Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN PENGECILAN UKURAN DAN PERLAKUAN PENYULINGAN PADA

PEMBUATAN MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber Officinale)


Faiqotul Aulia1, Meitha Rizky Damayanti1, Riska Ari santi1, Qori Bahtiar1
1

Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Jember
Abstrak

Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman obat-obatan yang menjadi komoditas


ekspor dan diperdagangkan dalam bentuk jahe segar, jahe kering, minyak atsiri atau
oleoresin. Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen hidrokarbon, yang paling
dominan yaitu zingiberen, kurkumen, fernesen, dan sejumlah kecil bisabolen dan seskuifellandren. Ekstraksi minyak atsiri jahe dilakukan dengan preparasi bahan dan metode
destilasi yang berbeda. Preparasi bahan yaitu dengan pengirisan dan penggeprekan,
sedangkan metode destilasi menggunakan kukus (steam) dan rebus (boil). Praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pengecilan ukuran dan perlakuan
penyulingan terhadap mutu minyak atsiri yang dihasilkan. Hasil praktikum menunjukkan
bahwa berat jenis minyak atsiri jahe dengan perlakuan rebus geprek, rebus iris dan kukus
iris berturut-turut 0,8632; 0,9043; 0,8625, rendemen 9,11%; 11,55%; 10,35 %. Minyak atsiri
dengan perlakuan rebus geprek memiliki warna sangat keruh serta aroma tidak fresh, pada
perlakuan rebus iris memiliki warna keruh dan aroma fresh, sedangkan pada perlakuan
kukus iris memiliki warna kuning jernih serta aroma sangat fresh. Preparasi bahan dan
metode destilasi yang berbeda dapat mempengaruhi mutu minyak atsiri jahe yang
dihasilkan. Perlakuan steam iris menghasilkan minyak atsiri dengan mutu paling baik.
Kata kunci : Zingiber officinale, minyak atsiri, destilasi, pengirisan, penggeprekan, kukus,
rebus
PENDAHULUAN
Di Indonesia jahe merupakan salah satu komoditi rimpang yang populer dan terbesar.
Varietas jahe ada 3 yaitu jahe gajah, jahe merah, dan jahe emprit. Jahe gajah (Zingiber
Officinale) merupakan jahe yang memiliki ukuran yang besar, dengan rimpang berwarna

cokelat muda. Manfaat jahe yang umum digunakan sebagai penyedap masakan. Jahe sangat
banyak manfaatnya terutama di industri pangan dan farmasi karena mengandung oleoresin.
Dalam industri pangan, jahe dapat diolah menjadi manisan jahe, asinan jahe, sirup jahe,
camilan jahe, permen jahe dan roti jahe. Selain memiliki kandungan oleoresin jahe juga
memiliki kandungan minyak atisiri.
Minyak atisiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut didalam air yang
berasal dari tanaman. Minyak atsiri jahe dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui
proses destilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air. Minyak
atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau bersama uap air yang
dilewatkan pada bahan. Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu
saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri
yang sangat mudah dipisahkan kerena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan.
Kualitas minyak atsiri tergantung pada perlakuan pengecilan ukuran dan metode
penyulingan yang digunakan. Selain itu, kualitas jahe juga bergantung pada jenis jahe. Oleh
karena itu, praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pengecilan
ukuran dan metode penyulingan pada jahe terhadap mutu minyak atsiri jahe yang dihasilkan.
METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2014. Bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan dan Hasil Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jahe gajah (Zingiber officinale)
dan air. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom, neraca analitik, alat
penyulingan (destilator), alat steam, botol vital, alu dan pisau. Pengaturan suhu pada alat
destilasi yaitu sebesar 100C.
Prosedur Praktikum
Praktikum ini dilakukan dengan 3 perlakuan berbeda. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan pengecilan ukuran dan metode penyulingan terhadap mutu
minyak atsiri.

Preparasi Sampel
Langkah pertama yaitu menyiapkan jahe gajah, kemudian jahe dicuci dengan
menggunakan air yang mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
tidak dikehendaki yang masih melekat pada rimpang jahe. Jahe kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik sesuai ketentuan dan dilakukan pengecilan

ukuran untuk

meningkatkan luas permukaan sehingga hasil ekstraksi komponen terlarut semakin banyak.
Terdapat 3 perlakuan pengecilan ukuran dan metode penyulingan.
Perlakuan A
Sebanyak 1,8 kg jahe gajah segar digeprek dan kemudian didestilasi selama 4 jam
dengan menggunakan metode perebusan. Setelah itu, minyak atsiri hasil destilasi diambil
menggunakan pipet dan ditampung dalam botol vial.
Perlakuan B
Sebanyak 1,8 kg jahe gajah segar diiris dengan ketebalan 2 mm dan kemudian
didestilasi selama 4 jam dengan menggunakan metode perebusan. Setelah itu, minyak atsiri
hasil destilasi diambil menggunakan pipet dan ditampung dalam botol vial.
Perlakuan C
Sebanyak 2,0 kg jahe gajah segar diiris dengan ketebalan 2 mm dan kemudian
didestilasi selama 4 jam menggunakan metode kukus. Setelah itu, minyak atsiri hasil
destilasi diambil menggunakan pipet dan ditampung dalam botol vial.

SKEMA KERJA

Jahe Gajah
Pencucian Hingga Bersih
Penimbangan
A 1,8 kg

B 1,8 kg

C 2,0 kg

Pengecilan Ukuran
B, C Iris

A Geprek
Destilasi

A, B Perebusan

C Steam
Penimbangan botol vial
Masukkan minyak atsiri dalam botol

Penimbangan minyak atsiri yang dihasikan

Gambar 1. Skema kerja praktikum pengaruh pengecilan ukuran dan perlakuan penyulingan
pada pembuatan minyak atsiri jahe gajah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum pengaruh perbedaan pengecilan ukuran dan perlakuan penyulingan pada
pembuatan minyak atsiri jahe gajah dilakukan dengan membandingkan beberapa perlakuan
yaitu perlakuan A rebus geprek, B rebus iris dengan ketebalan 2 mm, dan C kukus iris dengan
ketebalan 2 mm. Masing-masing dilakukan perhitungan rendemen dan berat jenis serta
pengukuran warna dan aroma. Peralatan yang digunakan berupa alat destilasi uap dengan
pengaturan suhu 100 C.
Aroma
Aroma minyak atsiri yang dihasilkan pada perlakuan preparasi bahan dan metode
destilasi yang berbeda yaitu tidak fresh (+) pada perlakuan rebus geprek, fresh (++) pada

perlakuan rebus iris 2 mm dan sangat fresh (+++) pada perlakuan kukus iris 2 mm. Data
pengamatan aroma minyak atsiri jahe sebagai berikut:
Tabel 1. Aroma minyak atsiri jahe
No.
1
2
3

Perlakuan
Rebus, geprek
Rebus, iris 2 mm
Kukus, iris 2 mm

Aroma
+
++
+++

Aroma jahe sangat tergantung pada kandungan minyak atsirinya (1-3%) (Ali et al,
2008). Minyak atsiri merupakan senyawa volatil atau senyawa yang mudah menguap. Data
tersebut menunjukkan bahwa jahe yang diberi perlakuan kukus iris memiliki aroma minyak
atsiri paling fresh sedangkan jahe yang diberi perlakuan rebus geprek memiliki aroma minyak
atsiri tidak fresh.

Hal ini disebabkan karena pada pengirisan dengan ketebalan 2 mm,

dinding-dinding sel yang mengandung minyak dan resin pecah yang mengakibatkan penetrasi
uap panas dan zat pelarut lebih efektif (Almasyhuri, 2012) sehingga kemampuan minyak
atsiri untuk keluar dari bahan (simplisia) ketika proses penyulingan relatif lebih mudah
karena hambatan yang lebih kecil dari pada dengan perlakuan penggeprekan. Pada perlakuan
penggeprekan, aroma yang dihasilkan tidak fresh karena senyawa volatil pada jahe ikut
keluar dan menguap ketika proses penggeprekan. Metode destilasi yang menghasilkan
minyak atsiri dengan aroma sangat fresh yaitu dengan destilasi uap atau steam distillation.
Sesuai hukum Roult, penambahan uap air akan menyebabkan titik didih campuran minyak
atsiri-air akan lebih kecil daripada 100 C (Cahyono, 2011). Penurunan temperatur didih ini
menjaga agar senyawa-senyawa komponen yang dipisahkan tidak rusak karena panas.
Komponen senyawa dapat rusak dengan metode perebusan karena bahan berkontak langsung
dengan api dan dapat mempengaruhi aroma minyak atsiri (Caroline, 2011).
Warna
Data yang dihasilkan dari pengamatan organoleptik warna minyak atsiri dengan 3
perlakuan berbeda yaitu sebagai berikut. Sangat keruh pada perlakuan geprek rebus, keruh
pada perlakuan iris rebus dan jernih kekuningan pada perlakuan iris kukus.

Gambar 2. Warna minyak atsiri dengan perlakuan geprek rebus (A), iris rebus (B) dan iris
kukus (C)
Perbedaan warna minyak atsiri disebabkan oleh pengaruh pengecilan ukuran dan
metode penyulingan yang berbeda. Jahe yang diberi perlakuan iris memiliki warna yang lebih
jernih dibanding perlakuan geprek karena kandungan pigmen jahe pada perlakuan iris tidak
mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zancan, dkk (2002) bahwa proses
pemotongan dengan dirajang tidak akan merusak kandungan yang berada dalam bahan.
Sedangkan warna minyak atsiri jahe dengan perlakuan rebus memiliki warna lebih keruh
dibanding perlakuan kukus, hal ini disebabkan karena pigmen jahe mengalami perubahan
kimia. Sesuai dengan pendapat Cahyono et al (2011), yang mengatakan bahwa pigmen alami
yang terkandung dalam buah atau bahan rempah rempah akan mengalami perubahan kimia
apabila terjadi proses pemanasan. Perubahan yang signifikan pada warna disebabkan pada
kandungan pigmen curcumin.
Berat jenis
Berat jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari perlakuan geprek rebus, iris rebus dan
iris kukus berturut-turut yaitu 0,8632; 0,9043 dan 0,8625 g/ml. Data pengamatan berat jenis
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Berat jenis minyak atsiri jahe
No.
1
2
3

Perlakuan
Geprek rebus
Iris rebus
Iris kukus

Berat jenis MA ( g/ml )


0,8632
0,9043
0,8625

Menurut Kirk dan Othmer (1980) berat molekul berkorelasi positif dengan berat jenis
dan indeks bias. Oleh karena, itu semakin besar berat molekul suatu senyawa maka akan
menghasilkan berat jenis dan indeks bias yang lebih besar, jadi jahe dengan perlakuan iris

memiliki berat molekul yang lebih besar daripada dengan perlakuan geprek. Selain itu,
minyak atsiri yang dihasilkan pada metode rebus mengandung air, karena jahe mengalami
kontak langsung dengan air sehingga air ikut menguap dan tercampur minyak sehingga berat
jenis minyak mendekati berat jenis air.
Rendemen
Rendemen minyak atsiri dengan 3 perlakuan memiliki hasil yang berbeda. Dari hasil
praktikum dapat diketahui bahwa rendemen minyak atsiri tertinggi dihasilkan pada perlakuan
iris rebus (0,1155), selanjutnya perlakuan iris kukus (0,1035) dan terendah pada perlakuan
geprek rebus (0,0911).

Gambar 3. Rendemen Minyak Atsiri Dengan 3 Perlakuan Geprek Rebus (A),


Iris Rebus (B) Dan Iris Kukus (C)
Gambar diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rendemen minyak atsiri
yang dihasilkan. Rendemen minyak atsiri paling besar dengan perlakuan iris rebus. Hal ini
dikarenakan pada pengirisan pada jahe menyebabkan rusaknya jaringan dan dinding sel
sehingga minyak lebih mudah terekstrak. Rendemen minyak paling kecil terdapat pada
perlakuan geprek rebus dengan nilai 0,0911, karena pada perlakuan ini jahe yang digprek
jaringan dan dinding selnya belum terekstrak, sehingga menghasilkan minyak rendemen yang
kecil.
Semakin besar bobot bahan yang disuling, maka semakin rendah rendemen minyak
yang diperoleh. Hal ini disebabkan dengan bobot bahan makin besar maka makin tinggi
bahan dalam tangki penyulingan juga semakin meningkat, sehingga hambatan yang dialami
uap air juga semakin besar (Mamun, 1996 dalam Zuliansyah 2013). Menurut Uzwatania
(2009) dalam Zuliansyah 2013, semakin tinggi kerapatan bahan dan pengisian yang terlalu
padat mengakibatkan uap tertahan dan sulit untuk menembus bahan. uap yang telah melewati
bahan dalam ketel umumnya mengandung minyak. bila jalan uap yang mengandung minyak

tersebut terhambat maka rendemen yang diperoleh akan menurun akibat uap terkondensasi
lebih awal. Guenther (1987) dalam Yuliarto (2012) mengatakan bahwa apabila bahan
dibiarkan utuh, minyak atsiri hanya dapat diekstraksi apabila uap air berhasil melalui jaringan
tanaman dan mendesaknya ke permukaan proses ekstraksi dalam keadaan tersebut hanya
terjadi karena peristiwa hidrodifusi, tetapi proses akan berjalan sangat lamban. Sehingga
rendemen yang dihasilkan berbeda.

KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri yang memiliki mutu
paling baik adalah minyak atsiri yang diberi perlakuan iris kukus. Sedangkan minyak yang
memiliki mutu paling tidak baik adalah minyak yang diberi perlakuan geprek rebus.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, B.H.G. Blunden, M. O. Tanira dan Nemmar, A. 2008. Some phytochemical,
pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber officinale Roscoe):
A review of recent research. Food and Chemical Toxicology. 46 : 409420
Almasyhuri, dkk. 2012. Perbedaan Cara Pengirisan dan Pengeringan tehadap
Kandungan Minyak Atsiri Jahe dalam jahe Merah. Pusat Biomedis dan

Teknologi

Dasar Kesehatan-Jakarta, PS Farmasi-Univesitas Pakuan- Bogor


Cahyono, B. dan Suzery, M. 2011. Aspek Praktis Metode Pemisahan Bahan Alam Organik.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Caroline. 2011. Pembuatan Minyak Esensial dengan Cara Destilasi. Program

Magister

Herbal. Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia


Uzwatania, F. 2009. Analisis Kinerja dan Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan Untuk
Industri Kecil Minyak Nilam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor.

Yuliarto, F. T., Lia U. K, R. Baskara K. A. 2012. Pengaruh Ukuran Bahan Dan Metode
Destilasi (Destilasi Air Dan Destilasi Uap-Air) Terhadap Kualitas Minyak Atsiri
Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii).

Solo: Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Zancan, K. C., Marques, M. O. M., Petenate, A. J., and Meireles\s, M. A. A. 2002.Extraction


of ginger oleoresin with CO2 and co-solvents: a study of the antioxidant action of the
extracts, Journal of Supercritical Fluids, 24, 57-76.
Zuliansyah, H, Banbang S, Sumardi HS. 2013. Uji Performa Penyulingan Tanaman Nilam
(Pogostemon Cablin,Benth) Menggunakan Boiler Di Kabupaten Blitar. Malan:
Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai