IKAN
Produk Olahan Ikan
Kelompok 7A
Gia Alif Aprilianti 240210140017
Alna Aisiyah S 240210140019
Firna Apriliani Shafira 240210140022
Ira Rahmawati H 240210140023
Rafi Farhan A 240210140045
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2017
I. PEMBAHASAN
1.1 Abon Ikan
Ikan merupakan bahan pangan bergizi tinggi, namun cepat mengalami
proses pembusukan. Pengolahan ikan menjadi produk olahan merupakan salah satu
alternatif untuk memperpanjang masa simpan dengan penambahan bahan-bahan
kimia dan bumbu-bumbu. Salah satu produk olahan ikan adalah abon ikan.
Abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging,
direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng, dan dipres (BSN, 1995). Menurut
Suryani (2007), abon ikan adalah jenis makanan awetan dan terbuat dari ikan laut,
diberi bumbu, serta diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Abon ikan
mempunyai tekstur lembut, rasa gurih, aroma khas, dan mempunyai daya simpan
relatif lama. Karyono dan Wachid (1982) menyatakan bahwa abon ikan adalah
produk olahan hasil perikanan, dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari
proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta
penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Setiap
tahap dalam pembuatan abon harus diperhatikan. Selain itu, formulasi dalam
pembuatan abon harus tepat agar dihasilkan abon sesuai standar dan berkualitas
baik.
Prinsip pembuatan abon yaitu pengukusan daging ikan, penyeratan,
pencampuran bumbu, gula merah, garam, dan penggorengan dalam minyak sampai
kering. Menurut Sulthoniyah (2013), prinsip pengolahan abon merupakan suatu
proses pengawetan yaitu kombinasi antara pengukusan dan penggorengan dengan
menambahkan bumbu-bumbu. Selain itu, proses pembuatan abon merupakan
proses pengurangan kadar air dalam daging untuk memperpanjang proses
penyimpanan. Berikut merupakan prosedur pembuatan abon ikan :
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Abon Ikan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Warna abon ikan pada praktikum yaitu coklat sedikit putih. Warna putih ini
berasal dari warna asli daging ikan dan akibat terlalu banyak penambahan santan.
Warna coklat pada abon disebabkan oleh reaksi browning akibat pengolahan oleh
panas. Ketaren (1986), menjelaskan bahwa permukaan lapisan luar akan berwarna
coklat keemasan akibat penggorengan. Warna pada permukaan bahan pangan
tergantung dari lama dan suhu menggoreng, serta komposisi kimia pada permukaan
luar dari bahan pangan tersebut. Warna abon sedikit putih disebabkan karena proses
penggorengan belum cukup untuk menghasilkan warna abon secara umum yaitu
berwarna coklat tua. Abon ikan memiliki aroma santan yang dominan karena
penambahan santan yang terlalu banyak. Hal ini disebabkan karena terjadi
kesalahan dalam urutan tahapan saat proses pencampuran antara daging, bumbu,
dan santan.
Abon ikan memiliki tekstur berpasir dan lunak. Tekstur berpasir terjadi
karena proses penggorengan dan penambahan minyak sehingga terasa kering ketika
dicicip. Tekstur lunak disebabkan karena proses penggorengan belum cukup untuk
membuat tekstur abon menjadi lebih kering. Rasa abon daging ikan pada praktikum
yaitu asin dan gurih santan. Rasa gurih disebabkan oleh penambahan minyak.
Minyak dalam proses penggorengan dapat memberikan rasa gurih serta
memperbaiki tekstur dan penampakan bahan pangan (Dewi dan Hidajati, 2012).
Selain itu, santan juga akan menambah rasa gurih karena kandungan lemak pada
santan cukup tinggi. Rasa asin disebabkan karena penambahan garam sebagai salah
satu bahan pemberi cita rasa. Standar Industri Indonesia No. 0368-80 menetapkan
syarat mutu untuk abon yaitu harus memiliki warna, aroma, dan rasa khas. Selain
itu, menurut SNI 01-3707-1995 mengenai syarat mutu abon disebutkan bahwa abon
harus memiliki bentuk, bau, rasa, dan warna normal. Berdasarkan hasil
pengamatan, abon hasil praktikum kali ini sudah memenuhi syarat mutu SNI dan
SII. Namun, berdasarkan warna abon ini kurang coklat karena proses penggorengan
belum cukup. Berdasarkan kenampakan, abon ini sudah membentuk serat-serat
halus seperti abon secara umum.
Gambar
Pencucian
Pengemasan
1.4 Pempek
Pempek merupakan produk hasil olahan ikan yang terbuat dari adonan ikan
dan tepung tapioka lalu diuleni menggunakan air es untuk membuat tekstur pempek
lebih kenyal lalu direbus, namun proses perebusan menyebabkan pempek mudah
berlendir dan tidak tahan lama (Winarno, 1993).
Prosedur yang dilakukan pada pembuatan pempek ini yaitu ikan tenggiri
dicuci ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran berupa darah dan kotoran lain
yang dapat menimbulkan bau dan warna yang tidak diinginkan pada produk akhir.
Selanjutnya ikan digiling dengan penambahan es batu dan dicampurkan dengan
bahan-bahan yang sudah disediakan, antaranya garam, telur, gula, bawang putih,
dan tepung sagu. Menurut Kramlich et al (1973) penambahan es batu bertujuan
untuk memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi
dan mempertahankan suhu daging ikan agar tetap rendah selama penggilingan dan
pembuatan adonan. Penambahan garam bertujuan untuk membentuk larutan garam
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, memberi flavor dari bahan-bahan
yang digunakan, serta berfungsi sebagai pengikat (Hui, 1992). Tepung sagu
berfungsi sebagai daya ikat yang tinggi sehingga dapat mengurangi penyusutan saat
pengolahan dan membentuk struktur yang kuat. Setelah semua bahan-bahan
tercampur dan adonan sudah dibentuk tahap selanjutnya yaitu perebusan. Proses
perebusan bertujuan agar pati mengalami proses gelatinisasi sehingga granula pati
mengembang dan protein terdenaturasi. Pengembangan granula pati ini disebabkan
oleh molekul-molekul air melakukan penetrasi ke dalam granula dan terperangkap
dalam susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Berikut merupakan tabel
hasil pengamatan pembuatan pempek :
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Pempek
Warna Aroma Tekstur Rasa Gambar
Sebelum Gurih khas ikan Sebelum digoreng: Gurih
digoreng: keras
Putih kekuningan
Setelah digoreng:
Setelah digoreng: Keras agak kenyal
Cokelat muda
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Tenggiri
Filleting
Pendiaman 1 malam
Pemotongan
Penggorengan
Kerupuk Ikan
Tenggiri
Variasi perlakuan yang diberikan pada pengolahan kerupuk ikan tenggiri ini
ialah pengukusan dan perebusan. Pengukusan adonan kerupuk dilakukan untuk
mengurangi kadar air adonan seperti pernyataan Fellows (1992) bahwa perlakuan
tersebut menyebabkan kadar air awal bahan rendah sebelum dikeringkan.
Sedangkan perebusan diduga tidak akan menurunkan kadar air adonan sehingga
diamati perbedaan dari kedua perlakuan tersebut. Adapun adonan yang telah
dikukus atau direbus kemudian didiamkan selama 1 malam agar adonan kaku
(Winarno, 1984). Selama pendiaman, adonan akan mengalami retrogradasi atau
pemkristalan amilosa dalam adonan (Winarno, 1997). Sehingga mengkristalnya
amilosa membuat adonan menjadi kaku dan mudah untuk dipotong atau diiris.
Beberapa kerupuk yakni kerupuk hasil pengukusan dipotong dengan ukuran 0,1
0,3 mm dan 0,5 0,7 mm karena ingin diketahuinya pengaruh ketebalan terhadap
organoleptik kerupuk. Kemudian adonan dipotong tipis dan dikeringkan
menggunakan oven selama 2 jam dalam suhu 100C. Potongan kerupuk yang telah
dikeringkan kemudian digoreng untuk diamati organoleptiknya. Berikut merupakan
hasil pengamatan kerupuk ikan tenggiri yang telah dibuat.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kerupuk Ikan Tenggiri
Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur Gambar
Sebelum
Ketebalan 0,1
digoreng :
0,3 mm : cukup
abu-abu Hambar, Ikan
Pengukusan renyah
Setelah tepung tenggiri
Ketebalan 0,5
digoreng : abu
0,7 mm : alot
kekuningan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Penghancuran kasar
Gambar
1.8 Surimi
Proses pembuatan surimi terdiri dari beberapa tahapan. Berikut merupakan
diagram alir proses pembuatan surimi dan hasil pengamatan produk olahan surimi
yang tersaji dalam bentuk tabel 8.
Ikan Nila
Dicuci Bersih
Penimbangan
Surimi
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci
dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci
dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Assadad, L. dan Bagus, B. U. 2011. Pemanfaatan Garam dalam Industri Pengolahan
Produk Perikanan. Squavalen Vol. 6, No.1
Astawan, M. 2004. Bandeng Presto. Makanan Masa Mendatang.
http:www.Kompas.com/kesehatan/news/0305/01/104518.htm.
Dewi, E. N., R. Ibrahim, dan N. Yuaniva. 2011. Daya Simpan Abon Ikan Nila
Merah (Oreochromis niloticus T.) yang Diproses dengan Metoda
Penggorengan Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan. 6(1): 6-12
Fachrudin, L. 1997. Membuat Aneka Abon. Kanisius, Yogyakarta
Fellows, P. J. 1992. Food Processing Technology; Principles and Practice. Ellis
Horwood Limited, England.
Fitrial, Y. 2000. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka, suh dan lama perebusan
terhadap mutu gel daging ikan cucut ayam (Carcharinus limbatus) (tesis).
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 143 pp.
Fitriasari, R.M. 2010. Skripsi : Kajian Penggunaan Tempe Koro Benguk (Mucuna
pruriens) dan Tempe Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dengan
Perlakuan Variasi Pengecilan Ukuran (Pengirisan dan Penggilingan)
Terhadap Karakteristik Kimia dan Sensoris Nugget Tempe Koro. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimiand mince product. Di dalam: Hall GM, editor:
Fish Processing Technology. New York: VCH publisher, Inc.
Harmono, STP dan Drs Agus Andoko, 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe.
Jakarta : Penerbit Agromedia Pustaka.
Hudson BJF, 1992. Biochemistry of Foods Proteins. London: Elsevier Applied Sci.
Hui, F. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and
Sons, Inc. USA.
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka. Solo.
Karyono dan Wachid. 1982. Petunjuk Praktek Penanganan dan Pengolahan Ikan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Kramlich, W. E., A. M. Pearson, dan F.W. Tauber. 1973. Processed meats.
Westport Connecticut, The AVI Publishing Company, Inc.
Lee CM, WU MC, Okada M. 1992. Ingredent and Formulation technology for
surimibased product. Di dalam: Lanier TC, Lee CM (editor). Surimi
Technology. New York: Marcell Dekker.
Leksono, T dan Syahrul. 2001. Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen terhadap
Abon Ikan. Available at www.unri.ac.id. (Diakses tanggal 10 Juni 2017)
Matz, S. A. 1976. Snack Food Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Wesport.
Connecticut.
Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor).
Di dalam: Lanier TC, Lee CM, (editor). Surimi Technologhy. New
York: Marcell Dekker, inc.
Nurjanah, R. R. Nitibaskara, dan E. Madiah. 2005. Pengaruh Penambahan Bahan
Pengikat terhadap Karakteristik Fisik Otak-Otak Ikan Sapu-Sapu. Buletin
Teknologi Hasil Perikan, Vol. VIII, Nomor 1.
Park JW dan Morissey, T. 2000. Manufacturing of Surimi from Light Muscle Fish.
Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York:
Marcel Dekker, Inc. p. 23-58.
Putra D. A. P. T. W. Agustini, dan I. Wijayanti. 2015. Pengaruh penambahan
karagenan sebagai stabilizer terhadap karakteristik otak-otak ikan kurisi
(Nemipterus nematophorus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Ikan.
4(2) : 1-10.
Ulfa, M. 2012. Abon Ikan Bandeng (Chanos chanos). Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal Abon Ikan Vol 1
No.03 : 34-37
Wibowo, 1996. Faktor Mempengaruhi Kualitas Bandeng Presto. Pusat Riset
Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Badan
Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan.
Jakarta.
Wibowo. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winarno, F. G., 1990. Protein, Sumber dan Peranannya. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.