PARAMEDIK VETERINER
OLEH :
GUNCORO
NIS : 16.1.002.5.15.043
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis saya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Praktik Kerja Keterampilan (PKK). Kegiatan PKK ini merupakan salah satu
kegiatan yang wajip diikuti oleh siswa pada semester 4 (empat) dan harus
menyelesaikan laporan sebagai pertanggung jawapan setelah melaksanakan
kegiatan PKK dan sarat untuk mengikuti ujian semester.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
PRAKTEK KERJA KETERAMPILAN PARAMEDIK VETERINER
DI KOP SAE PUJON KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR
Oleh :
Guncoro
NIS : 16.1.002.5.15.043
Pembimbing Intern
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
Kepala Sekolah
SMK-SPP Negeri Pelaihari
Gamabar Halaman
1 Kanntor Unit Peternakan KOP “SAE” Pujon........................ 4
2 Sapi Yang Terserang Penyakit Tympai................................. 6
3 Kaki Ternak Yang Terserang Foot Root............................... 7
4 Bagian Ternak Yang Terserang Penyakit Abses................... 8
5 Ambing Yang Terserang Mastitis......................................... 9
6 Fetus Dari Ternak Yang Terkena Abortus............................ 10
7 Ternak Yang Terserang Milk Fever...................................... 11
8 Bagian Tubuh Ternak Yang Terserang Penyakit Myasis...... 12
9 Retensio Secundinae............................................................. 14
10 Prolapsus Uteri...................................................................... 15
11 Penanganan Distokia............................................................. 17
12 Uji CMT................................................................................ 19
13 Gotong Royong Membersihkan Jalan Dari Tanah Longsor.. 19
14 Tahlilan Rutin Bersama Warga Desa Dadapan Kulon.......... 20
BAB I
PENDAHULUAN
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Kegiatan kelinik
No Kasus Jumlah
1 Abses 2
2 Abortus 2
3 Foot root 4
4 Tympani 15
5 Mastitis 18
6 Milk fever 4
7 Penumonia 3
8 Myasis 6
9 Cacingan 11
1. Kembung (Tympani)
Penyebab penyakit kembung bisa terjadi karena pemberian pakan
yang kurang tepat seperti pemberian pakan yang masih muda, pemberian
pakan yang mengandung banyak air, dan pemberian pakan yang tidak
seimbang sehingga terjadi penumpukan gas didalam rumen. Menurut Fikar
dan Ruhyadi (2012), penyakit kembung atau tympani merupakan bentuk
gangguan pada rumen akibat penimbunan gas di dalam rumen.
Gejala klinis yang terlihat pada penyakit kembung pada saat di
lapangan diantaranya terlalu cepat bernafas, gigitannya mengerit, ternak
terlihat tidak tenang atau gelisah, perut sebelah kiri terlihat lebih besar, ternak
bernafas dengan mulut, gerakan kurang lincah dan sering terjatuh, jika sudah
parah sulit untuk berdiri.
Penanganan yang diberikan oleh petugas saat dilapangan pada
penyakit kembung yang diberikan pada saat dilapangan berupa obat Free
bloat (Antibloat) diberikan secara oral, B-1 20 ml, (Vitamin), B-12 (Vitamin)
20 ml, Dimetryl 20 ml (Antihistamin) diberikan secara intamuscular.
Pencegahan penyakit ini dapat di lakukan dengan tidak
memberikan pakan hijauan yang terlalu muda yang banyak mengandung air,
tidak mengembalakan ternak terlalu pagi usahakan embun pada rumput sudah
tidak ada, dan hindari pemberian pakan yang tidak seimbang.
2. Foot Root
Penyakit foot root terjadi karena luka pada teracak kaki maupun
bagian sekitarnya yang terinfeksi oleh kuman. Menurut Yulianto dan
Saprinto (2011), penyakit ini di sebabkan oleh adanya kuman fusiformis
necrophorus. Pada umumnya penyakit yang di temukan di lapangaan terjadi
karena luka pada teracak kaki maupun sekitarnya dan terjadi infeksi. Luka
tersebut terbentuk karena kondisi lantai yang kurang baik karena masih
banyak peternak yang menggunakan bambu, kayu, dan semen sebagai bahan
bakunya.
Gejala klinis yang terlihat pada penyakit foot root pada saat
dilapangan umunya ternak pincang, sering menekuk bagian kaki yang
terserang foot root, kuku berlubang bahkan pecah, bagian kaki sekitar kuku
terlihat bengkak, bagian kuku tersebut berbau busuk bahkan bernanah.
Penanganan yang di berikan oleh petugas pada saat dilapangan pada penyakit
foot root dapat di lakukan dengan membersihkan luka tersebut setelah itu di
berikan bubuk kalium pemangat (PK), dan Penstrep 20 ml (Antibiotik),
Rhaindexa 15 ml (Anti inflamasi) dengan cara intramuscular, Clowpasta di
taburkan pada luka kemudian dibalut dengan perban.
Pencegahan penyakit foot root dapat di lakukan dengan cara
melakukan pemotongan kuku secara teratur, tidak membiarkan lantai kandang
terlalu basah, pada kandang sebaiknya memiliki saluran pembuangan kotoran
yang baik.
4. Abses
Abses merupakan benjolan yang berisi nanah yang terjadi karena luka
yang terinfeksi oleh bakteri. Menurut Fikar dan Ruhyadi (2013), Penyakit ini
di sebabkan bakteri jenis gram positif. Luka tersebut terbentuk dapat terjadi
karena kondisi kandang yang tidak baik seperti kandang yang licin yang dapat
membuat ternak terjatuh atau dari ternak itu sendiri.
Gejala klinis yang terlihat pada ternak yang terserang penyakit abses di
lapangan umumnya seperti nyeri bila di tekan, suhu badan naik, nafsu makan
menurun, bengkak pada bagian tertentu, terdapat luka, kemerahan, dan ketika
di tekakan keluar nanah. Penanganan yang di berikan oleh petugas ketika di
lapangan ternak yang terserang penyakit abses di berikan Penstreep 20 ml
(Antibiotik), Rhendexa 15 ml (Antinflamasi) diberikan secara intramuscular,
dan Clawpasta pada bagian luka yang sudah terbuka.
5. Mastitis
Penyakit mastitis merupakan penyakit yang terjadi karena serangan
dari bakteri. Menurut Herlambang (2014), penyebab utama mastitis adalah
bakteri streptococcus agalactiae, streptococcus dysagalactae, streptococcus
uberis, stafilokokus aureus, dan kaliform. Pada umumnya pada saat di
lapangan penyakit mastitis yang di temukan penyebabnya karena pemerahan
yang tidak tuntas atau kurang bersih, lingkungan yang kurang baik dan kotor,
dan pemeliharaan yang kurang tepat yang mengakibatkan masuknya kuman
kedalam lubang puting.
Gejala klinis yang terlihat pada saat dilapangan biasanya ambing
membengkak, ambing kemerahan, pengentalan air susu, bila disentuh sakit,
suhu tubtuh meningkat, produksi susu menurun, dan bila diuji dengan uji
CMT maka susu akan mengental dan berwarna pekat. Penanganan yang
dilakukan oleh petugas ketika dilapangan pada penyakit mastitis ternak diberi
obat B-120 ml (Vitamin), Rheindexa (antiinflamasih) diberikan secara
intramuscular, Tereexine diberikan secara intramamae (antibiotik).
Pencegahan penyakit mastitis dengan cara Meminimalisir sumber
pencemaran dengan memperhatikan sanitasi kandang dan peralatan,
kebersihan sapi dan pemerah, serta tata laksana pemerahan, memisahkan
ternak yang sudah terkena mastitis kekandang yang lain, dan dengan
melakukan celup puting (antibiotik) setelah melakukan pemerahan.
8. Myasis
Adapun definisi myiasis adalah infestasi larva lalat (Diptera) ke dalam
jaringan hidup manusia atau hewan vertebrata lainnya dalam periode tertentu
dengan memakan jaringan inangnya termasuk cairan substansi tubuh
(Kementan,2014). Penyakit myasis yang ditangani kebanyakan terjadi akibat
luka karena benturan atau sayatan setelah berkelahi atau karna benturan dari
suatu benda yang menimbukan luka, dari luka tersebut dapat mengundang
lalat untuk menepatkan telurnya disekitar luka dan setelah menetas larva
tersebut akan menepati luka tersebut.
Gejala klinis yang umum terlihat pada saat dilapangan pada kasus
myasis ternak mengalami kenaikan suhu tubuh, menurunya berat badan,
kehilangan nafsu makan, gelisah, ketika sudah parah maka akan
memepengaruhi produksi dari ternak tersebut.
Penanganan yang dilakukan oleh petugas pada saat dilapangan dengan
membersihkan luka dan membuang semua larva yang terdapat pada luka dan
memberikan Penstrep (Antibiotik) pada luka dan Kalsium Permangat setelah
itu luka di perban dan untuk menghindari gangguan dari parasit lain dan
ternak di beri intermectin.
Pencegahan penyakit myasis dapat dilakuakan dengan mengendalikan
populasi lalat, pengendalian ini dapat dilakukan dengan memasang perangkat
atau membasminya, dan menjaga kebersihan kandang agar tidak terlalu
lembab, dan tidak membiarkan kotoran ternak menumpuk dilantai kandang
.
9. Cacingan (helminthiasis)
Menurut Rahmat (2012), cacingan merupakan salah satu penyakit yang
terbilang sering menyerang sapi. Jensi cacing yang paling sering menyerang
sapi adalah cacing hati. Untuk bertahan hidup, cacing memerlukan kondisi
lingkungan yang basah dan lembab. Perkandangan sapi yang umumnya
lembab membuat cacing betah berada ditempat tersebuat. Penyakit yang
cukup sering menyerang sapi muda (pedet) ini biasanya terjadi pada musim
hujan. Cacing bisa masuk kedalam tubuh sapi melalui rumput atau pakan yang
terkontaminasi larva cacing. Sapi yang terkena cacingan biasanya mengalami
diare secara terus-menerus, kotoran yang dikeluarkaan juga lembek, bahkan
encer. Kadang-kadang keluarnya kotoran juga disertai dengan cacing. Nafsu
makan berkurang, sehingga bobot badan menjadi turun. Bulunya terlihat
kasar, kusam, kaku, dan berdiri.
Gejala klinis yang terlihat pada saat dilapangan pada ternak yang
terkena cacingan ternak kehilangan nafsu makan, berat badan menurun,
bahkan bila sudah parah ternak mengalami diare. Penanganan yang diberikan
pada ternak yang terkena cacingan oleh petugas diberi Fluconix 20 ml
(Antiparasit)
Pencegahan pada penyakit cacingan yaitu dengan cara menjaga
kebersihan kandang, jangan sampai kandang terlalu lembab, tidak
mengembalakan ternak terlalu sering, dan memberikan obat cacaing secara
rutin.
B. Kegiatan Reproduki
1. Distokia 19
2. Prolapsus Uteri 2
3. Torsio Uteri 1
4. Retensio Skundinarium 20
1. Retensio secundinarum
Retensio secundinarium merupakan keadaan dimana plasenta tidak
keluar atau tertahan didalam tubuh selama lebih dari 12 jam. Menururt
Waluyo (2014), Apabila plasenta tersebut menetap lebih dari 6 jam sampai 12
jam, kondisi ini diaggap patologis dan terjadilah retensio secundinarum.
Penyebab dari retensio secundinarium adalah tidak telepasnya plasenta dengan
kotiledon.Gejala klinis pada retensio secundinarum yang umum terlihat pada
saat dilapangan adalah plasenta mengantung diluar.
Penanganan pada saat dilapangan pada kejadian rentensio
scundinarium oleh petugas dengan melepasakan plasenta secara manual, untuk
melepaskan plasenta petugas harus mengelupas kotiledon satu persatu dalam
proses penanganan ini harus dilakukan secara hati-hati karna bisa
menimbulkan pendarahan setelah mengeluarkan plasenta yang tertahan,
setelah itu ternak diberi obat Gantatrim 7-15 (Antibiotik) di berikan secara
oral, Heksaplex 20 ml (Vitamin), Novaldon 20 ml (Analgesik dan
Antiperetik).
Pencegahan rentensio scundinarium dapat dilakukan dengan
memberikan Vitamin A, pemberian hormon Oxytosin sebelum partus, dan
menjaga pemberian pola pakan ternak agar seimbang.
Gambar 1.Retensio secundinae (dokumen pribadi, 2017)
2. Prolapsus Uteri
Gejala klinis yang terlihat pada saat dilapangan pada kasus ini
keluarnya uterus dari badan, ternak gelisah, dan tidak tenang. Penangan yang
dilakukan oleh petugas pada saat dilapangan dengan mengembalikan uterus
kedalam badan dan dalam posisi semula, dalam penanganan ini uterus harus
seteril dalam proses pengembalian uterus terus di siram dengan air yang sudah
yang sudah dicampur antibiotik, setelah pengembalian uterus kedalam tubuh
keposisi normal untuk menghindari uterus keluar kembali maka vulva dijahit
selama seminggu, dalam penanganan kasusu ini ternak diberikan obat
Lidocain 20 ml (Anastesi), Penstrep 20 ml (Antibiotik), Modivitason 20 ml
(Vitamin).
3. Distokia
Menururt Waluyo (2014), distokia merupakan keadaan dimana ternak
mengalami kesulitan dalam proses melahirkan dan harus mendapat bantuan
dari manusia. Kejadian distokia pada sapi diperkirakan 3.3%. kejadian
tersebut lebih banyak pada sapi perah dari pada sapi potong, dan lebih sering
bangsa FH dan hereford. Kejadia distokia ini sering terjadi pada ternak yang
terlalu sering dikandangkan dan jarang digembalakan.
Distokia yang ditemukan pada saat dilapangan pada umumnya terjadi
karena ukuran fetus yang terlalu besar, dan posisi ternak yang abnormal,
kebanyakan pada kasus ini ditemukan pada ternak dara atau pertama kali
bunting, dan faktor keturunan karena penyilangan dua jenis sapi.
