Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TEKNOLOGI PANGAN

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP

2. Ir.Hj.Ermina Syainah,MP

3. Rahmani, STP.,MP

Disusun Oleh :

WISLAH TINI FARIDA

NIM P07131116131

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banjarmasin

Pogram Diploma III Jurusan Gizi

2017/2018
Praktikum : Ilmu Teknologi Pangan

Pertemuan : 6 (keenam)

Judul Praktikum : Abon

Hari/tanggal : Rabu, 18 Oktober 2017

Tempat : Lab. ITP/ Ilmu Pangan Dasar

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP

2. Ir.Hj.Ermina Syainah,MP

3. Rahmani, STP.,MP
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abon merupakan salah satu proses pengolahan daging yang digunakan
untuk proses pengawetan. Hal ini karena abon dibuat melalui proses pengeringan,
sehingga dapat mengurangi kadar air dalam daging dan dapat memperpanjang
masa simpan daging. Beberapa keuntungan dari proses pembuatannya ialah
mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki aroma dan rasa yang khas
serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik dalam skala industri kecil
maupun menengah.
Abon umumnya memiliki komposisi kandungan gizi yang cukup baik dan
dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan dan sebagai lauk-pauk. Abon salah
satu bentuk produk olahan kering yang sudah dikenal oleh masyarakat luas karena
disamping rasanya yang lezat, harganya cukup terjangkau. Pembuatan abon dapat
dijadikan salah satu jalan alternatif pengolahan bahan pangan, sehingga umur
simpan bahan pangan dapat lebih lama. Dengan cara pengolahan yang baik, abon
dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu.
Adapun jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan abon dapat
berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan. Pembuatan abon melibatkan
banyak proses, antara lain perebusan daging, penyayatan, pembumbuan,
penggorengan, dan pengepresan. Pemasakan yang tepat dalam pengolahan daging
ayam maupun daging lainnya akan menentukan kegurihan dan kelezatan abon.
Pada praktikum kali akan membahas tentang cara pembuatan abon ayam
yang benar agar menghasilkan abon yang berkualitas baik, serta mengitung
rendemen abon.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Membuat produk abon ayam.
1.2.2 Menghitung rendemen abon ayam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abon

Dalam SNI 01-3707-1995, abon adalah suatu jenis makanan kering


berbentuk khas, dibuat dari daging, disayat-sayat, dibumbui, digoreng, dan dipres.
Sedangkan menurut Direktorat Evaluasi dan Standardisasi, Departemen
Perindustrian (1980), yang dimaksud dengan abon adalah hasil olahan yang
berbentuk gumpalan serat daging yang halus dan kering yang dibuat melalui
proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbu.

Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan


pangan dengan memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha
menurunkan kandungan air dari suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang
daya simpannya. Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi
yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan
juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).

Abon pada umumnya disukai masyarakat karena memiliki warna, rasa dan
tekstur yang khas. Warna khas abon adalah warna coklat yang disebabkan pada
pengolahan abon terjadi reaksi kecoklatan (non enzimatis browning) atau reaksi
kecoklatan bukan karena enzim. Reaksi kecoklatan tersebut disebut Reaksi
Maillard, yaitu : reaksi karena kandungan gugus gula dan protein pada daging.
Produk akhir proses pengolahan abon berupa seratan daging yang halus, kering,
renyah, berwarna coklat muda sampai gelap, gurih dan lezat dengan penambahan
bumbu rempah-rempah. Jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
abon dapat berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan.
Tabel 1. perbandingan gizi dari beberapa jenis daging untuk abon

jenis Kalori Protein Lemak Besi Vitamin

daging (kkal) (gr) (gr) (gr) (gr)

Sapi 129 20 5 2,1 65

Kambing 162 17 10 2,1 60

Ayam 125 20 5 2,0 3

Sumber : lembaga makanan rakyat (Murtidjo, 1990)

2.2 Standar Mutu Abon

Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk


industri pangan memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen
perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut
memiliki kualitas yang baik dan aman bagi kesehatan. Kriteria mutu untuk abon
berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon

No Komponen Nilai

1 Bentuk, aroma, warna dan rasa Khas

2 Kadar air 7% maks

3 Kadar abu 7% maks

4 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1% maks

5 Kadar lemak 30% maks

6 Kadar protein 15% maks

7 Kadar serat kasar 1% maks

8 Kadar cemaran logam (Cu, Pb, Hg, Zn, As) -


9 Jumlah bakteri 3000 koloni/g maks

10 Bakteri bentuk coloform -

11 Kapang -

2.3 Bahan Pembuatan Abon


Beberapa bumbu tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan
abon ikan adalah santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak
goreng.
1. Santan kelapa
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung
dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa.
Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda
kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang
ditambahkan.
Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi
suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah
rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa
akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak
menggunakan santan kelapa.
2. Rempah-rempah
Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon
bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan
selera makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan
abon adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh dan daun salam.
Manfaat lain penggunaan rempah- rempah adalah sebagai pengawet
dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri.
Tujuan utama penambahan bumbu adalah untuk meningkatkan
citarasa produk yang dihasilkan dan sebagai bahan pengawet alami
(Schmidt, 1988). Selain itu, bumbu juga mempunyai pengaruh pengawetan
terhadap produk daging olahan karena pada umumnya bumbu mengandung
zat yang bersifat bakteristatik dan antioksidan (Soeparno, 1998).
3. Gula merah
Gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma,
warna dan tekstur produk. Penambahan gula merah pada abon membuat flavor
yang khas dan disukai banyak konsumen. Hal ini disebabkan oleh rasa
manisnya. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan
menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus
membran dan mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan
menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan
terhambat (Winarno et al, 1980). Pada pembuatan abon, gula mengalami
reaksi millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat
menambah daya tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis.
4. Garam dapur
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu
digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh
garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat
berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya
yang bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam.
5. Minyak goreng
Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi,
khususnya kalori yang ada dalam bahan pangan.
2.4 Proses Pembuatan Abon
Pada prinsipnya cara membuat berbagai jenis abon adalah sama. Prosedur
umum yang dilakukan dimulai dari penyiangan, pencucian bahan, pengukusan,
pencabikn, penggorengan, penirisan minyak, dan pengemasan.
1. Penyiangan
Penyiangan ini dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang tidak
dapat digunakan dalam pembuatan abon.
2. Pengukusan
Bahan yang telah dicuci, kemudian dikukus untuk mematangkan bahan.
Secara umum, tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan menjadi
empuk. Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang
halus.
Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi cukup
sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan penurunan mutu rupa dan tekstur bahan. Setelah proses
pengukusan bahan ditiriskan untuk menurunkan air yang masih tersisa pada
bahan.
3. Pencabikan
Pencabikan dilakukan agar bahan terpisah menjadi serat yang halus. Tekstur
berupa serat yang halus merupakan ciri khas dari produk abon. Untuk skala
industri, pencabikan dapat dilakukan dengan mesin. Akan tetapi untuk skala
rumah tangga, pencabikn dilakukan dengan cara manual (dengan tangan).
4. Pemberian Bumbu dan Santan
Setelah tekstur bahan menjadi serat halus, bahan dimasak dengan bumbu yang
sebelumnya telah dihaluskan, kemudian ditumis. Agar abon memiliki rasa
yang gurih, saat pemberian bumbu ditambahkan pula santan kental. Bahan
dipanaskan sambil diaduk hingga santan kering dan bumbunya meresap.
Pemasakan untuk pemberian bumbu dan santan, biasanya dilakukan dengan
wajan penggorengan.
5. Penggorengan
Setelah diberi bumbu dan santan, bahan digoreng dengan minyak panas.
Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.
Dengan menguapnya air, terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yaqng
digoreng. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar bahan tidak
gosong. Selama digoreng, bahan diaduk agar matang secara merata.
Penggorengan dilakukan sampai bahan berubah warna menjadi coklat
kekuning-kuningan.
6. Penirisan Minyak
Minyak untuk menggoreng biasanya ada sisanya, maka dari itu perlu
dilakukan penirisan agar minyak pada bahan turun. Apabila sisa minyak
cukup banyak sebaiknya dilakukan pengepresan dengan menggunakan alat
pengepres. Untuk skala rumah tangga, pengepresan dapat dilakukan dengan
membungkus abon dengan kain saring, kemudian dipres hingga minyaknya
keluar. Pengepresan dapat dilakukan juga dengan cara memakai pemberat
(ditekan) agar minyak dapat dikeluarkan. Kemudian dianginkan sampai
kering.
7. Pengemasan
Pengemasan makanan bertujuan mempertahankan kualitas, menghindari
kerusakan selama penyimpanan, memudahkan transportasi, dan memudahkan
penanganan selanjutnya. Selain itu pengemasan makanan dapat mencegah
penguapan air, masuknya gas oksigen, menghindari makanan dari debu dan
kotoran, mencegah terjadinya penurunan berat, dan melindungi produk dari
kontaminasi serangga dan mikroba. Kondisi kemasan harus tertutup rapat agar
abon tidak mudah teroksidasi yang dapat mengakibatkan ketengikan. Bahan
kemasan harus bersifat tahan air (tidak tembus air), karena mengingat abon
merupakan produk makanan kering.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Serbet

2. Wajan dan Sudip

3. Baskom

4. Pisau

5. Spiner

6. Kain perca

7. Nampan

8. Timbangan

9. Cobek dan Ulekan

10. Panci pengukus

3.1.2 Bahan
a. Bahan 1 kg daging ayam
b. Bumbu
1. 2 kelapa tua diambil santannya menjadi 900 kg air santan
kental
2. Gula merah 50 gram
3. Ketumbar sangria 7.5 gram (1/4 sdm)
4. Kemiri 7,5 gram
5. Bawang merah 1 ons
6. Bawang putih 50 gram
7. Garam halus secukupnya
8. Lengkuas 2 ruas jari
9. Daun salam 4 lembar
Bumbu no 3-6 dihaluskan
3.2. Prosedur Kerja :
1. Daging ayam dibersihkan/dicuci bersih.
2. Kukus daging ayam sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan bagian
yang tidak terpakai.
3. Dilakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir/disuwir dengan
suwir abon.
4. Masak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu,
sampai air santan habis.
5. Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak
balik agar masaknya merata dan tidak gosong.
6. Dipres / tiriskan sampai dengan benar-benar kering.

7. Abon siap dikemas/dikonsumsi


3.3 Diagram Alir

Daging ayam dicuci bersih

Kukus sampai
empuk

Pisahkan bagian tulang

Suwir-suwir daging ayam

Masak suwiran dengan santan dan bumbu-bumbu


(Sampai air santan habis)

Goreng dengan minyak goreng sampai


warna coklat masak

Dipres dengan spinner

Abon ayam
DAFTAR PUSTAKA

Alexsander, Arianto. 2012. Abon Ayam


http://konsultansolokselatan.blogspot.co.id/2012/01/abon-ayam.html .
Diakses tanggal 15 Oktober 2017.

Lawrie. R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi kelima penerjemah Prof Dr.Aminuddin


Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-pengokahan-abon.
Diakses tanggal 15 Oktober 2017.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan cetakan ke-2 Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
http://e-journal.uajy.ac.id/32/3/2BL00945.pdf. Diakses tanggal 15
Oktober 2017.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-pengokahan-abon pada
tanggal 15 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai