Anda di halaman 1dari 54

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis quineesis Jack) adalah komoditas perkebunan yang
cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang
cukup cerah. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit merupakan salah satu
kegiatan yang perioritaskan di Provinsi Kalimantan Barat. Karena usaha
perkebunan menyangkut hajat hidup sebagian besar masyarakat pedesaan dan
merupakan salah satu tiang penyangga perekonomian daerah.
Sesuai dengan potensi sumber daya alam, kondisi pertanian dan
perekonomian daerah maka pembangunan daerah masih bertumpu pada
pengolahan hutan dan perkebunan. Berdasarkan potensi dan kondisi tersebut
serta pertimbangan peluang dan tantangan yang ada maka, Tri Program
Utama Pembangunan Daerah adalah peningkatan produksi dengan menitik
beratkan pada usaha peningkatan produksi perkebunan.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPOcrude palm oil) dan inti kelapa sawit (KPO-Kernel Palm Oil) merupakan salah
satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa
non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit
dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah
Indonesia untuk terus memacu peningkatan akan harga CPO di dunia.
Di Kalimantan Barat, potensi pengembangan kelapa sawit sangat
menjanjikan terlebih lahan yang tersedia cukup luas untuk potensi produksi
yang tinggi dan menaikkan taraf hidup masyarakat sekitar.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertanian adalah BGA
Group. Perusahaan ini bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit Elaeis
guineensis. Selain bergerak di bidang perkebunannya, perusahaan ini juga
bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit.
Magang kerja merupakan kegiatan praktek akademik bagi mahasiswa
sehingga diharapkan mahasiswa memperoleh pengalaman praktek mandiri
yang nantinya akan berguna untuk pengembangan profesinya. Kegiatan
magang merupakan sarana latihan kerja bagi mahasiswa dalam meningkatkan
pemahaman,

penghayatan,

dan

keterampilan

di

bidang

keilmuan

dimasyarakat. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan

mahasiswa dalam ilmu pengetahuan serta upaya untuk membentuk sikap dan
keterampilan profesional dalam bekerja.
Kegiatan magang berati melaksankan apa yang menjadi fungsi, tugas,
kewajiban, dan pekerjaan pokok dari institusi tempat magang. Mahasiswa
yang menjadi peserta magang diharapkan dapat membantu memecahkan
masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh institusi magang tersebut.
Kegiatan magang kerja akan sangat relevan jika dilaksanakan di lembaga
yang

sesuai

dengan

program

studi

yang

diambil,

karena

untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan di perguruan


tinggi.
Kegiatan magang di lembaga lembaga bidang pertanian merupakan
bentuk relevansi yang sesuai dengan program studi yang telah diambil oleh
mahasiswa peserta magang Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian.
B. Tujuan Magang
Adapun tujuan magang yang telah dilakukan selama 2 bulan yaitu :
1. Tujuan Umum
a. Sebagai suatu perbandingan antara ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama kuliah dengan pelaksanaan yang ada di lapangan.
b. Supaya mahasiswa dapat memperoleh pengalaman kerja selama
dilapangan.
c. Mendewasakan pola berfikir, meningkatkan daya nalar dan dapat
bersosialisasi dilingkungan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hal hal yang berkaitan dengan pemanenan buah
kelapa sawit.
b. Untuk meningkatkan, memperluas dan mempercepat kerjasama
dengan instansi yang terkait guna mengkaji permasalahan yang
dihadapi dilapangan.
c. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengetahui dan
mempelajari kegiatan-kegiatan permasalahan yang dihadapi di
lapangan.
C. Identifikasi Masalah
1. Angka Kerapatan Panen
Angka kerapatan panen adalah kegiatan untuk memperkirakan produksi
TBS yang akan dihasilkan pada periode pemanenan tersebut dimana AKP
akan mempengaruhi dalam penyediaan tenaga pemanen dan transportasi
pengangkutan.
2. Kriteria Matang Panen

Tidak tercapainya standar ripeness 85%


Adanya buah mentah yang terpanen
Adanya pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan standard operasional

prosedur
3. Sistem dan tenaga kerja panen
4. Losses berondolan pada saat panen
Adanya losses akibat pemotongan gagang panjang
Buah yang tidak terkutip disekitar ketiak pelepah, piringan dan dipasar
pikul
5. Buah matang tidak terpanen
6. Lemahnya pengawasan yang dilakukan mandor terhadap para tenaga
pemanen
D. Metode Pendekatan
Pelaksanaan magang ini melibatkan mahasiswa untuk melakukan seluruh
kegiatan yang menyangkut aspek teknik dilapangan. Beberapa metode yang
digunakan dalam pelaksanaan magang diantaranya :
1. Metode Observasi
Sebelum terjun kelapangan, mahasiswa magang berkesempatan untuk
mempelajari terlebuih dahulu teori tentang teknis lapangan sebelum
langsung mengamati dam mempraktekkan bagaimana cara kerja praktek
teknis di lapangan.
2. Metode Praktek
Para mahasiswa magang langsung mempraktekkan di lapangan apa yang
sedang dilaksanakan diperkebunan tersebut dengan diarahkan oleh Asisten
Divisi atau Mandor yang mendampingi.
3. Metode Diskusi
Selama pelaksanaan praktek magang mahasiswa melakukan diskusi baik
dengan rekan rekan sesama kelompok magang maupun dengan asisten,
mandor maupun dengan para pekerja dikebun kelapa sawit selama
pelaksanaan kegiatan magang berlangsung.
4. Metode Studi Pustaka
Metode ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang
bersumber pada referensi yang di dapat di kantor PT Gunajaya Karya
Gemilang dan buku buku yang menunjang kegiatan magang lainnya.
5. Metode Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil foto foto kegiatan secara
langsung di lokasi sebagai lampiran untuk mempelajari jenis jenis
kegiatan yang telah dilakukan pada saat magang.

II. KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG


A.

Gambaran Umum Lokasi


1. Sejarah Singkat Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro Group merupakan salah satu divisi usaha
Harita Group yang bergerak di bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
Seiring dengan penambahan perusahaan baru pada tahun 2004, dibentuklah
kelompok perusahaan dibawah manajemen Bumitama Gunajaya Agro atau
yang dikenal dengan nama BGA Group. Bumitama Gunajaya Agro (BGA)
sendiri berawal dari perusahaan perkebunan kelapa sawit berskala kecil di
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang dimulai pada tahun
1998 dengan dibangunnya PT. Karya Makmur Bahagia (KMB) seluas 255 ha.
BGA telah mengelola lahan perkebunan kelapa sawit seluas 3000 ha hingga
akhir tahun 2000. BGA mengakuisisi tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit

yakni PT. Windu Nabatindo Lestari, PT. Hati Prima Agro, dan PT. Surya
Barokah pada tahun 2001.
Percepatan tanam yang spektakuler dimulai sejak tahun 2004 dengan
pencapaian luasan tanam 7718 ha, tahun 2005 dengan pencapaian luasan 12040
ha dan tahun 2006 dengan pencapaian luasan tanam12731 ha. Total luasan
kebun kelapa sawit hingga akhir 2006 yaitu 45.595 ha. BGA mengalami
pertumbuhan yang signifikan hingga mencapai areal tanam lebih dari 90.000
hektar pada akhir tahun 2009. Areal perkebunan BGA juga tersebar di
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau. Wilayah perkebunan milik
BGA terbagi atas 9 wilayah sebagai berikut : Wilayah I, II, III, IV di
Kalimantan Tengah, Wilayah V, VI, VII, VIII di Kalimantan Barat dan Wilayah
IX di Riau. Saat ini BGA Group beroperasi di tiga Provinsi yaitu Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat dan Riau.
Salah satu Perusahaan dari BGA Group yang ada di Kalimantan Barat
yaitu PT. Gunajaya Karya Gemilang (GKG) dan merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit serta pabrik pengolahan kelapa
sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel. Perusahaa ini berdiri pada
tahun 2007, yang terletak di Desa Kendawangan Kecamatan Kendawangan
Kiri Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Perusahaan memiliki luas
perkebunan 17.000 ha. Selain itu, perusahaan ini jga memiliki pabrik
pengolahan kelapa sawit sendiri yang bernama Kendawangan Mill (KNDM)
dan berdirinya pabrik tersebut pada tanggal 2 Januari 2011 dengan luas pabrik
12 ha.
2. Letak dan Luas Wilayah
Secara geografis KNDE berada diantara 22129 22715 LS dan
1101017 - 1101240 BT yang terletak di Desa Kendawangan Kecamatan
Kendawangan Kiri Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Total luasan untuk
Kendawangan Estate berkisar 1.706 hektar dan luas areal tanam 1.257 hektar
mampu menghasilkan produksi sebesar 20.236 ton/tahun. Adapun batas
Kendawangan Estate antara lain :
1 ) Sebelah utara berbatasan dengan PT. HKI
2 ) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Banjar Sari
3 ) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cempedak
4 ) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kendawangan
a. Jarak Tempuh

PT. GKG dapat ditempuh melalui akses transportasi darat, jarak tempuh
dari Pontianak sekitar 17 jam dan dari Desa Kendawangan Ke PT. GKG sekitar
30 menit.
b. Iklim dan Topografi
Menurut catatan Stasiun Meteorologi Rahadi Osman Ketapang pada
tahun 2016 Temperatur rata-rata berkisar antara 23.3C - 32.7C dengan
kelembaban udara rata - rata antara 55 % - 98 % tiap bulan, sedang rata - rata
tekanan udara di PT. Gunajaya Karya Gemilang berkisar antara 1009.3 mm Hg
- 1013.6 mm Hg.
Dilihat dari jenis tanahnya secara garis benar dominan tanahnya adalah
tanah Aluvial,inseptisol, Podsolik Merah Kuning (PMK) dan tanah Organosol.
Sedangkan secara geografis wilayah dekat dengan garis Katulistiwa maka
temperatur udara tergolong tinggi. Tofografi Kecamatan Kendawangan
umumnya datar dan hanya dibagian barat lautnya yang berbukit serta
bergelombang ringan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 191 mdpl.
Tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur
biasanya yang terbawa karena aliran sungai. Tanah ini biasanya ditemukan
dibagian hilir karena dibawa dari hulu. Tanah ini biasanya bewarna coklat
hingga kelabu.
Inseptol terbentuk dari batuan sedimen atau metamorf dengan warna
agak kecoklatan dan kehitaman serta campuran yang agak keabu-abuan. Ciriciri tanah ini adalah adanya horizon kambik dimana horizon ini kurang dari
25% dari horizon selanjutnya jadi sangatlah unik. Tanah ini cocok untuk
perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit.Serta untuk berbagai lahan
perkebunan lainnya seperti karet.
Ketebalan dari tanah ini sangat minim hanya 0.5 mm saja dan memiliki
diferensiasi horizon yang jelas, kandungan organic di dalam tanah organosol
lebih dari 30% dengan tekstur lempung dan 20% untuk tanah yang berpasir.
Kandungan unsur hara rendah dan memiliki tingkat kelembapan rendah (PH
0,4) saja.

