Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN PAKET TEKNOLOGI PRODUKSI LIPAT GANDA

CABAI MERAH DI SUMATERA BARAT

Oleh
Ir. Atman Roja, M.Kom dan Yuniarti, SP, M.Si

A. PENDAHULUAN
Permasalahan utama sebagai penyebab rendahnya produksi dan
produktivitas tanaman cabai merah adalah adanya penyakit layu fusarium
dan serangan virus kuning yang ditularkan oleh serangga Bemissia tabaci
yang merusak tanaman cabai merah pada daerah-daerah sentra produksi di
Sumatera Barat. Akibatnya tanaman mati dan tidak menghasilkan sama
sekali. Penggunaan varietas tahan dan beradaptasi baik di daerah sentra
produksi merupakan tindakan pengendalian hama dan penyakit serta dapat
mengatasi penurunan hasil. Dari hasil penelitian tahun 2009 yang lalu terlihat
cabai merah keriting varietas Bukittinggi, cabai merah keriting lokal Alahan
Panjang dan cabai merah keriting asal Batusangkar beradaptasi baik di
Alahan Panjang, Kabupaten Solok yang menghasilkan masing-masingnya
16,80 t/ha, 16,78 t/ha dan 15,08 t/ha dan ini jauh mengungguli cabai merah
keriting varietas Lembang-1 yang hanya menghasilkan 7,96 t/ha selama 16
kali panen (Rusli et. al., 2009). Penelitian Atman, dkk. (2015) menunjukkan
bahwa penggunaan teknologi yang tepat hanya mampu meningkatkan hasil
menjadi 11,35 t/ha atau lebih tinggi 31,5% dibanding teknologi petani. Namun
demikian benih dan tingkat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama
dari komoditas ini masih belum baik. Perbaikan mutu benih sangat
diharapkan dapat meningkatkan hasil disamping meningkatkan keragaman
genetik cabai merah dengan mengintroduksikan varietas unggul baru (VUB).
Sebagai upaya pemecahan masalah tersebut telah dirancang suatu inovasi
teknologi usahatani yang dapat meningkatkan produksi dan produktivitas
cabai merah yaitu melalui inovasi teknologi produksi lipat ganda (proliga)
cabai merah. Teknologi ini mampu meningkatkan hasil cabai merah sampai
20 t/ha. Teknologi ini sudah berkembang pada beberapa daerah di Indonesia
sehingga untuk Provinsi Sumatera Barat, teknologi ini perlu untuk diuji lebih
spesifik dan selanjutnya dikembangkan dalam skala luas.

B. TUJUAN
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi produksi lipat
ganda (proliga) cabai merah spesifik Sumatera Barat.

C. MANFAAT DAN DAMPAK


Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini adalah
Meningkatnya penggunaan teknologi produksi lipat ganda (proliga) cabai
merah sehingga produksi dan produktivitasnya di Sumatera Barat meningkat
Produksi dan produktivitas cabai merah meningkat, sekaligus pendapatan
petani juga meningkat; berkembangnya kawasan cabai merah di Sumatera
Barat; dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani pada
kawasan pengembangan pertanian cabai merah di Sumatera Barat.

D. METODOLOGI
a. Lokasi, Waktu dan Pelaksana Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan di Kebun Percobaan Sukarami Kecamatan
Gunung Talang Kabupaten Solok Sumatera Barat, bulan Januari sampai
Desember 2019. Pelaksana kegiatan adalah tim yang terdiri dari 5 orang
pegawai BPTP Sumatera Barat yang diketuai oleh Ir. Atman Roja, M.Kom,
dengan anggota Ir. Farida Artati, Ir. Zulifwadi, Winda Rahayu, S.St dan
Masril.
b. Prosedur Pelaksanaan
Langkah awal pelaksanaan kegiatan adalah koordinasi dengan
Distanhorbun Provinsi Sumatera Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten
Solok. Langkah berikutnya adalah koordinasi dengan Kepala UPT
penyuluhan tingkat kecamatan dan sekaligus sosialisasi tentang strategi
dan operasional pelaksanaan kegiatan.
Kegiatan menggunakan pendekatan On Farm Research (OFAR) pada
luasan 0,25 ha yang ditata dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan perlakuan sebanyak empat macam yaitu: tiga macam varietas
berbasiskan teknologi Proliga, yang dibandingkan dengan teknologi petani
(existing), dan lima ulangan.
Ada sebanyak 5 (lima) komponen teknologi proliga cabai merah yang
akan diterapkan dalam memproduksi cabai merah terkait dengan
pengembangan program proliga, yaitu: (1) menggunakan varietas unggul
spesifik Sumatera Barat, dan jika memungkinkan juga menggunakan salah
satu varietas unggul nasional, seperti: Kencana, PM99, Lingga dan Mega
Top; (2) menerapkan sistem persemaian sehat; (3) meningkatkan
kepadatan populasi tanaman berkisar 29-30 ribu tanaman/ha; (4)
melaksanakan pengelolaan tanah, hara, dan air; dan (5) pengendalian
hama dan penyakit.
Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan (tinggi
tanaman, umur mulai panen), komponen hasil (panjang buah, lingkaran
buah, berat 100 buah), dan hasil (t/ha). Data pengamatan ditabulasi dan
dianalisis sidik ragam dan analisis lanjutan UBD taraf 5%. Hasil analisis
ditampilkan dalam bentuk Tabel atau Grafik.
Pada lokasi demplot pengkajian, selama periode tanam sampai panen
dilakukan kegiatan temu lapang dengan menghadirkan stakeholder terkait.
Diantaranya, penyuluh, petani, dan dinas/instansi terkait lainnya.
a. Varietas.
 Menggunakan salah satu varietas unggul nasional, seperti: Kencana,
PM99, Lingga dan Mega Top, dan dua varietas lokal yang dominan
ditanam petani setempat.
b. Persemaian sehat.
 Media pesemaian terdiri atas campuran tanah halus dan pupuk
kandang (1:1) yang telah dikukus dengan uap air panas selama 4 jam.
 Tempat persemaian disterilkan dengan cara disemprot insektisida
spirotetramat + imidakloprid (1.0 ml/l)/Movento energy, kemudian
dipasang perangkap kuning untuk memantau Bemisia tabaci sampai
populasi nol.
 Benih cabai direndam dalam larutan fungisida propamokarb
hidroklorida (1 ml/l) selama 1 jam.
 Ketika persemaian berumur 2-3 minggu (3 daun sejati) dilakukan
imunisasi dengan menggunakan inducer. Ekstrak nabati daun bunga
pagoda, bunga pukul empat atau bayam duri diinokulasikan pada
tanaman muda, dengan tujuan mengaktifkan gen pertahanan tanaman
secara sistemik.
 Melakukan Pinching (jepitan), yaitu membuang pucuk terminal dari
benih asal, hal ini dilakukan untuk menghentikan dominasi tunas apikal
(tunas yang tumbuh dipucuk/puncak batang). Bertujuan untuk
merangsang tumbuhnya tunas-tunas lateral dari ketiak daun untuk
menstimulasi pertumbuhan tunas-tunas lateral yang kemudian
dipelihara lebih lanjut hingga membentuk kuncup bunga. Dominasi
apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh
keseimbangan konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai
persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal
pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan
tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk.
Dominasi apikal disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk
ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan
menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih
terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan tempat memproduksi auksin.
Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung
batang, akar dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk mengatur
pemanjangan sel didaerah belakang meristem ujung. Auksin
merupakan hormon pertama yang ditemukan dan disintesis dalam
batang, akar apeks dan ditransportasikan di aksis tanaman. hormon
auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanaman.
Dominasi apikal biasanya ditandai dengan pertumbuhan vegetatif
tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominasi
apikal dapat dikurangi dengan memotong bagian pucuk tumbuhan
sehingga produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan terhambat
bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral
(ketiak daun) yang akan membentuk cabang atau bunga. Keuntungan
melakukan pinching adalah: arsitektur tanaman lebih baik; jumlah
cabang lebih banyak; dan produktivitas lebih tinggi. Sedangkan
kelemahannya adalah: pertumbuhan tanaman terhambat dan masa
berbunga lebih lambat (2-3 minggu)
c. Peningkatan kepadatan populasi tanaman.
 Ditanam pada populasi tanaman sebanyak 29.000 tanaman/ha (jarak
tanam 60x40 cm, dengan sistem tanam dua satu zigzag) atau populasi
tanaman sebanyak 30.000 tanaman/ha (jarak tanam 70x50 cm,
dengan sistem tanam dua satu zigzag).
d. Pengelolaan tanah, hara, dan air
 Penggemburan lahan dilakukan dengan cara mencangkul sampai
kedalaman 30 – 40 cm. Lahan dibiarkan terkena sinar matahari
selama 2 (dua) minggu.
 Dibuat garitan-garitan dan lubang-lubang tanam dengan jarak (60x40
cm atau 70x50 cm) baris ganda zig-zag. Pada tiap bedengan terdapat
2 baris tanaman. Jumlah bedengan 500 per hektar (12 m x 1 m). Tiap
bedengan terdiri atas 46 tanaman atau sesuai dengan kondisi
lapangan.
 Derajat kemasaman tanah (pH) yang sesuai untuk budidaya cabai
merah adalah5,5-6,8. Namun, jika pH tanah <6,5 dilakukan
pengapuran dengan dosis 5,8 t/ha (pH 5,5), 7,8 t/ha (pH 5,0), 10,7 t/ha
(pH 4,5), dan 13,6 t/ha (pH 4,0). Pengapuran dilakukan pada saat
pengolahan tanah pertama dan dibiarkan selama satu bulan.
 Pupuk dasar berupa 30 t/ha pupuk organik, 700-1.000 kg/ha NPK, dan
200 kg/ha ZA. Pupuk susulan berupa pupuk NPK (2 g/l) disiramkan
pada lubang tanaman atau disekitar tanaman (200 ml per
tanaman)/pada saat pengecoran NPK.
 Pemberian secara cor pupuk hayati MM 600 ml/60 l air atau molasses
600 ml yang telah difermentasi selama 2 minggu atau pemberian
pupuk hayati lainnya (Ultra-Bio, Biotriba, Biotren, dll). Pemberian
secara cor pupuk KNO3, Ca, Mg, Boron (merek CPN KNO3 merah)
untuk mencegah rontok buah.
e. Pengendalian hama dan penyakit
 Penggunaan tanaman pembatas jagung (tanaman jagung ditanam 1
bulan sebelum tanam cabai merah).
 Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan tumbuhan pengganggu
(gulma) yang dijadikan inang bagi OPT.
 Pertanaman cabai harus bebas gulma babadotan/ wedusan (Ageratum
conyzoides) karena inang penyakit virus kuning.
 Penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan di lapangan (minimal
setiap 4 minggu sekali).
 Setelah cabai berumur dua bulan, tunas-tunas air tanaman sampai
dengan ketinggian 15 - 25 cm (tergantung pada varietas yang
ditanam) dari permukaan tanah dipangkas.
 Pemangkasan ini bertujuan untuk menghindari percikan air
penyiraman yang menempel pada bagian tanaman.
 Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai berdasarkan konsep
pengendalian hama terpadu (PHT)

E. HASIL PENGAMATAN (SAAT INI)


Kondisi tanaman cabai pada saat ini berumur kurang lebih dua bulan
sejak pindah tanam. Berdasarkan parameter pertumbuhan, rata-rata tinggi
tanaman cabai varietas lokal Sukarami menggunakan teknologi proliga
berkisar 32.6 cm, dengan pemunculan bunga 1-2 bunga pada satu tanaman,
akan tetapi pemunculan bunga belum merata pada semua tanaman.
Sebagian kecil tanaman terserang virus keriting yang mengakibatkan
pertumbuhan menjadi lebih lambat daripada tanaman yang tidak terserang.
Pada tanaman cabai paket teknologi proliga varietas Kopay, rata-rata
tinggi tanaman saat ini berkisar 25.6 cm, lebih pendek daripada varietas lokal
Sukarami, akan tetapi pemunculan bunga pada satu tanaman lebih banyak
dibanding varietas lokal Sukarami, satu tanaman mencapai 1-7 bunga per
tanaman, sekitar 20% tanaman sudah mulai berbunga. Pada tanaman cabai
paket teknologi proliga varietas Kencana, rata-rata tinggi tanaman berkisar
23.5 cm, varietas ini lebih pendek dibanding dua varietas sebelumnya
dengan menggunakan paket teknologi yang sama. Perbedaan pertumbuhan
tanaman cabai bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan
varietas dan iklim.
Pada tanaman cabai varietas lokal Sukarami dengan menggunakan
paket teknologi petani, rata-rata tinggi tanaman berkisar 31.6 cm,
pemunculan bunga masih satu bunga per tanaman, lebih sedikit
dibandingkan dengan varietas yang sama menggunakan paket teknologi
proliga, begitu juga dengan parameter tinggi tanaman. Perbedaan
penggunaan teknologi yang digunakan berpengaruh terhadap parameter
tinggi tanaman dengan varietas yang sama.
Penggunaan paket teknologi proliga memberikan pengaruh yang baik
pada parameter tinggi tanaman pada umur tanaman saat ini.
F. SUMBER
Tulisan diambil dari juknis proliga cabai 2019 BPTP Sumatera Barat
dan pengamatan penulis di lapangan.

G. DOKUMENTASI

Hamparan lahan proliga cabai merah Tanaman cabai merah umur ± 2 bulan

Cabai merah varietas lokal Sukarami Tinggi tanaman var. Lok. Sukarami

Cabai merah varietas Kopay Tinggi tanaman var. Kopay


Cabai merah varietas Kencana Tinggi tanaman var. Kencana

Tinggi tanaman paket petani var. Lokal Tanaman jagung yang ditanam sebagai
Sukarami tanaman pembatas

Anda mungkin juga menyukai