Penaganan yang dilakukan pada distokia ketika dilapnagan oleh
petugas adalah dengan cara membantu pengeluaran fetus dengan
membenarkan posisi fetus ketiaka posisi abnormal, kemudian mengikat kedua
kaki dan menariknya, setelah proses penaganan kasus distokia selesai ternak
diberi obat Penstrep 20 ml (Antibiotik), B-1 20 ml (Vitamin), B-12 20 ml
(Vitamin), Rhendexsa 15 ml (antiinflamasi).
Gejala klinis yang terlihat pada saat dilapangan ternak merejan
beberapa saat tapi tidak ada kemunculan fetus, ketuban tidak kunjung keluar,
ternak tidak tenang, kebanyakan pada saat dilapangan kaki fetus sudah keluar
namun terhenti sampai disitu.
Pencegahan distokia dapat dilakukan dengan tidak mengawinkan
ternak dengan jenis yang berbeda, menjaga pemberian pakan agar ternak tidak
terlalu gemuk, menghindari tata letak dan pembuatan kandang yang terhindar
dari cahaya matahari.
4. Tersio uteri
Tersio uteri merupakan keadaan yang dialami oleh ternak yang sedang
bunting yaitu melitirnya uterus kejadian ini bisa terjadi karena lemahnya
pengantung ligment. Menurut Kementan (2014), merupakan perputaran pada
porosnya, biasanya disebabkan oleh gerakan sapi yang mendadak saat
berbaring atau berdiri, kekurangan cairan fetus, terjatuh dan selalu
dikandangkan, tonus (kekuatan rahim) menurun, gerakan fetus yang
berlebihan dan karena struktur anatomi (sebagai faktor pendukung).
5. IB (Inseminasi buatan)
Inseminasi buatan adalah proses pemasukan seperma pejantan kedalam
saluran reproduksi betina yang dilakukan oleh manusia menggunakan alat
yang disebut IB gun. Dalam istilah ilmiah Inseminasi Buatan disebut Artificial
Insemination (AI) Semen adalah mani yang berasal dari ternak pejantan
unggul yang dipergunakan untuk kawin suntik atau inseminasi buatan (Ilmu
ternak,2017). Seperma yang digunakan adalah seperma dari ternak jantan yang
sudah atau penjantan unggul.
C. Kegiatan Kesmavet
3.1 Input
Tabel 1.Investasi
No Uraian NB UE NS
Penyusutan :
. . ,
1. Sepeda Motor : = Rp 1.100.000,00
. ,
2. Helm ∶ = Rp 25.000,00
. ,
3. Sepatu Boot ∶ = Rp 18.000,00
. ,
4. Werpack ∶ = Rp 110.000,00
. ,
5. Tas Obat : = Rp 30.000,00
. ,
6. Stetoskop : =Rp 75.000,00
. ,
7. Thermometer ∶ = Rp 30.000,00
. ,
8. Pita Ukur ∶ = Rp 10.000,00
. ,
9. Pinset ∶ = Rp 10.000,00
. ,
10. Gunting ∶ = Rp 20.000,00
= Rp. 13.671.000,00
3.2 Output
= Rp. 35.000.000,00
b. B/C =
. .
=
. .
= 2,5
BEP / Rp =
( ∶ )
1.428.000,00
=
(12.243.000,00 ∶ 13.671.000,00)
. . ,
=
,
. . ,
=
,
= Rp. 7.140.000,00
( )
BEP / kasus =
/
. . . ,
= . . ,
= 102 kasus/tahun
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melaksanakan kegiatan PKK (Praktik Kerja Keterampilan) penulis
mendapatkan banyak pengalaman dalam pelayanan kesehatan hewan, kegiatan
reproduksi, kegiatan kesmavet, dan lebih dapat bersosialisasi dengan lingkungan
yang baru. Setelah melaksanakan kegiatan PKK yang ingin penulis bahas seperti
beberapa hal berikut.
Selama kegiatan banyak yang dapat diambil dari bagai mana petugas
dalam menangani permasalahan kesehatan pada ternak , penyulahan kepada
masyarakat tentang penyakit dan cara pencegahanya bahkan sistem pengelolahan
kandang yang dapat kita ambil untuk kedepanya
5.2 Saran
Fikar, S. dan D. Ali. 2012. Petunjuk Praktis Penggemukan Sapi. Jakarta: PT Agro
Media Pustaka
Susiloriani, T.K., M.E. Sawitri dan Muharlien. 2011. Budi Daya 22 Ternak
Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya
Herlambang, B. 2014. Jadi Jutawan dari Beternak Sapi Potong dan Sapi Perah.
Jakarta Selatan: FlashBooks
Ilmu Ternak. 2017. Tujuan dan Keuntungan InseminasI Buatan Pada Ternak.
http://www.ilmuternak.com. (6 april 2017).