Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah
dipisahkan seratnya,kemudian ditambah bumbu dan digoreng.Daging sapid an
daging kerbau adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon.
Namun kini telah banyak pengembangan bahan baku pembuatan abon. Beberapa
yang terkenal selain abon sapi adalah abon ikan dan ayam. Menurut Sumarsono et
al., 2008,penggunaan kantong plastic yang ditutup rapat untuk mengemas abon
dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat
disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat
mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai
konsumen (Perdana,2009)
Tingginya tingkat konsumsi produk olahan perternakan merupakan suatu
peluang usaha tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi
masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan perternakan,terutama
daging,dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap
mendorong untuk dikembangkan teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak
cara yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari
daging segar seperti diolah menjadi sosis,dendeng dan abon.
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging
(sapi,kerbau,ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau
dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu
jenis makanan kering berbentuk khas,dibuat dari daging,direbus disayat-sayat,
dibumbui,digoreng dan dipres.
Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama
dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa
abon merupakan produk nomer empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk
makanan rinngan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh
masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian
rupa sehingga memiliki karakteristik kering,renyah dan gurih.Agar dapat
disimpan dalam waktu yang panjang maka daging ataupun ikan harus melalui
proses pengolahan dengan kandungan air yang sedikit sehingga akan
memperpanjang waktu simpan (Suryani et a,2007)

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tujuan dari pengolahan abon, yaitu pengurangan kadar air

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2 Membuat produk abon ayam.
1.2.3 Menghitung rendemen abon ayam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abon
Dalam SNI 01-3707-1995, abon adalah suatu jenis makanan kering
berbentuk khas, dibuat dari daging, disayat-sayat, dibumbui, digoreng, dan dipres.
Sedangkan menurut Direktorat Evaluasi dan Standardisasi, Departemen
Perindustrian (1980), yang dimaksud dengan abon adalah hasil olahan yang
berbentuk gumpalan serat daging yang halus dan kering yang dibuat melalui
proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbu.
Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan
pangan dengan memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha
menurunkan kandungan air dari suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang
daya simpannya. Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi
yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan
juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).
Abon pada umumnya disukai masyarakat karena memiliki warna, rasa dan
tekstur yang khas. Warna khas abon adalah warna coklat yang disebabkan pada
pengolahan abon terjadi reaksi kecoklatan (non enzimatis browning) atau reaksi
kecoklatan bukan karena enzim. Reaksi kecoklatan tersebut disebut Reaksi
Maillard, yaitu : reaksi karena kandungan gugus gula dan protein pada daging.
Produk akhir proses pengolahan abon berupa seratan daging yang halus, kering,
renyah, berwarna coklat muda sampai gelap, gurih dan lezat dengan penambahan
bumbu rempah-rempah. Jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
abon dapat berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan (Murtidjo, 1990).
Tabel 1. perbandingan gizi dari beberapa jenis daging untuk abon
jenis Kalori Protein Lemak Besi Vitamin
daging (kkal) (gr) (gr) (gr) (gr)
Sapi 129 20 5 2,1 65
Kambing 162 17 10 2,1 60
Ayam 125 20 5 2,0 3
Sumber : lembaga makanan rakyat (Murtidjo, 1990)
2.2 Standar Mutu Abon
Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk
industri pangan memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen
perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut
memiliki kualitas yang baik dan aman bagi kesehatan. Kriteria mutu untuk abon
berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon
No Komponen Nilai
1 Bentuk, aroma, warna dan rasa Khas
2 Kadar air 7% maks
3 Kadar abu 7% maks
4 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1% maks
5 Kadar lemak 30% maks
6 Kadar protein 15% maks
7 Kadar serat kasar 1% maks
8 Kadar cemaran logam (Cu, Pb, Hg, Zn, As) -
9 Jumlah bakteri 3000 koloni/g maks
10 Bakteri bentuk coloform -
11 Kapang -

2.3 Bahan Pembuatan Abon


Beberapa bumbu tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan
abon ikan adalah santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak
goreng.
1. Santan kelapa
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung
dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa.
Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda
kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang
ditambahkan (Murnita, 2001).
Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi
suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah
rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa
akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak
menggunakan santan kelapa (Murnita, 2001).
2. Rempah-rempah
Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon
bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan
selera makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan
abon adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh dan daun salam.
Manfaat lain penggunaan rempah- rempah adalah sebagai pengawet
dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri
(Soeparno, 1998).
Tujuan utama penambahan bumbu adalah untuk meningkatkan
citarasa produk yang dihasilkan dan sebagai bahan pengawet alami
(Schmidt, 1988). Selain itu, bumbu juga mempunyai pengaruh pengawetan
terhadap produk daging olahan karena pada umumnya bumbu mengandung
zat yang bersifat bakteristatik dan antioksidan (Soeparno, 1998).
3. Gula merah
Gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma,
warna dan tekstur produk. Penambahan gula merah pada abon membuat flavor
yang khas dan disukai banyak konsumen. Hal ini disebabkan oleh rasa
manisnya. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan
menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus
membran dan mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan
menyebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan
terhambat. Pada pembuatan abon, gula mengalami reaksi millard. Sehingga
menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu
produk abon dan memberikan rasa manis (Winarno et al, 1980).
4. Garam dapur
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu
digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh
garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat
berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya
yang bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam (Winarno et al,
1980).
5. Minyak goreng
Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai
pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi,
khususnya kalori yang ada dalam bahan pangan (Winarno et al, 1980).

2.4 Proses Pembuatan Abon


Pada prinsipnya cara membuat berbagai jenis abon adalah sama. Prosedur
umum yang dilakukan dimulai dari penyiangan, pencucian bahan, pengukusan,
pencabikn, penggorengan, penirisan minyak, dan pengemasan (Winarno et al,
1980).
1. Penyiangan
Penyiangan ini dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang
tidak dapat digunakan dalam pembuatan abon (Winarno et al, 1980).
2. Pengukusan
Bahan yang telah dicuci, kemudian dikukus untuk mematangkan bahan.
Secara umum, tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan menjadi
empuk. Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang
halus (Winarno et al, 1980).
Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi
cukup sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan penurunan mutu rupa dan tekstur bahan. Setelah proses
pengukusan bahan ditiriskan untuk menurunkan air yang masih tersisa pada
bahan (Winarno et al, 1980).
3. Pencabikan
Pencabikan dilakukan agar bahan terpisah menjadi serat yang halus.
Tekstur berupa serat yang halus merupakan ciri khas dari produk abon. Untuk
skala industri, pencabikan dapat dilakukan dengan mesin. Akan tetapi untuk
skala rumah tangga, pencabikn dilakukan dengan cara manual (dengan
tangan) (Winarno et al, 1980).
4. Pemberian Bumbu dan Santan
Setelah tekstur bahan menjadi serat halus, bahan dimasak dengan
bumbu yang sebelumnya telah dihaluskan, kemudian ditumis. Agar abon
memiliki rasa yang gurih, saat pemberian bumbu ditambahkan pula santan
kental. Bahan dipanaskan sambil diaduk hingga santan kering dan bumbunya
meresap. Pemasakan untuk pemberian bumbu dan santan, biasanya dilakukan
dengan wajan penggorengan (Winarno et al, 1980).
5. Penggorengan
Setelah diberi bumbu dan santan, bahan digoreng dengan minyak panas.
Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.
Dengan menguapnya air, terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yaqng
digoreng. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar bahan tidak
gosong. Selama digoreng, bahan diaduk agar matang secara merata.
Penggorengan dilakukan sampai bahan berubah warna menjadi coklat
kekuning-kuningan (Winarno et al, 1980).
6. Penirisan Minyak
Minyak untuk menggoreng biasanya ada sisanya, maka dari itu perlu
dilakukan penirisan agar minyak pada bahan turun. Apabila sisa minyak
cukup banyak sebaiknya dilakukan pengepresan dengan menggunakan alat
pengepres. Untuk skala rumah tangga, pengepresan dapat dilakukan dengan
membungkus abon dengan kain saring, kemudian dipres hingga minyaknya
keluar. Pengepresan dapat dilakukan juga dengan cara memakai pemberat
(ditekan) agar minyak dapat dikeluarkan. Kemudian dianginkan sampai kering
(Jumarian, 1998).
7. Pengemasan
Pengemasan makanan bertujuan mempertahankan kualitas, menghindari
kerusakan selama penyimpanan, memudahkan transportasi, dan memudahkan
penanganan selanjutnya. Selain itu pengemasan makanan dapat mencegah
penguapan air, masuknya gas oksigen, menghindari makanan dari debu dan
kotoran, mencegah terjadinya penurunan berat, dan melindungi produk dari
kontaminasi serangga dan mikroba. Kondisi kemasan harus tertutup rapat agar
abon tidak mudah teroksidasi yang dapat mengakibatkan ketengikan. Bahan
kemasan harus bersifat tahan air (tidak tembus air), karena mengingat abon
merupakan produk makanan kering (Sundari, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat:
1. Baskom
2. Timbangan
3. Wajan
4. Sutil
5. Panci
6. Pisau
7. Ulekan
8. Suwiran abon

Bahan:
1. Daging ayam 700 kg
2. Minyak goreng
3. Bumbu :
 Kelapa tua diambil santannya menjadi ± 460 kg air santan kental
 Gula merah 50 gram
 Ketumbar sangrai 1 1/4 sdm
 Kemiri 5 gram
 Bawang merah 50 gram
 Bawang putih 30 gram
 Garam halus secukupnya
 Lengkuas 2 ruas jari
 Daun salam 2 lembar
Catatan : Bumbu no 3-6 dihaluskan
3.2 Prosedur Kerja
1. Membersihkan dan mencuci daging ayam.
2. Mengkukus daging ayam sampai empuk, memisahkan bagian tulang dan
bagian yang tidak dipakai.
3. Melakukan pengecilan ukuran dengan cara menyuwir atau menyuir dengan
suwir abon.
4. Memasak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu,
sampai air santan habis.
5. Menggoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus membolak-
balik agar masak dengan merata dan tidak gosong).
6. Mempres/ meniriskan sampai benar-benar kering.
7. Abon siap dikemas/ dikonsumsi.
3.3 Diagram Alir

Membersihkan dan
Daging
mencuci
Ayam
Mengukus sampai empuk

Memisahkan bagian tulang dan


bagian yang tidak dipakai

Menyuwir daging ayam

- Ketumbar Sangrai
- Kemiri
Santan Kental Memasak suwiran daging ayam - Bawang Merah
sampai santan habis - Bawang Putih

Menggunakan api sedang Menggoreng sampai warna


dan terus dibolak balik coklat masak Dihaluskan

Mempres / meniriskan
sampai benar-benar kering

Abon Ayam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Diketahui :
Beratdaging ayam mentah : 625 gram
Berat daging ayam suwir : 280 gram
Berat abon ayam yang dihasilkan : 119 gram

Berat Akhir
Rendemen (%) = x 100%
Berat Awal
119
= 280 x 100%

= 71,1%

Tabel 1. Perbedaan Organoleptik Sebelum dan Sesudah Proses


No Organoleptik Sebelum Menjadi Abon Sesudah Menjadi Abon

1 Aroma Khas daging ayam Khas abon ayam

2 Rasa - Gurih, Manis

3 Tekstur Licin Suwiran berserbuk, Kasar

4 Warna Putih khas daging ayam Coklat Tua

4.2. Pembahasan
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging yang
disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian
ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995
disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari
daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres (Suryani, 2007).
Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut
sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah
sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih.
Pada praktikum kali ini, praktikan membuat abon dengan bahan dasar berupa
daging ayam. Pembuatan abon ini menggunakan prinsip pengurangan kadar air yang
ada dalam daging ayam tersebut. Pengurangan kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan dapat terhambat atau bahkan terhenti. Dengan demikian, bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Seperti penjelasan yang diungkapkan oleh Winarno et al. (1982) yang
menyatakan bahwa pembuatan abon merupakan salah satu cara pengeringan dalam
pengolahan bahan pangan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan,
memperkecil volume dan berat bahan, sehingga dapat mengurangi biaya
pengangkutan dan pengepakan.
Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang
dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan
atau penyembelihan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Karkas broiler
adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulu, tanpa kepala, leher, kaki, dan
jeroan (Siregar et al.1982).
Sebagai langkah awal pembuatan daging ayam, praktikan mempersiapkan
semua alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu. Kemudian, daging ayam
dibersihkan (dicuci). Hal ini dilakukan untuk membuang bagian-bagian bahan yang
tidak dapat digunakan dalam pembuatan abon. Daging ayam disiangi dengan
membuang bagian yang tidak dapat dimakan. Bagian yang dibuang hanya pada bagian
lemak daging yang menempel pada bagian kulit saja. Kemudian ditimbang dengan
tujuan untuk mengetahui berat awal bahan baku (daging ayam) sebelum dikukus.
Perlakuan kedua pada daging adalah proses pengukusan. Daging ayam
dikukus sampai empuk dan serat-serat daging terlihat dengan jelas.Secara umum,
tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan (daging ayam) menjadi empuk.
Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang halus. Daging
ayam memiliki tekstur daging yang lunak dan berserat sehingga proses pengukusan
lumayan cepat. Pengukusan dilakukan untuk bahan yang memang lunak seperti
daging ayam ini. Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi
cukup sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan penurunan mutu rupa dan tekstur bahan.
Selama menunggu proses pengukusan, bahan-bahan lain yang digunakan sebagai
bumbu pun disiapkan. Bahan-bahan ini yakni bawang merah, bawang putih, ketumbar,
dan lengkuas. Bahan tersebut dikupas, dibersihkan lalu dihaluskan dan ditumis.
Adapun tujuan untuk meningkatkan mutu organoleptik dan cita rasa dalam
pengolahan abon ditambahkan dengan rempah-rempah. Penambahan ini juga
berfungsi sebagai pengawet alami.
a. Selain pemberi aroma, bawang merah berfungsi sebagai pengawet alami karena
mengandung efek anti bakteri dari senyawa alliin atau alisin yang akan diubah
menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia
(Winarno, 1994).
b. Fungsi garam dalam produk olahan daging seperti abon ayam ini adalah sebagai
cita rasa, penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat
air selama proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada
penambahan 2 g/100 g daging. Garam juga berfungsi untuk meningkatkan daya
simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organisme pembusuk.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-
ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan(Winarno, 1994).
c. Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah
satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk
abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai
penghambat proses oksidasi dan ketengikan, selain itu penambahan gula kedalam
bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air yang
tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan (Winarno, 1994).
d. Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak,
dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar
dapat menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar
adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
e. Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid.
Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin
oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri rimpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses
pembuatan makanan kering.
Bumbu-bumbu yang dihaluskan serta ditumis tadi selanjutnya ditambah gula
jawa, serai, lengkuas, daun salam, gula, dan garam. Bumbu ditumis hingga harum.
Daging ayam yang telah dikukus tadi ditiriskan dan disayat-sayat atau disuwir-
suwir sehingga ukuran daging menjadi lebih kecil. Hal ini dilakukan agar bahan
terpisah menjadi serat yang halus.Tekstur berupa serat yang halus merupakan ciri
khas dari produk abon. Untuk skala industri, pencabikan dapat dilakukan dengan
mesin. Akan tetapi untuk skala rumah tangga (seperti yang dilakukan saat praktikum),
pencabikan/suwir-suwir dilakukan dengan cara manual (dengan bantuan ujung pisau).
Pemasakan suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu dilakukan
sampai air santan habis. Ketika hal ini telah terjadi, maka langkah selanjutnya adalah
penggorengan.
Penggorengan merupakan salah satu metode pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dengan menggunakan energi panas dari minyak.
Dengan menguapnya air, terjadi penetrasi minyak ke dalam bahan yaqng
digoreng. Api yang digunakan tidak boleh terlalu besar agar bahan tidak gosong.
Selama digoreng, bahan diaduk agar matang secara merata. Penggorengan
dilakukan sampai bahan berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan.
Minyak goreng berfungsi untuk memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan
sebagai penghantar panas sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien
dibanding proses pemanggangan dan perebusan. Proses penggorengan juga dapat
meningkatkan cita rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai
kalori bahan pangan (Muchtadi, 2008).
Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisiko
kimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu
penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan
menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara
lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat
mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat
menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam
lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik.
Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi
kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-
logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada
mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Selama proses penggorengan terjadi perubahan fisik, kimia dan sifat
sensori. Ketika makanan digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang
tinggi, banyak reaksi kompleks yang terjadi di dalam minyak dan pada saat itu
minyak akan mengalami kerusakan. Kerusakan minyak yang berlanjut dan
melebihi angka yang ditetapkan akan menyebabkan menurunnya efisiensi
penggorengan dan kualitas produk akhir. Komposisi bahan pangan yang digoreng
akan menentukan jumlah minyak yang diserap. Bahan pangan dengan kandungan
air yang tinggi, akan lebih banyak menyerap minyak karena semakin banyak
ruang kosong yang ditinggalkan oleh air yang menguap selama penggorengan.
Selain itu semakin luas permukaan bahan pangan yang digoreng maka semakin
banyak minyak yang terserap (Muchtadi, 2008).
Setelah proses penggorengan selesai, hal yang dilakukan selanjutnya
adalah memasukkan gorengan abon ke dalam kain kasa, meniriskannya dan
memasukkannya pada mesin spinner sampai abon menjadi benar-benar kering.
Proses selanjutnya adalah penimbangan abon yang telah jadi dan melakukan
tahap pengemasan.
 Uji Organoleptik Abon Ayam
Hasil uji organoleptik pada abon yang dihasilkan ialah berwarna coklat
tua.Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama praktikum, perubahan warna
abon menjadi warna coklat terjadi secara drastis pada proses penggorengan.
Adapun aroma yang dihasilkan dapat disebabkan karena bahan yang ada dalam
lemak (santan) yang manaair pada santan bersifat menguap ketika dipanaskan.
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon dapat memberikan aroma
yang khas. Bawang merah memiliki bau dan citarasa yang khas yang ditimbulkan
oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur.
Ketumbar dapat memberikan aroma yang diinginkan dan menghilangkan bau
amis. Kombinasi gula, garam dan bumbu-bumbu menimbulkan bau yang khas
pada produk akhir (Purnomo, 1995).
Dari segi rasa, abon yang dihasilkan terasa khas akibat adanya
penambahan bumbu serta santan kental pada daging ayam dalam proses
pengolahan. Lamanya proses penggorengan berpengaruh besar terhadap tekstur
akhir abon. Penggorengan yang terlalu lama dapat mengakibatkan tekstur abon
menjadi kasar.

 Pengaruh Proses Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Abon


Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan pangan yang dapat
merusak nilai gizi pangan tersebut. Menurut Wisena (1988) bahwa pada
pembuatan abon akan terjadi penurunan kadar protein sedangkan kadar lemak,
abu, dan serat kasar mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh adanya
penambahan dari luar berupa penambahan santan, rempah-rempah dan minyak
goreng yang digunakan sehingga kandungan lemak, abu, serat kasar menjadi
meningkat. Sedangkan kandungan protein mengalami penurunan akibat proses
pemasakan dan pemanasan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama.
 Persen Rendemen
Berdasarkan hasil perhitungan persentase antara berat akhir abon dibagi
berat awal, diketahui bahwa persen rendemen dari abon ayam yang telah diolah
senilai 71,1%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak daging yang hilang pada
saat proses pembuatan abon. Nilai rendemen dapat menjadi acuan untuk
mengetahui seberapa banyak abon yang akan dihasilkan apabila kita
menggunakan daging dengan berat tertentu jika ingin membuat abon kembali. Hal
ini akan menyangkut nilai ekonomi dan efisiensi biayanya.
Pada umumnya, makin tinggi temperatur pemanasan, makin banyak cairan
daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstant. Kemampuan daging
untuk mengikat air menurun dengan cepat bila suhu pemasakan meningkat,
dengan demikian maka pada suhu pemasakan yang lebih tinggi, air akan
dibebaskan lebih banyak dan susut masak menjadi lebih besar (Soeparno, 1994).
Hal ini didukung oleh Ockerman (1983) yang menyatakan bahwa keadaan ini
dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air, banyaknya air yang ditahan
oleh protein. Semakin sedikit air keluar maka penyusutan berat semakin
berkurang.
Menurut Lukman (1995), selama pemasakan sebagian air yang ada akan
mengalami pengeluaran atau dehidrasi, selain terlarutnya zat-zat gizi dari protein
jaringan terutama protein sarkoplasma dan miofibril yang merupakan sebagian
besar penyusun protein daging. Zat-zat yang terlarut tersebut akan terhidrolisis
menjadi asam-asam amino dan air. Sebaliknya, jaringan protein stroma yang
tersusun atas kolagen dan elastin selama pemanasan akan semakin stabil dan tidak
banyak terhidrolisis.

Anda mungkin juga menyukai