Tanah ini bewarna merah hingga kuning dan kandungan organic serta
mineralnya akan sangat mudah mengalami pencucian oleh air hujan. Oleh
karena itu untuk menyuburkan tanah ini harus ditanami tumbuhan yang
memberikan zat organic untuk kesuburan tanah serta pupuk baik hayati
maupun hewani.
c. Keadaan Penduduk
Penduduk yang tinggal di wilayah PT. GKG Kecamatan Kendawangan
Kabupaten Ketapang merupakan penduduk asli suku Melayu, Dayak, Madura,
Jawa dan sebagian penduduknya merupakan pendatang dari NTT (Flores). Rata
rata penduduk setempat bekerja sebagai karyawan PT. GKG.
d. Sarana dan Prasarana
Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh PT. Gunajaya Karya Gemilang
(GKG), yaitu kantor kebun, kantor divisi, poliklinik, tempat penitipan anak
(TPA), kantor block manuring system (BMS), rumah Intenal Training Mandor
(ITM), gudang, dan alat-alat kebun, tempat ibadah seperti mesjid dan gereja,
perumahan dan beberapa fasilitas olahraga seperti lapangan bola, bulutangkis
dan voli. Fasilitas yang disediakan bertujuan meningkatkan kinerja karyawan
dan staf kebun agar lebih produktif dengan output kerja yang tinggi dan
mampu memenuhi standar yang diharapkan kebun. Perumahan induk atau
emplasmen utama terletak di sekitar kantor kebun yang dihuni oleh para staf
kebun dan para supir truk. Perumahan karyawan harian tetap, karyawan harian
lepas dan para supervisi kebun (mandor, mantri tanam, dan kerani buah)
terletak di divisi masing-masing. Semua perumahan telah dilengkapi oleh
listrik dan air dan juga disediakan bus sekolah untuk antar jemput semua putraputri karyawan PT. Gunajaya Karya Gemilang (GKG).
B. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur Organisasi Divisi III KNDE
Nohan Nugroho
Estate Manager KNDE
Muller Sitorus
Assistant Divisi III

Amir
Mandor I Panen

Yuli
Kerani Divisi III

Rusli
Mandor I Rawat

Effendi A
Mandor
Panen 1

Yanto
Mandor
Panen 2

Natalius
Kerani Panen 1

H. Barus
Kerani Panen 2

Sani
Krani
Traksi

Josna
Mandor
Rawat 1

Effendi B
Mandor
Rawat 2

Pemimpin tertinggi KNDE dipegang oleh seorang Estate Manager (EM)


yang di bantu oleh seorang Asisten Divisi. Asisten divisi dibantu oleh mandor
1, kerani divisi, kerani transport, kerani panen, mandor panen, mandor
perawatan, mandor pupuk, dan mandor chemist. Bagian administrasi dipegang
oleh seorang kepala administrasi (Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin
dan mantri tanaman, accounting, kasir dan dibawahnya terdapat kerani divisi.
Adapun struktur organisasi di PT. Gunajaya Karya Gemilang divisi 3 KNDE
terdiri dari :
1. Estate Manager
Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung kepada Kepala Wilayah
Asisten Divisi, dan Kepala Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas
tugas dalam mengelola kebun, meliputi : 1) melakukan monitoring pelaksanaan
pekerjaan operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit
kebun serta melaporkannya secara komprehensif kepada atasan langsung, 2)
menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement,
produksi, kapital, sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan
rapat kerja intern dengan Asisiten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta
jajaran dibawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya
percepatan / peningkatan kinerja
1. Asisten Divisi.
Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun
dan manager Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada mandor 1,
Mandor dan Kerani. Tugas seorang Asisten Divisi meliputi : 1) membuat dan
menjabarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kerja
Bulanan (RKB), 2) mengadakan rapat kera intern dengan Mandor 1, Mandor

dan Kerani beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu


sekali) dalam upaya peningakatan kinerja , 3) melaksanakan kunjungan
langsung secara rutin pada setiap kemandoran di lapangan.
2. Mandor I
Setiap divisi memiliki seorang Mandor I. Tanggung jawab seorang
Mandor I meliputi: 1) melakukan koordinasi antar mandor, 2) memonitor
pekerjaan di divisi, 3) memeriksa pusingan potong buah yang dibuat mandor
panen, 4) memeriksa buah hasil laporan kerani panen, 5) mengatur angkutan
buah untuk pengangkutan ke PKS, 6) mengecek brondolan di TPH dan mutu
hancak.
3. Mandor Panen
Tanggung jawab seorang Mandor Panen adalah: 1) mengarahkan dan
membina karyawan, 2) mengontrol pekerjaan karyawan dan meminimalkan
accident, 3) membagi hancak pemanen, 4) mengontrol hancak pemanen, 5)
koordinasi dengan kerani panen untuk pengecekan buah, dan 6) melaporkan
hasil pemeriksaan mutu buah dan mutu hancak kepada Asisten Divisi.
4. Mandor Pupuk
Tanggung jawab seorang Mandor Pupuk adalah: 1) melaksanakan
program BMS (Block Manuring System) yang telah dibuat, 2) mengarahkan
dan menghancakan karyawan, 3) menjaga kualitas kerja, kontrol dan cek mutu
kerja, 4) mengawasi pelaksanaan pemupukan sesuai rencana yang telah
ditentukan, 5) koordinasi dengan bagian traksi untuk pengangkutan pupuk.
5. Mandor Chemist
Tanggung jawab pekerjaan seorang Mandor Chemist adalah memberikan
pengarahan dan penghancakan karyawan, melakukan control dan cek mutu
kerja dan menjaga keselamatan diri, bawahan dan lingkungan, dan melakukan
pemeriksaan Quality Check Mutu Semprot.
6. Kerani Divisi
Tanggung jawab seorang Kerani Divisi adalah: 1) membuat laporan
harian, mingguan dan bulanan, 2) membuat usulan permintaan bahan atau
material yang dibutuhkan di lapang, 3) mengisi Buku Prestasi Kerja (BPK), 4)
membuat daftar hadir dan mengabsen kehadiran karyawan saat apel pagi dan
sore serta merekapitulasi daftar absensi per tahapan, 5) merekapitulasi
pengangkutan janjang kosong, 6) membantu pembayaran gajian, 7) membuat
BPB (Bon Permintaan Barang), dan 8) mencatat karyawan berobat.
7. Kerani Panen

10

Pencapaian mutu buah ditentukan oleh seorang kerani panen dalam


menggrading buah yang telah dipanen. Tugas seorang kerani panen meliputi: 1)
memeriksa buah di TPH, 2) mencatat hasil pemeriksaaan buah di TPH ke
dalam Buku Penerimaan Buah (BPB), 3) mengisi buku notes potong buah, 4)
mengisi laporan potong buah SKU, 5) mengisi daftar premi potong buah, 6)
mengecek buah sisa (restan), 7) mengisi buku mutu buah, dan 8)
merekapitulasi laporan potong buah.
8. Kerani Transpor
Tugas seorang kerani transpor meliputi: 1) mengisi BPB, 2) memeriksa
realisasi permintaan barang dengan BPB, 3) melayani kebutuhan spare part,
pelumas, BBM dan lain-lain, 4) mengarsipkan surat-surat masuk, 5) membuat
laporan premi transport, 6) merekapitulasi laporan produksi TBS, 7) mencatat
produksi TBS yang diangkut ke PKS, 8) mengisi buku register permintaan
kendaraan.
C. Visi dan Misi
1. Visi BGA adalah Menjadi Perusahaan Berkelas Dunia / To Be A Word
Class Company Melalui visi ini ada 3 hal yang ingin dicapai oleh BGA

yaitu:
Memberikan keuntungan bagi pemegang saham (shareholder).
Benifit dan kualitas yang lebih baik bagi karyawan dan pemangku

kepentingan (stakeholders).
Memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara.
2. Misi Perusahan untuk mencapai visi tersebut BGA memiliki misi yang

dapat dijabarkan sebagai berikut :


Menerapkan kerjasama tim terbaik.
Karyawan ideal dengan komitmen terbaik.
Kinerja yang berkualitas.

11

III. PELAKSANAAN PRAKTEK MAGANG


A.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang


Praktek magang ini dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 1 Agustus
2016 sampai dengan 1 Oktober 2016. Lokasi magang dilaksanakan di Kebun
Inti Kendawanagan Estate PT. Gunajaya Karya Gemilang yaitu suatu
perkebunan sawit yang terletak di Desa Kendawanagan Kecamatan

B.

Kendawanagan Kiri Kabupaten Ketapang.


Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis meliputi pengambilan
data primer dan baik melalui pengamatan yang dilakukan oleh penulis
dilapangan maupun diskusi langsung dengan KHL, Mandor dan Asisiten
Kebun. Data primer yang diambil, yaitu : perhitungan angka kerapatan panen
dan taksasi produksi, kriteria matang panen (kualitas potong buah), losses
akibat pemotongan gagang panjang, pengamatan TBS tidak terpanen dan
pengamatan brondolan tertinggal. Berikut adalah rincian pengumpulan data
primer oleh penulis :
1. Pengamatan kriteria matang panen, pengamatan dilakukan dengan
mengamati mutu buah sesuai kriteria matang panen yang diterapkan di
Divisi 3. Pengamatan dilakukan di masing masing karyawan dengan
mengambil sampel 3 TPH perkaryawan.
2. Perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi,
pengamatan dilakukan dengan mengambil 10 % pokok sampel dari total
populasi dalam satu blok yang diambil secara acak.
3. Pengamatan tandan buah segar tidak terpanen dan kualitas brondolan,
pengamatan dilakukan dengan mengamati kualitas kerja pemanen (cutter)

12

dan pembrondol (picker). Masingmasing kemandoran diambil sebanyak 1


orang sebagai sampel pengambilan data.
4. Pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang
pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah brondolan yang terikut
dalam potongan gagang panjang oleh pemanen. Pengamatan dilakukan di
masing masing kemandoran. Masing masing karyawan diambil 3 TPH
C.

sampel.
Kegiatan Dilapangan
Selama menjalani kegiatan magang di KNDE berstatus sebagai
pendamping mandor panen, penulis melakukan kegiatan yang meliputi :
1. Pengendalian Gulma secara Kimiawi
merupakan salah satu cara pengendalian gulma dengan menggunakan
bahan kimia (herbisida). Tujuannya dalah untuk mempermudah kegiatan
pemupukan, pemanenan, memudahkan pengontrolan dan sanitasi terhadap
hama dan penyakit. Pengendalian gulma secara kimiawi di KNDE menerapkan
sisitem kerja BGA Spraying System (BSS). BSS merupakan program
penyemprotan yang dilakukan secara terintegerasi dan terorganisasi dari awal
hingga akhir kegiatan penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah
untuk meningkatkan output pekerja semprot, baik dari segi luasan (hancak
semprot) maupun dari kualitas hasil semprotan.
Standard Operational Procedure (SOP) pada BSS meliputi : 1)
Pembuatan rencana kerja, 2) Persiapan tim BGA Spraying System, 3)
Persiapan alat, 4) Persiapan kerja terkait dengan pengisian air ke tangki dan
pencampuran bahan herbisida, 5) Teknis kerja yaitu tahapan pelaksanaan
aplikasi herbisida ke lapang, 6) Perawatan dan pengumpulan alat, 7) Cek mutu
semprot oleh mandor chemist, 8) Pertanggung jawaban oleh supervisi.
Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan di Blok G36. Seorang
mandor chemist membawahi 16 pekerja yang terdiri dari 1 orang pekerja lelaki
sebagai operator, pembuat larutan herbisida, pelangsir herbisida sekaligus
sebagai penghasil herbisida pada knapsack pekerja dan 15 orang pekerja
perempuan yang bertugas mengaplikasi herbisida kelahan yang menjadi target
semprot. Standar yang digunakan adalah sesuai dengan 7 jam kerja. Seorang
pekerja dapat menye;esaikan 11 12 kep herbisida dalam kondisi standar.
Output yang dihasilkan untuk penyemprotan piringan dan pasar pikul sebesar 3

13

ha / HK sedangkan output untuk gawanagan sebesar 2 ha / HK. Rotasi


penyemprotan adalah 4 kali dalam setahun.
Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan
kapasitas kep 15 liter. Perlengkapan lainnya seperti: nozzle VLV (Very Low
Volume) 200, nozzle VLV 100, gelas ukur, bendera merah kuning, parang,
ember, angkong, nozzle polizet (berwarna merah, kuning), sarung tangan, tang,
masker, dan topi. Penggunaan VLV diaplikasikan jika kondisi gulma tergolong
berat saat kondisi sangat semak. Nozzle VLV 200 digunakan untuk aplikasi
herbisida pada spot gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan
tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 900-915 ml/menit. Volume
semprot yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 200 dalam keadaan standar
adalah 156 l/ha blanket. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot
piringan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat
kebasahannya merata dengan flow rate 400-430 ml/menit. Volume semprot
yang dibutuhkan jika menggunakan VLV 100 dalam keadaan standard adalah
69 l/ha blanket.
Efisiensi penggunaan dosis herbisida dapat dicapai jika terlebih dahulu
melakukan kalibrasi alat semprot. Perhitungan kebutuhan larutan untuk
aplikasi ke lapang adalah sebagai berikut:
L=

F x 10000
V xa

Keterangan :
L = Kebutuhan larutan dalam 1 ha (l/ha), dengan mengetahui
kebutuhan larutan per ha maka dapat diketahui
konsentrasi bahan dalam larutan.
F = Flow rate yaitu jumlah larutan yang keluar melalui nozzle
setiap satu menit dengan tekanan tertentu, biasanya 1 bar
(l/menit).
V = Kecepatan berjalan (m/menit), merupakan kecepatan ratarata penyemprot berjalan dengan membawa alat semprot.

14

a = Lebar semprot (m), merupakan lebar hasil semprotan yang


keluar dari nozzle yang ditentukan oleh jenis nozzle,
tekanan alat semprot, dan ketinggian semprotan.
Jenis herbisida yang digunakan adalah herbisida dengan merk dagang
Roundup dan Meta Prima. Roundup merupakan herbisida purna tumbuh
bersifat sistemik, berbentuk larutan dalam air berwarna kuning, dan berbahan
aktif isopropil amina glifosat 480 g/l yang berfungsi untuk mengendalikan
jenis gulma berdaun sempit dan teki. Meta prima merupakan herbisida pra dan
purna tumbuh yang bersifat selektif, berbentuk butiran berwarna putih
keabuan, dan berbahan aktif metil metsulfuron yang berfungsi untuk
mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit.
Penyemprotan gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dengan
merk dagang Kleenup 480 SL yang berbahan aktif isopropil amina glifosat 480
g/l (setara dengan glifosat 356 g/l) ampuh untuk mengendalikan gulma alangalang. Jenis herbisida ini merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat
sistemik berbentuk larutan dalam air berwarna kuning. Dosis yang digunakan
3-6 l/ha dan volume air yang dibutuhkan 200-400 l/ha. Waktu penyemprotan
yang tepat adalah pada saat gulma tumbuh subur dan kematian gulma akan
tampak pada saat seminggu setelah aplikasi.
Perbandingan roundup dan air yang digunakan saat penyemprotan gulma
1:1 yaitu penggunaan roundup untuk kapasitas satu kep sebanyak 60 cc dan air
sebanyak 60 cc. Cara pengaplikasian meta prima terlebih dahulu melarutkan
bahan dan air dengan perbandingan 1:10. Meta prima yang digunakan
sebanyak 3 gram dilarutkan kedalam 30 cc air.
Keuntungan dibentuknya Tim Unit Semprot adalah menghemat tenaga
supervisi, kontrol lebih baik, mobilitas yang tinggi, kualitas kerja lebih baik
dan pengorganisasian yang lebih mudah.
Perlengkapan utama Tim Unit Semprot terdiri dari 1 buah kendaraan roda
empat (truk tangki air) dan 20 - 25 unit alat semprot sekaligus tenaga semprot
(wanita yang tidak berganti-ganti). Tangki ini berfungsi sebagai tempat
percampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki
adalah 1.900 2.000 liter dan cukup untuk 126 kep.

15

2.

Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan pemberian unsur hara kepada tanaman.

Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman


sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan normal (pertumbuhan
vegetatif) dan berproduksi dengan maksimal (pertumbuhan generatif) serta
kesuburan tanah dapat dipertahankan.
Pemupukan di KNDE menerapkan sistem kerja BGA Manuring System
(BMS). BMS merupakan program pemupukan yang dilakukan terintegrasi,
mulai dari pupuk sampai digudang kebun hingga pupuk sampai dilahan. Tujuan
dibentuknya sistem BMS untuk meningkatkan output pekerja pemupukan dari
segi luasan (hancak pupuk) dan kualitas hasil pemupukan (5T).
Pencapaian output sistem BMS tidak terlepas dari prosedur atau langkah
langkah kerja, seperti: 1) persiapan alat dan bahan, 2) teknis kerja, 3)
pemeriksaan mutu pemupukan oleh mandor pupuk, 4) melakukan management
karung, dan 5) pertanggung jawaban oleh tim supervisi.
Pemupukan dilakukan secara berkelompok yang dikenal dengan KKP
(Kelompok Kerja Pupuk). KKP terdiri dari 2 BMP, 10 penabur pupuk, 5
pengecer dan 3 penguntil. Pemupukan dilakukan secara manual. Alat-alat yang
digunakan meliputi karung, tali pengikat, ember, timbangan cantelan,
mangkuk paralon (cepuk) ukuran 500 gram, sarung tangan, dan masker.
Tahapan dalam kegiatan pemupukan adalah: 1) para penguntil
menimbang dan membagi pupuk kedalam sejumlah karung dengan berat 17
kg/karung untuk 8 pohon/ karung (tergantung dosis yang direkomendasikan
untuk setiap pohonnya), 2) mengikat karung, 3) pupuk yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam truk pengangkut pupuk dan dibawa ke blok yang akan
menjadi target aplikasi pemupukan, 4) BMP meletakkan pupuk di pinggir pasar
pikul untuk selanjutnya di langsir oleh pelangsir ke pasar pikul, 5) para
pelangsir pupuk menempatkan pupuk-pupuk ke areal pasar pikul hingga
mencapai pasar tengah.
Pelangsir meletakkan 1 untilan pupuk pada setiap 8 pohon sehingga
dalam satu pasar pikul terdapat 4 until pupuk hingga pasar tengah, 6) para
penabur mengambil pupuk dan mengaplikasikannya ke pohon yang menjadi
target pemupukan.
3. Pemanenan

16

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan


memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari
pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kriteria panen yang
perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi panen,
sistem panen, serta mutu panen.
Panen di KNDE menerapkan sistem BGA Harvesting System (BHS).
Metode ini memiliki sistem panen yang lebih terkosentrasi, adil, bersinergi,
dan terigentrasi. Kelebihan sistem BHS diantaranya: memberikan pendapat
yang lebih baik kepada pemanen, memberikan tingkat kemudahan dalam
aktivitas kegiatan potong buah, dan adil.
Ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan meliputi: 1) setiap divisi
hanya mempunyai satu seksi per hari (rotasi 6/7), 2) seluruh kemandoran panen
melakukan potong buah pada seksi yang sama per hari, 3) batas hancak
kemandoran dalam blok, seksi panen dan tenaga panen harus jelas, 4)
dibentuknya Kelompok Kecil Pemanen (KKP) untuk mengantisipasi
ketidakhadiran salah satu anggota KKP (3-4 pemanen per KKP), 5) hancak
mandor, KKP dan pemanen bersifat tetap, 6) kegiatan panen dimulai dan
diakhiri dengan arah yang sama, 7) pengerjaan panen diselesaikan block by
block secara menyambung ke arah collection road.
a. Kriteria Matang Panen
Kriteria matang panen ditentukan saat kandungan minyak
maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid
(ALB atau FFA) minimal. Kriteria matang panen bergantung pula
pada berat tandan. Berat tandan > 10 kg minimal 2 brondolan/kg untuk
tiap tandan.
KNDE menggunakan ketentuan kriteria matang panen sebanyak
5 brondolan alami yang jatuh di piringan. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan para pemanen dalam menentukan kriteria masak buah
sehingga dapat meminimalkan adanya buah kurang matang (under
ripe) dan menghindari buah lewat matang (over ripe) di pusingan
berikutnya.
Kondisi di lapang menunjukkan bahwa terdapat buah yang
disebut buah abnormal. Buah abnormal terdiri atas buah parthenocarpi
dan buah keras atau buah batu (hard bunch). Buah parthenocarpi

17

memiliki lebih dari 75% total brondolan di permukaaan buah cengkeh


yang tidak terbentuk secara sempurna. Buah ini berwarna hitam dan
tidak mempunyai kandungan minyak. Buah batu memiliki tanda-tanda
kematangan dengan memperlihatkan adanya keretakan atau pecahpecah, buah tidak membrondol dan saat itulah buah siap untuk
dipanen. Buah batu kebanyakan muncul saat musim kemarau. Buah
landak adalah buah yang mempunyai banyak duri pada satu tandan.
Buah landak sulit membrondol di piringan. Ketelitian pemanen sangat
diperlukan sebelum melakukan pemanenan dengan melihat kondisi
buah dan karakteristik buah yang ada di pohon. Contoh buah abnormal
dapat dilihat pada gambar 11.
b. Rotasi dan Pusingan Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen
terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi
panen bergantung pada kerapatan panen, kapasitas pemanenan, dan
keadaan pabrik. Rotasi panen juga dipengaruhi oleh iklim yang
menimbulkan adanya panen puncak dan panen kecil.
KNDE menggunakan sistem rotasi 6/7, artinya dalam satu
luasan areal tertentu dibagi menjadi 6 hari panen yaitu hari senin
sampai dengan hari sabtu dengan rotasi ulangan 7 hari. Rotasi yang
dilakukan lebih dari 7 hari dapat mengakibatkan meningkatnya buah
yang terlalu matang sehingga brondolan yang dihasilkan akan lebih
banyak dan meningkatkan ALB.
c. Sistem Panen
Hancak panen merupakan luasan areal yang akan dipanen dalam
satu hari. Ada dua sistem hancak panen yaitu sistem giring dan sistem
tetap. Sistem hancak yang digunakan di SBHE adalah sistem hancak
giring tetap. Sistem hancak giring tetap yaitu sistem hancak pada
setiap kemandoran panen yang memiliki hancak tetap, sementara
pemanen dalam kemandoran tersebut dapat dilakukan giring atau
perubahan hancak sesuai dengan kebutuhan, misalnya berdasarkan
kerapatan panen, output pemanen dan lain-lain.
Sistem panen yang berlaku di Divisi 3 adalah menggunakan
BHS by Non DOL (BGA Harvesting System by Non Division on

18

Labour), yaitu terdiri hanya pemanen (cutter)

sekaligus sebagai

pengutip berondolan dan membawa hasil panen langsung ke TPH.


BHS by DOL 2, kegiatan pemanenan terdiri atas dua orang pekerja,
yaitu satu orang sebagai potong buah dan mengangkut hasil panen ke
TPH dan satu orang lagi sebagai pengutip berondolan. BHS by DOL
3, kegiatan pemanenan terdiri atas tiga orang pekerja. Satu orang
sebagai pemotong buah dan pelepah sekaligus menyusunnya di
gawangan mati dengan bentuk U-Shape, satu orang sebagai
pengangkut buah hasil panen ke TPH, dan satu orang sebagai pengutip
berondolan
Standar Operasional Prosedur Pemanen di Divisi 3 adalah
pertama memotong pelepah yang menyangga tandan, kemudian
pelepah tersebut disusun di gawangan mati. Pemotongan pelepah yang
menyangga tandan dilakukan rapat ke pokok. Hal tersebut bertujuan
agar tidak ada buah yang tersangkut pada ketiak pelepah di kemudian
hari. Pelepah yang telah terpotong disusun di gawangan mati
membentuk huruf I atau huruf U (U shape frond stacking).
Setelah pelepah penyangga dipotong, tandan kemudian dipanen
dengan menggunakan dodos.
Tandan yang sudah terpanen dipotong gagang panjangnya di
piringan atau di TPH dan potongannya dibuang di gawangan mati.
TBS yang mempunyai gagang panjang dipotong serapat mungkin
dengan buah atau berbentuk V cut, tetapi tidak sampai melukai atau
menyebabkan terpotongnya brondolan atau terikut ke gagang panjang.
d. Angka Kerapatan Panen
Tujuan dari penentuan AKP adalah mengetahui banyaknya
janjang yang akan dipanen pada hari tersebut, jumlah tenaga pemanen
yang diperlukan dan kebutuhan transportasi (truk). Perhitungan AKP
dilakukan melalui taksasi atau sensus potong buah dengan sampel
yang diambil secara acak sebanyak 10% dari luas blok yang akan
dipanen. Cara penentuan AKP adalah sebagai berikut:
Jumlah TBS matang
AKP (%) =
x 100
Pokok sampel

19

e. Fraksi TBS dan Mutu Panen


Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen.
Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk
kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Ada lima fraksi TBS dengan
kriteria layak untuk dipanen adalah berada pada fraksi 1, 2, dan 3
(Tabel 1).
Tabel. 1 : Kriteria Matang Buah
Tingkat Kematangan

Fraksi Jumlah Brondolan


00

Tidak ada, buah berwarna hitam

Sangat mentah

1 - 12,5% buah luar membrondol

Mentah

12,5 - 25% buah luar membrondol

Kurang matang

25 - 50% buah luar membrondol

Matang I

50 - 75% buah luar membrondol

Matang ll

4
5

75 - 100% buah luar membrondol


Buah dalam juga membrondol, ada buah

Lewat matang I
Lewat matang ll

yang busuk
Sumber : Pusat Penelitian Marihat (1982)
Kriteria kematangan buah yang ada di KNDE pada Tabel 2.
Tabel.2. Kriteria Matang Panen
Jenis Buah

Batas

Jumlah Berondolan

Unripe
0 - 4 brondolan lepas/ janjang
Under ripe
5- 9 brondolan lepas/ janjang
Ripe
10 75 %brondolan lepas/ janjang
Over ripe
>75 % - 95% brondolan lepas /janjang
Empty bunch
>95 % brondolan lepas/ janjang
Long Stalk
Panjang tangkai >2 cm
Old Bunch (buah restan)
Lebih dari 48 jam
Sumber : PT. Gunajaya Karya Gemilang

Toleransi
0%
8%
85 %
7%
0%
0%
0%

f. Pelaksanaan Panen
Pelaksanaan panen di KNDE dibagi kedalam dua kemandoran.
Setiap kemandoran terdiri atas 16 orang pemanen. Sistem panen yang
diberlakukan

menggunakan

sistem

KKP

(Kelompok

Kecil

Pemanenan). Setiap 1 orang pemanen harus menyelesaikan 2 pasar


pikul pada luasan 1 ha.

20

Setiap pemanen harus membawa perlengkapan panen, seperti:


angkong, dodos, gancu, garu, stempel, dan karung untuk alas brondol.
Seorang pemanen harus memperhatikan mutu buah yang dipanen (ripe,
unripe, under ripe, over pruning, empty bunch, long stalk, kontaminasi,
alas brondolan, dan brondolan busuk/TPH) dan mutu hancak (buah
tinggal, brondolan tinggal, pelepah sengkleh, pohon over pruning).
g. Grading Buah di TPH
Grading Buah TBS adalah kegiatan menggolongkan buah
berdasarkan tingkat kematangan sesuai dengan standar yang ditentukan
perusahaan.
Terdapat ketetapan oleh pihak PKS terhadap kebun dalam
menentukan standar grading buah agar tercapainya kualitas minyak
yang tinggi. Standar yang digunakan untuk buah ripe (> 85 %), unripe
(0 %), under ripe (< 8 %), over ripe (< 7 %), empty bunch (0 %), buah
abnormal (< 2 %), long stalk (0 %), brondolan segar (100 %),
sampah/kontaminasi (< 5 %), losses fruit (< 8 %), dan serangan tikus
(0 %). Contoh buah hasil grading dan kontaminasi berondolan di TPH
dapat dilihat di daftar gambar pada gambar 1 dan 3.
h. Pengawasan Panen
Target dari kegiatan panen adalah mendapatkan buah dengan
kualitas dan kuantitas yang baik sehingga menghasilkan minyak
dengan rendemen tinggi. Pencapaian target tersebut tidak terlepas dari
pengawasan panen. Pengawasan kegiatan panen dilakukan oleh tim
supervisi.
Mandor panen bertugas mengawasi pemanen sampai hancaknya
selesai, mengawasi mutu buah hingga buah terangkut ke PKS dan
melakukan taksasi produksi harian. Mandor I dan Asisten melakukan
inspeksi panen sebanyak 5 kali per minggu bersama mandor panen.
Kerani panen bertugas mencatat jumlah TBS yang telah dipanen dan
melakukan grading buah sebelum diangkut ke PKS.
4. Transportasi Panen
Alat angkut yang digunakan di KNDE untuk mengangkut buah ke PKS
adalah truk. Penentuan kebutuhan truk berdasarkan hasil taksasi yang telah
dilakukan sehari sebelumnya oleh mandor panen. Kapasitas satu unit truk
adalah 6-6.5 ton TBS.

21

Faktor transportasi dalam pengelolaan panen kelapa sawit memiliki peran


yang cukup penting. Pengangkutan TBS dan brondolan merupakan kegiatan
penanganan hasil panen yang terdiri atas dua tahap, yaitu pengangkutan dari
hanca ke TPH, dan pengangkutan dari TPH ke PKS. Pengangkutan dari hanca
ke TPH dilakukan oleh pemanen (cutter), sedangkan pengangkutan TBS dan
brondolan ke PKS dilakukan oleh bagian transportasi. Pengangkutan TBS
bertujuan mengirimkan TBS dan brondolan ke pabrik dalam keadaan baik
melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS
secara tepat, sehingga minyak yang dihasilkan berkualitas baik dan PKS
berjalan secara optimal. Kegiatan transpor buah merupakan mata rantai dari
tiga faktor yaitu panen, pengangkutan dan pengolahan. Ketiga faktor tersebut
merupakan faktor terpenting dan saling mempengaruhi. Efisiensi pengangkutan
TBS akan tercapai apabila unit angkutan memuat TBS secara maksimal dengan
waktu yang seefisien mungkin.
Kegiatan pengangkutan harus terorganisasi dengan baik agar dapat
berjalan dengan lancar. Pengangkutan TBS di Divisi 3 KNDE dilakukan oleh
mandor transport, sopir dan pemuat yang bekerja sama dengan mandor dan
krani panen. Mandor transport bertugas mengawasi jalur pengangkutan hasil
panen yang sudah ditentukan oleh krani panen. Krani panen bertugas mencatat
jumlah buah dan memberitahu kepada krani transpor mengenai tempat hanca
yang dipanen dan berkoordinasi mengenai penempatan buah oleh pemanen.
Pemuat mulai melakukan pengangkutan setelah pembagian jalur selesai,
yaitu dengan cara mendatangi TPH-TPH yang ada di jalurnya. Tempat
penampungan hasil (TPH) yang didatangi untuk mengangkut TBS adalah TPH
yang sudah dicek oleh krani panen. Krani panen menghitung jumlah buah dan
brondolan yang ada di TPH, memisahkan buah mentah dan memotong gagang
panjang (bila ada). Tandan buah segar dan brondolan yang memenuhi kriteria
kemudian dimuat ke dalam truk oleh pemuat dengan menggunakan tojok besi
serta karung untuk memuat brondolan di atas truk. Brondolan yang tercecer
harus dikutip hingga bersih. Oleh karena itu, pemuat juga diharuskan
membawa pengki untuk mengutip brondolan hingga bersih. Proses pemuatan
buah ke dump truk dapat dilihat pada gambar 9.
5. Sensus Black Bunch atau Sensus Produksi

22

Sensus produksi adalah pencacahan atau penghitungan atau pendataan


terhadap tanaman kelapa sawit yang bertujuan untuk mengetahui atau
memperkirakan produksi semester berdasarkan jumlah dan keadaan bunga
betina yang kemungkinan menjadi tandan buah. Peramalan produksi
semesteran dilakukan untuk menentukan jumlah buah yang dipanen pada enam
bulan berikutnya. Penyusunan sensus produksi harus disertai pengetahuan
tentang perkembangan bunga betina dan tandan kelapa sawit sampai dengan
matang panen.
Pekerjaan sensus di Kendawangan Estate dilakukan untuk menghitung
produksi kebun enam bulan berikutnya, yaitu dengan menghitung jumlah buah
cengkih atau buah betina yang sudah dibuahi sampai dengan buah yang kira kira akan dipanen pada semester dimana sensus dilaksanakan. Waktu selama
enam bulan didasarkan pada kurun waktu yang diperlukan kelapa sawit untuk
membentuk buah dari penyerbukan sampai dengan buah siap panen. Semester I
adalah bulan Januari - Juni dan sensus produksi dilaksanakan pada 20
Desember tahun lalu sampai dengan 10 Januari tahun ini, sedangkan Semester
II adalah bulan Juli - Desember dan sensus produksi dilaksanakan pada 20 Juni
sampai dengan 10 Juli tahun ini.

IV. PEMBAHASAN
Pemanenan merupakan kegiatan pemotongan tandan buah segar dari
pohon hingga diangkut ke pabrik. Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan
yang sangat penting karna merupakan sumber pendapatan perusahaan melalui
penjualan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). Kendawangan
Estate (KNDE) menerapkan target produksi yang harus dicapai masing
masing divisi.
Selama penulis melakukan kegiatan magang di PT. Gunajaya Karya
Gemilang banyak ditemukan permasalahan terkait kegiatan pemanenan. Hal ini

23

tentu mempengaruhi produksi kelapa sawit yang dapat menyebabkan kerugian


pada PT. Gunajaya Karya Gemilang.
Adapun permasalahan yang terdapat pada proses pemanenan kelapa
sawit yaitu :
1. Angka Kerapatan Panen (AKP) dan Taksasi Produksi
Pengamatan terhadap angka kerapatan panen dilakukan setiap hari untuk
dapat mentaksasi produksi besok hari pada saat melaksanakan magang penulis
melakukan taksasi buah bersama mandor panen. Angka kerapatan panen
dihitung dengan menggunakan pohon sampel. Pohon sampel diambil sebanyak
10 % dari total populasi pada satu blok. Pengambilan pokok sampel ditentukan
dengan memilih jalur secara acak pada blok sampel. Angka kerapatan panen
digunakan untuk menghitung taksasi produksi.
Taksasi produksi adalah kegiatan untuk memperkirakan produksi TBS
kebun yang akan dihasilkan pada periode pemanenan tersebut yang dapat
digunakan untuk memperkirakan produksi, jumlah tenaga kerja panen dan alat
pengangkutan yang dibutuhkan untuk mengangkut TBS. Perhitungan taksasi
yang tidak tepat akan mempengaruhi perkiraan produksi, kebutuhan tenaga
kerja dan penyediaan transportasi pengangkutan TBS. Pada saat melaksanakan
magang penulis melakukan taksasi di Blok H 36. Berikut ini merupakan
contoh perhitungan persentase kerapatan panen di blok H 36 divisi 3 KNDE :
Pokok sampel

: 260 pokok

Jumlah TBS matang

: 232 buah

BJR

: 8,5 kg

SPH

: 143/ ha

Total Pokok Produktif

: 1973 pokok

Basis / HK

: 1100 kg

Basis Transport

: 6000 kg

AKP (%)

Jumlah TBS matang


x 100
Pokok sampel

232
260

x 100

= 89,23 %
Perkiraan produksi

= AKP x BJR x Total pokok produktif

24

= 0,89 x 8,5 x 1973


= 14.925 Ton
Kebutuhan Tenaga kerja

Perkiraan Produksi
Basis / HK

= 14.925/ 1100
= 14 hk
Janjang/ HK

= Basis / BJR
= 1.100 / 8,51
= 130 jjg/ hk

Berdasarkan perhitungan diatas, maka diperkirakan produksi yang keluar


dari Blok H 36 adalah 14. 925 ton. Dengan demikian jumlah dump truk yang
dibutuhkan jika kemampuan rata rata angkut buah 6 ton TBS per tripnya
adalah 3 dump truk (3 trip) dan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 14 hk atau
130 jjg / hk.
Tabel 3. Hasil antara Taksasi dan Realisasi
Blok

Pokok

Taksasi
Jumlah

H 41

sampel
266

TBS
67

(%)
25,18

sampel
266

TBS
73

(%)
27,44

H 40

263

63

24,00

263

68

25,85

H 37

268

103

38,43

268

121

45,14

H 36

260

232

89,23

260

294

113,07

H 35

262

78

29,77

262

87

33,20

H 34

264

118

44,69

264

136

51,51

G 36

276

144

52,17

276

149

53,98

G 35
Total

280
2139

152
957

54,28

280
2139

177
1105

63,21

Akp

44,71
Rata-rata
Sumber : Hasil pengamatan (September, 2016)

Pokok

Realisasi
Jumlah

Akp

51,65

Perbedaan antara taksasi dan realisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa


faktor seperti pengambilan sampel yang kurang dari standar, adanya
pemanenan yang tidak sesuai dengan kriteria matang panen dan adanya buah
yang membrondol lebih dari 5 berondolan setelah ditaksasi sehingga buah

25

tersebut tidak terhitung pada saat taksasi dilakukan. Perbedaan antara taksasi
dan realisasi paling tinggi ada pada blok H 36 dan blok G35.
Dari hasil pengamatan diatas, perhitungan taksasi panen kelapa sawit
tidak selalu tepat dengan realisasinya. Hal ini dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pengambilan sampel minimal 10 % dari populasi per blok,
taksasi yang dilakukan pagi hari menyebabkan adanya buah yang baru
memberondol pada sore hari setelah taksasi dilakukan sehingga buah tersebut
tidak terhitung. Taksasi panen memang tidak selamanya sesuai dengan hasil
realisasi, namun demikian diharapkan hasil taksai tidak berbeda jauh dengan
hasil yang didapat. Perbedaan antara taksasi dan realisasi berkisar 6,94 % dan
hal ini masih cukup normal sehingga perkiraan produksi tidak terlalu jauh
dngan realisasi. menurut Hasibuan dan Malya (2009) taksasi produksi
digunakan untuk meramalkan produksi kebun, kebutuhan tenaga kerja panen
dan kebutuhan transportasi pengangkut tandan buah segar (TBS). Jika dalam
pelaksanaan taksasi data yang diambil tidak tepat, maka akan berpengaruh
terhadap penentuan kebutuhan tenaga pemanen dan transportasi yang
digunakan. Untuk itu pengambilan sampel taksasi dilakukan sore hari dan
dengan mengambil sampel minimal 10 % dari populasi per blok.
Hal - hal yang sangat dibutuhkan dalam taksasi adalah informasi Berat
Janjang Rata rata (BJR), jumlah pokok setiap hektar, jumlah pokok sampel,
jumlah pokok yang masak dan basis borong/HK untuk menentukan kebutuhan
tenaga kerja panen (Pahan 2008).
Dalam melaksanakan taksasi, hendaknya mandor harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan seperti informasi berat janjang rata-rata (BJR),
pokok sampel minimal 10% dari populasi per blok, jumlah populasi per blok,
dan jumlah tandan masak siap panen. Selain itu taksasi sebaiknya dilakukan
pada sore hari agar tandan yang baru memberondol dapat terhitung. Jika semua
syarat- syarat terpenuhi diharapkan hasil dari taksasi tidak berbeda jauh dari
realisasi sehingga perhitungan kebutuhan tenaga pemanen dan transportasi
pengangkutan TBS dapat dihitung secara tepat.
2. Kriteria Matang Panen
Kriteria matang panen yang diterapkan di divisi 3 KNDE yaitu apabila
terdapat lima brondolan atau lebih yang jatuh di piringan, maka tandan harus

26

dipanen. Pada saat magang penulis melakukan pengamatan mengenai kualitas


potong buah di Divisi 3. Hasil pengamatan kualitas potong buah di divisi 3
KNDE terlihat pada Tabel 4 :
Tabel 4. Hasil Pengamatan Kualitas Potong Buah di Divisi 3 KNDE
Total
Karyawa

TBS

Sampe
l

Buah Hasil Panen ( TBS )


Un
-

Under

Rip

Over

rip

-ripe

-ripe

Buah Hasil Panen ( % )

Empty
bunch

80

68

61

50

193

23

156

222

13

184

12

108

93

115

17

94

172

12

144

11

154

12

117

14

1105

22

99

906

56

22

Total

Un-

Under

ripe

-ripe

2,5
0
0,0
0
2,0
7
4,0
5
3,7
0
0,8
6
0,0
0
1,2
9
1,8

Rata rata

7,50
13,11
11,91
5,85
7,40
14,78
6,97
7,79

9,41

Ripe

85,0
0
81,9
6
80,8
2
82,8
8
86,1
1
81,7
3
83,7
2
75,9
7
82,2
7

Over
-ripe

Empty
bunch

5,00

0,00

4,91

0,00

3,62

1,55

5,40

1,80

1,85

0,92

2,60

0,00

6,39

2,90

9,09

5,84

4,85

1,62

Sumber : Hasil pengamatan (September, 2016)


Dari tabel 4 yang didapat dari hasil pengamatan dilapangan masih
terdapat buah unripe dan buah empty bunch yang terpanen. Hal ini tentu dapat
menyebabkan losses dimana buah mentah mempunyai kadar minyak yang
rendah dan janjang kosong mempunyai kadar ALB yang tinggi sehingga dapat
mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan.
Penentuan kriteria matang panen sangat penting dilakukan, agar pemanen
memotong tandan buah yang tepat. Secara teori, tandan buah yang ideal untuk

27

dipanen adalah pada saat kandungan minyak maksimal dalam daging buah dan
kandungan asam lemak bebas yang serendah mungkin.
Kriteria matang panen di Divisi 3 mengikuti Minimum Ripeness
Standard

(MRS) lima atau kriteria matang panen berdasarkan jumlah

brondolan yang lepas secara alami dari tandan buah yang matang yaitu
sekurang kurangnya terdapat lima brondolan atau lebih di piringan sebelum
panen dan dua brondolan per kg setelah buah berada di TPH.
Pada saat menjadi pendamping krani panen, penulis melakukan
pengamatan yang dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil pengamatan kualitas
potong buah di Divisi 3, total buah unripe yang dipanen adalah 1,80 %, buah
under ripe 9,41 %, buah ripe 82,27 %, over ripe 4,85 %, dan buah empty bunch
1,62 %. Pemanenan buah unripe merupakan salah satu sumber losses. Namun
untuk buah unripe yang terlanjur di panen, buah tersebut haruslah dicincang.
Persentase pemanenan buah unripe diatas standar, hal ini terjadi karena
sebagian pemanen kurang memahami instruksi mandor mengenai buah yang
boleh dipanen dan terkadang untuk memenuhi basis/ target, pemanen
melakukan pemanenan buah unripe. Oleh karena itu, perlu diberikan peraturan
dan denda yang jelas bagi pemanen supaya tidak terjadi pemanenan buah
mentah yang merugikan perusahaan.
Kualitas TBS hasil panen yang baik yaitu pada fraksi 2 dan 3 (buah ripe).
Persentase buah ripe yang masih dibawah standar perusahaan yang berkisar 85
% dipengaruhi karena adanya buah unripe, overripe dan empty bunch yang
terpanen. Sedangkan persentase buah empty bunch sendiri berkisar 1,62 %
dimana adanya buah empty bunch ini disebabkan karena adanya buah yang
tertinggal atau tidak terpanen pada rotasi sebelumnya. Buah empty bunch ini
juga dapat merugikan perusahaan karena buah yang kelewat matang dengan
kandungan ALB yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas minyak yang
dihasilkan.
Dari data pengamatan yang dapat dilihat pada tabel 2. penyebab tidak
tercapainya standard ripeness 85% dikarenakan terjadinya pemanenan yang
tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang di tetapkan oleh
perusahaan dimana berondolan yang lepas alami harus lebih dari lima
berondolan per tandan dan dua buah per kilogram untk di TPH. Sedangkan

28

pada kenyataannya TBS yang dipanen ada yang dibawah lima berondolan per
tandan. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain yaitu :
Adanya TBS yang siap dipanen berdekatan dengan buah yang siap matang
menyebabkan pemanen akan bingung dalam memilih buah yang akan
dipanen. Lihat Gambar 7.
Pemanenan dibawah lima berondolan alami hanya untuk memenuhi basis
atau target dari si pemanen
Adanya pemberondolan paksa terhadap buah yang siap matang.
Pemanenan dibawah lima berondolan alami bertujuan agar pada rotasi
selanjutnya buah tidak terlalu melimpah dan berondolan tidak terlalu
banyak.
Rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh mandor panen terhadap
pemanen.
Rotasi panen terlambat (umur rotasi > 9 hari) akan menyebabkan buah
cenderung over-ripe bahkan bisa menjadi empty bunch (janjang kosong),
apabila ini terjadi maka akan mengakibatkan jumlah brondolan meningkat
sehingga akan memperlambat penyelesaian hanca bahkan basis borongnya
sulit tercapai (output kg/hk rendah dan biaya panen meningkat), peluang
losses yakni janjang tinggal di tanaman dan brondolan tidak dikutip sangat
tinggi, kualitas minyak rendah (FFA > 3 %)
Rotasi panen terlalu cepat (umur rotasi < 7 hari) akan mengakibatkan
pemanen cenderung memotong buah under-ripe (agak mentah) dan unripe
(mentah) untuk memenuhi basis kerja, akibat meningkatnya buah underripe (agak mentah) dan unripe (mentah) dapat menurukan % Oil
Extraction

Rate

(OER),

meningkatnya

biaya

pengolahan

karena

menurunnya kapasitas olah PKS akibat tingginya % buah mogul


(unripe bunch) sehingga proses perebusannya memerlukan waktu yang
lebih lama.
Pemanenan dilakukan dengan sistem BHS by Non DOL yaitu pemanen
melakukan pemanenan sekaligus sebagai picker. Adapun sistem BHS by DOL
2 akan diterapkan jika hancak tidak selesai dan buah melimpah serta berakibat
pada berondolan yang melimpah sehingga di perlukan tenaga tambahan dalam
pemungutan berondolan.

29

Kriteria matang panen merupakan beberapa klasifikasi tandan buah


kelapa sawit untuk menentukan apakah TBS tersebut siap dipanen atau tidak.
Kriteria matang panen dapat ditentukan pada saat kandungan rendemen
minyak kelapa sawit dalam keadaan maksimal. Tandan buah kelapa sawit dapat
dikatakan matang apabila dalam setiap tandannya terdapat buah yang lepas
atau disebut dengan memberondol sekurang kurangnya 5 brondolan. Fauzi,
dkk (2008) mengatakan tanaman dengan umur kurang lebih 10 tahun , jumlah
berondolan dapat mencapai 10 butir sedangkan tanaman yang berumur lebih
dari 10 tahun dapat memberondol sebanyak 15-20 butir/pokok.
Penetapan matang panen juga dapat dilihat secara fisiologi dan visual.
Secara fisiologi tandan buah yang sudah masak akan menjatuhkan beberapa
buahnya ke piringan atau ke gawangan, hal ini diakibatkan karena rendemen
minyak yang terkandung dalam buah sudah mencapai maksimal sehingga buah
tidak dapat menempel pada tandannya. Selain itu, secara fisiologi buah yang
sudah masak memiliki daging buah yang lemah atau kenyal sehingga apabila di
tusuk dengan benda tajam akan mudah melukai permukaan buah kelapa sawit.
Secara visual , tandan buah yang masak mengalami perubahan warna pada
buahnya, buah yang masak ditandai dengan perubahan warna kulit buah
menjadi jingga (Sunarko, 2009).
3. Sistem dan Tenaga Kerja Pemanen
Sistem yang berlaku di divisi 3 KNDE adalah sistem hancak giring tetap
per mandoran. Setiap pemanenen mempunyai hancak yang tetap. Pembagian
hancak dilakukan oleh mandor panen setelah apel pagi dimana sistem hancak
tetap dapat berubah menjadi sistem giring tergantung pada jumlah pemanen,
keadaan hancak, kerapatan TBS dan luas hancak sisa panen.
Kompenen kebutuhan tenaga kerja dihitung dari luasan areal penen
dalam satu divisi, kemampuan rata rata pemanen per hari, dan rotasi atau
pusingan panen yang digunakan. Kemanpuan rata rata pemanen mengacu
pada kegiatan panen selama satu hari kerja atau setara dengan 7 jam. Berikut
ini contoh perhitungan tenaga kerja panen yang ada di Divisi 3 adalah :
Luas areal panen

= 764,31 ha

Kemampuan pemanen

= 3 ha

Seksi panen

= 6/7

30

Kebutuhan tenaga panen =

Luas Areal Panen


Seksi Panen x Kemampuan Panen
764,31
6 x3

= 45 pemanen perhari
Berdasarkan perhitungan di atas, tenaga kerja pemanen yang dibutuhkan
adalah 45 orang. Akan tetapi jumlah tenaga pemanen yang ada di Divisi 3 saat
bulan september adalah 41 orang. Hal ini menunjukkan tenaga panen efektif
untuk setiap harinya belum terpenuhi. Selain itu, adanya karyawan yang cuti
atau sakit membuat tenaga pemanen berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut,
mandor mengambil kebijakan dengan memerintahkan pemanen yang sudah
tuntas hancanya agar membantu pemanen lain yang belum tuntas. Keputusan
ini berjalan efektif karena pemanen termotivasi dengan adanya premi lebih
basis borong.
Sistem panen yang berlaku di Divisi 3 adalah menggunakan BHS by Non
DOL (BGA Harvesting System by Non Division on Labour), yaitu terdiri hanya
pemanen (cutter) sekaligus sebagai pengutip berondolan dan membawa hasil
panen langsung ke TPH. BHS by DOL 2, kegiatan pemanenan terdiri atas dua
orang pekerja, yaitu satu orang sebagai potong buah dan mengangkut hasil
panen ke TPH dan satu orang lagi sebagai pengutip berondolan. BHS by DOL
3, kegiatan pemanenan terdiri atas tiga orang pekerja. Satu orang sebagai
pemotong buah dan pelepah sekaligus menyusunnya di gawangan mati dengan
bentuk U-Shape, satu orang sebagai pengangkut buah hasil panen ke TPH, dan
satu orang sebagai pengutip berondolan.
Standar Operasional Prosedur Pemanen di Divisi 3 adalah pertama
memotong pelepah yang menyangga tandan, kemudian pelepah tersebut
disusun di gawangan mati. Pemotongan pelepah yang menyangga tandan
dilakukan rapat ke pokok. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada buah yang
tersangkut pada ketiak pelepah di kemudian hari. Pelepah yang telah terpotong
disusun di gawangan mati membentuk huruf I atau huruf U (U shape
frond stacking). Setelah pelepah penyangga dipotong, tandan kemudian
dipanen dengan menggunakan dodos.

31

Menurut Sunarko (2009), pelaksanaan panen dilakukan dengan


memotong pelepah yang berada di bawah tandan. Pelepah dipotong menjadi 23 bagian, lalu ditumpuk teratur dan terlungkup dengan jarak satu meter dari
piringan. Ujung pelepah dibuang dan tidak menutupi jalan atau parit. Buah
yang telah selesai dipotong harus diletakkan dipiringan dan penempatan tandan
buah dipisahkan dari brondolan. Gagang tandan buah harus dipotong sependek
mungkin. Khusus untuk tandan yang berbentuk jantung , gagang dipotong
berbentuk huruf V. Buah disusun di TPH secara berbaris 5-10 buah dengan
gagang buah menghadap keatas dan brondolan dikumpulkan dan ditumpuk
menjadi satu di tempat yang terpisah (Sunarko, 2009).
Kendawangan Estate menggunakan sistem panen hanca giring tetap,
dengan sistem ini diharapkan buah cepat keluar sehingga mempercepat proses
pengangkutan, dan dapat meminimalkan kehilangan hasil produksi akibat buah
tinggal. Adapun kelebihan hanca giring tetap ini adalah :
Mudah dalam pembagian hanca harian.
Mudah dalam pengawasan pekerjaan.
Pencatatan hasil pekerjaan dan pencatatan pekerja yang melakukan

kesalahan dapat dengan mudah dilakukan.


Mandor aktif melakukan pengawasan dan senantiasa terdidik untuk

berpikir.
Distribusi buah cukup teratur karena umumnya dimulai pada seksi
yang sama.

Sedangkan kekurangan dari sistem hanca ini adalah :

Sulit mengganti pemanen yang tidak masuk kerja


Tanggung jawab pemanen terhadap hanca masih relatif kecil
Kontrol harus ketat
Dalam transportasi, mobilitas kendaraan tinggi

Menurut Fauzi dkk (2012) dikenal 2 sistem ancak panen yaitu sistem
ancak giring dan sistem ancak tetap.
a. Sistem hanca giring
Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen
pindah ke ancak berikutnya yang telah ditetapkan oleh mandor begitu
seterusnya. Sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan
hasil panen lebih cepat sampai ke TPH dan pabrik. Namun, ada kecendrungan
pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah

32

atau brondolan yang tertinggal karena pemanenannya menggunakan sitem


borongan.
b. Sistem hanca tetap
Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit,
topografi berbukit atau curam dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada
sistem ini pemanen diberi hanca dengan luas tertentu dan tidak berpindahpindah. Hal tersebut menjamin terperolehnya TBS dengan kematangan yang
optimal. Rendemen minyak yang dihasilkan pun tinggi. Namun, kelemahan
sistem ini adalah buah lebih lambat sampai ke pabrik.
Resiko merupakan suatu kemungkinan (possibility) terjadinya sesuatu
yang tidak terduga sebelumnya, yang bersifat merugikan dan dapat
mempengaruhi penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan produktifitas, kualitas dan biaya (Sastrosayono, 2003). Sumber utama
dari resiko panen adalah karena pusingan atau rotasi yang terlambat.
Menurut Lubis (1992) rotasi panen yang baik adalah 2.97 + 1.64 + 1.22 +
1.00 = 6.83 hari atau dibulatkan menjadi 7 hari, hal ini sesuai dengan rotasi
panen yang digunakan di Kendawangan Estate yaitu 6/7 (6 hari panen dalam
satu minggu), berdasarkan ketentuan rotasi tersebut seluruh areal tanaman
menghasilkan dibagi menjadi 6 seksi panen, sehingga dalam satu bulan setiap
seksi dipanen sebanyak empat kali.
4. Losses Berondolan Pada Saat Panen
Dalam sistem potong buah atau pemanenan harus sesuai dengan kondisi
perkebunan setempat karena merupakan hal yang mutlak yang dilakukan
dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing masing sistem
potong buah yang ada. Ketika pemanen tidak memperhatikan sistem
pemanenan maka buah yang dipanen jatuh berserakan sehingga terjadi
pmberondolan dan berondolan tersebut yang tidak terkutip menyebabkan
losses.
Berondolan merupakan bagian buah kelapa sawit yang menghasilkan
minyak, yaitu pada bagian yang disebut mesocarp. Jika ekstraksi pada TBS
berkisar antara 20 25 % maka ekstraksi berondolan bisa mencapai 40 45 %.
Tidak mengutip berondolan secara langsung mengurangi jumlah minyak
yang dihasilkan dan akan tumbuh menjadi gulma (kentosan) yang
membutuhkan biaya pengendaliannya. Untuk itu pemanen wajib memungut
berondolan yang jatuh baik di pokok, piringan maupan di pasar pikul.

33

Salah satu sumber losses berondolan yaitu pada saat pemotongan gagang
panjang yang dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Losses Brondolan Akibat Pemotongan Gagang
Panjang di Divisi 3 Kendawangan Estate
Losses Brondolan

Jumlah TBS

(buah)

(tandan)

32

80

26

61

37

193

58

222

43

108

21

115

23

172

19

154

24

259

1105

Karyawan

Jumlah TPH

Total
Rata rata

32,37

Sumber : Hasil Pengamatan (September, 2016)


Selain itu dari kualitas kutip berondolan yang tertinggal di pokok, pasar
pikul dan piringan juga dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kualitas Kutip Berondolan
Berondolan Tinggal

Persentase Berondolan

(buah)

Tinggal (%)

Karyawa
n

Piringa

Poko

26

B
C
D

Pasa

Piringa

Poko

Pasar

Pikul
3,92
13,5

72

Pikul
4

102

25,49

70,58

37

14

59

62,71

23,73

67
43

33
22

11
18

111
83

59,29
51,80

29,20
26,50

i
(%)

Total

Kontaminas

6
11,50
21,6

10
5
10
15

34

8
14,8

38

77

20

135

28,14

57,03

15

78

12

105

14,28

74,28

1
11,42

52

56

117

44,44

47,86

7,69

10

79

23

105

75,23

21,90

15

45,17

43,83

2,85
10,9

Rata- rata

10
10

10,62

Sumber : Hasil Pengamatan (September, 2016)


Menurut Pahan (2008) Tempat kehilangan Brondol dalam Perkebunan yaitu :
a. Ketiak Pelepah
Brondol yang jatuh tersangkut pada ketiak pelepah akibat pemotongan
pelepah yang kurang mepet saat proses panen dan pruning. Brondol yang
tersangkut ini dapat tumbuh menjadi kentosan dan akan mengambil cadangan
air yang ada dipokok sawit sehingga akan menggangu pertumbuhan
tanaman. Untuk mengatasi hal ini tidak terjadi pemotongan pelepah harus
mepet ke batang jangan sampai ada rongga tempat sangkutnya brondol jatuh.
b. Di piringan
Brondolan yang tidak terkutip oleh pembrondol sebagai akibat oleh :

Piringan kurang bersih (semak), kondisi yang demikian akan


mempersulit pembrondol dalam mengutip, disamping itu akan
memperlambat waktu pengutipan sehingga brondol yang dikutip akan
menjadi

kurang

bersih

bahkan

sampai

tidak

terkutip

sama

sekali. Brondol yang tidak terkutip ini akan tumbuh menjadi kentosan,
disamping menambah biaya untuk membasminya juga akan tenaga
persaingan hara dan air bagi tanaman induk. Untuk mengatasi hal ini
adalah dengan selalu menjaga piringan selalu bersih dengan cara
melakukan pembersihan piringan sesuai rotasi dan perlakuan khusus

pada areal yang pertumbuhan gulma pesat, seperti pada areal rendahan.
Jumlah tenaga brondol kurang, jika tenaga brondol kurang akan
mengakibatkan brondol pengkutipan terlambat karena pemanen akan
lebih jauh didepan pembrondol (ancak giring) atau ada ancak panen
tidak ada pembrondolnya (ancak tetap), sehingga brondolan akan

35

banyak tidak terkutip. Pemenuhan tenaga brondol sangat diperlukan


untuk mengatasi hal ini dan sebelum jumlah pembrondol terpenuhi
pemanen diwajibkan membantu pembrondol setelah ancak panennya
selesai, hal ini otomatis akan terjadi jika panen dengan Family System
atau pengutiban brondol menjadi tanggungjawab pemanen.
c. Pasar Pikul
Brondol yang sering tertinggal pada jalan panen sering terjadi sebagai
akibat pembrondol sudah mengutip lebih dulu dari pada pemanen
mengeluarkan buah. Pada saat pemanen memuat brondol ke angkong maka
ada brondolan yang jatuh serta akibat angkong terlalu penuh dalam perjalanan
ke TPH sering ada brondol yang jatuh. Hal ini dibutuhkan kesadaran pemanen
untuk mengutibnya dengan memberikan pengertian betapa berharganya 1 butir
brondol.
d. Tempat Pengumpulan Hasil
Brondolan yang tidak terkutib oleh sebagai akibat oleh :

TPH kurang bersih, pemuat buah sawit akan terhambat mengutib


brondol yang lepas dari janjang jika TPH kurang bersih karena akan
membutuhkan

waktu

yang

lama

dalam

proses

muat

buah

sawit. Menjaga TPH selalu bersih adalah solusi mengatasi hal ini.
Pemuat brondol kurang disiplin, kebanyakan pemuat buah kurang
malas mengutib bersih brondol di TPH dengan alasan waktu
dibutuhkan terlalu lama apalagi kalau buah yang diangkut adalah buah
restan. Solusi mengatasi hal ini adalah dengan memberikan pengertian
berharganya brondol dan memberlakukan denda secara konsisten jika

aturan yang dilah disepakati tidak dijalankan.


e. Rumpukan pelepah
Brondol yang ada pada rumpukan pelepah dapat dipastikan tidak akan
terkutib oleh pembrondol, hal ini sering disebut Uncontrolable. Kondisi
demikian akibat :

Pokok sudah tinggi, dimana saat penen brondol yang jatuh terpental

jauh bahkan sampai kerumpukan pelepah.


Susunan pelepah terlalu dekat dekat pokok, susunan pelepah yang
terlalu dekat pokok akan membuat brondol yang jatuh akan terpental

36

ke rumpukan pelepah. Disiplin pemanen dan ketegasan pengawas


sangat diperlukan untuk mengatasi hal ini, dimana agar supaya pelepah
disusun rapi dan jauh dari piringan yaitu 2,5 sampai 3 meter dari

pokok.
Diangkut binatang, kebanyakan binatang yang sering mengangkut
brondol ke bawah pelepah adalah Tikus karena kebiasaan tikus dalam
mencari makan akan membawa makanannya disekitar sarangnya
sebagai cadangan makanan. Rumpukan pelapah merupakan tempat
tinggal tikus yang paling sering ditemukan, dimana dia membuat
lubang tempat tinggal yang aman dari musuh alaminya. Pemasangan
rodentisida jika serangan sudah ambang kritis dan pengembangbiakan
burung hantu sebagai musuh alami tikus merupakan solusi mengatasi

hal diatas.
f. Jalan
Brondol yang tertinggal dijalan biasanya akan terlindas oleh kendaraan,
hal ini sering terjadi :

Pada saat pemanen penumpahkan buah ke TPH, brondolan yang lepas


dari janjang akan terpelanting ketengah jalan, sehingga saat truk akan
muat brondolan ini akan terlindas sehingga tidak terkutib. Pemanen
harus disiplin, jika hal demikian terjadi maka pemanen wajib
menyingkirkan brondol ke TPH atau saat pembrondol menumpahkan
buah ke TPH tidak boleh searah dengan jalan koleksi tetapi harus

sejajar jalan sehingga brondol tidak akan terpental ke tengah jalan.


Pada saat pemuatan buah dan brondol sering terjadi brondol akan jatuh
kembali dan jatuhnya ditengah jalan. Ketegasan pengawas sangat
diperlukan dalam mengatasi hal ini, dimana dia harus mengingatkan

pemuat untuk mengutib kembali hal ini.


Muatan truk terlalu tinggi, dalam perjalanan ke PKS biasanya sering
terjadi brondolan yang jatuh dari truk hal ini terjadi karena muatan

terlalu tinggi.
Bak truk tidak tertutup penuh, kondisi yang demikian akan membuat
butir brondol mudah jatuh saat dalam perjalanan.
Losses berondolan yang paling tinggi yaitu berondolan yang jatuh

disekitar piringan dan pokok kelapa sawit berkisar 45,17 % dan 43,83 %.

37

Produksi akan dapat mencapai maksimal apabila kehilangan (losses) produksi


minimal (Pahan, 2006).
Dari data hasil pengamatan, untuk kualitas kutip berondolan di divisi 3
KNDE masih belum maksimal dikarenakan untuk mengutip berondolan
pemanen melakukan sendiri tanpa di bantu picker. Pemanenan dilakukan
dengan sistem BHS by Non DOL yaitu pemanen melakukan pemanenan
sekaligus sebagai picker. Adapun sistem BHS by DOL 2 akan diterapkan jika
hancak tidak selesai dan buah melimpah serta berakibat pada berondolan yang
melimpah sehingga di perlukan tenaga tambahan dalam pemungutan
berondolan.
5. Buah Matang Tidak Terpanen
Standar buah matang tidak dipanen di Kendawangan Esatate adalah 0 %.
Pada saat melaksanakan magang, penulis melakukan pengamatan terhadap
jumlah TBS tidak terpanen. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 7
Tabel 7. Hasil Pengamatan TBS Tidak Terpanen di Divisi 3 Kendawangan Estate
Karyawan

A
B
C
D
E
F
G
H

Total TBS

Buah Matang

% Buah Matang

Terpanen

Tidak di Panen

Tidak di Panen

........................( TBS )......................


80
0
61
0
193
1
222
0
108
3
115
0
172
1
154
0
1105
5

Total
Rata rata
Sumber : Hasil Pengamatan (September, 2016).

.............(%)...........
0,00
0,00
0,51
0,00
2,78
0,00
0,58
0,00
0,48

Pengontrolan tenaga kerja pemanen perlu dilakukan untuk mengetahui


kualitas kerja pemanen apakah sudah sesuai dengan Standar Operasional
Procedur ( SOP ) panen yang ditetapkan oleh perusahan dan agar produksi
yang terealisasi dapat sesuai dengan rencana tahunan kebun. Pengontrolan
tenaga kerja panen dilakukan dengan menagamati kualitas dan kuantitas kerja
pemanen. Pengamatan kualitas kerja pemanen yang dilakukan penulis yaitu
pengamatan kualitas mutu hancak pemanen. Pengamatan dilakukan dengan

38

mengambil 8 orang karyawan pada 4 seksi panen, dimana setiap seksi ada 2
block yang diambil sebagai sampel dan dari setiap seksi diambil sebanyak dua
karyawan.
Pada Tabel 7. dapat dilihat bahwa persentase buah matang tidak dipanen
masih diatas standar yang ditetapkan oleh Kendawangan Estate yaitu 0,48 %.
Standar buah matang tidak dipanen di Kendawangan Estate adalah 0 %. Buah
matang tidak dipanen disebabkan oleh kelalaian pemanen, pemanen kadang
kurang teliti dalam melihat buah matang dipokok. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah keadaan pokok dan keadaan areal yang kurang terawat,
sehingga pemanen enggan memanen dipokok tersebut. Pada pokok yang
tunasannya tidak baik, brondolan buah biasanya tersangkut dipelepah sehingga
pemanen akan kesulitan dalam menentukan kematangan buah tersebut.
Untuk buah matang yang tidak terpanen biasanya di lakukan pemanenan
oleh mandor panen keesokan harinya dan diangkut menggunakan sepeda motor
untuk dibawa ke TPH dimana panen keesokan harinya dilakukan.
6. Pengawasan Panen
Pengawasan panen di Kendawangan Estate terdiri atas pengawasan
harian dan bulanan. Pengawasan harian dilakukan oleh kerani panen, mandor
panen, mandor 1, asisten divisi, dan estate manager. Pengawasan bulanan
dilakukan oleh staf organisasi quality ceck (OQC) dari kantor general manager
(GM) yang didampingi oleh mandor, mandor 1 dan asisten kebun.
Sistem pengawasan panen merupakan salah satu faktor penting yang
dapat menekan kehilangan hasil produksi dalam pemanenan. Menurut Lubis
(1992) panen yang baik adalah :
Tidak ada buah mentah
Tidak ada buah matang yang tinggal di piringan tanaman
Tidak ada buah yang tertinggal di pasar panen
Tandan dan brondolan harus bersih
Janjang kosong tidak ada yang dibawa ke pabrik
Gagang tandan dipotong mepet berbentuk V
Pelepah cabang dipotong tiga dan diletakkan di gawangan mati dan

ditelungkupkan
Potong cabang daun mepet ke batang berupa tapak kuda membuat

sudut 15 - 30 derajat ke arah dalam


Untuk mengetahui besar kehilangan hasil dalam kegiatan panen, Pantai
Bunati Estate melakukan pemeriksaan mutu buah yang dilakukan oleh

39

Organisasi Quality Ceck (OQC), Asisten Divisi, Mandor 1, Mandor Panen dan
Kerani Panen. Pemeriksaan ini bertujuan sebagai kontrol terhadap mutu panen
(FFB Quality) dari setiap kebun pemasok Tandan Buah Segar ke PKS, sebagai
dasar pemotongan atas pembayaran terhadap pihak luar yang mengirim TBS ke
PKS. Objek pemeriksaan meliputi mutu buah di PKS/grading, mutu buah di
lapang, mutu hanca/losses lapangan
Peranan pengawas atau mandor panen sangatlah vital. Hal ini di
karenakan mandor dalam pekerjaan selalu bersentuhan langsung dengan
karyawan. Di lapangan, pengawasan secara langsung harus didasarkan pada
sebuah hubungan professional. Yaitu menempatkan mandor dengan posisi
mengawasi, mengontrol, mengarahkan proses kerja dan menempatkan
karyawan adalah orang yang melakukan pekerjaan. Pengawasan yang lemah
dapat mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak teratur sehingga berimbas pada
kualitas para pemanen dalam melakukan pemanenan. Ada kalanya karena
kedekatannya maka profesional ini sering mulai luntur. Sehingga banyak
terjadi penyimpangan kualitas kerja, tanpa adanya teguran yang dilakukan oleh
mandor terhadap karyawannya.
Menurut Mangoensoekarjo,dkk (2005)Tujuan perusahaan dengan adanya
pengawasan yang baik, maka perusahaan mengharapkan :
1. Kualitas pekerjaan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) akan
terjaga dan terkontrol
2. Produktivitas karyawan akan meningkat
3. Cost (biaya) pekerjaan sesuai standar anggaran yang ditentukan.
4. Hubungan yang baik antara karyawan dengan manajemen perusahaan,
terjamin dengan harmonis.
Hal tersebut diatas bisa tercipta jika mandor melakukan aktivitas dalam
kesehariannya sebagai berikut :
1. Melaksanakan lingkaran pagi
2. Lingkaran pagi dilakukan antara mandor dengan kepala divisi, kepala
afdeling dengan tujuan untuk menerima arahan dari pimpinan tentang
pekerjaan yang dilakukan hari ini. Setelah itu dilanjutkan lingkaran pagi
dengan karyawan. Lingkaran bisa dilakukan di kantor afdeling atau di
dekat blok yang akan dikerjakan hari ini. Lingkaran ini dimaksudkan untuk

