Anda di halaman 1dari 6

KUALITAS MINYAK ATSIRI JAHE (Zingiber officinale Roscoe) YANG

DIHASILKAN DARI VARIASI PENGECILAN UKURAN


DAN METODE DESTILASI

QUALITIES ESSENTIAL OIL GINGER (Zingiber officinale


Roscoe)RESULTING FROM VARIATION DIMINUTION
SIZE AND METHODS OF DISTILLATION

Nely Sendy P.H.1, Claudia Ayu R.1, Ferdianto At Taufiqi1, Trisna Aris S.1

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Jember, Jalan Kalimantan 37, Jember 68121

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinale Roscoe) mempunyai kandungan senyawa


metabolit sekunder terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak
atsiri. Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap karena terdiri atas
campuran komponen yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda. Salah satu bahan pertanian yang mengandung minyak atsiri adalah jahe.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengecilan ukuran dan
metode destilasi yang berbeda terhadap rendemen, aroma, dan warna yang
dihasilkan. Pada penelitian ini, dilakukan tiga perlakuan yang berbeda untuk
membuat minyak atsiri yaitu keprek destilasi rebus, rajang destilasi rebus, dan
rajang destilasi kukus. Dari perlakuan tersebut, pembuatan minyak atsiri dengan
metode rajang destilasi rebus memiliki rendemen tertinggi. Untuk aroma yang
paling mendekati jahe segar adalah minyak atsiri dengan metode rajang destilasi
kukus. Warna minyak atsiri paling baik adalah pada perlakuan rajang destilasi
kukus. Secara keseluruhan, minyak atsiri dengan kualitas yang terbaik adalah
dengan perlakuan dirajang dan menggunakan metode destilasi kukus.

Kata Kunci : Minyak Atsiri, destilasi kukus, destilasi rebus

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinale Roscoe) have secondary metabolite compounds


mainly from the flavonoids, phenols, terpenoids and essential oils. Essential oils
are volatile oil because it consists of a mixture of volatile components
composition and with different boiling points. One of agricultural materials that
contain essential oil is ginger. This research conducted to determine effect of
diminution size and different distillation methods against yield, flavor, and color.
In this research, carried out three different treatment to make the essential oil
such as crushed ginger with boil distillation, slice ginger with boil distillation,
and slice ginger with steam distillation. The making of essential oils with the
following boil distillation method has the highest yield. While the flavor of the
essential oil which approaching with fresh ginger is the slice ginger steam
distillation method. Essential oil color is best on the treatment the following steam
distillation. Overall, the essential oil with the best quality is by using the method
of slice ginger with steam distillation.

Keywords : Essential oils, steam distillation, boil distillation

PENDAHULUAN
Indonesia terkenal sebagai penghasil rempah–rempah, hampir sebagian
besar kotanya menanam tumbuhan ini. Rempah–rempah adalah bagian tumbuhan
yang beraroma atau berasa kuat yang biasanya digunakan dalam jumlah kecil
dalam makanan sebagai pengawet atau penambah rasa dalam masakan. Menurut
Tarwiyah dan Kemal (2010), sifat tersebut disebabkan kandungan zat
aktif aromatis didalamnya. Jika zat atau komponen aktif tersebut dipisahkan
dengan cara diekstrak, baik dengan pelarut tertentu (misalnya etanol) maupun
penyulingan (destilasi) hasilnya masing–masing dikenal dengan nama oleoresin
atau minyak atsiri.
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap karena terdiri atas
campuran komponen yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda. Sebagian minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan atau
hidrodistilasi. Minyak atsiri sering disebut dengan essensial oil, minyak etiris atau
minyak (Djafar,dkk, 2010).
Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah jahe (Zingiber officinale
Roscoe) telah lama dikenal dan tumbuh baik di Indonesia. Jahe dengan varietas
unggul mempunyai sifat–sifat seperti, daya hasil tinggi, kandungan bahan khasiat
obat (minyak atsiri) tinggi, dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit
(Yulianto dan Parjanto, 2010).
Secara umum, sampai saat ini dikenal tiga macam jenis jahe, yakni jahe
merah, jahe putih besar (jahe gajah), dan jahe putih kecil (jahe Emprit). Menurut
Hernani (2001), jahe merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri
(3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan
jahe emprit (41,48, 3,5 dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25, 2,5 dan 5,81%). Adanya
variasi komponen kimia dalam minyak atsiri jahe bukan saja dikarenakan
varitasnya, tetapi kondisi agroklimat (iklim, musim, geografi) lingkungan, tingkat
ketuaan, adaptasi metabolit dari tanaman, kondisi destilasi dan bagian yang
dianalisa.
Dalam penelitian ini proses perebusan dan kukus dengan perlakuan
perajangan dan keprek lebih ditunjukkan untuk membedakan proses dengan
perlakuan yang mana yang dapat menghasilkan kualitas minyak atsiri yang
sebagaimana telah ditetapkan dalam SNI Minyak Jahe Nomor 06–1312–1989.
Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses dengan
perlakuan yang berbeda terhadap rendemen, aroma, dan warna yang dihasilkan.

BAHAN DAN METODE


Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah jahe
varietas gajah, dan air. Adapun alat yang digunakan meliputi alat destilasi,
kondensor, pisau, talenan, kompor, mortar, neraca, dan botol gelap.
Langkah pertama untuk membuat minyak atsiri jahe adalah dua kilogram
jahe varietas gajah dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yang
menempel. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran untuk memperluas permukaan
jahe sehingga minyak atsiri mudah keluar. Setelah itu dilakukan destilasi untuk
mendapatkan minyak atsiri. Perlakuan pengecilan ukuran dan metode destilasi
pada destilasi ini ada tiga macam yaitu :
A : dikeprek (dipukul sampai memar dan pecah tapi tidak sampai hancur),
destilasi rebus
B : dirajang (diiris tipis-tipis), destilasi rebus
C : dirajang (diiris tipis-tipis), destilasi kukus
Proses yang terjadi pada metode destilasi yaitu minyak atsiri akan menguap
bersama uap air kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi.
Kemudian minyak atsiri dan air yang sudah menjadi cair akan turun ke dalam
penampung. Setelah itu dipisahkan antara minyak dan air sehingga didapatkan
minyak atsiri dari rimpang jahe.
Analisa kualitas minyak atsiri meliputi rendemen, aroma, dan warna minyak
atsiri. Analisa rendemen dengan perhitungan sistematis, sedangkan untuk analisa
aroma dan warna dilakukan uji organoleptik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rendemen
Rendemen minyak atsiri didapat dari hasil perhitungan sistematis yaitu
perbandingan antara berat minyak dengan berat bahan awal, kemudian dikalikan
100%. Rendemen minyak atsiri jahe yang didapat pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 1.
0.15%
0.1155%
0.1035%
0.10% 0.0911%

0.05%

0.00%
Keprek, destilasi rebus Rajang, destilasi rebus Rajang, destilasi kukus

Gambar 1. Diagram pengaruh perbedaan metode destilasi tehadap rendemen


minyak atsiri yang dihasilkan
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa rendemen minyak atsiri yang
dihasilkan berbeda-beda untuk setiap perlakuannya. Perlakuan A (keprek, destilasi
rebus) memiliki rendemen minyak sebesar. Perlakuan B (rajang, destilasi rebus)
menghasilkan minyak atsiri dengan rendemen 2,3 ml. Pada perlakuan C (rajang,
destilasi kukus) menghasilkan minyak atsiri sebesar 2,4 ml. Hal ini menunjukkan
perbedaan metode destilasi mempengaruhi rendemen minyak atsiri yang
dihasilkan.
Perajangan pada jahe sebelum didestilasi menyebabkan rendemen minyak
atsiri yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lutony (1994) bahwa beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu
dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses
penguapan minyak yang terdapat di dalamnya karena perajangan ini menyebabkan
kelenjer minyak dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar
rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat.
Menurut Lutony dan Rahmayati (1994), penyulingan dengan cara rebus ini
dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling)
dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. Namun pada penelitian
ini, penyulingan atau destilasi dengan cara rebus (perlakuan B) memberikan
rendemen yang lebih tinggi dibandingkan destilasi cara kukus (perlakuan C).
Selisih rendemen perlakuan B dan C hanya sedikit. Penyimpangan ini disebabkan
karena adanya kesalahan perhitungan sistematis atau bisa disebabkan karena
kesalahan praktikan saat membaca skala ukur.
Aroma
Aroma minyak atsiri jahe ditentukan dengan uji oranoleptik. Senyawa
zingeberen, merupakan senyawa yang sangat penting mengingat akan
memberikan aroma pedas pada jahe (Muhamed dalam Supriyanto, 2012).
Menurut Supardan (2009), Zingiberene merupakan senyawa sesqui-terpen khas
minyak atsiri Zingiberaceae khususnya jahe yang memberikan aroma minyak
jahe. Senyawa khas minyak atsiri jahe lainnya adalah zingiberol, geraniol, dan
felandren. Data mengenai hasil uji organoleptik aroma minyak atsiri jahe
disajikan pada Gambar 2.
4
3
3
2
2
1
1
0
Keprek, destilasi rebus Rajang, destilasi rebus Rajang, destilasi kukus

Gambar 2. Diagram pengaruh perbedaan metode destilasi tehadap aroma


minyak atsiri yang dihasilkan
Dari Gambar 2, terlihat bahwa minyak atsiri dengan aroma jahe paling
mendekati jahe segar adalah perlakuan rajang, destilasi kukus. Untuk minyak
atsiri jahe perlakuan keprek, destilasi rebus, aromanya paling tidak disukai karena
sangat menyengat dan tidak seperti aroma jahe segar.
Aroma pada jahe dipengaruhi oleh kadar sienol pada rimpang jahe. Aroma
jahe pada perlakuan keprek, destilasi rebus menyengat karena banyak komponen
jahe yang ikut keluar akibat dikeprek. Adanya komponen yang tidak dibutuhkan
ini mempengaruhi aroma dari minyak atsiri jahe. Untuk perlakuan rajang, destilasi
rebus, aroma jahe tidak terlalu menyengat karena jahe ikut terendam dengan air,
sehingga beberapa komponen penyusun minyak atsiri ikut larut dalam air dan
penguapannya kurang optimal.

Warna
Menurut Irfan (2008), minyak atsiri jahe berupa cairan berwarna kuning
cerah serta memiliki karakteristik aroma jahe. Dari hasil pembuatan minyak atsiri
dengan perbedaan metode destilasi, warna yang diamati berdasarkan uji
organoleptik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh perbedaan metode destilasi tehadap warna minyak atsiri
yang dihasilkan
Perlakuan Warna
Keprek, destilasi rebus Lebih pekat dan keruh
Rajang, destilasi rebus Lebih pekat
Rajang, destilasi kukus Jernih

Pada penelitian ini, jahe yang diberi perlakuan dikeprek memiliki warna
yang pekat dan keruh. Hal ini disebabkan karena jahe yang dikeprek membuat
beberapa jaringannya rusak dan pecah, sehingga komponen-komponen lain ikut
keluar dan bercampur dengan minyak atsiri yang dihasilkan. Untuk minyak atsiri
yang diberi perlakuan rajang, warnanya lebih jernih karena perajangan hanya
memotong jaringan tidak sampai pecah, sehingga saat penguapan, yang bisa
dikeluarkan hanya minyak atsiri saja.
Untuk minyak atsiri jahe yang menggunakan destilasi rebus, warna
minyak yang dihasilkan lebih gelap. Hal ini terjadi karena proses perebusan yang
disebabkan karena pada saat perebusan dengan air panas, kadar air jahe akan
meningkat sehingga proses ekstraksi menjadi lebih lama. Menurut Supardan
(2009), penggunaan temperatur yang tinggi pada proses perebusan akan
menyebabkan komponen–komponen yang sensitif terhadap panas akan mudah
rusak sehingga kualitas minyak atsiri yang dihasilkan menjadi rendah.

KESIMPULAN
Dari perlakuan tersebut, pembuatan minyak atsiri dengan metode rajang,
destilasi rebus memiliki rendemen tertinggi. Untuk aroma yang paling mendekati
jahe segar adalah minyak atsiri dengan metode rajang, destilasi kukus. Warna
minyak atsiri paling baik adalah pada perlakuan rajang, destilasi kukus. Secara
keseluruhan, minyak atsiri yang memiliki kualitas paling baik adalah dengan
perlakuan dirajang, dan menggunakan metode destilasi kukus.

DAFTAR PUSTAKA
Djafar, Fitriana. M. Dani Supardan, dan Asri Gani. 2010. Pengaruh Ukuran
Partikel, SF Rasio dan Waktu Proses Terhadap Rendemen Pada
Hidrodistilasi Minyak Jahe. Aceh: Balai Riset dan Standarisasi Industri
Banda Aceh.
Irfan, Muh. 2008. Kajian Karakteristik Oleoresin Jahe Berdasarkan Ukuran dan
Lama Perendaman Serbuk Jahe Dalam Etanol. Surakarta : Universitas
Negeri Sebelas Maret
Hernani dan Christina Winarti. 2001. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan
Pemanfaatannya Dalam Bidang Kesehatan. Bogor: Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Supardan, Muhamad Dani,. Ruslan,. Satriana,. dan Normalina Arpi. 2009.
Hidrodistilasi Minyak Jahe (zingiber officinale Rosc.) Menggunakan
Gelombang Ultrasonik. Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Supriyanto dan Bambang Cahyono. 2012. Perbandingan Kandungan Minyak
Atsiri Antara Jahe Segar Dan Jahe Kering. Semarang: Laboratorium Kimia
Organik, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Diponegoro.
Tarwiyah, Kemal. 2010. Tentang Pengolahan Pangan. Jakarta: Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi.
Yulianto, Faizal Kusuma dan Parjanto. 2010. Analisis Kromosom Jahe (Zingiber
officinale var. officinale). Surakarta: Universitas Negeri Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai