan mutu hasil
yang optimal. Sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pupuk dan pestisida,
maka pupuk dan pestisida menjadi komoditi yang menarik bagi pelaku usaha, hal
ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jenis-jenis pupuk dan pestisida yang
terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian.
Untuk mengurangi terjadinya dampak peredaran pupuk dan pestisida yang tidak
diketahui kejelasan mutu dan efektifitasnya, serta menjaga dari berbagai
permasalahan yang timbul akibat peredaran pupuk dan pestisida yang tidak
terdaftar atau illegal termasuk peredaran pupuk dan pestisida palsu, maka perlu
adanya pengawasan dari instansi yang berwenang untuk mengurangi dampak
negatif penggunaan pupuk maupun pestisida.
Agar pengawasan pupuk dan pestisida dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, perlu disusun Buku Petunjuk Teknis Pengawasan Pupuk
dan Pestisida sebagai salah satu acuan bagi petugas di Pusat dan Daerah dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan. Buku Pedoman ini diharapkan
dapat juga berguna bagi instansi terkait atau stakeholder dalam pengawalan dan
pembinaan maupun pengawasan sesuai dengan kewenangannya.
Akhirnya kepada semua pihak yang berperan serta dalam penyusunan buku
pedoman umum ini kami sampaikan terima kasih.
Ir. Suprapti
NIP. 19571024 198403 2 001
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
II. ISTILAH-ISTILAH ............................................................................... 2
III. RUANG LINGKUP ........................................................................... 4
A. Tujuan Pengawasan .................................................................... 4
B. Obyek Pengawasan ..................................................................... 4
C. Petugas Pengawas ...................................................................... 5
D. Tugas dan Wewenang Pengawas Pupuk .................................... 6
IV. MEKANISME PENGAWASAN ........................................................... 6
A. Jenis Pengawasan ....................................................................... 7
B. Tata Cara Pengawasan ............................................................... 7
C. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan ................................................. 8
D. Koordinasi Pengawasan ............................................................... 9
E. Pelaporan ..................................................................................... 9
F. Pembinaan ................................................................................... 10
V. PENUTUP .......................................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembaga Yang Ditunjuk Untuk Melakukan Uji Mutu Pupuk
Anorganik ........................................................................................ 12
2. Lembaga Yang Ditunjuk Untuk Melakukan Uji Efektivitas
Pupuk Anorganik ............................................................................. 15
3. Data Penggunaan Pupuk Non Subsidi ............................................ 18
4. Laporan Kasus Pupuk Non Subsidi ................................................. 19
5. Data Monitoring Peredaran/Penyimpangan Pupuk ........................ 20
6. Hasil Pengawasan Pupuk dan Upaya Tindak Lanjut ...................... 21
7. Petunjuk Pengambilan Contoh Pupuk . ........................................... 22
I. PENDAHULUAN
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas
nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial.
Oleh sebab itu, ketahanan pangan khususnya swasembada beras
berkelanjutan, merupakan program utama dalam pembangunan pertanian
saat ini dan masa mendatang.
Keberhasilan swasembada beras saat ini dapat kita raih kembali seperti pada
tahun 1984 melalui program Pembangunan Tanaman Pangan sehingga
Indonesia terhindar dari krisis pangan.
Salah satu keberhasilan program tersebut ditentukan oleh penyediaan sarana
produksi pertanian terutama pupuk. Karena pupuk merupakan sarana
produksi utama yang diperlukan petani dalam kegiatan usaha taninya.
Menyadari akan pentingnya peranan pupuk dalam peningkatan produksi hasil
pertanian dan menghadapi pesatnya perkembangan rekayasa formula pupuk,
pemerintah berkepentingan untuk mengatur penyediaan pupuk yang
memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya. Untuk itu, pemerintah
telah mengamanatkan kepada Menteri Pertanian untuk melaksanakan
pendaftaran pupuk dan pengawasan pada tingkat rekayasa formula. Pupuk
yang akan dipasarkan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi
standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta wajib didaftarkan kepada
Direktorat Pupuk dan Pestisida. Sampai dengan bulan Januari 2011 jumlah
pupuk yang terdaftar dan belum berakhir izinnya di Kementerian Pertanian
berjumlah 705 merek dagang yang terdiri dari pupuk an-organik sejumlah 514
merek, dan 191 merek pupuk organik, pupuk hayati dan pupuk pembenah
tanah.
Dalam rangka untuk melindungi petani dari peredaran dan penggunaan
pupuk yang tidak memenuhi standar, sangat diperlukan adanya pengawasan
yang komprehensif mulai dari pengadaan, peredaran serta penggunaannya,
1
sehingga pupuk yang beredar di lapangan dapat terjamin mutu dan
kualitasnya.
II. ISTILAH-ISTILAH
1. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau
tidak langsung.
2. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik
dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat
pupuk.
3. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang
telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah.
4. Formula pupuk adalah kandungan senyawa dari unsur hara utama
(makro) dan atau unsur hara mikro dan mikroba.
5. Rekayasa formula pupuk adalah serangkaian kegiatan rekayasa baik
secara kimia, fisik dan atau biologi untuk menghasilkan formula pupuk.
6. Produsen pupuk adalah perorangan atau badan hukum yang melakukan
kegiatan untuk menghasilkan pupuk sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
7. Pengimpor pupuk adalah perorangan atau badan hukum yang
melakukan kegiatan untuk memasukkan pupuk dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
8. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap
pengadaan, peredaran dan penggunaan agar terjamin mutu dan
efektivitasnya, tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia
2
serta kelestarian lingkungan hidup dan sesuai dengan peraturan
perudang-undangan yang berlaku.
9. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) adalah wadah
koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang
dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan oleh Bupati/Walikota
untuk tingkat Kabupaten/Kota.
10. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan.
11. Tenaga Harian Lepas POPT-PHP adalah tenaga yang ditunjuk dan
dilatih oleh suatu instansi tertentu untuk melakukan pengamatan
terhadap organisme pengganggu tumbuhan dan membantu pelaksanaan
pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi.
12. Pengujian adalah semua kegiatan menguji di laboratorium maupun di
lapangan yang dilakukan terhadap semua produk pupuk, baik yang
dibuat di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
13. Standar mutu pupuk adalah komposisi dan kadar hara pupuk yang
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI, atau
yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Persyaratan
Teknis Minimal.
14. Sertifikat formula pupuk yang selanjutnya disebut sertifikat adalah surat
keterangan yang menyatakan bahwa pupuk hasil rekayasa setelah diuji,
memenuhi persyaratan mutu dan efektivitas sehingga layak untuk
digunakan pada budidaya tanaman.
15. Uji efektivitas pupuk adalah uji lapang untuk mengetahui pengaruh dari
pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman serta untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan kesuburan tanah.
16. Pengadaan adalah kegiatan penyediaan pupuk, baik yang berasal dari
produksi dalam negeri maupun dari luar negeri.
3
17. Penggunaan adalah tata cara aplikasi pupuk untuk kegiatan usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh pengguna berdasarkan teknologi
pemupukan yang dianjurkan untuk tujuan meningkatkan produktivitas
tanaman.
18. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka penyaluran pupuk di dalam negeri, baik untuk diperdagangkan
maupun tidak.
19. Pupuk ilegal adalah pupuk yang tidak terdaftar atau yang telah habis
masa berlaku nomor pendaftaran yang diberikan atau pupuk tidak
berlabel.
20. Pupuk tidak layak pakai adalah pupuk yang rusak akibat perubahan
secara kimiawi, fisik maupun biologis atau kadaluarsa.
21. Pupuk palsu adalah pupuk yang isi atau mutunya tidak sesuai dengan
label atau pupuk yang merek, wadah, kemasan dan atau labelnya meniru
pupuk lain yang telah diedarkan secara legal.
4
2. Mutu pupuk meliputi kondisi fisik pupuk (bentuk, warna, bau); masa
kadaluarsa (untuk pupuk organik); kemasan; wadah pembungkus
pupuk dan kandungan hara pupuk.
3. Harga pupuk subsidi meliputi jenis-jenis pupuk antara lain : Urea, SP-
36, ZA, NPK dan pupuk organik di setiap mata rantai pemasaran
(produsen, distributor, penyalur, pengecer).
4. Legalitas pupuk meliputi kelengkapan perizinan, nomor pendaftaran
dan pelabelan.
C. Petugas Pengawas
Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk
dilaksanakan oleh Petugas Pengawas Pupuk dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Pengawas Pupuk diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota
atas usulan Kepala Dinas yang berwenang melakukan pengawasan
pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk.
2. Jumlah Pengawas Pupuk ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
memperhatikan :
a. Luas wilayah dan tingkat kesulitan pengawasan;
b. Jumlah dan jenis pupuk yang beredar di wilayahnya;
c. Jumlah pelaku usaha di bidang pupuk (produsen, importir,
distributor, penyalur dan atau pengecer) yang terdapat di
wilayahnya.
3. Ketentuan mengenai syarat Pengawas Pupuk diatur lebih lanjut oleh
Bupati/Walikota setempat, dengan persyaratan minimal sebagai
berikut :
a. Telah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekurang-kurangnya
selama 2 (dua) tahun;
b. Telah menangani tugas/pekerjaan di bidang pupuk minimal
selama 1 (satu) tahun;
c. Telah mengikuti Pelatihan Pengawasan Pupuk.
5
D. Tugas dan Wewenang
1. Tugas Pengawas Pupuk
Tugas Pengawas Pupuk adalah melakukan pengawasan pada
tingkat pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk terhadap
standar mutu pupuk dan penggunaan nomor pendaftaran,
pewadahan dan pelabelan.
2. Wewenang Pengawas Pupuk
Pengawas Pupuk mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. Mengetahui proses produksi pupuk;
b. Memperoleh informasi sarana, tempat penyimpanan dan cara
pengemasannya;
c. Pemenuhan persyaratan perizinan dan atau peredaran pupuk;
d. Mengusulkan peninjauan kembali terhadap nomor pendaftaran
pupuk kepada Direktur Pupuk dan Pestisida apabila ditemukan
penyimpangan standar mutu;
e. Mengusulkan berbagai masukan dalam penyusunan kebijakan di
bidang pupuk sebagai tindak lanjut hasil pengawasan di daerah;
f. Mengambil contoh iklan, wadah dan label atau dokumen publikasi
lainnya;
g. Mengambil contoh pupuk yang dicurigai kandungannya untuk
dianalisa;
h. Melakukan pemeriksaan pada pencemaran/dampak negatif
proses produksi terhadap lingkungan.
7
a. mengumpulkan data penyediaan, peredaran dan harga pupuk
dalam rangka pemantauan di lapangan;
b. menyampaikan laporan penyediaan, peredaran dan harga pupuk
per bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Gubernur, dan selanjutnya Gubernur menyampaikan rekapitulasi
kepada Menteri Pertanian;
c. melaporkan hasil pengawasan
3. Pengawasan tidak langsung dilakukan berdasarkan laporan
produsen, distributor atau yang diterima dari petani atau masyarakat
pengguna pupuk.
9
D. Koordinasi Pengawasan
Dalam rangka memperlancar pengawasan formula pupuk, dilakukan
koordinasi pengawasan dengan petugas pengawas dari instansi terkait
yang berwenang di bidang industri dan atau perdagangan pupuk, baik di
pusat maupun di daerah (provinsi/kabupaten/kota).
E. Pelaporan
Hasil-hasil pengawasan pupuk berdasarkan obyek pengawasan
dilakukan secara berkala maupun sewaktu-waktu apabila terjadi
permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti. Laporan yang harus
dilakukan secara berkala setiap bulannya adalah laporan penyediaan
dan harga pupuk. Sedangkan laporan yang bersifat sewaktu-waktu
adalah laporan terjadinya kasus/permasalahan yang terjadi di tingkat
lapang.
Laporan hasil pengawasan pupuk dilakukan secara berjenjang dari
Kabupaten/Kota kepada Provinsi melalui KP3 dan selanjutnya kepada
Kementerian Pertanian cq. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian cq. Direktorat Pupuk dan Pestisida.
F. Pembinaan
Untuk keberhasilan pelaksanaan pengawasan pupuk ditiap-tiap daerah,
maka baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib
melakukan pembinaan dengan cara :
1. Pemerintah Pusat
a. Menerbitkan petunjuk pengawasan pengadaan, peredaran dan
penggunaan pupuk;
b. Menerbitkan dan mempublikasikan peraturan perundangan di
bidang pupuk;
c. Menerbitkan dan mempublikasikan jenis pupuk yang terdaftar di
Kementerian Pertanian untuk dipakai sebagai acuan bagi
petugas pengawas di lapangan;
10
d. Menyelenggarakan pelatihan bagi Petugas Pengawas Pupuk di
tingkat Provinsi.
2. Pemerintah Daerah
a. Meningkatkan pembinaan kepada Petugas Pengawas
Kabupaten/kota;
b. Menyelenggarakan pelatihan bagi Petugas Pengawas Pupuk di
Tingkat Kabupaten/Kota.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan Pupuk yang
disesuaikan dengan potensi wilayah masing-masing.
b. Melakukan bimbingan kepada pengecer dan pengguna pupuk.
V. PENUTUP
Dengan diterbitkannya petunjuk teknis pengawasan pupuk ini diharapkan
nantinya dapat dijadikan acuan petugas dalam melaksanakan pengawasan
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, Peraturan Pemerintah
maupun perangkat peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan
lainnya. Agar pengawasan lebih optimal diperlukan dukungan fasilitas
prasarana dan sarana serta operasional baik di pusat, provinsi,
kabupaten/kota maupun para stakeholder. Profesionalisme petugas
pengawas perlu ditingkatkan secara proporsional sehingga pelaksanaan
pengawasan di tingkat lapang dapat maksimal.
Pengawasan secara intensif dan terpadu antara instansi terkait lintas sektor
baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, diharapkan penyimpangan
pupuk yang terjadi dapat diminimalisasi, sehingga Program Pembangunan
Pertanian dapat tercapai.
11
Lampiran 1.
LEMBAGA YANG DITUNJUK UNTUK MELAKUKAN
UJI MUTU PUPUK AN-ORGANIK
2. Pusat Penelitian Kopi Jl. PB. Sudirman 90 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
dan Kakao Telp. 0331-757130 Mikro : Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl
Fax. 0331-757131 Logam Berat : Cd
Jember Tidak bisa : Mo, Co, As, Hg, Pb
3. PT. Smart Tbk. Jl. Teuku Umar 19 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Smart Research Institute Pekanbaru Mikro : Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl, Al
Telp. 0761-32986 Logam Berat : Pb, Co, Cd
Fax. 0761-32593 Tidak bisa : Mo, As, Hg
4. Pusat Penelitian Kelapa Jl. Brigjen Katamso No. 51 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Sawit Medan Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp. 061-7862477 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd
Fax. 061-7862488 Tidak bisa : biuret
5. PT. Rajawali Nusantara Pusat Penelitian Agronomi Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
Indonesia PO BOX 121 Cirebon 45122 Mikro : Fe, Cu, Zn, Mn
Telp. 81410 Tidak bisa : B, Mo, Co, As, Cd, Hg, Pb, biuret
6. Balai Penelitian Bioteknologi Jl. Tentara Pelajar No. 3A Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor 16111 Mikro : Mn, Cu, Zn
Telp. 0251-337975, 228820 Logam Berat : Pb, Cd
Fax. 0251-338820 Tidak bisa : B, Mo, Co, As, Hg, biuret
7. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Karya Yasa No. 1B Makro : N, P 2O5, K2O, S, CaO, MgO, SiO2
Pertanian (BPTP) Sumut Gedong Johor Medan 20143 Mikro : Mn, Cu, Zn, Fe, Al, B
Telp. 061-7870710 Logam Berat : Pb, Hg
8. PT. Sucofindo Cibitung Jl. Arteri Tol Cibitung-Bekasi Makro : N, P 2O5, K2O
Telp. 021-88321176 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Fax. 021-88321166, 88321162 Logam Berat : As, Cd, Hg, Pb
9. PT. Sucofindo Surabaya Jl. A. Yani 315 Surabaya Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Telp. 031-8470547 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Fax. 031-8470563 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
12
No. Nama Alamat Kemampuan Analisa Kandungan Unsur Hara
10. PT. Sucofindo Medan Telp. 061-8451880 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Mg, Ca
Fax. 061-8452568 Mikro : Zn, Cu, Mn
Logam Berat : Cd, Pb
Tidak bisa : N-organik, Mo, Co, B, As, Hg
11. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Raya Krangploso Km. 4 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Mg, Ca
Pertanian (BPTP) Jatim Kotak Pos 188 Malang Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
6510 Jawa Timur Logam Berat :-
Telp. 0341-494052, 485056
12. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Peninjauan Narmada Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg, Na
Pertanian (BPTP) NTB PO BOX 1017 Mataram Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0370-671312 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0370-671620
13. PT. Sucofindo BandarLampung JL. Gatot Subroto No. 161 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Lampung Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0721-474660 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0721-474661
14. Jurusan Tanah, Faperta Jl. Pendidikan No. 37 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Universitas Mataram Mataram 83125 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0370-644588 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0370-644793
15. Pusat Penelitian Bioteknologi Jl. Taman Kencana 1 Bogor Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Perkebunan Telp. 0251-327449, 324048 Mikro : Mn, Cu, Zn, B
Fax. 0251-328516 Logam Berat : Cd
16. Jurusan Tanah, Faperta IPB Jl. Meranti, Kampus IPB Makro : N, P 2O5, K2O
Dermaga Mikro : Zn, B, Cu, Mn, Mo, Co
Telp. 0251-629346, 629357 Logam Berat : As, Cd, Hg, Pb
Fax. 0251-629358
17. Jurusan Tanah, Faperta Jl. Raya Bandung-Sumedang Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Universitas Padjadjaran Km.21 Jatinangor, Bandung Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp./Fax. 022-7796316 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd
18. Jurusan Tanah, Faperta UGM Jl. Sekip Unit I Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Yogyakarta 55281 Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp./Fax. 0274-563062 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd
13
No. Nama Alamat Kemampuan Analisa Kandungan Unsur Hara
19. BPTP Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Instalasi Lab Tanah, Maros Km. 17,5 Makassar Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Kotak Pos 1234 Logam Berat : Cd, Pb
Telp. 0411-554522, 302317 Tidak bisa : As, Hg
Fax. 0411-554522
20. Balai Penelitian Tanaman Jl, Tangkuban Perahu 517 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg, Na
Sayuran-Lembang Bandung Mikro : Mn, B, Cu, Zn, Zl, Fe, Co, Mo
Telp. 022-2786245 Logam Berat : Hg, Pb
Fax. 022-2786416
21. PT. Astra Agro Lestari Jl. Pulo Ayang Raya Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Blok OR-1 Jakarta 13930 Mikro : B, Al, Fe, Zn, Cl
Telp. 021-4616555 Logam Berat : Pb, Cu
Fax. 021-4616618
22. PTP Gunung Madu Plantation Jl. Gatot Subroto 108 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Bandar Lampung Mikro : Mn, B, Cu, Zn
Telp. 0725-46700 Logam Berat :-
Fax. 0725-46800
23. Balai Penelitian Ternak Jl. Raya Tapos, Ciawi Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Telp. 0251-240751, 240752 Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Fax. 0251-240754 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd
24. Lembaga Pendidikan Jl. Jend. Urip Sumoharjo Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Perkebunan, Yogyakarta 100 Yogyakarta Mikro : Al, Fe, Na, Cu, Zn, Co
Telp. 0274-586201 Logam Berat :-
Fax. 0274-513849
25. Faperta, Universitas Nusa Jl. Timtim Km. 32 PO BOX Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Cendana 1022 Naibonat, Kupang Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp. 0380-825055 Logam Berat :-
Fax. 0380-833766
26. Balai Penelitian Getas Jl. Pattimura Km. 6 Salatiga Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Telp. 0298-322504 Mikro : Mn
Fax. 0298-323075 Logam Berat :-
27. PT. Wirakarya Sakti Jl. Ir. H. Djuanda No. 14 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
Jambi Mikro : Zn, B, Cu, Mn, Mo, Co
Telp. 0741-551710 Logam Berat : As, Cd, Pb
14
Lampiran 2.
LEMBAGA YANG DITUNJUK UNTUK MELAKUKAN
UJI EFEKTIVITAS PUPUK ANORGANIK
2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Raya Karangploso Km. 4 Kotak Pos 188
(BPTP) Karang Ploso, Jatim Malang 6510, Jawa Timur
7. Balai Penelitian Bioteknologi dan Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111
Sumberdaya Genetik Pertanian Telp. 0251-337975, 228820
Fax. 0251-338820
10. Balai Penelitian Tanaman Rempah Jl. Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111
dan Obat (Balitro) Telp. 0251-321879
Fax. 0251-327010
15
12. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru
(Balittra) Kalsel 70712
Telp. 0511-772534
13. Balai Penelitian Tanaman Kacang- Jl. Raya Kedal Payak, Kotak Pos 66
kacangan dan Umbi-umbian Malang, Jawa Timur
(Balitkabi) Telp. 0341-801468
Fax. 0341-801496
14. Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian, Jl. Meranti, Kampus IPB
Dermaga, Bogor 16680
Telp./Fax. 0251-629353
18. Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian USU, Jl. Prof. Asofyan No. 3
Kampus USU Padang Bulan, Medan
Telp. 061-8223604
19. Universitas Andalas, Padang Fakultas Pertanian, Kampus Limau Manis, Padang
Telp. 0751-72701
Fax. 0751-72702
23. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jl. PB. Sudirman 90 Jember
Telp. 0331-757130, 487278, 485864
Fax. 0331-757131
24. Pusat Penelitian Karet Indonesia P.O. Box 1415 Medan 20001
18
Lampiran 4.
Tidak/Sesuai
No. Distributor Kios Merek Jumlah (Kg) Detail Kasus
Pendaftaran
19
Lampiran 5.
20
Lampiran 6.
HASIL PENGAWASAN PUPUK DAN UPAYA TINDAK LANJUT
Provinsi :
Kabupaten/Kota :
Jumlah
Keterangan :
Permasalahan merupakan penyimpangan dalam pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk yang terjadi
Di masing-masing wilayah. Contoh : pupuk palsu, pupuk ilegal, pupuk mencemari lingkungan dan sebagainya
21
Lampiran 7.
23
dengan ujung runcing dan digunakan untuk mengambil contoh
misalnya karung goni atau karung polyethylene, contoh yang
diambil keluar dari pangkal tombak (gambar 2)
26
5.2.2 Dalam tumpukan atau gudang
• Dalam karung atau kemasan karton/peti, tergantung
kepada banyaknya karung/goni/peti. Apabila jumlah
tanding lebih dari 1000 kemasan harus dibuat tanding
dengan jumlah yang sama kemudian diambil secara acak
dengan menggunakan tabel 1.
Jumlah Contoh
Jumlah Kemasan Kecil Dalam
Kemasan Kecil Yang
Populasi (Botol/Sachet/Plastik)
Harus Diambil (x)
10,000 200
20,000 250
40,000 300
60,000 350
100,000 400
27
Tabel 3. Jumlah Kemasan Kecil Yang Diambil Untuk Setiap
Karton
29
1.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
2.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI
3.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PESTISIDA
4.
PETUNJUK TEKNIS
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGAWAS PUPUK
DAN PESTISIDA
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
BERSUBSIDI
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ……………………………………………..... 30
A. Latar Belakang ……………………………………………... 30
B. Tujuan ……………………………………………………….. 31
C. Sasaran ……………………………………………………… 31
D. Ruang Lingkup ……………………………………………… 31
Halaman
1. Kuesioner Pengumpulan Data Dalam Rangka Pengawasan Pupuk
Bersubsidi ....................................................................................... .. 47
2. Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) ................. 53
3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 07/M-DAG/PER/2/2009
Tentang Perubahan Atas Permendag RI No. 21/M-DAG/PER/6/2008
Tentang Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor
Pertanian............................................................................................ 54
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah konsumsi pangan dan pemenuhannya akan tetap merupakan
agenda penting dalam pembangunan ekonomi khususnya pertanian di
Indonesia. Untuk itu, pemerintah terus berupaya untuk mencukupi
kebutuhan pangan masyarakat dengan mengutamakan penyediaan
dalam negeri melalui upaya-upaya peningkatan produktivitas, perluasan
areal tanam dan dengan harga yang terjangkau oleh petani.
Upaya pemerintah dalam memacu peningkatan produktivitas pertanian,
dikhawatirkan akan menemui kendala, terutama pada penggunaan
pupuk yang cenderung tidak sesuai dengan dosis anjuran spesifik lokasi,
sebaran terapan teknologi dalam penggunaan input produksi sangat
bervariasi, mengingat daya beli masyarakat khususnya petani yang
masih rendah.
Penyediaan sarana produksi pertanian terutama pupuk merupakan
prioritas utama pemerintah dalam pembangunan pertanian. Untuk itu,
pemerintah sampai saat ini tetap memberikan subsidi pupuk untuk
sektor pertanian, dengan maksud agar petani mampu membeli pupuk
sesuai kebutuhannya dan dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga
penyediaan pangan dalam negeri melalui peningkatan produksi
pertanian dapat tercapai.
Agar penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat sasaran
kepada petani sesuai dengan 6 tepat (jenis, jumlah, tempat, mutu, waktu,
harga yang terjangkau oleh petani) diperlukan upaya pengamanan
melalui pengawalan/pengawasan secara terkoordinasi dan komprehensif
oleh instansi terkait baik di pusat maupun daerah (provinsi dan
kabupaten/kota).
Pelaksanaan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran,
penggunaan dan harga pupuk bersubsidi agar dapat sesuai dengan
yang diharapkan, maka diperlukan persepsi yang sama dari semua
pihak. Untuk itu diperlukan buku petunjuk pengawasan pupuk bersubsidi
30
sebagai acuan petugas dalam pelaksanaan pengawasan pupuk
bersubsidi di tingkat lapangan.
B. Tujuan
Melaksanakan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran dan
penggunaan serta harga pupuk bersubsidi sampai di tingkat petani
sesuai peruntukannya.
C. Sasaran
Terlaksananya pengawasan pupuk bersubsidi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam rangka mengamankan ketersediaan pupuk
bersubsidi di tingkat petani tanaman pangan, hortikultura, pekebun kecil,
peternak untuk hijauan pakan ternak dan pembudidaya ikan atau udang.
D. Ruang Lingkup
Petunjuk pengawasan ini mencakup pengaturan mengenai ketentuan
subsidi dan pelaksanaan pengawasan pupuk bersubsidi sesuai
peraturan yang berlaku meliputi tugas dan wewenang pengawas pupuk,
obyek pengawasan, mekanisme pengawasan serta sistem pelaporan.
31
mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus seperti terlihat pada
gambar.
PUPUK BERSUBSIDI
PEMERINTAH
PUPUK UREA
PUPUK UREA
BERAT BERSIH 50 kg
BERAT BERSIH 50 kg
LOGO
LOGO PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PABRIK
PABRIK PUPUK
PUPUK
N (NITROGEN) : 46 % N (NITROGEN) : 46 %
SNI SNI
32
C. Harga Pupuk Bersubsidi
Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/SR.130/2/2011
tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi
untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011. HET adalah harga
tertinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk penjualan tunai
pupuk yaitu pupuk urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan pupuk organik
dalam kemasan 50 kg, 40 kg atau 20 kg oleh pengecer di Lini IV kepada
petani dan/atau kelompoktani.
HET pupuk bersubsidi tahun 2011 yang mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2011 ditetapkan sebagai berikut :
33
b. Produsen wajib menjamin kelancaran arus barang melalui
penyederhanaan prosedur penebusan pupuk, dalam rangka
mendukung kelancaran pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi.
c. Produsen wajib memiliki dan/atau menguasai gudang di Lini III
pada wilayah tanggung jawabnya.
d. Produsen yang belum memiliki gudang di Lini III pada
Kabupaten/Kota tertentu, dapat melayani Distributornya dari
gudang di Lini III Kabupaten/Kota terdekat, sepanjang memenuhi
kapasitas dan mempunyai kemampuan pendistribusiannya.
e. Produsen yang lokasi pabriknya atau gudang di Lini II-nya berada
di wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi tanggung jawabnya
dapat menetapkan sebagian gudang Lini II sebagai gudang Lini III.
f. Penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan dengan memperhatikan
HET.
g. Produsen wajib menyampaikan daftar Distributor dan pengecer di
wilayah tanggung jawabnya kepada Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri c/q Direktur Bina Pasar dan Distribusi,
Departemen Perdagangan, dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Provinsi setempat yang membidangi Perdagangan dan
Pertanian paling lambat tanggal 1 Maret pada tahun berjalan.
h. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban Produsen
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.
Daftar Produsen Penanggung Jawab dan Wilayah Tanggung Jawab
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi seperti tertera pada tabel
berikut ini :
34
TABEL. WILAYAH TANGGUNG JAWAB PRODUSEN PUPUK
35
16. Papua
17. Papua Barat
F PUPUK ORGANIK
I PT. PUPUK SRIWIDJAJA Seluruh Indonesia
II PT. PUPUK KUJANG Seluruh Indonesia
III PT. PUPUK KALTIM Seluruh Indonesia
IV PT. PUPUK PETROKIMIA Seluruh Indonesia
V PT. PUPUK ISKANDAR Seluruh Indonesia
MUDA
Keterangan :
1) Wilayah Jawa Barat I :
Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Kota
Tasikmalaya, Kota Banjar.
2) Wilayah Jawa Barat II :
Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Cirebon,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi,
Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota
Cirebon, Kota Bekasi, Kota Kota Depok, Kota Cimahi.
3) Wilayah Jawa Tengah I :
Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara,
Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten,
Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora,
Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung,
36
Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Kota Magelang, Kota
Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan.
4) Wilayah Jawa Tengah II :
Kabupaten Tegal, Brebes, Kota Tegal.
5) Wilayah Jawa Timur I :
Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Magetan, Bojonegoro, Lamongan,
Gresik.
6) Wilayah Jawa Timur II :
Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang,
Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo,
Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk,
Madiun, Ngawi, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo,
Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Batu.
2. Tanggung Jawab Distributor
a. Distributor wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran
pupuk bersubsidi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
Produsen berdasarkan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis,
jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini III sampai
dengan Lini IV pada wilayah tanggung jawabnya.
b. Distributor menetapkan wilayah tanggung jawab pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi masing-masing pengecer yang
dicantumkan dalam Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak.
c. Distributor wajib menyampaikan daftar Pengecer di wilayah
tanggung jawabnya kepada Produsen yang menunjukkan dengan
tembusan kepada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida
Kabupaten/Kota setempat, Kepala Dinas Kabupaten/Kota
setempat yang membidangi perdagangan dan pertanian, paling
lambat tanggal 1 Maret tahun berjalan.
d. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban Distributor
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
37
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.
3. Tanggung jawab Pengecer
a. Pengecer wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi sesuai dengan ketentuan Distributor berdasarkan
prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat,
waktu, dan mutu di Lini IV kepada petani dan/atau kelompok tani.
b. Pengecer hanya dapat melakukan penebusan pupuk bersubsidi
dari 1 (satu) Distributor yang menunjuknya.
c. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban pengecer
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.
38
Memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam kaitannya
dengan pengawasan pengadaan dan penyaluran serta Harga
Eceran Tertinggi (HET).
2) Tugas Tim Pelaksana
a. Melakukan pengawasan secara langsung terhadap penyaluran
pupuk dari Lini I s/d Lini III dan supervisi sampai Lini IV apabila
diperlukan.
b. Melakukan pengawasan secara tidak langsung melalui evaluasi
terhadap laporan hasil pengawasan dari daerah (provinsi/
kabupaten/kota).
3) Kewajiban Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat
a. Melakukan koordinasi dengan pengawas dari instansi terkait
dalam rangka peningkatan pengawasan pupuk bersubsidi.
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk kepada pimpinan
satuan administrasi masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Menteri Pertanian, Menteri
Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Meneg
BUMN berdasarkan hasil-hasil pengawasan yang dilakukan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Daerah.
2. Tingkat Provinsi
Pengawasan pupuk bersubsidi di tingkat provinsi dilaksanakan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk yang ditetapkan oleh Gubernur.
1) Tugas Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Provinsi
a. Melakukan pengawasan secara langsung melalui pemantauan
terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk dari Lini II sampai
dengan Lini III.
b. Melakukan pengawasan secara tidak langsung melalui evaluasi
terhadap laporan hasil pengawasan yang diterima dari
kabupaten/kota.
2) Kewajiban Pengawas Pupuk Provinsi
39
a. Melakukan koordinasi dengan pengawas dari instansi terkait di
provinsi dalam rangka peningkatan pengawasan pupuk
bersubsidi.
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk bersubsidi secara
berkala kepada Kementerian Pertanian cq Direktorat Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian cq Direktorat Pupuk dan
Pestisida, Jln. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta Selatan
dan pimpinan satuan administrasi masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Gubernur berdasarkan hasil-
hasil pengawasan yang dilakukan Tim/Komisi Pengawas Pupuk
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
Pengawasan pupuk bersubsidi di Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota. Untuk memperkuat pengawasan di lapangan dalam
melaksanakan tugasnya akan dibantu Tenaga Harian Lepas (THL)
dan Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan –
Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP).
1) Tugas Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
Kabupaten/Kota
a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyediaan
dan penyaluran pupuk di Lini III dan Lini IV serta penggunaan
pupuk bersubsidi di tingkat petani.
b. Melakukan pengawasan mutu pupuk.
c. Melakukan evaluasi terhadap laporan hasil pengawasan.
40
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk kepada
pimpinan satuan administrasi pangkal masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Bupati/Walikota
berdasarkan hasil-hasil pengawasan yang dilakukan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk Kabupaten/Kota.
B. Obyek Pengawasan
Obyek pengawasan pupuk bersubsidi terdiri dari :
1. Penyediaan Pupuk di Lini I
a. Produksi pupuk di pabrik/pelabuhan
b. Stok pupuk di pabrik
c. Rencana produksi
2. Penyediaan dan Penyaluran pupuk di Lini II
a. Pengadaan di Gudang Lini II
b. Stok pupuk di Gudang Lini II
c. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan ke Gudang Lini III
d. Permasalahan yang dihadapi produsen pupuk
3. Penyediaan dan Penyaluran Pupuk di Lini III
a. Pengadaan di Gudang Produsen pupuk di Lini III
b. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan kepada distributor
c. Harga penebusan pupuk di Gudang Produsen oleh distributor
d. Stok pupuk di Gudang Distributor di Lini III
e. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan ke pengecer
f. Harga penjualan pupuk dari Distributor kepada pengecer
g. Mutu pupuk di Gudang Distributor Lini III
h. Permasalahan yang dihadapi
IV. PENUTUP
Dengan diterbitkannya petunjuk teknis pengawasan pupuk bersubsidi ini
diharapkan petugas pengawas dapat mempelajari dengan sebaik-baiknya
untuk dijadikan acuan dalam pengawasan agar sesuai dengan koridor/aturan
yang berlaku baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun
perangkat peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan lainnya.
Pengawasan akan lebih optimal apabila pihak-pihak yang berkompeten di
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat bisa memberikan dukungan dalam
fasilitas sarana dan prasarana serta operasional pengawasan. Selain itu,
profesionalisme petugas pengawas juga perlu terus ditingkatkan dengan
jumlah yang lebih proporsional agar optimal di dalam pelaksanaan
pengawasan di tingkat lapang.
Keberhasilan penerapan teknologi pemupukan berimbang melalui
penyediaan pupuk sesuai azas 6 (enam) tepat dengan harga pupuk yang
terjangkau oleh petani dalam rangka pencapaian Ketahanan Pangan
Nasional.
Untuk itu, pemantauan pupuk bersubsidi oleh semua pihak terkait baik di
tingkat Pusat maupun Daerah mulai tahap perencanaan kebutuhan,
monitoring penyediaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi harus
dilaksanakan secara baik dan benar.
45
Lampiran 1.
KUESIONER PENGUMPULAN DATA
DALAM RANGKA PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI
Provinsi : …………………………………….
Tgl Pelaksanaan : ………………………………….....
I. PROVINSI
1. Pemupukan spesifik lokasi yang berlaku saat ini
Jenis Pupuk (kg/ha)
No Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Padi
2. Jagung
3. Kedelai
4. ………….
5. ………….
6. dst
Lokasi/Kabupaten/Kota : …………………………….
Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Harga (Rp/kg)
2. Stok (ton)
47
III. LINI III (DISTRIBUTOR)
Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Harga (Rp/kg)
2. Stok (ton)
Catatan : Distributor adalah distributor yang ditunjuk oleh Produsen Pupuk
4. Permasalahan di lapangan
48
IV. LINI IV (KIOS PENGECER)
Nama Kios :
Lokasi :
Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK
1. Harga Pembelian (Rp/zak)
2. Harga Penjualan (Rp/zak)
3. Stok Pupuk (ton)
5. Permasalahan di lapangan
49
V. PETANI
A. DOSIS PENGGUNAAN PUPUK (SUBSIDI)
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
Musim Tanam :
50
B. Harga Pembelian Pupuk Bersubsidi
Petani :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
51
Lampiran 2.
Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)
Musim Tanam :
Provinsi/Kab/Kota/Kec/Desa :
Nama Kelompok Tani :
Sub Sektor :
Nama Distributor/Kios :
Menyetujui Mengetahui
Mantri Tani/KCD/PPL Kepala Desa Ketua Kelompok Tani
52
Lampiran 3. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
1296666 (Ton)
JENIS PUPUK SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
UREA 5100000 457351.2 422170.3 417144.5 467402.8 422170.3 392015.3 386989.4 376937.8 396178.3 422067 462273.7 477299.5
SP-36 749999.82 68249.98 62999.99 62249.99 69749.98 62999.99 58499.99 57749.99 56249.99 58499.99 59999.99 65999.98 66749.98
ZA 850000 77350 71400 70550 79050 71400 66300 65450 63750 66300 68000 74800 75650
NPK 2350000 204750 189000 186750 209250 189000 175500 173250 168750 175500 200000 228000 250250
ORGANIK 835000 75985 70140 69305 77655 70140 65130 64295 62625 65130 66800 73480 74315
JUMLAH PUPUK 9884999.8 883686.2 815710.3 805999.5 903107.8 815710.3 757445.3 747734.4 728312.8 761608.3 816866.9 904553.6 944264.5
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : UREA (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 3266794.1 297278.3 274410.7 271143.9 303811.8 274410.7 254809.9 251543.1 245009.6 254809.9 261343.5 287477.9 290744.7
Hortikultura 463225.65 42153.53 38910.95 38447.73 43079.99 38910.95 36131.6 35668.38 34741.92 36131.6 37058.05 40763.86 41227.08
Perkebunan 1108892 100909.2 93146.93 92038.04 103127 93146.93 86493.58 85384.69 83166.9 86493.58 88711.36 97582.5 98691.39
Peternakan 14842.188 1350.639 1246.744 1231.902 1380.324 1246.744 1157.691 1142.849 1113.164 1157.691 1187.375 1306.113 1320.955
Perikanan Budidaya 172083.07 15659.56 14454.98 14282.89 16003.73 14454.98 13422.48 13250.4 12906.23 13422.48 13766.65 15143.31 15315.39
Cadangan Nasional 74163 0 0 0 0 0 0 0 0 4163 20000 20000 30000
JUMLAH 5100000 457351.2 422170.3 417144.5 467402.8 422170.3 392015.3 386989.4 376937.8 396178.3 422067 462273.7 477299.5
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : SP-36 (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 432531.21 39360.34 36332.62 35900.09 40225.4 36332.62 33737.43 33304.9 32439.84 33737.43 34602.5 38062.75 38495.28
Hortikultura 36724.935 3341.969 3084.895 3048.17 3415.419 3084.895 2864.545 2827.82 2754.37 2864.545 2937.995 3231.794 3268.519
Perkebunan 225867.22 20553.92 18972.85 18746.98 21005.65 18972.85 17617.64 17391.78 16940.04 17617.64 18069.38 19876.31 20102.18
Peternakan 1011.8768 92.08079 84.99765 83.98578 94.10455 84.99765 78.92639 77.91452 75.89076 78.92639 80.95015 89.04516 90.05704
Perikanan Budidaya 53864.587 4901.677 4524.625 4470.761 5009.407 4524.625 4201.438 4147.573 4039.844 4201.438 4309.167 4740.084 4793.948
JUMLAH 749999.82 68249.98 62999.99 62249.99 69749.98 62999.99 58499.99 57749.99 56249.99 58499.99 59999.99 65999.98 66749.98
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : ZA (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 361699.92 32914.69 30382.79 30021.09 33638.09 30382.79 28212.59 27850.89 27127.49 28212.59 28935.99 31829.59 32191.29
Hortikultura 147505.88 13423.03 12390.49 12242.99 13718.05 12390.49 11505.46 11357.95 11062.94 11505.46 11800.47 12980.52 13128.02
Perkebunan 338776.79 30828.69 28457.25 28118.47 31506.24 28457.25 26424.59 26085.81 25408.26 26424.59 27102.14 29812.36 30151.13
Peternakan 2017.4186 183.5851 169.4632 167.4457 187.6199 169.4632 157.3587 155.3412 151.3064 157.3587 161.3935 177.5328 179.5503
Perikanan Budidaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 850000 77350 71400 70550 79050 71400 66300 65450 63750 66300 68000 74800 75650
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : NPK (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 1432237 130333.6 120307.9 118875.7 133198 120307.9 111714.5 110282.2 107417.8 111714.5 114579 126036.9 127469.1
Hortikultura 201887.78 18371.79 16958.57 16756.69 18775.56 16958.57 15747.25 15545.36 15141.58 15747.25 16151.02 17766.12 17968.01
Perkebunan 615875.21 56044.64 51733.52 51117.64 57276.39 51733.52 48038.27 47422.39 46190.64 48038.27 49270.02 54197.02 54812.89
Peternakan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Perikanan Budidaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cadangan Nasional 100000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000 30000 50000
JUMLAH 2350000 204750 189000 186750 209250 189000 175500 173250 168750 175500 200000 228000 250250
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : ORGANIK (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 542750 49390.25 45591 45048.25 50475.75 45591 42334.5 41791.75 40706.25 42334.5 43420 47762 48304.75
Hortikultura 76960.995 7003.451 6464.724 6387.763 7157.373 6464.724 6002.958 5925.997 5772.075 6002.958 6156.88 6772.568 6849.529
Perkebunan 184232.97 16765.2 15475.57 15291.34 17133.67 15475.57 14370.17 14185.94 13817.47 14370.17 14738.64 16212.5 16396.73
Peternakan 2465.9032 224.3972 207.1359 204.67 229.329 207.1359 192.3404 189.8745 184.9427 192.3404 197.2723 216.9995 219.4654
Perikanan Budidaya 28590.136 2601.702 2401.571 2372.981 2658.883 2401.571 2230.031 2201.44 2144.26 2230.031 2287.211 2515.932 2544.522
JUMLAH 835000 75985 70140 69305 77655 70140 65130 64295 62625 65130 66800 73480 74315
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.1. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.2. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.3. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.4. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.5. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.6. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.7. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.8. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.9. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.10. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.11. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.12. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.13. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
950000 (Ton)
100.0 636,500 9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
2 SUMATERA UTARA 58,000 5,278 4,872 4,814 5,394 4,872 4,524 4,466 4,350 4,524 4,640 5,104 5,162
3 SUMATERA BARAT 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
4 JAMBI 5,000 455 420 415 465 420 390 385 375 390 400 440 445
5 RIAU 4,000 364 336 332 372 336 312 308 300 312 320 352 356
6 BENGKULU 2,500 228 210 208 233 210 195 193 188 195 200 220 223
7 SUMATERA SELATAN 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
8 BANGKA BELITUNG 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
9 LAMPUNG 11,000 1,001 924 913 1,023 924 858 847 825 858 880 968 979
10 KEP. RIAU 300 27 25 25 28 25 23 23 23 23 24 26 27
11 DKI. JAKARTA 49 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
12 BANTEN 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
13 JAWA BARAT 75,000 6,825 6,300 6,225 6,975 6,300 5,850 5,775 5,625 5,850 6,000 6,600 6,675
14 D.I. YOGYAKARTA 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
15 JAWA TENGAH 145,000 13,195 12,180 12,035 13,485 12,180 11,310 11,165 10,875 11,310 11,600 12,760 12,905
16 JAWA TIMUR 400,000 36,400 33,600 33,200 37,200 33,600 31,200 30,800 30,000 31,200 32,000 35,200 35,600
17 BALI 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
18 KALIMANTAN BARAT 4,500 410 378 374 419 378 351 347 338 351 360 396 401
19 KALIMANTAN TENGAH 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
20 KALIMANTAN SELATAN 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
21 KALIMANTAN TIMUR 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
22 SULAWESI UTARA 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
23 GORONTALO 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
24 SULAWESI TENGAH 9,000 819 756 747 837 756 702 693 675 702 720 792 801
25 SULAWESI TENGGARA 4,000 364 336 332 372 336 312 308 300 312 320 352 356
26 SULAWESI SELATAN 60,000 5,460 5,040 4,980 5,580 5,040 4,680 4,620 4,500 4,680 4,800 5,280 5,340
27 SULAWESI BARAT 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
28 NUSA TENGGARA BARAT 12,500 1,138 1,050 1,038 1,163 1,050 975 963 938 975 1,000 1,100 1,113
29 NUSA TENGGARA TIMUR 600 55 50 50 56 50 47 46 45 47 48 53 53
30 MALUKU 351 32 29 29 33 29 27 27 26 27 28 31 31
31 PAPUA 500 46 42 42 47 42 39 39 38 39 40 44 45
32 MALUKU UTARA 100 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 9 9
33 IRJA BARAT 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
Cadangan Nasional
JUMLAH PROPINSI 850,000 77,350 71,400 70,550 79,050 71,400 66,300 65,450 63,750 66,300 68,000 74,800 75,650
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.14. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.15. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.16. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.17. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.18. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.18. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
2000000 (Ton)
9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 50,000 4,550 4,200 4,150 4,650 4,200 3,900 3,850 3,750 3,900 4,000 4,400 4,450
2 SUMATERA UTARA 149,500 13,605 12,558 12,409 13,904 12,558 11,661 11,512 11,213 11,661 11,960 13,156 13,306
3 SUMATERA BARAT 45,000 4,095 3,780 3,735 4,185 3,780 3,510 3,465 3,375 3,510 3,600 3,960 4,005
4 JAMBI 22,000 2,002 1,848 1,826 2,046 1,848 1,716 1,694 1,650 1,716 1,760 1,936 1,958
5 RIAU 20,000 1,820 1,680 1,660 1,860 1,680 1,560 1,540 1,500 1,560 1,600 1,760 1,780
6 BENGKULU 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
7 SUMATERA SELATAN 120,000 10,920 10,080 9,960 11,160 10,080 9,360 9,240 9,000 9,360 9,600 10,560 10,680
8 BANGKA BELITUNG 17,000 1,547 1,428 1,411 1,581 1,428 1,326 1,309 1,275 1,326 1,360 1,496 1,513
9 LAMPUNG 144,500 13,150 12,138 11,994 13,439 12,138 11,271 11,127 10,838 11,271 11,560 12,716 12,861
10 KEP. RIAU 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
11 DKI. JAKARTA 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
12 BANTEN 45,000 4,095 3,780 3,735 4,185 3,780 3,510 3,465 3,375 3,510 3,600 3,960 4,005
13 JAWA BARAT 364,000 33,124 30,576 30,212 33,852 30,576 28,392 28,028 27,300 28,392 29,120 32,032 32,396
14 D.I. YOGYAKARTA 30,000 2,730 2,520 2,490 2,790 2,520 2,340 2,310 2,250 2,340 2,400 2,640 2,670
15 JAWA TENGAH 360,000 32,760 30,240 29,880 33,480 30,240 28,080 27,720 27,000 28,080 28,800 31,680 32,040
16 JAWA TIMUR 500,000 45,500 42,000 41,500 46,500 42,000 39,000 38,500 37,500 39,000 40,000 44,000 44,500
17 BALI 33,000 3,003 2,772 2,739 3,069 2,772 2,574 2,541 2,475 2,574 2,640 2,904 2,937
18 KALIMANTAN BARAT 41,000 3,731 3,444 3,403 3,813 3,444 3,198 3,157 3,075 3,198 3,280 3,608 3,649
19 KALIMANTAN TENGAH 14,000 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
20 KALIMANTAN SELATAN 30,000 2,730 2,520 2,490 2,790 2,520 2,340 2,310 2,250 2,340 2,400 2,640 2,670
21 KALIMANTAN TIMUR 26,000 2,366 2,184 2,158 2,418 2,184 2,028 2,002 1,950 2,028 2,080 2,288 2,314
22 SULAWESI UTARA 14,000 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
23 GORONTALO 13,000 1,183 1,092 1,079 1,209 1,092 1,014 1,001 975 1,014 1,040 1,144 1,157
24 SULAWESI TENGAH 21,000 1,911 1,764 1,743 1,953 1,764 1,638 1,617 1,575 1,638 1,680 1,848 1,869
25 SULAWESI TENGGARA 11,000 1,001 924 913 1,023 924 858 847 825 858 880 968 979
26 SULAWESI SELATAN 87,000 7,917 7,308 7,221 8,091 7,308 6,786 6,699 6,525 6,786 6,960 7,656 7,743
27 SULAWESI BARAT 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
28 NUSA TENGGARA BARAT 40,000 3,640 3,360 3,320 3,720 3,360 3,120 3,080 3,000 3,120 3,200 3,520 3,560
29 NUSA TENGGARA TIMUR 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
30 MALUKU 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
31 PAPUA 4,700 428 395 390 437 395 367 362 353 367 376 414 418
32 MALUKU UTARA 1,600 146 134 133 149 134 125 123 120 125 128 141 142
33 IRJA BARAT 2,700 246 227 224 251 227 211 208 203 211 216 238 240
Cadangan Nasional 100,000 - 20,000 30,000 50,000
JUMLAH PROPINSI 2,350,000 204,750 189,000 186,750 209,250 189,000 175,500 173,250 168,750 175,500 200,000 228,000 250,250
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.19. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.20. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.21. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.22. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
910000 (Ton)
9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
2 SUMATERA UTARA 70,000 6,370 5,880 5,810 6,510 5,880 5,460 5,390 5,250 5,460 5,600 6,160 6,230
3 SUMATERA BARAT 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
4 JAMBI 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
5 RIAU 4,500 410 378 374 419 378 351 347 338 351 360 396 401
6 BENGKULU 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
7 SUMATERA SELATAN 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
8 BANGKA BELITUNG 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
9 LAMPUNG 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
10 KEP. RIAU 400 36 34 33 37 34 31 31 30 31 32 35 36
11 DKI. JAKARTA 50 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
12 BANTEN 5,000 455 420 415 465 420 390 385 375 390 400 440 445
13 JAWA BARAT 75,000 6,825 6,300 6,225 6,975 6,300 5,850 5,775 5,625 5,850 6,000 6,600 6,675
14 D.I. YOGYAKARTA 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
15 JAWA TENGAH 150,000 13,650 12,600 12,450 13,950 12,600 11,700 11,550 11,250 11,700 12,000 13,200 13,350
16 JAWA TIMUR 300,000 27,300 25,200 24,900 27,900 25,200 23,400 23,100 22,500 23,400 24,000 26,400 26,700
17 BALI 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
18 KALIMANTAN BARAT 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
19 KALIMANTAN TENGAH 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
20 KALIMANTAN SELATAN 8,500 774 714 706 791 714 663 655 638 663 680 748 757
21 KALIMANTAN TIMUR 2,500 228 210 208 233 210 195 193 188 195 200 220 223
22 SULAWESI UTARA 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
23 GORONTALO 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
24 SULAWESI TENGAH 3,500 319 294 291 326 294 273 270 263 273 280 308 312
25 SULAWESI TENGGARA 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
26 SULAWESI SELATAN 35,000 3,185 2,940 2,905 3,255 2,940 2,730 2,695 2,625 2,730 2,800 3,080 3,115
27 SULAWESI BARAT 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
28 NUSA TENGGARA BARA 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1,450 132 122 120 135 122 113 112 109 113 116 128 129
30 MALUKU 500 46 42 42 47 42 39 39 38 39 40 44 45
31 PAPUA 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
32 MALUKU UTARA 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
33 IRJA BARAT 100 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 9 9
Cadangan Nasional
JUMLAH PROPINSI 835,000 75,985 70,140 69,305 77,655 70,140 65,130 64,295 62,625 65,130 66,800 73,480 74,315
SUSWONO
Lampiran 3.23. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.24. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.25. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.26. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran 3.27. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Lampiran. 3
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MENTERI PERTANIAN,
53
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4297);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4411);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5167);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001
tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4079);
54
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
12. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II;
13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara, serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I;
14. Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002
tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang
Beredar di Pasar;
15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
237/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman
Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan
Penggunaan Pupuk An-Organik;
16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan
Formula Pupuk An-Organik;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
456/Kpts/OT.160/7/2006 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Khusus
Pengkajian Kebijakan Pupuk Dalam
Mendukung Ketahanan Pangan;
18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
465/Kpts/OT.160/7/2006 tentang
Pembentukan Tim Pengawas Pupuk
Bersubsidi Tingkat Pusat;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
08/Permentan/SR.140/2/ 2007 tentang Syarat
dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-
Organik;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
40/Permentan/OT.140/ 4/2007 tentang
Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Pada
Padi Sawah Spesifik Lokasi;
55
21. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor
12/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan
dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk
Sektor Pertanian;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
28/Permentan/SR.130/5/ 2009 tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah;
23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.02/2/2010 tentang Tatacara
Penyediaan Anggaran, Penghitungan,
Pembayaran dan Pertanggungjawaban
Subsidi Pupuk;
24. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/OT.140/10/ 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian;
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
56
1. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung
atau tidak langsung.
2. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara
kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau
pabrik pembuat pupuk.
3. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya
terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau
hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat
atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik,
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
4. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman
sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk
mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan.
5. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan
penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi
(HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV.
6. Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga pupuk bersubsidi di
Lini IV (di kios penyalur pupuk di tingkat desa/kecamatan) yang
dibeli oleh petani/kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri
Pertanian.
7. Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah struktur biaya pengadaan
dan penyaluran pupuk bersubsidi oleh PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) dengan komponen biaya sebagaimana ditetapkan oleh
Menteri Pertanian.
8. Subsidi pupuk adalah selisih antara HPP dikurangi HET dikalikan
Volume Penyaluran Pupuk.
9. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak,
dan budidaya ikan dan/atau udang.
10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman pangan atau hortikultura
dengan luasan tertentu.
11. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman perkebunan dengan luasan
tertentu.
12. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan
luasan tertentu.
57
13. Pembudidaya ikan atau udang adalah perorangan warga negara
Indonesia yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan,
untuk budidaya ikan dan atau udang yang tidak memiliki izin
usaha.
14. Produsen adalah Produsen Pupuk yaitu PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) beserta anak perusahaannya yang terdiri dari PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda
yang memproduksi Pupuk Anorganik yaitu Pupuk Urea, SP-36,
ZA, NPK dan Pupuk Organik di dalam negeri.
15. PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) adalah Perusahaan Induk dari PT
Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda.
16. Penyalur di Lini III adalah Distributor sesuai ketentuan Peraturan
Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku.
17. Penyalur di Lini IV adalah Pengecer Resmi sesuai ketentuan
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang
berlaku.
18. Kelompoktani adalah kumpulan petani yang mempunyai
kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya
pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas
usahatani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan
lahan usahatani secara bersama pada satu hamparan atau
kawasan, yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk.
19. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) adalah
perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun
kelompoktani berdasarkan luasan areal usahatani yang
diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan
atau udang anggota kelompoktani dengan rekomendasi
pemupukan berimbang spesifik lokasi.
20. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) adalah wadah
koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida
yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat provinsi dan oleh
Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota.
21. Direktur Jenderal adalah Eselon I di Lingkungan Kementarian
Pertanian yang memiliki tugas dan fungsinya diantaranya di
bidang pupuk sesuai ketentuan peraturan perundangan.
58
BAB II
PERUNTUKAN PUPUK BERSUBSIDI
Pasal 2
(1) Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani, pekebun, peternak
yang mengusahakan lahan paling luas 2 (dua) hektar setiap
musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan
dan/atau udang paling luas 1 (satu) hektar.
(2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.
BAB III
ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI
Pasal 3
(1) Alokasi pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran
pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan
usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
serta alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2011.
(2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dirinci menurut provinsi, jenis, jumlah, sub sektor, dan sebaran
bulanan seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian tidak
terpisahkan dengan Peraturan ini.
(3) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dirinci lebih lanjut menurut kabupaten/kota jenis, jumlah, sub
sektor, dan sebaran bulanan yang disahkan dengan Peraturan
Gubernur.
(4) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
lambat ditetapkan pada awal bulan Maret 2011.
(5) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah, sub sektor,
dan sebaran bulanan yang ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
(6) Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
paling lambat ditetapkan pada akhir bulan Maret 2011.
59
(7) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun,
peternak, pembudidaya ikan dan/atau udang berdasarkan RDKK
yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau Kepala Cabang
Dinas (KCD) setempat serta ketersediaan anggaran subsidi pupuk
pada Tahun berjalan.
(8) Dinas yang membidangi tanaman pangan, hortikultura,
peternakan, perkebunan dan pembudidaya ikan dan/atau udang
setempat wajib melaksanakan pembinaan kepada kelompoktani
untuk menyusun RDKK sesuai luas areal usahatani dan/atau
kemampuan penyerapan pupuk di tingkat petani di wilayahnya.
Pasal 4
(1) Kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah
provinsi dan wilayah kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (5), dapat dipenuhi melalui
realokasi antar wilayah, waktu dan sub sektor.
(2) Realokasi antar provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
(3) Realokasi antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi ditetapkan
lebih lanjut oleh Gubernur.
(4) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota
ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota.
(5) Untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat dilaksanakan terlebih
dahulu sebelum penetapan dari Gubernur dan/atau
Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian
setempat.
(6) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di suatu provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi,
produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah
bersangkutan dari sisa alokasi bulan-bulan sebelumnya dan/atau
dari alokasi bulan berikutnya sepanjang tidak melampaui alokasi 1
(satu) tahun.
60
BAB IV
PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI
Pasal 5
Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
terdiri atas pupuk an-organik dan pupuk organik yang diproduksi
dan/atau diadakan oleh Produsen.
Pasal 6
(1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai
ke penyalur Lini IV dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku;
(2) Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di penyalur
Lini IV ke petani atau kelompoktani diatur sebagai berikut:
a. penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur lini IV
berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung
jawabnya;
b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada huruf a
memperhatikan kebutuhan kelompoktani dan alokasi di
masing-masing wilayah.
(3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di lini IV ke petani
atau kelompoktani sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan
pendataan RDKK di wilayahnya, sebagai dasar pertimbangan
dalam pengalokasian pupuk bersubsidi sesuai alokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5).
(4) Optimalisasi pemanfaatan pupuk bersubsidi ditingkat
petani/kelompoktani dilakukan melalui pendampingan penerapan
pemupukan berimbang spesifik lokasi oleh Penyuluh.
(5) Pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di penyalur Lini IV ke
petani dilakukan oleh petugas pengawas yang ditunjuk sebagai
satu kesatuan dari Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
(KPPP) di Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Kemasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak
mudah hilang/terhapus, yang bertuliskan:
61
“Pupuk Bersubsidi Pemerintah”
Barang Dalam Pengawasan
Pasal 8
(1) Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, distributor, dan
penyalur di lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi
saat dibutuhkan petani, pekebun, peternak, dan pembudidaya ikan
dan/atau udang diwilayah tanggung jawabnya sesuai alokasi yang
telah ditetapkan.
(2) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Produsen dapat berkoordinasi dengan Dinas Pertanian
setempat untuk penyerapan pupuk bersubsidi sesuai realokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 9
(1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi
sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
(2) Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
- Pupuk Urea = Rp.1.600; per kg;
- Pupuk SP-36 = Rp.2.000; per kg;
- Pupuk ZA = Rp.1.400; per kg;
- Pupuk NPK = Rp.2.300; per kg;
- Pupuk Organik = Rp. 700; per kg;
62
BAB V
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pasal 14
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan berlaku surut
sejak tanggal 1 Januari 2011.
63
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 2011
MENTERI PERTANIAN,
TTD
SUSWONO
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Keuangan;
3. Menteri Perindustrian;
4. Menteri Perdagangan;
5. Menteri Kelautan dan Perikanan;
6. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
7. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
8. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
9. Direktur Utama PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).
64
Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tentang
TENTANG
99
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1965
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1962 Nomor 31);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1962 tentang Perdagangan Barang-barang Dalam
Pengawasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1962 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2473) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4402);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun
2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1999, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020);
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4556);
100
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah
Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008;
14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2005
tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam
Pengawasan;
15. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 34/M-DAG/PER/8/2007;
16. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
465/Kpts/OT.160/7/2006 tentang Pembentukan Tim
Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat;
17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-
DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang
Perdagangan dan Pengawasan Standardisasi Nasional
Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang
Diperdagangkan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
30/M-DAG/PER/7/2007;
18. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian;
101
19. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
42/Permentan/OT.140/09/2008 tentang Kebutuhan dan Harga
Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor
Pertanian Tahun Anggaran 2009 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 57/Permentan/ OT.140/11/2008;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG ATAS
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 21/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG
PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI
UNTUK SEKTOR PERTANIAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 2/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Untuk Sektor Pertanian diubah sebagai berikut :
1. Kata “pengadaan dan” atau “pengadaan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5), dihapus.
2. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pupuk Bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya
mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan Petani yang
dilaksanakan atas dasar program Pemerintah di sektor pertanian.
2. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan usaha budidaya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, hijauan pakan ternak dan
budidaya ikan dan/atau udang.
3. Program Khusus Pertanian adalah program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau
kelembagaan Petani untuk usaha budidaya tanaman yang
anggarannya telah disediakan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
lainnya.
4. Petani adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan
lahan untuk budidaya tanaman pangan atau hortikultura termasuk pekebun
yang mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat
102
dengan skala usaha yang tidak mencapai skala tertentu, peternak yang
mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman hijauan pakan ternak yang
tidak dipersyaratkan memiliki izin usaha dan pembudidaya ikan dan/atau
udang yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan/atau udang yang
tidak dipersyaratkan memiliki izin usaha.
5. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, pekebun, peternak atau
pembudidaya ikan dan/atau udang yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian,
untuk bekerjasama dalam mengusahakan lahan usaha tani secara
bersama pada satu hamparan dan kawasan, yang dikukuhkan oleh
Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk.
6. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut
RDKK adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang
disusun Kelompok Tani berdasarkan luas areal usaha tani yang
diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan/atau
udang anggota Kelompok Tani dengan rekomendasi pemupukan
berimbang spesifik lokasi.
7. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi Pupuk Anorganik
yaitu Pupuk Urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan Pupuk Organik di
dalam negeri.
8. Distributor adalah usaha perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang ditunjuk oleh Produsen untuk
melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan Pupuk
Bersubsidi dalam partai besar di wilayah tanggungjawabnya untuk dijual
kepada Petani dan/atau Kelompok Tani melalui Pengecer yang
ditunjuknya.
9. Surat Perjanjian Jual Beli yang selanjutnya disebut SPJB adalah
kesepakatan kerjasama yang mengikat antara Produsen dengan
Distributor atau antara Distributor dengan Pengecer yang memuat hak
dan kewajiban masing-masing dalam pengadaan dan penyaluran
Pupuk Bersubsidi untuk Petani dan/atau Kelompok Tani berdasarkan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
10. Pengecer Resmi yang selanjutnya disebut Pengecer adalah
perseorangan, kelompok tani, dan badan usaha baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang berkedudukan di Kecamatan
dan/atau Desa, yang ditunjuk oleh Distributor dengan kegiatan pokok
melakukan penjualan Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya
secara langsung hanya kepada Petani dan/atau Kelompok Tani.
11. Pengadaan adalah proses penyediaan Pupuk Bersubsidi oleh
Produsen yang berasal dari produksi dalam negeri dan/atau impor.
12. Penyaluran adalah proses pendistribusian Pupuk Bersubsidi dari
Produsen sampai dengan Petani dan/atau Kelompok Tani sebagai
konsumen akhir.
103
13. Wilayah tanggung jawab adalah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
termasuk Kecamatan dan/atau Desa yang menjadi tanggung jawab
dari Produsen, Distributor, dan Pengecer dalam pengadaan dan
dan/atau penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani.
14. Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian untuk penjualan tunai Pupuk Anorganik yaitu
Pupuk Urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan Pupuk Organik dalam
kemasan 50 Kg, 40 kg atau 20 kg oleh Pengecer di Lini IV kepada
Petani dan/atau Kelompok Tani.
15. Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-
masing Produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor.
16. Lini II adalah lokasi gudang Produsen di wilayah Ibukota Propinsi dan
Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan.
17. Lini III adalah lokasi gudang Produsen dan/atau Distributor di wilayah
Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen.
18. Lini IV adalah lokasi gudang atau kios Pengecer di wilayah Kecamatan
dan/atau Desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Distributor.
19. Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat adalah Tim Pengawas
yang anggotanya terdiri dari instansi terkait di Pusat yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian.
20. Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida, yang selanjutnya disebut KP3
adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk
dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan
oleh Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota.
21. Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
22. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
23. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang
perdagangan.
Pasal 3
(1) Wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi
masing-masing Produsen adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini.
(2) Perubahan wilayah tanggung jawab Produsen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Departemen Perdagangan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
104
(3) Produsen wajib mengutamakan pengadaan Pupuk Bersubsidi untuk
memenuhi kebutuhan sektor pertanian di dalam negeri.
(4) Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya.
(5) Pengadaan dan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan yang ditetapkan Peraturan
Menteri Pertanian dan peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan oleh
Gubernur atau Bupati/Walikota.
(6) Produsen bertanggungjawab atas pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah,
harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.
(7) Distributor dan Pengecer bertanggungjawab atas penyaluran Pupuk
Bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis,
jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini III sampai dengan
Lini IV.
(8) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7)
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-
masing sebagai berikut :
a. Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini III di wilayah tanggung
jawabnya;
b. Distributor wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi
sesuai dengan peruntukannya dari Lini III sampai dengan Lini IV di
wilayah tanggung jawabnya; dan
c. Pengecer wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi
kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di Lini IV di wilayah
tanggung jawabnya berdasarkan RDKK yang jumlahnya sesuai
dengan Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota.
(9) Pelaksanaan penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani berdasarkan RDKK mengikuti Peraturan Menteri
Perdagangan.
(10) Produsen setiap bulan wajib menyampaikan rencana
pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk periode 3 (tiga)
bulan ke depan di setiap wilayah tanggung jawabnya kepada Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan,
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian
serta Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.
105
Pasal 4
(1) Apabila terjadi peningkatan kebutuhan Pupuk Bersubsidi di wilayah
Kabupaten/Kota, Produsen dapat menambah alokasi kebutuhan
sebesar maksimal 20% (dua puluh per seratus) dari alokasi wilayah
yang bersangkutan.
(2) Penambahan alokasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak melebihi alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi secara nasional
dari Produsen yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan penyaluran alokasi kebutuhan tambahan sebagaimana
pada ayat (1), dilaporkan kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Departemen Pertanian, Gubernur, dan Bupati/Walikota setempat.
(4) Apabila penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Distributor dan/atau
Pengecer tidak berjalan lancar, Produsen wajib melakukan penyaluran
langsung kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di Lini IV setelah
berkoordinasi dengan Bupati/Walikota setempat dalam hal ini Kepala
Dinas yang membidangi Pertanian.
(5) Apabila Pengecer tidak dapat melaksanakan penyaluran Pupuk
Bersubsidi, Distributor berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi Pertanian setempat untuk jangka
waktu tertentu dapat melakukan penyaluran Pupuk Bersubsidi
langsung kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di wilayah tanggung
jawabnya berdasarkan RDKK dengan harga tidak melampaui HET.
(6) Dalam rangka program khusus pertanian, Produsen dapat menunjuk
Distributor untuk melakukan penjualan langsung kepada Petani
dan/atau Kelompok Tani yang mengikuti program tersebut.
Pasal 11
(1) Pengecer wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi sesuai dengan
ketentuan Distributor berdasarkan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat
jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu di Lini IV kepada Petani
dan/atau Kelompok Tani berdasarkan RDKK.
(2) Pengecer hanya dapat melakukan penebusan Pupuk Bersubsidi dari 1
(satu) Distributor yang menunjuknya sesuai masing-masing jenis
pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3) Tugas dan tanggung jawab Pengecer adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
(4) Penunjukan dan pemberhentian Pengecer Pupuk Bersubsidi ditetapkan
oleh Distributor setelah mendapatkan persetujuan dari Produsen,
sesuai persyaratan penunjukan Pengecer sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VII Peraturan ini.
106
(5) Hubungan kerja Distributor dengan Pengecer diatur dengan Surat
Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak sesuai Ketentuan Umum Pembuatan
Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi antara Distributor Dengan Pengecer
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan ini.
Pasal 12
(1) Produsen wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Distributor di Gudang
Lini III Produsen dengan harga tebus memperhitungkan HET.
(2) Distributor wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Pengecer dengan harga
tebus memperhitungkan HET dan melaksanakan pengangkutan sampai
dengan gudang Lini IV Pengecer.
(3) Dalam pelaksanaan pengangkutan Pupuk Bersubsidi, Distributor
menggunakan sarana angkutan yang terdaftar pada Produsen dengan
mencantumkan identitas khusus sebagai angkutan Pupuk Bersubsidi.
(4) Pengecer wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani di gudang Lini IV berdasarkan RDKK dengan harga tidak
melampaui HET.
(5) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
Pasal 13
(1) Produsen wajib menjamin persediaan minimal Pupuk Bersubsidi di Lini III
untuk kebutuhan selama 2 (dua) minggu ke depan sesuai dengan rencana
kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
(2) Produsen wajib menjamin persediaan minimal Pupuk Bersubsidi di Lini
III untuk kebutuhan selama 3 (tiga) minggu ke depan sesuai dengan
rencana kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada
setiap puncak musim tanam bulan November sampai dengan Januari.
8. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Produsen yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3), ayat (4), dan ayat (10), Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (3),
Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), atau Pasal 16
107
ayat (2) huruf a, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis dari Menteri.
(2) Produsen yang tidak mentaati peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
peringatan, Menteri merekomendasikan kepada Menteri Keuangan untuk
menangguhkan atau tidak dibayarkannya subsidi kepada Produsen
yang bersangkutan.
Pasal 18
(1) Distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 12 ayat (2) atau Pasal 15 ayat (4),
dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari
Bupati/Walikota dalam hal ini Dinas yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perdagangan.
(2) Pengecer yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (4), atau Pasal 15 ayat (5), dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari Bupati/Walikota
dalam hal ini Dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perdagangan.
(3) Distributor dan Pengecer yang tidak mentaati peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal surat peringatan, dapat dikenakan sanksi
berupa pembekuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atas
rekomendasi dari Komisi Pengawas Pupuk tingkat Kabupaten/Kota.
Pasal 19
(1) Produsen yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (8) huruf a, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (8) huruf b, atau Pasal 14 ayat (1), dikenakan sanksi pidana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengecer yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) huruf c, atau Pasal 14 ayat (1),
dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
108
(4) Pihak lain yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal II
Peraturan ini berlaku mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan : di Jakarta
pada tanggal : 9 Februari 2009
ttd
ttd
Widodo
109
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I.
NOMOR : 07/M-DAG/PER/2/2009
TANGGAL : 9 Februari 2009
Daftar Lampiran
ttd
ttd
Widodo
110
Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
A. PUPUK UREA
I. PT. PUPUK 1. NANGGROE ACEH 1. Aceh Selatan
ISKANDAR MUDA 2. Aceh Tenggara
3. Aceh Timur
4. Aceh Tengah
5. Aceh Barat
6. Aveh Besar
7. Pidie
8. Aceh Utara
9. Simeulue
10. Aceh Singkil
11. Bireuen
12. Aceh Barat Daya
13. Gayolues
14. Aceh Jaya
15. Nagan Raya
16. Aceh Tamiang
17. Bener Meriah
18. Pidie Jaya
19. Kota Banda Aceh
20. Kota Sabang
21. Kota Lhokseumawe
22. Kota Langsa
23. Kota Subulussalam
111
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
2. SUMATERA BARAT 1. Pesisir Selatan
2. Solok
3. Sawah Lunto Sijunjung
4. Tanah Datar
5. Padang Pariaman
6. Agam
7. Lima Puluh Kota
8. Pasaman
9. Kep. Mentawai
10. Dharmasraya
11. Solok Selatan
12. Pasaman Barat
13. Kota Padang
14. Kota Solok
15. Kota Sawah Lunto
16. Kota Pd. Panjang
17. Kota Bukit Tinggi
18. Kota Payakumbuh
19. Kota Pariaman
3. RIAU 1. Kampar
2. Indragiri Hulu
3. Bengkalis
4. Indragiri Hilir
5. Pelalawan
6. Rokan Hulu
7. Rokan Hilir
8. Sioak
9. Kuantan Singingi
10. Kota Pekanbaru
11. Kota Dumai
4. JAMBI 1. Kerinci
2. Merangin
3. Sarolangun
4. Batanghari
5. Muaro Jambi
6. Tj. Jabung Barat
7. Tj. Jabung Timur
8. Bungo
9. Tebo
10. Kota Jambi
112
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
13. Kota Pagar Alam
14. Kota Lbk. Linggau
15. Kota Prabumulih
8. BANGKA 1. Bangka
BELITUNG
2. Belitung
3. Bangka Selatan
4. Bangka Tengah
5. Bangka Barat
6. Belitung Timur
7. Kota Pangkal Pinang
113
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. JAWA BARAT I 1. Tasikmalaya
2. Ciamis
3. Kuningan
4. Majalengka
5. Kota Tasikmalaya
6. Kota Banjar
114
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
10. Melawi
11. Kayong Utara
12. Kubu Raya
13. Kota Pontianak
14. Kota Singkawang
115
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
18. Ngawi
19. Tuban
20. Bangkalan
21. Sampang
22. Pamekasan
23. Sumenep
24. Kota Kediri
25. Kota Blitar
26. Kota Malang
27. Kota Probolinggo
28. Kota Pasuruan
29. Kota Mojokerto
30. Kota Surabaya
31. Kota Batu
2. BALI 1. Jembrana
2. Tabanan
3. Badung
4. Gianyar
5. Klungkung
6. Bangli
7. Karangasem
8. Buleleng
9. Kota Denpasar
116
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
5. KALIMANTAN 1. Kotawaringin Barat
TENGAH 2. Kotawaringin Timur
3. Kapuas
4. Barito Selatan
5. Barito Timur
6. Barito Utara
7. Katingan
8. Seruyan
9. Sukamara
10. Lamandau
11. Gunung Mas
12. Pulang Pisau
13. Murungraya
14. Kota Palangkaraya
7. KALIMANTAN 1. Paser
TIMUR
2. Kutai Kertanegara
3. Berau
4. Bulungan
5. Nunukan
6. Malinau
7. Kutai Barat
8. Kutai Timur
9. Penajem Paser Utara
10. Tana Tidung
11. Kota Balikpapan
12. Kota Samarinda
13. Kota Tarakan
14. Kota Bontang
117
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. Kota Tomohon
13. Kota Kotamobogu
9. SULAWESI 1. Banggai
TENGAH
2. Poso
3. Donggala
4. Toli-toli
5. Buol
6. Morowali
7. Banggai Kepulauan
8. Parigi Moutong
9. Tojo Una Una
10. Kota Palu
118
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. GORONTALO 1. Gorontalo
2. Boalemo
3. Bone Bolango
4. Pohuwato
5. Gorontalo Utara
6. Kota Gorontalo
119
JENIS PUPUK / WILAYAH TANGGUNG
NO. KABUPATEN / KOTA
PENANGGUNG JAWAB JAWAB PROPINSI
17. PAPUA BARAT 1. Sorong
2. Manokwari
3. Fak-fak
4. Sorong Selatan
5. Raja Ampat
6. Telun Bintuni
7. Teluk Wondama
8. Kaimana
9. Kota Sorong
B. PUPUK SP-36
SUPERPHOS dan ZA
I. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia
120
Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
121
Lampiran III Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
122
Lampiran IV Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
123
Lampiran VII Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
124
Lampiran VIII Peraturan Menteri Perdagangan RI
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009
125
Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tentang
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
II. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................. 2
A. Tujuan .......................................................................................... 2
B. Sasaran ........................................................................................ 3
III. ISTILAH-ISTILAH ............................................................................... 3
IV. RUANG LINGKUP PENGAWASAN PESTISIDA ............................. 6
A. Obyek Pengawasan ..................................................................... 6
B. Pelaksanaan Pengawasan .......................................................... 7
V. PERSYARATAN, TATACARA PENUNJUKAN DAN
PEMBERHENTIAN PENGAWAS PESTISIDA .................................. 17
A. Persyaratan Pengawas Pestisida ................................................ 17
B. Tata Cara Penunjukan Pengawas Pestisida ............................... 18
C. Pemberhentian Pengawas Pestisida ........................................... 19
D. Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida ............................... 19
VI. TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS PESTISIDA ..................... 20
A. Tugas Pengawas Pestisida .......................................................... 20
B. Wewenang Pengawas Pestisida .................................................. 21
VII. TINDAKLANJUT HASIL PENGAWASAN ......................................... 22
A. Jenis Pelanggaran dan Tindak Lanjutnya .................................... 23
B. Koordinasi Pengawasan .............................................................. 25
VIII. PEMBINAAN DAN PELATIHAN .................................................... 26
A. Pembinaan ................................................................................... 26
B. Pelatihan ...................................................................................... 26
IX. PELAPORAN ..................................................................................... 27
A. Materi Laporan ............................................................................. 27
B. Mekanisme Pelaporan ................................................................. 27
X. PENUTUP .......................................................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Bahan Aktif Yang Ditetapkan Sebagai Pestisida Dilarang .................... 29
2. Ketentuan dan Contoh Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida ... 30
3. Pemeriksaan Pestisida Secara Sederhana .......................................... 33
4. Laporan Hasil Pengawasan Pestisida .................................................. 38
5. Laporan Pengawasan Peredaran dan Penggunaan Pestisida ............. 39
6. Petunjuk Pengambilan Contoh Pestisida .............................................. 46
7. Petunjuk Pengambilan Contoh Untuk Analisa Residu Pestisida. .......... 50
8. Daftar Laboatorium Uji Mutu Pestisida ................................................. 57
9. Daftar Pelaksana Uji Toksisitas Akut Formula Pestisida ...................... 58
I. PENDAHULUAN
1
Dari segi penggunaan pestisida di tingkat petanipun terdapat cukup banyak
penyimpangan terutama penggunaan pestisida dengan mencampur 2 atau
lebih formulasi pestisida, cara aplikasi pestisida yang tidak mengindahkan
aspek keamanan misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri seperti
sarung tangan, masker dan sebagainya.
Merebaknya kasus-kasus penyimpangan pestisida seperti tersebut di atas
dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan, baik dalam
pencapaian sasaran produksi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
maupun pelestarian lingkungan. Untuk itu, dituntut adanya kesungguhan dan
kemampuan yang optimal dari instansi-instansi terkait yang berwenang
secara terpadu dalam pembinaan dan pengawasan pestisida. Melalui
pembinaan dan pengawasan tersebut diharapkan dapat membatasi
terjadinya kasus penyimpangan penggunaan pestisida, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, melalui buku petunjuk pengawasan pestisida yang memuat
ketentuan teknis pengawasan, peredaran, penyimpanan dan penggunaan
pestisida di lapangan, diharapkan dapat menjadi acuan bagi Pengawas
Pestisida Pusat, Pengawas Pestisida Provinsi, Pengawas Pestisida
Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengawasan pestisida, sebagai upaya
menekan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan pestisida di
lapangan.
2
B. Sasaran
1. Terlaksananya pengawasan pestisida oleh pengawas pestisida
pusat, pengawas pestisida provinsi, dan pengawas pestisida
kabupaten/kota di wilayah kerjanya masing-masing.
III. ISTILAH-ISTILAH
1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang dipergunakan untuk :
a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
b. memberantas rerumputan;
c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-
bagian tanaman tidak termasuk pupuk;
e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak;
f. memberantas atau mencegah hama-hama air;
g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat
pengangkutan;
h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
2. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan tambahan
dengan kadar dan bentuk tertentu yang mempunyai daya kerja sebagai
pestisida sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
3
3. Bahan aktif adalah bahan kimia sintetik atau bahan alami yang
terkandung dalam bahan teknis atau formulasi pestisida yang memiliki
daya racun atau pengaruh biologis lain terhadap organisme sasaran.
4. Pestisida untuk penggunaan umum adalah pestisida yang dalam
penggunaannya tidak memerlukan persyaratan dan alat-alat
pengamanan khusus di luar yang tertera pada label.
5. Pestisida terbatas adalah pestisida yang dalam penggunaannya
memerlukan persyaratan dan alat-alat pengamanan khusus di luar yang
tertera pada label.
6. Pestisida rusak adalah pestisida yang mengalami perubahan baik secara
kimiawi, fisik maupun biologis.
7. Pestisida ilegal adalah pestisida yang tidak terdaftar atau yang telah
habis masa berlaku izin/nomor pendaftaran yang diberikan atau pestisida
tidak berlabel.
8. Pestisida palsu adalah pestisida yang isi dan atau mutunya tidak sesuai
dengan label di luar batas toleransi atau pestisida yang nama dagang,
wadah/kemasan dan labelnya meniru pestisida legal.
9. Pestisida dilarang adalah jenis pestisida yang dilarang untuk semua
bidang penggunaan.
10. Produksi pestisida adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pembuatan bahan-bahan teknis, formulasi termasuk daur ulang,
pewadahan, pembungkusan dan pelabelan pestisida.
11. Peredaran adalah impor-ekspor dan atau jual-beli di dalam negeri
termasuk pengangkutan pestisida.
12. Penyimpanan adalah memiliki pestisida dalam persediaan di halaman
atau dalam ruang yang digunakan oleh importir, pemegang pendaftaran,
pedagang atau di usaha-usaha pertanian.
4
13. Penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau
tanpa alat.
14. Pemusnahan adalah menghilangkan sifat dan fungsi pestisida.
6
4. Dampak lingkungan, dilakukan dengan menguji validitas dampak
lingkungan selama masa registrasi, serta pencemaran yang timbul
akibat penggunaan produk pestisida.
5. Jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran
dalam penggunaan pestisida, dilakukan melalui pemantauan
terhadap kesesuaian penggunaan pestisida dengan ketentuan yang
diizinkan.
6. Efikasi dan resurjensi pestisida, dilakukan dengan mengawasi efikasi
dan resurjensi akibat penggunaan pestisida.
7. Residu pestisida, dilakukan melalui pengawasan terhadap
kandungan residu pestisida pada produk pertanian dan media
lingkungan.
8. Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi tumbuhan,
hewan dan satwa liar dilakukan melalui pemantauan terhadap
korban.
9. Publikasi pada media cetak dan atau media elektronik, dilakukan
melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan brosur.
10. Sarana dan peralatan, antara lain dilakukan melalui pemeriksaan
terhadap gedung, gudang, pengolah limbah, mesin dan peralatan
untuk memproduksi, menyimpan, mengangkut dan menggunakan
pestisida.
B. Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan pestisida dilakukan mulai tahap produksi,
peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan.
1. Pengawasan kualitas dan kuantitas produk pestisida
a. Pengawasan terhadap kuantitas produk pestisida dilakukan
dengan cara memantau dan menginventarisasi jumlah dan jenis
pestisida yang beredar di wilayah kerjanya terutama diarahkan
pada pestisida yang dalam proses izin pendaftarannya masih
dalam taraf izin sementara.
7
b. Pengawasan terhadap kualitas pestisida dilakukan dengan cara
pemeriksaan secara fisik/visual maupun secara kimia/
laboratorium.
1) Pengawasan secara fisik/visual
Pengawasan secara fisik/visual dilakukan dengan
pemeriksaan terhadap wadah/label.
Pada label keterangan yang wajib dicantumkan adalah
sebagai berikut :
a) Nama dagang formula;
b) Jenis pestisida;
c) Nama dan kadar bahan aktif;
d) Isi atau berat bersih dalam kemasan;
e) Peringatan keamanan;
f) Klasifikasi dan simbol bahaya;
g) Petunjuk keamanan;
h) Gejala keracunan;
i) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
j) Perawatan medis;
k) Petunjuk penyimpanan;
l) Petunjuk penggunaan;
m) Piktogram;
n) Nomor pendaftaran;
o) Nama dan alamat serta nomor telepon pemegang
nomor pendaftaran;
p) Nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch
number) serta bulan dan tahun kadaluwarsa;
q) Petunjuk pemusnahan.
Selain keterangan-keterangan tersebut pada tiap Label wajib
dicantumkan kalimat “Bacalah Label Sebelum
Menggunakan Pestisida Ini“.
8
Untuk ukuran wadah kecil yang tidak memungkinkan semua
keterangan dan kalimat peringatan dapat dicantumkan pada
wadah pestisida, keterangan label secara lengkap
dicantumkan pada lembaran terpisah yang menyertai wadah
tersebut. Pada wadah tersebut tertulis dengan jelas kalimat
“Bacalah petunjuk yang lengkap pada lembaran terpisah
yang menyertai wadah ini“.
Selain hal tersebut di atas dan sesuai dengan sifat
bahayanya maka kalimat dan atau simbol peringatan bahaya
yang lain perlu dicantumkan yaitu antara lain : bahan peledak,
bahan oksidasi, bahan korosif, bahan iritasi dan bahan
mudah terbakar.
Tingkat bahaya pestisida dapat diketahui dari warna dasar
label yaitu :
¾ Coklat tua berarti sangat berbahaya sekali (sangat
beracun);
¾ Merah tua berarti berbahaya sekali (beracun);
¾ Kuning tua berarti berbahaya;
¾ Biru muda berarti cukup berbahaya; dan
¾ Hijau berarti tidak berbahaya pada penggunaan normal.
Pembungkus luar yang membungkus wadah-wadah pestisida
tercantumkan kalimat-kalimat :
- Pembungkus ini hanya untuk membungkus pestisida;
- Jangan digunakan untuk menyimpan atau membungkus
makanan, bahan makanan atau bahan lainnya atau untuk
keperluan apapun;
- Setelah digunakan untuk pestisida, musnahkan
pembungkus ini dengan aman.
9
Untuk pestisida terbatas di samping mengikuti ketentuan
tersebut di atas, maka wajib mengikuti ketentuan khusus
label pestisida terbatas, yaitu :
¾ Warna dasar label harus jingga;
¾ Pada label harus dicantumkan kalimat “Hanya
digunakan oleh pengguna yang bersertifikat”, ditulis
dengan huruf yang mudah terbaca.
2) Pengawasan secara kimia/laboratorium
Pengawasan secara kimia dilakukan sebagai tindaklanjut
pengawasan secara fisik terhadap pestisida yang dicurigai
kebenaran mutunya. Pengawasan ini dilakukan dengan
melalui pengambilan contoh secara representatif (mewakili)
dan analisa kandungan bahan aktif dalam bahan teknis atau
formulasi di laboratorium uji mutu pestisida yang ditunjuk
sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009 tentang Syarat dan Tatacara
Pendaftaran Pestisida, dan laboratorium pestisida yang
representatif di masing-masing wilayah, serta evaluasi mutu
pestisida yang dilakukan dengan membandingkan hasil
analisa dengan spesifikasi mutu pestisida yang didaftarkan
atau yang dicantumkan pada label.
Di dalam Lampiran XIV Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009 diatur batas toleransi kadar
bahan aktif dalam bahan teknis atau formulasi pestisida.
10
Batas toleransi kadar bahan aktif dalam bahan teknis atau
formulasi pestisida sesuai dengan Lampiran VI Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 45/Permentan/SR.140/10/2009
adalah sebagai berikut :
Kadar Bahan Aktif Kadar Bahan Aktif
yang Dinyatakan yang Dinyatakan Batas Toleransi
(%) (g/l)
+ 2,5 unit (%)
≥ 50 ≥ 500
+ 25 unit (g/l)
25 - < 50 250 - < 500 +5%
10 - < 25 100 - < 250 +6%
2,5 - < 10 25 - < 100 + 10 %
0 - < 2,5 0 - < 25 + 15 %
12
b. Ruangan/Tempat Kerja
1) Pada tempat kerja harus dipasang tanda peringatan, seperti
“AWAS BAHAN MUDAH MELEDAK”, “AWAS BAHAN
BERACUN” dsb;
2) Pada tempat kerja harus dipasang gambar alat pelindung diri
yang wajib dipakai;
3) Tempat kerja harus dijaga kebersihannya dan bebas dari
ceceran bahan pestisida atau bahan kimia lainnya;
4) Kadar pestisida di tempat kerja tidak boleh melebihi nilai
ambang batas yang ditentukan. Nilai Ambang Batas (NAB)
faktor kimia sesuai dengan SE-01/MENAKERTRANS/1997;
5) Tempat yang mengelola pestisida harus dipasang alat
pengendali bahaya dan alat deteksi, ventilasi dan instalasi
pemadam kebakaran;
6) Setiap bahan harus diberi kode secara jelas sehingga mudah
dibedakan dengan bahan-bahan yang lain;
7) Tempat dimana dikelola pestisida harus menyediakan
fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Pengawasan dampak lingkungan
Pengawasan terhadap dampak lingkungan dilakukan mulai dari
tahap produksi maupun pada tahap penggunaan pestisida.
Pengawasan dampak lingkungan tidak terlepas dari penanganan
limbah pestisida yang termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun). Penanganan limbah pestisida yang benar akan
mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi
tumbuhan, hewan dan satwa liar. Penanganan limbah pestisida
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Persyaratan pengemasan
1) Persyaratan pra pengemasan;
2) Persyaratan umum kemasan;
13
3) Prinsip pengemasan limbah.
b. Tatacara pengemasan/pewadahan
c. Persyaratan penyimpanan limbah
1) Persyaratan penyimpanan;
2) Persyaratan bangunan penyimpanan;
3) Persyaratan lokasi.
d. Persyaratan pengumpulan limbah
1) Persyaratan lokasi pengumpulan limbah;
2) Persyaratan bangunan;
3) Fasilitas tambahan;
4) Tatacara pengumpulan dan penyimpanan.
Disamping pengawasan terhadap limbah pestisida, pada tahap
penggunaan yang juga harus diperhatikan adalah dampak langsung
terhadap pengguna serta pengaruh samping pestisida terhadap
organisme sasaran dan organisme bukan sasaran.
5. Pengawasan jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan
organisme sasaran dalam penggunaan pestisida
Pengawasan jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan
organisme sasaran dalam penggunaan pestisida, dilakukan melalui
pemantauan terhadap kesesuaian penggunaan pestisida dengan
ketentuan yang diizinkan.
6. Pengawasan efikasi dan resurjensi pestisida
Pengawasan terhadap efikasi dan resurjensi pestisida diarahkan
pada tahap penggunaan di tingkat lapangan dengan membandingkan
antara dosis yang disetujui pada saat didaftarkan (sesuai dengan
hasil pengujian efikasi terhadap organisme sasaran yang telah
dilaksanakan oleh lembaga pengujian yang ditunjuk) dengan
kenyataan yang terjadi di tingkat lapang. Pengawasan ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan populasi
14
organisme sasaran setelah diperlakukan dengan pestisida
(resurjensi).
7. Pengawasan residu pestisida
Pengawasan residu pestisida dilakukan dengan cara mengambil
sampel terhadap produk pertanian dan media lingkungan yang
diduga mengandung residu pestisida melebihi ketentuan.
8. Pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat,
kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar
Pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat,
kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar dilakukan melalui
pemantauan terhadap korban.
9. Pengawasan publikasi pada media cetak dan atau media elektronik
Pengawasan publikasi pada media cetak dan atau media elektronik
dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan
brosur pestisida apakah sesuai dengan yang diizinkan pada saat
didaftarkan atau tidak.
10. Pengawasan sarana dan peralatan
Pengawasan sarana dan peralatan antara lain dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap gedung, gudang, pengolah limbah, mesin dan
peralatan untuk memproduksi, menyimpan, mengangkut dan
menggunakan pestisida. Hal tersebut berkaitan dengan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain untuk tempat
penyimpanan atau gudang pestisida sebagai berikut :
a. Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak
terkena banjir dan lantai gudang harus miring. Oleh karena itu
drainase di dalam dan di luar gudang harus baik dan terawat;
b. Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah dibersihkan.
Hal ini untuk mencegah kemungkinan runtuhan dan tergulingnya
kontainer akibat lantai yang tidak stabil;
15
c. Pintu harus tertutup rapat dan diberi tanda peringatan dengan
tulisan atau gambar;
d. Pintu harus selalu dikunci apabila tidak ada kegiatan;
e. Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan lain. Hal ini
untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
f. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu
memenuhi ketentuan yang berlaku;
g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan
yang berlaku. APAR (Alat Pemadam Api Ringan) harus tersedia
pada jarak 15 meter;
h. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan yang
berlaku terhadap kemungkinan bahaya peledakan;
i. Pengangkutan pestisida harus memperhatikan kemungkinan
akan terjadinya tumpahan atau percikan pestisida pada saat
pengangkutan. Dalam Kepmenaker Nomor 187/Men/1999
dinyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai potensi bahaya
kimia wajib mempekerjakan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.
Sedangkan pengawasan terhadap peralatan yang digunakan dalam
aplikasi pestisida diarahkan pada pengawasan penggunaan alat
aplikasi dan alat pelindung diri yang digunakan pada aplikasi
pestisida di lapang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan alat aplikasi maupun alat pelindung diri adalah sebagai
berikut :
a. Semua peralatan harus sesuai dengan syarat-syarat K3.
Sebelum peralatan digunakan sebaiknya harus diperiksa terlebih
dahulu alat-alat pengaman, apakah berfungsi dengan baik;
b. Pembersihan peralatan sebelum dan sesudah digunakan harus
dilakukan di tempat khusus agar tidak mencemari media
lingkungan (air dan tanah);
c. Tenaga kerja harus menggunakan alat pelindung diri.
16
11. Pengawasan pestisida terbatas
Mengingat tingkat bahayanya, maka pestisida yang termasuk dalam
pestisida terbatas hanya boleh diedarkan oleh distributor, pengecer
yang telah mendapat surat keterangan mengikuti pelatihan pestisida
terbatas, dan pestisida terbatas hanya boleh digunakan oleh orang
yang telah mengikuti pelatihan dan mempunyai sertifikat pelatihan
pestisida terbatas. Pengawasan dilakukan dengan mengecek surat
keterangan telah mengikuti pelatihan pestisida terbatas yang dimiliki
oleh distributor dan pengecer, serta sertifikat pelatihan pestisida
terbatas yang dimiliki oleh pengguna.
Sesuai dengan Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009, bahan aktif pestisida yang ditetapkan
sebagai pestisida terbatas adalah :
a. Parakuat Diklorida;
b. Alumunium Fosfida;
c. Magnesium Fosfida;
d. Sulfuril Fluoride;
e. Metil Bromida;
f. Seng Fosfida.
17
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan Perikanan,
Kehutanan, Lingkungan Hidup atau instansi lain terkait;
2. Paling kurang memiliki masa kerja 2 (dua) tahun;
3. Memiliki pendidikan formal atau pelatihan dan pengetahuan di bidang
pestisida yang sesuai dengan tugas-tugas pengawasan pestisida;
4. Diutamakan berpengalaman menangani pekerjaan yang berkaitan
dengan pestisida atau memiliki sertifikat pelatihan yang sesuai
dengan tugas pengawasan pestisida;
5. Tidak berafiliasi atau konflik kepentingan dengan usaha di bidang
pestisida; dan
6. Pegawai Negeri Sipil yang telah ditunjuk sebagai Pengawas
Pestisida akan tetapi belum memiliki sertifikat pelatihan, dapat
diprioritaskan untuk diusulkan mengikuti pelatihan yang berkaitan
dengan pengawasan pestisida.
Dalam pelaksanaan pengawasan pestisida, Pengawas Pestisida dibantu
oleh Tenaga Harian Lepas (THL) dan Tenaga Bantu Pengendali
Organisme Pengganggu Tumbuhan, Pengamat Hama dan Penyakit
(POPT-PHP).
18
3. Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota ditunjuk oleh Bupati/Walikota
atas usul pimpinan instansi satuan administrasi pangkal di
kabupaten/kota;
4. Penunjukan Pengawas Pestisida berlaku untuk jangka waktu
4 (empat) tahun dan dapat ditunjuk kembali atas usul pimpinan
instansi satuan administrasi pangkal.
C. Pemberhentian Pengawas Pestisida
Pengawas pestisida diberhentikan apabila :
1. jangka waktu sebagai pengawas pestisida sudah habis;
2. pindah tugas;
3. pensiun;
4. meninggal dunia;
5. melakukan perbuatan yang melanggar hukum;
6. mengundurkan diri;
7. berafiliasi atau konflik kepentingan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pemberhentian Pengawas Pestisida dilakukan oleh pejabat yang
menunjuk Pengawas Pestisida.
D. Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida
Dalam melaksanakan tugas, Pengawas Pestisida diberi Kartu Tanda
Pengenal Pengawas Pestisida yang dikeluarkan oleh pejabat yang
menunjuk pengawas pestisida dimaksud. Bentuk, ukuran dan warna
kartu tanda pengenal pengawas pestisida adalah sebagaimana
tercantum pada lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor
42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida.
Ketentuan-ketentuan dan contoh Kartu Tanda Pengenal Pengawas
Pestisida tersebut adalah seperti pada lampiran 2.
19
VI. TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS PESTISIDA
Di dalam melaksanakan tugas, Pengawas Pestisida Pusat bertanggung
jawab kepada Menteri Pertanian, Pengawas Pestisida Provinsi kepada
Gubernur, dan Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota kepada Bupati/
Walikota. Pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Pengawas Pestisida
adalah melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal.
Setiap Pengawas Pestisida wajib membuat rencana kerja tahunan untuk
diusulkan kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal masing-
masing. Rencana kerja tersebut apabila disetujui, ditetapkan pimpinan
instansi satuan administrasi pangkal masing-masing sebagai program kerja
tahunan. Setiap Pengawas Pestisida dalam melaksanakan tugas harus
berdasarkan surat perintah dari pimpinan instansi satuan administrasi
pangkal.
A. Tugas Pengawas Pestisida
Pengawas Pestisida mempunyai tugas :
1. melakukan pengawasan mutu bahan teknis dan formulasi pestisida
dengan memperhatikan batas toleransi yang diperbolehkan untuk
kadar bahan aktif di tingkat produksi, peredaran dan penggunaan;
2. melakukan pengawasan terhadap jenis dan jumlah pestisida, wadah,
pembungkus, label serta publikasi pestisida;
3. melakukan pengawasan dokumen perizinan usaha, nomor
pendaftaran dan dokumen administrasi lainya di tingkat produksi dan
peredaran;
4. melakukan pengawasan terhadap ketentuan keselamatan dan
kesehatan kerja;
5. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup,
akibat pengelolaan pestisida;
20
6. melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis dan dosis
pestisida serta komoditas dan organisme sasaran yang diizinkan
dalam penggunaan pestisida;
7. melakukan pengawasan efikasi dan resurjensi pestisida, akibat
penggunaan pestisida;
8. melakukan pengawasan terhadap penerapan ketentuan sarana,
peralatan yang digunakan untuk pengelolaan pestisida;
9. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat, akibat pengelolaan pestisida;
10. melakukan pengawasan terhadap residu pestisida pada produk
pertanian dan media lingkungan;
11. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan
pestisida; dan
12. membuat laporan hasil pengawasan.
21
6. mengusulkan pencabutan nomor pendaftaran, pemberhentian dan
atau penarikan pestisida rusak, ilegal dan palsu kepada Menteri
Pertanian melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal.
Untuk mendapatkan informasi dalam pelaksanaan pengawasan maka :
(1) Pemegang nomor pendaftaran, produsen, pengedar dan pengguna
pestisida wajib menerima dan memberikan keterangan kepada
Pengawas Pestisida yang sedang melaksanakan tugasnya.
(2) Pemegang nomor pendaftaran, produsen, pengedar atau pengguna
pestisida yang menolak atau menghalang-halangi pelaksanaan tugas
pengawasan, pengawas pestisida dapat meminta bantuan aparat
kepolisian.
(3) Apabila pengawas pestisida menduga atau menemukan adanya
tindak pidana di bidang pestisida, wajib melaporkan kepada penyidik
yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.
22
A. Jenis Pelanggaran dan Tindak Lanjutnya
Apabila dalam pelaksanaan pengawasan ditemukan pelanggaran :
1. tidak memiliki perizinan usaha, maka yang bersangkutan diberikan
peringatan tertulis dan diwajibkan untuk memperoleh perizinan dan
untuk sementara dilarang melakukan kegiatan usaha sampai
diperolehnya izin usaha;
2. tidak memiliki nomor pendaftaran, maka yang bersangkutan wajib
untuk menarik pestisida dari peredaran selanjutnya diwajibkan untuk
memperoleh nomor pendaftaran, dan apabila tidak memenuhi
persyaratan atau bila tidak ada yang bertanggung jawab pestisida
tersebut wajib dimusnahkan;
3. tidak menggunakan label sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka pemegang nomor pendaftaran diberikan peringatan dan wajib
menarik dari peredaran dan mengganti label, jika tidak ada yang
bertanggung jawab maka wajib dimusnahkan;
4. pestisida rusak, maka pemegang nomor pendaftaran diberikan
peringatan dan wajib menarik pestisida dari peredaran atau
dimusnahkan apabila tidak dapat direformulasikan;
5. pestisida ilegal, maka yang menguasai dan/atau pemegang nomor
pendaftaran diberi peringatan dan wajib untuk menarik dari
peredaran untuk dimusnahkan;
6. pestisida palsu, maka pihak yang memproduksi dan/atau
mendistribusikan dan/atau menguasai diberikan peringatan dan wajib
untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan;
7. terjadi pencemaran lingkungan, maka dilakukan penghentian
penggunaan dan peredaran sesuai dengan kasusnya;
8. terjangkitnya penyakit atau gangguan kesehatan, maka dilakukan
penghentian kegiatan serta penanggulangan dan bimbingan sesuai
dengan kasusnya;
23
9. terhadap publikasi yang menyesatkan, maka dilakukan peringatan
dan pencabutan publikasi tersebut sesuai dengan kasusnya;
10. sarana dan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan, maka
dilakukan peringatan dan diwajibkan untuk melakukan perbaikan
sesuai ketentuan yang berlaku;
11. terlampauinya batas maksimum residu pestisida dalam produk
pertanian dan media lingkungan, maka wajib dilakukan pengendalian
dan pemulihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
12. penggunaan dan peredaran pestisida terbatas oleh orang yang
belum memiliki sertifikat, maka kepada yang bersangkutan diberikan
peringatan dan wajib menghentikan penggunaan dan peredaran
sampai pengguna/pengedar mempunyai sertifikat.
Pemberian peringatan dilakukan secara tertulis sampai 3 (tiga) kali.
Apabila peringatan, kewajiban dan atau perintah sebagaimana butir 1
s/d 12 tidak dilaksanakan, maka pengawas pestisida melaporkan
kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia untuk dilakukan tindakan hukum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan laporan dari pengawas pestisida atau adanya laporan dari
masyarakat maupun temuan secara langsung oleh PPNS tentang
adanya dugaan kasus tindak pidana di bidang pestisida maka PPNS
tersebut menindaklanjuti dengan melakukan upaya penyelidikan dan
penyidikan untuk memproses sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku pelanggaran.
24
B. Koordinasi Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan pestisida dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi baik antar instansi terkait maupun antar pusat, provinsi dan
kabupaten/kota. Adapun koordinasi pengawasan dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Koordinasi di Pusat dilakukan oleh Komisi Pestisida sebagaimana
telah dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian yang
keanggotaannya terdiri dari instansi terkait di pusat yang berwenang
di bidang pestisida;
2. Koordinasi di Provinsi dilakukan oleh Tim/Komisi Pengawasan yang
dibentuk dengan keputusan Gubernur yang keanggotaannya terdiri
dari instansi terkait di provinsi yang salah satunya berasal dari
BPTPH;
3. Koordinasi di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim/Komisi
Pengawasan yang dibentuk dengan keputusan Bupati/Walikota yang
keanggotaannya terdiri dari instansi terkait di kabupaten/kota.
Koordinasi pengawasan pestisida tersebut diatas dilakukan pada saat
persiapan, pelaksanaan dan pelaporan; misalnya melalui rapat
koordinasi yang membahas beberapa hal antara lain :
a. Rencana kerja yang sudah merupakan rencana kerja tahunan yang
disusun oleh pengawas pestisida baik yang telah disetujui maupun
yang masih berupa usulan rencana kerja yang dibuat oleh pengawas
pestisida yang bersangkutan;
b. Hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh pengawas pestisida;
c. Tindak lanjut hasil pengawasan yang akan disampaikan kepada
Tim/Komisi Pengawasan Provinsi dan Tim/Komisi Pengawasan
Kabupaten/Kota.
25
VIII. PEMBINAAN DAN PELATIHAN
A. Pembinaan
Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah,
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dengan :
a. menerbitkan pedoman pengawasan pestisida.
b. menerbitkan, mempublikasikan dan mensosialisasikan peraturan
perundang-undangan di bidang pestisida berikut berbagai jenis
pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian
yang secara umum boleh diedarkan, disimpan dan digunakan
maupun pestisida yang digunakan secara terbatas serta pestisida
yang dilarang.
Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah,
Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan dengan :
a. menerbitkan standar pelayanan minimal pelaksanaan pengawasan
pestisida di kabupaten/kota;
b. meningkatkan pelayanan dan pembinaan pengawasan pestisida.
B. Pelatihan
Selain pembinaan dan bimbingan, kegiatan pelatihan kepada pengawas
pestisida, distributor, pengecer dan pengguna juga sangat penting.
Kurikulum pelatihan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan
pengawas pestisida, distributor, pengecer dan pengguna pestisida.
Penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan secara berjenjang, yaitu Pusat
melaksanakan pelatihan untuk pengawas provinsi dan seterusnya
provinsi melaksanakan pelatihan untuk pengawas kabupaten/kota.
Khusus pestisida terbatas, penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan
secara terkoordinasi antara Tim/Komisi Pengawasan Pestisida setempat
dengan Perusahaan Pemegang Nomor Pendaftaran Pestisida.
26
IX. PELAPORAN
Laporan hasil pengawasan berdasarkan obyek pengawasan dilaporkan
secara berkala maupun sewaktu-waktu apabila terjadi kasus kepada
pimpinan instansi satuan administrasi masing-masing. Laporan akan
memiliki manfaat yang besar apabila disampaikan secara tepat, cepat dan
akurat, apalagi untuk kasus-kasus besar yang perlu segera ditindaklanjuti.
A. Materi Laporan
Materi laporan hasil pengawasan di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi
dan Pusat adalah sebagai berikut :
1. Laporan Kabupaten/Kota mencakup jumlah, jenis dan mutu
pestisida yang beredar, dampak penggunaan pestisida di tingkat
petani serta permasalahan lain yang timbul di lapangan;
2. Laporan Provinsi mencakup situasi peredaran pestisida di
kabupaten/kota, dampak penggunaan pestisida serta
permasalahan di seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi.
3. Laporan Pusat mencakup produksi pestisida, ekspor-impor bahan
aktif dan formulasi pestisida, perkembangan izin/nomor
pendaftaran, hasil evaluasi pengawasan di daerah serta
permasalahan yang timbul di seluruh wilayah Indonesia.
Format laporan pengawasan pestisida seperti pada lampiran 4,
sedangkan rekap laporan kasus/penyimpangan di bidang pestisida
seperti pada lampiran 5.
B. Mekanisme Pelaporan
Mekanisme penyampaian laporan dilakukan sebagai berikut :
1. Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada
Ketua Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3)
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Ketua Tim/KP3 Kabupaten/Kota
27
menyampaikan laporan kepada Bupati/Walikota dan kepada
Tim/KP3 Provinsi.
2. Pengawas Pestisida Provinsi menyampaikan laporan kepada
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua
Tim/KP3 Provinsi. Selanjutnya Ketua Tim/KP3 Provinsi
menyampaikan laporan kepada Gubernur dan kepada Ketua
Komisi Pestisida.
3. Pengawas Pestisida Pusat menyampaikan laporan kepada
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua
Komisi Pestisida. Selanjutnya Ketua Komisi Pestisida
menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian.
X. PENUTUP
Dengan tersedianya buku Petunjuk Teknis Pengawasan Pestisida ini
diharapkan petugas pengawas pestisida pusat, provinsi dan kabupaten/kota
dapat mempelajari dengan sebaik-baiknya sehingga tugas pengawasan
dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan koridor/aturan yang
berlaku baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun perangkat
peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan lainnya.
Pengawasan akan lebih optimal apabila pihak yang berkompeten di Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota dapat memberikan dukungan kepada para
petugas pengawas baik dalam hal pemberian motivasi, fasilitasi sarana
kerja, dan pendanaan untuk biaya operasional pengawasan, sehingga
kegiatan pembinaan dan pengawasan pestisida dapat berjalan dengan baik.
Melalui pemberdayaan pengawasan yang semakin intensif diharapkan tujuan
pengawasan pestisida dapat tercapai sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan dalam rangka membatasi terjadinya penyimpangan, sehingga
dapat melindungi kesehatan dan keselamatan manusia; kelestarian alam;
menjamin mutu dan efektivitas pestisida; serta memberikan perlindungan
kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida.
28
Lampiran 1.
BAHAN AKTIF YANG DITETAPKAN SEBAGAI PESTISIDA DILARANG
II. Bahan aktif yang dilarang untuk pestisida rumah tangga digunakan untuk
pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan klorpirifos.
III. Bahan aktif yang dilarang untuk bidang perikanan adalah triklorfon.
29
Lampiran 2.
30
II. Contoh Kartu Pengenal Pengawas Pestisida :
Nama :
NIP :
Pangkat / Gol :
Instansi :
Alamat :
Wilayah kerja :
PAS FOTO
2 x 3 cm
31
B. Keterangan halaman belakang :
KEMENTERIAN PERTANIAN /
GUBERNUR /BUPATI / WALIKOTA
Dikeluarkan di :
Tanggal :
Menteri Pertanian/Gubernur/Bupati/WaliKota
( ………………………. )
32
Lampiran 3.
33
2. Pemeriksaan formulasi pestisida
a. Formulasi cair
Pekatan yang dapat diemulsikan (EC)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan gelas kimia bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 50 ml formulasi pestisida;
- Amati antara lain warna larutan jernih atau keruh, terbentuk
endapan atau tidak, terjadi lapisan atau tidak.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk EC merupakan larutan jernih, tidak
ada endapan, dan tidak terjadi dua lapisan.
Pemeriksaan daya emulsi
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 ml formulasi pestisida;
- Amati apa yang terjadi;
- Tutuplah gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati setelah 30 menit dan 1 jam.
Catatan :
Seharusnya pada saat formulasi pestisida dituangkan ke dalam air,
terbentuk emulsi berwarna putih susu dan setelah dibolak-balik
emulsi yang terbentuk terdistribusi secara rata dan dapat bertahan
lebih dari 30 menit atau lebih dari 1 jam.
Pekatan yang larut dalam air (AS, WSC, AC)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 50 ml formulasi pestisida;
34
- Amati antara lain warna larutan jernih atau keruh, terbentuk
endapan atau tidak, terjadi dua lapisan atau tidak.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk AS, WSC, AC merupakan larutan
jernih, tidak ada endapan, dan tidak terjadi dua lapisan.
Pemeriksaan daya larut
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 ml formulasi pestisida;
- Amati apa yang terjadi;
- Tutup gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati lagi setelah 30 menit dan 1
jam.
Catatan :
Seharusnya pada saat formulasi pestisida dituangkan ke dalam air,
terjadi percampuran yang belum sempurna dan setelah dibolak-
balik,semua formulasi larut sempurna/bercampur dengan baik dan
terjadi larutan jernih yang tidak akan terpisah.
b. Formulasi tepung
Tepung yang dapat di suspensikan (WP)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati warna dan bentuk formulasinya.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berupa tepung yang halus, warna
homogen dan tidak menggumpal.
Pemeriksaan daya suspensi
- Siapkan gelas ukur 100 ml;
35
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 gram formulasi pestisida;
- Tutup gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang yang terjadi;
- Amati beberapa menit sampai semua formulasi terdispersi dalam
air;
- Tutup labu ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati lagi setelah 30 menit dan 1 jam.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berbentuk WP, warnanya homogen,
tepung halus dan tidak menggumpal. Setelah dicampur dengan air
terbentuk suspensi yang dapat bertahan lebih dari 30 menit dan 1
jam.
Tepung yang dapat larut dalam air (SP)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati warna dan bentuk formulasinya.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berupa tepung halus, warna
homogen dan tidak menggumpal.
Pemeriksaan daya larut
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 gram formulasi pestisida;
- Tutup gelas ukur, bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi;
- Amati setelah 30 menit dan 1 jam.
36
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berbentuk SP pada saat dituangkan
ke dalam air secara perlahan mulai larut dan setelah dibolak-
balik/dilarutkan akan larut sempurna.
c. Formulasi butiran (G)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati bentuk/keragaman butiran dan warnanya.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk butiran (G) warna dan butiran homogen.
37
Lampiran 4.
I. PENDAHULUAN
IV. PERMASALAHAN
38
Lampiran 5.
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Nama Formulasi Jumlah Tempat Nama dan Alamat Pemilik/ Asal Jenis Tindakan yang Keterangan/
No. Kabupaten/Kota
Pestisida (l/kg) Ditemukan Penanggung Jawab Pestisida Penyimpangan Telah Dilakukan Periode
E. Pengaruh Samping Pestisida Terhadap Organisme Sasaran
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
Propinsi :
Bulan :
Tahun :
46
beberapa kali atau apabila pestisida terdapat dalam wadah besar diaduk
lebih dahulu. Dari tiap wadah yang dirandom diambil satu contoh, kecuali
apabila pada dasar wadah terdapat endapan yang tidak dapat dikocok atau
diaduk. Dalam hal yang terakhir ini dari satu wadah perlu diambil 2 (dua)
contoh, yaitu satu contoh dari bagian dasar satu contoh lainnya dari bagian
diatasnya.
Contoh pestisida diisikan ke dalam wadah contoh sedemikian rupa
sehingga wadah tidak terdapat atau terdapat sesedikit mungkin udara
setelah itu wadah contoh pestisida ditutup rapat-rapat.
3. Besar dan Banyaknya Contoh
Besar dan banyaknya contoh diambil tergantung pada jenis bahan aktif,
metode analisa, bentuk pestisida, kandungan bahan aktif, ukuran wadah
dan banyaknya wadah pestisida yang dijumpai di tempat.
a. Pestisida berbentuk cair
Untuk pestisida berbentuk cair, seperti yang dapat membentuk emulsi
(EC) dan yang dapat dilarutkan dalam air (WSC), besar dan banyaknya
contoh adalah sebagai berikut :
Jumlah Tiap Contoh (ml)
Kandungan bahan aktif *)
Ukuran Wadah (ml) Banyaknya Contoh
< 25 % > 25-50 % > 50-75 % > 75 %
< 100 40 30 30 10 2 - 5 tiap 1.000 wadah
100 - < 1.000 50 40 30 20 2 - 5 tiap 1.000 wadah
1.000 - < 50.000 60 50 40 30 2 - 5 tiap 100 wadah
Tergantung
50.000 - < 200.000 70 60 50 40 banyaknya wadah
yang ada**)
*) Kandungan bahan aktif yang dinyatakan pada label dari wadah semula
**) 10 wadah : contoh diambil dari setiap wadah (1 – 10 contoh)
11 – 20 wadah : contoh diambil dari setengah banyaknya wadah
(5 – 10 wadah)
21 – 40 wadah : contoh diambil dari sepertiga (7 – 13 contoh)
> 40 wadah : contoh diambil dari 15 wadah (15 contoh)
47
b. Pestisida berbentuk padat
Besar dan banyaknya contoh pestisida berbentuk padat seperti debu
(D), tepung yang dapat disuspensikan (WP), tepung yang larut dalam
air (SP), tepung (P), dan butiran (G) adalah sebagai berikut :
Jumlah Tiap Contoh (gram)
Ukuran Wadah Kandungan bahan aktif *)
Banyaknya Contoh
(gram) <2 > 2 - 10 > 10
< 100 75 50 50 3 - 5 tiap 1.000 wadah
100 - <2.000 150 100 75 3 - 5 tiap 500 wadah
2.000 - <10.000 200 150 100 3 - 5 tiap 100 wadah
Tergantung banyaknya
> 10.000 250 200 150
wadah yang ada**)
*) Kandungan bahan aktif yang dinyatakan pada label dari wadah semula.
**) < 10 wadah : Contoh diambil dari tiap wadah contoh.
1 – 30 wadah : Contoh diambil dari 10 wadah (10 contoh).
1 – 50 wadah : Contoh diambil dari sepertiga banyaknya wadah yang
ada
4. Pemberian Label
Tiap wadah contoh pestisida harus diberi label yang ditempelkan kuat
sekali pada wadah dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca.
Keterangan yang harus dicantumkan pada label adalah sesuai dengan
kriteria yang digunakan dalam pengambilan contoh, antara lain nama
pestisida dan formulasinya, wadah, label, keadaan fisik pestisida, tanggal
pengambilan contoh dan nama serta alamat pengambilan contoh.
5. Penyimpanan Contoh
Contoh pestisida yang diambil dari lapangan harus disimpan di tempat
sejuk, kering, gelap atau tidak kena sinar matahari, jauh dari api dan bahan
kimia lain, di tempat yang dikunci, jauh dari makanan dan minuman, dan
jangkauan anak-anak.
6. Pengiriman Contoh
Wadah contoh pestisida yang hendak dikirim lebih dahulu dimasukkan ke
48
dalam kotak atau pembungkus lain yang kuat. Antara wadah yang satu
dengan yang lain di dalam pembungkus perlu diberi sekat terutama untuk
wadah contoh dari gelas, agar kemungkinan pecahnya wadah dalam
pengiriman dapat dihindarkan. Pada bagian luar dari pembungkus perlu
ditulis kalimat peringatan keamanan berbunyi ”awas bahaya racun,
jangan disimpan bersama makanan”.
Setelah diambil contoh pestisida hendaknya segera dikirimkan dengan
cara yang cepat kepada Direktorat Sarana Produksi, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan dengan alamat : Jl. Ragunan No. 15 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
Pengiriman contoh pestisida perlu disertai dengan surat pengantar dari
pengirim. Dalam surat pengantar hendaknya dapat diberikan penjelasan
antara lain tentang :
- Nama dan banyaknya contoh;
- Keterangan mengapa contoh diambil untuk dianalisis;
- Keterangan-keterangan penting yang tercantum dalam label pada
wadah semula, yaitu nama dan kandungan bahan aktif, nama dan
alamat pembuat, agen tunggal, distributor atau importir, nomor izin dan
lain-lain yang dianggap perlu;
- Keterangan tentang bentuk, ukuran bahan dan warna wadah semula
yang digunakan;
- Banyaknya persediaan pestisida di tempat pengambilan contoh;
- Contoh label apabila ada; dan
- Hal-hal lain yang dianggap perlu.
49
Lampiran 7.
c. Tanaman/bagian tanaman
• Tanaman/bagian tanaman di lapangan
Contoh tanaman pada lokasi yang dipilih diambil secara acak pada
beberapa titik sesuai dengan keadaan lapangan sehingga contoh
yang diperoleh dapat mewakili keadaan tersebut. Bagian tanaman di
atas tanah dapat diambil menggunakan pisau atau gunting yang
bersih, sedangkan untuk bagian tanaman di bawah tanah (misalnya
akar, umbi) perlu digali dengan menggunakan sekop secara hati-hati
sehingga tidak ada yang terluka.
• Tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah
Apabila tanaman/bagian tanaman disimpan dalam tempat yang besar
atau ditumpuk di lapangan, contoh diambil dari tiap tumpukan secara
acak di beberapa tempat pada tingkat ketinggian tumpukan yang
berbeda, sehingga dapat mewakili keadaan tersebut.
• Tanaman/bagian tanaman yang sudah diolah dan diwadahkan
Contoh tanaman/bagian tanaman dalam wadah diambil secara acak
berdasarkan jenis tanaman/bagian tanaman yang ada di dalamnya,
merk dagang atau kategori lain sesuai dengan kebutuhan.
3. Besar dan Banyaknya Contoh
Besar dan banyaknya contoh yang diambil tergantung antara lain oleh jenis
bahan, ukuran bahan, banyaknya bahan, wadah dan banyaknya wadah,
metode analisis dan hasil yang diinginkan serta kemampuan laboratorium
untuk menganalisis.
51
a. Air sungai/sumur
Contoh komposit yang merupakan gabungan contoh-contoh dari
beberapa tempat, paling sedikit sebanyak 2.000 ml.
b. Tanah
Contoh komposit tanah pada tiap lokasi tertentu dan pada tiap
kedalaman tertentu (misalnya 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, dan
seterusnya), paling sedikit adalah sebanyak 2.000 gram.
c. Tanaman/bagian tanaman
1) Tanaman/bagian tanaman di lapangan
Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman yang diambil
untuk mewakili lokasi tertentu ditentukan antara lain oleh jenis,
ukuran dan banyaknya tanaman/bagian tanaman yang tersedia.
(a) Sayuran
• umbi besar (kentang, ubi jalar, beet gula) : 5 kg
• umbi kecil (wortel, lobak, bawang) : 2 kg
• sayuran berdaun atau berbatang besar (kubis, kubis bunga,
sawi) : 5 kg
• sayuran berdaun atau berbatang kecil (asparagus, seledri,
selada, bayam) : 2 kg
• buah besar (semangka, melon, terong) : 5 kg
• buah kecil (lombok, tomat) : 2 kg
• leguminosa (kara, kapri, buncis) : 2 kg
(b) Buah-buahan
• buah-buahan ukuran besar (jeruk, kelapa, pisang, nenas,
pepaya) : 5 kg
• buah-buahan ukuran kecil (anggur, duku, karsen) : 2 kg
52
(c) Rumput-rumputan (graminae)
• berbiji besar (jagung dengan tongkol) : 2 kg
• berbiji kecil (padi, juwawut, gandum) : 1 kg
• jerami berdaun lebar : 2 kg
• jerami berdaun kecil : 1 kg
• makanan ternak yang lain : 1 – 2 kg
(d) Kacang-kacangan dan biji-bijian
• biji-bijian berminyak
• kapas : 1 kg bersih atau 2 kg beserta serat
• kedelai, kacang hijau, wijen : 1 kg
• bunga matahari : 1 kg
• kacang tanah : 1 kg
• kopi, coklat : 2 kg
(e) Lain-lain
• rempah-rempah, bumbu, teh : 1 kg
• tebu : 5 kg
2) Tanaman/bagian tanaman dalam pengolahan dan penyimpanan
Pada umumnya tanaman/bagian tanaman diolah terlebih dahulu
sebelum dipasarkan, misalnya : pengeringan, penggilingan dan
fermentasi. Pengambilan contoh perlu dilaksanakan pada tiap-tiap
tahap pengolahan.
Apabila tanaman/bagian tanaman tersebut sudah diwadahkan maka
jumlah minimum contoh yang diambil perlu memperhatikan keadaan
dan banyaknya wadah, merk dagang, tanggal penggandaan dan
kategori lain yang dibutuhkan. Apabila wadah tersebut ditumpuk
pada berbagai kelompok tumpukan maka contoh bahan dari
kelompok itu juga harus mewakili masing-masing tumpukan secara
proporsional.
53
(a) Jumlah minimun contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk
curah yang diambil adalah sebagai berikut :
Berat bahan (kg) Berat minimum
dalam tumpukan Contoh (kg)
< 50 3
> 50 – 500 5
> 500 – 2.000 10
> 2.000 15
4. Pemberian Label
Tiap contoh bahan harus diberi label yang ditempelkan kuat pada wadah
dengan tulisan yang jelas, mudah dibaca dan tidak luntur. Keterangan yang
harus dicantumkan pada label antara lain meliputi : jenis tanaman/bagian
tanaman, lokasi pengambilan, tanggal pengambilan, nama dan alamat
pengambil, nama dan alamat pemilik bahan yang diambil serta keterangan
lain yang berhubungan dengan contoh.
5. Pengiriman Contoh
Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bahan (terutama pada
tanaman/bagian tanaman karena mudah rusak) maupun terjadinya
dekomposisi pestisidanya, maka contoh-contoh yang sudah diambil harus
segera dikirim ke laboratorium. Waktu dalam pengiriman penting untuk
54
diperhatikan karena harus diperhitungkan (termasuk) dengan batas waktu
simpan.
Sebelum dikirimkan, contoh bahan hendaknya lebih dahulu dimasukkan ke
dalam kotak atau pembungkus lain yang kuat untuk melindungi kerusakan
contoh karena faktor luar. Antara wadah yang satu dengan yang lain di
dalam pembungkus perlu diberi sekat, terutama untuk wadah contoh dari
gelas, agar kemungkinan pecahnya wadah contoh dalam pengiriman dapat
dihindarkan. Selama dalam pengiriman hendaknya contoh tidak terkena
panas, sinar matahari atau air dan kalau mungkin dimasukkan ke dalam
refrigerator/freezer.
Contoh tersebut dikirimkan kepada Direktorat Sarana Produksi Jl. Ragunan
No. 15 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pengiriman contoh perlu disertai
surat pengantar dari pengirim yang memuat penjelasan antara lain tentang
a) nama dan banyaknya contoh, b) mengapa contoh tersebut diambil, dan c)
keterangan penting lainnya yang berhubungan dengan contoh tersebut.
6. Penyimpanan Contoh
Selama dalam penyimpanan, semua faktor-faktor yang dapat merusak
contoh tersebut perlu dicegah. Oleh karena itu contoh tersebut harus
disimpan di tempat yang gelap atau tidak terkena sinar matahari, dan dingin.
Alat untuk menyimpan contoh-contoh tersebut yang memenuhi syarat adalah
refrigerator, freezer dan cool room. Untuk keamanan hendaknya contoh
tersebut disimpan di tempat yang dapat dikunci, jauh dari makanan atau
minuman, jauh dari jangkauan anak-anak.
Selama dalam penyimpanan, contoh bisa mengalami kerusakan/perubahan,
walaupun contoh tersebut telah disimpan dalam keadaan yang memenuhi
persyaratan. Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut, maka contoh-contoh
yang ada sebaiknya secepatnya dianalisis, pada prinsipnya makin cepat
makin baik, sehingga diharapkan residu pestisida dalam contoh tersebut
pada waktu dianalisis, sama atau mendekati pada waktu pengambilan
contoh.
55
Batas waktu penyimpanan (termasuk pengiriman) berbagai bahan dan tipe
analisis dapat digunakan sebagai berikut :
56
Lampiran 8.
57
Lampiran 9.
58
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN
KELEMBAGAAN PENGAWAS
PUPUK DAN PESTISIDA
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ……………………………………………..... 1
Halaman
1. Mekanisme Pengawasan Pupuk dan Pestisida ............................ 7
2. Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) .......... 8
I. PENDAHULUAN
Penyediaan sarana produksi pertanian berupa pupuk dan pestisida merupakan salah
satu prioritas utama Pemerintah dalam pembangunan pertanian. Mengingat
pelaksanaan pemanfaatan pupuk dan pestisida dari tahun ke tahun belum berjalan
dengan optimal sesuai yang diharapkan dan masih banyak kendala terutama dalam hal
distribusi, penggunaan dan pemalsuan pupuk dan pestisida, maka diperlukan
pengawasan pupuk dan pestisida secara komprehensif agar lebih baik lagi.
Pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran, penggunaan pupuk
dan pestisida memiliki cakupan wilayah yang sangat luas dan adanya berbagai
keterbatasan di pusat dalam melaksanakan pengawasan sampai ketingkat
sasaran/petani, maka pemantauan dan pengawasan di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota menjadi tugas Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Karena tugas-tugas KP3 tersebut, maka pada tahun
2011 pemerintah mengalokasikan dana penguatan untuk kegiatan “Pengawasan
Pupuk dan Pestisida” untuk mengoptimalkan kegiatan KP3 baik di provinsi maupun
kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Disamping itu, juga dilakukan untuk memfasilitasi
di kabupaten pemantauan distribusi/pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi pola
tertutup dengan menggunakan RDKK yang dibuat oleh kelompok tani.
II. TUJUAN
Tugas dan tanggung jawab Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida ditingkat
Propinsi dan Kabupaten adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Provinsi
• Kegiatan Pengawasan Pupuk dan Pestisida Tahun 2011 melalui kegiatan
penguatan kelembagaan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3)
berada dalam Satker Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi berupa
Dana Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
TA. 2011.
• Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi selaku koordinator pelaksana
kegiatan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi terhadap Kabupaten dalam rangka pelaksanaan
kegiatan operasional pengawasan pupuk dan pestisida,
b. Menyusun rencana kegiatan sesuai DIPA dan POK kegiatan
Pengawasan Pupuk dan Pestisida dan mempertanggung jawabkannya
sesuai peraturan yang berlaku,
c. Mengirimkan laporan bulanan ke Pusat.
2
a. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang termasuk dalam
wadah Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten/Kota,
b. Menyusun rencana kegiatan sesuai dengan DIPA dan mengajukannya
kepada PUMK dan disetujui oleh PPK untuk diteruskan kepada
Bendahara Pengeluaran dan diajukan kepada KPA,
c. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah
diajukan kepada PUMK;
d. Menyusun laporan secara berkala baik keuangan maupun fisik, dan
menyampaikannya ke tingkat Provinsi dan Pusat.
Tahun Anggaran 2011 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah
mengalokasikan anggaran untuk Penguatan KP3 diseluruh Provinsi diberikan kurang
lebih sebesar Rp. 50.000.000,-, sedangkan anggaran untuk Penguatan KP3 di tingkat
Kabupaten diberikan kurang lebih sebesar Rp. 35.000.000,-
3
− Pengiriman Laporan KP3 1 pkt 350.000 350.000
− Pengiriman RDKK (2 MT) 2 pkt 350.000 700.000
− Pengiriman sampel pupuk dan 1 pkt 350.000 350.000
pestisida untuk dianalisa
3. Belanja Jasa lainnya 6.300.000
− Analisa sampel pupuk 7 cth 400.000 2.800.000
− Analisa sampel pestisida 7 cth 500.000 3.500.000
4. Belanja perjalanan lainnya 15.900.000
− Pembinaan pengawasan 36 OP 150.000 5.400.000
pupuk dan pestisida
− Pemantauan penyimpangan 36 OP 150.000 5.400.000
pupuk dan pestisida
− Konsultasi dan Koordinasi ke 3 OP 500.000 1.500.000
Provinsi
− Perjalanan ke lokasi dalam 24 OP 150.000 3.600.000
rangka RDKK
Jumlah 35.000.000
1. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Pengawasan oleh KP3 dilakukan secara periodik (bulanan) dan sewaktu-waktu
apabila diperlukan, sedangkan Pengawasan oleh THL dan POPT-PHP
dilakukan secara harian.
4
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan, penyediaan,
penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi serta pertemuan teknis
penerapan pupuk berimbang dilaksanakan secara reguler/bulanan.
c. Memonitor dan mengarahkan dalam penyusunan RDKK.
d. Memonitor peredaran pestisida
e. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi oleh KP3 wajib
dilaporkan kepada Bupati/Walikota setiap akhir bulan. Selanjutnya
Bupati/Walikota menyampaikan laporan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
tersebut kepada Gubernur setiap bulan.
2. Tingkat Provinsi
a. Pengawasan oleh Tim Provinsi dilaksanakan secara langsung melalui
pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk di Lini II dan Lini III serta
pengawasan tidak langsung melalui pelaporan yang diterima dari
Kabupaten/Kota.
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan, penyediaan,
penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi yang dihadiri oleh seluruh
instansi terkait di Provinsi dan Perwakilan KP3 dari seluruh kabupaten serta
Koordinator POPT-PHP dilaksanakan secara periodik.
c. Memonitor dan mengarahkan dalam penyusunan RDKK.
d. Memonitor peredaran pestisida
e. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi serta evaluasi hasil
laporan pemantauan dari seluruh kabupaten oleh KP3 Provinsi wajib dilaporkan
kepada Gubernur setiap bulan serta diteruskan ke Menteri Pertanian di Pusat.
3. Tingkat Pusat
Pengawasan pupuk bersubsidi oleh Tim Pusat dilaksanakan secara langsung
melalui pemantauan ke Lini I sampai dengan Lini IV maupun pengawasan secara
tidak langsung melalui pelaporan yang diterima dari daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota).
5
VII. KEGIATAN PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2011
No. Kegiatan Pusat Provinsi Kabupaten
1. Rapat Koordinasi antara Dinas - √ √
dan stake holder terkait
2. Pembinaan Pengawasan Pupuk √ √ √
dan pestisida
3. Pemantauan Penyimpangan √ √ √
Pupuk dan Pestisida
4. Penyiapan RDKK dan - - √
mengirimkan ke Provinsi dan
Pusat
5. Mengkompulir dan - √ -
mengirimkan RDKK ke Pusat
6. Pembelian & Analisa Sempel - √ √
Pupuk dan Pestisida
7. Hasil Temuan Kasus/ - √ √
Penyimpangan
8 Konsultasi dan Koordinasi - - √
9. Penyusunan Laporan √ √ √
IX. PELAPORAN
6
Lampiran: 1
7
Lampiran: 2
Musim Tanam :
Provinsi/Kab/Kota/Kec/Desa :
Nama Kelompok Tani :
Sub Sektor :
Nama Distributor/Kios :
Status Tanah Jumlah Kebutuhan (Kg)
Luas
Nama Pe- Peng- Pupuk Tanggal
No Tanam Benih Urea SP-36 ZA NPK
Petani milik garap Organik Tanam
(Ha) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
(Kg)
Tanggal, 2011
Menyetujui Mengetahui
Mantri Tani/KCD/PPL Kepala Desa Ketua Kelompok Tani