40

mengarahkan kerja karyawan, mengevaluasi kerja kemarin, serta membagi


hancak atau wilayah kerja kepada karyawan.
3. Mengabsensi tenaga kerja yang panen pada hari itu dalam lembar absensi
mandor.
4. Memeriksa peralatan panen yang dibawa oleh masing-masing pemanen,
perawat ataupun tenaga pupuk (tergantung tugas mandor) apakah sudah
lengkap atau belum seperti: dodos, angkong (tenaga panen), alat tabur
pupuk, dan alat lain sesuai aktivitas kerja karyawan hari ini.
5. Mengawasi dan mengarahkan kegiatan lapangan. Aktivitas mandor seratus
persen aktivitas lapangan menjadi tanggung jawab mandor. Sehingga
mandor harus tetap mengawasi karyawan mulai pagi sampai karyawan
selesai aktivitas kerjanya. Selain itu di lapangan harus mengarahkan
pekerjaan karyawan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai
lingkup kerja.
6. Membuat laporan hasil kerja (BKM) sesuai aktual hasil kerja di lapangan
setelah selesai jam kerja; ha panen selesai, jumlah HK panen, jumlah TBS
dipanen. Sehingga dapat diketahui produktivitas masing-masing karyawan.
7. Mengikuti evaluasi sore hari dengan kepala divisi dan melaporkan
produktivitas hari ini, permasalahan dan solusi yang dihadapi serta
perencanaan kegiatan esok hari.
Mandor bukan hanya mengawasi kerja karyawan tetapi mengarahkan.
Mengarahkan pada pekerjaan mana yang benar dan mana yang salah. Dalam
hal ini mandor harus mempunyai kemampuan teknis. Dalam mengarahkan
sangat perlu dilakukan demonstrasi atau percobaan. Dengan harapan karyawan
lebih mengerti. Contoh dalam pemupukan. Seorang mandor harus memberikan
contoh bagaimana menabur pupuk yang benar. Panen dengan tetap menjaga
songgo dua pada tanaman yang masih menggunakan alat dodos, maka mandor
panen juga memberikan contoh bagaimana panen yang benar.
Seringnya melakukan percobaan, kalibrasi oleh mandor, maka akan
memudahkan tingkat mengertinya karyawan akan tugas yang kita berikan
kepada karyawan
Dalam sebuah perkebunan budaya contoh atau teladan sangat diperlukan.
Seorang mandor akan menjadi panutan bagi karyawan dalam aktivitas sehari

41

hari. Hal ini karena mandor merupakan elemen atau perangkat perusahaan
yang setiap hari bersentuhan dengan karyawan dan bertemu setiap hari.
Keteladanan dapat dilihat dari perilaku, ucapan dan aktifitasnya. Sebagai
contoh ketika mandor lambat saat apel pagi. Artinya seorang mandor sudah
memberikan contoh yang tidak baik.
Manajemen yang baik dalam pelaksanaan panen dapat secara efektif
meminimalkan kehilangan hasil. Pengelolaan panen yang perlu di perhatikan
dalam meminimalkan kehilangan hasil produksi, antara lain penentuan kriteria
panen, rotasi panen, penentuan tenaga kerja panen, sistem dan teknik panen,
serta sistem pengawasan panen. Penyebab kehilangan produksi diantaranya
pemanenan terhadap buah mentah, buah masak tinggal di tanaman, buah
dipanen tidak dibawa ke TPH, brondolan tidak di kutip, buah atau berondolan
dicuri dan memalsukan administrasi.

V. PENUTUP

42

A. Kesimpulan
Panen merupakan pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karena
merupakan sumber pendapatan perusahaan, oleh karena itu perlu adanya
pengelolaan yang baik dalam pelaksanaannya. Pemaksimalan produksi dapat
dicapai

dengan

menekan

kehilangan

produksi

atau

losses

sampai

sekecilkecilnya. Sumber - sumber kehilangan produksi di Kendawangan Estate


antara lain buah mentah, buah masak tinggal di tanaman, brondolan tidak di
kutip, dan administrasi yang tidak akurat. Sumber utama penyebab angka
losses/kehilangan hasil tinggi di Kendawangan Estate adalah adanya pemanen
yang bekerja tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.
Rasio brondolan tinggal tertinggi terdapat pada ketiak pelepah dan
piringan, sedangkan losses terbesar juga disebabkan oleh buah mentah yang di
panen, buah/tandan tinggal, dan buah restan.
Ada tiga komponen utama yang sangat menentukan keberhasilan
pencapaian produksi di perkebunan kelapa sawit, yaitu pihak afdeling atau
divisi/kebun, pihak pengangkutan TBS/transport TBS, dan Pabrik Kelapa
Sawit (PKS)
B. Saran
Perlu disusun strategi untuk meningkatkan kinerja panen di Divisi 3
KNDE yang meliputi normalisasi rotasi panen untuk menjaga mutu dan
kualitas panen, pengawasan terhadap kinerja pemanen dan peraturan denda
perlu ditingkatkan. Pembersihan piringan sebaiknya dilakukan untuk
memudahkan pemanen mengutip brondolan. Disarankan untuk dilakukan
pelatihan untuk melatih keterampilan pemanen dalam memotong gangang
panjang untuk meminimalisasi losses.
Penerapan sistem panen dengan menggunakan sistem BHS by DoL-2
perlu lebih cermat, karena sistem ini sangat baik dan lebih dapat
meminimalkan jumlah brondolan tinggal di lapangan, selain itu pemanen juga
lebih terkonsentrasi dalam menjalankan kegiatan pemanenan dan mempercepat
keluarnya buah.
DAFTAR PUSTAKA

43

BGA Group. 2007. Pedoman Teknis Agronomis Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.). BGA Group Plantations. Jakarta. 154 hal.
Fauzi, Y, E.W. Yustina, S. Iman, dan H. Rudi. 2008. Kelapa Sawit: Budi Daya
Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar
Swadaya. Jakarta. 168 hal.
Hasibuan, Malya Aris Maya. 2009. Manajemen Tenaga Kerja Panen Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq). Di kebun Mentawak, PT Jambi Agro Wijaya,
Bakrie Sumatera Plantation, Sorolangun, Jambi.
Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Edisi 2.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Medan. 362 hal.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal.
Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. PTAgromedia Pustaka. Jakarta.
66 Hal.
Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.

Lampiran 1. Surat permohonan magang

44

Lampiran 2. Jurnal Kegiatan Magang di Divisi 3 KNDE, PT. Gunajaya Karya


Gemilang

45

HARI / TANGGAL

KEGIATAN

Senin / 01-08-2016
Selasa / 02-08-2016
Rabu / 03-08-2016
Kamis / 04-08-2016
Jumat / 05-08-2016
Sabtu / 06-08-2016
Senin / 08-08-2016
Selasa / 09-08-2016
Rabu / 10-08-2016
Kamis / 11-08-2016
Jumat / 12-08-2016
Sabtu / 13-08-2016
Senin / 15-08-2016
Selasa / 16-08-2016
Kamis / 18-08-2016
Jumat / 19-08-2016
Sabtu / 20-08-2016
Senin / 22-08-2016
Selasa / 23-08-2016
Rabu / 24-08-2016
Kamis / 25-08-2016
Jumat / 26-08-2016
Sabtu / 27-08-2016
Senin / 29-08-2016
Selasa / 30-08-2016
Rabu / 31-08-2016
Kamis / 01-09-2016
Jumat / 02-09-2016
Sabtu / 03-09-2016
Senin / 05-09-2016
Selasa / 06-09-2016
Rabu / 07-09-2016
Kamis / 08-09-2016
Jumat / 09-09-2016
Sabtu / 10-09-2016
Rabu / 14-09-2016
Kamis / 15-09-2016
Jumat / 16-09-2016
Sabtu / 17-09-2016
Senin / 19-09-2016
Selasa / 20-09-2016
Rabu / 21-09-2016
Kamis / 22-09-2016
Jumat / 23-09-2016
Sabtu / 24-09-2016
Senin / 26-09-2016

Pengenalan lingkungan kebun


Pengenalan lingkungan kebun
Pengenalan lingkungan kebun
Pengenalan lingkungan kebun
Mengikuti proses pemanenan
Pengujian kadar buah kontaminasi di pks
Perhitungan BJR per blok
Pelaksanaan grading di tph
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan penyemprotan piringan
Perhitungan kalibrasi semprot
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan until pupuk di gudang
Pelaksanaan until pupuk di gudang
Pelaksanaan mutu ancak panen
Pelaksanaan sensus produksi/ black bunch
Pelaksanaan sensus produksi/ black bunch
Pelaksanaan mutu ancak pemupukan
Pelaksanaan mutu ancak pemupukan
Pelaksanaan mutu ancak pemupukan
Pelaksanaan kegiatan ancak safari KNDE
Pelaksanaan Pengeceran pupuk
Pelaksanaan Pengeceran pupuk
Pelaksanaan panen TBS bersama Karyawan
Pelaksanaan mutu hancak semprot di Divisi 2
Pelaksanaan mutu hancak semprot di Divisi 2 KNDE
Pelaksanaan mutu hancak panen
Pelaksanaan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan mutu hancak panen bersama OQC
Pelaksanaan pemungutan berondolan
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan pengamatan mutu hancak dan taksasi panen
Pelaksanaan mutu hancak safari di Divisi 1 KNDE
Pelaksanaan muat TBS ke dump truk
Pelaksanaan muat TBS ke dump truk

46

Selasa / 27-09-2016
Rabu / 28-09-2016
Kamis / 29-09-2016
Jumat / 30-09-2016

Pelaksanaan pemanenan TBS


Pelaksanaan pemanenan TBS
Pelaksanaan presentasi hasil belajar selama PKL
Pelepasan kegiatan PKL di PT. GKG kendawangan
Estate divisi III

Lampiran 3. Peta pusingan Panen Divisi 3 KNDE

47

Lampiaran 4. Daftar Gambar

48

Gambar . 1. Kriteria matang panen : 1. Immature bunch, 2.unripe bunch,


3. Ripe bunch, 4. Empty bunch.

49

Gambar 2. Perhitungan kontaminasi berondolan sawit di PKS

Gambar 3. Kontaminasi berondolan

50

Gambar 4. Hasil panen TBS di TPH Blok H.36

Gambar 5. Proses pemanenan TBS di Blok H.40

51

Gambar 6. TBS masak tidak dipanen

Gambar 7. TBS yang di panen berdekatan

52

Gambar 8. Berondolan yang tidak terkutip

Gambar 9. Proses muat TBS ke dump truk bersama krani mandor panen

53

Gambar 10. Grading TBS bersama Asisten Divisi 3 KNDE di PKS

Gambar 11. Buah abnormal : 1. Buah busuk, 2. buah batu ( Hard Bunch ),
3. Buah landak, 4. Buah banci.

54

Gambar 12. Buah mentah yang dicincang

Gambar 13. Buah Mentah sebelum dicincang

Anda mungkin juga menyukai