Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN PEMBUATAN

PUPUK ORGANIK

DARI

KOTORAN KAMBING

Penulis:

Suherman
Nurhapsa
Irmayani
ii |
PANDUAN PRAKTIS

PEMBUATAN

PUPUK ORGANIK SEDERHANA

Suherman
Nurhapsa
Irmayani
PANDUAN PRAKTIS
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK SEDERHANA

Penulis:
Suherman, Nurhapsa, Irmayani

ISBN: 978-602-50695-6-7

Desain sampul dan Tata letak:


Suherman

Penerbit: UMPAR Press

viii + 28 hlm, 14 x 21 cm

Cetakan pertama, Desember 2018

Redaksi:
Kampus II UM Parepare
Jl. Jend. Ahmad Yani Km. 6 Parepare
Telp. (0421) 22757 Parepare
Email: umparpress@gmail.com

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

iv |
PARAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku Panduan
Praktis Penerapan Teknologi Tepat Guna Pembuatan
Pupuk Organik Sederhana dapat diselesaikan. Buku
panduan ini merupakan pedoman dan petunjuk praktis bagi
masyarakat/petani dalam pembuatan pupuk organik.
Buku panduan ini merupakan salah satu luaran yang
dihasilkan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Tahun
2018. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada DRPM
RISTEK DIKTI sebagai pemberi dana untuk kegiatan ini.
Juga kepada Rektor UM Parepare, Dekan Fakultas
Pertanian, Peternakan dan Perikanan UM Parepare,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(LPPM) UM Parepare dalam penyusunan buku ini. Tak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok
mitra (Kelompok Sikamaseang dan Kelompok Wanita Tani
Dasawisma) yang telah berpartisipasi mendukung jalannya
program ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang dan
Kepala Desa Batu mila atas izinnya melakukan kegiatan
pengabdian. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
mahasiswa dan Alumni Fakultas Pertanian, Peternakan dan
Perikanan UM PAREPARE untuk berkontribusi
melaksanakan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan
kegiatan PKM ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada
media massa harian Pare Pos yang telah meliput dan
mempublikasikan pelaksanaan kegiatan ini. Rekan-rekan
yang ada di Pusat Pengembangan Publikasi dan Hak

|v
Kekayaan Intelektual UM PAREPARE atas segala bantuan
dan kerjasamanya.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku
ini, untuk itu kami sangat menghargai kritik dan saran yang
membangun penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini
dapat memberi manfaat bagi mahasiswa, petani maupun
masyarakat umum.

Parepare, Desember 2018

Tim Penulis

vi |
DAFTAR ISI

PARAKATA .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................. vii
POTENSI LIMBAH PERTANIAN ...................................................... 1
PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK ............................................. 4
PUPUK ORGANIK .......................................................................... 6
PUPUK ORGANIK PADAT .............................................................. 7
PUPUK ORGANIK CAIR .................................................................. 7
STANDAR KUALITAS PUPUK ORGANIK.......................................... 8
METODE PEMBUATAN PUPUK ORGANIK SEDERHANA ............... 10
1. Pembuatan Reaktor..................................................... 10
2. Pembuatan Pupuk Organik Padat ............................. 11
3. Pembuatan Pupuk Organik Cair ................................ 15
REFERENSI .................................................................................. 20
GLOSARIUM ............................................................................... 23

| vii
viii |
POTENSI LIMBAH PERTANIAN

Perkembangan teknologi tidak luput menyentuh semua lini


kehidupan manusia, termasuk dunia pertanian saat ini.
Teknologi untuk menghasilkan energi terbarukan
merupakan tantangan perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan kebutuhan energi terbarukan adalah suatu
kebutuhan untuk menghasilkan energi dinamis dalam
keterbatasan energi saat ini (Prastowo, 2007). Energi
terbarukan menjadi issu global dalam tekanan krisisnya
energi fosil saat ini.
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam semakin marak
untuk menghasilkan energi dalam kebutuhan manusia.
Salah satu bentuk ekploitasi sektor pertanian adalah
pengelolaan sumberdaya lahan dengan menggunakan
input energi seperti pupuk anorganik. Sebagai upaya
peningkatan produksi pertanian saat ini mengakibatkan
sumberdaya lahan khususnya pertanian di Indonesia dalam
kondisi marginal (Kariyasa & Pasandaran, 2004; Kariyasa,
2017). Faktor ini dapat menjadi masalah produksi serta
menyebabkan input yang mempengaruhi nilai ekonomi
pelaku pertanian.
Hampir seluruh sektor produksi industri menggunakan
energi dan menghasilkan energi. Dalam setiap peralihan
energi tersebut akan terdapat produk dan limbah industri.
Berdasarkan Prastowo (2007), produksi dalam industri
pertanian merupakan suatu usaha yang cenderung
menghasilkan biomassa. Biomassa yang dihasilkan
merupakan bahan organik yang berasal dari tanaman dan
hewan. Produk dan limbah industri dari hasil budidaya,

|1
seperti pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
perikanan dapat diproses menjadi bioenergi (Reksowardojo
& Soeriawidjaja, 2006; Prastowo, 2007).
Limbah biomassa yang dapat berupa padatan dan cairan,
adalah bahan hasil produksi menjadi sampah organik.
Sampah organik dari hasil budidaya sangatlah melimpah
dan menjadi bahan yang terabaikan. Meskipun sampah
atau limbah organik ini merupakan biomassa yang dapat
terurai, tetapi dalam jumlah yang banyak akan tetap
menghasilkan cemaran negatif sebagai sampah, salah
satunya adalah penyebab pencemaran udara akibat proses
pelepasan gas metan.
Limbah organik yang mengalami proses dekomposisi
secara alami, tetap akan menghasilkan gas metan
(Ratnaningsih dkk., 2009). Limbah yang dibiarkan
menumpuk akan menyebabkan pencemaran lingkungan
(Haedar dkk., 2018), gas metan sangat berbahaya , karena
menjadi faktor utama pemanasan global (Qasim, 1994;
Ratnaningsih dkk., 2009).
Usaha budidaya dalam sektor pertanian akan selalu
menghasilkan limbah organik. Menurut Prastowo (2007),
sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan. Limbah organik
ini merupakan biomassa hasil produksi yang terabaikan,
seperti jerami tanaman maupun kotoran ternak. Berbagai
hasil penelitian telah melaporkan jika limbah dalam bentuk
kotoran ternak memiliki potensi untuk menggantikan pupuk
anorganik.

2|
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak sering
disebut dengan pupuk kandang. Pupuk kandang dapat
berasal dari kotoran ayam, sapi, kerbau, dan kambing,
sedangkan komposisi kandungan hara masing-masing
pupuk tersebut dipengaruhi oleh jumlah mupun pakan yang
diberikan (Hartatik & Widowati, 2006).
Kandungan hara dalam pupuk kandang dilaporkan masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik
(kimia). Selain itu, pupuk kimia lebih mudah diserap oleh
tanaman karena pupuk kimia sudah dalam bentuk tersedia
bagi tanaman. Hartati dan Widowati (2006), menyatakan
jika ketersediaan hara dalam pupuk kandang sangat
dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi masing-masing
bahan yang ada. Ketersediaan hara pupuk kandang
dipengaruhi oleh kemampuan bahan tersebut
terdekomposisi untuk menyediakan hara tersebut yang
terikat dalam jaringan senyawa kompleks, senyawa organo
protein atau senyawa asam humat atau lignin sangat sulit
untuk terdekomposisi.
Pupuk organik memiliki keunggulan tersendiri, kemampuan
bahan organik untuk menjaga atau mempertahankan
kesuburan tanah dapat bertahan dalam periode waktu yang
lama. Selain itu, penggunaan yang terus menerus akan
meningkatkan kesuburan tanah seiring dengan tersedianya
mikroorganisme tanah yang bersifat mutualisme. Berbeda
halnya dengan pupuk kimia yang merupakan garam-garam
mineral. Penggunaan anorganik yang berkepanjangan
dapat mempengaruhi penurunan kesuburan tanah,
termasuk pH tanah akibat penumpukan garam-garam
mineral tersebut.

|3
Kemampuan pupuk organik untuk dapat segera tersedia
dipengaruhi oleh rasio C/N pupuk organik tersebut.
Setyorini dkk. (2006), mengemukakan bahwa bahan
organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh
tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam
bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N
tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik
mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio
C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan
tanaman.
Selain rasio C/N, kandungan C organik dengan kadar
melebihi 3% dikategorikan dapat meningkatkan kesuburan
tanaman (Sari dkk., 2013). Untuk jumlah kandungan N
diindikasikan berdasarkan rasio C/N, rasio C/N yang besar
dapat dinyatakan bahwa jumlah N yang terurai lebih sedikit
(Setiawan dkk., 2003). Dengan terdekomposisinya bahan
organik, C organik terurai menjadi CO2 ke udara,
sedangkan N total akan mengalami peningkatan akibat
amoniasi dan nitrogenisasi oleh mikroorganisme.
Menurunnya kandungan C organik akan meningkatkan
kandungan N total sehingga rasio C/N akan mengalami
penurunan (Cahaya & Nugroho, 2009).

PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK


Dunia peternakan tidak lepas dari subsektor pertanian
lainnya. Pertumbuhan dan perkembangan subsektor
peternakan berkontribusi terhadap subsektor pertanian
lainnya (tanaman pangan, hortikultura, maupun perikanan).

4|
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam memanfaatkan
limbah peternakan terus berkembang khususnya dalam
menghasilkan bioenergi, seperti biogas dan pupuk organik.
Masalah utama produksi pertanian adalah kemampuan
negara untuk swasembada pangan. Kekuarangan produksi
pertanian tentu dipicu oleh keberdayaan lahan untuk
menghasilka produksi optimum. Jika lahan terus mengalami
penurunan kesuburan akibat input anorganik, maka daya
dukung lahan terhadap produksi akan semakin menurun
seiring dengan marginalnya lahan tersebut.
Oleh karena itu, limbah peternakan (ayam, sapi, kerbau,
dan kambing) padat atapun cair telah terbukti dapat
menjadi bahan penyubur tanah untuk meningkatkan
produksi tanaman. Maka upaya untuk mendorong produksi
pertanian harus didukung dengan tersedianya pupuk
organik.
Berbagai macam produk organik yang bersumber dari
limbah peternakan telah dihasilkan. Penggunaan pupuk
kandang sebagai pengganti pupuk anorganik sangat
bermanfaat dalam menekan pencemaran lingkungan.
Pupuk kandang juga dapat mengurangi logam-logam berat
akibat residu senyawa kimia, serta menjadi bahan yang
dapat mereklamasi lahan-lahan marginal (Hartatik &
Widowati, 2006).
Kotoran ternak yang umum digunakan di Indonesia berasal
dari kotoran ternak sapi, kerbau, kambing, kuda, ayam, dan
di daerah tertentu menggunakan kotoran babi (Hartatik &
Widowati, 2006). Potensi penggunakan kotoran ternak

|5
sebaiknya disesuaikan dengan potensi peternakan masing-
masing daerah.

PUPUK ORGANIK

Pupuk organik merupakan penamaan kolektif untuk semua


jenis bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan,
bahan organik ini dapat dirombak menjadi hara tersedia
bagi tanaman (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006). Pupuk
organik adalah pupuk yang sebagan besar atau seluruhnya
terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman atau
hewan yang telah mengallami proses rekayasa yang
digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Pupuk organik dapat berupa pupuk padat atau cair.
Pupuk organim merupakan hasil akhir dari penguraian
baian-bagian atau sisa-sisa bahan organik dari tanaman
ataupun hewan (Samekto, 2008; Yuliarti, 2009; Huda,
2013).
Pupuk organik juga dikenal dengan kompos atau bokashi.
Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah
tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi,
aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk bokashi (bahan
organik kaya sumber hayati) digunakan sebagai nama
kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah
yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah,
sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk hayati dapat
didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme
hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau

6|
memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman
(Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).

PUPUK ORGANIK PADAT

Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar


atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal
dari limbah tanaman dan hewan. Dengan pegomposan
maka pupuk organik padatan tidak menimbulkan efek
samping. Pengomposan merupakan langkah sederhana
dalam membuat pupuk organik padat (Hadisuwito, 2007).

PUPUK ORGANIK CAIR

Pupuk organik cair merupakan larutan yang berisi satu atau


lebih pembawa unsur yang dibutuhkan untuk menyuburkan
tanah (Hadisuwito, 2012). Pupuk organik cair adalah
larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang
sudah mengalami fermentasi (Sundari dkk, 2012).

|7
STANDAR KUALITAS PUPUK ORGANIK

Tabel 1. Standar kualitas kompos SNI 19-7030 2004


No Parameter Satuan Minimun Maksimum
1 Kadar air % - 50
2 Warna % - Kecoklatan
3 Bahan organik % 27 58
4 Nitrogen % 0,4 -
5 Karbon % 9,8 32
6 Fosfor (P2O5) % 0,1 -
7 C/N rasio 10 20
8 Kalium (K2O) % 0,2 -
9 pH 6,8 7,49
10 Ukuran mm 0,55 25
partikel
11 Bahan asing % - 1,5

Tabel 2. Standar mutu pupuk organik cair No.


28/SNI/Permentan/OT.140/2/2009
No Parameter Satuan Persyaratan
teknis
1 C-Organik % ≥4
2 N, P, K % <2
3 Patogen cfu/g <102
4 Mikroba fungsional cfu/g -
5 pH - 4-8

8|
Tabel 3. Kriteria penilaian sifat kimia
Sangat Sangt
Sifat tanah Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
C-organik (%)* <1.00 1.00 – 2.00 2.01 – 3.00 3.01 – 5.00 >5.00
N (%)* <0.10 0.10 – 0.20 0.21 – 0.50 0.51 – 0.75 >0.75
C/N* <5.0 5.0 – 7.9 8.0 – 12.0 12.1 – 17.0 >17
P2O5 <10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 >60
(me/100gr)**
K2O <10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 >60
(me/100gr)**
Sumber: *Ahmad Fauzi, 2008; **Soepraptohardjo, 1983.

|9
METODE PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
SEDERHANA

1. Pembuatan Reaktor
Reaktor dapat dibuat dari wadah bekas seperti drum,
ember, atau jergen bekas. Reaktor berfungsi sebagai
tempat fermentasi agar suhu saat terjadinya dekomposisi
dapat berlangsung dengan baik. Untuk dekomposisi dapat
dilakukan dengan aerob maupun anaerob. Fermentasi
anaerob maka reaktor ditambah dengan pipa aerasi. ,
Desain reaktor terbuat dari drum/ember plastik dapat dilihat
pada gambar di bawah.

Gambar desain reaktor dengan pipa aerasi.

10 |
Reaktor sederhana ini terdiri atas tiga bagian, yaitu
penutup, badan, dan pipa aerasi. Pada bagian bawah pipa
yang masuk ke dalam badan reaktor diberi lubang-lubang
kecil, panjang pipa yang diberi lubang berkisar 2/3 bagian
badan reaktor (drum/ember/jergen).

2. Pembuatan Pupuk Organik Padat


Tahapan pelaksanaan pengolahan limbah terdiri dari dua
tahapan. Tahap pertama, penyediaan bahan yang terdiri
dari mikroorganisme perombak (dekomposer), air,
molasses (gula), dan feses kambing. Sedangkan alat yang
digunakan berupa drum/ember plastik (reaktor), gayung,
dan ember. Tahap kedua adalah pembuatan pupuk organik
berdasarkan metode yang digunakan oleh Suherman &
Kurniawan (2017), dengan prosedur sebagai berikut:
1) Wadah berupa drum/ember dan penutupnya
disediakan. Tutup ember diberi lubang untuk masuknya
pipa aerasi.
2) Pipa aerasi dibuat disesuaikan dengan ketinggian
drum/ember dan diberi lubang-lubang aerasi pada
bagian bawah pipa.
3) Molasses (gula) dilarutkan ke dalam air dengan
perbandingan 1:1 dan diaduk merata.
4) Mikroorganisme perombak (dekomposer) dilarutkan ke
dalam larutan molases yang sudah jadi dan didiamkan
beberapa menit.
5) Feses kambing disiramkan menggunakan larutan
mikroba dekomposer secara perlahan dan merata

| 11
sampai kadar air ±30%. Selanjutnya feses kambing
dimasukkan ke dalam drum/ember.
6) Feses kambing didiamkan dan setiap satu minggu
dilakukan pembalikan.
7) Pemanenan. Pupuk organik dari feses kambing yang
telah jadi dicirikan jika pupuk tidak berbau
busuk/menyengat dan ditumbuhi jamur dengan adanya
hifa yang berwarna putih.
Prosedur dan hasil pelaksanaan pembuatan pupuk organik
dari feses kambing dapat dilihat di bawah ini. Pupuk
organik dari feses kambing biasanya sudah ditumbuhi
jamur pada minggu pertama, namun masih mengeluarkan
bau busuk yang menyengat. Pupuk yang jadi siap dipenen
setelah dilakukan beberapa pembalikan sampai lama
fermentasi berjalan sekitar satu bulan.
Tabel 4. Alat dan bahan
Alat Bahan
Feses kambing Drum
Aktivator mikroorganisme Ember
Air secukupnya Sekop
Molases Gayung
pengaduk

