Anda di halaman 1dari 7

Pengintegrasian Kartu Tani

SEMARANG, suaramerdeka.com Sistem Informasi Manajemen Pangan Indonesia


(SIMPI) mampu memantau kegiatan pertanian hingga menghasilkan komoditas yang
dipasarkan. Hal ini merupakan harapan Ganjar Pranowo Gubernur Jateng, untuk bisa
mengetahui seluk beluk pertanian di wilayahnya. Terutama dalam hal penggunaan pupuk
yang terkait dengan kartu tani.

Melalui Simpi, jadi tahu petani itu jumlahnya berapa. Kemudian mereka benar-benar petani
pemilik lahan atau buruh tani. Berapa yang menanam padi, penggunaan pupuknya
bagaimana, maka sudah mulai diperhitungkan waktu panennya. Jika sudah diketahui waktu
panen, maka akan diketahui pula stok beras. Jadi jangan sampai kita menjadi bangsa yang
mengimpor beras,ujar Ganjar yang sempat geram mengetahui ada perpres impor beras.
Soal impor beras, presiden dan menteri pertanian, tidak ada impor beras,tegasnya.
(Nugroho Wahyu Utomo/ CN40/ SM Network)

Petani dan Kartu Tani Upaya modernisasi dan digitalisasi dunia pertanian terus
dikembangkan oleh pihak pihak terkait. Hal tersebut bertujuan supaya kualitas petani dan
produk yang dihasilkan terus meningkat. Salah satu upaya tersebut dapat kita lihat dari
realisasi peluncuran Kartu Tani oleh BRI pada bulan Januari 2017 lalu. Kartu Tani
diluncurkan di beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Dengan menyasar para petani lokal di
Jawa Tengah, Kartu Tani ini diharapkan mampu berfungsi sebagai akses untuk mendapatkan
sarana produksi padi (saprodi), sarana produksi pertanian (saproktan) dan sebagai kartu ATM.
Data terakhir mencatat bahwa sampai pada bulan Januari 2017 sudah terdapat 446.934 petani
yang telah mendapatkan Kartu Tani tersebut. Per akhir Januari hingga awal Februari 2017
terdapat 828.831 Kartu Tani yang siap dibagikan. Jumlah tersebut akan terus dikembangkan
oleh BRI, Mandiri dan BNI. Pada dasarnya memang agak sedikit sulit untuk mengkonversi
kebiasaan petani Indonesia yang terbiasa tidak terpapar teknologi dan kini harus menerima
kehadiran teknologi sebagai katalisator usaha mereka. Perlu dilakukan suatu upaya sosialisasi
yang aktif dan berkesinambungan. Upaya edukasi juga harus ditanamkan sejak awal karena
mengingat sebagian besar petani Indonesia didominasi masyarakat desa yang telah lanjut usia
dan berpendidikan rendah. Apabila sistem pendekatan dan sosialisasi tidak berjalan prima
maka output yang diharapkan tidak akan terjadi sesuai keinginan. Melihat kondisi nature
petani Indonesia yang sebagian besar masih mempunyai sifat apatis, justru hal ini menjadi
suatu permasalahan inti dari upaya eskalasi kualitas petani Indonesia. Mengingat Kartu Tani
hanya berupa sebuah kartu yang berfungsi seperti kartu identitas atau ATM, maka hal ini
tidak cukup untuk mengurangi kendala kendala di atas. Akan sulit nantinya jika petani ingin
bertanya. Kehadiran penyuluh pertanian yang tidak 24/7 hadir mendampingi juga semakin
menggerus konsistensi petani dalam memahami Kartu Tani. Dalam hal ini perlu adanya
inovasi lain untuk memastikan para petani yang kebingungan mendapatkan suatu pengertian
dan pemahaman melalui akses yang dapat dipercaya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rizkofatra/mungkinkah-kartu-tani-dan-aplikasi-
petani-jateng-mampu-terintegrasi_58cf36dc35937393059793fe
Kartu Tani Dianggap Bikin Ribet

Kartu tani dinilai justru akan membuat ribet bagi petani. Sebab, mereka akan antre
menggunakan kartu tersebut jika membeli pupuk dan lain sebagainya. Kondisi ini juga
dibayangkan akan menambah rumit pihak pengecer pupuk karena saat melakukan
pembayaran di bank juga akan antre.

Tidak ada kartu tani saja, para nasabah bank sudah antre mengular tiap hari. Kartu tani ini
sedianya terhubung langsung dengan bank, diantaranya Bank BRI. Hal ini mengemuka dalam
sosialisasi kartu tani di ruang Bina Praja, kemarin.

Salah seorang peserta, Al Ghozali dari Karangawen mengungkapkan, kalau mau menabung
saja antreannya lama. Bahkan, kerap pula ngadat. Jadi, kita berpikir antreannya lama. Kalau
pas ngadat harus kembali lagi pada hari berikutnya, ujar dia.

Antrean panjang saat di bank juga disampaikan Masrohan, pengecer pupuk subsidi dari
Kebonagung. Menurutnya, suka atau tidak suka penggunaan kartu tani tersebut seperti
memperkosa petani termasuk pengecer. Sebab, petani dan pengecer dipaksa pakai kartu tani,
saat membeli dan pembayaran pupuk. Petani itu sebetulnya kepengen mudah. Dengan kartu
tani ini, warga desa kalau mau nabung di BRI kecamatam saja antrenya panjang dan padat.
Padahal, kartu tani hanya untuk 1 pengecer.Kalau di BRI pas ada gangguan (ngadat) kan
repot juga, katanya.

Selain itu, pengecer pupuk juga kebingungan karena biasanya ada juga petani yang membeli
pupuk dengan sistem bayar saat panen raya. Lha ini bagaimana, tanya dia.

Para peserta dari kalangan pengecer pupuk ini juga khawatir jika kartunya offline. Artinya,
kartu itu tidak dapat dihidupkan karena gangguan sehingga akan mempersulit transaksi
pembelian pupuk. Lantas nasib petani yang menggarap sewa lahan di tepi rel kereta api
(KA) dan tepi sungai itu bagaimana. Sebab, dengan adanya kartu tani itu, tentu mereka akan
terhapus dengan sendirinya. Apalagi, kartu tani sebagai alat pembayaran pupuk bersubsidi,
kata para pengecer tersebut.

Asisten II Setda Pemnkab Demak, Windu Sunardi mengungkapkan, adanya kartu tani
sebetulnya diharapkan dapat tepat sasaran utamanya dalam menyalurkan pupuk subsidi baik
oleh pengecer maupun distributor. Karena itu, kartu tani dinilai bisa menjadi solusi dan
mencegah kelangkaan pupuk. Biasanya pupuk ada tapi mahal. Kalau tidak, pupuk langka.
Ini dicari solusinya, katanya. Kepala Biro Bina Produksi Provinsi Jateng, Peni Rahayu
mengatakan, kartu tani disosialisasikan ke pengecer pupuk agar mereka memahami fungsi
kartu tersebut. Sebab, kartu tani menjadi alat membayar pupuk bersubsidi. (hib/zal)
MAGELANG Hingga Januari 2017, Bank BRI mendistribusikan Kartu Tani kepada
446.934 petani di wilayah Jateng dan akan menyusul yang lain. Menteri BUMN meminta
bank-bank negara untuk bisa memberi kredit kepada para pemegang Kartu Tani, guna
membeli pupuk bersubsidi, bibit, obat-obatan, hingga keperluan pangan dan bayaran sekolah
anak sampai waktu panen.

"Setiap petani yang masuk kelompok tani yang terdaftar dan memiliki Kartu Tani dipastikan
mendapatkan pupuk bersubsidi tepat waktu dan bantuan lain dari pemerintah, langsung ke
nama penerima. Dengan ada pendataan lewat Kartu Tani, petani juga mudah mendapatkan
bibit dan obat-obatan atau pestisida," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini
M Soemarno saat launching dan distribusi Kartu Tani di 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah
dan disusul 14 kabupaten/kota lain dalam waktu dekat, Magelang, Kamis (12/1).

Turut hadir dalam acara tersebut di antaranya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati
Magelang Zaenal Arifin, dan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Asmawi Syam. Bank BRI berkomitmen ikut menyukseskan program Kartu Tani, yang
dimaksudkan untuk mendukung diwujudkannya program pemerintah Nawacita dalam bidang
ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan di Indonesia.

Asmawi Syam menjelaskan lebih lanjut, para petani yang memiliki Kartu Tani juga
mendapatkan keuntungan lain seperti memperoleh Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR ini
merupakan program pemerintah yang memberi kredit dengan bunga rendah karena disubsidi.
Petani hanya membayar bunga 9% per tahun.

Data Petani

Kartu Tani tersebut merupakan kartu identitas bagi petani yang semula dikembangkan untuk
menyalurkan jatah pupuk bersubsidi langsung kepada petani yang bergabung dalam
kelompok tani, sesuai waktu. Ganjar menjelaskan, sistem tersebut merupakan solusi untuk
membuat distribusi pupuk bersubsidi menjadi tertutup dan petani bisa memperoleh hak
kuotanya, yang sebelumnya banyak diselewengkan ke perkebunan besar, pertambakan, dan
industri tekstil.

Kartu Tani kini dikembangkan lebih luas, sehingga bisa sekaligus berfungsi sebagai kartu
debit (ATM) yang diterbitkan oleh bank-bank Himbara (BRI, Mandiri, dan BNI). Sistem
Kartu Tani ini juga menghimpun data semua petani di Indonesia, untuk membentuk database
petani.

"Data tersebut bersumber dari pemerintah daerah setempat yang terdiri atas data petani
dengan system by name by address, data lahan, dan data komoditas. Dengan Kartu Tani,
petani akan mudah untuk mengakses jasa layanan perbankan baik simpanan maupun
pinjaman, terutama KUR. Petani juga dapat melakukan transaksi pembelian sarana produksi
pertanian serta penjualan hasil panen yang cashless dan terintegrasi, dalam satu sistem," ujar
Corporate Secretary Bank BRI Hari Siaga Amijarso.

Ganjar menjelaskan lebih lanjut, dengan adanya data tanaman apa saja yang ditanam petani,
maka akan dapat diketahui panennya dan Perum Bulog siap membelinya dengan harga yang
baik. Dengan cara ini bisa diciptakan kestabilan harga pangan dan pasokan dapat dijaga
cukup.

Kartu Tani yang bisa menjadi solusi dalam pendistribusian pupuk bersubsidi ini, lanjut Hari,
akan terus dikembangkan oleh Bank BRI. BRI berkomitmen untuk mengembangkan sistem
itu bagi para petani tidak hanya di Jawa Tengah, tapi juga di seluruh Indonesia.

Penyerahan Kartu Tani di Jawa Tengah, lanjut dia, ditargetkan akan selesai pada Februari
2017. Kartu Tani ini akan mendukung bisnis Bank BRI yang memiliki fokus pada sektor
UMKM.

Berdasarkan data Bank BRI, sampai dengan akhir Desember 2016, BRI telah menyalurkan
KUR sebesar Rp 69,5 triliun kepada sekitar 4 juta debitur dengan NPL sekitar 0,32%. Dari
jumlah tersebut, sebesar Rp 15,1 triliun atau sekitar 22% disalurkan ke sektor pertanian.
"Data ini menunjukkan bahwa porsi kredit sektor pertanian relatif besar terhadap penyaluran
kredit di BRI," imbuhnya
Guna mencegah praktik nakal dalam penyaluran pupuk subsidi pemerintah tengah melakukan
uji coba yaitu dengan menggunakan kartu tani.

Direktur Pupuk dan Pestisida Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhrizal
Sarwani, menjelaskan skema dengan kartu tani merupakan salah satu upaya dalam
mereformasi program subsidi pupuk dan juga penyempurnaan data petani.

Berdasarkan data Kementan pada tahun 2015 telah ada 25 kasus penyelewengan pupuk
subsidi dengan volume 112 ton.

Hal itu disebabkan masih terdapat celah yang dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab
dalam menyelewengkan pupuk bersubsidi.

"Kartu tani tengah di ujicoba di Kabupaten Batang Jawa Tengah, dan sudah terbagi 1.200.000
kartu tani oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Jawa Tengah, dan Bank Negara Indonesia
(BNI) ada 10.000 di Jawa Timur dan akan dikembangkan hingga satu juta kartu sampai Juni
2017," jelasnya di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Muhrizal menjelaskan, selain sebagai sarana penyaluran pupuk bersubsidi, kartu tani juga
menjadi upaya dalam pendataan petani, sebagai kartu penebusan sarana produksi pertanian,
kartu penerima pinjaman, bantuan dan tabungan.

Selain itu, kartu tersebut bisa berfungsi sebagai kartu penjualan hasil panen.

Saat ini telah disusun peta jalan pengembangan dan penerapan subsidi langsung dengan kartu
tani.

Ditargetkan pada 2019 implementasi kartu tani bisa digunakan secara nasional.

Sebagai informasi, kartu tani merupakan alat transaksi berupa kartu debit yang dapat
digunakan untuk membeli pupuk bersubsidi oleh petani yang telah terdaftar di kelompok tani
dan termasuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Kartu tani dapat digunakan untuk memonitor penyaluran pupuk bersubsidi yang anggarannya
menggunakan APBN.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga melakukan pertemuan dengan
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi guna membahas skema penyaluran pupuk, benih
dan alat mesin pertanian agar terhindar dari praktik korupsi. (Kompas.com/Pramdia
Arhando Julianto)
Pengintegrasian Kartu Tani
Published Agustus 10, 2015 Artikel Pengamat Ditutup
Tag:Didiek Hardiana, Pengintegrasian Kartu Tani

Oleh : Didiek Hardiana

Salah satu program unggulan Gubernur Ganjar Pranowo berkait perlindungan terhadap petani
adalah pemberian kartu tani. Program ini untuk menjamin kepentingan petani semisal
ketersediaan pupuk bersubsidi yang jadi kebutuhan pokok. Dengan kartu itu distribusi pupuk
diharapkan sesuai asas 6 tepat, yakni tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu, dan harga,
ditambah layanan perbankan.

Harapannya bisa terwujud sistem distribusi, pengendalian, dan pengawasan pupuk bersubsidi
yang baik, dan masyarakat petani yang berhak bisa menerima sesuai dengan yang
dibutuhkan. Dengan menggunakan kartu tani, mereka mudah menebus harga pembelian
pupuk bersubsidi. Di dalamnya tercantum alokasi masingmasing jenis, semisal urea, ZA,
SP36, NPK atau organik. Masing-masing petani hanya menerima pupuk sesuai jatah alokasi
yang tercantum di kartu itu.

Cara tersebut bisa menghindari, atau sekurang-kurangnya meminimalisasi penyimpangan


pupuk bersubsidi sebagaimana sering terjadi. Konsep program kartu tani sangat baik karena
dapat menjamin produktivitas petani dalam menanam komoditas pertanian sehingga produksi
pun bisa sesuai dengan target pemerintah. Untuk mencapai optimalisasi program kartu tani,
keterlibatan pemkab/pemkot sangat dibutuhkan. Terutama penyusunan basis data petani
sebagai acuan membuat rencana definitif kebutuhan k e l o m p o k (RDKK). Program kartu
tani tidak akan berhasil tanpa dukungan database akurat. Bagaimana pelaksanaan program
kartu tani yang sangat ditunggu petani?

Perkembangan program itu sangat lambat, pasalnya saat ini masih diujicobakan di Kecamatan
Gringsing Batang sebagai pilot project. Di daerah ini sudah diedarkan 240 kartu, yang
dikerjasamakan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tidakkah lebih baik dengan Bank
Jateng yang notabene banknya pemprov?

Regulasi Penggunaan aplikasi kartu itu juga memberatkan petani. Pasalnya mereka harus
mengikuti regulasi yang dirasa memberatkan. Misal pemilik kartu tani diharuskan membayar
biaya administrasi dan memiliki tabungan. Padahal dalam kampanyenya Gubernur
menjanjikan kepemilikan kartu itu gratis. Petugas penyuluh lapangan (PPL) pertanian di
Gringsing mengatakan sudah mendata petani dengan luasan lahan yang dimiliki/ digarap.
Selama dua bulan ia sudah memasukkan 4.600 data petani. Namun pendataan itu belum bisa
ditindaklanjuti karena belum ada arahan lagi dari pemprov. Rapat dengar pendapat Komisi B
dengan Dinas Pertanian baru-baru ini mengungkapkan dinas yang membidangi pertanian
tersebut saat ini belum memiliki data pasti jumlah petani di Jawa Tengah. Dinas itu baru
memiliki data 43 ribu kelompok tani. Tentu mustahil menerapkan program itu bila tidak tahu
jumlah pasti petani. Idealnya data kelompok tani yang dimiliki Dinas Pertanian dan
Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan (Setbakorluh) juga memuat data nama kelompok
tani, pengurus dan anggotanya, serta alamat. Informasi itu merupakan data dasar dan harus
ada. Biro Bina Produksi Setda pun mengaku kesulitan akibat tidak lengkapnya data kelompok
tani itu.

Bergesernya program kartu tani jadi sekadar alat kontrol ketersediaan pupuk bersubsidi dan
dilaksanakan oleh BRI menjadi titik persoalan tersendiri. Padahal konsep awalnya berisikan
segala data tentang petani dengan segala potensinya, yang terintegrasi dengan Sistem
Informasi Manajemen Pangan Indonesia (SIMPI). Konsep kartu tani yang terintegrasi dengan
SIMPI jauh lebih baik dari aspek kemanfaatannya dibanding sekadar sarana mendapatkan
pupuk bersubsidi. Ke depan perlu segera mengevaluasi proyek percontohan penerapan kartu
tani, termasuk berkait operasional kartu tersebut. Lewat evaluasi, capaian program dapat
diukur, untuk kemudian secara bersama mencari solusinya bila ada kekurangan. Dinas
Pertanian dan Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan (Setbakorluh) perlu segera
mengambil langkah demi terwujudnya efektivitas program itu mengingat petani pemilik kartu
menaruh harapan besar. (Sumber : Suara Merdeka, Kamis 6 Agustus 2015)

Tentang penulis :
Didiek Hardiana, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah

Anda mungkin juga menyukai