Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN STUDI EKSKURSI INDUSTRI

PT. JAVA PLANT

KELOMPOK 3 :
Antika Dewi (201702001)
Helmi Hanifah (201702002)
Lailatus Shofiyah (201702007)
M.Fajrul Ramadhan (201702016)
Nur Afifah (201702013)

PROGRAM STUDI D III FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2020

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................................2
1.3 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PT.JAVAPLANT............................................................................................3
2.1 Profil PT.Javaplant...........................................................................................................3
2.2 Struktus Organisasi...........................................................................................................4
2.3 CPOB dan CPOTB...........................................................................................................5
2.4 QA (Quality Assurance)...................................................................................................6
2.5 QC (Quality Control)........................................................................................................7
2.6 PRODUKSI......................................................................................................................7
2.7 RnD...................................................................................................................................9
2.8 PPIC................................................................................................................................13
2.9 SANITASI/ HIGIENITAS.............................................................................................15
2.10 IPAL...............................................................................................................................18
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19
3.2 Saran...............................................................................................................................19
Lampiran............................................................................................................................................20

I
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional. Jamu, yang merupakan obat tradisional
Indonesia, telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam sebagai
bagian dari upaya menjaga kesehatan, menambah kebugaran, dan merawat
kecantikan. Industri, usaha dan sub sektor jamu dan obat tradisional serta kosmetik di
Indonesia semakin berkembang sejak tahun 2008 melalui kegiatan ”Jamu Brand
Indonesia” yang dicanangkan oleh Presiden RI 2009-2014 Susilo Bambang
Yudoyono pada Gelar Kebangkitan Jamu Indonesia. Jamu mempunyai peluang besar
dengan adanya kekayaan keanekaragaman hayati. Indonesia dikenal secara luas
sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar ke-2 di dunia
setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah Indonesia
terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya ditengarai memiliki
khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat.
Ekstraksi adalah cara yang digunakan para ahli untuk mengetahui, memperoleh
kandungan senyawa aktif dari suatu bahan alam atau herbal dengan menggunakan
pelarut yang sesuai. Dan pelarutnya di pilih atau di gunakan untuk melakukan
ekstraksi harus benar benar bahan yang terpilih dan cocok dengan prinsip dan cara
kerja pembuatan ekstrak dan mendapatkan fungsinya dari senyawa aktif yang
berfungsi untuk penyembuhan, penyegaran dan fungsi lainnya.
Mengolah Jamu tidak terlalu rumit, kebanyakan hanya mengambil sari dari
perasan tumbuhan herbal. Ada juga dengan ditumbuk. Seringkali berbahan dasar
kunyit, temulawak, lengkuas, jahe, kencur, dan kayu manis. Khusus gula jawa, gula
batu, dan jeruk nipis biasanya digunakan sebagai penambah rasa segar dan rasa manis.
Uniknya, dalam pembuatan jamu juga disesuaikan takaran tiap bahan, suhu, lama
menumbuk atau merebus, dan lainnya. Jika tidak diperhatikan dengan baik, akan
kehilangan khasiat dari bahan-bahannya bahkan bisa membahayakan tubuh. Begitu
juga dengan perkembangannya, tradisi minum Jamu mengalami pasang surut sesuai
zamannya. Secara garis besar terbagi dari zaman pra-sejarah saat pengolahan hasil
hutan marak berkembang, zaman penjajahan jepang, zaman awal kemerdekaan
Indonesia, hingga saat ini.

1
Permintaan jamu mengalami peningkatan dengan pertumbuhan pangsa pasar yang
lebih baik daripada tingkat pertumbuhan industri farmasi. Terdapatnya tren back to
nature mengakibatkan masyarakat semakin menyadari pentingnya penggunaan bahan
alami bagi kesehatan. Masyarakat semakin memahami keunggulan penggunaan obat
tradisional, antara lain: harga yang lebih murah, kemudahan dalam memperoleh
produk, dan mempunyai efek samping yang minimal.
Javaplant lebih dahulu dikenal sebagai produsen ekstrak herbal. Seperti, ekstrak
kunyit untuk bahan bumbu, dan pewarna produk mi instan dan makanan bayi. Ekstrak
jahe untuk bahan minuman sekaligus bahan bumbu. Serta beragam ekstrak lain bahan
pencampur atau tambahan untuk obat-obatan dan kosmetika. Untuk memenangi
persaingan, Javaplant terus berupaya memberi servis dan kemudahan kepada
pelanggan. Antara lain, kemasan yang customized, jaminan uang kembali, jangka
pembayaran, pembayaran dengan mata uang rupiah, dan late time delivery yang
sangat pendek. Kehebatan Javaplant terletak pada komitmennya sebagai produsen
ekstrak herbal asli Indonesia. Perusahaan ini pun menemukan momentum tren back to
nature yang tepat. Javaplant terjun ke bisnis esktrak herbal sebelum pasar dalam
negeri berkembang. Ketika pasar sudah bekembang seperti sekarang, Javaplant sudah
siap segalanya.
Pada kunjungan ini mahasiswa DIII Farmasi mampu memahami apa yang telah
disampaikan saat berkeliling di Javaplant. Dari fungsi setiap alat, ruangan dan sampai
laboratorium yang berada di Javaplant.
1.2 Tujuan
1. Bagaimana profil dari PT Java Plant ?
2. Bagaimana struktur organisasi dari PT Java Plant ?
3. Bagaimana proses, dan hasil produksi dari PT Java Plant ?
1.3 Manfaat
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat dan kegunaan dari
obat herbal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara memperoleh ekstrak dan cara ekstraksi dengan
skala besar dari tanaman obat herbal.

BAB II TINJAUAN PT.JAVAPLANT

2
2.1 Profil PT.Javaplant
PT. Javaplant merupakan perusahaan produsen ekstrak terbesar di Indonesia, PT.
Javaplant beralamat di Jl. Raya Solo Tawangmangu Km. 32 No33 Desa Salam, Karang
Pandas Karanganyar, Surakarta 57791 Indonesia. PT Java Plant merupakan nama yang
berasal dari PT Tri Rahardja. Nama PT Javaplant adalah nama brand produk yang
diciptakan dari awal mula PT Java Plant berdiri tahun 2000 yang bertujuan
mengkhususkan diri di bagian ekstraksi bahan alam. PT Javaplant didirikan untuk
menyuplai dari 2 perusahaan besar yang ada di Indonesia, yaitu PT Deltomed
Laboratories dengan produk yang ada dipasaran yaitu antangin dan PT Marguna Tarulata
Farma dengan produk yang ada dipasaran yaitu pilkita. PT Javaplant memiliki fasilitas
yang cukup besar bisa dikatakan terbesar di asia dalam hal prudok tivitinya. Apabila
dihitung dalam kuantitinya untuk produksi dalam 1 tahun untuk produksi perizinan yang
diterima dapat mencapai 400 ton ekstrak. Apabila dihitung dikalikan 100 per-produk
untuk bahan bakunya bisa mencapai 4000 ton. Kemudian untuk pengeksporan juga
sangat banyak.
Di tahun 2016-2017 PT Javaplant dapat mencapai sekitar 60 ton ekspor, sehingga
dijuluki dengan raja ekstrak di asia karena ekspornya lebih besar. Keunikan dari PT
Javaplant adalah ekspor untuk produk ekstrak ataupun bahan setengah jadi.
Keistimewaan pada PT Javaplant adalah pada peralatan yang digunakan berasal dari
jerman. PT Javaplant memiliki tantangan yaitu yang pertama masyarakat suka dengan
gaya hidup yang instant, yang kedua yaitu regulasi, yang ketiga yaitu regulasi misalnya
pada BPJS, selain itu masalah yang dihadapi adalah system dalam pengolahan bahan dan
rendemen dari setiap tanaman herbal. PT Java plant dalam mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan memaju berinovasi lagi semisal untuk pengolahan ampas.
PT Javaplant merupakan produsen ekstrak bahan aktif alam berkhasiat dari tanaman
asli indonesi yang bermanfaat untuk kesehatan guna memenuhi kebutuhan akan bahan
utama dan tambahan bagi industri farmasi, kesehatan dan kosmetik dan ekstrak botani
lainnya untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman. PT. Javaplant
menyediakan alat untuk mengekstak bahan aktif alam dalam berbagai macam rupa
diantaranya vacum dried extracts, essensial oils oleoresin untuk berbagai aplikasi
kedalam produk jadi. Sistem vakum menjadikan PT Javaplant pelopor produsen ekstrak
bahan aktif alam berkhasiat asli di Indonesia sejak tahun 2000 dengan menggunakan
sistem evaporasi dan pengeringan secara vakum kedalam proses ekstraksi bahan aktif

3
alam. PT Javaplant menggunakan berbagai spesfikasi, standar dan metode sesuai
keinginan pelanggan.
Pada Tahun 2000 PT javaplant menggunakan sistem evaporasi dan pengeringan
secara vakum kedalam proses ekstraksi bahan aktif alam. Sistem vakum tersebut
merupakan salah satu yang pertama di perkenalkan di industri ekstrak bahan alam
menjadi ekstrak konsentrat dan mengeringkan esktrak konsentarat menjadi ekstrak bubuk
kering dengan temperatur yang relatif rendah sehingga kandungan aktif dalam ekstrak
bahan alam tidak rusak dan tetap terjaga mutunya.
Sejarah PT. Javaplant merupakan Berawal dari keinginan untuk memenuhi pasar
herbal di Tanah Air, keluarga Rahardjo yang dikenal sebagai pemegang merek jamu kuat
Pilkita tergelitik untuk masuk ke pasar ekstrak herbal. Tentu ada alasan kuat mereka
tertarik dengan produk ini.Jauh hari sebelumnya, BPOM pernah memberikan gagasan
untuk memproduksi ekstrak herbal karena dinilai lebih terjamin dari segi mutu produk.
Berangkat dari hal itu, Purwanto Rahardjo, Mulyo Rahardjo, dan Junius Rahardjo,
memutuskan untuk mendirikan pabrik ekstrak herbal senilai Rp50 miliar  di
Tawangmangu, Solo, bernama PT. Javaplant awal dari keinginan untuk memenuhi pasar
herbal di Tanah Air, keluarga Rahardjo yang dikenal sebagai pemegang merek jamu kuat
Pilkita tergelitik untuk masuk ke pasar ekstrak herbal. Tentu ada alasan kuat mereka
tertarik dengan produk iniPerusahaan ini memproduksi aneka ekstrak herbal, lalu
memasarkan produknya ke berbagai produsen jamu. Sayangnya, yang berminat pada
produk PT. Javaplant hanya sedikit.Permintaan malah datang dari beberapa perusahaan
multilevel marketing dan industri herbal rumahan, tetapi jumlahnya memang tidak terlalu
besar. Lantaran pasar lokal dianggap belum bisa menerima produknya, PT. Javaplant pun
beralih membidik pasar luar negeri.

2.2 Struktus Organisasi

Director R&D Javaplant


Ir. Budi Santoso

Direktur Pengelola Deltomed Laboratories

Mulyo Rahardjo

4
Chief Operating Officer (COO)

Junius Rahardjo

Bagan 1. Struktur organisasi PT Java Plant

Tugas dari bagian RnD, Ir. Budi Santoso adalah :


a. Mencari tahu berbagai informasi dan trend produk secara intensif untuk memperkuat
pengetahuan yang dapat menyokong implementasi dari perkembangan proyek dan
riset – riset dasar.
b. Mengkoordinir dan memonitor proses perkembangan produk, riset dasar, dan riset
konsumen yang dilakukan oleh unit-unit yang bersangkutan.
c. Membantu para karyawan pabrik untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan
perumusan/ resep, bahan baku, proses secara teknis, material pengemasan, dan
proses sanitasi.
d. Mengecek dokumen dan mengawasi operasi yang berkaitan dengan SOP, proses
produksi, pemanduan analisis, dan kehalalan produk.
e. Memonitor seluruh pengeluaran dan mencocokkannya dengan budget.
Tugas dan fungsi komisaris ekstrak center Javaplant, Mulyo Rahardjo adalah
mengkoordinir dan memonitor proses pembuatan ekstrak yang selanjutnya ekstrak
tersebut akan di suplai ke PT. Deltomed.
Tugas dan Fungsi Chief Operating Officer (COO), Junius Rahardjo Javaplant
adalah memimpin Javaplant. Selain itu, mengamati, mengikuti dan memilih bahan baku,
serta memprosesnya menjadi produk berkualitas, hingga memasarkannya

2.3 CPOB dan CPOTB


2.3.1 CPOB dan CPOTB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat
untuk industri farmasi di Indonesia yang ditujukan untuk menjamin mutu obat
yang diproduksi senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kualitas obat tidak dapat ditentukan
berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, disetujui harus sesuai dengan produk
selama seluruh proses pembuatan. CPOB meliputi seluruh aspek produksi mulai

3
dari personalia, dokumentasi, bangunan, peralatan, manajemen mutu, produksi,
sanitasi dan higiene, pengawasan mutu, pengadaan keselamatan, pengadaan obat
dan obat pengembalian, analisis kontrak dengan validasi dan kualifikasi.
Industri obat-obat tradisional juga memiliki CPOB, yang biasa disebut
CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik). CPOTB adalah bagian dari
Pemastian Mutu yang menentukan obat tradisional yang dibuat dan dibuat sesuai
dengan standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersiapkan
sesuai dengan izin edar dan Spesifikasi produk. Salah satu persetujuan dari
CPOTB adalah pengawasan mutu.
2.4 QA (Quality Assurance)
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB
ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi
industri farmasi hendaklah memastikan bahwa :
a) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB dan Cara Berlaboratorium yang Baik
b) Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan
c) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan; d)
pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal
dan pengemas yang benar
d) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan-selama-proses
(in-process controls) lain serta validasi yang diperlukan dilakukan
e) Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan
pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang
relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan/atau pengawasan-
selama-proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan,
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan

6
persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam
kemasan akhir
f) obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk
g) tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat
h) tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu
i) pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
j) penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
k) tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk
l) prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui
m) evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
2.5 QC (Quality Control)
Pada PT. Java Plant CPOTB yang diterapkan dibagian salah satunya QC yang
pertama terlihat pada personil yang telah menggunakan APD saat melakukan analisa
didalam laboratorium, seperti APD yang digunakan adalah jas lab, hair cap, handscoon,
masker, sepatu yang tertutup. Penerapan kedua terlihat dari bangunan, lantai yang terbuat
dari epoksi, dinding yang dilapisi cat minyak, ruangan dengan full AC. Ruangan
laboratorium yang telah terbagi sesuai dengan fungsinya yang terdiri dari laboratorium
fitokimia, laboratorium instrument dan laboratorium mikrobiologi.
2.6 PRODUKSI
PT Java Plant merupakan produsen ekstrak bahan aktif alam yang berkhasiat. Proses
utama dalam ekstraksi terdiri dari tiga fase. Yaitu, fase ekstraksi, fase evaporasi, dan fase
drying. PT Java Plant menambahkan satu proses dalam produksi ini yaitu proses
purifikasi. Meuapakan sebuah proses pemisahan kandungan-kandungan zat aktif yang
terdapat pada sebuah biofarmaka yang sedang diolah. Proses purifikasi dilakukan

3
sebelum masuk ke proses evaporasi. Dengan catatan jika produk yang akan diproduksi
hanyalah salah satu zat aktif yang terkandung dalam sebuah biofarmaka yang sedang
diolah. Berikut ini pembahasan masing-masing proses :
Fase Uji Coba
Proses produksi PT Java Plant diawali dari laboratorium. Sebelum di bawa ruang
produksi ekstrak. Di ruangan steril setiap produk akan mengalami serangkaian uji coba
di laboratorium untuk mengetahui kandungan zat dan kadarnya. Bertujuan untuk
menghasilkan ekstraksi berkualitas dan terstandar. Mengidentifikasi senyawa aktif
menggunakan beragam instrumen seperti high performance liquid chromatography
(HPLC), spektrometer, dan ultraperformance liquid chromatography (UPLC), serta
insrtumen lainnya. PT Java Plant juga menguji kandungan sisa pelarut yang digunakan,
mikroba, dan logam berat pada ekstrak karena menyangkut keamanan produk. Setelah
menemukan prosedur ekstraksi yang optimal dalam skala laboratorium dilakukan uji
coba ekstraksi dalam skala lebih besar yakni skala pilot. Dalam skala pilot metode
ekstraksi adalah perkolasi. Hasil ekstrak kemudian mengalir ke destilator dalam kondisi
vakum untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya yaitu melakukan uji kandungan
senyawa aktif dan bahan berbahaya. Jika hasil ektraksi skala pilot sesuai, baru proses
ekstraksi skala produksi dimulai.
Fase Produksi
Semua raw material yang digunakan dimasukkan kedalam mesin ekstraktor dengan
kapasitas 8000 liter. Mesin ini memiliki 4 buah tabung besar dengan kapasitas masing-
masing 2000 liter, yang terhubung oleh pipa-pipa besar dengan posisi tabung
menggantung. Hasil ekstrak yang masih berupa ekstrak kasar tersebut dimasukkan dalam
sebuah tangki besar yang kemudian dari tangki tersebut ekstrak kasar diproses lagi
melalui pipa-pipa penghubung menuju mesin evaporator yang memiliki kapasitas 1000
liter/jam. Semua bahan produksi, mulai dari yang berbentuk raw material dimasukkan ke
dalam mesin ekstrak, ekstrak kasar, resin, maupun liquid, semuanya terproses secara
otomatis dan mechanical, Sehingga raw material yang telah menjadi resin atau konsentrat
benar – benar higienis, sama sekali tidak tersentuh tangan maupun terproses di udara
terbuka. Terdapat 2 mesin evaporator yang letaknya bersebelahan dengan mesin ekstrak
di ruang produksi. Sehingga untuk memproduksi ekstrak kasar yang dialirkan melalui
pipa – pipa dari mesin ekstrak yang berkapasitas 8000 liter, dibutuhkan waktu 4 jam. Di
mesin evaporator inilah mulai ditentukan, apakah produk tersebut akan dijadikan resin,
konsentrat, atau menjadi produk liquid, pasta atau akan dijadikan produk powder.

8
Proses Purifikasi
PT Java Plant memiliki kapabilitas untuk melakukan proses purifikasi. Mesin yang
digunakan yaitu bernama liquid to liquid extraction yang memiliki sebuah tabung kaca
besar dan panjang dengan posisi horizontal yang berada di atas rangkaian mesinnya.
Fase Sterilisasi
Dalam proses produksi terdapat proses tambahan sebelum pengeringan hasil ekstrak,
yaitu proses sterilisasi. Pada proses itu hasil ekstrak dialirkan melalui pipa yang bersuhu
130 °C selama 2 detik untuk mematikan mikroba, serta menetralisir kandungan yang
berbahaya dari pelarut. Dalam proses produksi pengeringan menggunakan mesin yang
bernama vacuum belt drying (VBD). Konsentrat yang pekat dialirkan ke vakum
bertekanan udara 13 milibar. Pada tekanan itu hasil mesin extractor dan mesin evaporator
yg dimiliki PT Java Plant menghasilkan ekstrak yang akan kering dalam suhu kurang
dari 20 °C. Dengan alat ini menjamin senyawa aktif tidak akan rusak. Dengan berbagai
teknologi PT Java Plant menghasilkan ekstrak herbal terstandar internasional sesuai
dengan standarisasi yang ditetapkan oleh CPOTB BPOM Indonesia dan National
Sanitary Foundation USA, ISO, FDA (Food and Drugs Administration) di Amerika,
serta standart produk Halal dari MUI. Sehingga produk - produk yang dihasilkan oleh
Javaplant dipastikan memiliki kualitas yang tinggi.
2.7 RnD
2.7.1 Pengertian RnD
Menurut Sugiyono (2009) metode penelitian dan pengembangan (R&D)
merupakan metode penelitian yang dipakai untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji keektifan produk itu. Agar bisa menghasilkan suatu produk tertentu
yang dipakai untuk penelitian yang bersifat analisis kebutuhan (digunakan
metode survey atau kualitatif) dan untuk menguji keefektifan produk tersebut
supaya bisa berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian guna
menguji keektifan produk tersebut (digunakan metode eksperimen).
Sukmadinata (2008) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan (R&D)
adalah suatu pendekatan penelitian untuk menghasilkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang sudah ada. Produk yang dihasilkan dapat
berbentuk hardware maupun software. Produk software misalnya seperti
program untuk pengolahan data, perpustakaan atau laboratorium, pembelajaran
di kelas, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran pelatihan, evaluasi,
bimbingan, manajemen, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk produk hardware

3
misalnya seperti modul, buku, paket, alat bantu pembelajaran yang ada di kelas
dan laboratorium, atau program pembelajaran. Penelitian dan pengembangan
ini, tidak sama dengan penelitian biasa yang hanya menghasilkan saran - saran
bagi perbaikan, penelitian dan pengembangan ini menghasilkan suatu produk
yang bisa langsung digunakan.
2.7.2 Karakteristik Dan Bidang Kajian R & D
Terkait karakteristik dengan penelitian R & D, Borg and Gall (1989)
menjelaskan mengenai 4 ciri utama di dalam penelitian R & D, yaitu:
1. Studying research findings pertinent to the product to be develop
Artinya, melakukan studi atau penelitian awal (pendahuluan) guna
mencari temuan - temuan penelitian yang berhubungan dengan produk
yang hendak dikembangkan.
2. Developing the product base on this findings
Artinya, mengembangkan produk berdasarkan pada hasil temuan
penelitian awal (pendahuluan) itu.
3. Field testing it in the setting where it will be used eventually
Artinya, dilakukan pengujian lapangan dalam seting atau situasi senyata
mungkin di mana produk tersebut nantinya akan dipakai.
4. Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage.
2.7.3 Langkah-langkah Penelitian R & D menurut Borg dan Gall
Secara ringkas langkah - langkah penelitian R & D menurut Borg dan Gall
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Research and Information colletion (penelitian dan pengumpulan data)
Langkah pertama ini mencakup analisis kebutuhan, penelitian pustaka,
penelitian literatur, penelitian skala kecil dan standar laporan yang
diperlukan. Untuk menjalankan analisis kebutuhan terdapat beberapa
kriteria yang berhubungan dengan urgensi pengembangan produk dan
pengembangan produk itu sendiri, juga ketersediaan SDM yang kompeten
dan kecukupan waktu guna mengembangkannya. Adapun studi literatur
dijalankan untuk pengenalan sementara terhadap produk yang hendak
dikembangkan, dan hal ini dilaksanakan untuk mengumpulkan temuan riset
dan informasi lain yang berkaitan dengan pengembangan produk yang telah
direncanakan. Sedangkan riset skala kecil perlu dijalankan supaya peneliti
mengetahui beberapa hal tentang produk yang hendak dikembangkan.

10
2. Planning (perencanaan)
Merupakan proses penyusunan rencana penelitian, yang meliputi
kemampuan - kemampuan yang dibutuhkan dalam melaksanakan
penelitian, rumusan tujuan yang akan dicapai melalui penelitian tersebut,
desain atau langkah - langkah penelitian, serta kemungkinan pengujian
dalam ruang lingkup yang terbatas.
3. Develop Preliminary form of Product (pengembangan draft produk awal)
Merupakan langkah yang tidak kalah penting, pada langkah ini meliputi
kegiatan penentuan desain produk yang hendak dikembangkan (desain
hipotetik), penentuan sarana dan prasarana penelitian yang diperlukan
selama kegiatan atau proses penelitian dan pengembangan, penentuan tahap
- tahap pelaksanaan pengujian desain di lapangan, dan penentuan deskripsi
tugas dari pihak - pihak yang ikut terlibat di dalam penelitian ini. Termasuk
juga di dalamnya antara lain, pengembangan bahan pembelajaran, proses
pembelajaran serta instrumen evaluasi.
4. Preliminary Field Testing (uji coba lapangan awal)
Langkah ke empat ini merupakan langkah pengujian produk yang telah
dihasilkan secara terbatas, yakni melakukan uji lapangan awal terhadap
desain produk yang sifatnya terbatas, baik itu substansi desainnya maupun
pihak - pihak yang ikut terlibat. Uji lapangan awal dilaksanakan secara
berulang - ulang sehingga dapat memperoleh desain yang layak, baik itu
substansi ataupun metodologinya. Misalnya uji ini dilaksnakan di satu
sampai dengan tiga sekolah, menggunakan enam hingga 12 subjek uji coba
(guru). Selama uji coba harus diadakan pengamatan atau observasi,
wawancara dan juga pengedaran angket menganai kelayakan desain produk
tadi. Hasil dari pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi 
selanjutnya dilakukan analisis.
5. Main Product Revision (revisi hasil uji coba)
Setelah mendapatkan hasil dari uji coba lapangan awal, maka langkah
selanjutnya adalah revisi hasil uji coba. Langkah revisi hasil uji coba
merupakan langkah perbaikan model atau desain berdasarakan pada hasil
uji lapangan terbatas. Penyempurnaan produk awal akan dilaksanakan
sesudah dilaksanakan uji coba lapangan secara terbatas. Pada tahap
penyempurnaan produk awal tersebut, lebih banyak dilaksanakan dengan

3
pendekatan kualitatif. Evaluasi yang dilaksanakan lebih pada evaluasi
terhadap proses, sehingga perbaikan yang dilaksanakan lebih pada hal yang
bersifat perbaikan internal.
6. Main Field Testing (uji lapangan produk utama)
Langkah uji lapangan produk utama ini, merupakan uji produk yang
dilakukan secara lebih fokus terhadap hal yang meliputi uji efektivitas
desain produk, uji efektivitas desain (umumnya langkah memakai teknik
eksperimen model penggulangan). Hasil dari pengujian pada tahap ini yaitu
diperolehnya desain yang efektif, baik itu dari sisi substansi maupun dari
sisi metodologi. Misalnya, uji ini dilakukan di 5 sampai 15 sekolah dengan
subjek sebanyak 30 sampai 100. Pengumpulan data mengenai dampak
sebelum dan sesudah implementasi produk memakai kelas khusus, yaitu
data kuantitatif penampilan subjek uji coba (guru) sebelum dan sesudah
menerapkan model yang diujicobakan. Hasil-hasil dari pengumpulan data
ini, selanjutnya dievaluasi dan bila memungkinkan dibandingkan dengan
hasil dari kelompok pembanding.
7. Operational Product Revision (revisi produk)
Langkah revisi produk ini, merupakan penyempurnaan produk atas hasil
uji lapangan berdasarkan masukan dan hasil uji lapangan utama. Jadi
perbaikan kali ini merupakan perbaikan ke dua sesudah dilaksanakannya uji
lapangan yang lebih luas dari pada uji lapangan yang pertama.
Penyempurnaan produk dari hasil uji lapangan lebih luas ini, akan membuat
produk yang dikembangkan menjadi lebih mantap karena pada tahap uji
coba lapangan sebelumnya telah dilaksanakan dengan adanya kelompok
kontrol. Desain yang dipakai adalah desain pretest dan posttest. Disamping
perbaikan yang bersifat internal, penyempurnaan produk ini juga
berdasarkan pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang dipakai adalah
pendekatan kuantitatif.
8. Operational Field Testing (uji coba lapangan skala luas/uji kelayakan)
Pada langkah ini sebaiknya dilaksanakan dengan skala yang besar,
meliputi uji efektivitas dan adaptabilitas desain produk, dan uji efektivitas
dan adabtabilitas desain yang melibatkan para calon pemakai produk
tersebut. Hasil dari uji lapangan berupa model desain yang sudah siap
diterapkan, baik dari sisi substansinya ataupun metodologinya. Misalnya uji

12
ini dilaksanakan di 10 sampai 30 sekolah dengan subjek sebanyak 40
sampai 200. Pengujian ini dilakukan melalui angket, wawancara, dan
observasi dan yang kemudian hasilnya dianalisis.
9. Final Product Revision (revisi produk final)
Langkah revisi produk final ini, merupakan penyempurnaan produk
yang sedang dikembangkan. Penyempurnaan produk akhir dipandang perlu
guna lebih akuratnya produk yang sedang dikembangkan. Pada tahap revisi
produk final ini telah diperoleh suatu produk yang tingkat efektivitasnya
bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir
mempunyai nilai "generalisasi" yang bisa diandalkan. Penyempurnaan
didasarkan atas masukan atau hasil uji kelayakan dalam skala luas.
10. Disemination and Implementasi (Desiminasi dan implementasi)
Desiminasi dan implementasi, merupakan tahap pelaporan produk
kepada forum - forum profesional di dalam jurnal dan implementasi produk
pada praktik pendidikan. Penerbitan produk untuk didistribusikan secara
komersial maupun free guna dimanfaatkan oleh publik. Distribusi produk
haruslah dilaksanakan sesudah melalui quality control. Selain itu juga harus
dilakukan monitoring terhadap pemanfaatan produk oleh publik guna
mendapatkan masukan dalam kerangka mengendalikan kualitas produk.
2.8 PPIC
PPIC merupakan bagian yang bertugas melakukan perencanaan produksi dan
pengendalian persediaan. PPIC merupakan bagian organisasi perusahaan yang
menjembatani antara divisi marketing dengan produksi. PPIC menerjemahkan kebutuhan
pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk rencana produksi dan ketersediaan
bahan baku serta bahan pengemas. Oleh karena itu PPIC harus mengendalikan
persediaan mulai dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sampai obat jadi.
Tujuan dari pengendalian persediaan adalah menjaga agar persediaan tidak sampai habis
sehingga tidak menghambat proses produksi dan pemasaran produk.
PPIC mempunyai peran yang penting dalam perusahaan karena berkaitan erat
dengan cash flow dan kinerja bagian produksi. Secara umum fungsi PPIC  adalah sebagai
berikut :
a. Mensinergikan kepentingan marketing dan manufacturing
b. Mengintegrasikan dan memadukan pihak-pihak lain dalam organisasi  (marketing,
produksi, personalia dan keuangan) agar dapat bekerja dengan baik.

3
Sasaran  utama yang ingin dicapai adalah terciptanya proses produksi yang efektif
dan efisien serta menguntungkan bagi perusahaan. PPIC bertanggung jawab dalam
bidang production planning dan inventory control. Sasaran pokok production
planning adalah menyelesaikan permintaan atau pesanan pelanggan tepat pada waktu,
penghematan biaya produksi, memperlancar proses produksi. Sedangkan tugas inventory
control adalah mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan atau kelebihan
persediaan (stock out/over stock), menghadapi fluktuasi harga.
Tugas-tugas PPIC :
a. Membuat rencana produksi dengan pedoman rencana Sales Marketing
Dalam rangka penyusunan rencana dan jadwal produksi, bagian PPIC
memperoleh informasi dari bagian pemasaran dan juga bagian produksi.
Kemudian PPIC mengestimasi kemampuan pabrik dalam memenuhi permintaan
produk jadi tersebut. Dari data tersebut PPIC menyusun rencana produksi dan
jadwal produksi kemudian didistribusikan ke bagian produksi dan bagian lain
yang terkait dengan produksi. Perencanaan produksi diterbitkan oleh bagian PPIC
dengan jangka waktu 1 tahun, 3 bulan, 1 bulan, 1 minggu serta merealisasikannya
dalam bentuk rencana produksi harian (Production Daily Report).
b. Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan rencana dan kondisi stok dengan
menghitung kebutuhan material produksi menurut standar stok yang ideal (tidak
terjadi kelebihan stok maupun kekurangan stok agar tidak menghambat proses
produksi akibat kekosongan bahan baku).
c. Memantau semua inventory.
Pemantauan ini dilakukan baik untuk proses produksi, stok yang ada di gudang maupun
yang didatangkan sehingga pelaksanan proses dan pemasukan pasar tetap berjalan
lancar dan seimbang. Untuk memperlancar kegiatan produksi diperlukan
adanya buffer stock atau safety stock, yang ditetapkan berdasarkan jumlah
pemakaian bahan dan lead time (yaitu waktu yang diperlukan mulai dari bahan
dipesan sampai barang masuk ke gudang).
d. Membuat evaluasi proses produksi, hasil penjualan maupun kondisi inventory.
Forecasting dilakukan secara rutin sesuai waktu yang dijadwalkan dan dihadiri
oleh seluruh manager dan general manager untuk meramalkan produk apa saja
yang akan dipasarkan untuk selanjutnya direncanakan jumlah kebutuhan bahan
yang diperlukan.

14
e. Mengolah data, membuat rencana dan menganalisa realisasi produksi, sales serta
data inventory.
f. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan masukan
dari  bagian  produksi atas pengamatan langsung.
g. Menghitung standar hasil berdasarkan realisasi produksi tiap tahun.
h. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga diperoleh data
yang akurat dan up to date.
i. Sebagai juru bicara perusahaan dalam bekerja sama dengan perusahaan lain,
seperti  pelaksanaan toll manufacturing.

2.9 SANITASI/ HIGIENITAS


2.9.1 Menurut CPOTB ntuk higienitas personil :
a) Tiap orang yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian
pelindung untuk menghindarkan bahan yang berpotensi menimbulkan alergi.
Hendaklah mereka mengenakan sarung tangan, penutup kepala, masker,
pakaian dan sepatu kerja selama proses produksi.
b) Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area
produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu maupun bukan karyawan
yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor, pengunjung,
anggota manajemen senior dan inspektur.
c) Untuk menjamin perlindungan produk terhadap pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang
bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja
kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan
dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.
d) Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap
berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara
ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan.
Program hygiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara
luas selama sesi pelatihan.

3
e) Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang
memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi mutu
produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan
kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja dan
kesehatan personil secara berkala.
f) Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua
personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah
memperhatikan tingkat hygiene perorangan yang tinggi.
g) Tiap personil yang mengidap infeksi, penyakit kulit atau menderita luka
terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani
bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan produk jadi
sampai dia sembuh kembali.
h) Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan
kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang
menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.
i) Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan
bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan
bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
j) Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk
tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
k) Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan
makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya
diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium,
area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.
2.9.2 Menurut CPOTB sanitasi bangunan dan fasilitas :
a) Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
b) Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi
yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area
pembuatan.

16
c) Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian
personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
d) Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah
dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi
standar saniter. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah
dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai dan diberi penandaan yang jelas
untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang
secara teratur dan berkala, paling sedikit minimal sekali sehari, dengan cara
saniter.
e) Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang
diproses atau produk jadi.
f) Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,
fungisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis
tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap
peralatan, bahan awal, wadah obat tradisional, tutup wadah, bahan pengemas
dan label atau produk jadi. Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah
tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan
terkait.
g) Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk
sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode,
peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan
sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi.
h) Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh
kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu selama
pekerjaan operasional biasa.
i) Segala praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.
Pada bagian higienitas dibagi menjadi 2 are yaitu grey area dan black area.
Bagian yang terkendali full adalah gray area. Pada bagian grey area personil
harus menggunakan pakain secara full meyeluruh tertutup karena ada open
proses. Untuk di bagian black area sistemnya closing proses jadi semua paiping
semua, jadi bahan baku langsung masuk dari kemasan kemudian diproses sampai

3
denga evaporsi memakai pipa semua. Selama proses personil tidak menyentuh
sama sekali dan termasuk dalam higienitas produksi.
2.10IPAL
Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan PT. Javaplant berbagai macam jenis,
seperti limbah air, udara dan tanah. Pengelolaan limbah di PT. java Plant sangat
memikirkan bagaimana dari limbah dapat didaur ulang kembali, sehingga tidak
menimbulkan penumpukan sampah dan pencemaran lingkungan di sekitar pabrik. Untuk
mengelola limbah di PT. Javaplant, Seperti contoh ampas dari ekstrak tanaman kayu
manis atau biasa disebut ampas dari tanaman tersebut dapat digunakan sebagai malam
untuk batik dan bisa juga sebagai bahan baku dupa dan juga sebagai bahan plitur kayu.
Untuk tanaman kayu pasak bumi cara pemusnahannya dengan cara dibakar dan dipakai
sebagai kayu bakar atau arang. Adapun pada ampas kopi yang difregmentasi menjadi
pakan ternak dan ampas jahe yang diambil minyak atsirinya.

18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PT. Java Plant adalah industri farmasi yang bergerak dalam pengolahan atau
produsen ekstrak bahan aktif alam berkhasiat dari tanaman asli indonesia yang
bermanfaat untuk kesehatan dan berguna untuk memenuhi kebutuhan akan bahan utama
dan tambahan bagi industri farmasi lainnya. Produsen ekstrak terbesar yang dalam satu
tahun dapat menghasilkan ekstrak sebesar 400 ton dan mengekspor kurang lebih 60 ton,
yang berupa ekstrak sediaan setengah jadi. PT. Java Plant berawal dari PT. Tri Rahardjo
yang kemudian dikenal sebagai PT. Java Plant.
3.2 Saran
Dari kunjungan studi ekskursi yang dilakukan di PT Java Plant, diharapkan dapat
melestarikan tanaman herbal, karena tanaman herbal dapat diguanakan sebagai obat
tradisonal yang mempunyai efek samping yang minim. Dan dapat mengembangkan obat
tradisional.

3
Lampiran

20
3

Anda mungkin juga menyukai