12 |
| 13
14 |
3. Pembuatan Pupuk Organik Cair
Tahapan pembuatan pupuk organik cair terdiri atas tiga
bagian. Tahap pertama adalah pembuatan mikroorganisme
pengurai. Tahap kedua adalah penguraian kotoran ternak
(kambing) dengan air, tujuannya adalah untuk melepas
amoniak yang terkandung pada kotoran ternak. Tahap
kedua dikerjakan dalam hari yang sama dengan tahap
pertama. Tahap ketiga merupakan pencampuran hasil
tahap pertama dengan tahap kedua.

a. Proses Pertama (mikroorganisme pengurai)


1) Siapkan jergen dengan kapasitas 5 liter.
2) Buah yang sudah masak dikupas dan dibersihkan.
Sebaiknya menggunakan buah nanas.
3) Buah selanjutnya dihaluskan.

| 15
4) Buah dimasukkan ke dalam jergen.
5) Lalu ditambahkan dengan ¼ kg gula. Gula yang
digunakan sebaiknya adalah gula aren atau gula
kelapa.
6) Tambahkan 5 liter air. Aduk hingga gula larut
bersama air.
7) Tutup jergen dan fermentasi selama 7 hari.
8) Setiap hari larutan dibuka dan diaduk selama ±2
menit.

b. Proses Kedua (Pelarutan Kotoran Ternak)


1) Siapkan drum.
2) Masukkan kotoran ternak (kambing) 1/3 bagian
drum.

16 |
3) Tambahkan air hingga mencapai ½ bagian drum.
4) Tutup drum dan biarkan selama 7 hari.
5) Setiap hari drum dibuka dan diaduk selama ±2
menit.

c. Proses Ketiga (Penguraian Pupuk Cair Sebaguna)


1) Proses ketiga dilakukan setelah proses pertama dan
kedua telah mencapai 7 hari.
2) Larutan mikroorganisme dalam jergen dimasukkan
ke dalam drum yang berisi larutan kotoran ternak.
3) Tambahkan satu botol pupuk organik cair yang telah
jadi atau sejenisnya sebagai pengganti biostarter.
4) Lalu tambahkan air sampai drum penuh.
5) Tutup dan diamkan kembali selama 7 hari.

| 17
6) Setiap hari drum dibuka dan diaduk selama ±2
menit.
7) Setelah 7 hari, pupuk organik serbaguna sudah siap
untuk diaplikasikan.

Pupuk organik cair serbaguna ini dapat diaplikasikan


dengan cara disemprotkan pada tanaman atau dikocor ke
tanah.
Aplikasi dengan penyemprotan pada tanaman sebaiknya
dilakukan tiap dua minggu. Takaran untuk aplikasi
penyemprotan lebih rendah dibanding dengan pengocoran.
Untuk penyemprotan dapat diberikan dengan konsentrasi
20 ml/l air, sedangkan pengocoran dengan konsentrasi 100

18 |
ml/l air. Pengocoran disarankan dilakukan dekat dengan
perakaran tanaman.

| 19
REFERENSI

Cahaya, T. S., & Adi Nugroho, D. (2009). Pembuatan


Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat
Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu).
Fauzi, A. (2008). Analisa Kadar Unsur Hara Karbon
Organik dan Nitrogen di dalam Tanah Perkebunan
Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Tugas Akhir.
Hadisuwito, S. (2007). Membuat pupuk kompos cair.
AgroMedia.
Hadisuwito, S. (2012). Membuat pupuk organik cair.
AgroMedia.
Haedar, H., Suardi, A., Sapri, H., & Kasran, M. (2018).
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program
Pembelajaran Pembuatan Pakan dari Limbah Ampas
Sagu di Desa Buntu Terpedo. Jurnal Dedikasi
Masyarakat, 1(2), 90-97.
Hartatik, W., & Widowati, L. R. (2006). Pupuk kandang.
Dalam, R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R.
Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Hal. 59-82.
Huda, M. K. (2013). Pembuatan pupuk organik cair dari urin
sapi dengan aditif tetes tebu (molasses) metode
fermentasi (Doctoral dissertation, Universitas Negeri
Semarang).
Kariyasa, K. (2017). Sistem integrasi tanaman-ternak dalam
perspektif reorientasi kebijakan subsidi pupuk dan
peningkatan pendapatan petani. Analisis Kebijakan
Pertanian, 3(1), 68-80.

20 |
Kariyasa, K., & Pasandaran, E. (2004). Dinamika Struktur
Usaha dan Pendapatan Tanaman Ternak Terpadu.
Makalah disampaikan dalam Seminar Kelembagaan
Usahatani Tanaman-Ternak tanggal 30 Nopember –
2 Desember 2004 di Denpasar-Bali. Proyek PAATP.
Jakarta.
Prastowo, B. (2007). Potensi sektor pertanian sebagai
penghasil dan pengguna energi terbarukan.
Perspektif, 6(2), 85-93.
Qasim, Syed, R. (1994). Wastewater Treatment Plant,
Technomic Publishing Company, Lancester,
Pennsylvania.
Reksowardojo, IK., & Soerawidjaja, TH. (2006). Teknololgi
pengembangan bioenergi untuk industri pertanian.
Dalam Agung H, Sardjono, TW Widodo, P Nugroho &
Cicik S. Proc. Seminar Nasional Mekanisasi
Pertanian: Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk
Pembangunan Industri Pertanian. Bogor 29-30 Nov.
2006.
Samekto, R. (2008). Pemupukan . Yogyakarta: PT. Aji
Cipta Pratama.
Sari, N.P., Santoso, T.I., dan Mawardi, S. 2013. Sebaran
Tingkat Kesuburan Tanah pada Perkebunan Rakyat
Kopi Arabika di Dataran Tinggi Ijen-Raung Menurut
Ketinggian Tempat dan Tanaman Penaung. Pelita
Perkebunan, 29 (2), hal. 93-107.
Setiawan, S., Sugiyarto, & Wiryanto. (2003). Hubungan
Populasi Makrofauna dan Mesofauna Tanah dengan
Kandungan C, N, dan Polifenol, serta Rasio C/N, dan
Polifenol/N Bahan Organik Tanaman. Biosmart, 5(2),
134, 137.

| 21
Setyorini, D., Saraswati, R., dan Anwar, E.K. (2006).
Kompos. Dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A.
Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W.
Hartatik. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai
Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 11-40.
Soepraptohardjo. (1983). Surver Kapabilitas Tanah.
Lembaga Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Suherman, S., & Kurniawan, E. (2017). Manajemen
Pengelolaan Ternak Kambing di Desa Batu Mila
Sebagai Pendapatan Tambahan Petani Lahan
Kering. Jurnal Dedikasi Masyarakat, 1(1), 7-13.
Sundari, E., Sari, E., dan Rinaldo, R. (2012). Pembuatan
Pupuk Organik Cair Menggunakan Bioaktivator
Biosca dan EM4. Kalium, 2, 0-2.
Suriadikarta, D. A., & Simanungkalit, R. D. M. (2006).
Pendahuluan. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R.
Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Hal. 1-10.
Yuliarti, N.( 2009). 1001 Cara Menghasilkan Pupuk
Organik. Yogyakarta: Lily Publisher.

22 |
GLOSARIUM
Bahan organik adalah bahan di dalam atau permukaan
tanah yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan
manusia baik yang telah mengalami dekomposisi lanjut
maupun yang sedang megalami proses dekomposisi.
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui
proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan.
Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat
menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk
mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa
campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan
sekam padi.
Budidaya merupakan kegiatan terencana pemeliharaan
sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan
untuk diambil manfaat/hasil panennya.
Dekomposisi atau pembusukan merupakan salah satu
perubahan secara kimia yang membuat objek, biasanya
makhluk hidup yang mati dapat mengalami perusakan
susunan/struktur yang dilakukan oleh dekomposer.
Eksploitasi adalah pemanfaatan yang secara sewenang-
wenang atau berlebihan terhadap sesuatu untuk
kepentingan ekonomi semata-mata.
Energi fosil adalah energi yang berasal sari sisa-sisa
makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan yang tertimbun
tanah selama jutaan tahun dan berubah bentuk.
Energi terbarukan adalah proses alam yang
berkelanjutan.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan
yang dikeluarkan melalui anus dan kloaka.

| 23
Hortikultura adalah budidaya tanaman buah, bunga,
sayuran, obat-obatan, dan taman yang dibudidayakan
sebagai tanaman kebun.
Kehutanan adalah suatu praktik untuk membuat,
mengelola, menggunakan dan melestarikan hutan untuk
kepentingan manusia.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan
aerobik atau anaerobik.
Lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi
rendah hingga sangat rendah untuk menghasilkan suatu
produksi tanaman peranian.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan sari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga),
yang lebih dikenal sebagai sampah dan tidak memiliki nilai
ekonomis.
Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang
berbentuk gas dengan rumus kimia CH4.
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati
perairan.
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh
lainnya dalam ekosistem yang sesuai; mengolah, dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut,
dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya
hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan

24 |
pangan, bahan baku industri, atau seumber energi, serta
untuk mengelola lingkungan hidup.
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan
manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
pH tanah adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu
benda yang diukur dengan skala pH antara 0 hingga 14.
Produk adalah barang atau jasa yang dapat
diperjualbelikan.
Produksi adalah banyaknya produk usaha tani yang
diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Satuan yang
banyak digunakan adalah ton per tahun atau kg per tahun,
tergantung dari potensi hasil setiap jenis komoditi.
Pupuk adalah material ang ditambahkan pada media
tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara
yang diperlukan tanaman untuk menghasilkan produksi
yang baik.
Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan
proses fisika, kimia, atau biologis. Umumnya adalah sintetis
yang dibuat oleh pabrik.
Pupuk kandang adalah pupuk organik, sebagaimana
kompos dan pupuk hijau.
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman,
hewan, dan manusia.
Pupuk organik cair adalah larutan dari pembusukan
bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman,
kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur
haranya lebih dari satu unsur.
Rasio C/N adalah rasio dari massa karbon terhadap massa
nitrogen di suatu zat.

| 25
Reaktor adalah suatu alat proses tempat di mana
terjadinya suatu reaksi berlangsung dengan reaksi kimia.
Dengan terjadinya reaksi maka suatu bahan berubah ke
bentuk bahan lainnya yang dapat terjadi secara spontan
(terjadi dengan sendirinya) atau bisa juga membutuhkan
energi seperti panas.
Swasembada pangan adalah kemampuan memenuhi
kebutuhan pangan dari hasil pertanian sendiri.

26 |
Kontributor

Suherman, lahir di Kota Parepare pada 1 Juni 1979. Saat


ini aktif dalam berbagai penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, baik desentralisasi maupun kompetitif
nasional. Penulis telah lama bergerak dalam
pemberdayaan masyarakat khususnya dalam membantu
masyarakat petani, baik dilakukan secara mandiri maupun
yang didanai oleh lembaga pemerintah. Penulis juga terlibat
dalam pengelolaan jurnal ilmiah di Universitas
Muhammadiyah Parepare.

Nurhapsa, dilahirkan di Siddo, 12 Oktober 1969. Lulus S1


di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian dan Kehutanan UNHAS (1993), menyelesaikan
S2 pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Program
Pascasarjana UNHAS Tahun 2003 dan lulus S3 di Program
Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB Tahun 2013. Saat ini
sebagai dosen tetap Pada Fakultas Pertanian, Peternakan
dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Parepare.
Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat baik desentralisasi
maupun kompetitif nasional.

Irmayani, lahir di Maroangin pada tahun 1988. Saat ini aktif


sebagai tenaga pengajar di Fakultas Pertanian, Peternakan
dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Parepare.
setelah memperoleh gelas kesarjaan dari Universitas
Hasanuddin Makassar, Ia melanjutkan studi magister di
kampus yang sama dengan mengikuti program beasiswa
Unggulan Dikti. Telah melakukan kegiatan pengabdian
pada masyarakat sejak tahun 2012. Tahun 2015 dan 2017
mendapatkan hibah skema IbM melalui Ristekdikti. Tahun
2018 mendapatkan dana riset pada skema PDP sebagai
ketua.

| 27
28 |
| 29
Redaksi:
Kampus II UM Parepare
Jl. Jend. Ahmad Yani Km. 6 Parepare
Telp. (0421) 22757 Parepare
30 |
Email: umparpress@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai