Anda di halaman 1dari 204

KATA PENGANTAR

Pupuk dan pestisida telah menjadi kebutuhan penting dan strategis dalam
kegiatan budidaya pertanian guna mendapatkan produktifitas dan mutu hasil
yang optimal. Sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pupuk dan pestisida,
maka pupuk dan pestisida menjadi komoditi yang menarik bagi pelaku usaha, hal
ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jenis-jenis pupuk dan pestisida yang
terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian.
Untuk mengurangi terjadinya dampak peredaran pupuk dan pestisida yang tidak
diketahui kejelasan mutu dan efektifitasnya, serta menjaga dari berbagai
permasalahan yang timbul akibat peredaran pupuk dan pestisida yang tidak
terdaftar atau illegal termasuk peredaran pupuk dan pestisida palsu, maka perlu
adanya pengawasan dari instansi yang berwenang untuk mengurangi dampak
negatif penggunaan pupuk maupun pestisida.
Agar pengawasan pupuk dan pestisida dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, perlu disusun Buku Petunjuk Teknis Pengawasan Pupuk
dan Pestisida sebagai salah satu acuan bagi petugas di Pusat dan Daerah dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan. Buku Pedoman ini diharapkan
dapat juga berguna bagi instansi terkait atau stakeholder dalam pengawalan dan
pembinaan maupun pengawasan sesuai dengan kewenangannya.
Akhirnya kepada semua pihak yang berperan serta dalam penyusunan buku
pedoman umum ini kami sampaikan terima kasih.

Jakarta, Maret 2011


Direktur Pupuk dan Pestisida

Ir. Suprapti
NIP. 19571024 198403 2 001
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
II. ISTILAH-ISTILAH ............................................................................... 2
III. RUANG LINGKUP ........................................................................... 4
A. Tujuan Pengawasan .................................................................... 4
B. Obyek Pengawasan ..................................................................... 4
C. Petugas Pengawas ...................................................................... 5
D. Tugas dan Wewenang Pengawas Pupuk .................................... 6
IV. MEKANISME PENGAWASAN ........................................................... 6
A. Jenis Pengawasan ....................................................................... 7
B. Tata Cara Pengawasan ............................................................... 7
C. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan ................................................. 8
D. Koordinasi Pengawasan ............................................................... 9
E. Pelaporan ..................................................................................... 9
F. Pembinaan ................................................................................... 10
V. PENUTUP .......................................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Lembaga Yang Ditunjuk Untuk Melakukan Uji Mutu Pupuk
Anorganik ........................................................................................ 12
2. Lembaga Yang Ditunjuk Untuk Melakukan Uji Efektivitas
Pupuk Anorganik ............................................................................. 15
3. Data Penggunaan Pupuk Non Subsidi ............................................ 18
4. Laporan Kasus Pupuk Non Subsidi ................................................. 19
5. Data Monitoring Peredaran/Penyimpangan Pupuk ........................ 20
6. Hasil Pengawasan Pupuk dan Upaya Tindak Lanjut ...................... 21
7. Petunjuk Pengambilan Contoh Pupuk . ........................................... 22
I. PENDAHULUAN
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas
nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial.
Oleh sebab itu, ketahanan pangan khususnya swasembada beras
berkelanjutan, merupakan program utama dalam pembangunan pertanian
saat ini dan masa mendatang.
Keberhasilan swasembada beras saat ini dapat kita raih kembali seperti pada
tahun 1984 melalui program Pembangunan Tanaman Pangan sehingga
Indonesia terhindar dari krisis pangan.
Salah satu keberhasilan program tersebut ditentukan oleh penyediaan sarana
produksi pertanian terutama pupuk. Karena pupuk merupakan sarana
produksi utama yang diperlukan petani dalam kegiatan usaha taninya.
Menyadari akan pentingnya peranan pupuk dalam peningkatan produksi hasil
pertanian dan menghadapi pesatnya perkembangan rekayasa formula pupuk,
pemerintah berkepentingan untuk mengatur penyediaan pupuk yang
memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya. Untuk itu, pemerintah
telah mengamanatkan kepada Menteri Pertanian untuk melaksanakan
pendaftaran pupuk dan pengawasan pada tingkat rekayasa formula. Pupuk
yang akan dipasarkan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi
standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta wajib didaftarkan kepada
Direktorat Pupuk dan Pestisida. Sampai dengan bulan Januari 2011 jumlah
pupuk yang terdaftar dan belum berakhir izinnya di Kementerian Pertanian
berjumlah 705 merek dagang yang terdiri dari pupuk an-organik sejumlah 514
merek, dan 191 merek pupuk organik, pupuk hayati dan pupuk pembenah
tanah.
Dalam rangka untuk melindungi petani dari peredaran dan penggunaan
pupuk yang tidak memenuhi standar, sangat diperlukan adanya pengawasan
yang komprehensif mulai dari pengadaan, peredaran serta penggunaannya,

1
sehingga pupuk yang beredar di lapangan dapat terjamin mutu dan
kualitasnya.

II. ISTILAH-ISTILAH
1. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau
tidak langsung.
2. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik
dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat
pupuk.
3. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang
telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah.
4. Formula pupuk adalah kandungan senyawa dari unsur hara utama
(makro) dan atau unsur hara mikro dan mikroba.
5. Rekayasa formula pupuk adalah serangkaian kegiatan rekayasa baik
secara kimia, fisik dan atau biologi untuk menghasilkan formula pupuk.
6. Produsen pupuk adalah perorangan atau badan hukum yang melakukan
kegiatan untuk menghasilkan pupuk sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
7. Pengimpor pupuk adalah perorangan atau badan hukum yang
melakukan kegiatan untuk memasukkan pupuk dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
8. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap
pengadaan, peredaran dan penggunaan agar terjamin mutu dan
efektivitasnya, tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia

2
serta kelestarian lingkungan hidup dan sesuai dengan peraturan
perudang-undangan yang berlaku.
9. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) adalah wadah
koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang
dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan oleh Bupati/Walikota
untuk tingkat Kabupaten/Kota.
10. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan.
11. Tenaga Harian Lepas POPT-PHP adalah tenaga yang ditunjuk dan
dilatih oleh suatu instansi tertentu untuk melakukan pengamatan
terhadap organisme pengganggu tumbuhan dan membantu pelaksanaan
pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi.
12. Pengujian adalah semua kegiatan menguji di laboratorium maupun di
lapangan yang dilakukan terhadap semua produk pupuk, baik yang
dibuat di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
13. Standar mutu pupuk adalah komposisi dan kadar hara pupuk yang
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam bentuk SNI, atau
yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Persyaratan
Teknis Minimal.
14. Sertifikat formula pupuk yang selanjutnya disebut sertifikat adalah surat
keterangan yang menyatakan bahwa pupuk hasil rekayasa setelah diuji,
memenuhi persyaratan mutu dan efektivitas sehingga layak untuk
digunakan pada budidaya tanaman.
15. Uji efektivitas pupuk adalah uji lapang untuk mengetahui pengaruh dari
pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman serta untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan kesuburan tanah.
16. Pengadaan adalah kegiatan penyediaan pupuk, baik yang berasal dari
produksi dalam negeri maupun dari luar negeri.

3
17. Penggunaan adalah tata cara aplikasi pupuk untuk kegiatan usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh pengguna berdasarkan teknologi
pemupukan yang dianjurkan untuk tujuan meningkatkan produktivitas
tanaman.
18. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka penyaluran pupuk di dalam negeri, baik untuk diperdagangkan
maupun tidak.
19. Pupuk ilegal adalah pupuk yang tidak terdaftar atau yang telah habis
masa berlaku nomor pendaftaran yang diberikan atau pupuk tidak
berlabel.
20. Pupuk tidak layak pakai adalah pupuk yang rusak akibat perubahan
secara kimiawi, fisik maupun biologis atau kadaluarsa.
21. Pupuk palsu adalah pupuk yang isi atau mutunya tidak sesuai dengan
label atau pupuk yang merek, wadah, kemasan dan atau labelnya meniru
pupuk lain yang telah diedarkan secara legal.

III. RUANG LINGKUP


A. Tujuan Pengawasan
Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan, peredaran
maupun penggunaan pupuk, sehingga pupuk dapat tersedia sampai di
tingkat petani secara tepat waktu, jumlah, jenis dan tempatnya dengan
mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau.
B. Obyek Pengawasan
Obyek pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk
terdiri dari :
1. Jumlah dan jenis pupuk yang diproduksi/diimpor, diedarkan dan
digunakan petani.

4
2. Mutu pupuk meliputi kondisi fisik pupuk (bentuk, warna, bau); masa
kadaluarsa (untuk pupuk organik); kemasan; wadah pembungkus
pupuk dan kandungan hara pupuk.
3. Harga pupuk subsidi meliputi jenis-jenis pupuk antara lain : Urea, SP-
36, ZA, NPK dan pupuk organik di setiap mata rantai pemasaran
(produsen, distributor, penyalur, pengecer).
4. Legalitas pupuk meliputi kelengkapan perizinan, nomor pendaftaran
dan pelabelan.
C. Petugas Pengawas
Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk
dilaksanakan oleh Petugas Pengawas Pupuk dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Pengawas Pupuk diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota
atas usulan Kepala Dinas yang berwenang melakukan pengawasan
pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk.
2. Jumlah Pengawas Pupuk ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
memperhatikan :
a. Luas wilayah dan tingkat kesulitan pengawasan;
b. Jumlah dan jenis pupuk yang beredar di wilayahnya;
c. Jumlah pelaku usaha di bidang pupuk (produsen, importir,
distributor, penyalur dan atau pengecer) yang terdapat di
wilayahnya.
3. Ketentuan mengenai syarat Pengawas Pupuk diatur lebih lanjut oleh
Bupati/Walikota setempat, dengan persyaratan minimal sebagai
berikut :
a. Telah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sekurang-kurangnya
selama 2 (dua) tahun;
b. Telah menangani tugas/pekerjaan di bidang pupuk minimal
selama 1 (satu) tahun;
c. Telah mengikuti Pelatihan Pengawasan Pupuk.
5
D. Tugas dan Wewenang
1. Tugas Pengawas Pupuk
Tugas Pengawas Pupuk adalah melakukan pengawasan pada
tingkat pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk terhadap
standar mutu pupuk dan penggunaan nomor pendaftaran,
pewadahan dan pelabelan.
2. Wewenang Pengawas Pupuk
Pengawas Pupuk mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. Mengetahui proses produksi pupuk;
b. Memperoleh informasi sarana, tempat penyimpanan dan cara
pengemasannya;
c. Pemenuhan persyaratan perizinan dan atau peredaran pupuk;
d. Mengusulkan peninjauan kembali terhadap nomor pendaftaran
pupuk kepada Direktur Pupuk dan Pestisida apabila ditemukan
penyimpangan standar mutu;
e. Mengusulkan berbagai masukan dalam penyusunan kebijakan di
bidang pupuk sebagai tindak lanjut hasil pengawasan di daerah;
f. Mengambil contoh iklan, wadah dan label atau dokumen publikasi
lainnya;
g. Mengambil contoh pupuk yang dicurigai kandungannya untuk
dianalisa;
h. Melakukan pemeriksaan pada pencemaran/dampak negatif
proses produksi terhadap lingkungan.

IV. MEKANISME PENGAWASAN


A. Jenis Pengawasan
1. Pengawasan di tingkat pengadaan
Pengawasan di tingkat pengadaan dilakukan melakukan
pemeriksaan :
a. Proses produksi pupuk;
6
b.Sarana, tempat penyimpanan pupuk dan cara pengemasannya;
c.Nomor pendaftaran pupuk yang dimiliki oleh perusahaan;
d.Pencantuman label;
e.Mutu pupuk sesuai dengan pendaftaran;
f.Pemenuhan persyaratan perizinan pengadaan dan atau
peredaran pupuk;
g. Pencemaran/dampak negatif proses produksi pada lingkungan.

2. Pengawasan di tingkat peredaran


Pengawasan ditingkat peredaran dilakukan melalui pemeriksaan :
a. Jenis pupuk yang beredar;
b. Jumlah pupuk yang beredar;
c. Mutu pupuk yang beredar;
d. Legalitas pupuk yaitu memeriksai nomor pendaftaran dan
pencantuman label berdasarkan izin yang telah diberikan
Kementerian Pertanian;
e. Publikasi pupuk (brosur, leaflet).
3. Pengawasan di tingkat penggunaan
Pengawasan ditingkat penggunaan dilakukan melalui pemeriksaan :
a. Jenis pupuk yang digunakan petani;
b. Jumlah/dosis pupuk yang digunakan petani;
c. Mutu pupuk yang digunakan petani;
d. Manfaat dan dampak negatif penggunaan pupuk.

B. Tata Cara Pengawasan


1. Pengawasan dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
2. Pengawasan langsung dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu
dengan cara pengawasan di tingkat peredaran melalui pemeriksaan :

7
a. mengumpulkan data penyediaan, peredaran dan harga pupuk
dalam rangka pemantauan di lapangan;
b. menyampaikan laporan penyediaan, peredaran dan harga pupuk
per bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Gubernur, dan selanjutnya Gubernur menyampaikan rekapitulasi
kepada Menteri Pertanian;
c. melaporkan hasil pengawasan
3. Pengawasan tidak langsung dilakukan berdasarkan laporan
produsen, distributor atau yang diterima dari petani atau masyarakat
pengguna pupuk.

C. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan


Tindak lanjut hasil pengawasan pupuk sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang
Pengawasan Formula Pupuk An-Organik pasal 12, adalah sebagai
berikut :
1. Apabila berdasarkan hasil pengawasan pelaksanaan pengujian mutu
formula pupuk dan atau pengujian efektivitas ternyata ditemukan
penyimpangan, maka :
a. Petugas Pengawas Pupuk melaporkan hasil pengawasan kepada
Direktur Jenderal.
b. Atas dasar laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a)
Direktur Jenderal memberikan teguran tertulis kepada lembaga
pengujian untuk melakukan perbaikan dan atau melaksanakan
pengujian ulang.
c. Terhadap Lembaga Pengujian yang tidak mengindahkan teguran
sebagaimana dimaksud huruf (b), dikenakan sanksi pencabutan
penunjukan sebagai lembaga pengujian mutu dan atau pengujian
efektivitas pupuk anorganik atau diusulkan untuk pencabutan
sertifikat akreditasinya.
8
2. Apabila berdasarkan hasil pengawasan ditemukan penyimpangan di
tingkat produksi atau di tingkat pewadahan (bagi pupuk impor)
terhadap penerapan sertifikat formula, penggunaan nomor
pendaftaran dan pelabelan, maka :
a. Petugas Pengawas Pupuk melaporkan hasil pengawasannya
kepada Direktur Jenderal;
b. Atas dasar laporan Petugas Pengawas Pupuk sebagaimana
dimaksud dalam huruf (a), Direktur Jenderal memberikan teguran
tertulis kepada pemegang nomor pendaftaran pupuk (produsen,
importir/distributor) untuk tidak mengedarkan pupuk tersebut;
c. Apabila pemegang nomor pendaftaran pupuk tidak
mengindahkan teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf (b),
maka Direktur Jenderal mencabut nomor pendaftaran pupuk
tersebut.
3. Apabila berdasarkan hasil pengawasan oleh daerah, ditemukan
penyimpangan mutu pupuk di tingkat peredaran atau di tingkat
penggunaan, maka Petugas Pengawas Pupuk dapat melakukan
rechecking, dan apabila terbukti kebenaran laporan tersebut, maka :
a. Petugas Pengawas Pupuk melaporkan hasil pengawasannya
kepada Direktur Jenderal;
b. Atas dasar laporan Petugas Pengawas Pupuk sebagaimana
dimaksud dalam huruf (a), Direktur Jenderal mengklarifikasi
laporan tersebut, apabila terbukti kebenaran laporan tersebut,
Direktur Jenderal memberikan teguran tertulis kepada pemegang
nomor pendaftaran untuk tidak mengedarkan pupuk tersebut;
c. Apabila pemegang nomor pendaftaran pupuk tidak
mengindahkan teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf (b),
maka Direktur Jenderal mencabut nomor pendaftaran pupuk
tersebut.

9
D. Koordinasi Pengawasan
Dalam rangka memperlancar pengawasan formula pupuk, dilakukan
koordinasi pengawasan dengan petugas pengawas dari instansi terkait
yang berwenang di bidang industri dan atau perdagangan pupuk, baik di
pusat maupun di daerah (provinsi/kabupaten/kota).
E. Pelaporan
Hasil-hasil pengawasan pupuk berdasarkan obyek pengawasan
dilakukan secara berkala maupun sewaktu-waktu apabila terjadi
permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti. Laporan yang harus
dilakukan secara berkala setiap bulannya adalah laporan penyediaan
dan harga pupuk. Sedangkan laporan yang bersifat sewaktu-waktu
adalah laporan terjadinya kasus/permasalahan yang terjadi di tingkat
lapang.
Laporan hasil pengawasan pupuk dilakukan secara berjenjang dari
Kabupaten/Kota kepada Provinsi melalui KP3 dan selanjutnya kepada
Kementerian Pertanian cq. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian cq. Direktorat Pupuk dan Pestisida.

F. Pembinaan
Untuk keberhasilan pelaksanaan pengawasan pupuk ditiap-tiap daerah,
maka baik Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib
melakukan pembinaan dengan cara :
1. Pemerintah Pusat
a. Menerbitkan petunjuk pengawasan pengadaan, peredaran dan
penggunaan pupuk;
b. Menerbitkan dan mempublikasikan peraturan perundangan di
bidang pupuk;
c. Menerbitkan dan mempublikasikan jenis pupuk yang terdaftar di
Kementerian Pertanian untuk dipakai sebagai acuan bagi
petugas pengawas di lapangan;
10
d. Menyelenggarakan pelatihan bagi Petugas Pengawas Pupuk di
tingkat Provinsi.

2. Pemerintah Daerah
a. Meningkatkan pembinaan kepada Petugas Pengawas
Kabupaten/kota;
b. Menyelenggarakan pelatihan bagi Petugas Pengawas Pupuk di
Tingkat Kabupaten/Kota.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pengawasan Pupuk yang
disesuaikan dengan potensi wilayah masing-masing.
b. Melakukan bimbingan kepada pengecer dan pengguna pupuk.

V. PENUTUP
Dengan diterbitkannya petunjuk teknis pengawasan pupuk ini diharapkan
nantinya dapat dijadikan acuan petugas dalam melaksanakan pengawasan
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, Peraturan Pemerintah
maupun perangkat peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan
lainnya. Agar pengawasan lebih optimal diperlukan dukungan fasilitas
prasarana dan sarana serta operasional baik di pusat, provinsi,
kabupaten/kota maupun para stakeholder. Profesionalisme petugas
pengawas perlu ditingkatkan secara proporsional sehingga pelaksanaan
pengawasan di tingkat lapang dapat maksimal.
Pengawasan secara intensif dan terpadu antara instansi terkait lintas sektor
baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, diharapkan penyimpangan
pupuk yang terjadi dapat diminimalisasi, sehingga Program Pembangunan
Pertanian dapat tercapai.

11
Lampiran 1.
LEMBAGA YANG DITUNJUK UNTUK MELAKUKAN
UJI MUTU PUPUK AN-ORGANIK

No. Nama Alamat Kemampuan Analisa Kandungan Unsur Hara


1. Balai Besar Sumber Daya Jl. Juanda 98 Bogor Makro : N-Urea/Organik, N-NH4, total N
Lahan Pertanian (BBSDLP) Telp. 0251-323012 P2O5, K2O, MgO, CaO, S dan Cl
Bogor Bogor 16123 Mikro : Fe, Al, Mn, Cu, Zn dan B
Logam Berat : Pb, Cd, Cr, Co dan Ni

2. Pusat Penelitian Kopi Jl. PB. Sudirman 90 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
dan Kakao Telp. 0331-757130 Mikro : Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl
Fax. 0331-757131 Logam Berat : Cd
Jember Tidak bisa : Mo, Co, As, Hg, Pb

3. PT. Smart Tbk. Jl. Teuku Umar 19 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Smart Research Institute Pekanbaru Mikro : Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl, Al
Telp. 0761-32986 Logam Berat : Pb, Co, Cd
Fax. 0761-32593 Tidak bisa : Mo, As, Hg

4. Pusat Penelitian Kelapa Jl. Brigjen Katamso No. 51 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Sawit Medan Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp. 061-7862477 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd
Fax. 061-7862488 Tidak bisa : biuret

5. PT. Rajawali Nusantara Pusat Penelitian Agronomi Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
Indonesia PO BOX 121 Cirebon 45122 Mikro : Fe, Cu, Zn, Mn
Telp. 81410 Tidak bisa : B, Mo, Co, As, Cd, Hg, Pb, biuret

6. Balai Penelitian Bioteknologi Jl. Tentara Pelajar No. 3A Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor 16111 Mikro : Mn, Cu, Zn
Telp. 0251-337975, 228820 Logam Berat : Pb, Cd
Fax. 0251-338820 Tidak bisa : B, Mo, Co, As, Hg, biuret

7. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Karya Yasa No. 1B Makro : N, P 2O5, K2O, S, CaO, MgO, SiO2
Pertanian (BPTP) Sumut Gedong Johor Medan 20143 Mikro : Mn, Cu, Zn, Fe, Al, B
Telp. 061-7870710 Logam Berat : Pb, Hg

8. PT. Sucofindo Cibitung Jl. Arteri Tol Cibitung-Bekasi Makro : N, P 2O5, K2O
Telp. 021-88321176 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Fax. 021-88321166, 88321162 Logam Berat : As, Cd, Hg, Pb

9. PT. Sucofindo Surabaya Jl. A. Yani 315 Surabaya Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Telp. 031-8470547 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Fax. 031-8470563 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb

12
No. Nama Alamat Kemampuan Analisa Kandungan Unsur Hara
10. PT. Sucofindo Medan Telp. 061-8451880 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Mg, Ca
Fax. 061-8452568 Mikro : Zn, Cu, Mn
Logam Berat : Cd, Pb
Tidak bisa : N-organik, Mo, Co, B, As, Hg

11. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Raya Krangploso Km. 4 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Mg, Ca
Pertanian (BPTP) Jatim Kotak Pos 188 Malang Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
6510 Jawa Timur Logam Berat :-
Telp. 0341-494052, 485056

12. Balai Pengkajian Teknologi Jl. Peninjauan Narmada Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg, Na
Pertanian (BPTP) NTB PO BOX 1017 Mataram Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0370-671312 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0370-671620

13. PT. Sucofindo BandarLampung JL. Gatot Subroto No. 161 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Lampung Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0721-474660 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0721-474661

14. Jurusan Tanah, Faperta Jl. Pendidikan No. 37 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Universitas Mataram Mataram 83125 Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Telp. 0370-644588 Logam Berat : As, Hg, Cd, Pb
Fax. 0370-644793

15. Pusat Penelitian Bioteknologi Jl. Taman Kencana 1 Bogor Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Perkebunan Telp. 0251-327449, 324048 Mikro : Mn, Cu, Zn, B
Fax. 0251-328516 Logam Berat : Cd

16. Jurusan Tanah, Faperta IPB Jl. Meranti, Kampus IPB Makro : N, P 2O5, K2O
Dermaga Mikro : Zn, B, Cu, Mn, Mo, Co
Telp. 0251-629346, 629357 Logam Berat : As, Cd, Hg, Pb
Fax. 0251-629358

17. Jurusan Tanah, Faperta Jl. Raya Bandung-Sumedang Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Universitas Padjadjaran Km.21 Jatinangor, Bandung Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp./Fax. 022-7796316 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd

18. Jurusan Tanah, Faperta UGM Jl. Sekip Unit I Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Yogyakarta 55281 Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp./Fax. 0274-563062 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd

13
No. Nama Alamat Kemampuan Analisa Kandungan Unsur Hara
19. BPTP Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Instalasi Lab Tanah, Maros Km. 17,5 Makassar Mikro : Mn, Cu, Zn, B, Mo, Co
Kotak Pos 1234 Logam Berat : Cd, Pb
Telp. 0411-554522, 302317 Tidak bisa : As, Hg
Fax. 0411-554522

20. Balai Penelitian Tanaman Jl, Tangkuban Perahu 517 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg, Na
Sayuran-Lembang Bandung Mikro : Mn, B, Cu, Zn, Zl, Fe, Co, Mo
Telp. 022-2786245 Logam Berat : Hg, Pb
Fax. 022-2786416

21. PT. Astra Agro Lestari Jl. Pulo Ayang Raya Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Blok OR-1 Jakarta 13930 Mikro : B, Al, Fe, Zn, Cl
Telp. 021-4616555 Logam Berat : Pb, Cu
Fax. 021-4616618

22. PTP Gunung Madu Plantation Jl. Gatot Subroto 108 Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Bandar Lampung Mikro : Mn, B, Cu, Zn
Telp. 0725-46700 Logam Berat :-
Fax. 0725-46800

23. Balai Penelitian Ternak Jl. Raya Tapos, Ciawi Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Telp. 0251-240751, 240752 Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Fax. 0251-240754 Logam Berat : Pb, As, Hg, Cd

24. Lembaga Pendidikan Jl. Jend. Urip Sumoharjo Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Perkebunan, Yogyakarta 100 Yogyakarta Mikro : Al, Fe, Na, Cu, Zn, Co
Telp. 0274-586201 Logam Berat :-
Fax. 0274-513849

25. Faperta, Universitas Nusa Jl. Timtim Km. 32 PO BOX Makro : N, P 2O5, K2O, S, Ca, Mg
Cendana 1022 Naibonat, Kupang Mikro : Mo, Mn, B, Cu, Zn, Co
Telp. 0380-825055 Logam Berat :-
Fax. 0380-833766

26. Balai Penelitian Getas Jl. Pattimura Km. 6 Salatiga Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg
Telp. 0298-322504 Mikro : Mn
Fax. 0298-323075 Logam Berat :-

27. PT. Wirakarya Sakti Jl. Ir. H. Djuanda No. 14 Makro : N, P 2O5, K2O, Ca, Mg, S
Jambi Mikro : Zn, B, Cu, Mn, Mo, Co
Telp. 0741-551710 Logam Berat : As, Cd, Pb

14
Lampiran 2.
LEMBAGA YANG DITUNJUK UNTUK MELAKUKAN
UJI EFEKTIVITAS PUPUK ANORGANIK

No. Nama Alamat

1. Balai Pengkajian Teknologi Kotak Pos 1013 Yogyakarta 55010


Pertanian (BPTP) Yogyakarta Telp. 0274-562935
Fax. 0274-562935

2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Raya Karangploso Km. 4 Kotak Pos 188
(BPTP) Karang Ploso, Jatim Malang 6510, Jawa Timur

3. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5


(BPTP) Ujung Pandang, Makassar, P.O. Box 1234
Sulsel Telp. 0411-319645
Fax. 0411-554522

4. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Karya Yasa No. 1B


(BPTP) Gedung Johor Gedung Johor Medan 20143
Telp. 061-7870710

5. Balai Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya Sukamandi Cikampek


Subang 41256

6. Balai Penelitian Tanah Jl. H. Juanda No. 98, Bogor 16123


Telp. 0251-323012
Fax. 0251-311256

7. Balai Penelitian Bioteknologi dan Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111
Sumberdaya Genetik Pertanian Telp. 0251-337975, 228820
Fax. 0251-338820

8. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu 517 Bandung

9. Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi 274, Maros 90154


Sulawesi Selatan Kotak Pos 1173 Ujung Pandang
Telp. 0411-371529
Fax. 0411-371961

10. Balai Penelitian Tanaman Rempah Jl. Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111
dan Obat (Balitro) Telp. 0251-321879
Fax. 0251-327010
15

No. Nama Alamat


11. Balai Penelitian Tembakau dan Jl. Raya Krangploso P.O. Box 199
Tanaman Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur

12. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru
(Balittra) Kalsel 70712
Telp. 0511-772534

13. Balai Penelitian Tanaman Kacang- Jl. Raya Kedal Payak, Kotak Pos 66
kacangan dan Umbi-umbian Malang, Jawa Timur
(Balitkabi) Telp. 0341-801468
Fax. 0341-801496

14. Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian, Jl. Meranti, Kampus IPB
Dermaga, Bogor 16680
Telp./Fax. 0251-629353

15. Universitas Gajah Mada Fakultas Pertanian


Jl. Sekip Selatan Yogyakarta

16. Universitas Brawijaya, Malang Fakultas Pertanian


Jl. Mayjend Haryono 163 Malang

17. Universitas Sriwijaya, Palembang Fakultas Pertanian, Jl. Palembang, Prabumulih


KM. 32 Indralaya
Telp. 0711-580059
Fax. 0711-580276

18. Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian USU, Jl. Prof. Asofyan No. 3
Kampus USU Padang Bulan, Medan
Telp. 061-8223604

19. Universitas Andalas, Padang Fakultas Pertanian, Kampus Limau Manis, Padang
Telp. 0751-72701
Fax. 0751-72702

20. Universitas Padjadjaran, Bandung Fakultas Pertanian UNPAD


Jl. Raya Bandung, Sumedang Km. 21
Jatonangor, Bandung
Telp./Fax. 022-7796316

21. Universitas Hasanuddin, Makassar Fakultas Pertanian UNHAS


16

No. Nama Alamat


22. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Jl. Bethesda II, Mapanget Manado 95001
Palma Lain Sulawesi Utara P.O. Box 1004
Telp. 0431-52866, 62796

23. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jl. PB. Sudirman 90 Jember
Telp. 0331-757130, 487278, 485864
Fax. 0331-757131

24. Pusat Penelitian Karet Indonesia P.O. Box 1415 Medan 20001

25. Universitas Palangka Raya Fakultas Pertanian, UNPAS


Kampus UNPAR Tanjung Nyaho
Jl. Yos Sudarso-Kalteng
Telp./Fax. 0536-27863

26. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Raya Peninjauan Narmada


(BPTP) Nusa Tenggara Barat P.O. Bos 1017 Mataram
Telp. 0370-671312
Fax. 0370-671620
17
Lampiran 3.
DATA PENGGUNAAN PUPUK NON SUBSIDI
Provinsi :
Kabupaten/Kota :
Kecamatan :
Musim Tanam :
Kebutuhan Penyaluran
No. Nama Kios Jenis Pupuk Stok (Ton) Waktu
(Ton) (Ton)

18
Lampiran 4.

LAPORAN KASUS PUPUK NON SUBSIDI


Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :

Tidak/Sesuai
No. Distributor Kios Merek Jumlah (Kg) Detail Kasus
Pendaftaran

19
Lampiran 5.

DATA MONITORING PEREDARAN/PENYIMPANAN PUPUK


Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Bulan : ..............................
Cara
No Jenis Pupuk No Pendaftaran Nama Distributor Alamat
Penyimpanan

20
Lampiran 6.
HASIL PENGAWASAN PUPUK DAN UPAYA TINDAK LANJUT

Provinsi :
Kabupaten/Kota :

No. Kecamatan Uraian Permasalahan Tindak Lanjut Keterangan

Jumlah
Keterangan :
Permasalahan merupakan penyimpangan dalam pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk yang terjadi
Di masing-masing wilayah. Contoh : pupuk palsu, pupuk ilegal, pupuk mencemari lingkungan dan sebagainya
21
Lampiran 7.

PETUNJUK PENGAMBILAN CONTOH PUPUK

Petunjuk pengambilan contoh padatan


Standar ini meliputi acuan, definisi, istilah, cara pengambilan contoh serta
penanganan dan penyajian contoh padatan.
1. Acuan yang digunakan adalah SNI 19-0428-1998 tentang petunjuk
pengambilan contoh padatan.
2. Definisi
Petunjuk pengambilan contoh padatan adalah petunjuk yang harus
digunakan untuk pengambilan contoh padatan, dengan tujuan mendapatkan
contoh padatan yang mewakili tanding/lot baik yang berbentuk curah
maupun terkemas
3. Istilah
3.1. Tanding atau lot adalah jumlah keseluruhan bahan (populasi)
3.2. Contoh rimer (primary sample) : contoh yang diambil dari tanding atau
lot
3.3. Contoh campuran (composite sample) : kumpulan dari contoh-contoh
yang diambil dari contoh primer
3.4. Contoh sekunder (secondary sample) : contoh yang diambil dari
contoh campuran
3.5. Contoh laboratorium (laboratory sample) : contoh yang dikirim ke
laboratorium yang merupakan bagian dari contoh yang mewakili
tanding/lot
3.6. Kemasan karton/peti : wadah yang mengemas beberapa kemasan
kecil
3.7. Kemasan kecil : wadah yang mengemas produk langsung
3.8. Bentuk curah adalah padatan yang berbentuk serbuk atau butiran
3.9. Bentuk terkemas adalah padatan maupun cairan yang terkemas
dalam kemasan kecil
22
Gambar 1. Bagan Proses Pengambilan Contoh

4. Peralatan Pengambilan Contoh


Alat pengambilan contoh dapat berbentuk tombak maupun sekop. Alat
harus dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat-sifat kimia dari contoh.
4.1 Bentuk tombak
• Alat pengambil contoh dengan tombak tunggal. Biasanya dibuat

23
dengan ujung runcing dan digunakan untuk mengambil contoh
misalnya karung goni atau karung polyethylene, contoh yang
diambil keluar dari pangkal tombak (gambar 2)

Gambar 2. Alat Pengambil Contoh Bentuk Tombak Tunggal

• Alat pengambil contoh bentuk tombak ganda terdiri dari 2 lapis


logam yang ukuran salah atunya lebih kecil dan dapat masuk di
dalam logam yang lain. Tombak dilengkapi dengan beberapa
lubang sejumlah 3 atau 4 buah sepanjang tombak. Pada tombak
bagian dalam dilengkapi dengan pegangan yang berbentuk T
(gambar 3). Alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh
berupa bubuk, butiran-butiran kecil dalam karung dengan jalan
menusukkan tombak ke dalam karung dan memutar pipa bagian
dalam.
24
Gambar 3. Alat Pengambil Contoh Bentuk Tombak Ganda

4.2 Bentuk sekop


Beberapa tipe sekop dapat digunakan untuk mengambil contoh dalam
bentuk curah. Salah satu jenis sekop dapat dilihat di gambar 4.

Gambar 4. Alat Pengambil Contoh Bentuk Sekop


25
4.3 Alat pengambil contoh otomatis
Alat-alat pengambil contoh otomatis, diantaranya pasak vakum yang
menggunakan prinsip penyedotan pembersih vakum, yang dapat
dipergunakan untuk mengambil contoh-contoh dalam bentuk curah.

5. Cara Pengambilan contoh


Pengambilan contoh harus dengan alat yang bersih dan kering dan
dilaksanakan di tempat yang terlindung dari hal-hal yang dapat
mempengaruhi contoh,
5.1 Pengambilan contoh dari tanding/lot berbentuk curah
• Dalam alat pengangkut atau lini produksi
Contoh diambil pada waktu bahan atau produk yang sedang
bergerak melalui saluran yang mengangkut bahan atau produk
dari ruang produksi ke gudang atau sebaliknya atau dari alat
transportasi kegudang atau sebaliknya. Contoh diambil beberapa
kali dan bobot yang diambil kira-kira sama dengan pengambilan
terdahulu pada periode waktu yang sama
• Dalam tumpukan atau gudang
Contoh diambil berdasarkan jumlah lot/tanding dan sesuai
dengan jenis uji yang akan dilakukan. Contoh diambil di beberapa
tempat dari seluruh lapisan secara acak dengan masing-masing
bobotnya sama.
5.2. Pengambilan contoh dari tanding/lot berbentuk terkemas
5.2.1 Dalam alat pengangkut atau lini produksi
Contoh diambil pada waktu bahan atau produk yang sedang
bergerak melalui saluran yang mengangkut bahan atau produk
dari ruang produksi ke gudang atau sebaliknya, atau dari alat
transportasi ke gudang atau sebaliknya, contoh diambil
beberapa kemasan pada periode waktu yang sama.

26
5.2.2 Dalam tumpukan atau gudang
• Dalam karung atau kemasan karton/peti, tergantung
kepada banyaknya karung/goni/peti. Apabila jumlah
tanding lebih dari 1000 kemasan harus dibuat tanding
dengan jumlah yang sama kemudian diambil secara acak
dengan menggunakan tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Contoh Yang Harus Diambil

Jumlah Kemasan Dalam Jumlah Contoh Yang


Populasi (Karung) Harus Diambil (Karung)
≤ 10 Semua
11 - 25 5
26 - 50 7
51 - 100 10
> 100 √ jumlah kemasan

• Dalam kemasan kecil


Pengambilan contoh yang dikemas dalam kemasan kecil
jumlah contoh yang diambil menggunakan tabel 2 dan 3.

Tabel 2.Jumlah Kemasan Kecil Yang Harus Diambil Dari


Jumlah Yang Ada

Jumlah Contoh
Jumlah Kemasan Kecil Dalam
Kemasan Kecil Yang
Populasi (Botol/Sachet/Plastik)
Harus Diambil (x)
10,000 200
20,000 250
40,000 300
60,000 350
100,000 400

27
Tabel 3. Jumlah Kemasan Kecil Yang Diambil Untuk Setiap
Karton

Jumlah Contoh Kemasan


Jumlah Kemasan Kecil
Kecil Yang Harus Diambil
Dalam Karton
(x)
> 24 16
12-24 10
< 12 semua

6. Penanganan dan penyajian contoh


6.1 Contoh tidak dalam kemasan
Contoh yang berupa butir atau serbuk yang telah terkumpul sebagai
contoh primer dikerjakan sebagai berikut :
• Timbunan contoh diratakan dan dibagi empat dengan kayu
pembagi dicampur dan diaduk hingga rata. Timbunan baru
diratakan lagi dan dibagi lagi menjadi empat bagian seperti
pertama kali diambil lagi dari dua sudut yang berlawanan
demikian seterusnya hingga diperoleh bobot contoh yang
diperlukan untuk diperiksa untuk diperiksa di laboratorium.
• Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang bersih dan
kering yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh
lalu ditutup dengan rapi dan disegel.
• Contoh dikemas sedemikian rupa sehingga terlindung selama
pengangkutan serta diberi label yang mencantumkan tanggal
pengambilan contoh dan keterangan lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6.2 Contoh dalam kemasan
Masing-masing kemasan kecil yang diambil sebagai contoh
laboratorium disatukan sehingga diperoleh 2 karton/peti sesuai
dengan bentuk kemasan aslinya. Contoh laboratorium dikemas
sedemikian rupa sehingga terlindung selama dalam pengangkutan
dan penyimpanan serta diberi label seperti tersebut di atas.
28
7. Pengiriman Contoh ke Laboratorium
Contoh-contoh pupuk yang telah diberi label dan segel, dipak dalam
pembungkus yang lebih besar untuk dikirim ke laboratorium yang mampu
melakukan analisa mutu pupuk. Untuk menghindari perbedaan/penurunan
mutu, maka contoh-contoh pupuk harus segera mungkin dikirim untuk
dianalisa paling lambat 3 (tiga) hari setelah pengambilan contoh
dilaksanakan.

29
1.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
2.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI
3.
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PESTISIDA
4.
PETUNJUK TEKNIS
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGAWAS PUPUK
DAN PESTISIDA
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PUPUK
BERSUBSIDI
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ……………………………………………..... 30
A. Latar Belakang ……………………………………………... 30
B. Tujuan ……………………………………………………….. 31
C. Sasaran ……………………………………………………… 31
D. Ruang Lingkup ……………………………………………… 31

II. KETENTUAN PUPUK BERSUBSIDI ……………………….. 31


A. Peruntukan ………………………………………………….. 31
B. Jumlah Pupuk Bersubsidi …………………………………. 32
C. Harga Pupuk Bersubsidi ………………………………….. 33
D. Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi …………………….... 33

III. PELAKSANAAAN PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI


a. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Pengawas Pupuk …. 38
b. Obyek Pengawasan ……………………………………….. 41
c. Mekanisme Pengawasan …………………………………. 42
d. Kotak Pos Pelayanan Masyarakat ……………………….. 44
e. Pelaporan …………………………………………………… 44

IV. PENUTUP ……………………………………………………… 45


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Kuesioner Pengumpulan Data Dalam Rangka Pengawasan Pupuk
Bersubsidi ....................................................................................... .. 47
2. Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) ................. 53
3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 07/M-DAG/PER/2/2009
Tentang Perubahan Atas Permendag RI No. 21/M-DAG/PER/6/2008
Tentang Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor
Pertanian............................................................................................ 54
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah konsumsi pangan dan pemenuhannya akan tetap merupakan
agenda penting dalam pembangunan ekonomi khususnya pertanian di
Indonesia. Untuk itu, pemerintah terus berupaya untuk mencukupi
kebutuhan pangan masyarakat dengan mengutamakan penyediaan
dalam negeri melalui upaya-upaya peningkatan produktivitas, perluasan
areal tanam dan dengan harga yang terjangkau oleh petani.
Upaya pemerintah dalam memacu peningkatan produktivitas pertanian,
dikhawatirkan akan menemui kendala, terutama pada penggunaan
pupuk yang cenderung tidak sesuai dengan dosis anjuran spesifik lokasi,
sebaran terapan teknologi dalam penggunaan input produksi sangat
bervariasi, mengingat daya beli masyarakat khususnya petani yang
masih rendah.
Penyediaan sarana produksi pertanian terutama pupuk merupakan
prioritas utama pemerintah dalam pembangunan pertanian. Untuk itu,
pemerintah sampai saat ini tetap memberikan subsidi pupuk untuk
sektor pertanian, dengan maksud agar petani mampu membeli pupuk
sesuai kebutuhannya dan dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga
penyediaan pangan dalam negeri melalui peningkatan produksi
pertanian dapat tercapai.
Agar penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat sasaran
kepada petani sesuai dengan 6 tepat (jenis, jumlah, tempat, mutu, waktu,
harga yang terjangkau oleh petani) diperlukan upaya pengamanan
melalui pengawalan/pengawasan secara terkoordinasi dan komprehensif
oleh instansi terkait baik di pusat maupun daerah (provinsi dan
kabupaten/kota).
Pelaksanaan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran,
penggunaan dan harga pupuk bersubsidi agar dapat sesuai dengan
yang diharapkan, maka diperlukan persepsi yang sama dari semua
pihak. Untuk itu diperlukan buku petunjuk pengawasan pupuk bersubsidi
30
sebagai acuan petugas dalam pelaksanaan pengawasan pupuk
bersubsidi di tingkat lapangan.
B. Tujuan
Melaksanakan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran dan
penggunaan serta harga pupuk bersubsidi sampai di tingkat petani
sesuai peruntukannya.
C. Sasaran
Terlaksananya pengawasan pupuk bersubsidi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam rangka mengamankan ketersediaan pupuk
bersubsidi di tingkat petani tanaman pangan, hortikultura, pekebun kecil,
peternak untuk hijauan pakan ternak dan pembudidaya ikan atau udang.
D. Ruang Lingkup
Petunjuk pengawasan ini mencakup pengaturan mengenai ketentuan
subsidi dan pelaksanaan pengawasan pupuk bersubsidi sesuai
peraturan yang berlaku meliputi tugas dan wewenang pengawas pupuk,
obyek pengawasan, mekanisme pengawasan serta sistem pelaporan.

II. KETENTUAN PUPUK BERSUBSIDI


Pemberian pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dimaksudkan untuk
melindungi petani dari lonjakan harga pupuk dunia, sehingga petani dapat
membeli pupuk sesuai kebutuhan dan kemampuan dengan harga sesuai
Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan berdasarkan Permentan.
A. Peruntukan
Pupuk bersubsidi diperuntukan kepada petani tanaman pangan,
hortikultura, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan/udang; dan tidak
diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan.
Agar distribusi pupuk bersubsidi sesuai peruntukannya, maka pada
kemasan pupuk bersubsidi diberi label merah bertuliskan “Pupuk
Bersubsidi Pemerintah”, di bagian depan atau samping kemasan yang

31
mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus seperti terlihat pada
gambar.

PUPUK BERSUBSIDI
PEMERINTAH
PUPUK UREA
PUPUK UREA
BERAT BERSIH 50 kg
BERAT BERSIH 50 kg
LOGO
LOGO PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PABRIK
PABRIK PUPUK
PUPUK

N (NITROGEN) : 46 % N (NITROGEN) : 46 %

PERUSAHAAN PUPUK PERUSAHAAN PUPUK

JANGAN DIGANCU JANGAN DIGANCU

SNI SNI

Contoh Label Pupuk Bersubsidi Pemerintah

B. Jumlah Pupuk Bersubsidi


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011, telah dialokasikan
anggaran subsidi pupuk tahun 2011 sebesar Rp.16,377 trilyun. Jumlah
pupuk yang akan disubsidi Pemerintah pada tahun 2011 mengacu
kepada Surat Menteri Pertanian yang ditujukan kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan tanggal 9
Desember 2010, nomor: 606/SR.130/M/12/2010 hal Penundaan
Kenaikan HET Pupuk Bersubsidi Tahun 2011 bahwa anggaran untuk
subsidi pupuk tahun 2011 sebesar Rp.16,377 trilyun untuk penyediaan
pupuk bersubsidi Urea, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organic sejumlah
11,282 juta ton dengan asumsi HET pupuk naik per 1 Januari 2011.

32
C. Harga Pupuk Bersubsidi
Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/SR.130/2/2011
tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi
untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011. HET adalah harga
tertinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk penjualan tunai
pupuk yaitu pupuk urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan pupuk organik
dalam kemasan 50 kg, 40 kg atau 20 kg oleh pengecer di Lini IV kepada
petani dan/atau kelompoktani.
HET pupuk bersubsidi tahun 2011 yang mulai berlaku sejak tanggal 1
Januari 2011 ditetapkan sebagai berikut :

No. Jenis Pupuk Volume (ton) HET (Rp/kg)


1. Urea 5.100.000 1.600
2. SP-36 750.000 2.000
3. ZA 850.000 1.400
4. NPK 2.350.000 2.300
5. Organik 835.000 700
Sumber: Dit Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP

D. Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi


Distribusi pupuk bersubsidi dilakukan dengan mengacu kepada
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan
dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Beberapa hal
penting yang diatur dalam keputusan tersebut antara lain :

1. Tanggung Jawab Produsen


a. Produsen menetapkan wilayah tanggung jawab pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi masing-masing Distributor yang
dicantumkan dalam Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak.

33
b. Produsen wajib menjamin kelancaran arus barang melalui
penyederhanaan prosedur penebusan pupuk, dalam rangka
mendukung kelancaran pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi.
c. Produsen wajib memiliki dan/atau menguasai gudang di Lini III
pada wilayah tanggung jawabnya.
d. Produsen yang belum memiliki gudang di Lini III pada
Kabupaten/Kota tertentu, dapat melayani Distributornya dari
gudang di Lini III Kabupaten/Kota terdekat, sepanjang memenuhi
kapasitas dan mempunyai kemampuan pendistribusiannya.
e. Produsen yang lokasi pabriknya atau gudang di Lini II-nya berada
di wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi tanggung jawabnya
dapat menetapkan sebagian gudang Lini II sebagai gudang Lini III.
f. Penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan dengan memperhatikan
HET.
g. Produsen wajib menyampaikan daftar Distributor dan pengecer di
wilayah tanggung jawabnya kepada Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri c/q Direktur Bina Pasar dan Distribusi,
Departemen Perdagangan, dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Provinsi setempat yang membidangi Perdagangan dan
Pertanian paling lambat tanggal 1 Maret pada tahun berjalan.
h. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban Produsen
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.
Daftar Produsen Penanggung Jawab dan Wilayah Tanggung Jawab
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi seperti tertera pada tabel
berikut ini :

34
TABEL. WILAYAH TANGGUNG JAWAB PRODUSEN PUPUK

WILAYAH TANGGUNG JAWAB


NO. PRODUSEN PUPUK
(SELURUH KAB/KOTA) DI PROVINSI
A PUPUK UREA

I PT. PUPUK ISKANDAR 1. Nanggroe Aceh Darussalam


MUDA

II PT. PUPUK SRIWIDJAJA 1. Sumatera Utara


2. Sumatera Barat
3. Riau
4. Jambi
5. Sumatera Selatan
6. Bengkulu
7. Lampung
8. Bangka Belitung
9. Kepulauan Riau
10. DKI
11. Banten
12. Jawa Barat I
13. Jawa Tengah I
14. D.I. Yogyakarta
15. Kalimantan Barat

III PT. PUPUK KUJANG 1. Jawa Barat II


2. Jawa Tengah II

IV PT. PUPUK KALTIM 1. Jawa Timur II


2. Bali
3. Nusa Tenggara Barat
4. Nusa Tenggara Timur
5. Kalimantan Tengah
6. Kalimantan Selatan
7. Kalimantan Timur
8. Sulawesi Utara
9. Sulawesi Tengah
10. Sulawesi Selatan
11. Sulawesi Tenggara
12. Gorontalo
13. Sulawesi Barat
14. Maluku
15. Maluku Utara

35
16. Papua
17. Papua Barat

V PT. PETROKIMIA GRESIK Jawa Timur I


B. Pupuk SP-36, Superphos
dan ZA
I PT. PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia

C. PUPUK NPK PHONSKA


I PT. PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia

D PUPUK NPK PELANGI


I PT. PUPUK KALTIM Seluruh Indonesia

E PUPUK NPK KUJANG


PT. PUPUK KUJANG Seluruh Indonesia

F PUPUK ORGANIK
I PT. PUPUK SRIWIDJAJA Seluruh Indonesia
II PT. PUPUK KUJANG Seluruh Indonesia
III PT. PUPUK KALTIM Seluruh Indonesia
IV PT. PUPUK PETROKIMIA Seluruh Indonesia
V PT. PUPUK ISKANDAR Seluruh Indonesia
MUDA
Keterangan :
1) Wilayah Jawa Barat I :
Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Kota
Tasikmalaya, Kota Banjar.
2) Wilayah Jawa Barat II :
Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Cirebon,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi,
Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota
Cirebon, Kota Bekasi, Kota Kota Depok, Kota Cimahi.
3) Wilayah Jawa Tengah I :
Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara,
Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten,
Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora,
Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung,
36
Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Kota Magelang, Kota
Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan.
4) Wilayah Jawa Tengah II :
Kabupaten Tegal, Brebes, Kota Tegal.
5) Wilayah Jawa Timur I :
Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Magetan, Bojonegoro, Lamongan,
Gresik.
6) Wilayah Jawa Timur II :
Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang,
Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo,
Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk,
Madiun, Ngawi, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo,
Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Batu.
2. Tanggung Jawab Distributor
a. Distributor wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran
pupuk bersubsidi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
Produsen berdasarkan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis,
jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini III sampai
dengan Lini IV pada wilayah tanggung jawabnya.
b. Distributor menetapkan wilayah tanggung jawab pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi masing-masing pengecer yang
dicantumkan dalam Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak.
c. Distributor wajib menyampaikan daftar Pengecer di wilayah
tanggung jawabnya kepada Produsen yang menunjukkan dengan
tembusan kepada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida
Kabupaten/Kota setempat, Kepala Dinas Kabupaten/Kota
setempat yang membidangi perdagangan dan pertanian, paling
lambat tanggal 1 Maret tahun berjalan.
d. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban Distributor
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
37
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.
3. Tanggung jawab Pengecer
a. Pengecer wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi sesuai dengan ketentuan Distributor berdasarkan
prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat,
waktu, dan mutu di Lini IV kepada petani dan/atau kelompok tani.
b. Pengecer hanya dapat melakukan penebusan pupuk bersubsidi
dari 1 (satu) Distributor yang menunjuknya.
c. Tugas dan tanggung jawab serta kewajiban pengecer
sebagaimana ditetapkan pada Permendag Nomor 21/M-
DAG/PER/6/2008 dan kemudian diperbaharui dalam Permendag
Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009.

III. PELAKSANAAN PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI


Pengawasan pupuk bersubsidi dilaksanakan oleh Tim Pengawas Pupuk di
Tingkat Pusat serta Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pengawasan terhadap penyediaan dan
penyaluran serta harga pupuk bersubsidi di Tingkat Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa dilakukan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan
Pestisida Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Tenaga Harian Lepas (THL)
dan Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan –
Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP).
A. Tugas dan Wewenang Pengawas Pupuk
1. Tingkat Pusat
Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat yang keanggotaannya
terdiri dari instansi terkait yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
1) Tugas Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat

38
Memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam kaitannya
dengan pengawasan pengadaan dan penyaluran serta Harga
Eceran Tertinggi (HET).
2) Tugas Tim Pelaksana
a. Melakukan pengawasan secara langsung terhadap penyaluran
pupuk dari Lini I s/d Lini III dan supervisi sampai Lini IV apabila
diperlukan.
b. Melakukan pengawasan secara tidak langsung melalui evaluasi
terhadap laporan hasil pengawasan dari daerah (provinsi/
kabupaten/kota).
3) Kewajiban Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat
a. Melakukan koordinasi dengan pengawas dari instansi terkait
dalam rangka peningkatan pengawasan pupuk bersubsidi.
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk kepada pimpinan
satuan administrasi masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Menteri Pertanian, Menteri
Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Meneg
BUMN berdasarkan hasil-hasil pengawasan yang dilakukan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Daerah.
2. Tingkat Provinsi
Pengawasan pupuk bersubsidi di tingkat provinsi dilaksanakan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk yang ditetapkan oleh Gubernur.
1) Tugas Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Provinsi
a. Melakukan pengawasan secara langsung melalui pemantauan
terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk dari Lini II sampai
dengan Lini III.
b. Melakukan pengawasan secara tidak langsung melalui evaluasi
terhadap laporan hasil pengawasan yang diterima dari
kabupaten/kota.
2) Kewajiban Pengawas Pupuk Provinsi

39
a. Melakukan koordinasi dengan pengawas dari instansi terkait di
provinsi dalam rangka peningkatan pengawasan pupuk
bersubsidi.
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk bersubsidi secara
berkala kepada Kementerian Pertanian cq Direktorat Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian cq Direktorat Pupuk dan
Pestisida, Jln. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta Selatan
dan pimpinan satuan administrasi masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Gubernur berdasarkan hasil-
hasil pengawasan yang dilakukan Tim/Komisi Pengawas Pupuk
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
Pengawasan pupuk bersubsidi di Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota. Untuk memperkuat pengawasan di lapangan dalam
melaksanakan tugasnya akan dibantu Tenaga Harian Lepas (THL)
dan Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan –
Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP).
1) Tugas Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
Kabupaten/Kota
a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyediaan
dan penyaluran pupuk di Lini III dan Lini IV serta penggunaan
pupuk bersubsidi di tingkat petani.
b. Melakukan pengawasan mutu pupuk.
c. Melakukan evaluasi terhadap laporan hasil pengawasan.

2) Kewajiban Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida


Kabupaten/Kota
a. Melakukan koordinasi dengan pengawas dari instansi terkait,
THL dan POPT-PHP dalam rangka peningkatan pengawasan
pupuk bersubsidi.

40
b. Melaporkan hasil kegiatan pengawasan pupuk kepada
pimpinan satuan administrasi pangkal masing-masing.
c. Menyiapkan bahan laporan kepada Bupati/Walikota
berdasarkan hasil-hasil pengawasan yang dilakukan oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk Kabupaten/Kota.
B. Obyek Pengawasan
Obyek pengawasan pupuk bersubsidi terdiri dari :
1. Penyediaan Pupuk di Lini I
a. Produksi pupuk di pabrik/pelabuhan
b. Stok pupuk di pabrik
c. Rencana produksi
2. Penyediaan dan Penyaluran pupuk di Lini II
a. Pengadaan di Gudang Lini II
b. Stok pupuk di Gudang Lini II
c. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan ke Gudang Lini III
d. Permasalahan yang dihadapi produsen pupuk
3. Penyediaan dan Penyaluran Pupuk di Lini III
a. Pengadaan di Gudang Produsen pupuk di Lini III
b. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan kepada distributor
c. Harga penebusan pupuk di Gudang Produsen oleh distributor
d. Stok pupuk di Gudang Distributor di Lini III
e. Jumlah dan jenis pupuk yang disalurkan ke pengecer
f. Harga penjualan pupuk dari Distributor kepada pengecer
g. Mutu pupuk di Gudang Distributor Lini III
h. Permasalahan yang dihadapi

4. Penyediaan dan Penyaluran Pupuk di Lini IV


a. Stok pupuk di Gudang Kios Pengecer (Lini IV)
b. Harga penebusan pupuk oleh pengecer
c. Jumlah dan jenis pupuk yang dijual kepada petani per bulan
d. Mutu pupuk di Gudang Pengecer (Lini IV)
41
e. Daerah kecamatan/desa yang dilayani oleh pengecer
f. Permasalahan yang dihadapi pengecer
5. Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani
a. Harga pembelian pupuk oleh petani
b. Sistim pembelian pupuk oleh petani (cash/kredit)
c. Mutu pupuk ditingkat petani
d. Jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani
e. Permasalahan yang dihadapi petani
C. Mekanisme Pengawasan
Pengawasan pupuk bersubsidi dilakukan sebagai berikut :
1. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Pengawasan oleh Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
dilakukan secara periodik (bulanan) dan sewaktu-waktu apabila
diperlukan, sedangkan Pengawasan oleh THL dan POPT-PHP
dilakukan secara harian.
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan,
penyediaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi serta
pertemuan teknis penerapan pupuk berimbang dilaksanakan
secara reguler/bulanan.
c. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk wajib dilaporkan kepada
Bupati/Walikota setiap akhir bulan. Selanjutnya Bupati/Walikota
menyampaikan laporan Pengawasan Pupuk Bersubsidi tersebut
kepada Gubernur paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.
2. Tingkat Provinsi
a. Pengawasan oleh Tim Provinsi dilaksanakan secara langsung
melalui pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk di Lini II
dan Lini III serta pengawasan tidak langsung melalui pelaporan
yang di terima dari Kabupaten/Kota.
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan,
penyediaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi yang
42
dihadiri oleh seluruh instasi terkait di Provinsi dan perwakilan Tim/
Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida dari seluruh kabupaten
serta Koordinator POPT-PHP dilaksanakan secara periodik.
c. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi serta
evaluasi hasil laporan pemantauan dari seluruh kabupaten oleh
Tim/Komisi Pengawasan Pupuk Provinsi wajib dilaporkan kepada
Gubernur per bulan paling lambat tanggal 15 pada bulan yang
sedang berjalan.
3. Tingkat Pusat
a. Pengawasan pupuk bersubsidi oleh Tim Pusat dilaksanakan secara
langsung melalui pemantauan ke Lini I sampai dengan Lini IV
maupun pengawasan secara tidak langsung melalui pelaporan
yang diterima dari daerah (Provinsi dan Kabupaten/ Kota)
b. Rapat koordinasi perencanaan kebutuhan pembahasan kebijakan
pupuk bersubsidi secara periodik yang dihadiri oleh semua instansi
terkait di Pusat serta perwakilan Tim / Komisi Pengawasan Pupuk
dari seluruh provinsi.
c. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi serta
evaluasi hasil laporan dari seluruh provinsi oleh Tim Pengawas
Pupuk Pusat wajib dilaporkan kepada Menteri Pertanian, Menteri
Perindustrian dan Menteri Perdagangan, serta Menteri Negara
BUMN.
D. Kotak Pos Pelayanan Masyarakat
Dalam rangka peningkatan pengawasan pupuk bersubsidi telah
disediakan layanan melalui Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Jln. Harsono RM No. 3,
Ragunan, Jakarta Selatan, Nomor Telepon 021 – 7816082; Faximile 021
– 7816083 yang dimaksudkan untuk menampung pengaduan
masyarakat mengenai penyimpangan didalam penyaluran pupuk
bersubsidi ataupun saran-saran penyempurnaan pelaksanaan kebijakan
subsidi pupuk. Selain itu, produsen pupuk (holding) telah membentuk
43
POSKO monitoring pupuk bersubsidi, dengan nomor telepon bebas
pulsa yaitu :
- PT. PUSRI : 0800 100 0007; 0800 133 3888
- PT. Pupuk Kaltim : 0800 140 0000
- PT. Pupuk Kujang : 0800 100 3001
- PT. Petrokimia Gresik : 08001636363; 08001888777; 0811344774
E. Pelaporan
Hasil pelaksanaan pengawasan pupuk bersubsidi dilaporkan sebagai
berikut :
1. Tim/Komisi Pengawasan Pupuk di Kabupaten/Kota wajib
menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk
bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati/Walikota dan
tembusannya disampaikan ke Direktorat Jenderal Prasara dan Sarana
Pertanian cq. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Jln. Harsono RM No. 3,
Ragunan, Jakarta.
2. Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan
pengawasan pupuk bersubsidi tersebut kepada Gubernur.
3. Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan
pupuk bersubsidi dari Bupati/Walikota dan Tim/Komisi Pengawasan
Pupuk di Provinsi kepada Menteri Pertanian dan Tim Pengawas
Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat.
4. Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat melakukan
pemantauan secara sampling, menyiapkan bahan laporan kepada
Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri
Perindustrian dan Meneg BUMN.
5. Laporan Pemantauan Pupuk Bersubsidi menginformasikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi.
b. Kondisi stok di Lini III dan Lini IV dilengkapi dengan rencana
kebutuhan selama 2 minggu.
c. Kondisi harga di Lini IV.
44
d. Rencana pengadaan (kedatangan pupuk selanjutnya).
e. Permasalahan dan upaya pemecahan masalah.

IV. PENUTUP
Dengan diterbitkannya petunjuk teknis pengawasan pupuk bersubsidi ini
diharapkan petugas pengawas dapat mempelajari dengan sebaik-baiknya
untuk dijadikan acuan dalam pengawasan agar sesuai dengan koridor/aturan
yang berlaku baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun
perangkat peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan lainnya.
Pengawasan akan lebih optimal apabila pihak-pihak yang berkompeten di
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat bisa memberikan dukungan dalam
fasilitas sarana dan prasarana serta operasional pengawasan. Selain itu,
profesionalisme petugas pengawas juga perlu terus ditingkatkan dengan
jumlah yang lebih proporsional agar optimal di dalam pelaksanaan
pengawasan di tingkat lapang.
Keberhasilan penerapan teknologi pemupukan berimbang melalui
penyediaan pupuk sesuai azas 6 (enam) tepat dengan harga pupuk yang
terjangkau oleh petani dalam rangka pencapaian Ketahanan Pangan
Nasional.
Untuk itu, pemantauan pupuk bersubsidi oleh semua pihak terkait baik di
tingkat Pusat maupun Daerah mulai tahap perencanaan kebutuhan,
monitoring penyediaan, penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi harus
dilaksanakan secara baik dan benar.

45
Lampiran 1.
KUESIONER PENGUMPULAN DATA
DALAM RANGKA PENGAWASAN PUPUK BERSUBSIDI

Provinsi : …………………………………….
Tgl Pelaksanaan : ………………………………….....

I. PROVINSI
1. Pemupukan spesifik lokasi yang berlaku saat ini
Jenis Pupuk (kg/ha)
No Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Padi
2. Jagung
3. Kedelai
4. ………….
5. ………….
6. dst

2. Rencana kebutuhan, pengadaan dan realisasi penyaluran pupuk


bersubsidi periode Januari s/d ……… 2011

Jenis Pupuk (ton)


No Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Rencana kebutuhan
pupuk
2. Pengadaan pupuk
oleh produsen
3. Realisasi
penyaluran pupuk
4. Stok pupuk di Lini II

3. Upaya yang telah dilakukan


4. Permasalahan di lapangan
5. Upaya tindak lanjut yang dilakukan oleh Produsen/BUMN Pupuk dan
Dinas Terkait
46
II. LINI III (PERWAKILAN PRODUSEN PUPUK DI KABUPATEN)

Lokasi/Kabupaten/Kota : …………………………….

1. Harga pembelian pupuk oleh distributor dan stok pupuk di Gudang


Penyimpanan Pupuk (GPP) Kabupaten

Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Harga (Rp/kg)
2. Stok (ton)

2. Pengadaan dan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi periode


Januari s/d ………………….... 2011

Jenis Pupuk (ton)


No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Pengadaan pupuk
oleh produsen
2. Realisasi
penyaluran pupuk

47
III. LINI III (DISTRIBUTOR)

Nama Distributor : ………………………….


Lokasi : ………………………….

1. Harga pembelian pupuk oleh distributor dan stok pupuk di Gudang


Distributor

Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Harga (Rp/kg)
2. Stok (ton)
Catatan : Distributor adalah distributor yang ditunjuk oleh Produsen Pupuk

2. Rencana kebutuhan, pengadaan dan realisasi penyaluran pupuk


bersubsidi periode Januari s/d ………………………. 2011

Jenis Pupuk (ton)


No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK Organik
1. Rencana
kebutuhan pupuk
2. Realisasi
penyaluran pupuk
3. Daerah penyaluran

3. Apakah distributor punya gudang / tidak, kapasitas gudang

4. Permasalahan di lapangan

5. Upaya tindak lanjut

48
IV. LINI IV (KIOS PENGECER)
Nama Kios :
Lokasi :

1. Harga pembelian pupuk oleh Kios Pengecer, harga penjualan


kepada petani serta stok pupuk di Gudang Kios Pengecer

Jenis Pupuk
No. Keterangan
Urea ZA SP-36 NPK
1. Harga Pembelian (Rp/zak)
2. Harga Penjualan (Rp/zak)
3. Stok Pupuk (ton)

2. Sistem penebusan pupuk di Distributor


Sistem paket ( Ya / Tidak ), bila Ya dengan ketentuan :
…………………………………………………………………………………

3. Apakah pengambilan pupuk di gudang produsen atau di gudang


distributor?

4. Sistem pembayaran oleh petani (kredit/tunai)

5. Permasalahan di lapangan

49
V. PETANI
A. DOSIS PENGGUNAAN PUPUK (SUBSIDI)

Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
Musim Tanam :

Petani/ Penggunaan Dosis Penggunaan Pemupukan


No Keterangan
Kel Tani Per Hektar Urea SP-36 ZA NPK Organik

50
B. Harga Pembelian Pupuk Bersubsidi

Petani :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :

No Jenis Pupuk Harga Nama Kios Alamat Keterangan

51
Lampiran 2.
Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)

Musim Tanam :
Provinsi/Kab/Kota/Kec/Desa :
Nama Kelompok Tani :
Sub Sektor :
Nama Distributor/Kios :

Status Tanah Jumlah Kebutuhan (Kg)


Luas
Pe- Peng- Pupuk Tanggal
No Nama Petani Tanam Benih Urea SP-36 ZA NPK
milik garap Organik Tanam
(Ha) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
(Kg)

Menyetujui Mengetahui
Mantri Tani/KCD/PPL Kepala Desa Ketua Kelompok Tani

(……………………..) (…………… ..) (……………………..)

52
Lampiran 3. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
1296666 (Ton)
JENIS PUPUK SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
UREA 5100000 457351.2 422170.3 417144.5 467402.8 422170.3 392015.3 386989.4 376937.8 396178.3 422067 462273.7 477299.5
SP-36 749999.82 68249.98 62999.99 62249.99 69749.98 62999.99 58499.99 57749.99 56249.99 58499.99 59999.99 65999.98 66749.98
ZA 850000 77350 71400 70550 79050 71400 66300 65450 63750 66300 68000 74800 75650
NPK 2350000 204750 189000 186750 209250 189000 175500 173250 168750 175500 200000 228000 250250
ORGANIK 835000 75985 70140 69305 77655 70140 65130 64295 62625 65130 66800 73480 74315
JUMLAH PUPUK 9884999.8 883686.2 815710.3 805999.5 903107.8 815710.3 757445.3 747734.4 728312.8 761608.3 816866.9 904553.6 944264.5

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : UREA (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 3266794.1 297278.3 274410.7 271143.9 303811.8 274410.7 254809.9 251543.1 245009.6 254809.9 261343.5 287477.9 290744.7
Hortikultura 463225.65 42153.53 38910.95 38447.73 43079.99 38910.95 36131.6 35668.38 34741.92 36131.6 37058.05 40763.86 41227.08
Perkebunan 1108892 100909.2 93146.93 92038.04 103127 93146.93 86493.58 85384.69 83166.9 86493.58 88711.36 97582.5 98691.39
Peternakan 14842.188 1350.639 1246.744 1231.902 1380.324 1246.744 1157.691 1142.849 1113.164 1157.691 1187.375 1306.113 1320.955
Perikanan Budidaya 172083.07 15659.56 14454.98 14282.89 16003.73 14454.98 13422.48 13250.4 12906.23 13422.48 13766.65 15143.31 15315.39
Cadangan Nasional 74163 0 0 0 0 0 0 0 0 4163 20000 20000 30000
JUMLAH 5100000 457351.2 422170.3 417144.5 467402.8 422170.3 392015.3 386989.4 376937.8 396178.3 422067 462273.7 477299.5

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : SP-36 (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 432531.21 39360.34 36332.62 35900.09 40225.4 36332.62 33737.43 33304.9 32439.84 33737.43 34602.5 38062.75 38495.28
Hortikultura 36724.935 3341.969 3084.895 3048.17 3415.419 3084.895 2864.545 2827.82 2754.37 2864.545 2937.995 3231.794 3268.519
Perkebunan 225867.22 20553.92 18972.85 18746.98 21005.65 18972.85 17617.64 17391.78 16940.04 17617.64 18069.38 19876.31 20102.18
Peternakan 1011.8768 92.08079 84.99765 83.98578 94.10455 84.99765 78.92639 77.91452 75.89076 78.92639 80.95015 89.04516 90.05704
Perikanan Budidaya 53864.587 4901.677 4524.625 4470.761 5009.407 4524.625 4201.438 4147.573 4039.844 4201.438 4309.167 4740.084 4793.948
JUMLAH 749999.82 68249.98 62999.99 62249.99 69749.98 62999.99 58499.99 57749.99 56249.99 58499.99 59999.99 65999.98 66749.98
KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : ZA (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 361699.92 32914.69 30382.79 30021.09 33638.09 30382.79 28212.59 27850.89 27127.49 28212.59 28935.99 31829.59 32191.29
Hortikultura 147505.88 13423.03 12390.49 12242.99 13718.05 12390.49 11505.46 11357.95 11062.94 11505.46 11800.47 12980.52 13128.02
Perkebunan 338776.79 30828.69 28457.25 28118.47 31506.24 28457.25 26424.59 26085.81 25408.26 26424.59 27102.14 29812.36 30151.13
Peternakan 2017.4186 183.5851 169.4632 167.4457 187.6199 169.4632 157.3587 155.3412 151.3064 157.3587 161.3935 177.5328 179.5503
Perikanan Budidaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 850000 77350 71400 70550 79050 71400 66300 65450 63750 66300 68000 74800 75650

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : NPK (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 1432237 130333.6 120307.9 118875.7 133198 120307.9 111714.5 110282.2 107417.8 111714.5 114579 126036.9 127469.1
Hortikultura 201887.78 18371.79 16958.57 16756.69 18775.56 16958.57 15747.25 15545.36 15141.58 15747.25 16151.02 17766.12 17968.01
Perkebunan 615875.21 56044.64 51733.52 51117.64 57276.39 51733.52 48038.27 47422.39 46190.64 48038.27 49270.02 54197.02 54812.89
Peternakan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Perikanan Budidaya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cadangan Nasional 100000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20000 30000 50000
JUMLAH 2350000 204750 189000 186750 209250 189000 175500 173250 168750 175500 200000 228000 250250

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI TAHUN 2011 MENURUT SUB SEKTOR, JENIS PUPUK DAN SEBARAN BULAN
Jenis Pupuk : ORGANIK (Ton)
SUB SEKTOR SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
Tanaman Pangan 542750 49390.25 45591 45048.25 50475.75 45591 42334.5 41791.75 40706.25 42334.5 43420 47762 48304.75
Hortikultura 76960.995 7003.451 6464.724 6387.763 7157.373 6464.724 6002.958 5925.997 5772.075 6002.958 6156.88 6772.568 6849.529
Perkebunan 184232.97 16765.2 15475.57 15291.34 17133.67 15475.57 14370.17 14185.94 13817.47 14370.17 14738.64 16212.5 16396.73
Peternakan 2465.9032 224.3972 207.1359 204.67 229.329 207.1359 192.3404 189.8745 184.9427 192.3404 197.2723 216.9995 219.4654
Perikanan Budidaya 28590.136 2601.702 2401.571 2372.981 2658.883 2401.571 2230.031 2201.44 2144.26 2230.031 2287.211 2515.932 2544.522
JUMLAH 835000 75985 70140 69305 77655 70140 65130 64295 62625 65130 66800 73480 74315

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 2011

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.1. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0

KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011


25837
6,000,000 (Ton)
9.1 8.4 8.3 9 8.4 8 8 8 8 8 9 9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 91,000 8,281 7,644 7,553 8,463 7,644 7,098 7,007 6,825 7,098 7,280 8,008 8,099
2 SUMATERA UTARA 237,000 21,567 19,908 19,671 22,041 19,908 18,486 18,249 17,775 18,486 18,960 20,856 21,093
3 SUMATERA BARAT 94,000 8,554 7,896 7,802 8,742 7,896 7,332 7,238 7,050 7,332 7,520 8,272 8,366
4 JAMBI 44,822 4,079 3,765 3,720 4,168 3,765 3,496 3,451 3,362 3,496 3,586 3,944 3,989
5 RIAU 32,000 2,912 2,688 2,656 2,976 2,688 2,496 2,464 2,400 2,496 2,560 2,816 2,848
6 BENGKULU 30,000 2,730 2,520 2,490 2,790 2,520 2,340 2,310 2,250 2,340 2,400 2,640 2,670
7 SUMATERA SELATAN 234,000 21,294 19,656 19,422 21,762 19,656 18,252 18,018 17,550 18,252 18,720 20,592 20,826
8 BANGKA BELITUNG 17,000 1,547 1,428 1,411 1,581 1,428 1,326 1,309 1,275 1,326 1,360 1,496 1,513
9 LAMPUNG 315,000 28,665 26,460 26,145 29,295 26,460 24,570 24,255 23,625 24,570 25,200 27,720 28,035
10 KEP. RIAU 800 73 67 66 74 67 62 62 60 62 64 70 71
11 DKI. JAKARTA 800 73 67 66 74 67 62 62 60 62 64 70 71
12 BANTEN 87,000 7,917 7,308 7,221 8,091 7,308 6,786 6,699 6,525 6,786 6,960 7,656 7,743
13 JAWA BARAT 750,000 68,250 63,000 62,250 69,750 63,000 58,500 57,750 56,250 58,500 60,000 66,000 66,750
14 D.I. YOGYAKARTA 65,000 5,915 5,460 5,395 6,045 5,460 5,070 5,005 4,875 5,070 5,200 5,720 5,785
15 JAWA TENGAH 935,000 85,085 78,540 77,605 86,955 78,540 72,930 71,995 70,125 72,930 74,800 82,280 83,215
16 JAWA TIMUR 1,249,000 113,659 104,916 103,667 116,157 104,916 97,422 96,173 93,675 97,422 99,920 109,912 111,161
17 BALI 56,000 5,096 4,704 4,648 5,208 4,704 4,368 4,312 4,200 4,368 4,480 4,928 4,984
18 KALIMANTAN BARAT 42,000 3,822 3,528 3,486 3,906 3,528 3,276 3,234 3,150 3,276 3,360 3,696 3,738
19 KALIMANTAN TENGAH 18,000 1,638 1,512 1,494 1,674 1,512 1,404 1,386 1,350 1,404 1,440 1,584 1,602
20 KALIMANTAN SELATAN 52,000 4,732 4,368 4,316 4,836 4,368 4,056 4,004 3,900 4,056 4,160 4,576 4,628
21 KALIMANTAN TIMUR 21,000 1,911 1,764 1,743 1,953 1,764 1,638 1,617 1,575 1,638 1,680 1,848 1,869
22 SULAWESI UTARA 29,000 2,639 2,436 2,407 2,697 2,436 2,262 2,233 2,175 2,262 2,320 2,552 2,581
23 GORONTALO 18,000 1,638 1,512 1,494 1,674 1,512 1,404 1,386 1,350 1,404 1,440 1,584 1,602
24 SULAWESI TENGAH 46,000 4,186 3,864 3,818 4,278 3,864 3,588 3,542 3,450 3,588 3,680 4,048 4,094
25 SULAWESI TENGGARA 22,000 2,002 1,848 1,826 2,046 1,848 1,716 1,694 1,650 1,716 1,760 1,936 1,958
26 SULAWESI SELATAN 318,000 28,938 26,712 26,394 29,574 26,712 24,804 24,486 23,850 24,804 25,440 27,984 28,302
27 SULAWESI BARAT 27,665 2,518 2,324 2,296 2,573 2,324 2,158 2,130 2,075 2,158 2,213 2,435 2,462
28 NUSA TENGGARA BARAT 150,000 13,650 12,600 12,450 13,950 12,600 11,700 11,550 11,250 11,700 12,000 13,200 13,350
29 NUSA TENGGARA TIMUR 29,800 2,712 2,503 2,473 2,771 2,503 2,324 2,295 2,235 2,324 2,384 2,622 2,652
30 MALUKU 3,450 314 290 286 321 290 269 266 259 269 276 304 307
31 PAPUA 7,800 710 655 647 725 655 608 601 585 608 624 686 694
32 MALUKU UTARA 1,300 118 109 108 121 109 101 100 98 101 104 114 116
33 IRJA BARAT 1,400 127 118 116 130 118 109 108 105 109 112 123 125
Cadangan Nasional 74,163 4,163 20,000 20,000 30,000
JUMLAH PROPINSI 5,100,000 457,351 422,170 417,144 467,403 422,170 392,015 386,989 376,938 396,178 422,067 462,274 477,299

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.2. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Tanaman Pangan (Ton)


0.650 (Ton)
No. Propinsi SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 59,150 5,383 4,969 4,909 5,501 4,969 4,614 4,555 4,436 4,614 4,732 5,205 5,264
2 SUMATERA UTARA 154,050 14,019 12,940 12,786 14,327 12,940 12,016 11,862 11,554 12,016 12,324 13,556 13,710
3 SUMATERA BARAT 61,100 5,560 5,132 5,071 5,682 5,132 4,766 4,705 4,583 4,766 4,888 5,377 5,438
4 JAMBI 29,134 2,651 2,447 2,418 2,709 2,447 2,272 2,243 2,185 2,272 2,331 2,564 2,593
5 RIAU 20,800 1,893 1,747 1,726 1,934 1,747 1,622 1,602 1,560 1,622 1,664 1,830 1,851
6 BENGKULU 19,500 1,775 1,638 1,619 1,814 1,638 1,521 1,502 1,463 1,521 1,560 1,716 1,736
7 SUMATERA SELATAN 152,100 13,841 12,776 12,624 14,145 12,776 11,864 11,712 11,408 11,864 12,168 13,385 13,537
8 BANGKA BELITUNG 11,050 1,006 928 917 1,028 928 862 851 829 862 884 972 983
9 LAMPUNG 204,750 18,632 17,199 16,994 19,042 17,199 15,971 15,766 15,356 15,971 16,380 18,018 18,223
10 KEP. RIAU 520 47 44 43 48 44 41 40 39 41 42 46 46
11 DKI. JAKARTA 520 47 44 43 48 44 41 40 39 41 42 46 46
12 BANTEN 56,550 5,146 4,750 4,694 5,259 4,750 4,411 4,354 4,241 4,411 4,524 4,976 5,033
13 JAWA BARAT 487,500 44,363 40,950 40,463 45,338 40,950 38,025 37,538 36,563 38,025 39,000 42,900 43,388
14 D.I. YOGYAKARTA 42,250 3,845 3,549 3,507 3,929 3,549 3,296 3,253 3,169 3,296 3,380 3,718 3,760
15 JAWA TENGAH 607,750 55,305 51,051 50,443 56,521 51,051 47,405 46,797 45,581 47,405 48,620 53,482 54,090
16 JAWA TIMUR 811,850 73,878 68,195 67,384 75,502 68,195 63,324 62,512 60,889 63,324 64,948 71,443 72,255
17 BALI 36,400 3,312 3,058 3,021 3,385 3,058 2,839 2,803 2,730 2,839 2,912 3,203 3,240
18 KALIMANTAN BARAT 27,300 2,484 2,293 2,266 2,539 2,293 2,129 2,102 2,048 2,129 2,184 2,402 2,430
19 KALIMANTAN TENGAH 11,700 1,065 983 971 1,088 983 913 901 878 913 936 1,030 1,041
20 KALIMANTAN SELATAN 33,800 3,076 2,839 2,805 3,143 2,839 2,636 2,603 2,535 2,636 2,704 2,974 3,008
21 KALIMANTAN TIMUR 13,650 1,242 1,147 1,133 1,269 1,147 1,065 1,051 1,024 1,065 1,092 1,201 1,215
22 SULAWESI UTARA 18,850 1,715 1,583 1,565 1,753 1,583 1,470 1,451 1,414 1,470 1,508 1,659 1,678
23 GORONTALO 11,700 1,065 983 971 1,088 983 913 901 878 913 936 1,030 1,041
24 SULAWESI TENGAH 29,900 2,721 2,512 2,482 2,781 2,512 2,332 2,302 2,243 2,332 2,392 2,631 2,661
25 SULAWESI TENGGARA 14,300 1,301 1,201 1,187 1,330 1,201 1,115 1,101 1,073 1,115 1,144 1,258 1,273
26 SULAWESI SELATAN 206,700 18,810 17,363 17,156 19,223 17,363 16,123 15,916 15,503 16,123 16,536 18,190 18,396
27 SULAWESI BARAT 17,982 1,636 1,511 1,493 1,672 1,511 1,403 1,385 1,349 1,403 1,439 1,582 1,600
28 NUSA TENGGARA BARAT 97,500 8,873 8,190 8,093 9,068 8,190 7,605 7,508 7,313 7,605 7,800 8,580 8,678
29 NUSA TENGGARA TIMUR 19,370 1,763 1,627 1,608 1,801 1,627 1,511 1,491 1,453 1,511 1,550 1,705 1,724
30 MALUKU 2,243 204 188 186 209 188 175 173 168 175 179 197 200
31 PAPUA 5,070 461 426 421 472 426 395 390 380 395 406 446 451
32 MALUKU UTARA 845 77 71 70 79 71 66 65 63 66 68 74 75
33 IRJA BARAT 910 83 76 76 85 76 71 70 68 71 73 80 81
JUMLAH PROPINSI 3,266,794 297,278 274,411 271,144 303,812 274,411 254,810 251,543 245,010 254,810 261,344 287,478 290,745

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.3. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Hortikultura (Ton)


0.092 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 8,387 763 705 696 780 705 654 646 629 654 671 738 746
2 SUMATERA UTARA 21,844 1,988 1,835 1,813 2,031 1,835 1,704 1,682 1,638 1,704 1,748 1,922 1,944
3 SUMATERA BARAT 8,664 788 728 719 806 728 676 667 650 676 693 762 771
4 JAMBI 4,131 376 347 343 384 347 322 318 310 322 330 364 368
5 RIAU 2,949 268 248 245 274 248 230 227 221 230 236 260 262
6 BENGKULU 2,765 252 232 230 257 232 216 213 207 216 221 243 246
7 SUMATERA SELATAN 21,568 1,963 1,812 1,790 2,006 1,812 1,682 1,661 1,618 1,682 1,725 1,898 1,920
8 BANGKA BELITUNG 1,567 143 132 130 146 132 122 121 118 122 125 138 139
9 LAMPUNG 29,033 2,642 2,439 2,410 2,700 2,439 2,265 2,236 2,177 2,265 2,323 2,555 2,584
10 KEP. RIAU 74 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
11 DKI. JAKARTA 74 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
12 BANTEN 8,019 730 674 666 746 674 625 617 601 625 641 706 714
13 JAWA BARAT 69,127 6,291 5,807 5,738 6,429 5,807 5,392 5,323 5,184 5,392 5,530 6,083 6,152
14 D.I. YOGYAKARTA 5,991 545 503 497 557 503 467 461 449 467 479 527 533
15 JAWA TENGAH 86,178 7,842 7,239 7,153 8,015 7,239 6,722 6,636 6,463 6,722 6,894 7,584 7,670
16 JAWA TIMUR 115,119 10,476 9,670 9,555 10,706 9,670 8,979 8,864 8,634 8,979 9,210 10,130 10,246
17 BALI 5,161 470 434 428 480 434 403 397 387 403 413 454 459
18 KALIMANTAN BARAT 3,871 352 325 321 360 325 302 298 290 302 310 341 345
19 KALIMANTAN TENGAH 1,659 151 139 138 154 139 129 128 124 129 133 146 148
20 KALIMANTAN SELATAN 4,793 436 403 398 446 403 374 369 359 374 383 422 427
21 KALIMANTAN TIMUR 1,936 176 163 161 180 163 151 149 145 151 155 170 172
22 SULAWESI UTARA 2,673 243 225 222 249 225 208 206 200 208 214 235 238
23 GORONTALO 1,659 151 139 138 154 139 129 128 124 129 133 146 148
24 SULAWESI TENGAH 4,240 386 356 352 394 356 331 326 318 331 339 373 377
25 SULAWESI TENGGARA 2,028 185 170 168 189 170 158 156 152 158 162 178 180
26 SULAWESI SELATAN 29,310 2,667 2,462 2,433 2,726 2,462 2,286 2,257 2,198 2,286 2,345 2,579 2,609
27 SULAWESI BARAT 2,550 232 214 212 237 214 199 196 191 199 204 224 227
28 NUSA TENGGARA BARAT 13,825 1,258 1,161 1,148 1,286 1,161 1,078 1,065 1,037 1,078 1,106 1,217 1,230
29 NUSA TENGGARA TIMUR 2,747 250 231 228 255 231 214 211 206 214 220 242 244
30 MALUKU 318 29 27 26 30 27 25 24 24 25 25 28 28
31 PAPUA 719 65 60 60 67 60 56 55 54 56 58 63 64
32 MALUKU UTARA 120 11 10 10 11 10 9 9 9 9 10 11 11
33 IRJA BARAT 129 12 11 11 12 11 10 10 10 10 10 11 11
JUMLAH PROPINSI 463,226 42,154 38,911 38,448 43,080 38,911 36,132 35,668 34,742 36,132 37,058 40,764 41,227

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.4. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perkebunan (Ton)


0.221 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 20,078 1,827 1,687 1,666 1,867 1,687 1,566 1,546 1,506 1,566 1,606 1,767 1,787
2 SUMATERA UTARA 52,291 4,759 4,392 4,340 4,863 4,392 4,079 4,026 3,922 4,079 4,183 4,602 4,654
3 SUMATERA BARAT 20,740 1,887 1,742 1,721 1,929 1,742 1,618 1,597 1,555 1,618 1,659 1,825 1,846
4 JAMBI 9,889 900 831 821 920 831 771 761 742 771 791 870 880
5 RIAU 7,060 642 593 586 657 593 551 544 530 551 565 621 628
6 BENGKULU 6,619 602 556 549 616 556 516 510 496 516 530 582 589
7 SUMATERA SELATAN 51,629 4,698 4,337 4,285 4,802 4,337 4,027 3,975 3,872 4,027 4,130 4,543 4,595
8 BANGKA BELITUNG 3,751 341 315 311 349 315 293 289 281 293 300 330 334
9 LAMPUNG 69,501 6,325 5,838 5,769 6,464 5,838 5,421 5,352 5,213 5,421 5,560 6,116 6,186
10 KEP. RIAU 177 16 15 15 16 15 14 14 13 14 14 16 16
11 DKI. JAKARTA 177 16 15 15 16 15 14 14 13 14 14 16 16
12 BANTEN 19,196 1,747 1,612 1,593 1,785 1,612 1,497 1,478 1,440 1,497 1,536 1,689 1,708
13 JAWA BARAT 165,479 15,059 13,900 13,735 15,390 13,900 12,907 12,742 12,411 12,907 13,238 14,562 14,728
14 D.I. YOGYAKARTA 14,341 1,305 1,205 1,190 1,334 1,205 1,119 1,104 1,076 1,119 1,147 1,262 1,276
15 JAWA TENGAH 206,297 18,773 17,329 17,123 19,186 17,329 16,091 15,885 15,472 16,091 16,504 18,154 18,360
16 JAWA TIMUR 275,577 25,078 23,148 22,873 25,629 23,148 21,495 21,219 20,668 21,495 22,046 24,251 24,526
17 BALI 12,356 1,124 1,038 1,026 1,149 1,038 964 951 927 964 988 1,087 1,100
18 KALIMANTAN BARAT 9,267 843 778 769 862 778 723 714 695 723 741 815 825
19 KALIMANTAN TENGAH 3,971 361 334 330 369 334 310 306 298 310 318 349 353
20 KALIMANTAN SELATAN 11,473 1,044 964 952 1,067 964 895 883 860 895 918 1,010 1,021
21 KALIMANTAN TIMUR 4,633 422 389 385 431 389 361 357 348 361 371 408 412
22 SULAWESI UTARA 6,399 582 537 531 595 537 499 493 480 499 512 563 569
23 GORONTALO 3,971 361 334 330 369 334 310 306 298 310 318 349 353
24 SULAWESI TENGAH 10,149 924 853 842 944 853 792 782 761 792 812 893 903
25 SULAWESI TENGGARA 4,854 442 408 403 451 408 379 374 364 379 388 427 432
26 SULAWESI SELATAN 70,163 6,385 5,894 5,824 6,525 5,894 5,473 5,403 5,262 5,473 5,613 6,174 6,245
27 SULAWESI BARAT 6,104 555 513 507 568 513 476 470 458 476 488 537 543
28 NUSA TENGGARA BARAT 33,096 3,012 2,780 2,747 3,078 2,780 2,581 2,548 2,482 2,581 2,648 2,912 2,946
29 NUSA TENGGARA TIMUR 6,575 598 552 546 611 552 513 506 493 513 526 579 585
30 MALUKU 761 69 64 63 71 64 59 59 57 59 61 67 68
31 PAPUA 1,721 157 145 143 160 145 134 133 129 134 138 151 153
32 MALUKU UTARA 287 26 24 24 27 24 22 22 22 22 23 25 26
33 IRJA BARAT 309 28 26 26 29 26 24 24 23 24 25 27 27
JUMLAH PROPINSI 1,108,892 100,909 93,147 92,038 103,127 93,147 86,494 85,385 83,167 86,494 88,711 97,582 98,691

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.5. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Peternakan (Ton)


0.003 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 269 24 23 22 25 23 21 21 20 21 21 24 24
2 SUMATERA UTARA 700 64 59 58 65 59 55 54 52 55 56 62 62
3 SUMATERA BARAT 278 25 23 23 26 23 22 21 21 22 22 24 25
4 JAMBI 132 12 11 11 12 11 10 10 10 10 11 12 12
5 RIAU 95 9 8 8 9 8 7 7 7 7 8 8 8
6 BENGKULU 89 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 8 8
7 SUMATERA SELATAN 691 63 58 57 64 58 54 53 52 54 55 61 62
8 BANGKA BELITUNG 50 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
9 LAMPUNG 930 85 78 77 87 78 73 72 70 73 74 82 83
10 KEP. RIAU 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI. JAKARTA 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 BANTEN 257 23 22 21 24 22 20 20 19 20 21 23 23
13 JAWA BARAT 2,215 202 186 184 206 186 173 171 166 173 177 195 197
14 D.I. YOGYAKARTA 192 17 16 16 18 16 15 15 14 15 15 17 17
15 JAWA TENGAH 2,761 251 232 229 257 232 215 213 207 215 221 243 246
16 JAWA TIMUR 3,689 336 310 306 343 310 288 284 277 288 295 325 328
17 BALI 165 15 14 14 15 14 13 13 12 13 13 15 15
18 KALIMANTAN BARAT 124 11 10 10 12 10 10 10 9 10 10 11 11
19 KALIMANTAN TENGAH 53 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
20 KALIMANTAN SELATAN 154 14 13 13 14 13 12 12 12 12 12 14 14
21 KALIMANTAN TIMUR 62 6 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 6
22 SULAWESI UTARA 86 8 7 7 8 7 7 7 6 7 7 8 8
23 GORONTALO 53 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
24 SULAWESI TENGAH 136 12 11 11 13 11 11 10 10 11 11 12 12
25 SULAWESI TENGGARA 65 6 5 5 6 5 5 5 5 5 5 6 6
26 SULAWESI SELATAN 939 85 79 78 87 79 73 72 70 73 75 83 84
7 SULAWESI BARAT 82 7 7 7 8 7 6 6 6 6 7 7 7
28 NUSA TENGGARA BARAT 443 40 37 37 41 37 35 34 33 35 35 39 39
29 NUSA TENGGARA TIMUR 88 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 8 8
30 MALUKU 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 PAPUA 23 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
32 MALUKU UTARA 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 IRJA BARAT 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH PROPINSI 14,842 1,351 1,247 1,232 1,380 1,247 1,158 1,143 1,113 1,158 1,187 1,306 1,321

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.6. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011 0
KEBUTUHAN PUPUK UREA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perikanan Budidaya (Ton)


0.034 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 3,116 284 262 259 290 262 243 240 234 243 249 274 277
2 SUMATERA UTARA 8,115 738 682 674 755 682 633 625 609 633 649 714 722
3 SUMATERA BARAT 3,219 293 270 267 299 270 251 248 241 251 257 283 286
4 JAMBI 1,535 140 129 127 143 129 120 118 115 120 123 135 137
5 RIAU 1,096 100 92 91 102 92 85 84 82 85 88 96 98
6 BENGKULU 1,027 93 86 85 96 86 80 79 77 80 82 90 91
7 SUMATERA SELATAN 8,012 729 673 665 745 673 625 617 601 625 641 705 713
8 BANGKA BELITUNG 582 53 49 48 54 49 45 45 44 45 47 51 52
9 LAMPUNG 10,786 981 906 895 1,003 906 841 830 809 841 863 949 960
10 KEP. RIAU 27 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
11 DKI. JAKARTA 27 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
12 BANTEN 2,979 271 250 247 277 250 232 229 223 232 238 262 265
13 JAWA BARAT 25,680 2,337 2,157 2,131 2,388 2,157 2,003 1,977 1,926 2,003 2,054 2,260 2,285
14 D.I. YOGYAKARTA 2,226 203 187 185 207 187 174 171 167 174 178 196 198
15 JAWA TENGAH 32,014 2,913 2,689 2,657 2,977 2,689 2,497 2,465 2,401 2,497 2,561 2,817 2,849
16 JAWA TIMUR 42,765 3,892 3,592 3,550 3,977 3,592 3,336 3,293 3,207 3,336 3,421 3,763 3,806
17 BALI 1,917 174 161 159 178 161 150 148 144 150 153 169 171
18 KALIMANTAN BARAT 1,438 131 121 119 134 121 112 111 108 112 115 127 128
19 KALIMANTAN TENGAH 616 56 52 51 57 52 48 47 46 48 49 54 55
20 KALIMANTAN SELATAN 1,780 162 150 148 166 150 139 137 134 139 142 157 158
21 KALIMANTAN TIMUR 719 65 60 60 67 60 56 55 54 56 58 63 64
22 SULAWESI UTARA 993 90 83 82 92 83 77 76 74 77 79 87 88
23 GORONTALO 616 56 52 51 57 52 48 47 46 48 49 54 55
24 SULAWESI TENGAH 1,575 143 132 131 146 132 123 121 118 123 126 139 140
25 SULAWESI TENGGARA 753 69 63 63 70 63 59 58 56 59 60 66 67
26 SULAWESI SELATAN 10,888 991 915 904 1,013 915 849 838 817 849 871 958 969
27 SULAWESI BARAT 947 86 80 79 88 80 74 73 71 74 76 83 84
28 NUSA TENGGARA BARAT 5,136 467 431 426 478 431 401 395 385 401 411 452 457
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1,020 93 86 85 95 86 80 79 77 80 82 90 91
30 MALUKU 118 11 10 10 11 10 9 9 9 9 9 10 11
31 PAPUA 267 24 22 22 25 22 21 21 20 21 21 24 24
32 MALUKU UTARA 45 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4
33 IRJA BARAT 48 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
JUMLAH PROPINSI 172,083 15,660 14,455 14,283 16,004 14,455 13,422 13,250 12,906 13,422 13,767 15,143 15,315

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.7. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011

KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

1000000 100.0 (Ton)


462,794 9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 17,647 1,606 1,482 1,465 1,641 1,482 1,376 1,359 1,324 1,376 1,412 1,553 1,571
2 SUMATERA UTARA 37,000 3,367 3,108 3,071 3,441 3,108 2,886 2,849 2,775 2,886 2,960 3,256 3,293
3 SUMATERA BARAT 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
4 JAMBI 14,000 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
5 RIAU 5,500 501 462 457 512 462 429 424 413 429 440 484 490
6 BENGKULU 5,294 482 445 439 492 445 413 408 397 413 424 466 471
7 SUMATERA SELATAN 39,706 3,613 3,335 3,296 3,693 3,335 3,097 3,057 2,978 3,097 3,176 3,494 3,534
8 BANGKA BELITUNG 3,529 321 296 293 328 296 275 272 265 275 282 311 314
9 LAMPUNG 52,941 4,818 4,447 4,394 4,924 4,447 4,129 4,076 3,971 4,129 4,235 4,659 4,712
10 KEP. RIAU 882 80 74 73 82 74 69 68 66 69 71 78 79
11 DKI. JAKARTA 88 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 8 8
12 BANTEN 22,000 2,002 1,848 1,826 2,046 1,848 1,716 1,694 1,650 1,716 1,760 1,936 1,958
13 JAWA BARAT 130,000 11,830 10,920 10,790 12,090 10,920 10,140 10,010 9,750 10,140 10,400 11,440 11,570
14 D.I. YOGYAKARTA 4,412 401 371 366 410 371 344 340 331 344 353 388 393
15 JAWA TENGAH 130,000 11,830 10,920 10,790 12,090 10,920 10,140 10,010 9,750 10,140 10,400 11,440 11,570
16 JAWA TIMUR 173,382 15,778 14,564 14,391 16,125 14,564 13,524 13,350 13,004 13,524 13,871 15,258 15,431
17 BALI 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
18 KALIMANTAN BARAT 8,824 803 741 732 821 741 688 679 662 688 706 776 785
19 KALIMANTAN TENGAH 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
20 KALIMANTAN SELATAN 6,618 602 556 549 615 556 516 510 496 516 529 582 589
21 KALIMANTAN TIMUR 5,294 482 445 439 492 445 413 408 397 413 424 466 471
22 SULAWESI UTARA 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
23 GORONTALO 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
24 SULAWESI TENGAH 3,529 321 296 293 328 296 275 272 265 275 282 311 314
25 SULAWESI TENGGARA 4,412 401 371 366 410 371 344 340 331 344 353 388 393
26 SULAWESI SELATAN 29,541 2,688 2,481 2,452 2,747 2,481 2,304 2,275 2,216 2,304 2,363 2,600 2,629
27 SULAWESI BARAT 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
28 NUSA TENGGARA BARAT 13,500 1,229 1,134 1,121 1,256 1,134 1,053 1,040 1,013 1,053 1,080 1,188 1,202
29 NUSA TENGGARA TIMUR 3,100 282 260 257 288 260 242 239 233 242 248 273 276
30 MALUKU 100 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 9 9
31 PAPUA 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
32 MALUKU UTARA 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
33 IRJA BARAT 500 46 42 42 47 42 39 39 38 39 40 44 45
Cadangan Nasional -
JUMLAH PROPINSI 750,000 68,250 63,000 62,250 69,750 63,000 58,500 57,750 56,250 58,500 60,000 66,000 66,750

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.8. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Tanaman Pangan (Ton)


0.577 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 10,177 926 855 845 946 855 794 784 763 794 814 896 906
2 SUMATERA UTARA 21,338 1,942 1,792 1,771 1,984 1,792 1,664 1,643 1,600 1,664 1,707 1,878 1,899
3 SUMATERA BARAT 14,418 1,312 1,211 1,197 1,341 1,211 1,125 1,110 1,081 1,125 1,153 1,269 1,283
4 JAMBI 8,074 735 678 670 751 678 630 622 606 630 646 711 719
5 RIAU 3,172 289 266 263 295 266 247 244 238 247 254 279 282
6 BENGKULU 3,053 278 256 253 284 256 238 235 229 238 244 269 272
7 SUMATERA SELATAN 22,899 2,084 1,923 1,901 2,130 1,923 1,786 1,763 1,717 1,786 1,832 2,015 2,038
8 BANGKA BELITUNG 2,035 185 171 169 189 171 159 157 153 159 163 179 181
9 LAMPUNG 30,532 2,778 2,565 2,534 2,839 2,565 2,381 2,351 2,290 2,381 2,443 2,687 2,717
10 KEP. RIAU 509 46 43 42 47 43 40 39 38 40 41 45 45
11 DKI. JAKARTA 51 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
12 BANTEN 12,688 1,155 1,066 1,053 1,180 1,066 990 977 952 990 1,015 1,117 1,129
13 JAWA BARAT 74,972 6,822 6,298 6,223 6,972 6,298 5,848 5,773 5,623 5,848 5,998 6,598 6,673
14 D.I. YOGYAKARTA 2,544 232 214 211 237 214 198 196 191 198 204 224 226
15 JAWA TENGAH 74,972 6,822 6,298 6,223 6,972 6,298 5,848 5,773 5,623 5,848 5,998 6,598 6,673
16 JAWA TIMUR 99,991 9,099 8,399 8,299 9,299 8,399 7,799 7,699 7,499 7,799 7,999 8,799 8,899
17 BALI 1,730 157 145 144 161 145 135 133 130 135 138 152 154
18 KALIMANTAN BARAT 5,089 463 427 422 473 427 397 392 382 397 407 448 453
19 KALIMANTAN TENGAH 1,730 157 145 144 161 145 135 133 130 135 138 152 154
20 KALIMANTAN SELATAN 3,816 347 321 317 355 321 298 294 286 298 305 336 340
21 KALIMANTAN TIMUR 3,053 278 256 253 284 256 238 235 229 238 244 269 272
22 SULAWESI UTARA 1,730 157 145 144 161 145 135 133 130 135 138 152 154
23 GORONTALO 577 52 48 48 54 48 45 44 43 45 46 51 51
24 SULAWESI TENGAH 2,035 185 171 169 189 171 159 157 153 159 163 179 181
25 SULAWESI TENGGARA 2,544 232 214 211 237 214 198 196 191 198 204 224 226
26 SULAWESI SELATAN 17,037 1,550 1,431 1,414 1,584 1,431 1,329 1,312 1,278 1,329 1,363 1,499 1,516
27 SULAWESI BARAT 865 79 73 72 80 73 67 67 65 67 69 76 77
28 NUSA TENGGARA BARAT 7,786 708 654 646 724 654 607 599 584 607 623 685 693
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1,788 163 150 148 166 150 139 138 134 139 143 157 159
30 MALUKU 58 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5
31 PAPUA 865 79 73 72 80 73 67 67 65 67 69 76 77
32 MALUKU UTARA 115 10 10 10 11 10 9 9 9 9 9 10 10
33 IRJA BARAT 288 26 24 24 27 24 22 22 22 22 23 25 26
JUMLAH PROPINSI 432,531 39,360 36,333 35,900 40,225 36,333 33,737 33,305 32,440 33,737 34,602 38,063 38,495

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.9. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Hortikultura (Ton)


0.049 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 864 79 73 72 80 73 67 67 65 67 69 76 77
2 SUMATERA UTARA 1,812 165 152 150 168 152 141 140 136 141 145 159 161
3 SUMATERA BARAT 1,224 111 103 102 114 103 95 94 92 95 98 108 109
4 JAMBI 686 62 58 57 64 58 53 53 51 53 55 60 61
5 RIAU 269 25 23 22 25 23 21 21 20 21 22 24 24
6 BENGKULU 259 24 22 22 24 22 20 20 19 20 21 23 23
7 SUMATERA SELATAN 1,944 177 163 161 181 163 152 150 146 152 156 171 173
8 BANGKA BELITUNG 173 16 15 14 16 15 13 13 13 13 14 15 15
9 LAMPUNG 2,592 236 218 215 241 218 202 200 194 202 207 228 231
10 KEP. RIAU 43 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4
11 DKI. JAKARTA 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 BANTEN 1,077 98 90 89 100 90 84 83 81 84 86 95 96
13 JAWA BARAT 6,366 579 535 528 592 535 497 490 477 497 509 560 567
14 D.I. YOGYAKARTA 216 20 18 18 20 18 17 17 16 17 17 19 19
15 JAWA TENGAH 6,366 579 535 528 592 535 497 490 477 497 509 560 567
16 JAWA TIMUR 8,490 773 713 705 790 713 662 654 637 662 679 747 756
17 BALI 147 13 12 12 14 12 11 11 11 11 12 13 13
18 KALIMANTAN BARAT 432 39 36 36 40 36 34 33 32 34 35 38 38
19 KALIMANTAN TENGAH 147 13 12 12 14 12 11 11 11 11 12 13 13
20 KALIMANTAN SELATAN 324 29 27 27 30 27 25 25 24 25 26 29 29
21 KALIMANTAN TIMUR 259 24 22 22 24 22 20 20 19 20 21 23 23
22 SULAWESI UTARA 147 13 12 12 14 12 11 11 11 11 12 13 13
23 GORONTALO 49 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
24 SULAWESI TENGAH 173 16 15 14 16 15 13 13 13 13 14 15 15
25 SULAWESI TENGGARA 216 20 18 18 20 18 17 17 16 17 17 19 19
26 SULAWESI SELATAN 1,447 132 122 120 135 122 113 111 108 113 116 127 129
27 SULAWESI BARAT 73 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
28 NUSA TENGGARA BARAT 661 60 56 55 61 56 52 51 50 52 53 58 59
29 NUSA TENGGARA TIMUR 152 14 13 13 14 13 12 12 11 12 12 13 14
30 MALUKU 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 PAPUA 73 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
32 MALUKU UTARA 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
33 IRJA BARAT 24 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
JUMLAH PROPINSI 36,725 3,342 3,085 3,048 3,415 3,085 2,865 2,828 2,754 2,865 2,938 3,232 3,269

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.10. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perkebunan (Ton)


0.301 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 5,315 484 446 441 494 446 415 409 399 415 425 468 473
2 SUMATERA UTARA 11,143 1,014 936 925 1,036 936 869 858 836 869 891 981 992
3 SUMATERA BARAT 7,529 685 632 625 700 632 587 580 565 587 602 663 670
4 JAMBI 4,216 384 354 350 392 354 329 325 316 329 337 371 375
5 RIAU 1,656 151 139 137 154 139 129 128 124 129 133 146 147
6 BENGKULU 1,594 145 134 132 148 134 124 123 120 124 128 140 142
7 SUMATERA SELATAN 11,958 1,088 1,004 992 1,112 1,004 933 921 897 933 957 1,052 1,064
8 BANGKA BELITUNG 1,063 97 89 88 99 89 83 82 80 83 85 94 95
9 LAMPUNG 15,944 1,451 1,339 1,323 1,483 1,339 1,244 1,228 1,196 1,244 1,275 1,403 1,419
10 KEP. RIAU 266 24 22 22 25 22 21 20 20 21 21 23 24
11 DKI. JAKARTA 27 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
12 BANTEN 6,625 603 557 550 616 557 517 510 497 517 530 583 590
13 JAWA BARAT 39,150 3,563 3,289 3,249 3,641 3,289 3,054 3,015 2,936 3,054 3,132 3,445 3,484
14 D.I. YOGYAKARTA 1,329 121 112 110 124 112 104 102 100 104 106 117 118
15 JAWA TENGAH 39,150 3,563 3,289 3,249 3,641 3,289 3,054 3,015 2,936 3,054 3,132 3,445 3,484
16 JAWA TIMUR 52,215 4,752 4,386 4,334 4,856 4,386 4,073 4,021 3,916 4,073 4,177 4,595 4,647
17 BALI 903 82 76 75 84 76 70 70 68 70 72 80 80
18 KALIMANTAN BARAT 2,657 242 223 221 247 223 207 205 199 207 213 234 236
19 KALIMANTAN TENGAH 903 82 76 75 84 76 70 70 68 70 72 80 80
20 KALIMANTAN SELATAN 1,993 181 167 165 185 167 155 153 149 155 159 175 177
21 KALIMANTAN TIMUR 1,594 145 134 132 148 134 124 123 120 124 128 140 142
22 SULAWESI UTARA 903 82 76 75 84 76 70 70 68 70 72 80 80
23 GORONTALO 301 27 25 25 28 25 23 23 23 23 24 27 27
24 SULAWESI TENGAH 1,063 97 89 88 99 89 83 82 80 83 85 94 95
25 SULAWESI TENGGARA 1,329 121 112 110 124 112 104 102 100 104 106 117 118
26 SULAWESI SELATAN 8,896 810 747 738 827 747 694 685 667 694 712 783 792
27 SULAWESI BARAT 452 41 38 37 42 38 35 35 34 35 36 40 40
28 NUSA TENGGARA BARAT 4,066 370 342 337 378 342 317 313 305 317 325 358 362
29 NUSA TENGGARA TIMUR 934 85 78 77 87 78 73 72 70 73 75 82 83
30 MALUKU 30 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3
31 PAPUA 452 41 38 37 42 38 35 35 34 35 36 40 40
32 MALUKU UTARA 60 5 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5
33 IRJA BARAT 151 14 13 12 14 13 12 12 11 12 12 13 13
JUMLAH PROPINSI 225,867 20,554 18,973 18,747 21,006 18,973 17,618 17,392 16,940 17,618 18,069 19,876 20,102

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.11. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Peternakan (Ton)


0.001 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 24 2.2 2.0 2.0 2.2 2.0 1.9 1.8 1.8 1.9 1.9 2.1 2.1
2 SUMATERA UTARA 50 4.5 4.2 4.1 4.6 4.2 3.9 3.8 3.7 3.9 4.0 4.4 4.4
3 SUMATERA BARAT 34 3.1 2.8 2.8 3.1 2.8 2.6 2.6 2.5 2.6 2.7 3.0 3.0
4 JAMBI 19 1.7 1.6 1.6 1.8 1.6 1.5 1.5 1.4 1.5 1.5 1.7 1.7
5 RIAU 7 0.7 0.6 0.6 0.7 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.7 0.7
6 BENGKULU 7 0.6 0.6 0.6 0.7 0.6 0.6 0.5 0.5 0.6 0.6 0.6 0.6
7 SUMATERA SELATAN 54 4.9 4.5 4.4 5.0 4.5 4.2 4.1 4.0 4.2 4.3 4.7 4.8
8 BANGKA BELITUNG 5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
9 LAMPUNG 71 6.5 6.0 5.9 6.6 6.0 5.6 5.5 5.4 5.6 5.7 6.3 6.4
10 KEP. RIAU 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
11 DKI. JAKARTA 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
12 BANTEN 30 2.7 2.5 2.5 2.8 2.5 2.3 2.3 2.2 2.3 2.4 2.6 2.6
13 JAWA BARAT 175 16.0 14.7 14.6 16.3 14.7 13.7 13.5 13.2 13.7 14.0 15.4 15.6
14 D.I. YOGYAKARTA 6 0.5 0.5 0.5 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.5 0.5 0.5
15 JAWA TENGAH 175 16.0 14.7 14.6 16.3 14.7 13.7 13.5 13.2 13.7 14.0 15.4 15.6
16 JAWA TIMUR 234 21.3 19.6 19.4 21.8 19.6 18.2 18.0 17.5 18.2 18.7 20.6 20.8
17 BALI 4 0.4 0.3 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4
18 KALIMANTAN BARAT 12 1.1 1.0 1.0 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1
19 KALIMANTAN TENGAH 4 0.4 0.3 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4
20 KALIMANTAN SELATAN 9 0.8 0.7 0.7 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8
21 KALIMANTAN TIMUR 7 0.6 0.6 0.6 0.7 0.6 0.6 0.5 0.5 0.6 0.6 0.6 0.6
22 SULAWESI UTARA 4 0.4 0.3 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4
23 GORONTALO 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
24 SULAWESI TENGAH 5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
25 SULAWESI TENGGARA 6 0.5 0.5 0.5 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.5 0.5 0.5
26 SULAWESI SELATAN 40 3.6 3.3 3.3 3.7 3.3 3.1 3.1 3.0 3.1 3.2 3.5 3.5
27 SULAWESI BARAT 2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
28 NUSA TENGGARA BARAT 18 1.7 1.5 1.5 1.7 1.5 1.4 1.4 1.4 1.4 1.5 1.6 1.6
29 NUSA TENGGARA TIMUR 4 0.4 0.4 0.3 0.4 0.4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.4 0.4
30 MALUKU 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
31 PAPUA 2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
32 MALUKU UTARA 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
33 IRJA BARAT 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
JUMLAH PROPINSI 1,012 92 85 84 94 85 79 78 76 79 81 89 90

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.12. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK SP-36 BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perikanan Budidaya (Ton)


0.072 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 1,267 115 106 105 118 106 99 98 95 99 101 112 113
2 SUMATERA UTARA 2,657 242 223 221 247 223 207 205 199 207 213 234 237
3 SUMATERA BARAT 1,795 163 151 149 167 151 140 138 135 140 144 158 160
4 JAMBI 1,005 91 84 83 94 84 78 77 75 78 80 88 89
5 RIAU 395 36 33 33 37 33 31 30 30 31 32 35 35
6 BENGKULU 380 35 32 32 35 32 30 29 29 30 30 33 34
7 SUMATERA SELATAN 2,852 260 240 237 265 240 222 220 214 222 228 251 254
8 BANGKA BELITUNG 253 23 21 21 24 21 20 20 19 20 20 22 23
9 LAMPUNG 3,802 346 319 316 354 319 297 293 285 297 304 335 338
10 KEP. RIAU 63 6 5 5 6 5 5 5 5 5 5 6 6
11 DKI. JAKARTA 6 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1
12 BANTEN 1,580 144 133 131 147 133 123 122 119 123 126 139 141
13 JAWA BARAT 9,337 850 784 775 868 784 728 719 700 728 747 822 831
14 D.I. YOGYAKARTA 317 29 27 26 29 27 25 24 24 25 25 28 28
15 JAWA TENGAH 9,337 850 784 775 868 784 728 719 700 728 747 822 831
16 JAWA TIMUR 12,452 1,133 1,046 1,034 1,158 1,046 971 959 934 971 996 1,096 1,108
17 BALI 215 20 18 18 20 18 17 17 16 17 17 19 19
18 KALIMANTAN BARAT 634 58 53 53 59 53 49 49 48 49 51 56 56
19 KALIMANTAN TENGAH 215 20 18 18 20 18 17 17 16 17 17 19 19
20 KALIMANTAN SELATAN 475 43 40 39 44 40 37 37 36 37 38 42 42
21 KALIMANTAN TIMUR 380 35 32 32 35 32 30 29 29 30 30 33 34
22 SULAWESI UTARA 215 20 18 18 20 18 17 17 16 17 17 19 19
23 GORONTALO 72 7 6 6 7 6 6 6 5 6 6 6 6
24 SULAWESI TENGAH 253 23 21 21 24 21 20 20 19 20 20 22 23
25 SULAWESI TENGGARA 317 29 27 26 29 27 25 24 24 25 25 28 28
26 SULAWESI SELATAN 2,122 193 178 176 197 178 165 163 159 165 170 187 189
27 SULAWESI BARAT 108 10 9 9 10 9 8 8 8 8 9 9 10
28 NUSA TENGGARA BARAT 970 88 81 80 90 81 76 75 73 76 78 85 86
29 NUSA TENGGARA TIMUR 223 20 19 18 21 19 17 17 17 17 18 20 20
30 MALUKU 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 PAPUA 108 10 9 9 10 9 8 8 8 8 9 9 10
32 MALUKU UTARA 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
33 IRJA BARAT 36 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
JUMLAH PROPINSI 53,865 4,902 4,525 4,471 5,009 4,525 4,201 4,148 4,040 4,201 4,309 4,740 4,794

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.13. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011

KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

950000 (Ton)
100.0 636,500 9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
2 SUMATERA UTARA 58,000 5,278 4,872 4,814 5,394 4,872 4,524 4,466 4,350 4,524 4,640 5,104 5,162
3 SUMATERA BARAT 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
4 JAMBI 5,000 455 420 415 465 420 390 385 375 390 400 440 445
5 RIAU 4,000 364 336 332 372 336 312 308 300 312 320 352 356
6 BENGKULU 2,500 228 210 208 233 210 195 193 188 195 200 220 223
7 SUMATERA SELATAN 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
8 BANGKA BELITUNG 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
9 LAMPUNG 11,000 1,001 924 913 1,023 924 858 847 825 858 880 968 979
10 KEP. RIAU 300 27 25 25 28 25 23 23 23 23 24 26 27
11 DKI. JAKARTA 49 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
12 BANTEN 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
13 JAWA BARAT 75,000 6,825 6,300 6,225 6,975 6,300 5,850 5,775 5,625 5,850 6,000 6,600 6,675
14 D.I. YOGYAKARTA 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
15 JAWA TENGAH 145,000 13,195 12,180 12,035 13,485 12,180 11,310 11,165 10,875 11,310 11,600 12,760 12,905
16 JAWA TIMUR 400,000 36,400 33,600 33,200 37,200 33,600 31,200 30,800 30,000 31,200 32,000 35,200 35,600
17 BALI 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
18 KALIMANTAN BARAT 4,500 410 378 374 419 378 351 347 338 351 360 396 401
19 KALIMANTAN TENGAH 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
20 KALIMANTAN SELATAN 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
21 KALIMANTAN TIMUR 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
22 SULAWESI UTARA 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
23 GORONTALO 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
24 SULAWESI TENGAH 9,000 819 756 747 837 756 702 693 675 702 720 792 801
25 SULAWESI TENGGARA 4,000 364 336 332 372 336 312 308 300 312 320 352 356
26 SULAWESI SELATAN 60,000 5,460 5,040 4,980 5,580 5,040 4,680 4,620 4,500 4,680 4,800 5,280 5,340
27 SULAWESI BARAT 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
28 NUSA TENGGARA BARAT 12,500 1,138 1,050 1,038 1,163 1,050 975 963 938 975 1,000 1,100 1,113
29 NUSA TENGGARA TIMUR 600 55 50 50 56 50 47 46 45 47 48 53 53
30 MALUKU 351 32 29 29 33 29 27 27 26 27 28 31 31
31 PAPUA 500 46 42 42 47 42 39 39 38 39 40 44 45
32 MALUKU UTARA 100 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 9 9
33 IRJA BARAT 200 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
Cadangan Nasional
JUMLAH PROPINSI 850,000 77,350 71,400 70,550 79,050 71,400 66,300 65,450 63,750 66,300 68,000 74,800 75,650

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.14. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Tanaman Pangan (Ton)


0.426 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 2,766 252 232 230 257 232 216 213 207 216 221 243 246
2 SUMATERA UTARA 24,681 2,246 2,073 2,048 2,295 2,073 1,925 1,900 1,851 1,925 1,974 2,172 2,197
3 SUMATERA BARAT 6,383 581 536 530 594 536 498 491 479 498 511 562 568
4 JAMBI 2,128 194 179 177 198 179 166 164 160 166 170 187 189
5 RIAU 1,702 155 143 141 158 143 133 131 128 133 136 150 151
6 BENGKULU 1,064 97 89 88 99 89 83 82 80 83 85 94 95
7 SUMATERA SELATAN 2,766 252 232 230 257 232 216 213 207 216 221 243 246
8 BANGKA BELITUNG 638 58 54 53 59 54 50 49 48 50 51 56 57
9 LAMPUNG 4,681 426 393 389 435 393 365 360 351 365 374 412 417
10 KEP. RIAU 128 12 11 11 12 11 10 10 10 10 10 11 11
11 DKI. JAKARTA 21 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
12 BANTEN 638 58 54 53 59 54 50 49 48 50 51 56 57
13 JAWA BARAT 31,915 2,904 2,681 2,649 2,968 2,681 2,489 2,457 2,394 2,489 2,553 2,808 2,840
14 D.I. YOGYAKARTA 3,404 310 286 283 317 286 266 262 255 266 272 300 303
15 JAWA TENGAH 61,702 5,615 5,183 5,121 5,738 5,183 4,813 4,751 4,628 4,813 4,936 5,430 5,491
16 JAWA TIMUR 170,212 15,489 14,298 14,128 15,830 14,298 13,277 13,106 12,766 13,277 13,617 14,979 15,149
17 BALI 2,979 271 250 247 277 250 232 229 223 232 238 262 265
18 KALIMANTAN BARAT 1,915 174 161 159 178 161 149 147 144 149 153 169 170
19 KALIMANTAN TENGAH 426 39 36 35 40 36 33 33 32 33 34 37 38
20 KALIMANTAN SELATAN 851 77 71 71 79 71 66 66 64 66 68 75 76
21 KALIMANTAN TIMUR 851 77 71 71 79 71 66 66 64 66 68 75 76
22 SULAWESI UTARA 85 8 7 7 8 7 7 7 6 7 7 7 8
23 GORONTALO 85 8 7 7 8 7 7 7 6 7 7 7 8
24 SULAWESI TENGAH 3,830 349 322 318 356 322 299 295 287 299 306 337 341
25 SULAWESI TENGGARA 1,702 155 143 141 158 143 133 131 128 133 136 150 151
26 SULAWESI SELATAN 25,532 2,323 2,145 2,119 2,374 2,145 1,991 1,966 1,915 1,991 2,043 2,247 2,272
27 SULAWESI BARAT 2,553 232 214 212 237 214 199 197 191 199 204 225 227
28 NUSA TENGGARA BARAT 5,319 484 447 441 495 447 415 410 399 415 426 468 473
29 NUSA TENGGARA TIMUR 255 23 21 21 24 21 20 20 19 20 20 22 23
30 MALUKU 149 14 13 12 14 13 12 12 11 12 12 13 13
31 PAPUA 213 19 18 18 20 18 17 16 16 17 17 19 19
32 MALUKU UTARA 43 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4
33 IRJA BARAT 85 8 7 7 8 7 7 7 6 7 7 7 8
JUMLAH PROPINSI 361,700 32,915 30,383 30,021 33,638 30,383 28,213 27,851 27,127 28,213 28,936 31,830 32,191

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.15. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Hortikultura (Ton)


0.174 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 1,128 103 95 94 105 95 88 87 85 88 90 99 100
2 SUMATERA UTARA 10,065 916 845 835 936 845 785 775 755 785 805 886 896
3 SUMATERA BARAT 2,603 237 219 216 242 219 203 200 195 203 208 229 232
4 JAMBI 868 79 73 72 81 73 68 67 65 68 69 76 77
5 RIAU 694 63 58 58 65 58 54 53 52 54 56 61 62
6 BENGKULU 434 39 36 36 40 36 34 33 33 34 35 38 39
7 SUMATERA SELATAN 1,128 103 95 94 105 95 88 87 85 88 90 99 100
8 BANGKA BELITUNG 260 24 22 22 24 22 20 20 20 20 21 23 23
9 LAMPUNG 1,909 174 160 158 178 160 149 147 143 149 153 168 170
10 KEP. RIAU 52 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
11 DKI. JAKARTA 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 BANTEN 260 24 22 22 24 22 20 20 20 20 21 23 23
13 JAWA BARAT 13,015 1,184 1,093 1,080 1,210 1,093 1,015 1,002 976 1,015 1,041 1,145 1,158
14 D.I. YOGYAKARTA 1,388 126 117 115 129 117 108 107 104 108 111 122 124
15 JAWA TENGAH 25,163 2,290 2,114 2,089 2,340 2,114 1,963 1,938 1,887 1,963 2,013 2,214 2,239
16 JAWA TIMUR 69,415 6,317 5,831 5,761 6,456 5,831 5,414 5,345 5,206 5,414 5,553 6,108 6,178
17 BALI 1,215 111 102 101 113 102 95 94 91 95 97 107 108
18 KALIMANTAN BARAT 781 71 66 65 73 66 61 60 59 61 62 69 70
19 KALIMANTAN TENGAH 174 16 15 14 16 15 14 13 13 14 14 15 15
20 KALIMANTAN SELATAN 347 32 29 29 32 29 27 27 26 27 28 31 31
21 KALIMANTAN TIMUR 347 32 29 29 32 29 27 27 26 27 28 31 31
22 SULAWESI UTARA 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
23 GORONTALO 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
24 SULAWESI TENGAH 1,562 142 131 130 145 131 122 120 117 122 125 137 139
25 SULAWESI TENGGARA 694 63 58 58 65 58 54 53 52 54 56 61 62
26 SULAWESI SELATAN 10,412 948 875 864 968 875 812 802 781 812 833 916 927
27 SULAWESI BARAT 1,041 95 87 86 97 87 81 80 78 81 83 92 93
28 NUSA TENGGARA BARAT 2,169 197 182 180 202 182 169 167 163 169 174 191 193
29 NUSA TENGGARA TIMUR 104 9 9 9 10 9 8 8 8 8 8 9 9
30 MALUKU 61 6 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5
31 PAPUA 87 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 8 8
32 MALUKU UTARA 17 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2
33 IRJA BARAT 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
JUMLAH PROPINSI 147,506 13,423 12,390 12,243 13,718 12,390 11,505 11,358 11,063 11,505 11,800 12,981 13,128

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.16. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perkebunan (Ton)


0.399 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 2,591 236 218 215 241 218 202 199 194 202 207 228 231
2 SUMATERA UTARA 23,117 2,104 1,942 1,919 2,150 1,942 1,803 1,780 1,734 1,803 1,849 2,034 2,057
3 SUMATERA BARAT 5,978 544 502 496 556 502 466 460 448 466 478 526 532
4 JAMBI 1,993 181 167 165 185 167 155 153 149 155 159 175 177
5 RIAU 1,594 145 134 132 148 134 124 123 120 124 128 140 142
6 BENGKULU 996 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
7 SUMATERA SELATAN 2,591 236 218 215 241 218 202 199 194 202 207 228 231
8 BANGKA BELITUNG 598 54 50 50 56 50 47 46 45 47 48 53 53
9 LAMPUNG 4,384 399 368 364 408 368 342 338 329 342 351 386 390
10 KEP. RIAU 120 11 10 10 11 10 9 9 9 9 10 11 11
11 DKI. JAKARTA 20 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2
12 BANTEN 598 54 50 50 56 50 47 46 45 47 48 53 53
13 JAWA BARAT 29,892 2,720 2,511 2,481 2,780 2,511 2,332 2,302 2,242 2,332 2,391 2,631 2,660
14 D.I. YOGYAKARTA 3,188 290 268 265 297 268 249 246 239 249 255 281 284
15 JAWA TENGAH 57,791 5,259 4,854 4,797 5,375 4,854 4,508 4,450 4,334 4,508 4,623 5,086 5,143
16 JAWA TIMUR 159,424 14,508 13,392 13,232 14,826 13,392 12,435 12,276 11,957 12,435 12,754 14,029 14,189
17 BALI 2,790 254 234 232 259 234 218 215 209 218 223 246 248
18 KALIMANTAN BARAT 1,794 163 151 149 167 151 140 138 135 140 143 158 160
19 KALIMANTAN TENGAH 399 36 33 33 37 33 31 31 30 31 32 35 35
20 KALIMANTAN SELATAN 797 73 67 66 74 67 62 61 60 62 64 70 71
21 KALIMANTAN TIMUR 797 73 67 66 74 67 62 61 60 62 64 70 71
22 SULAWESI UTARA 80 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 7 7
23 GORONTALO 80 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 7 7
24 SULAWESI TENGAH 3,587 326 301 298 334 301 280 276 269 280 287 316 319
25 SULAWESI TENGGARA 1,594 145 134 132 148 134 124 123 120 124 128 140 142
26 SULAWESI SELATAN 23,914 2,176 2,009 1,985 2,224 2,009 1,865 1,841 1,794 1,865 1,913 2,104 2,128
27 SULAWESI BARAT 2,391 218 201 198 222 201 187 184 179 187 191 210 213
28 NUSA TENGGARA BARAT 4,982 453 418 414 463 418 389 384 374 389 399 438 443
29 NUSA TENGGARA TIMUR 239 22 20 20 22 20 19 18 18 19 19 21 21
30 MALUKU 140 13 12 12 13 12 11 11 10 11 11 12 12
31 PAPUA 199 18 17 17 19 17 16 15 15 16 16 18 18
32 MALUKU UTARA 40 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4
33 IRJA BARAT 80 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 7 7
JUMLAH PROPINSI 338,777 30,829 28,457 28,118 31,506 28,457 26,425 26,086 25,408 26,425 27,102 29,812 30,151

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.17. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Peternakan (Ton)


0.002 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 15 1.4 1.3 1.3 1.4 1.3 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.4 1.4
2 SUMATERA UTARA 138 12.5 11.6 11.4 12.8 11.6 10.7 10.6 10.3 10.7 11.0 12.1 12.3
3 SUMATERA BARAT 36 3.2 3.0 3.0 3.3 3.0 2.8 2.7 2.7 2.8 2.8 3.1 3.2
4 JAMBI 12 1.1 1.0 1.0 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 1.0 1.1
5 RIAU 9 0.9 0.8 0.8 0.9 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8
6 BENGKULU 6 0.5 0.5 0.5 0.6 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.5 0.5 0.5
7 SUMATERA SELATAN 15 1.4 1.3 1.3 1.4 1.3 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.4 1.4
8 BANGKA BELITUNG 4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
9 LAMPUNG 26 2.4 2.2 2.2 2.4 2.2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.1 2.3 2.3
10 KEP. RIAU 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
11 DKI. JAKARTA 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
12 BANTEN 4 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
13 JAWA BARAT 178 16.2 15.0 14.8 16.6 15.0 13.9 13.7 13.4 13.9 14.2 15.7 15.8
14 D.I. YOGYAKARTA 19 1.7 1.6 1.6 1.8 1.6 1.5 1.5 1.4 1.5 1.5 1.7 1.7
15 JAWA TENGAH 344 31.3 28.9 28.6 32.0 28.9 26.8 26.5 25.8 26.8 27.5 30.3 30.6
16 JAWA TIMUR 949 86.4 79.7 78.8 88.3 79.7 74.1 73.1 71.2 74.1 75.9 83.5 84.5
17 BALI 17 1.5 1.4 1.4 1.5 1.4 1.3 1.3 1.2 1.3 1.3 1.5 1.5
18 KALIMANTAN BARAT 11 1.0 0.9 0.9 1.0 0.9 0.8 0.8 0.8 0.8 0.9 0.9 1.0
19 KALIMANTAN TENGAH 2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
20 KALIMANTAN SELATAN 5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
21 KALIMANTAN TIMUR 5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
22 SULAWESI UTARA 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
23 GORONTALO 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
24 SULAWESI TENGAH 21 1.9 1.8 1.8 2.0 1.8 1.7 1.6 1.6 1.7 1.7 1.9 1.9
25 SULAWESI TENGGARA 9 0.9 0.8 0.8 0.9 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8
26 SULAWESI SELATAN 142 13.0 12.0 11.8 13.2 12.0 11.1 11.0 10.7 11.1 11.4 12.5 12.7
27 SULAWESI BARAT 14 1.3 1.2 1.2 1.3 1.2 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.3 1.3
28 NUSA TENGGARA BARAT 30 2.7 2.5 2.5 2.8 2.5 2.3 2.3 2.2 2.3 2.4 2.6 2.6
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
30 MALUKU 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
31 PAPUA 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
32 MALUKU UTARA 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
33 IRJA BARAT 0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
JUMLAH PROPINSI 2,017 184 169 167 188 169 157 155 151 157 161 178 180

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.18. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ZA BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perikanan Budidaya (Ton)


- (Ton)
NO. PROPINSI Setahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 NAD - - - - - - - - - - - - -
2 SUMATERA UTARA - - - - - - - - - - - - -
3 SUMATERA BARAT - - - - - - - - - - - - -
4 JAMBI - - - - - - - - - - - - -
5 RIAU - - - - - - - - - - - - -
6 BENGKULU - - - - - - - - - - - - -
7 SUMATERA SELATAN - - - - - - - - - - - - -
8 BANGKA BELITUNG - - - - - - - - - - - - -
9 LAMPUNG - - - - - - - - - - - - -
10 KEP. RIAU - - - - - - - - - - - - -
11 DKI. JAKARTA - - - - - - - - - - - - -
12 BANTEN - - - - - - - - - - - - -
13 JAWA BARAT - - - - - - - - - - - - -
14 D.I. YOGYAKARTA - - - - - - - - - - - - -
15 JAWA TENGAH - - - - - - - - - - - - -
16 JAWA TIMUR - - - - - - - - - - - - -
17 BALI - - - - - - - - - - - - -
18 KALIMANTAN BARAT - - - - - - - - - - - - -
19 KALIMANTAN TENGAH - - - - - - - - - - - - -
20 KALIMANTAN SELATAN - - - - - - - - - - - - -
21 KALIMANTAN TIMUR - - - - - - - - - - - - -
22 SULAWESI UTARA - - - - - - - - - - - - -
23 GORONTALO - - - - - - - - - - - - -
24 SULAWESI TENGAH - - - - - - - - - - - - -
25 SULAWESI TENGGARA - - - - - - - - - - - - -
26 SULAWESI SELATAN - - - - - - - - - - - - -
27 SULAWESI BARAT - - - - - - - - - - - - -
28 NUSA TENGGARA BARAT - - - - - - - - - - - - -
29 NUSA TENGGARA TIMUR - - - - - - - - - - - - -
30 MALUKU - - - - - - - - - - - - -
31 PAPUA - - - - - - - - - - - - -
32 MALUKU UTARA - - - - - - - - - - - - -
33 IRJA BARAT - - - - - - - - - - - - -
JUMLAH PROPINSI - - - - - - - - - - - - -

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.18. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011

KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

2000000 (Ton)
9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 50,000 4,550 4,200 4,150 4,650 4,200 3,900 3,850 3,750 3,900 4,000 4,400 4,450
2 SUMATERA UTARA 149,500 13,605 12,558 12,409 13,904 12,558 11,661 11,512 11,213 11,661 11,960 13,156 13,306
3 SUMATERA BARAT 45,000 4,095 3,780 3,735 4,185 3,780 3,510 3,465 3,375 3,510 3,600 3,960 4,005
4 JAMBI 22,000 2,002 1,848 1,826 2,046 1,848 1,716 1,694 1,650 1,716 1,760 1,936 1,958
5 RIAU 20,000 1,820 1,680 1,660 1,860 1,680 1,560 1,540 1,500 1,560 1,600 1,760 1,780
6 BENGKULU 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
7 SUMATERA SELATAN 120,000 10,920 10,080 9,960 11,160 10,080 9,360 9,240 9,000 9,360 9,600 10,560 10,680
8 BANGKA BELITUNG 17,000 1,547 1,428 1,411 1,581 1,428 1,326 1,309 1,275 1,326 1,360 1,496 1,513
9 LAMPUNG 144,500 13,150 12,138 11,994 13,439 12,138 11,271 11,127 10,838 11,271 11,560 12,716 12,861
10 KEP. RIAU 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
11 DKI. JAKARTA 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
12 BANTEN 45,000 4,095 3,780 3,735 4,185 3,780 3,510 3,465 3,375 3,510 3,600 3,960 4,005
13 JAWA BARAT 364,000 33,124 30,576 30,212 33,852 30,576 28,392 28,028 27,300 28,392 29,120 32,032 32,396
14 D.I. YOGYAKARTA 30,000 2,730 2,520 2,490 2,790 2,520 2,340 2,310 2,250 2,340 2,400 2,640 2,670
15 JAWA TENGAH 360,000 32,760 30,240 29,880 33,480 30,240 28,080 27,720 27,000 28,080 28,800 31,680 32,040
16 JAWA TIMUR 500,000 45,500 42,000 41,500 46,500 42,000 39,000 38,500 37,500 39,000 40,000 44,000 44,500
17 BALI 33,000 3,003 2,772 2,739 3,069 2,772 2,574 2,541 2,475 2,574 2,640 2,904 2,937
18 KALIMANTAN BARAT 41,000 3,731 3,444 3,403 3,813 3,444 3,198 3,157 3,075 3,198 3,280 3,608 3,649
19 KALIMANTAN TENGAH 14,000 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
20 KALIMANTAN SELATAN 30,000 2,730 2,520 2,490 2,790 2,520 2,340 2,310 2,250 2,340 2,400 2,640 2,670
21 KALIMANTAN TIMUR 26,000 2,366 2,184 2,158 2,418 2,184 2,028 2,002 1,950 2,028 2,080 2,288 2,314
22 SULAWESI UTARA 14,000 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
23 GORONTALO 13,000 1,183 1,092 1,079 1,209 1,092 1,014 1,001 975 1,014 1,040 1,144 1,157
24 SULAWESI TENGAH 21,000 1,911 1,764 1,743 1,953 1,764 1,638 1,617 1,575 1,638 1,680 1,848 1,869
25 SULAWESI TENGGARA 11,000 1,001 924 913 1,023 924 858 847 825 858 880 968 979
26 SULAWESI SELATAN 87,000 7,917 7,308 7,221 8,091 7,308 6,786 6,699 6,525 6,786 6,960 7,656 7,743
27 SULAWESI BARAT 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
28 NUSA TENGGARA BARAT 40,000 3,640 3,360 3,320 3,720 3,360 3,120 3,080 3,000 3,120 3,200 3,520 3,560
29 NUSA TENGGARA TIMUR 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
30 MALUKU 2,000 182 168 166 186 168 156 154 150 156 160 176 178
31 PAPUA 4,700 428 395 390 437 395 367 362 353 367 376 414 418
32 MALUKU UTARA 1,600 146 134 133 149 134 125 123 120 125 128 141 142
33 IRJA BARAT 2,700 246 227 224 251 227 211 208 203 211 216 238 240
Cadangan Nasional 100,000 - 20,000 30,000 50,000
JUMLAH PROPINSI 2,350,000 204,750 189,000 186,750 209,250 189,000 175,500 173,250 168,750 175,500 200,000 228,000 250,250

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.19. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Tanaman Pangan (Ton)


0.637 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 31,827 2,896 2,674 2,642 2,960 2,674 2,483 2,451 2,387 2,483 2,546 2,801 2,833
2 SUMATERA UTARA 95,164 8,660 7,994 7,899 8,850 7,994 7,423 7,328 7,137 7,423 7,613 8,374 8,470
3 SUMATERA BARAT 28,645 2,607 2,406 2,378 2,664 2,406 2,234 2,206 2,148 2,234 2,292 2,521 2,549
4 JAMBI 14,004 1,274 1,176 1,162 1,302 1,176 1,092 1,078 1,050 1,092 1,120 1,232 1,246
5 RIAU 12,731 1,159 1,069 1,057 1,184 1,069 993 980 955 993 1,018 1,120 1,133
6 BENGKULU 15,914 1,448 1,337 1,321 1,480 1,337 1,241 1,225 1,194 1,241 1,273 1,400 1,416
7 SUMATERA SELATAN 76,386 6,951 6,416 6,340 7,104 6,416 5,958 5,882 5,729 5,958 6,111 6,722 6,798
8 BANGKA BELITUNG 10,821 985 909 898 1,006 909 844 833 812 844 866 952 963
9 LAMPUNG 91,981 8,370 7,726 7,634 8,554 7,726 7,175 7,083 6,899 7,175 7,359 8,094 8,186
10 KEP. RIAU 637 58 53 53 59 53 50 49 48 50 51 56 57
11 DKI. JAKARTA 637 58 53 53 59 53 50 49 48 50 51 56 57
12 BANTEN 28,645 2,607 2,406 2,378 2,664 2,406 2,234 2,206 2,148 2,234 2,292 2,521 2,549
13 JAWA BARAT 231,704 21,085 19,463 19,231 21,548 19,463 18,073 17,841 17,378 18,073 18,536 20,390 20,622
14 D.I. YOGYAKARTA 19,096 1,738 1,604 1,585 1,776 1,604 1,490 1,470 1,432 1,490 1,528 1,680 1,700
15 JAWA TENGAH 229,158 20,853 19,249 19,020 21,312 19,249 17,874 17,645 17,187 17,874 18,333 20,166 20,395
16 JAWA TIMUR 318,275 28,963 26,735 26,417 29,600 26,735 24,825 24,507 23,871 24,825 25,462 28,008 28,326
17 BALI 21,006 1,912 1,765 1,744 1,954 1,765 1,638 1,617 1,575 1,638 1,680 1,849 1,870
18 KALIMANTAN BARAT 26,099 2,375 2,192 2,166 2,427 2,192 2,036 2,010 1,957 2,036 2,088 2,297 2,323
19 KALIMANTAN TENGAH 8,912 811 749 740 829 749 695 686 668 695 713 784 793
20 KALIMANTAN SELATAN 19,096 1,738 1,604 1,585 1,776 1,604 1,490 1,470 1,432 1,490 1,528 1,680 1,700
21 KALIMANTAN TIMUR 16,550 1,506 1,390 1,374 1,539 1,390 1,291 1,274 1,241 1,291 1,324 1,456 1,473
22 SULAWESI UTARA 8,912 811 749 740 829 749 695 686 668 695 713 784 793
23 GORONTALO 8,275 753 695 687 770 695 645 637 621 645 662 728 736
24 SULAWESI TENGAH 13,368 1,216 1,123 1,110 1,243 1,123 1,043 1,029 1,003 1,043 1,069 1,176 1,190
25 SULAWESI TENGGARA 7,002 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
26 SULAWESI SELATAN 55,380 5,040 4,652 4,597 5,150 4,652 4,320 4,264 4,153 4,320 4,430 4,873 4,929
27 SULAWESI BARAT 5,092 463 428 423 474 428 397 392 382 397 407 448 453
28 NUSA TENGGARA BARAT 25,462 2,317 2,139 2,113 2,368 2,139 1,986 1,961 1,910 1,986 2,037 2,241 2,266
29 NUSA TENGGARA TIMUR 4,456 405 374 370 414 374 348 343 334 348 356 392 397
30 MALUKU 1,273 116 107 106 118 107 99 98 95 99 102 112 113
31 PAPUA 2,992 272 251 248 278 251 233 230 224 233 239 263 266
32 MALUKU UTARA 1,018 93 86 85 95 86 79 78 76 79 81 90 91
33 IRJA BARAT 1,719 156 144 143 160 144 134 132 129 134 137 151 153
JUMLAH PROPINSI 1,432,237 130,334 120,308 118,876 133,198 120,308 111,714 110,282 107,418 111,714 114,579 126,037 127,469

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.20. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Hortikultura (Ton)


0.090 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 4,486 408 377 372 417 377 350 345 336 350 359 395 399
2 SUMATERA UTARA 13,414 1,221 1,127 1,113 1,248 1,127 1,046 1,033 1,006 1,046 1,073 1,180 1,194
3 SUMATERA BARAT 4,038 367 339 335 376 339 315 311 303 315 323 355 359
4 JAMBI 1,974 180 166 164 184 166 154 152 148 154 158 174 176
5 RIAU 1,795 163 151 149 167 151 140 138 135 140 144 158 160
6 BENGKULU 2,243 204 188 186 209 188 175 173 168 175 179 197 200
7 SUMATERA SELATAN 10,767 980 904 894 1,001 904 840 829 808 840 861 948 958
8 BANGKA BELITUNG 1,525 139 128 127 142 128 119 117 114 119 122 134 136
9 LAMPUNG 12,966 1,180 1,089 1,076 1,206 1,089 1,011 998 972 1,011 1,037 1,141 1,154
10 KEP. RIAU 90 8 8 7 8 8 7 7 7 7 7 8 8
11 DKI. JAKARTA 90 8 8 7 8 8 7 7 7 7 7 8 8
12 BANTEN 4,038 367 339 335 376 339 315 311 303 315 323 355 359
13 JAWA BARAT 32,661 2,972 2,744 2,711 3,037 2,744 2,548 2,515 2,450 2,548 2,613 2,874 2,907
14 D.I. YOGYAKARTA 2,692 245 226 223 250 226 210 207 202 210 215 237 240
15 JAWA TENGAH 32,302 2,939 2,713 2,681 3,004 2,713 2,520 2,487 2,423 2,520 2,584 2,843 2,875
16 JAWA TIMUR 44,864 4,083 3,769 3,724 4,172 3,769 3,499 3,455 3,365 3,499 3,589 3,948 3,993
17 BALI 2,961 269 249 246 275 249 231 228 222 231 237 261 264
18 KALIMANTAN BARAT 3,679 335 309 305 342 309 287 283 276 287 294 324 327
19 KALIMANTAN TENGAH 1,256 114 106 104 117 106 98 97 94 98 100 111 112
20 KALIMANTAN SELATAN 2,692 245 226 223 250 226 210 207 202 210 215 237 240
21 KALIMANTAN TIMUR 2,333 212 196 194 217 196 182 180 175 182 187 205 208
22 SULAWESI UTARA 1,256 114 106 104 117 106 98 97 94 98 100 111 112
23 GORONTALO 1,166 106 98 97 108 98 91 90 87 91 93 103 104
24 SULAWESI TENGAH 1,884 171 158 156 175 158 147 145 141 147 151 166 168
25 SULAWESI TENGGARA 987 90 83 82 92 83 77 76 74 77 79 87 88
26 SULAWESI SELATAN 7,806 710 656 648 726 656 609 601 585 609 625 687 695
27 SULAWESI BARAT 718 65 60 60 67 60 56 55 54 56 57 63 64
28 NUSA TENGGARA BARAT 3,589 327 301 298 334 301 280 276 269 280 287 316 319
29 NUSA TENGGARA TIMUR 628 57 53 52 58 53 49 48 47 49 50 55 56
30 MALUKU 179 16 15 15 17 15 14 14 13 14 14 16 16
31 PAPUA 422 38 35 35 39 35 33 32 32 33 34 37 38
32 MALUKU UTARA 144 13 12 12 13 12 11 11 11 11 11 13 13
33 IRJA BARAT 242 22 20 20 23 20 19 19 18 19 19 21 22
JUMLAH PROPINSI 201,888 18,372 16,959 16,757 18,776 16,959 15,747 15,545 15,142 15,747 16,151 17,766 17,968

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.21. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK NPK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perkebunan (Ton)


0.274 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 13,686 1,245 1,150 1,136 1,273 1,150 1,068 1,054 1,026 1,068 1,095 1,204 1,218
2 SUMATERA UTARA 40,921 3,724 3,437 3,396 3,806 3,437 3,192 3,151 3,069 3,192 3,274 3,601 3,642
3 SUMATERA BARAT 12,318 1,121 1,035 1,022 1,146 1,035 961 948 924 961 985 1,084 1,096
4 JAMBI 6,022 548 506 500 560 506 470 464 452 470 482 530 536
5 RIAU 5,474 498 460 454 509 460 427 422 411 427 438 482 487
6 BENGKULU 6,843 623 575 568 636 575 534 527 513 534 547 602 609
7 SUMATERA SELATAN 32,847 2,989 2,759 2,726 3,055 2,759 2,562 2,529 2,464 2,562 2,628 2,891 2,923
8 BANGKA BELITUNG 4,653 423 391 386 433 391 363 358 349 363 372 409 414
9 LAMPUNG 39,553 3,599 3,322 3,283 3,678 3,322 3,085 3,046 2,966 3,085 3,164 3,481 3,520
10 KEP. RIAU 274 25 23 23 25 23 21 21 21 21 22 24 24
11 DKI. JAKARTA 274 25 23 23 25 23 21 21 21 21 22 24 24
12 BANTEN 12,318 1,121 1,035 1,022 1,146 1,035 961 948 924 961 985 1,084 1,096
13 JAWA BARAT 99,635 9,067 8,369 8,270 9,266 8,369 7,772 7,672 7,473 7,772 7,971 8,768 8,868
14 D.I. YOGYAKARTA 8,212 747 690 682 764 690 641 632 616 641 657 723 731
15 JAWA TENGAH 98,540 8,967 8,277 8,179 9,164 8,277 7,686 7,588 7,391 7,686 7,883 8,672 8,770
16 JAWA TIMUR 136,861 12,454 11,496 11,359 12,728 11,496 10,675 10,538 10,265 10,675 10,949 12,044 12,181
17 BALI 9,033 822 759 750 840 759 705 696 677 705 723 795 804
18 KALIMANTAN BARAT 11,223 1,021 943 931 1,044 943 875 864 842 875 898 988 999
19 KALIMANTAN TENGAH 3,832 349 322 318 356 322 299 295 287 299 307 337 341
20 KALIMANTAN SELATAN 8,212 747 690 682 764 690 641 632 616 641 657 723 731
21 KALIMANTAN TIMUR 7,117 648 598 591 662 598 555 548 534 555 569 626 633
22 SULAWESI UTARA 3,832 349 322 318 356 322 299 295 287 299 307 337 341
23 GORONTALO 3,558 324 299 295 331 299 278 274 267 278 285 313 317
24 SULAWESI TENGAH 5,748 523 483 477 535 483 448 443 431 448 460 506 512
25 SULAWESI TENGGARA 3,011 274 253 250 280 253 235 232 226 235 241 265 268
26 SULAWESI SELATAN 23,814 2,167 2,000 1,977 2,215 2,000 1,857 1,834 1,786 1,857 1,905 2,096 2,119
27 SULAWESI BARAT 2,190 199 184 182 204 184 171 169 164 171 175 193 195
28 NUSA TENGGARA BARAT 10,949 996 920 909 1,018 920 854 843 821 854 876 964 974
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1,916 174 161 159 178 161 149 148 144 149 153 169 171
30 MALUKU 547 50 46 45 51 46 43 42 41 43 44 48 49
31 PAPUA 1,286 117 108 107 120 108 100 99 96 100 103 113 114
32 MALUKU UTARA 438 40 37 36 41 37 34 34 33 34 35 39 39
33 IRJA BARAT 739 67 62 61 69 62 58 57 55 58 59 65 66
JUMLAH PROPINSI 615,875 56,045 51,734 51,118 57,276 51,734 48,038 47,422 46,191 48,038 49,270 54,197 54,813

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.22. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011

KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

910000 (Ton)
9.1 8.4 8.3 9.3 8.4 7.8 7.7 7.5 7.8 8.0 8.8 8.9
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
2 SUMATERA UTARA 70,000 6,370 5,880 5,810 6,510 5,880 5,460 5,390 5,250 5,460 5,600 6,160 6,230
3 SUMATERA BARAT 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
4 JAMBI 7,000 637 588 581 651 588 546 539 525 546 560 616 623
5 RIAU 4,500 410 378 374 419 378 351 347 338 351 360 396 401
6 BENGKULU 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
7 SUMATERA SELATAN 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
8 BANGKA BELITUNG 8,000 728 672 664 744 672 624 616 600 624 640 704 712
9 LAMPUNG 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
10 KEP. RIAU 400 36 34 33 37 34 31 31 30 31 32 35 36
11 DKI. JAKARTA 50 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
12 BANTEN 5,000 455 420 415 465 420 390 385 375 390 400 440 445
13 JAWA BARAT 75,000 6,825 6,300 6,225 6,975 6,300 5,850 5,775 5,625 5,850 6,000 6,600 6,675
14 D.I. YOGYAKARTA 10,000 910 840 830 930 840 780 770 750 780 800 880 890
15 JAWA TENGAH 150,000 13,650 12,600 12,450 13,950 12,600 11,700 11,550 11,250 11,700 12,000 13,200 13,350
16 JAWA TIMUR 300,000 27,300 25,200 24,900 27,900 25,200 23,400 23,100 22,500 23,400 24,000 26,400 26,700
17 BALI 25,000 2,275 2,100 2,075 2,325 2,100 1,950 1,925 1,875 1,950 2,000 2,200 2,225
18 KALIMANTAN BARAT 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
19 KALIMANTAN TENGAH 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
20 KALIMANTAN SELATAN 8,500 774 714 706 791 714 663 655 638 663 680 748 757
21 KALIMANTAN TIMUR 2,500 228 210 208 233 210 195 193 188 195 200 220 223
22 SULAWESI UTARA 3,000 273 252 249 279 252 234 231 225 234 240 264 267
23 GORONTALO 1,000 91 84 83 93 84 78 77 75 78 80 88 89
24 SULAWESI TENGAH 3,500 319 294 291 326 294 273 270 263 273 280 308 312
25 SULAWESI TENGGARA 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
26 SULAWESI SELATAN 35,000 3,185 2,940 2,905 3,255 2,940 2,730 2,695 2,625 2,730 2,800 3,080 3,115
27 SULAWESI BARAT 6,000 546 504 498 558 504 468 462 450 468 480 528 534
28 NUSA TENGGARA BARA 15,000 1,365 1,260 1,245 1,395 1,260 1,170 1,155 1,125 1,170 1,200 1,320 1,335
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1,450 132 122 120 135 122 113 112 109 113 116 128 129
30 MALUKU 500 46 42 42 47 42 39 39 38 39 40 44 45
31 PAPUA 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
32 MALUKU UTARA 1,500 137 126 125 140 126 117 116 113 117 120 132 134
33 IRJA BARAT 100 9 8 8 9 8 8 8 8 8 8 9 9
Cadangan Nasional
JUMLAH PROPINSI 835,000 75,985 70,140 69,305 77,655 70,140 65,130 64,295 62,625 65,130 66,800 73,480 74,315

#VALUE! MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.23. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Tanaman Pangan (Ton)


0.650 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 16,250 1,479 1,365 1,349 1,511 1,365 1,268 1,251 1,219 1,268 1,300 1,430 1,446
2 SUMATERA UTARA 45,500 4,141 3,822 3,777 4,232 3,822 3,549 3,504 3,413 3,549 3,640 4,004 4,050
3 SUMATERA BARAT 9,750 887 819 809 907 819 761 751 731 761 780 858 868
4 JAMBI 4,550 414 382 378 423 382 355 350 341 355 364 400 405
5 RIAU 2,925 266 246 243 272 246 228 225 219 228 234 257 260
6 BENGKULU 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
7 SUMATERA SELATAN 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
8 BANGKA BELITUNG 5,200 473 437 432 484 437 406 400 390 406 416 458 463
9 LAMPUNG 16,250 1,479 1,365 1,349 1,511 1,365 1,268 1,251 1,219 1,268 1,300 1,430 1,446
10 KEP. RIAU 260 24 22 22 24 22 20 20 20 20 21 23 23
11 DKI. JAKARTA 33 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
12 BANTEN 3,250 296 273 270 302 273 254 250 244 254 260 286 289
13 JAWA BARAT 48,750 4,436 4,095 4,046 4,534 4,095 3,803 3,754 3,656 3,803 3,900 4,290 4,339
14 D.I. YOGYAKARTA 6,500 592 546 540 605 546 507 501 488 507 520 572 579
15 JAWA TENGAH 97,500 8,873 8,190 8,093 9,068 8,190 7,605 7,508 7,313 7,605 7,800 8,580 8,678
16 JAWA TIMUR 195,000 17,745 16,380 16,185 18,135 16,380 15,210 15,015 14,625 15,210 15,600 17,160 17,355
17 BALI 16,250 1,479 1,365 1,349 1,511 1,365 1,268 1,251 1,219 1,268 1,300 1,430 1,446
18 KALIMANTAN BARAT 4,225 384 355 351 393 355 330 325 317 330 338 372 376
19 KALIMANTAN TENGAH 1,950 177 164 162 181 164 152 150 146 152 156 172 174
20 KALIMANTAN SELATAN 5,525 503 464 459 514 464 431 425 414 431 442 486 492
21 KALIMANTAN TIMUR 1,625 148 137 135 151 137 127 125 122 127 130 143 145
22 SULAWESI UTARA 1,950 177 164 162 181 164 152 150 146 152 156 172 174
23 GORONTALO 650 59 55 54 60 55 51 50 49 51 52 57 58
24 SULAWESI TENGAH 2,275 207 191 189 212 191 177 175 171 177 182 200 202
25 SULAWESI TENGGARA 3,900 355 328 324 363 328 304 300 293 304 312 343 347
26 SULAWESI SELATAN 22,750 2,070 1,911 1,888 2,116 1,911 1,775 1,752 1,706 1,775 1,820 2,002 2,025
27 SULAWESI BARAT 3,900 355 328 324 363 328 304 300 293 304 312 343 347
28 NUSA TENGGARA BARA 9,750 887 819 809 907 819 761 751 731 761 780 858 868
29 NUSA TENGGARA TIMUR 943 86 79 78 88 79 74 73 71 74 75 83 84
30 MALUKU 325 30 27 27 30 27 25 25 24 25 26 29 29
31 PAPUA 975 89 82 81 91 82 76 75 73 76 78 86 87
32 MALUKU UTARA 975 89 82 81 91 82 76 75 73 76 78 86 87
33 IRJA BARAT 65 6 5 5 6 5 5 5 5 5 5 6 6
JUMLAH PROPINSI 542,750 49,390 45,591 45,048 50,476 45,591 42,335 41,792 40,706 42,335 43,420 47,762 48,305

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.24. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Hortikultura (Ton)


0.092 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 2,304 210 194 191 214 194 180 177 173 180 184 203 205
2 SUMATERA UTARA 6,452 587 542 536 600 542 503 497 484 503 516 568 574
3 SUMATERA BARAT 1,383 126 116 115 129 116 108 106 104 108 111 122 123
4 JAMBI 645 59 54 54 60 54 50 50 48 50 52 57 57
5 RIAU 415 38 35 34 39 35 32 32 31 32 33 36 37
6 BENGKULU 922 84 77 77 86 77 72 71 69 72 74 81 82
7 SUMATERA SELATAN 922 84 77 77 86 77 72 71 69 72 74 81 82
8 BANGKA BELITUNG 737 67 62 61 69 62 58 57 55 58 59 65 66
9 LAMPUNG 2,304 210 194 191 214 194 180 177 173 180 184 203 205
10 KEP. RIAU 37 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
11 DKI. JAKARTA 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 BANTEN 461 42 39 38 43 39 36 35 35 36 37 41 41
13 JAWA BARAT 6,913 629 581 574 643 581 539 532 518 539 553 608 615
14 D.I. YOGYAKARTA 922 84 77 77 86 77 72 71 69 72 74 81 82
15 JAWA TENGAH 13,825 1,258 1,161 1,148 1,286 1,161 1,078 1,065 1,037 1,078 1,106 1,217 1,230
16 JAWA TIMUR 27,651 2,516 2,323 2,295 2,572 2,323 2,157 2,129 2,074 2,157 2,212 2,433 2,461
17 BALI 2,304 210 194 191 214 194 180 177 173 180 184 203 205
18 KALIMANTAN BARAT 599 55 50 50 56 50 47 46 45 47 48 53 53
19 KALIMANTAN TENGAH 277 25 23 23 26 23 22 21 21 22 22 24 25
20 KALIMANTAN SELATAN 783 71 66 65 73 66 61 60 59 61 63 69 70
21 KALIMANTAN TIMUR 230 21 19 19 21 19 18 18 17 18 18 20 21
22 SULAWESI UTARA 277 25 23 23 26 23 22 21 21 22 22 24 25
23 GORONTALO 92 8 8 8 9 8 7 7 7 7 7 8 8
24 SULAWESI TENGAH 323 29 27 27 30 27 25 25 24 25 26 28 29
25 SULAWESI TENGGARA 553 50 46 46 51 46 43 43 41 43 44 49 49
26 SULAWESI SELATAN 3,226 294 271 268 300 271 252 248 242 252 258 284 287
27 SULAWESI BARAT 553 50 46 46 51 46 43 43 41 43 44 49 49
28 NUSA TENGGARA BARA 1,383 126 116 115 129 116 108 106 104 108 111 122 123
29 NUSA TENGGARA TIMUR 134 12 11 11 12 11 10 10 10 10 11 12 12
30 MALUKU 46 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4
31 PAPUA 138 13 12 11 13 12 11 11 10 11 11 12 12
32 MALUKU UTARA 138 13 12 11 13 12 11 11 10 11 11 12 12
33 IRJA BARAT 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JUMLAH PROPINSI 76,961 7,003 6,465 6,388 7,157 6,465 6,003 5,926 5,772 6,003 6,157 6,773 6,850

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.25. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perkebunan (Ton)


0.221 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 5,516 502 463 458 513 463 430 425 414 430 441 485 491
2 SUMATERA UTARA 15,445 1,405 1,297 1,282 1,436 1,297 1,205 1,189 1,158 1,205 1,236 1,359 1,375
3 SUMATERA BARAT 3,310 301 278 275 308 278 258 255 248 258 265 291 295
4 JAMBI 1,544 141 130 128 144 130 120 119 116 120 124 136 137
5 RIAU 993 90 83 82 92 83 77 76 74 77 79 87 88
6 BENGKULU 2,206 201 185 183 205 185 172 170 165 172 177 194 196
7 SUMATERA SELATAN 2,206 201 185 183 205 185 172 170 165 172 177 194 196
8 BANGKA BELITUNG 1,765 161 148 147 164 148 138 136 132 138 141 155 157
9 LAMPUNG 5,516 502 463 458 513 463 430 425 414 430 441 485 491
10 KEP. RIAU 88 8 7 7 8 7 7 7 7 7 7 8 8
11 DKI. JAKARTA 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 BANTEN 1,103 100 93 92 103 93 86 85 83 86 88 97 98
13 JAWA BARAT 16,548 1,506 1,390 1,373 1,539 1,390 1,291 1,274 1,241 1,291 1,324 1,456 1,473
14 D.I. YOGYAKARTA 2,206 201 185 183 205 185 172 170 165 172 177 194 196
15 JAWA TENGAH 33,096 3,012 2,780 2,747 3,078 2,780 2,581 2,548 2,482 2,581 2,648 2,912 2,946
16 JAWA TIMUR 66,191 6,023 5,560 5,494 6,156 5,560 5,163 5,097 4,964 5,163 5,295 5,825 5,891
17 BALI 5,516 502 463 458 513 463 430 425 414 430 441 485 491
18 KALIMANTAN BARAT 1,434 131 120 119 133 120 112 110 108 112 115 126 128
19 KALIMANTAN TENGAH 662 60 56 55 62 56 52 51 50 52 53 58 59
20 KALIMANTAN SELATAN 1,875 171 158 156 174 158 146 144 141 146 150 165 167
21 KALIMANTAN TIMUR 552 50 46 46 51 46 43 42 41 43 44 49 49
22 SULAWESI UTARA 662 60 56 55 62 56 52 51 50 52 53 58 59
23 GORONTALO 221 20 19 18 21 19 17 17 17 17 18 19 20
24 SULAWESI TENGAH 772 70 65 64 72 65 60 59 58 60 62 68 69
25 SULAWESI TENGGARA 1,324 120 111 110 123 111 103 102 99 103 106 116 118
26 SULAWESI SELATAN 7,722 703 649 641 718 649 602 595 579 602 618 680 687
27 SULAWESI BARAT 1,324 120 111 110 123 111 103 102 99 103 106 116 118
28 NUSA TENGGARA BARA 3,310 301 278 275 308 278 258 255 248 258 265 291 295
29 NUSA TENGGARA TIMUR 320 29 27 27 30 27 25 25 24 25 26 28 28
30 MALUKU 110 10 9 9 10 9 9 8 8 9 9 10 10
31 PAPUA 331 30 28 27 31 28 26 25 25 26 26 29 29
32 MALUKU UTARA 331 30 28 27 31 28 26 25 25 26 26 29 29
33 IRJA BARAT 22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
JUMLAH PROPINSI 184,233 16,765 15,476 15,291 17,134 15,476 14,370 14,186 13,817 14,370 14,739 16,213 16,397

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.26. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Peternakan (Ton)


0.003 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 74 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
2 SUMATERA UTARA 207 19 17 17 19 17 16 16 16 16 17 18 18
3 SUMATERA BARAT 44 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4
4 JAMBI 21 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 RIAU 13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 BENGKULU 30 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3
7 SUMATERA SELATAN 30 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3
8 BANGKA BELITUNG 24 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
9 LAMPUNG 74 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
10 KEP. RIAU 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI. JAKARTA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 BANTEN 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
13 JAWA BARAT 221 20 19 18 21 19 17 17 17 17 18 19 20
14 D.I. YOGYAKARTA 30 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3
15 JAWA TENGAH 443 40 37 37 41 37 35 34 33 35 35 39 39
16 JAWA TIMUR 886 81 74 74 82 74 69 68 66 69 71 78 79
17 BALI 74 7 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 7
18 KALIMANTAN BARAT 19 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2
19 KALIMANTAN TENGAH 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 KALIMANTAN SELATAN 25 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
21 KALIMANTAN TIMUR 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
22 SULAWESI UTARA 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
23 GORONTALO 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 SULAWESI TENGAH 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
25 SULAWESI TENGGARA 18 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2
26 SULAWESI SELATAN 103 9 9 9 10 9 8 8 8 8 8 9 9
27 SULAWESI BARAT 18 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2
28 NUSA TENGGARA BARA 44 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4
29 NUSA TENGGARA TIMUR 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 MALUKU 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 PAPUA 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 MALUKU UTARA 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 IRJA BARAT 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH PROPINSI 2,466 224 207 205 229 207 192 190 185 192 197 217 219

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran 3.27. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011
Tanggal : 14 Pebruari 2011
KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2011

Sub Sektor : Perikanan Budidaya (Ton)


0.034 (Ton)
NO. PROPINSI SETAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
1 NAD 856 78 72 71 80 72 67 66 64 67 68 75 76
2 SUMATERA UTARA 2,397 218 201 199 223 201 187 185 180 187 192 211 213
3 SUMATERA BARAT 514 47 43 43 48 43 40 40 39 40 41 45 46
4 JAMBI 240 22 20 20 22 20 19 18 18 19 19 21 21
5 RIAU 154 14 13 13 14 13 12 12 12 12 12 14 14
6 BENGKULU 342 31 29 28 32 29 27 26 26 27 27 30 30
7 SUMATERA SELATAN 342 31 29 28 32 29 27 26 26 27 27 30 30
8 BANGKA BELITUNG 274 25 23 23 25 23 21 21 21 21 22 24 24
9 LAMPUNG 856 78 72 71 80 72 67 66 64 67 68 75 76
10 KEP. RIAU 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 DKI. JAKARTA 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 BANTEN 171 16 14 14 16 14 13 13 13 13 14 15 15
13 JAWA BARAT 2,568 234 216 213 239 216 200 198 193 200 205 226 229
14 D.I. YOGYAKARTA 342 31 29 28 32 29 27 26 26 27 27 30 30
15 JAWA TENGAH 5,136 467 431 426 478 431 401 395 385 401 411 452 457
16 JAWA TIMUR 10,272 935 863 853 955 863 801 791 770 801 822 904 914
17 BALI 856 78 72 71 80 72 67 66 64 67 68 75 76
18 KALIMANTAN BARAT 223 20 19 18 21 19 17 17 17 17 18 20 20
19 KALIMANTAN TENGAH 103 9 9 9 10 9 8 8 8 8 8 9 9
20 KALIMANTAN SELATAN 291 26 24 24 27 24 23 22 22 23 23 26 26
21 KALIMANTAN TIMUR 86 8 7 7 8 7 7 7 6 7 7 8 8
22 SULAWESI UTARA 103 9 9 9 10 9 8 8 8 8 8 9 9
23 GORONTALO 34 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
24 SULAWESI TENGAH 120 11 10 10 11 10 9 9 9 9 10 11 11
25 SULAWESI TENGGARA 205 19 17 17 19 17 16 16 15 16 16 18 18
26 SULAWESI SELATAN 1,198 109 101 99 111 101 93 92 90 93 96 105 107
27 SULAWESI BARAT 205 19 17 17 19 17 16 16 15 16 16 18 18
28 NUSA TENGGARA BARA 514 47 43 43 48 43 40 40 39 40 41 45 46
29 NUSA TENGGARA TIMUR 50 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
30 MALUKU 17 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2
31 PAPUA 51 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
32 MALUKU UTARA 51 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5
33 IRJA BARAT 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH PROPINSI 28,590 2,602 2,402 2,373 2,659 2,402 2,230 2,201 2,144 2,230 2,287 2,516 2,545

MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO
Lampiran. 3

MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011

TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK


BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN
2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa peranan pupuk sangat penting dalam


peningkatan produktivitas dan produksi
komoditas pertanian dalam rangka
mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional;
b. bahwa untuk meningkatkan kemampuan
petani dalam penerapan pemupukan
berimbang diperlukan adanya subsidi pupuk;
c. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas,
perlu menetapkan Kebutuhan dan Harga
Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi
Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran
2011;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992


tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

53
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4297);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4411);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5167);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001
tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4079);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007


tentang Pembagian Urusan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Berita Negara Nomor 4737);
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005
tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai
Barang Dalam Pengawasan;

54
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
12. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II;
13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara, serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I;
14. Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002
tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang
Beredar di Pasar;
15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
237/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman
Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan
Penggunaan Pupuk An-Organik;
16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan
Formula Pupuk An-Organik;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
456/Kpts/OT.160/7/2006 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Khusus
Pengkajian Kebijakan Pupuk Dalam
Mendukung Ketahanan Pangan;
18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
465/Kpts/OT.160/7/2006 tentang
Pembentukan Tim Pengawas Pupuk
Bersubsidi Tingkat Pusat;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
08/Permentan/SR.140/2/ 2007 tentang Syarat
dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-
Organik;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
40/Permentan/OT.140/ 4/2007 tentang
Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Pada
Padi Sawah Spesifik Lokasi;

55
21. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor
12/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan
dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk
Sektor Pertanian;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
28/Permentan/SR.130/5/ 2009 tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah;
23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.02/2/2010 tentang Tatacara
Penyediaan Anggaran, Penghitungan,
Pembayaran dan Pertanggungjawaban
Subsidi Pupuk;
24. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/OT.140/10/ 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian;

Memperhatikan : 1. Hasil Rapat Kerja Menteri Pertanian dengan


Komisi IV DPR-RI tanggal 15 Desember 2010;
2. Surat Menteri Keuangan Nomor S-
49/MK.02/2011 tanggal 31
Januari 2011 tentang Penundaan Kenaikan
Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk
Bersubsidi Tahun Anggaran (TA) 2011;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN


TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI
UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN
ANGGARAN 2011

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

56
1. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam
penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung
atau tidak langsung.
2. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara
kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau
pabrik pembuat pupuk.
3. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya
terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau
hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat
atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik,
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
4. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman
sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk
mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan.
5. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan
penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi
(HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV.
6. Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga pupuk bersubsidi di
Lini IV (di kios penyalur pupuk di tingkat desa/kecamatan) yang
dibeli oleh petani/kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri
Pertanian.
7. Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah struktur biaya pengadaan
dan penyaluran pupuk bersubsidi oleh PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) dengan komponen biaya sebagaimana ditetapkan oleh
Menteri Pertanian.
8. Subsidi pupuk adalah selisih antara HPP dikurangi HET dikalikan
Volume Penyaluran Pupuk.
9. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak,
dan budidaya ikan dan/atau udang.
10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman pangan atau hortikultura
dengan luasan tertentu.
11. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman perkebunan dengan luasan
tertentu.
12. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang
mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan
luasan tertentu.

57
13. Pembudidaya ikan atau udang adalah perorangan warga negara
Indonesia yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan,
untuk budidaya ikan dan atau udang yang tidak memiliki izin
usaha.
14. Produsen adalah Produsen Pupuk yaitu PT Pupuk Sriwidjaja
(Persero) beserta anak perusahaannya yang terdiri dari PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda
yang memproduksi Pupuk Anorganik yaitu Pupuk Urea, SP-36,
ZA, NPK dan Pupuk Organik di dalam negeri.
15. PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) adalah Perusahaan Induk dari PT
Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda.
16. Penyalur di Lini III adalah Distributor sesuai ketentuan Peraturan
Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku.
17. Penyalur di Lini IV adalah Pengecer Resmi sesuai ketentuan
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang
berlaku.
18. Kelompoktani adalah kumpulan petani yang mempunyai
kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya
pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas
usahatani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan
lahan usahatani secara bersama pada satu hamparan atau
kawasan, yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk.
19. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) adalah
perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun
kelompoktani berdasarkan luasan areal usahatani yang
diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan
atau udang anggota kelompoktani dengan rekomendasi
pemupukan berimbang spesifik lokasi.
20. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) adalah wadah
koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida
yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat provinsi dan oleh
Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota.
21. Direktur Jenderal adalah Eselon I di Lingkungan Kementarian
Pertanian yang memiliki tugas dan fungsinya diantaranya di
bidang pupuk sesuai ketentuan peraturan perundangan.

58
BAB II
PERUNTUKAN PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 2
(1) Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani, pekebun, peternak
yang mengusahakan lahan paling luas 2 (dua) hektar setiap
musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan
dan/atau udang paling luas 1 (satu) hektar.
(2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.

BAB III
ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 3
(1) Alokasi pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran
pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan
usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
serta alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2011.
(2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dirinci menurut provinsi, jenis, jumlah, sub sektor, dan sebaran
bulanan seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian tidak
terpisahkan dengan Peraturan ini.
(3) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dirinci lebih lanjut menurut kabupaten/kota jenis, jumlah, sub
sektor, dan sebaran bulanan yang disahkan dengan Peraturan
Gubernur.
(4) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
lambat ditetapkan pada awal bulan Maret 2011.
(5) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah, sub sektor,
dan sebaran bulanan yang ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota.
(6) Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
paling lambat ditetapkan pada akhir bulan Maret 2011.

59
(7) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun,
peternak, pembudidaya ikan dan/atau udang berdasarkan RDKK
yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau Kepala Cabang
Dinas (KCD) setempat serta ketersediaan anggaran subsidi pupuk
pada Tahun berjalan.
(8) Dinas yang membidangi tanaman pangan, hortikultura,
peternakan, perkebunan dan pembudidaya ikan dan/atau udang
setempat wajib melaksanakan pembinaan kepada kelompoktani
untuk menyusun RDKK sesuai luas areal usahatani dan/atau
kemampuan penyerapan pupuk di tingkat petani di wilayahnya.

Pasal 4
(1) Kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah
provinsi dan wilayah kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (5), dapat dipenuhi melalui
realokasi antar wilayah, waktu dan sub sektor.
(2) Realokasi antar provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
(3) Realokasi antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi ditetapkan
lebih lanjut oleh Gubernur.
(4) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota
ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota.
(5) Untuk memenuhi kebutuhan petani, realokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat dilaksanakan terlebih
dahulu sebelum penetapan dari Gubernur dan/atau
Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian
setempat.
(6) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di suatu provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan pada bulan berjalan tidak mencukupi,
produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah
bersangkutan dari sisa alokasi bulan-bulan sebelumnya dan/atau
dari alokasi bulan berikutnya sepanjang tidak melampaui alokasi 1
(satu) tahun.

60
BAB IV
PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI

Pasal 5
Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
terdiri atas pupuk an-organik dan pupuk organik yang diproduksi
dan/atau diadakan oleh Produsen.

Pasal 6
(1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai
ke penyalur Lini IV dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian yang berlaku;
(2) Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di penyalur
Lini IV ke petani atau kelompoktani diatur sebagai berikut:
a. penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur lini IV
berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung
jawabnya;
b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada huruf a
memperhatikan kebutuhan kelompoktani dan alokasi di
masing-masing wilayah.
(3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di lini IV ke petani
atau kelompoktani sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan
pendataan RDKK di wilayahnya, sebagai dasar pertimbangan
dalam pengalokasian pupuk bersubsidi sesuai alokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5).
(4) Optimalisasi pemanfaatan pupuk bersubsidi ditingkat
petani/kelompoktani dilakukan melalui pendampingan penerapan
pemupukan berimbang spesifik lokasi oleh Penyuluh.
(5) Pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di penyalur Lini IV ke
petani dilakukan oleh petugas pengawas yang ditunjuk sebagai
satu kesatuan dari Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
(KPPP) di Kabupaten/Kota.

Pasal 7
Kemasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak
mudah hilang/terhapus, yang bertuliskan:

61
“Pupuk Bersubsidi Pemerintah”
Barang Dalam Pengawasan

Pasal 8
(1) Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, distributor, dan
penyalur di lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi
saat dibutuhkan petani, pekebun, peternak, dan pembudidaya ikan
dan/atau udang diwilayah tanggung jawabnya sesuai alokasi yang
telah ditetapkan.
(2) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Produsen dapat berkoordinasi dengan Dinas Pertanian
setempat untuk penyerapan pupuk bersubsidi sesuai realokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 9
(1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi
sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
(2) Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
- Pupuk Urea = Rp.1.600; per kg;
- Pupuk SP-36 = Rp.2.000; per kg;
- Pupuk ZA = Rp.1.400; per kg;
- Pupuk NPK = Rp.2.300; per kg;
- Pupuk Organik = Rp. 700; per kg;

(3) Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh petani,
pekebun, peternak, pembudidaya ikan dan/atau udang di Penyalur
Lini IV secara tunai dalam kemasan sebagai berikut :
- Pupuk Urea = 50 kg;
- Pupuk SP-36 = 50 kg;
- Pupuk ZA = 50 kg;
- Pupuk NPK = 50 kg atau 20 kg;
- Pupuk Organik = 40 kg atau 20 kg;

62
BAB V
PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 10

Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap


penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian
yang berlaku.

Pasal 11

(1) Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) provinsi dan


kabupaten/kota wajib melakukan pemantauan dan pengawasan
terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di
wilayahnya.
(2) Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) kabupaten/kota
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Penyuluh.

Pasal 12

(1) KPPP di kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pemantauan


dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada
Bupati/Walikota.
(2) Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan
pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur.
(3) KPPP di provinsi wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan
dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur.
(4) Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan
pengawasan pupuk bersubsidi kepada Menteri Pertanian.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Ketentuan pelaksanaan dan hal-hal teknis di dalam Peraturan ini, akan


ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 14

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan berlaku surut
sejak tanggal 1 Januari 2011.

63
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Pebruari 2011
MENTERI PERTANIAN,

TTD
SUSWONO
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Keuangan;
3. Menteri Perindustrian;
4. Menteri Perdagangan;
5. Menteri Kelautan dan Perikanan;
6. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
7. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
8. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
9. Direktur Utama PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero).

64
Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 06/Permentan/SR.130/2/2011

Tentang

Kebutuhan Harga Eceran Tertinggi (HET)


Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian
Tahun Anggaran 2011
Lampiran: 4

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 07/M-DAG/PER/2/2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 21/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG PENGADAAN
DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI
UNTUK SEKTOR PERTANIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya pola penyaluran Pupuk


Bersubsidi berdasarkan perencanaan kebutuhan oleh
Kelompok Petani dalam bentuk Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok, maka perlu melakukan perubahan
atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Perdagangan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang


Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana
Ekonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 801) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1971 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1971 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2966);
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-barang Dalam
Pengawasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1962 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2469);

99
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1965
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1962 Nomor 31);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1962 tentang Perdagangan Barang-barang Dalam
Pengawasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1962 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2473) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4402);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun
2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1999, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020);
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun
2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4556);

100
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah
Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008;
14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2005
tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam
Pengawasan;
15. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 34/M-DAG/PER/8/2007;
16. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
465/Kpts/OT.160/7/2006 tentang Pembentukan Tim
Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat;
17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-
DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang
Perdagangan dan Pengawasan Standardisasi Nasional
Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang
Diperdagangkan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
30/M-DAG/PER/7/2007;
18. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian;
101
19. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
42/Permentan/OT.140/09/2008 tentang Kebutuhan dan Harga
Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor
Pertanian Tahun Anggaran 2009 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor 57/Permentan/ OT.140/11/2008;

Memperhatikan : Hasil Rapat Koordinasi Terbatas Pupuk dengan Wakil


Presiden tentang Pengamanan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
sampai ke Petani Tahun 2009 di Jakarta pada tanggal 26
Agustus 2008.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG ATAS
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 21/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG
PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI
UNTUK SEKTOR PERTANIAN.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 2/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Untuk Sektor Pertanian diubah sebagai berikut :
1. Kata “pengadaan dan” atau “pengadaan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5), dihapus.
2. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pupuk Bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya
mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan Petani yang
dilaksanakan atas dasar program Pemerintah di sektor pertanian.
2. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan usaha budidaya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, hijauan pakan ternak dan
budidaya ikan dan/atau udang.
3. Program Khusus Pertanian adalah program yang dilaksanakan oleh
Pemerintah melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau
kelembagaan Petani untuk usaha budidaya tanaman yang
anggarannya telah disediakan oleh Pemerintah dan/atau lembaga
lainnya.
4. Petani adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang mengusahakan
lahan untuk budidaya tanaman pangan atau hortikultura termasuk pekebun
yang mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat

102
dengan skala usaha yang tidak mencapai skala tertentu, peternak yang
mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman hijauan pakan ternak yang
tidak dipersyaratkan memiliki izin usaha dan pembudidaya ikan dan/atau
udang yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan/atau udang yang
tidak dipersyaratkan memiliki izin usaha.
5. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, pekebun, peternak atau
pembudidaya ikan dan/atau udang yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian,
untuk bekerjasama dalam mengusahakan lahan usaha tani secara
bersama pada satu hamparan dan kawasan, yang dikukuhkan oleh
Bupati/Walikota setempat atau pejabat yang ditunjuk.
6. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani yang selanjutnya disebut
RDKK adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang
disusun Kelompok Tani berdasarkan luas areal usaha tani yang
diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan/atau
udang anggota Kelompok Tani dengan rekomendasi pemupukan
berimbang spesifik lokasi.
7. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi Pupuk Anorganik
yaitu Pupuk Urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan Pupuk Organik di
dalam negeri.
8. Distributor adalah usaha perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang ditunjuk oleh Produsen untuk
melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan Pupuk
Bersubsidi dalam partai besar di wilayah tanggungjawabnya untuk dijual
kepada Petani dan/atau Kelompok Tani melalui Pengecer yang
ditunjuknya.
9. Surat Perjanjian Jual Beli yang selanjutnya disebut SPJB adalah
kesepakatan kerjasama yang mengikat antara Produsen dengan
Distributor atau antara Distributor dengan Pengecer yang memuat hak
dan kewajiban masing-masing dalam pengadaan dan penyaluran
Pupuk Bersubsidi untuk Petani dan/atau Kelompok Tani berdasarkan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
10. Pengecer Resmi yang selanjutnya disebut Pengecer adalah
perseorangan, kelompok tani, dan badan usaha baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang berkedudukan di Kecamatan
dan/atau Desa, yang ditunjuk oleh Distributor dengan kegiatan pokok
melakukan penjualan Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya
secara langsung hanya kepada Petani dan/atau Kelompok Tani.
11. Pengadaan adalah proses penyediaan Pupuk Bersubsidi oleh
Produsen yang berasal dari produksi dalam negeri dan/atau impor.
12. Penyaluran adalah proses pendistribusian Pupuk Bersubsidi dari
Produsen sampai dengan Petani dan/atau Kelompok Tani sebagai
konsumen akhir.

103
13. Wilayah tanggung jawab adalah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota
termasuk Kecamatan dan/atau Desa yang menjadi tanggung jawab
dari Produsen, Distributor, dan Pengecer dalam pengadaan dan
dan/atau penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani.
14. Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian untuk penjualan tunai Pupuk Anorganik yaitu
Pupuk Urea, SP-36, Superphos, ZA, NPK dan Pupuk Organik dalam
kemasan 50 Kg, 40 kg atau 20 kg oleh Pengecer di Lini IV kepada
Petani dan/atau Kelompok Tani.
15. Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-
masing Produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor.
16. Lini II adalah lokasi gudang Produsen di wilayah Ibukota Propinsi dan
Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan.
17. Lini III adalah lokasi gudang Produsen dan/atau Distributor di wilayah
Kabupaten/Kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Produsen.
18. Lini IV adalah lokasi gudang atau kios Pengecer di wilayah Kecamatan
dan/atau Desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Distributor.
19. Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat adalah Tim Pengawas
yang anggotanya terdiri dari instansi terkait di Pusat yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian.
20. Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida, yang selanjutnya disebut KP3
adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk
dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan
oleh Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota.
21. Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
22. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
23. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang
perdagangan.

3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 3
(1) Wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi
masing-masing Produsen adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini.
(2) Perubahan wilayah tanggung jawab Produsen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Departemen Perdagangan setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

104
(3) Produsen wajib mengutamakan pengadaan Pupuk Bersubsidi untuk
memenuhi kebutuhan sektor pertanian di dalam negeri.
(4) Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya.
(5) Pengadaan dan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan yang ditetapkan Peraturan
Menteri Pertanian dan peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan oleh
Gubernur atau Bupati/Walikota.
(6) Produsen bertanggungjawab atas pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah,
harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.
(7) Distributor dan Pengecer bertanggungjawab atas penyaluran Pupuk
Bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis,
jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu mulai dari Lini III sampai dengan
Lini IV.
(8) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7)
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-
masing sebagai berikut :
a. Produsen wajib melaksanakan pengadaan dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini III di wilayah tanggung
jawabnya;
b. Distributor wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi
sesuai dengan peruntukannya dari Lini III sampai dengan Lini IV di
wilayah tanggung jawabnya; dan
c. Pengecer wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi
kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di Lini IV di wilayah
tanggung jawabnya berdasarkan RDKK yang jumlahnya sesuai
dengan Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota.
(9) Pelaksanaan penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani berdasarkan RDKK mengikuti Peraturan Menteri
Perdagangan.
(10) Produsen setiap bulan wajib menyampaikan rencana
pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk periode 3 (tiga)
bulan ke depan di setiap wilayah tanggung jawabnya kepada Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan,
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian
serta Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.

4. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

105
Pasal 4
(1) Apabila terjadi peningkatan kebutuhan Pupuk Bersubsidi di wilayah
Kabupaten/Kota, Produsen dapat menambah alokasi kebutuhan
sebesar maksimal 20% (dua puluh per seratus) dari alokasi wilayah
yang bersangkutan.
(2) Penambahan alokasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak melebihi alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi secara nasional
dari Produsen yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan penyaluran alokasi kebutuhan tambahan sebagaimana
pada ayat (1), dilaporkan kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Departemen Pertanian, Gubernur, dan Bupati/Walikota setempat.
(4) Apabila penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Distributor dan/atau
Pengecer tidak berjalan lancar, Produsen wajib melakukan penyaluran
langsung kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di Lini IV setelah
berkoordinasi dengan Bupati/Walikota setempat dalam hal ini Kepala
Dinas yang membidangi Pertanian.
(5) Apabila Pengecer tidak dapat melaksanakan penyaluran Pupuk
Bersubsidi, Distributor berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi Pertanian setempat untuk jangka
waktu tertentu dapat melakukan penyaluran Pupuk Bersubsidi
langsung kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di wilayah tanggung
jawabnya berdasarkan RDKK dengan harga tidak melampaui HET.
(6) Dalam rangka program khusus pertanian, Produsen dapat menunjuk
Distributor untuk melakukan penjualan langsung kepada Petani
dan/atau Kelompok Tani yang mengikuti program tersebut.

5. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 11
(1) Pengecer wajib melaksanakan penyaluran Pupuk Bersubsidi sesuai dengan
ketentuan Distributor berdasarkan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat
jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu di Lini IV kepada Petani
dan/atau Kelompok Tani berdasarkan RDKK.
(2) Pengecer hanya dapat melakukan penebusan Pupuk Bersubsidi dari 1
(satu) Distributor yang menunjuknya sesuai masing-masing jenis
pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3) Tugas dan tanggung jawab Pengecer adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
(4) Penunjukan dan pemberhentian Pengecer Pupuk Bersubsidi ditetapkan
oleh Distributor setelah mendapatkan persetujuan dari Produsen,
sesuai persyaratan penunjukan Pengecer sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VII Peraturan ini.

106
(5) Hubungan kerja Distributor dengan Pengecer diatur dengan Surat
Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak sesuai Ketentuan Umum Pembuatan
Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi antara Distributor Dengan Pengecer
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan ini.

6. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 12
(1) Produsen wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Distributor di Gudang
Lini III Produsen dengan harga tebus memperhitungkan HET.
(2) Distributor wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Pengecer dengan harga
tebus memperhitungkan HET dan melaksanakan pengangkutan sampai
dengan gudang Lini IV Pengecer.
(3) Dalam pelaksanaan pengangkutan Pupuk Bersubsidi, Distributor
menggunakan sarana angkutan yang terdaftar pada Produsen dengan
mencantumkan identitas khusus sebagai angkutan Pupuk Bersubsidi.
(4) Pengecer wajib menjual Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau
Kelompok Tani di gudang Lini IV berdasarkan RDKK dengan harga tidak
melampaui HET.
(5) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

7. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 13
(1) Produsen wajib menjamin persediaan minimal Pupuk Bersubsidi di Lini III
untuk kebutuhan selama 2 (dua) minggu ke depan sesuai dengan rencana
kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
(2) Produsen wajib menjamin persediaan minimal Pupuk Bersubsidi di Lini
III untuk kebutuhan selama 3 (tiga) minggu ke depan sesuai dengan
rencana kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada
setiap puncak musim tanam bulan November sampai dengan Januari.
8. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 17
(1) Produsen yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3), ayat (4), dan ayat (10), Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (3),
Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), atau Pasal 16

107
ayat (2) huruf a, dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis dari Menteri.
(2) Produsen yang tidak mentaati peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
peringatan, Menteri merekomendasikan kepada Menteri Keuangan untuk
menangguhkan atau tidak dibayarkannya subsidi kepada Produsen
yang bersangkutan.

9. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 18
(1) Distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 12 ayat (2) atau Pasal 15 ayat (4),
dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari
Bupati/Walikota dalam hal ini Dinas yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perdagangan.
(2) Pengecer yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (4), atau Pasal 15 ayat (5), dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari Bupati/Walikota
dalam hal ini Dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perdagangan.
(3) Distributor dan Pengecer yang tidak mentaati peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal surat peringatan, dapat dikenakan sanksi
berupa pembekuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atas
rekomendasi dari Komisi Pengawas Pupuk tingkat Kabupaten/Kota.

10. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 19
(1) Produsen yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (8) huruf a, dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (8) huruf b, atau Pasal 14 ayat (1), dikenakan sanksi pidana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengecer yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) huruf c, atau Pasal 14 ayat (1),
dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

108
(4) Pihak lain yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Mengubah ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, sehingga


menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini
dan memberlakukan ketentuan dalam huruf A Lampiran I Peraturan
Menteri mulai tanggal 1 Maret 2009.
12. Menghapus kata “pengadaan” atau “pengadaan dan” sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II angka 10, Lampiran IV angka 4 dan angka 5,
dan Lampiran VIII angka 5, sehingga menjadi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II, Lampiran IV, dan Lampiran VIII Peraturan Menteri ini.
13. Menghapus ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II angka 4,
Lampiran III angka 3, dan Lampiran VII angka 3, sehingga menjadi
sebagaimana tercantum Lampiran II, Lampiran III, dan lampiran VII
Peraturan Menteri ini.

Pasal II
Peraturan ini berlaku mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini


dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan : di Jakarta
pada tanggal : 9 Februari 2009

MENTERI PERDAGANGAN R.I.,

ttd

MARI ELKA PANGESTU


Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perdagangan
Kepala Biro Hukum

ttd

Widodo

109
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I.
NOMOR : 07/M-DAG/PER/2/2009
TANGGAL : 9 Februari 2009

Daftar Lampiran

1. Lampiran I : Daftar Produsen Penanggung Jawab Dan Wilayah Tanggung


Jawab Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi.
2. Lampiran II : Tugas Dan Tanggung Jawab Distributor.
3. Lampiran III : Persyaratan Penunjukan Sebagai Distributor.
4. Lampiran IV : Ketentuan Umum Pembuatan Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi
Antara Produsen Dengan Distributor.
5. Lampiran VII : Persyaratan Penunjukan Sebagai Pengecer.
6. Lampiran VIII : Ketentuan Umum Pembuatan Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi
Antara Distributor Dengan Pengecer.

MENTERI PERDAGANGAN R.I.,

ttd

MARI ELKA PANGESTU


Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Departemen Perdagangan
Kepala Biro Hukum

ttd

Widodo

110
Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
A. PUPUK UREA
I. PT. PUPUK 1. NANGGROE ACEH 1. Aceh Selatan
ISKANDAR MUDA 2. Aceh Tenggara
3. Aceh Timur
4. Aceh Tengah
5. Aceh Barat
6. Aveh Besar
7. Pidie
8. Aceh Utara
9. Simeulue
10. Aceh Singkil
11. Bireuen
12. Aceh Barat Daya
13. Gayolues
14. Aceh Jaya
15. Nagan Raya
16. Aceh Tamiang
17. Bener Meriah
18. Pidie Jaya
19. Kota Banda Aceh
20. Kota Sabang
21. Kota Lhokseumawe
22. Kota Langsa
23. Kota Subulussalam

II. PT. PUPUK 1. SUMATERA UTARA 1. Tapanuli Tengah


SRWIDJAJA 2. Tapanuli Utara
3. Tapanuli Selatan
4. Nias
5. Langkat
6. Karo
7. Deli Serdang
8. Simalungun
9. Asahan
10. Labuhan Batu
11. Dairi
12. Toba Samosir
13. Mandailing Natal
14. Nias Selatan
15. Pakpak Barat
16. Humbang Hasundutan
17. Samosir
18. Serdang Bedagai
19. Batubara
20. Padang Lawas Utara
21. Padang Lawas
22. Kota Medan
23. Kota Pematang Siantar
24. Kota Sibolga
25. Kota Tanjung Balai
26. Kota Binjai
27. Kota Tebing Tinggi
28. Kota Padang idempuan

111
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
2. SUMATERA BARAT 1. Pesisir Selatan
2. Solok
3. Sawah Lunto Sijunjung
4. Tanah Datar
5. Padang Pariaman
6. Agam
7. Lima Puluh Kota
8. Pasaman
9. Kep. Mentawai
10. Dharmasraya
11. Solok Selatan
12. Pasaman Barat
13. Kota Padang
14. Kota Solok
15. Kota Sawah Lunto
16. Kota Pd. Panjang
17. Kota Bukit Tinggi
18. Kota Payakumbuh
19. Kota Pariaman

3. RIAU 1. Kampar
2. Indragiri Hulu
3. Bengkalis
4. Indragiri Hilir
5. Pelalawan
6. Rokan Hulu
7. Rokan Hilir
8. Sioak
9. Kuantan Singingi
10. Kota Pekanbaru
11. Kota Dumai

4. JAMBI 1. Kerinci
2. Merangin
3. Sarolangun
4. Batanghari
5. Muaro Jambi
6. Tj. Jabung Barat
7. Tj. Jabung Timur
8. Bungo
9. Tebo
10. Kota Jambi

5. SUMATERA 1. Ogan Komering ulu


SELATAN
2. Ogan Komering Ilir
3. Muara Enim
4. Lahat
5. Musi Rawas
6. Musi Banyuasin
7. Banyuasin
8. OKU Timur
9. OKU Selatan
10. Ogan Ilir
11. Empat Lawang
12. Kota Palembang

112
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
13. Kota Pagar Alam
14. Kota Lbk. Linggau
15. Kota Prabumulih

6. BENGKULU 1. Bengkulu Selatan


2. Rejang Lebong
3. Bengkulu Uitara
4. Kaur
5. Seluma
6. Muko-muko
7. Lebong
8. Kepahyang
9. Kota Bengkulu

7. LAMPUNG 1. Lampung Selatan


2. Lampung Tengah
3. Lampung Utara
4. Lampung Barat
5. Tulang Bawang
6. Tanggamus
7. Lampung Timur
8. Way Kanan
9. Pesawaran
10. Kota Bdr Lampung
11. Kota Metro

8. BANGKA 1. Bangka
BELITUNG
2. Belitung
3. Bangka Selatan
4. Bangka Tengah
5. Bangka Barat
6. Belitung Timur
7. Kota Pangkal Pinang

9. KEPULAUAN RIAU 1. Kepulauan Riau


2. Karimun
3. Natuna
4. Lingga
5. Kota Batam
6. Kota Tanjung Pinang

10. DKI JAKARTA 1. Adm. Kep. Seribu


2. Jakarta Pusat
3. Jakarta Utara
4. Jakarta Barat
5. Jakarta Selatan
6. Jakarta Timur

11. BANTEN 1. Pandeglang


2. Lebak
3. Tangerang
4. Serang
5. Kota Tangerang
6. Kota Cilegon
7. Kota Serang

113
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. JAWA BARAT I 1. Tasikmalaya
2. Ciamis
3. Kuningan
4. Majalengka
5. Kota Tasikmalaya
6. Kota Banjar

13. JAWA TENGAH I 1. Cilacap


2. Banyumas
3. Purbalingga
4. Banjarnegara
5. Kebumen
6. Purworejo
7. Wonosobo
8. Magelang
9. Boyolali
10. Klaten
11. Sukoharjo
12. Wonogiri
13. Karanganyar
14. Sragen
15. Grobogan
16. Blora
17. Rembang
18. Pati
19. Kudus
20. Jepara
21. Demak
22. Semarang
23. Temanggung
24. Kendal
25. Batang
26. Pekalongan
27. Pemalang
28. Kota Magelang
29. Kota Surakarta
30. Kota Salatiga
31. Kota Semarang
32. Kota Pekalongan

14. D.I. JOGJAKARTA 1. Kulon Progo


2. Bantul
3. Gunung Kidul
4. Sleman
5. Kota Yogyakarta

15. KALIMANTAN 1. Sambas


BARAT
2. Pontianak
3. Sanggau
4. Ketapang
5. Sintang
6. Kapuas Hulu
7. Bangkayang
8. Landak
9. Sekadau

114
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
10. Melawi
11. Kayong Utara
12. Kubu Raya
13. Kota Pontianak
14. Kota Singkawang

III. PT. PUPUK KUJANG 1. JAWA BARAT II 1. Bogor


2. Sukabumi
3. Cianjur
4. Bandung
5. Garut
6. Cirebon
7. Sumedang
8. Indramayu
9. Subang
10. Purwakarta
11. Karawang
12. Bekasi
13. Bandung Barat
14. Kota Bogor
15. Kota Sukabumi
16. Kota Bandung
17. Kota Cirebon
18. Kota Bekasi
19. Kota Depok
20. Kota Cimahi

2. JAWA TENGAH II 1. Tegal


2. Brebes
3. Kota Tegal

IV. PT. PUPUK 1. JAWA TIMUR I 1. Pacitan


PETROKIMIA 2. Ponorogo
GRESIK
3. Magetan
4. Bojonegoro
5. Lamongan
6. Gresik

V. PT. PUPUK KALTIM 1. JAWA TIMUR II 1. Trenggalek


2. Tulung Agung
3. Blitar
4. Kediri
5. Malang
6. Lumajang
7. Jember
8. Banyuwangi
9. Bondowoso
10. Situbondo
11. Probolinggo
12. Pasuruan
13. Sidoharjo
14. Mojokerto
15. Jombang
16. Nganjuk
17. Madiun

115
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
18. Ngawi
19. Tuban
20. Bangkalan
21. Sampang
22. Pamekasan
23. Sumenep
24. Kota Kediri
25. Kota Blitar
26. Kota Malang
27. Kota Probolinggo
28. Kota Pasuruan
29. Kota Mojokerto
30. Kota Surabaya
31. Kota Batu

2. BALI 1. Jembrana
2. Tabanan
3. Badung
4. Gianyar
5. Klungkung
6. Bangli
7. Karangasem
8. Buleleng
9. Kota Denpasar

3. NUSA TENGGARA 1. Lombok Barat


BARAT 2. Lombok Tengah
3. Lombok Timur
4. Sumbawa
5. Dompu
6. Bima
7. Sumbawa Barat
8. Kota Mataram
9. Kota Bima

4. NUSA TENGGARA 1. Kupang


TIMUR 2. Timor Tengah Selatan
3. Timor Tengah Utara
4. Belu
5. Alor
6. Flores Timur
7. Sikka
8. Ende
9. Ngada
10. Manggarai
11. Sumba Timur
12. Sumba Barat
13. Lembata
14. Rote Ndao
15. Manggarai Barat
16. Nagekeo
17. Sumba Tengah
18. Sumba Barat Daya
19. Manggarai Timur
20. Kota Kupang

116
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
5. KALIMANTAN 1. Kotawaringin Barat
TENGAH 2. Kotawaringin Timur
3. Kapuas
4. Barito Selatan
5. Barito Timur
6. Barito Utara
7. Katingan
8. Seruyan
9. Sukamara
10. Lamandau
11. Gunung Mas
12. Pulang Pisau
13. Murungraya
14. Kota Palangkaraya

6. KALIMANTAN 1. Tanah Laut


SELATAN 2. Kota Baru
3. Banjar
4. Barito Kuala
5. Tapin
6. Hulu Sungai Selatan
7. Hulu Sungai Tengah
8. Hulu Sungai Utara
9. Tabalong
10. Tanah Bumbu
11. Balangan
12. Kota Banjarmasin
13. Kota Banjarbaru

7. KALIMANTAN 1. Paser
TIMUR
2. Kutai Kertanegara
3. Berau
4. Bulungan
5. Nunukan
6. Malinau
7. Kutai Barat
8. Kutai Timur
9. Penajem Paser Utara
10. Tana Tidung
11. Kota Balikpapan
12. Kota Samarinda
13. Kota Tarakan
14. Kota Bontang

8. SULAWESI UTARA 1. Bolaang Mongondow


2. Minahasa
3. Kep. Sangihe
4. Kep. Talaud
5. Minahasa Selatan
6. Minahasa Utara
7. Minahasa Tenggara
8. Balmong Utara
9. Kep. Sitaro
10. Kota Manado
11. Kota Bitung

117
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. Kota Tomohon
13. Kota Kotamobogu

9. SULAWESI 1. Banggai
TENGAH
2. Poso
3. Donggala
4. Toli-toli
5. Buol
6. Morowali
7. Banggai Kepulauan
8. Parigi Moutong
9. Tojo Una Una
10. Kota Palu

10. SULAWESI 1. Selayar


SELATAN
2. Bulukumba
3. Bantaeng
4. Jeneponto
5. Takalar
6. Gowa
7. Sinjai
8. Bone
9. Maros
10. Pangkejane Kepulauan
11. Barru
12. Soppeng
13. Wajo
14. Sidenreng Rappang
15. Pinrang
16. Enrekang
17. Luwu
18. Tanah Toraja
19. Luwu Utara
20. Luwu Timur
21. Kota Makassar
22. Kota Pare-pare
23. Kota Palopo

11. SULAWESI 1. Kolaka


TENGGARA 2. Konawe
3. Muna
4. Buton
5. Konawe Selatan
6. Bombana
7. Wakatobi
8. Kolaka Utara
9. Konawe Utara
10. Buton Utara
11. Kota Kendari
12. Kota Bau-bau

118
JENIS PUPUK /
WILAYAH TANGGUNG
NO. PENANGGUNG KABUPATEN / KOTA
JAWAB PROPINSI
JAWAB
12. GORONTALO 1. Gorontalo
2. Boalemo
3. Bone Bolango
4. Pohuwato
5. Gorontalo Utara
6. Kota Gorontalo

13. SULAWESI BARAT 1. Mamuju Utara


2. Mamuju
3. Mamasa
4. Polewali Mamasa
5. Majane

14. MALUKU 1. Maluku Tengah


2. Maluku Tenggara
3. Maluku Tenggara Barat
4. Buru
5. Seram Bagian Timur
6. Seram Bagian Barat
7. Kepulauan Aru
8. Kota Ambon
9. Kota Tual

15. MALUKU UTARA 1. Halmahera Barat


2. Halmahera Tengah
3. Halmahera Utara
4. Halmahera Selatan
5. Kepulauan Sula
6. Halmahera Timur
7. Kota Ternate
8. Kota Tidore Kep.

16. PAPUA 1. Merauke


2. Jayawijaya
3. Jayapura
4. Nabire
5. Yapen Waropen
6. Biak Numfor
7. Puncak Jaya
8. Piniai
9. Mimika
10. Sarmi
11. Keerom
12. Pegubungan Bintang
13. Yahukimo
14. Tolikara
15. Waropen
16. Boven Digoel
17. Mappi
18. Asmat
19. Supiori
20. Membramo Raya
21. Kota Jayapura

119
JENIS PUPUK / WILAYAH TANGGUNG
NO. KABUPATEN / KOTA
PENANGGUNG JAWAB JAWAB PROPINSI
17. PAPUA BARAT 1. Sorong
2. Manokwari
3. Fak-fak
4. Sorong Selatan
5. Raja Ampat
6. Telun Bintuni
7. Teluk Wondama
8. Kaimana
9. Kota Sorong

B. PUPUK SP-36
SUPERPHOS dan ZA
I. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia

C. PUPUK NPK PHONSKA


I. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia

D. PUPUK NPK PELANGI


I. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
KALIMANTAN TIMUR Seluruh Indonesia

E. PUPUK NPK KUJANG


Seluruh Kabupaten/Kota
I. PT. PUPUK KUJANG Seluruh Indonesia
PUPUK ORGANIK

I. PT. PUPUK Seluruh Indonesia Seluruh


SRIWIDJAJA Kabupaten/Kota

II. PT. PUPUK KUJANG Seluruh Indonesia Seluruh


Kabupaten/Kota
III. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
KALIMANTAN TIMUR Seluruh Indonesia
IV. PT. PUPUK Seluruh Kabupaten/Kota
PETROKIMIA GRESIK Seluruh Indonesia
V. PT. PUPUK ISKANDAR Seluruh Kabupaten/Kota
MUDA Seluruh Indonesia

120
Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DISTRIBUTOR

1. Distributor harus bertanggungjawab atas kelancaran penyaluran Pupuk Bersubsidi


dari Lini III sampai dengan Lini IV di wilayah tanggung jawabnya sesuai dengan
prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu.
2. Distributor bertanggung jawab agar Pupuk Bersubsidi sesuai dengan jumlah dan
jenisnya, saat sampai dan diterima oleh Pengecer sesuai nama, alamat, dan
wilayah tanggung jawabnya yang diajukan pada saat pembelian.
3. Distributor menyalurkan Pupuk Bersubsidi hanya kepada Pengecer yang ditunjuk
sesuai dengan harga yang ditetapkan Produsen.
4. Distributor melaksanakan sendiri kegiatan pembelian dan penyaluran Pupuk
Bersubsidi dan, oleh karenanya :
a. Distributor tidak dibenarkan melaksanakan penjualan Pupuk Bersubsidi
kepada pedagang dan/atau pihak lain yang tidak ditunjuk sebagai Pengecer
dari Distributor yang bersangkutan; dan
b. Distributor tidak dibenarkan memberikan kuasa untuk pembelian Pupuk
Bersubsidi kepada pihak lain, kecuali kepada petugas Distributor yang
bersangkutan yang dibuktikan dengan Surat Kuasa dari Pengurus/Manajer
Distributor yang bersangkutan.
5. Distributor berperan aktif membantu Produsen melaksanakan penyuluhan dan
promosi.
6. Distributor bersama-sama dengan Produsen melakukan pembinaan,
pengawasan, dan penilaian terhadap kinerja Pengecer dalam melaksanakan
penjualan Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di wilayah
tanggung jawabnya serta melaporkan hasil pengawasan dan penilaiannya
tersebut kepada produsen yang menunjuknya.
7. Distributor wajib memasang papan nama dengan ukuran 1 x 1,5 meter sebagai
Distributor pupuk yang resmi di wilayah tanggung jawabnya.
8. Distributor melaksanakan koordinasi secara periodik dengan instansi terkait di
wilayah tanggung jawabnya.
9. Distributor wajib menyampaikan laporan penyaluran dan persediaan pupuk di
gudang yang dikelolanya, secara periodik setiap akhir bulan kepada Produsen
dengan tembusan kepada instansi terkait sesuai bentuk laporan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X Peraturan ini.
10. Distributor menetapkan lingkup wilayah tanggung jawab dalam penyaluran Pupuk
Bersubsidi kepada para Pengecer yang ditunjuknya.
11. Distributor wajib menyampaikan daftar Pengecer kepada Produsen dan Kepala
Dinas Kabupaten/Kota setempat yang membidangi perdagangan setiap akhir
tahun.

121
Lampiran III Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

PERSYARATAN PENUNJUKAN SEBAGAI DISTRIBUTOR

1. Distributor dapat berbentuk usaha perorangan atau badan usaha baik


yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum.
2. Bergerak dalam bidang usaha Perdagangan Umum.
3. Memiliki kantor dan pengurus yang aktif menjalankan kegiatan usaha
perdagangan ditempat kedudukannya.
4. Memenuhi syarat-syarat umum untuk melakukan kegiatan perdagangan
antara lain Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP), Surat Izin tempat Usaha (SITU), dan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
5. Distributor wajib memiliki dan/atau menguasai sarana gudang dan alat
transportasi yang dapat menjamin kelancaran penyaluran Pupuk
Bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya.
6. Mempunyai jaringan distribusi di wilayah tanggung jawabnya yang
ditetapkan oleh Produsen.
7. Distributor wajib menunjuk minimal 2 (dua) pengecer di setiap Kecamatan
dan/atau Desa yang merupakan daerah sentra produksi pertanian di
wilayah tanggung jawabnya.
8. Memiliki permodalan yang cukup dan disepakati oleh Produsen.
9. Memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Produsen.
10. Mempunyai surat rekomendasi sebagai Distributor pupuk dari Dinas
Perindag Kabupaten/Kota setempat.

122
Lampiran IV Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

KETENTUAN UMUM PEMBUATAN KONTRAK/


SURAT PERJANJIAN JUAL BELI (SPJB) PUPUK BERSUBSIDI ANTARA
PRODUSEN DENGAN DISTRIBUTOR

1. Kontrak/Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) Pupuk Bersubsidi antara


Produsen dengan Distributor dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Perpanjangan kontrak dapat dilaksanakan, apabila menurut penilaian
produsen bahwa Distributor tersebut memperlihatkan kinerja yang baik.
2. Pada dasarnya alokasi Pupuk Bersubsidi dari Produsen kepada Distributor
yang akan dituangkan dalam kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi berpedoman
kepada rencana kebutuhan Pupuk Bersubsidi di wilayah yang menjadi
tanggung jawab masing-masing Produsen dengan memperhatikan alokasi
Pupuk Bersubsidi yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
3. Dalam kontrak/SPJB ditetapkan harga penyerahan pupuk dari Produsen
kepada Distributor dan harga jual pupuk paling tinggi dari Distributor
kepada Pengecer.
4. Dalam kontrak/SPJB ditetapkan wilayah tanggung jawab pengadaan dan
penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Distributor dengan menyebutkan
wilayah Kabupaten/Kota dan/atau Kecamatan yang berada dalam lokasi
wilayah tanggung jawab Produsen yang bersangkutan.
5. Alokasi penyaluran pupuk selama 1 (satu) tahun sesuai masa
Kontrak/SPJB disebutkan secara rinci dalam alokasi bulanan per jenis
pupuk.
6. Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi harus memuat sanksi bagi Distributor
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyaluran Pupuk
Bersubsidi yang berlaku.
7. Pencantuman ketentuan sanksi dalam Kontrak/SPJB antara Produsen
dengan Distributor dapat berupa peringatan tertulis, penghentian
pemberian alokasi Pupuk Bersubsidi dan/atau pemutusan hubungan
kerja/kontrak dengan Distributor yang bersangkutan.
8. Bentuk atau format susunan Kontrak/SPJB dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku umum dalam setiap pembuatan perjanjian.

123
Lampiran VII Peraturan Menteri Perdagangan R.I
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

PERSYARATAN PENUNJUKAN SEBAGAI PENGECER

1. Pengecer dapat berbentuk usaha perorangan, kelompok tani, dan badan


usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar
Perusahaan (TDP).
2. Bergerak dalam bidang usaha Perdagangan Umum.
3. Memiliki pengurus yang aktif menjalankan kegiatan usaha atau mengelola
perusahaannya.
4. Memiliki atau menguasai sarana untuk penyaluran Pupuk Bersubsidi guna
menjamin kelancaran penyaluran Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggung
jawabnya masing-masing.
5. Memiliki permodalan yang cukup dan disepakati oleh Distributor.
6. Memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Distributor.

124
Lampiran VIII Peraturan Menteri Perdagangan RI
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009
Tanggal : 9 Februari 2009

KETENTUAN UMUM PEMBUATAN KONTRAK/


SURAT PERJANJIAN JUAL BELI (SPJB) PUPUK BERSUBSIDI ANTARA
DISTRIBUTOR DENGAN PENGECER

1. Kontrak/Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) Pupuk Bersubsidi antara


Distributor dengan Pengecer dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Perpanjangan kontrak dapat dilaksanakan, apabila menurut penilaian
Distributor bahwa Pengecer tersebut memperlihatkan kinerja yang baik.
2. Pada dasarnya alokasi Pupuk Bersubsidi dari Distributor kepada Pengecer
yang akan dituangkan dalam Kontra/SPJB Pupuk Bersubsidi berpedoman
kepada rencana kebutuhan Pupuk Bersubsidi di wilayah yang menjadi
tanggung jawab masing-masing Distributor dengan memperhatikan alokasi
Pupuk Bersubsidi yang ditetapkan oleh Produsen.
3. Dalam Kontrak/SPJB ditetapkan harga penyerahan pupuk dari Distributor
kepada pengecer serta jaminan dan kewajiban Pengecer untuk menjual
secara tunai Pupuk Bersubsidi kepada Petani dan/atau Kelompok Tani di
gudang Pengecer sesuai HET dalam kemasan 50 Kg atau 20 Kg.
4. Dalam Kontrak/SPJB ditetapkan wilayah tanggung jawab penyaluran
Pupuk Bersubsidi dari Pengecer dengan menyebutkan wilayah Kecamatan
dan/atau Desa yang berada dalam lokasi wilayah tanggung jawab
Distributor yang bersangkutan.
5. Alokasi pupuk selama 1 (satu) tahun sesuai masa Kontrak/SPJB
disebutkan secara rinci dalam alokasi bulanan per jenis pupuk.
6. Kontrak/SPJB Pupuk Bersubsidi harus memuat sanksi bagi Pengecer
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyaluran Pupuk
Bersubsidi yang berlaku.
7. Pencantuman ketentuan sanksi dalam Kontrak/SPJB antara Distributor
dengan Pengecer dapat berupa peringatan tertulis, penghentian,
pemberian alokasi Pupuk Bersubsidi dan/atau pemutusan hubungan
kerja/kontrak dengan Pengecer yang bersangkutan.
8. Bentuk atau format susunan kontrak/SPJB dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku umum dalam setiap pembuatan perjanjian.

125
Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2009

Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan


Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 Tentang
Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Untuk Sektor Pertanian
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PESTISIDA
DAFTAR ISI
Halaman

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
II. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................. 2
A. Tujuan .......................................................................................... 2
B. Sasaran ........................................................................................ 3
III. ISTILAH-ISTILAH ............................................................................... 3
IV. RUANG LINGKUP PENGAWASAN PESTISIDA ............................. 6
A. Obyek Pengawasan ..................................................................... 6
B. Pelaksanaan Pengawasan .......................................................... 7
V. PERSYARATAN, TATACARA PENUNJUKAN DAN
PEMBERHENTIAN PENGAWAS PESTISIDA .................................. 17
A. Persyaratan Pengawas Pestisida ................................................ 17
B. Tata Cara Penunjukan Pengawas Pestisida ............................... 18
C. Pemberhentian Pengawas Pestisida ........................................... 19
D. Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida ............................... 19
VI. TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS PESTISIDA ..................... 20
A. Tugas Pengawas Pestisida .......................................................... 20
B. Wewenang Pengawas Pestisida .................................................. 21
VII. TINDAKLANJUT HASIL PENGAWASAN ......................................... 22
A. Jenis Pelanggaran dan Tindak Lanjutnya .................................... 23
B. Koordinasi Pengawasan .............................................................. 25
VIII. PEMBINAAN DAN PELATIHAN .................................................... 26
A. Pembinaan ................................................................................... 26
B. Pelatihan ...................................................................................... 26
IX. PELAPORAN ..................................................................................... 27
A. Materi Laporan ............................................................................. 27
B. Mekanisme Pelaporan ................................................................. 27
X. PENUTUP .......................................................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Bahan Aktif Yang Ditetapkan Sebagai Pestisida Dilarang .................... 29
2. Ketentuan dan Contoh Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida ... 30
3. Pemeriksaan Pestisida Secara Sederhana .......................................... 33
4. Laporan Hasil Pengawasan Pestisida .................................................. 38
5. Laporan Pengawasan Peredaran dan Penggunaan Pestisida ............. 39
6. Petunjuk Pengambilan Contoh Pestisida .............................................. 46
7. Petunjuk Pengambilan Contoh Untuk Analisa Residu Pestisida. .......... 50
8. Daftar Laboatorium Uji Mutu Pestisida ................................................. 57
9. Daftar Pelaksana Uji Toksisitas Akut Formula Pestisida ...................... 58
I. PENDAHULUAN

Salah satu faktor kunci dalam mencapai keberhasilan peningkatan produksi


padi dan program peningkatan produksi pertanian lainnya adalah adanya
dukungan sarana produksi secara 6 tepat, diantaranya melalui penyediaan
pestisida secara bijaksana sesuai dengan prinsip dan kaidah Pengendalian
Hama Terpadu (PHT).
Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan pestisida oleh petani cenderung
meningkat, karena dianggap cara paling efektif untuk mengendalikan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), sehingga memperbesar jumlah
permintaan pestisida di tingkat petani. Akibat meningkatnya permintaan dan
penggunaan pestisida serta adanya deregulasi di bidang pestisida,
menyebabkan pesatnya perkembangan industri dan peredaran pestisida di
Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida menyatakan bahwa
pestisida yang boleh diedarkan, disimpan dan digunakan di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia adalah pestisida yang telah terdaftar dan atau
memperoleh izin Menteri Pertanian. Namun banyaknya pestisida yang
beredar saat ini menjadi peluang terjadinya penyimpangan di lapangan,
seperti beredarnya pestisida yang tidak terdaftar dan atau memperoleh izin
Menteri Pertanian.
Di samping itu, penyimpangan-penyimpangan yang berkembang di lapangan
antara lain : peredaran pestisida yang telah habis masa berlaku izin
pendaftaran; pestisida yang telah diperpanjang izinnya tetapi di lapangan
masih beredar dengan izin lama; pelanggaran label dengan memperluas
sasaran penggunaan yang tidak sesuai dengan izin pendaftaran; pestisida
palsu; pewadahan kembali; penjualan bebas pestisida terbatas; penggunaan
pestisida terbatas oleh petani/pengguna yang tidak bersertifikat.

1
Dari segi penggunaan pestisida di tingkat petanipun terdapat cukup banyak
penyimpangan terutama penggunaan pestisida dengan mencampur 2 atau
lebih formulasi pestisida, cara aplikasi pestisida yang tidak mengindahkan
aspek keamanan misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri seperti
sarung tangan, masker dan sebagainya.
Merebaknya kasus-kasus penyimpangan pestisida seperti tersebut di atas
dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan, baik dalam
pencapaian sasaran produksi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
maupun pelestarian lingkungan. Untuk itu, dituntut adanya kesungguhan dan
kemampuan yang optimal dari instansi-instansi terkait yang berwenang
secara terpadu dalam pembinaan dan pengawasan pestisida. Melalui
pembinaan dan pengawasan tersebut diharapkan dapat membatasi
terjadinya kasus penyimpangan penggunaan pestisida, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, melalui buku petunjuk pengawasan pestisida yang memuat
ketentuan teknis pengawasan, peredaran, penyimpanan dan penggunaan
pestisida di lapangan, diharapkan dapat menjadi acuan bagi Pengawas
Pestisida Pusat, Pengawas Pestisida Provinsi, Pengawas Pestisida
Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengawasan pestisida, sebagai upaya
menekan terjadinya penyimpangan dalam penggunaan pestisida di
lapangan.

II. TUJUAN DAN SASARAN PENGAWASAN


A. Tujuan
Melaksanakan pengawasan terhadap peredaran, penyimpanan dan
penggunaan pestisida agar terjamin mutu dan efektivitasnya, tidak
mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia serta kelestarian
lingkungan hidup dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

2
B. Sasaran
1. Terlaksananya pengawasan pestisida oleh pengawas pestisida
pusat, pengawas pestisida provinsi, dan pengawas pestisida
kabupaten/kota di wilayah kerjanya masing-masing.

2. Melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, kelestarian alam


dan lingkungan hidup, menjamin mutu dan efektivitas pestisida
serta memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan
pengguna pestisida.

III. ISTILAH-ISTILAH
1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang dipergunakan untuk :
a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
b. memberantas rerumputan;
c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-
bagian tanaman tidak termasuk pupuk;
e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan ternak;
f. memberantas atau mencegah hama-hama air;
g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat
pengangkutan;
h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
2. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan tambahan
dengan kadar dan bentuk tertentu yang mempunyai daya kerja sebagai
pestisida sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
3
3. Bahan aktif adalah bahan kimia sintetik atau bahan alami yang
terkandung dalam bahan teknis atau formulasi pestisida yang memiliki
daya racun atau pengaruh biologis lain terhadap organisme sasaran.
4. Pestisida untuk penggunaan umum adalah pestisida yang dalam
penggunaannya tidak memerlukan persyaratan dan alat-alat
pengamanan khusus di luar yang tertera pada label.
5. Pestisida terbatas adalah pestisida yang dalam penggunaannya
memerlukan persyaratan dan alat-alat pengamanan khusus di luar yang
tertera pada label.
6. Pestisida rusak adalah pestisida yang mengalami perubahan baik secara
kimiawi, fisik maupun biologis.
7. Pestisida ilegal adalah pestisida yang tidak terdaftar atau yang telah
habis masa berlaku izin/nomor pendaftaran yang diberikan atau pestisida
tidak berlabel.
8. Pestisida palsu adalah pestisida yang isi dan atau mutunya tidak sesuai
dengan label di luar batas toleransi atau pestisida yang nama dagang,
wadah/kemasan dan labelnya meniru pestisida legal.
9. Pestisida dilarang adalah jenis pestisida yang dilarang untuk semua
bidang penggunaan.
10. Produksi pestisida adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pembuatan bahan-bahan teknis, formulasi termasuk daur ulang,
pewadahan, pembungkusan dan pelabelan pestisida.
11. Peredaran adalah impor-ekspor dan atau jual-beli di dalam negeri
termasuk pengangkutan pestisida.
12. Penyimpanan adalah memiliki pestisida dalam persediaan di halaman
atau dalam ruang yang digunakan oleh importir, pemegang pendaftaran,
pedagang atau di usaha-usaha pertanian.

4
13. Penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau
tanpa alat.
14. Pemusnahan adalah menghilangkan sifat dan fungsi pestisida.

15. Wadah adalah tempat yang terkena langsung pestisida untuk


menyimpan selama dalam penanganan.
16. Label adalah tulisan dan dapat disertai dengan gambar atau simbol,
yang memberikan keterangan tentang pestisida, dan melekat pada
wadah atau pembungkus pestisida.
17. Petugas Pengawas Pestisida adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu baik
di Pusat maupun di Daerah yang diberi tugas untuk melakukan
pengawasan pestisida.
18. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
19. Komisi Pestisida adalah wadah koordinasi instansi terkait lintas sektor di
pusat yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian untuk
memberikan saran dan pertimbangan dalam pengelolaan pestisida
terutama di bidang pengawasan termasuk dalam hal tindak lanjut hasil
pengawasan di pusat yang akan dilakukan oleh Menteri Pertanian, dan
koordinasi pengawasannya diutamakan pada saat perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan.
20. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Provinsi adalah wadah
koordinasi instansi lintas sektor di Provinsi yang dibentuk dengan
Keputusan Gubernur untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam
pengelolaan pestisida terutama di bidang pengawasan termasuk dalam
hal tindak lanjut hasil pengawasan di provinsi yang akan dilakukan oleh
Gubernur, dan koordinasi pengawasannya diutamakan pada saat
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
5
21. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten/Kota adalah
wadah koordinasi instansi terkait lintas sektor di kabupaten/kota yang
dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota untuk memberikan saran
dan pertimbangan dalam pengelolaan pestisida terutama di bidang
pengawasan termasuk dalam hal tindak lanjut hasil pengawasan di
kabupaten/kota yang akan dilakukan oleh Bupati/Walikota, dan
koordinasi pengawasannya diutamakan pada saat perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan.
22. Satuan administrasi pangkal adalah unit kerja eselon II instansi
pertanian, perdagangan, perindustrian, tenaga kerja dan transmigrasi,
kesehatan, pengawas obat dan makanan, perikanan dan kelautan,
lingkungan hidup dan instansi terkait lainnya di pusat, provinsi atau
kabupaten/kota yang membawahi pegawai negeri sipil yang bertugas
sebagai Pengawas Pestisida Pusat, Pengawas Pestisida Provinsi atau
Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota.

IV. RUANG LINGKUP PENGAWASAN


A. Obyek Pengawasan
Pengawasan pestisida dilakukan terhadap :
1. Kualitas dan kuantitas produk pestisida, melalui pengawasan mutu
dan jumlah bahan teknis, formulasi, wadah, pembungkus dan label
pestisida baik yang diproduksi di dalam negeri maupun diimpor.
2. Dokumen perizinan dan dokumen lainnya, dilakukan melalui
pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen lainnya.
3. Kecelakaan dan kesehatan kerja, dilakukan dengan mengawasi/
memonitor kecelakaan kerja akibat proses produksi, peredaran,
penyimpanan, pengangkutan dan penggunaan serta pemusnahan
pestisida.

6
4. Dampak lingkungan, dilakukan dengan menguji validitas dampak
lingkungan selama masa registrasi, serta pencemaran yang timbul
akibat penggunaan produk pestisida.
5. Jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran
dalam penggunaan pestisida, dilakukan melalui pemantauan
terhadap kesesuaian penggunaan pestisida dengan ketentuan yang
diizinkan.
6. Efikasi dan resurjensi pestisida, dilakukan dengan mengawasi efikasi
dan resurjensi akibat penggunaan pestisida.
7. Residu pestisida, dilakukan melalui pengawasan terhadap
kandungan residu pestisida pada produk pertanian dan media
lingkungan.
8. Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi tumbuhan,
hewan dan satwa liar dilakukan melalui pemantauan terhadap
korban.
9. Publikasi pada media cetak dan atau media elektronik, dilakukan
melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan brosur.
10. Sarana dan peralatan, antara lain dilakukan melalui pemeriksaan
terhadap gedung, gudang, pengolah limbah, mesin dan peralatan
untuk memproduksi, menyimpan, mengangkut dan menggunakan
pestisida.
B. Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan pestisida dilakukan mulai tahap produksi,
peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan.
1. Pengawasan kualitas dan kuantitas produk pestisida
a. Pengawasan terhadap kuantitas produk pestisida dilakukan
dengan cara memantau dan menginventarisasi jumlah dan jenis
pestisida yang beredar di wilayah kerjanya terutama diarahkan
pada pestisida yang dalam proses izin pendaftarannya masih
dalam taraf izin sementara.
7
b. Pengawasan terhadap kualitas pestisida dilakukan dengan cara
pemeriksaan secara fisik/visual maupun secara kimia/
laboratorium.
1) Pengawasan secara fisik/visual
Pengawasan secara fisik/visual dilakukan dengan
pemeriksaan terhadap wadah/label.
Pada label keterangan yang wajib dicantumkan adalah
sebagai berikut :
a) Nama dagang formula;
b) Jenis pestisida;
c) Nama dan kadar bahan aktif;
d) Isi atau berat bersih dalam kemasan;
e) Peringatan keamanan;
f) Klasifikasi dan simbol bahaya;
g) Petunjuk keamanan;
h) Gejala keracunan;
i) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
j) Perawatan medis;
k) Petunjuk penyimpanan;
l) Petunjuk penggunaan;
m) Piktogram;
n) Nomor pendaftaran;
o) Nama dan alamat serta nomor telepon pemegang
nomor pendaftaran;
p) Nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch
number) serta bulan dan tahun kadaluwarsa;
q) Petunjuk pemusnahan.
Selain keterangan-keterangan tersebut pada tiap Label wajib
dicantumkan kalimat “Bacalah Label Sebelum
Menggunakan Pestisida Ini“.

8
Untuk ukuran wadah kecil yang tidak memungkinkan semua
keterangan dan kalimat peringatan dapat dicantumkan pada
wadah pestisida, keterangan label secara lengkap
dicantumkan pada lembaran terpisah yang menyertai wadah
tersebut. Pada wadah tersebut tertulis dengan jelas kalimat
“Bacalah petunjuk yang lengkap pada lembaran terpisah
yang menyertai wadah ini“.
Selain hal tersebut di atas dan sesuai dengan sifat
bahayanya maka kalimat dan atau simbol peringatan bahaya
yang lain perlu dicantumkan yaitu antara lain : bahan peledak,
bahan oksidasi, bahan korosif, bahan iritasi dan bahan
mudah terbakar.
Tingkat bahaya pestisida dapat diketahui dari warna dasar
label yaitu :
¾ Coklat tua berarti sangat berbahaya sekali (sangat
beracun);
¾ Merah tua berarti berbahaya sekali (beracun);
¾ Kuning tua berarti berbahaya;
¾ Biru muda berarti cukup berbahaya; dan
¾ Hijau berarti tidak berbahaya pada penggunaan normal.
Pembungkus luar yang membungkus wadah-wadah pestisida
tercantumkan kalimat-kalimat :
- Pembungkus ini hanya untuk membungkus pestisida;
- Jangan digunakan untuk menyimpan atau membungkus
makanan, bahan makanan atau bahan lainnya atau untuk
keperluan apapun;
- Setelah digunakan untuk pestisida, musnahkan
pembungkus ini dengan aman.

9
Untuk pestisida terbatas di samping mengikuti ketentuan
tersebut di atas, maka wajib mengikuti ketentuan khusus
label pestisida terbatas, yaitu :
¾ Warna dasar label harus jingga;
¾ Pada label harus dicantumkan kalimat “Hanya
digunakan oleh pengguna yang bersertifikat”, ditulis
dengan huruf yang mudah terbaca.
2) Pengawasan secara kimia/laboratorium
Pengawasan secara kimia dilakukan sebagai tindaklanjut
pengawasan secara fisik terhadap pestisida yang dicurigai
kebenaran mutunya. Pengawasan ini dilakukan dengan
melalui pengambilan contoh secara representatif (mewakili)
dan analisa kandungan bahan aktif dalam bahan teknis atau
formulasi di laboratorium uji mutu pestisida yang ditunjuk
sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009 tentang Syarat dan Tatacara
Pendaftaran Pestisida, dan laboratorium pestisida yang
representatif di masing-masing wilayah, serta evaluasi mutu
pestisida yang dilakukan dengan membandingkan hasil
analisa dengan spesifikasi mutu pestisida yang didaftarkan
atau yang dicantumkan pada label.
Di dalam Lampiran XIV Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009 diatur batas toleransi kadar
bahan aktif dalam bahan teknis atau formulasi pestisida.

10
Batas toleransi kadar bahan aktif dalam bahan teknis atau
formulasi pestisida sesuai dengan Lampiran VI Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 45/Permentan/SR.140/10/2009
adalah sebagai berikut :
Kadar Bahan Aktif Kadar Bahan Aktif
yang Dinyatakan yang Dinyatakan Batas Toleransi
(%) (g/l)
+ 2,5 unit (%)
≥ 50 ≥ 500
+ 25 unit (g/l)
25 - < 50 250 - < 500 +5%
10 - < 25 100 - < 250 +6%
2,5 - < 10 25 - < 100 + 10 %
0 - < 2,5 0 - < 25 + 15 %

2. Pengawasan dokumen perizinan dan dokumen lainnya


Pengawasan atas hal-hal yang berhubungan dengan perizinan dan
dokumen lainnya di pabrik antara lain :
a. Akta pendirian perusahaan dan perubahannya, bagi badan usaha
(Usaha Dagang, Firma, CV, NV), dan badan hukum (PT,
koperasi);
b. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) / Tanda Daftar Usaha
Perdagangan (TDUP) pestisida;
c. Surat keterangan penunjukan sebagai perwakilan yang berbadan
hukum di Indonesia dari pemilik formulasi yang berasal dari luar
negeri;
d. Surat keterangan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang
bekerja di pabrik (awal, berkala dan khusus);
e. Lembar Data dan Keselamatan Kerja Bahan dan Label (MSDS);
f. Laporan produksi pestisida.
3. Pengawasan terhadap kecelakaan dan kesehatan kerja
Pelaksanaan pengawasan terhadap kecelakaan dan kesehatan kerja
adalah tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, perusahaan/
pengusaha maupun tenaga kerja itu sendiri. Pengawasan
11
kecelakaan dan kesehatan kerja di bidang pestisida harus
berpedoman pada Permenakertrans Nomor Per.03/Men.1986
tentang Syarat-syarat Keselamatan Kerja dan Kesehatan di Tempat
Kerja yang mengelola pestisida yakni :
a. Tenaga Kerja
1) Berumur lebih dari 18 tahun;
2) Telah menjalani pemeriksaan kesehatan baik pemeriksaan
awal berkala 1 kali dalam setahun dan pemeriksaan khusus
sekurang-kurangnya 1 kali dalam enam bulan;
3) Telah mendapat penjelasan tentang cara pengelolaan
pestisida dan latihan P3K;
4) Tidak boleh mengalami paparan lebih dari 5 jam sehari dan
30 jam seminggu;
5) Memakai alat pelindung diri yang sesuai;
6) Menjaga kebersihan badan, pakaian, alat pelindung diri,
perlengkapan kerja, tempat kerja;
7) Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida
dalam bentuk bubuk;
8) Tenaga kerja tidak boleh dalam keadaan mabuk atau
kekurangan lain baik fisik maupun mental yang mungkin
membahayakan;
9) Tenaga kerja yang luka atau mempunyai penyakit kulit
dilarang bekerja kecuali bila dilakukan tindakan
perlindungan;
10) Bagi wanita hamil atau menyusui dilarang menggunakan/
menjamah pestisida.

12
b. Ruangan/Tempat Kerja
1) Pada tempat kerja harus dipasang tanda peringatan, seperti
“AWAS BAHAN MUDAH MELEDAK”, “AWAS BAHAN
BERACUN” dsb;
2) Pada tempat kerja harus dipasang gambar alat pelindung diri
yang wajib dipakai;
3) Tempat kerja harus dijaga kebersihannya dan bebas dari
ceceran bahan pestisida atau bahan kimia lainnya;
4) Kadar pestisida di tempat kerja tidak boleh melebihi nilai
ambang batas yang ditentukan. Nilai Ambang Batas (NAB)
faktor kimia sesuai dengan SE-01/MENAKERTRANS/1997;
5) Tempat yang mengelola pestisida harus dipasang alat
pengendali bahaya dan alat deteksi, ventilasi dan instalasi
pemadam kebakaran;
6) Setiap bahan harus diberi kode secara jelas sehingga mudah
dibedakan dengan bahan-bahan yang lain;
7) Tempat dimana dikelola pestisida harus menyediakan
fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Pengawasan dampak lingkungan
Pengawasan terhadap dampak lingkungan dilakukan mulai dari
tahap produksi maupun pada tahap penggunaan pestisida.
Pengawasan dampak lingkungan tidak terlepas dari penanganan
limbah pestisida yang termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun). Penanganan limbah pestisida yang benar akan
mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi
tumbuhan, hewan dan satwa liar. Penanganan limbah pestisida
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Persyaratan pengemasan
1) Persyaratan pra pengemasan;
2) Persyaratan umum kemasan;
13
3) Prinsip pengemasan limbah.
b. Tatacara pengemasan/pewadahan
c. Persyaratan penyimpanan limbah
1) Persyaratan penyimpanan;
2) Persyaratan bangunan penyimpanan;
3) Persyaratan lokasi.
d. Persyaratan pengumpulan limbah
1) Persyaratan lokasi pengumpulan limbah;
2) Persyaratan bangunan;
3) Fasilitas tambahan;
4) Tatacara pengumpulan dan penyimpanan.
Disamping pengawasan terhadap limbah pestisida, pada tahap
penggunaan yang juga harus diperhatikan adalah dampak langsung
terhadap pengguna serta pengaruh samping pestisida terhadap
organisme sasaran dan organisme bukan sasaran.
5. Pengawasan jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan
organisme sasaran dalam penggunaan pestisida
Pengawasan jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan
organisme sasaran dalam penggunaan pestisida, dilakukan melalui
pemantauan terhadap kesesuaian penggunaan pestisida dengan
ketentuan yang diizinkan.
6. Pengawasan efikasi dan resurjensi pestisida
Pengawasan terhadap efikasi dan resurjensi pestisida diarahkan
pada tahap penggunaan di tingkat lapangan dengan membandingkan
antara dosis yang disetujui pada saat didaftarkan (sesuai dengan
hasil pengujian efikasi terhadap organisme sasaran yang telah
dilaksanakan oleh lembaga pengujian yang ditunjuk) dengan
kenyataan yang terjadi di tingkat lapang. Pengawasan ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan populasi
14
organisme sasaran setelah diperlakukan dengan pestisida
(resurjensi).
7. Pengawasan residu pestisida
Pengawasan residu pestisida dilakukan dengan cara mengambil
sampel terhadap produk pertanian dan media lingkungan yang
diduga mengandung residu pestisida melebihi ketentuan.
8. Pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat,
kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar
Pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat,
kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar dilakukan melalui
pemantauan terhadap korban.
9. Pengawasan publikasi pada media cetak dan atau media elektronik
Pengawasan publikasi pada media cetak dan atau media elektronik
dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan
brosur pestisida apakah sesuai dengan yang diizinkan pada saat
didaftarkan atau tidak.
10. Pengawasan sarana dan peralatan
Pengawasan sarana dan peralatan antara lain dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap gedung, gudang, pengolah limbah, mesin dan
peralatan untuk memproduksi, menyimpan, mengangkut dan
menggunakan pestisida. Hal tersebut berkaitan dengan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain untuk tempat
penyimpanan atau gudang pestisida sebagai berikut :
a. Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak
terkena banjir dan lantai gudang harus miring. Oleh karena itu
drainase di dalam dan di luar gudang harus baik dan terawat;
b. Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah dibersihkan.
Hal ini untuk mencegah kemungkinan runtuhan dan tergulingnya
kontainer akibat lantai yang tidak stabil;

15
c. Pintu harus tertutup rapat dan diberi tanda peringatan dengan
tulisan atau gambar;
d. Pintu harus selalu dikunci apabila tidak ada kegiatan;
e. Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan lain. Hal ini
untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
f. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu
memenuhi ketentuan yang berlaku;
g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan
yang berlaku. APAR (Alat Pemadam Api Ringan) harus tersedia
pada jarak 15 meter;
h. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan yang
berlaku terhadap kemungkinan bahaya peledakan;
i. Pengangkutan pestisida harus memperhatikan kemungkinan
akan terjadinya tumpahan atau percikan pestisida pada saat
pengangkutan. Dalam Kepmenaker Nomor 187/Men/1999
dinyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai potensi bahaya
kimia wajib mempekerjakan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.
Sedangkan pengawasan terhadap peralatan yang digunakan dalam
aplikasi pestisida diarahkan pada pengawasan penggunaan alat
aplikasi dan alat pelindung diri yang digunakan pada aplikasi
pestisida di lapang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan alat aplikasi maupun alat pelindung diri adalah sebagai
berikut :
a. Semua peralatan harus sesuai dengan syarat-syarat K3.
Sebelum peralatan digunakan sebaiknya harus diperiksa terlebih
dahulu alat-alat pengaman, apakah berfungsi dengan baik;
b. Pembersihan peralatan sebelum dan sesudah digunakan harus
dilakukan di tempat khusus agar tidak mencemari media
lingkungan (air dan tanah);
c. Tenaga kerja harus menggunakan alat pelindung diri.

16
11. Pengawasan pestisida terbatas
Mengingat tingkat bahayanya, maka pestisida yang termasuk dalam
pestisida terbatas hanya boleh diedarkan oleh distributor, pengecer
yang telah mendapat surat keterangan mengikuti pelatihan pestisida
terbatas, dan pestisida terbatas hanya boleh digunakan oleh orang
yang telah mengikuti pelatihan dan mempunyai sertifikat pelatihan
pestisida terbatas. Pengawasan dilakukan dengan mengecek surat
keterangan telah mengikuti pelatihan pestisida terbatas yang dimiliki
oleh distributor dan pengecer, serta sertifikat pelatihan pestisida
terbatas yang dimiliki oleh pengguna.
Sesuai dengan Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian Nomor
45/Permentan/SR.140/10/2009, bahan aktif pestisida yang ditetapkan
sebagai pestisida terbatas adalah :
a. Parakuat Diklorida;
b. Alumunium Fosfida;
c. Magnesium Fosfida;
d. Sulfuril Fluoride;
e. Metil Bromida;
f. Seng Fosfida.

V. PERSYARATAN, TATACARA PENUNJUKAN DAN PEMBERHENTIAN


PENGAWAS PESTISIDA
A. Persyaratan Pengawas Pestisida
Pengawasan pestisida dilakukan oleh Pengawas Pestisida yang terdiri
dari Pengawas Pestisida Pusat, Pengawas Pestisida Provinsi dan
Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota. Untuk dapat ditunjuk sebagai
Pengawas Pestisida harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi Pertanian, Perindustrian,
Perdagangan, Kesehatan, Pengawas Obat dan Makanan (POM),

17
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan Perikanan,
Kehutanan, Lingkungan Hidup atau instansi lain terkait;
2. Paling kurang memiliki masa kerja 2 (dua) tahun;
3. Memiliki pendidikan formal atau pelatihan dan pengetahuan di bidang
pestisida yang sesuai dengan tugas-tugas pengawasan pestisida;
4. Diutamakan berpengalaman menangani pekerjaan yang berkaitan
dengan pestisida atau memiliki sertifikat pelatihan yang sesuai
dengan tugas pengawasan pestisida;
5. Tidak berafiliasi atau konflik kepentingan dengan usaha di bidang
pestisida; dan
6. Pegawai Negeri Sipil yang telah ditunjuk sebagai Pengawas
Pestisida akan tetapi belum memiliki sertifikat pelatihan, dapat
diprioritaskan untuk diusulkan mengikuti pelatihan yang berkaitan
dengan pengawasan pestisida.
Dalam pelaksanaan pengawasan pestisida, Pengawas Pestisida dibantu
oleh Tenaga Harian Lepas (THL) dan Tenaga Bantu Pengendali
Organisme Pengganggu Tumbuhan, Pengamat Hama dan Penyakit
(POPT-PHP).

B. Tatacara Penunjukan Pengawas Pestisida


Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/SR.140/5/
2007 tentang Pengawasan Pestisida dinyatakan pada Pasal 7 ayat (2)
bahwa penunjukan Pengawas Pestisida adalah sebagai berikut :
1. Pengawas Pestisida Pusat ditunjuk oleh Menteri Pertanian atas usul
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal (instansi Pertanian,
Perindustrian, Perdagangan, Kesehatan, Pengawas Obat dan
Makanan (POM), Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan
Perikanan, Kehutanan, Lingkungan Hidup atau instansi lain terkait);
2. Pengawas Pestisida Provinsi ditunjuk oleh Gubernur atas usul
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal di propinsi;

18
3. Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota ditunjuk oleh Bupati/Walikota
atas usul pimpinan instansi satuan administrasi pangkal di
kabupaten/kota;
4. Penunjukan Pengawas Pestisida berlaku untuk jangka waktu
4 (empat) tahun dan dapat ditunjuk kembali atas usul pimpinan
instansi satuan administrasi pangkal.
C. Pemberhentian Pengawas Pestisida
Pengawas pestisida diberhentikan apabila :
1. jangka waktu sebagai pengawas pestisida sudah habis;
2. pindah tugas;
3. pensiun;
4. meninggal dunia;
5. melakukan perbuatan yang melanggar hukum;
6. mengundurkan diri;
7. berafiliasi atau konflik kepentingan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pemberhentian Pengawas Pestisida dilakukan oleh pejabat yang
menunjuk Pengawas Pestisida.
D. Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida
Dalam melaksanakan tugas, Pengawas Pestisida diberi Kartu Tanda
Pengenal Pengawas Pestisida yang dikeluarkan oleh pejabat yang
menunjuk pengawas pestisida dimaksud. Bentuk, ukuran dan warna
kartu tanda pengenal pengawas pestisida adalah sebagaimana
tercantum pada lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor
42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida.
Ketentuan-ketentuan dan contoh Kartu Tanda Pengenal Pengawas
Pestisida tersebut adalah seperti pada lampiran 2.

19
VI. TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS PESTISIDA
Di dalam melaksanakan tugas, Pengawas Pestisida Pusat bertanggung
jawab kepada Menteri Pertanian, Pengawas Pestisida Provinsi kepada
Gubernur, dan Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota kepada Bupati/
Walikota. Pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Pengawas Pestisida
adalah melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal.
Setiap Pengawas Pestisida wajib membuat rencana kerja tahunan untuk
diusulkan kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal masing-
masing. Rencana kerja tersebut apabila disetujui, ditetapkan pimpinan
instansi satuan administrasi pangkal masing-masing sebagai program kerja
tahunan. Setiap Pengawas Pestisida dalam melaksanakan tugas harus
berdasarkan surat perintah dari pimpinan instansi satuan administrasi
pangkal.
A. Tugas Pengawas Pestisida
Pengawas Pestisida mempunyai tugas :
1. melakukan pengawasan mutu bahan teknis dan formulasi pestisida
dengan memperhatikan batas toleransi yang diperbolehkan untuk
kadar bahan aktif di tingkat produksi, peredaran dan penggunaan;
2. melakukan pengawasan terhadap jenis dan jumlah pestisida, wadah,
pembungkus, label serta publikasi pestisida;
3. melakukan pengawasan dokumen perizinan usaha, nomor
pendaftaran dan dokumen administrasi lainya di tingkat produksi dan
peredaran;
4. melakukan pengawasan terhadap ketentuan keselamatan dan
kesehatan kerja;
5. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup,
akibat pengelolaan pestisida;

20
6. melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis dan dosis
pestisida serta komoditas dan organisme sasaran yang diizinkan
dalam penggunaan pestisida;
7. melakukan pengawasan efikasi dan resurjensi pestisida, akibat
penggunaan pestisida;
8. melakukan pengawasan terhadap penerapan ketentuan sarana,
peralatan yang digunakan untuk pengelolaan pestisida;
9. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat, akibat pengelolaan pestisida;
10. melakukan pengawasan terhadap residu pestisida pada produk
pertanian dan media lingkungan;
11. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan
pestisida; dan
12. membuat laporan hasil pengawasan.

B. Wewenang Pengawas Pestisida


Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas pestisida mempunyai
kewenangan sebagai berikut :
1. memasuki lokasi dan tempat produksi, penyimpanan, peredaran,
penggunaan dan pemusnahan pestisida;
2. memeriksa dokumen perizinan dan dokumen administrasi pendukung
lainnya di tingkat produsen dan pengedar termasuk sertifikat
pengguna pestisida terbatas;
3. mengambil contoh pestisida untuk dilakukan uji mutu;
4. mengambil contoh pembungkus, wadah, label dan bahan publikasi
lainnya;
5. mengambil contoh produk pertanian dan media lingkungan yang
diduga mengandung residu atau cemaran pestisida untuk dilakukan
pengujian; dan

21
6. mengusulkan pencabutan nomor pendaftaran, pemberhentian dan
atau penarikan pestisida rusak, ilegal dan palsu kepada Menteri
Pertanian melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal.
Untuk mendapatkan informasi dalam pelaksanaan pengawasan maka :
(1) Pemegang nomor pendaftaran, produsen, pengedar dan pengguna
pestisida wajib menerima dan memberikan keterangan kepada
Pengawas Pestisida yang sedang melaksanakan tugasnya.
(2) Pemegang nomor pendaftaran, produsen, pengedar atau pengguna
pestisida yang menolak atau menghalang-halangi pelaksanaan tugas
pengawasan, pengawas pestisida dapat meminta bantuan aparat
kepolisian.
(3) Apabila pengawas pestisida menduga atau menemukan adanya
tindak pidana di bidang pestisida, wajib melaporkan kepada penyidik
yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.

VII. TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN


Tindak lanjut hasil pengawasan di Kabupaten/Kota diselesaikan oleh
Bupati/Walikota, dan apabila dampak negatifnya melintas antar
Kabupaten/Kota dalam satu provinsi diselesaikan oleh Gubernur dan apabila
dampak negatifnya melintas antar provinsi diselesaikan oleh Menteri
Pertanian atas saran dan pertimbangan Komisi Pestisida. Tindak lanjut hasil
pengawasan di provinsi diselesaikan oleh Gubernur, dan apabila dampak
negatifnya melintas antar provinsi, diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas
saran dan pertimbangan Komisi Pestisida. Tindak lanjut hasil pengawasan di
Pusat diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbangan
Komisi Pestisida.

22
A. Jenis Pelanggaran dan Tindak Lanjutnya
Apabila dalam pelaksanaan pengawasan ditemukan pelanggaran :
1. tidak memiliki perizinan usaha, maka yang bersangkutan diberikan
peringatan tertulis dan diwajibkan untuk memperoleh perizinan dan
untuk sementara dilarang melakukan kegiatan usaha sampai
diperolehnya izin usaha;
2. tidak memiliki nomor pendaftaran, maka yang bersangkutan wajib
untuk menarik pestisida dari peredaran selanjutnya diwajibkan untuk
memperoleh nomor pendaftaran, dan apabila tidak memenuhi
persyaratan atau bila tidak ada yang bertanggung jawab pestisida
tersebut wajib dimusnahkan;
3. tidak menggunakan label sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka pemegang nomor pendaftaran diberikan peringatan dan wajib
menarik dari peredaran dan mengganti label, jika tidak ada yang
bertanggung jawab maka wajib dimusnahkan;
4. pestisida rusak, maka pemegang nomor pendaftaran diberikan
peringatan dan wajib menarik pestisida dari peredaran atau
dimusnahkan apabila tidak dapat direformulasikan;
5. pestisida ilegal, maka yang menguasai dan/atau pemegang nomor
pendaftaran diberi peringatan dan wajib untuk menarik dari
peredaran untuk dimusnahkan;
6. pestisida palsu, maka pihak yang memproduksi dan/atau
mendistribusikan dan/atau menguasai diberikan peringatan dan wajib
untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan;
7. terjadi pencemaran lingkungan, maka dilakukan penghentian
penggunaan dan peredaran sesuai dengan kasusnya;
8. terjangkitnya penyakit atau gangguan kesehatan, maka dilakukan
penghentian kegiatan serta penanggulangan dan bimbingan sesuai
dengan kasusnya;

23
9. terhadap publikasi yang menyesatkan, maka dilakukan peringatan
dan pencabutan publikasi tersebut sesuai dengan kasusnya;
10. sarana dan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan, maka
dilakukan peringatan dan diwajibkan untuk melakukan perbaikan
sesuai ketentuan yang berlaku;
11. terlampauinya batas maksimum residu pestisida dalam produk
pertanian dan media lingkungan, maka wajib dilakukan pengendalian
dan pemulihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
12. penggunaan dan peredaran pestisida terbatas oleh orang yang
belum memiliki sertifikat, maka kepada yang bersangkutan diberikan
peringatan dan wajib menghentikan penggunaan dan peredaran
sampai pengguna/pengedar mempunyai sertifikat.
Pemberian peringatan dilakukan secara tertulis sampai 3 (tiga) kali.
Apabila peringatan, kewajiban dan atau perintah sebagaimana butir 1
s/d 12 tidak dilaksanakan, maka pengawas pestisida melaporkan
kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia untuk dilakukan tindakan hukum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan laporan dari pengawas pestisida atau adanya laporan dari
masyarakat maupun temuan secara langsung oleh PPNS tentang
adanya dugaan kasus tindak pidana di bidang pestisida maka PPNS
tersebut menindaklanjuti dengan melakukan upaya penyelidikan dan
penyidikan untuk memproses sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku pelanggaran.

24
B. Koordinasi Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan pestisida dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi baik antar instansi terkait maupun antar pusat, provinsi dan
kabupaten/kota. Adapun koordinasi pengawasan dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Koordinasi di Pusat dilakukan oleh Komisi Pestisida sebagaimana
telah dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian yang
keanggotaannya terdiri dari instansi terkait di pusat yang berwenang
di bidang pestisida;
2. Koordinasi di Provinsi dilakukan oleh Tim/Komisi Pengawasan yang
dibentuk dengan keputusan Gubernur yang keanggotaannya terdiri
dari instansi terkait di provinsi yang salah satunya berasal dari
BPTPH;
3. Koordinasi di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim/Komisi
Pengawasan yang dibentuk dengan keputusan Bupati/Walikota yang
keanggotaannya terdiri dari instansi terkait di kabupaten/kota.
Koordinasi pengawasan pestisida tersebut diatas dilakukan pada saat
persiapan, pelaksanaan dan pelaporan; misalnya melalui rapat
koordinasi yang membahas beberapa hal antara lain :
a. Rencana kerja yang sudah merupakan rencana kerja tahunan yang
disusun oleh pengawas pestisida baik yang telah disetujui maupun
yang masih berupa usulan rencana kerja yang dibuat oleh pengawas
pestisida yang bersangkutan;
b. Hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh pengawas pestisida;
c. Tindak lanjut hasil pengawasan yang akan disampaikan kepada
Tim/Komisi Pengawasan Provinsi dan Tim/Komisi Pengawasan
Kabupaten/Kota.

25
VIII. PEMBINAAN DAN PELATIHAN
A. Pembinaan
Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah,
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dengan :
a. menerbitkan pedoman pengawasan pestisida.
b. menerbitkan, mempublikasikan dan mensosialisasikan peraturan
perundang-undangan di bidang pestisida berikut berbagai jenis
pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian
yang secara umum boleh diedarkan, disimpan dan digunakan
maupun pestisida yang digunakan secara terbatas serta pestisida
yang dilarang.
Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah,
Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan dengan :
a. menerbitkan standar pelayanan minimal pelaksanaan pengawasan
pestisida di kabupaten/kota;
b. meningkatkan pelayanan dan pembinaan pengawasan pestisida.
B. Pelatihan
Selain pembinaan dan bimbingan, kegiatan pelatihan kepada pengawas
pestisida, distributor, pengecer dan pengguna juga sangat penting.
Kurikulum pelatihan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan
pengawas pestisida, distributor, pengecer dan pengguna pestisida.
Penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan secara berjenjang, yaitu Pusat
melaksanakan pelatihan untuk pengawas provinsi dan seterusnya
provinsi melaksanakan pelatihan untuk pengawas kabupaten/kota.
Khusus pestisida terbatas, penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan
secara terkoordinasi antara Tim/Komisi Pengawasan Pestisida setempat
dengan Perusahaan Pemegang Nomor Pendaftaran Pestisida.

26
IX. PELAPORAN
Laporan hasil pengawasan berdasarkan obyek pengawasan dilaporkan
secara berkala maupun sewaktu-waktu apabila terjadi kasus kepada
pimpinan instansi satuan administrasi masing-masing. Laporan akan
memiliki manfaat yang besar apabila disampaikan secara tepat, cepat dan
akurat, apalagi untuk kasus-kasus besar yang perlu segera ditindaklanjuti.
A. Materi Laporan
Materi laporan hasil pengawasan di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi
dan Pusat adalah sebagai berikut :
1. Laporan Kabupaten/Kota mencakup jumlah, jenis dan mutu
pestisida yang beredar, dampak penggunaan pestisida di tingkat
petani serta permasalahan lain yang timbul di lapangan;
2. Laporan Provinsi mencakup situasi peredaran pestisida di
kabupaten/kota, dampak penggunaan pestisida serta
permasalahan di seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi.
3. Laporan Pusat mencakup produksi pestisida, ekspor-impor bahan
aktif dan formulasi pestisida, perkembangan izin/nomor
pendaftaran, hasil evaluasi pengawasan di daerah serta
permasalahan yang timbul di seluruh wilayah Indonesia.
Format laporan pengawasan pestisida seperti pada lampiran 4,
sedangkan rekap laporan kasus/penyimpangan di bidang pestisida
seperti pada lampiran 5.
B. Mekanisme Pelaporan
Mekanisme penyampaian laporan dilakukan sebagai berikut :
1. Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada
Ketua Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3)
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Ketua Tim/KP3 Kabupaten/Kota

27
menyampaikan laporan kepada Bupati/Walikota dan kepada
Tim/KP3 Provinsi.
2. Pengawas Pestisida Provinsi menyampaikan laporan kepada
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua
Tim/KP3 Provinsi. Selanjutnya Ketua Tim/KP3 Provinsi
menyampaikan laporan kepada Gubernur dan kepada Ketua
Komisi Pestisida.
3. Pengawas Pestisida Pusat menyampaikan laporan kepada
pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua
Komisi Pestisida. Selanjutnya Ketua Komisi Pestisida
menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian.

X. PENUTUP
Dengan tersedianya buku Petunjuk Teknis Pengawasan Pestisida ini
diharapkan petugas pengawas pestisida pusat, provinsi dan kabupaten/kota
dapat mempelajari dengan sebaik-baiknya sehingga tugas pengawasan
dapat dilaksanakan secara optimal sesuai dengan koridor/aturan yang
berlaku baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun perangkat
peraturan teknis dari Menteri terkait dan ketentuan lainnya.
Pengawasan akan lebih optimal apabila pihak yang berkompeten di Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota dapat memberikan dukungan kepada para
petugas pengawas baik dalam hal pemberian motivasi, fasilitasi sarana
kerja, dan pendanaan untuk biaya operasional pengawasan, sehingga
kegiatan pembinaan dan pengawasan pestisida dapat berjalan dengan baik.
Melalui pemberdayaan pengawasan yang semakin intensif diharapkan tujuan
pengawasan pestisida dapat tercapai sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan dalam rangka membatasi terjadinya penyimpangan, sehingga
dapat melindungi kesehatan dan keselamatan manusia; kelestarian alam;
menjamin mutu dan efektivitas pestisida; serta memberikan perlindungan
kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida.
28
Lampiran 1.
BAHAN AKTIF YANG DITETAPKAN SEBAGAI PESTISIDA DILARANG

I. Bahan aktif yang dilarang untuk semua bidang penggunaan pestisida :

No Bahan Aktif No Bahan Aktif


1 2,4,5-T 21 Kaptafol
2 2,4,6-T 22 Klordan
3 Natrium 4-brom-2,5-diklorofenol 23 Klordimefon
4 Aldikarb 24 Leprofos
5 Aldrin 25 Heksakloro Siklo Heksan (HCH)
(termasuk lindan)
6 1,2-Dibromo-3-dikloropropan 26 Metoksiklor
(DBCP)
7 Cyhexatin 27 Mevinfos
8 Dikloro difenil trikloroetan (DDT) 28 Monosodium metam arsonat (MSMA)
9 Dieldrin 29 Natrium klorat
10 2,3-Diklorofenol 30 Natrium tribromofenol
11 2,4-Diklorofenol 31 Metil paration
12 2,5-Diklorofenol 32 Halogen fenol (termasuk Penta Kloro
Phenol (PCP) dan garamnya)
13 Dinoseb 33 Pestisida berbahan aktif salmonella
14 Ethyl p-nitrophenyl 34 Senyawa arsen
benzenethiophosponate (EPN)
15 Endrin 35 Senyawa merkuri
16 Endosulfan 36 Strikhnin
17 Etilen dibromida (EDB) 37 Telodrin
18 Formadelhida 38 Toxaphene
19 Fosfor kuning (Yellow Phosphorus) 39 Mireks
20 Heptaklor

II. Bahan aktif yang dilarang untuk pestisida rumah tangga digunakan untuk
pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan klorpirifos.
III. Bahan aktif yang dilarang untuk bidang perikanan adalah triklorfon.

29
Lampiran 2.

KETENTUAN DAN CONTOH


KARTU TANDA PENGENAL PENGAWAS PESTISIDA

I. Ketentuan Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida

Kartu tanda pengenal pengawas pestisida harus memenuhi ketentuan


sebagai berikut :
1. Bentuk : Segi empat
2. Ukuran : 7 x 9 cm
3. Warna dasar pada logo dari simbol : disesuaikan
4. Warna dasar pada Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida
- Pusat : Merah Muda
- Propinsi : Kuning Muda
- Kabupaten : Putih
5. Logo : Kementerian Pertanian/Propinsi/Kabupaten
6. Ukuran Keterangan halaman muka pada Kartu Tanda Pengenal
Pengawas Pestisida : 6 x 9 cm

30
II. Contoh Kartu Pengenal Pengawas Pestisida :

A. Keterangan halaman muka :

KARTU TANDA PENGENAL PENGAWAS PESTISIDA


NOMOR :………………………..............................

Nama :
NIP :
Pangkat / Gol :
Instansi :
Alamat :
Wilayah kerja :

Tanda Tangan Ybs,

PAS FOTO
2 x 3 cm

31
B. Keterangan halaman belakang :

KEMENTERIAN PERTANIAN /
GUBERNUR /BUPATI / WALIKOTA

Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 dan


Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/ SR.140/5/2007 tentang
Pengawasan Pestisida, dengan ini menunjuk dan memberi tugas serta
wewenang kepada pejabat tersebut pada halaman sebelah untuk
mengawasi peredaran, penyimpanan, penggunaan dan pemusnahan
pestisida dengan melakukan pemeriksaan yang diperlukan.

Penugasan ini berlaku selama 4 ( empat ) tahun sejak tanggal


ditetapkan.

Dikeluarkan di :
Tanggal :
Menteri Pertanian/Gubernur/Bupati/WaliKota

( ………………………. )

32
Lampiran 3.

PEMERIKSAAN PESTISIDA SECARA SEDERHANA

Pemeriksaan pestisida secara sederhana yang dijelaskan dibawah ini hanya


mengenai pemeriksaan secara visual yang dapat dilaksanakan di lapang, antara
lain pemeriksaan wadah, label, dan sifat fisiko-kimia formulasi pestisida. Hasil
pemeriksaan yang diperoleh dengan cara sederhana dapat digunakan untuk
menduga atau sebagai indikasi awal untuk menduga suatu pestisida palsu atau
pestisida yang mutunya diragukan.
Hasil pemeriksaan pestisida secara sederhana diharapkan dapat digunakan
sebagai penyaring awal. Dengan demikian hanya pestisida yang diduga kuat
palsu atau mutunya diragukan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut
dalam rangka memastikan mutunya.
1. Pemeriksaan Wadah dan Label
Dalam pemeriksaan wadah dan label, harus mengacu pada persyaratan
wadah dan label sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian
No. 45/Permentan/SR.140/10/2009 tentang Syarat dan Tata Cara
Pendaftaran Pestisida.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pemeriksan wadah dan
label adalah sebagai berikut :
- Periksa wadah secara cermat seperti bahan, bentuk, tutup dan segel;
- Periksa label, apakah semua informasi yang tercantum dalam label
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
- Bilamana wadah dan labelnya terdapat hal-hal yang
mencurigakan/meragukan, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan sifat
fisiko-kimia formulasinya.

33
2. Pemeriksaan formulasi pestisida
a. Formulasi cair
™ Pekatan yang dapat diemulsikan (EC)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan gelas kimia bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 50 ml formulasi pestisida;
- Amati antara lain warna larutan jernih atau keruh, terbentuk
endapan atau tidak, terjadi lapisan atau tidak.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk EC merupakan larutan jernih, tidak
ada endapan, dan tidak terjadi dua lapisan.
Pemeriksaan daya emulsi
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 ml formulasi pestisida;
- Amati apa yang terjadi;
- Tutuplah gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati setelah 30 menit dan 1 jam.
Catatan :
Seharusnya pada saat formulasi pestisida dituangkan ke dalam air,
terbentuk emulsi berwarna putih susu dan setelah dibolak-balik
emulsi yang terbentuk terdistribusi secara rata dan dapat bertahan
lebih dari 30 menit atau lebih dari 1 jam.
™ Pekatan yang larut dalam air (AS, WSC, AC)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 50 ml formulasi pestisida;

34
- Amati antara lain warna larutan jernih atau keruh, terbentuk
endapan atau tidak, terjadi dua lapisan atau tidak.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk AS, WSC, AC merupakan larutan
jernih, tidak ada endapan, dan tidak terjadi dua lapisan.
Pemeriksaan daya larut
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 ml formulasi pestisida;
- Amati apa yang terjadi;
- Tutup gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati lagi setelah 30 menit dan 1
jam.
Catatan :
Seharusnya pada saat formulasi pestisida dituangkan ke dalam air,
terjadi percampuran yang belum sempurna dan setelah dibolak-
balik,semua formulasi larut sempurna/bercampur dengan baik dan
terjadi larutan jernih yang tidak akan terpisah.
b. Formulasi tepung
™ Tepung yang dapat di suspensikan (WP)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati warna dan bentuk formulasinya.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berupa tepung yang halus, warna
homogen dan tidak menggumpal.
Pemeriksaan daya suspensi
- Siapkan gelas ukur 100 ml;
35
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 gram formulasi pestisida;
- Tutup gelas ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang yang terjadi;
- Amati beberapa menit sampai semua formulasi terdispersi dalam
air;
- Tutup labu ukur dan bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi dan amati lagi setelah 30 menit dan 1 jam.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berbentuk WP, warnanya homogen,
tepung halus dan tidak menggumpal. Setelah dicampur dengan air
terbentuk suspensi yang dapat bertahan lebih dari 30 menit dan 1
jam.
™ Tepung yang dapat larut dalam air (SP)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati warna dan bentuk formulasinya.
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berupa tepung halus, warna
homogen dan tidak menggumpal.
Pemeriksaan daya larut
- Siapkan gelas ukur bertutup, volume 100 ml;
- Masukkan 100 ml air bersih/jernih;
- Masukkan 1 gram formulasi pestisida;
- Tutup gelas ukur, bolak-balik sebanyak 30 kali;
- Amati apa yang terjadi;
- Amati setelah 30 menit dan 1 jam.

36
Catatan :
Seharusnya formulasi pestisida berbentuk SP pada saat dituangkan
ke dalam air secara perlahan mulai larut dan setelah dibolak-
balik/dilarutkan akan larut sempurna.
c. Formulasi butiran (G)
Pemeriksaan kenampakan
- Siapkan aluminium foil/kertas putih;
- Tuangkan beberapa gram formulasi pestisida;
- Amati bentuk/keragaman butiran dan warnanya.
Catatan :
Seharusnya formulasi berbentuk butiran (G) warna dan butiran homogen.

37
Lampiran 4.

LAPORAN HASIL PENGAWASAN PESTISIDA

I. PENDAHULUAN

II. TUJUAN DAN SASARAN

III. HASIL PENGAWASAN


A. Hasil pengawasan yang dilaporkan dalam Bab ini disesuaikan dengan
pengawasan di masing-masing tingkat (Kabupaten / Kota, Propinsi dan
Pusat).
B. Apabila terjadi / terdapat penyimpangan yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku hendaknya dapat dituangkan dengan jelas
antara lain (lokasi, nama formula, bahan aktif dan kadar, jumlah, mutu)
macam penyimpangan (pestisida illegal, palsu, terjadi keracunan pada
manusia atau pada tanaman dsb)

IV. PERMASALAHAN

V. TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

38
Lampiran 5.

LAPORAN HASIL PENGAWASAN PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA

A. Keracunan Pestisida Pada Manusia

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Banyaknya Korban (Orang) Sebab Keterangan/


No. Kabupaten/Kota
Pestisida Meninggal Tidak Meninggal Terjadinya Periode
B. Pemalsuan Pestisida

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Pestisida Yang Diduga Palsu Tindakan yang Keterangan/


No. Kabupaten/Kota Asal Pestisida
yang diduga palsu (Wadah, Label, Isi tidak sesuai) dilakukan Periode
C. Peredaran Pestisida Tidak Terdaftar

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Keterangan Label Tempat Keterangan/


No. Kabupaten/Kota Asal Pestisida
Pestisida Digunakan untuk Dibuat oleh Ditemukan Periode
D. Pengaruh Samping Pestisida Terhadap Organisme Bukan Sasaran

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Jenis Organisme Pengaruh Samping/ Sebab Luas Keterangan/


No. Kabupaten/Kota
Pestisida Sasaran OPT Non Sasaran Terjadinya (Ha) Periode
F. Pestisida Terbatas

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Jumlah Tempat Nama dan Alamat Pemilik/ Asal Jenis Tindakan yang Keterangan/
No. Kabupaten/Kota
Pestisida (l/kg) Ditemukan Penanggung Jawab Pestisida Penyimpangan Telah Dilakukan Periode
E. Pengaruh Samping Pestisida Terhadap Organisme Sasaran

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Jenis Konsentrasi, Volume


Luas Pengaruh Keterangan/
No. Kabupaten/Kota Formulasi Komoditi Organisme Semprot dan Frekuensi
(Ha) Samping Periode
Pestisida Sasaran Aplikasi/Ha/MT
G. Pestisida Yang Sudah Habis Izin Edarnya

Propinsi :
Bulan :
Tahun :

Nama Formulasi Jumlah


No. Kabupaten/Kota Tempat DitemukanPemegang Pendaftaran Keterangan
Pestisida (kg/lt)
Lampiran 6.
PETUNJUK PENGAMBILAN CONTOH PESTISIDA

1. Alat dan Bahan


Alat untuk mengambil contoh pestisida adalah:
- pipet
- pompa pijat
- tube panjang
alat harus bersih dan kering tidak mengandung pestisida atau bahan
lainnya yang menempel padanya.
Untuk membawa contoh pestisida berbentuk cair dapat digunakan botol
pestisida atau tabung gelas dan untuk pestisida berbentuk padat
digunakan kantong plastik, tabung plastik, kaleng dan sebagainya. Wadah
contoh tersebut harus benar-benar kering, bersih, tidak bocor dan dapat
diberi tutup, dilipat atau diikat yang kuat dan rapat. Apabila perlu tutup
wadah diberi lak.
Tiap wadah contoh diberi label dari kertas atau bahan lain yang tidak
mudah rusak.
2. Cara Mengambil Contoh
Wadah pestisida yang akan diambil contohnya ditentukan secara random
atau acak dan harus mewakili tiap keadaan pestisida dalam jumlah
tertentu, antara lain dengan memperhatikan :
- jenis pestisida;
- keragaan keadaan wadah misalnya bentuk, ukuran, bahan pembuat,
tingkat kerusakan, keaslian;
- label;
- keadaan fisik pestisida misalnya warna, keruh/bening, menggumpal,
mengendap;
- tanggal pengadaan/pembuatan atau batas kadaluwarsa.
Sebelum contoh diambil, terutama untuk pestisida berbentuk cair, maka
pestisida yang terdapat dalam wadah yang kecil dikocok atau diguncang

46
beberapa kali atau apabila pestisida terdapat dalam wadah besar diaduk
lebih dahulu. Dari tiap wadah yang dirandom diambil satu contoh, kecuali
apabila pada dasar wadah terdapat endapan yang tidak dapat dikocok atau
diaduk. Dalam hal yang terakhir ini dari satu wadah perlu diambil 2 (dua)
contoh, yaitu satu contoh dari bagian dasar satu contoh lainnya dari bagian
diatasnya.
Contoh pestisida diisikan ke dalam wadah contoh sedemikian rupa
sehingga wadah tidak terdapat atau terdapat sesedikit mungkin udara
setelah itu wadah contoh pestisida ditutup rapat-rapat.
3. Besar dan Banyaknya Contoh
Besar dan banyaknya contoh diambil tergantung pada jenis bahan aktif,
metode analisa, bentuk pestisida, kandungan bahan aktif, ukuran wadah
dan banyaknya wadah pestisida yang dijumpai di tempat.
a. Pestisida berbentuk cair
Untuk pestisida berbentuk cair, seperti yang dapat membentuk emulsi
(EC) dan yang dapat dilarutkan dalam air (WSC), besar dan banyaknya
contoh adalah sebagai berikut :
Jumlah Tiap Contoh (ml)
Kandungan bahan aktif *)
Ukuran Wadah (ml) Banyaknya Contoh
< 25 % > 25-50 % > 50-75 % > 75 %
< 100 40 30 30 10 2 - 5 tiap 1.000 wadah
100 - < 1.000 50 40 30 20 2 - 5 tiap 1.000 wadah
1.000 - < 50.000 60 50 40 30 2 - 5 tiap 100 wadah
Tergantung
50.000 - < 200.000 70 60 50 40 banyaknya wadah
yang ada**)

*) Kandungan bahan aktif yang dinyatakan pada label dari wadah semula
**) 10 wadah : contoh diambil dari setiap wadah (1 – 10 contoh)
11 – 20 wadah : contoh diambil dari setengah banyaknya wadah
(5 – 10 wadah)
21 – 40 wadah : contoh diambil dari sepertiga (7 – 13 contoh)
> 40 wadah : contoh diambil dari 15 wadah (15 contoh)

47
b. Pestisida berbentuk padat
Besar dan banyaknya contoh pestisida berbentuk padat seperti debu
(D), tepung yang dapat disuspensikan (WP), tepung yang larut dalam
air (SP), tepung (P), dan butiran (G) adalah sebagai berikut :
Jumlah Tiap Contoh (gram)
Ukuran Wadah Kandungan bahan aktif *)
Banyaknya Contoh
(gram) <2 > 2 - 10 > 10
< 100 75 50 50 3 - 5 tiap 1.000 wadah
100 - <2.000 150 100 75 3 - 5 tiap 500 wadah
2.000 - <10.000 200 150 100 3 - 5 tiap 100 wadah
Tergantung banyaknya
> 10.000 250 200 150
wadah yang ada**)

*) Kandungan bahan aktif yang dinyatakan pada label dari wadah semula.
**) < 10 wadah : Contoh diambil dari tiap wadah contoh.
1 – 30 wadah : Contoh diambil dari 10 wadah (10 contoh).
1 – 50 wadah : Contoh diambil dari sepertiga banyaknya wadah yang
ada

4. Pemberian Label
Tiap wadah contoh pestisida harus diberi label yang ditempelkan kuat
sekali pada wadah dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca.
Keterangan yang harus dicantumkan pada label adalah sesuai dengan
kriteria yang digunakan dalam pengambilan contoh, antara lain nama
pestisida dan formulasinya, wadah, label, keadaan fisik pestisida, tanggal
pengambilan contoh dan nama serta alamat pengambilan contoh.
5. Penyimpanan Contoh
Contoh pestisida yang diambil dari lapangan harus disimpan di tempat
sejuk, kering, gelap atau tidak kena sinar matahari, jauh dari api dan bahan
kimia lain, di tempat yang dikunci, jauh dari makanan dan minuman, dan
jangkauan anak-anak.
6. Pengiriman Contoh
Wadah contoh pestisida yang hendak dikirim lebih dahulu dimasukkan ke

48
dalam kotak atau pembungkus lain yang kuat. Antara wadah yang satu
dengan yang lain di dalam pembungkus perlu diberi sekat terutama untuk
wadah contoh dari gelas, agar kemungkinan pecahnya wadah dalam
pengiriman dapat dihindarkan. Pada bagian luar dari pembungkus perlu
ditulis kalimat peringatan keamanan berbunyi ”awas bahaya racun,
jangan disimpan bersama makanan”.
Setelah diambil contoh pestisida hendaknya segera dikirimkan dengan
cara yang cepat kepada Direktorat Sarana Produksi, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan dengan alamat : Jl. Ragunan No. 15 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
Pengiriman contoh pestisida perlu disertai dengan surat pengantar dari
pengirim. Dalam surat pengantar hendaknya dapat diberikan penjelasan
antara lain tentang :
- Nama dan banyaknya contoh;
- Keterangan mengapa contoh diambil untuk dianalisis;
- Keterangan-keterangan penting yang tercantum dalam label pada
wadah semula, yaitu nama dan kandungan bahan aktif, nama dan
alamat pembuat, agen tunggal, distributor atau importir, nomor izin dan
lain-lain yang dianggap perlu;
- Keterangan tentang bentuk, ukuran bahan dan warna wadah semula
yang digunakan;
- Banyaknya persediaan pestisida di tempat pengambilan contoh;
- Contoh label apabila ada; dan
- Hal-hal lain yang dianggap perlu.

49
Lampiran 7.

PETUNJUK PENGAMBILAN CONTOH BAHAN


UNTUK ANALISIS RESIDU PESTISIDA

1. Alat dan Bahan


Alat untuk mengambil contoh bahan antara lain adalah water sampler, soil
sampler, seed sampler, grain trier, sekop, gayung, pisau, gunting, dan lain-
lain disesuaikan dengan jenis dan keadaan bahan yang akan diambil. Alat
tersebut harus kering, bersih dan tidak mengandung pestisida atau bahan
lain yang menempel padanya.
Untuk membawa contoh bahan tersebut ke laboratorium, harus digunakan
wadah/bahan lain yang benar-benar bersih, kering, tidak bocor, tidak
bereaksi dengan contoh bahan, dapat ditutup atau diikat rapat dan kuat.
Untuk contoh bahan yang berbentuk cairan, dapat digunakan botol/tabung
gelas atau plastik, sedangkan untuk contoh bahan yang berbentuk padat
dapat digunakan alumunium foil, kantong plastik, tabung plastik/kaleng.
Setiap wadah contoh diberi label dari bahan kertas atau bahan lain yang
tidak mudah rusak.
2. Cara Mengambil Contoh
a. Air sungai/air sumur
Contoh air diambil secara acak pada beberapa titik sesuai dengan
keadaan sehingga dapat mewakili keadaan tersebut. Pada tiap titik,
contoh diambil pada kedalaman yang berbeda-beda. Contoh yang
berasal dari beberapa titik tersebut digabung, dicampur sampai homogen
menjadi satu contoh komposit.
b. Tanah
Contoh tanah permukaan pada lokasi yang dipilih diambil secara acak di
beberapa titik dengan kedalaman @ 5 cm. Contoh tersebut kemudian
digabung, dicampur hingga homogen menjadi contoh komposit. Sejauh
50
mungkin bahan organik yang terdapat dalam tanah tersebut dibuang.
Selain itu perlu pula diambil contoh tanah pada berbagai kedalaman
disesuaikan dengan sistem perakaran tanaman atau kebutuhan lainnya
yaitu 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, 20 – 25 cm, dan seterusnya.

c. Tanaman/bagian tanaman
• Tanaman/bagian tanaman di lapangan
Contoh tanaman pada lokasi yang dipilih diambil secara acak pada
beberapa titik sesuai dengan keadaan lapangan sehingga contoh
yang diperoleh dapat mewakili keadaan tersebut. Bagian tanaman di
atas tanah dapat diambil menggunakan pisau atau gunting yang
bersih, sedangkan untuk bagian tanaman di bawah tanah (misalnya
akar, umbi) perlu digali dengan menggunakan sekop secara hati-hati
sehingga tidak ada yang terluka.
• Tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah
Apabila tanaman/bagian tanaman disimpan dalam tempat yang besar
atau ditumpuk di lapangan, contoh diambil dari tiap tumpukan secara
acak di beberapa tempat pada tingkat ketinggian tumpukan yang
berbeda, sehingga dapat mewakili keadaan tersebut.
• Tanaman/bagian tanaman yang sudah diolah dan diwadahkan
Contoh tanaman/bagian tanaman dalam wadah diambil secara acak
berdasarkan jenis tanaman/bagian tanaman yang ada di dalamnya,
merk dagang atau kategori lain sesuai dengan kebutuhan.
3. Besar dan Banyaknya Contoh
Besar dan banyaknya contoh yang diambil tergantung antara lain oleh jenis
bahan, ukuran bahan, banyaknya bahan, wadah dan banyaknya wadah,
metode analisis dan hasil yang diinginkan serta kemampuan laboratorium
untuk menganalisis.

51
a. Air sungai/sumur
Contoh komposit yang merupakan gabungan contoh-contoh dari
beberapa tempat, paling sedikit sebanyak 2.000 ml.
b. Tanah
Contoh komposit tanah pada tiap lokasi tertentu dan pada tiap
kedalaman tertentu (misalnya 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm, dan
seterusnya), paling sedikit adalah sebanyak 2.000 gram.

c. Tanaman/bagian tanaman
1) Tanaman/bagian tanaman di lapangan
Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman yang diambil
untuk mewakili lokasi tertentu ditentukan antara lain oleh jenis,
ukuran dan banyaknya tanaman/bagian tanaman yang tersedia.
(a) Sayuran
• umbi besar (kentang, ubi jalar, beet gula) : 5 kg
• umbi kecil (wortel, lobak, bawang) : 2 kg
• sayuran berdaun atau berbatang besar (kubis, kubis bunga,
sawi) : 5 kg
• sayuran berdaun atau berbatang kecil (asparagus, seledri,
selada, bayam) : 2 kg
• buah besar (semangka, melon, terong) : 5 kg
• buah kecil (lombok, tomat) : 2 kg
• leguminosa (kara, kapri, buncis) : 2 kg
(b) Buah-buahan
• buah-buahan ukuran besar (jeruk, kelapa, pisang, nenas,
pepaya) : 5 kg
• buah-buahan ukuran kecil (anggur, duku, karsen) : 2 kg

52
(c) Rumput-rumputan (graminae)
• berbiji besar (jagung dengan tongkol) : 2 kg
• berbiji kecil (padi, juwawut, gandum) : 1 kg
• jerami berdaun lebar : 2 kg
• jerami berdaun kecil : 1 kg
• makanan ternak yang lain : 1 – 2 kg
(d) Kacang-kacangan dan biji-bijian
• biji-bijian berminyak
• kapas : 1 kg bersih atau 2 kg beserta serat
• kedelai, kacang hijau, wijen : 1 kg
• bunga matahari : 1 kg
• kacang tanah : 1 kg
• kopi, coklat : 2 kg
(e) Lain-lain
• rempah-rempah, bumbu, teh : 1 kg
• tebu : 5 kg
2) Tanaman/bagian tanaman dalam pengolahan dan penyimpanan
Pada umumnya tanaman/bagian tanaman diolah terlebih dahulu
sebelum dipasarkan, misalnya : pengeringan, penggilingan dan
fermentasi. Pengambilan contoh perlu dilaksanakan pada tiap-tiap
tahap pengolahan.
Apabila tanaman/bagian tanaman tersebut sudah diwadahkan maka
jumlah minimum contoh yang diambil perlu memperhatikan keadaan
dan banyaknya wadah, merk dagang, tanggal penggandaan dan
kategori lain yang dibutuhkan. Apabila wadah tersebut ditumpuk
pada berbagai kelompok tumpukan maka contoh bahan dari
kelompok itu juga harus mewakili masing-masing tumpukan secara
proporsional.

53
(a) Jumlah minimun contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk
curah yang diambil adalah sebagai berikut :
Berat bahan (kg) Berat minimum
dalam tumpukan Contoh (kg)
< 50 3
> 50 – 500 5
> 500 – 2.000 10
> 2.000 15

(b) Jumlah minimum contoh wadah yang diambil adalah sebagai


berikut :
Banyaknya wadah (buah) Berat minimum
contoh dalam tumpukan wadah (buah)
1 – 25 1
20 – 100 5
101 – 250 10
> 250 15

4. Pemberian Label
Tiap contoh bahan harus diberi label yang ditempelkan kuat pada wadah
dengan tulisan yang jelas, mudah dibaca dan tidak luntur. Keterangan yang
harus dicantumkan pada label antara lain meliputi : jenis tanaman/bagian
tanaman, lokasi pengambilan, tanggal pengambilan, nama dan alamat
pengambil, nama dan alamat pemilik bahan yang diambil serta keterangan
lain yang berhubungan dengan contoh.
5. Pengiriman Contoh
Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bahan (terutama pada
tanaman/bagian tanaman karena mudah rusak) maupun terjadinya
dekomposisi pestisidanya, maka contoh-contoh yang sudah diambil harus
segera dikirim ke laboratorium. Waktu dalam pengiriman penting untuk
54
diperhatikan karena harus diperhitungkan (termasuk) dengan batas waktu
simpan.
Sebelum dikirimkan, contoh bahan hendaknya lebih dahulu dimasukkan ke
dalam kotak atau pembungkus lain yang kuat untuk melindungi kerusakan
contoh karena faktor luar. Antara wadah yang satu dengan yang lain di
dalam pembungkus perlu diberi sekat, terutama untuk wadah contoh dari
gelas, agar kemungkinan pecahnya wadah contoh dalam pengiriman dapat
dihindarkan. Selama dalam pengiriman hendaknya contoh tidak terkena
panas, sinar matahari atau air dan kalau mungkin dimasukkan ke dalam
refrigerator/freezer.
Contoh tersebut dikirimkan kepada Direktorat Sarana Produksi Jl. Ragunan
No. 15 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pengiriman contoh perlu disertai
surat pengantar dari pengirim yang memuat penjelasan antara lain tentang
a) nama dan banyaknya contoh, b) mengapa contoh tersebut diambil, dan c)
keterangan penting lainnya yang berhubungan dengan contoh tersebut.
6. Penyimpanan Contoh
Selama dalam penyimpanan, semua faktor-faktor yang dapat merusak
contoh tersebut perlu dicegah. Oleh karena itu contoh tersebut harus
disimpan di tempat yang gelap atau tidak terkena sinar matahari, dan dingin.
Alat untuk menyimpan contoh-contoh tersebut yang memenuhi syarat adalah
refrigerator, freezer dan cool room. Untuk keamanan hendaknya contoh
tersebut disimpan di tempat yang dapat dikunci, jauh dari makanan atau
minuman, jauh dari jangkauan anak-anak.
Selama dalam penyimpanan, contoh bisa mengalami kerusakan/perubahan,
walaupun contoh tersebut telah disimpan dalam keadaan yang memenuhi
persyaratan. Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut, maka contoh-contoh
yang ada sebaiknya secepatnya dianalisis, pada prinsipnya makin cepat
makin baik, sehingga diharapkan residu pestisida dalam contoh tersebut
pada waktu dianalisis, sama atau mendekati pada waktu pengambilan
contoh.

55
Batas waktu penyimpanan (termasuk pengiriman) berbagai bahan dan tipe
analisis dapat digunakan sebagai berikut :

No Bahan Tipe analisis Penyimpanan Batas Waktu

1. Air - Organokhlor Didinginkan 14 hari


(refrigerated)
- Organofosfat s.d.a 7 hari
- Garam khloropenoksi s.d.a 14 hari
- Ester khloropenoksi s.d.a Secepatnya
- Karbamat & urea s.d.a Secepatnya
- Triazin s.d.a Secepatnya
2. Tanah didinginkan gunakan batas
waktu seperti pada
air
- Organokhlor dibekukan 60 hari
- Organofosfat s.d.a 7 hari
- Garam khloropenoksi s.d.a 60 hari
- Ester khloropenoksi s.d.a Secepatnya
- Karbamat & urea s.d.a Secepatnya
- Triazin s.d.a Secepatnya
3. Tanaman/ didinginkan gunakan batas
bgn tan. waktu seperti pada
basah air
- Organokhlor dibekukan 30 hari
- Organofosfat s.d.a 7 hari
- Garam khloropenoksi s.d.a 30 hari
- Ester khloropenoksi s.d.a Secepatnya
- Karbamat & urea s.d.a Secepatnya
- Triazin s.d.a Secepatnya
4. Tanaman/ didinginkan gunakan batas
bgn tan. waktu seperti pada
kering air
dibekukan gunakan batas
waktu seperti pada
air

56
Lampiran 8.

DAFTAR LABORATORIUM UJI MUTU PESTISIDA

1. Laboratorium Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian


2. Laboratorium Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom
nasional (BATAN)
3. Laboratorium Balai Besar Industri Kimia, Departemen Perindustrian
4. Laboratorium Pusat Pengujian Mutu Barang, Departemen Perindustrian
5. Laboratorium Balai Besar Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian
6. Laboratorium Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Nasional, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan
7. Laboratorium Fakultas Pertanian, IPB
8. Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan, IPB
9. Laboratorium Pestisida UPTD-BPTPH, Maros, Sulawesi Selatan
10. Laboratorium Pestisida UPTD-BPTPH, Padang, Sumatera Barat
11. Laboratorium Pestisida UPTD-BPTPH, Surabaya, Jawa Timur
12. Laboratorium Pestisida UPTD-BPTPH, Medan, Sumatera Utara
13. Laboratorium Pestisida UPTD-BPTPH, Lembang, Jawa Barat
14. Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Hasil Pertanian dan Hasil Hutan,
Provinsi DKI Jakarta
15. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik, Bogor
16. Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS), Jakarta
17. Pusat Penelitian Polimer, BPPT Serpong.

57
Lampiran 9.

DAFTAR PELAKSANA UJI TOKSISITAS AKUT


FORMULA PESTISIDA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


2. Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia
3. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya
4. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor
5. Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung
6. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
7. Pusat Ilmu Hayati - LPPM, Institut Teknologi Bandung

58
PETUNJUK TEKNIS PENGUATAN
KELEMBAGAAN PENGAWAS
PUPUK DAN PESTISIDA
DAFTAR ISI

Halaman
I. PENDAHULUAN ……………………………………………..... 1

II. TUJUAN …..…………………………………………………….. 1

III. SASARAN ………………………………………………………. 1

IV. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB …….…………………... 2

V. KOMPONEN DAN ANGGARAN …………………………….. 3

VI. PELAKSANAAN KEGIATAN ………………………………… 4

VII. KEGIATAN PENGAWASAN ……………………………….... 6

VIII. PELAPORAN ……………………………………………….. 6


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Mekanisme Pengawasan Pupuk dan Pestisida ............................ 7
2. Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) .......... 8
I. PENDAHULUAN

Penyediaan sarana produksi pertanian berupa pupuk dan pestisida merupakan salah
satu prioritas utama Pemerintah dalam pembangunan pertanian. Mengingat
pelaksanaan pemanfaatan pupuk dan pestisida dari tahun ke tahun belum berjalan
dengan optimal sesuai yang diharapkan dan masih banyak kendala terutama dalam hal
distribusi, penggunaan dan pemalsuan pupuk dan pestisida, maka diperlukan
pengawasan pupuk dan pestisida secara komprehensif agar lebih baik lagi.
Pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran, penggunaan pupuk
dan pestisida memiliki cakupan wilayah yang sangat luas dan adanya berbagai
keterbatasan di pusat dalam melaksanakan pengawasan sampai ketingkat
sasaran/petani, maka pemantauan dan pengawasan di wilayah provinsi dan
kabupaten/kota menjadi tugas Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Karena tugas-tugas KP3 tersebut, maka pada tahun
2011 pemerintah mengalokasikan dana penguatan untuk kegiatan “Pengawasan
Pupuk dan Pestisida” untuk mengoptimalkan kegiatan KP3 baik di provinsi maupun
kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Disamping itu, juga dilakukan untuk memfasilitasi
di kabupaten pemantauan distribusi/pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi pola
tertutup dengan menggunakan RDKK yang dibuat oleh kelompok tani.

II. TUJUAN

Tujuan pelaksanaan kegiatan pengawasan pupuk dan pestisida adalah memfasilitasi


Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten di seluruh Indonesia untuk mengoptimalkan
kinerja kelembagaan KP3, PPNS dan petugas pengawas dalam rangka pengawasan
terhadap peredaran pupuk dan pestisida serta penggunaannya ditingkat
sasaran/petani.
III. SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan pengawasan pupuk dan pestisida
adalah optimalnya kinerja KP3, PPNS dan petugas pengawas provinsi dan kabupaten
1
dalam rangka pengawasan terhadap pengadaan, penyaluran dan penggunaan pupuk
dan pestisida ditingkat petani sehingga mengurangi adanya penyimpangan
penggunaan dan pemalsuan.
IV. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Tugas dan tanggung jawab Tim/Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida ditingkat
Propinsi dan Kabupaten adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Provinsi
• Kegiatan Pengawasan Pupuk dan Pestisida Tahun 2011 melalui kegiatan
penguatan kelembagaan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3)
berada dalam Satker Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi berupa
Dana Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
TA. 2011.
• Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi selaku koordinator pelaksana
kegiatan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Melakukan koordinasi terhadap Kabupaten dalam rangka pelaksanaan
kegiatan operasional pengawasan pupuk dan pestisida,
b. Menyusun rencana kegiatan sesuai DIPA dan POK kegiatan
Pengawasan Pupuk dan Pestisida dan mempertanggung jawabkannya
sesuai peraturan yang berlaku,
c. Mengirimkan laporan bulanan ke Pusat.

2). Tingkat Kabupaten


• Kegiatan penguatan kelembagaan Komisi Pengawasan Pupuk dan
Pestisida (KP3) di Kabupaten/Kota, sebagaimana halnya tingkat Provinsi,
berada pada Satker Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang merupakan
Dana Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian TA. 2011. Kegiatan tersebut tersebar di 373 Kabupaten/Kota dari
497 Kabupaten/Kotayang berada di 33 Provinsi di seluruh Indonesia.
• Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten/Kota selaku coordinator
kegiatan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

2
a. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang termasuk dalam
wadah Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten/Kota,
b. Menyusun rencana kegiatan sesuai dengan DIPA dan mengajukannya
kepada PUMK dan disetujui oleh PPK untuk diteruskan kepada
Bendahara Pengeluaran dan diajukan kepada KPA,
c. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah
diajukan kepada PUMK;
d. Menyusun laporan secara berkala baik keuangan maupun fisik, dan
menyampaikannya ke tingkat Provinsi dan Pusat.

V. KOMPONEN DAN ANGGARAN

Tahun Anggaran 2011 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian telah
mengalokasikan anggaran untuk Penguatan KP3 diseluruh Provinsi diberikan kurang
lebih sebesar Rp. 50.000.000,-, sedangkan anggaran untuk Penguatan KP3 di tingkat
Kabupaten diberikan kurang lebih sebesar Rp. 35.000.000,-

Adapun perincian komponen kegiatan dan besarnya masing-masing anggaran untuk


tingkat kabupaten adalah sebagai berikut:

No Kegiatan Volume Harga Satuan Jumlah Biaya


(Rp)
1. Belanja Bahan 9.300.000
− Penjilidan dan penggandaan 1 pkt 860.000 860.000
laporan KP3,
− Rapat Koordinasi 2 kali 2.000.000 4.000.000
− ATK 1 pkt 1.000.000 1.000.000
− Sampel Pupuk 7 cth 20.000 140.000
− Sampel Pestisida 7 cth 100.000 700.000
− Penggandaan RDKK (2MT) 2 pkt 1.300.000 2.600.000
2. Belanja Barang Non 3.500.000
Operasional Lainnya
− Penyusunan evaluasi dan 8 OH 75.000 600.000
pelaporan KP3
− Penyusunan RDKK (2MT) 20 OH 75.000 1.500.000

3
− Pengiriman Laporan KP3 1 pkt 350.000 350.000
− Pengiriman RDKK (2 MT) 2 pkt 350.000 700.000
− Pengiriman sampel pupuk dan 1 pkt 350.000 350.000
pestisida untuk dianalisa
3. Belanja Jasa lainnya 6.300.000
− Analisa sampel pupuk 7 cth 400.000 2.800.000
− Analisa sampel pestisida 7 cth 500.000 3.500.000
4. Belanja perjalanan lainnya 15.900.000
− Pembinaan pengawasan 36 OP 150.000 5.400.000
pupuk dan pestisida
− Pemantauan penyimpangan 36 OP 150.000 5.400.000
pupuk dan pestisida
− Konsultasi dan Koordinasi ke 3 OP 500.000 1.500.000
Provinsi
− Perjalanan ke lokasi dalam 24 OP 150.000 3.600.000
rangka RDKK
Jumlah 35.000.000

VI. PELAKSANAAN KEGIATAN

Pengawalan/pengawasan terhadap distribusi pupuk dan pestisida disusun secara


terpadu mulai dari perencanaan dan pengadaan, serta distribusinya sehingga
terintegrasi antara unsur petani/kelompok tani, unsur pemerintah dan stakeholder
lainnya. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), terus menerus ditingkatkan
aktivitasnya bersama-sama dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yang
dibantu oleh Tenaga Harian Lepas (THL) dan Tenaga Bantu Pengendali Organisme
Pengganggu Tumbuhan, Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP), Provinsi,
Kabupaten/Kota bahkan sampai ke tingkat Kecamatan.
Mekanisme pengawasan penyaluran pupuk dan pestisida mulai dari tingkat
kabupaten/kota sampai tingkat pusat yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Pengawasan oleh KP3 dilakukan secara periodik (bulanan) dan sewaktu-waktu
apabila diperlukan, sedangkan Pengawasan oleh THL dan POPT-PHP
dilakukan secara harian.

4
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan, penyediaan,
penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi serta pertemuan teknis
penerapan pupuk berimbang dilaksanakan secara reguler/bulanan.
c. Memonitor dan mengarahkan dalam penyusunan RDKK.
d. Memonitor peredaran pestisida
e. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi oleh KP3 wajib
dilaporkan kepada Bupati/Walikota setiap akhir bulan. Selanjutnya
Bupati/Walikota menyampaikan laporan Pengawasan Pupuk Bersubsidi
tersebut kepada Gubernur setiap bulan.
2. Tingkat Provinsi
a. Pengawasan oleh Tim Provinsi dilaksanakan secara langsung melalui
pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk di Lini II dan Lini III serta
pengawasan tidak langsung melalui pelaporan yang diterima dari
Kabupaten/Kota.
b. Rapat koordinasi pembahasan perencanaan kebutuhan, penyediaan,
penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi yang dihadiri oleh seluruh
instansi terkait di Provinsi dan Perwakilan KP3 dari seluruh kabupaten serta
Koordinator POPT-PHP dilaksanakan secara periodik.
c. Memonitor dan mengarahkan dalam penyusunan RDKK.
d. Memonitor peredaran pestisida
e. Semua hasil kegiatan pemantauan dan rapat koordinasi serta evaluasi hasil
laporan pemantauan dari seluruh kabupaten oleh KP3 Provinsi wajib dilaporkan
kepada Gubernur setiap bulan serta diteruskan ke Menteri Pertanian di Pusat.
3. Tingkat Pusat
Pengawasan pupuk bersubsidi oleh Tim Pusat dilaksanakan secara langsung
melalui pemantauan ke Lini I sampai dengan Lini IV maupun pengawasan secara
tidak langsung melalui pelaporan yang diterima dari daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota).

5
VII. KEGIATAN PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2011
No. Kegiatan Pusat Provinsi Kabupaten
1. Rapat Koordinasi antara Dinas - √ √
dan stake holder terkait
2. Pembinaan Pengawasan Pupuk √ √ √
dan pestisida
3. Pemantauan Penyimpangan √ √ √
Pupuk dan Pestisida
4. Penyiapan RDKK dan - - √
mengirimkan ke Provinsi dan
Pusat
5. Mengkompulir dan - √ -
mengirimkan RDKK ke Pusat
6. Pembelian & Analisa Sempel - √ √
Pupuk dan Pestisida
7. Hasil Temuan Kasus/ - √ √
Penyimpangan
8 Konsultasi dan Koordinasi - - √
9. Penyusunan Laporan √ √ √

IX. PELAPORAN

1. Laporan disampaikan kepada Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal


Prasarana dan Sarana Pertanian untuk dikaji dan dianalisa.
2. Laporan disusun secara akurat sesuai hasil lapangan dengan jelas dan diserahkan
paling lambat akhir bulan setelah pelaksanaan kegiatan.

6
Lampiran: 1

7
Lampiran: 2

Blangko Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)

Musim Tanam :
Provinsi/Kab/Kota/Kec/Desa :
Nama Kelompok Tani :
Sub Sektor :
Nama Distributor/Kios :
Status Tanah Jumlah Kebutuhan (Kg)
Luas
Nama Pe- Peng- Pupuk Tanggal
No Tanam Benih Urea SP-36 ZA NPK
Petani milik garap Organik Tanam
(Ha) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
(Kg)

Tanggal, 2011

Menyetujui Mengetahui
Mantri Tani/KCD/PPL Kepala Desa Ketua Kelompok Tani

(………………………………………..) (…………………………….) (……………………………………………..)

Anda mungkin juga menyukai