Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH JENIS IKAN DAN DAYA SIMPAN PADA ABON IKAN

TUNA (Thunnus sp.) DAN LELE (Clarias sp.) DENGAN


PENIRISAN MENGGUNAKAN SPINNER
Asterina Wulan Sari
12/335195/PN/13030
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Abon ikan adalah olahan yang dibuat dari daging ikan yang diproses melalui
pengukusan, pemberian bumbu, penggorengan dan penirisan sehingga didapat abon
ikan kering yang memiliki daya simpan yang lama. Tujuan pratikum adalah untuk
mengetahui perbedaan rendemen dan organoleptik penggunaan bahan baku ikan lele
dan ikan tuna dan daya simpannya pada pembuatan abon dengan penirisan
menggunakan spinner. Metode yang digunakan adalah membuat abon ikan sesuai
dengan perlakuan dengan ulangan dua kali dan dilakukan pengamatan selama tujuh hari
pada karakteristik kenamapakkan, rasa dan aroma. Rendemen abon tuna lebih tinggi
dibandingkan dengan abon lele dan karakteristik warna pada pada abon lele semakin
lama waktu penyimpanan memberikan warna coklat kehitaman sedangkan abon tuna
berwarna coklat kemerahan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemunduran mutu
abon tuna lebih cepat dibandingkan dengan abon lele yaitu pada hari keenam timbul
rasa agak asam.
Kata kunci : abon, lele, mutu, spinner, tuna
PENDAHULUAN
Abon merupakan salah satu
jenis produk olahan makanan kering
berbentuk khas yang dibuat dari daging
yang direbus dan disayat-sayat dan
diberi bumbu, digoreng kemudian
dipres.
Pada
prinsipnya
abon
merupakan suatu proses pengawetan
yaitu kombinasi antara perebusan dan
penggorengan dengan menambahkan
bumbu-bumbu.
Produk
yang
dihasilkan mempunyai tekstur, aroma
dan rasa yang khas. Selain itu proses
pembuatan abon merupakan proses
pengurangan kadar air dalam bahan

daging untuk memperpanjang proses


penyimpanan (Mustar, 2013)
Abon ikan merupakan suatu
jenis makanan kering berbentuk khas
yang terbuat dari daging ikan yang
direbus, disayat-sayat, dibumbui,
digoreng dan dipres. Abon ikan adalah
ikan olahan yang dibuat dari daging
ikan dan diproses secara tradisional
melalui perebusan, pemberian bumbu
dan penggorengan yang biasanya
dilakukan secara deep frying (Dewi et
al., 2011). Abon ikan yang bermutu
baik adalah abon ikan yang terbuat dari
ikan yang baik. Ikan yang baik adalah
ikan segar yang memiliki sifat sama

dengan ikan yang masih hidup baik


rupa, bau, aroma, rasa dan tekstur
(Mustar, 2013).
Jenis ikan yang dijadikan
sebagai bahan dasar dalam pembuatan
abon belum selektif yaitu dapat dari
jenis ikan air tawar dan air laut dapat
diolah. Ikan yang lebih baik dipilih
untuk bahan dasar abon adalah ikan
yang memiliki serat kasar dan tidak
banyak mengandung duri (Alik et al.,
2015). Ikan yang dapat digunakan
untuk pembuatan abon adalah ikan tuna
dan ikan lele.
Praktikum
ini
bertujuan
mengetahui perbedaan rendemen dan
organoleptik penggunaan bahan baku
ikan lele dan ikan tuna dan daya
simpannya pada pembuatan abon
dengan
penirisan
menggunakan
spinner. Karakteristik yang diamati
adalah adalah rendemen dan lama
penyimpaanan pada suhu kamar
terhadap daya simpan berdasarkan
kenampakan serta rasa dan aroma abon
selama 7 hari.

untuk penirisan secara manual. Bumbu


yang digunakan dalam pembuatan 1 kg
daging ikan adalah 50 gr lengkuas,
bawang merah dan bawang putih 60 gr,
serai 4 batang, ketumbar 40 gr, gula
pasir 100 gr, jahe 40 gr, gula jawa 200
gr, asam jawa 50 gr, daun salam 4
lembar dan garam 25 gr. Penggorengan
abon menggunakan minyak goreng
secukupnya.
Metode Praktikum

METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah
telenan dan pisau untuk memperkecil
ukuran bahan, mangkok dan baskom
untuk meletakkan bumbu, cobek untuk
menghaluskan bumbu, saringan untuk
meniriskan
abon,
panci
untuk
mengukus daging, wajan untuk
menggoreng serta spinner dan kain
blacu untuk penirisan akhir.
Bahan baku yang dipergunakan
adalah 1 kg daging ikan lele dan ikan
nila dalam bentuk fillet skinless untuk
penirisan dengan spinner dan 0,5 kg

Masukkan daging sedikit demi sedikit

Daging

Kukus 30 menit

Suir-suir

Bawang merah, bawang putih,


ketumbar dan jahe ditumis hingga
harum. Ditambah gula jawa, lengkuas,
asam jawa, serai, garam dan gula pasir

Goreng hingga matang

Penirisan

manual

spinner

HASIL DAN PEMBAHASAN


Abon merupakan produk kering
dengan penggorengan yang merupakan
salah satu tahap yang umumnya
dilakukan
dalam
pengolahannya
(Fachruddin, 1997). Pengolahan abon,
baik abon daging atau abon ikan
dilakukan dengan menggoreng daging
dan bumbu menggunakan banyak
minyak (deep frying). Abon ikan
merupakan suatu jenis makanan kering
berbentuk khas yang terbuat dari
daging ikan yang direbus, disayatsayat, dibumbui, digoreng dan dipres
(Mustar. 2013).
Pembuatan abon lele dan tuna
dilakukan dengan dua kali ulangan
untuk setiap perlakuan. Perlakuannya
yaitu abon tuna dan abon lele dengan
penirisan
spinner
dan
manual
menggunakan kain blacu. Fillet daging
ikan lele dan tuna dikukus selama 30
menit untuk mendapatkan tekstur yang
diinginkan dan mempermudah untuk
mencabik-cabik atau mensuir-suir agar
serat daging menjadi halus. Bumbu
dihaluskan dengan cobek secara
manual, kecuali serai dan lengkuas
dimemarkan. Bumbu yang dihaluskan
adalah bawang putih merupakan bahan
alami yang memberikan aroma khas
dan mampu meningkatkan selera
makan (Palungkun dan Budiarti, 1992),
bawang merah berfungsi sebagai bahan
pengawet dan pemberi aroma yang
kuat (Wibowo, 1991), ketumbar untuk
menghilangkan
bau
anyir,
menimbulkan bau sedap, menimbulkan
rasa
pedas
yang
gurih
dan
menyedapkan makanan dan jahe

berfungsi mengurangi bau amis


(Mustar, 2013).
Bumbu halus ditumis ke dalam
wajan yang telah berisi minyak panas
sampai tercium bau harum, kemudian
dimasukkan daun salam, lengkuas dan
serai yang telah dimemarkan sambil
diaduk secara perlahan. Menurut
Ketaren (1986), minyak goreng
berfungsi sebagai penambah rasa gurih,
nilai gizi dan kalori dalam bahan
pangan serta sebagai penghantar panas
dan memperbaiki tekstur fisik bahan
pangan. Lengkuas digunakan sebagi
pewangi sehingga dapat memberikan
aroma pada masakan serta dapat
menurunkan
pH
yang
dapat
menghambat
bakteri
pembusuk
sedangkan daun salam digunakan
sebagai bumbu karena aroma yang
dihasilkan komponen volatil yang
dikandungnya (Hanan, 1996).
Selanjutnya
asam
jawa
dimasukkan dan diaduk sampai merata
dikuti garam, gula pasir dan gula jawa.
Asam jawa berfungsi memberikan cita
rasa asam, garam sebagai penegas rasa
dan gula akan melembutkan produk,
memberikan cita rasa produk serta
menimbulkan reaksi maillard yaitu
antara gula pereduksi dengan asam
amino yang menyebabkan warna
coklat pada produk (Desrosier, 1997).
Penambahan gula akan menyebabkan
bumbu mudah gosong berwana
kehitaman sehingga perlu diaduk terus
menerus sampai bumbu matang.
Cabikan daging dimasukkan sedikit
demi sedikit ke dalam bumbu sambal
terus diaduk agar bumbu merarta dan
sampai daging cabikan kering.

Abon dilakukan penirisan


dengan spinner atau secara manual
dengan kain blacu sesuai dengan
perlakuan yang dilakukan. Penirisan
dilakukan untuk mengurangi kadar
minyak pada abon yang dapat
menyebabkan ketengikan. Abon yang
sudah ditiriskan dilakukan pengemasan
dengan plastik dan dipres dengan
sealer. Abon selama 7 hari dilakukan
pengamatan kenampakan, rasa dan
aroma untuk mengetahui daya simpan
abon ikan.
Pengaruh jenis ikan terhadap
rendemen dan organoleptik abon tuna
dan
lele
dengan
pernirisan
menggunakan
spinner
dilakukan
pengamatan selama 7 hari berturutturut. Rendemen abon lele dan abon
tuna dengan penirisan spinner atau
manual kain blacu dapat dilihat pada
Tabel 1. Rendemen abon tuna memiliki
rendemen lebih tinggi yaitu 82,90 dan
82,96 % dibandingkan dengan abon
lele yaitu 63,26 dan 66,90 %. Nilai
rendemen merupakan parameter yang
sangat penting untuk mengetahui nilai
ekonomis dari suatu produk. Jika bahan
pangan semakin tinggi rendemennya
maka semakin tinggi nilai ekonominya
dan sebaliknya jika semakin rendah
angka rendemennya mala produksi
nilai eknominya berkurang (Hanafi,
1999).
Hasil pengamatan harian abon
dapat dilihat pada Tabel 2. Hari
pertama dan kedua pada abon lele
memiliki warna berwarna coklat
dengan rasa dan aroma khas ikan dan
cenderung manis sedangkan abon tuna
memiliki
warna
coklat
merah
kehitaman dengan rasa manis, gurih

dan cenderung berbau serai. Rasa


manis pada abon lele dan tuna
disebabkan
karena
perbandingan
komposisi yang digunakan adalah
sama sehingga memberikan rasa yang
hampir sama. Menurut (Sulthoniyah et
al., 2013), abon ikan yang dihasilkan
memiliki karakteristik rasa yang
hampir sama karena formulasi
pembuatan abon yang digunakan tetap
sehingga rasa yang dihasilkan hampir
sama. Menurut Mustar (2013), minyak
mengandung lemak yang tinggi
sehingga akan menambah cita rasa
gurih pada abon. Warna kecoklatan
yang
terjadi
selama
proses
penggorengan akibat terjadinya reaksi
antara asam amino dan gula pereduksi.
Menurut Ketaren (1996), intensitas
warna tergantung lama dan suhu
penggorengan serta komposisi kimia
pada permukaan luar bahan pangan
sedangkan
jenis
minyak
yang
digunakan berpengaruh sangat kecil.
Abon lele pada hari ketiga dan
keempat mengalami perubahan warna
menjadi coklat kemerahan sedangkan
abon tuna menjadi warna coklat
kehitaman sedangkan rasa tidak
mengalami
perubahan
secara
signifikan. Peningkatan intensitas
warna yang sejalan dengan lamanya
waktu peyimpanan menunjukkan
adanya
peningkatan
jumlah
malonaldehid. Jumlah malonaldehid
yang semakin besar akan menyebabkan
labil dan reaktif pada protein, asam
amino dan peptida sehinga reaksi yang
terjadi menyebabkan terbentuknya
warna coklat. Intensitas warna akan
semakin meningkat dengan semakin
lamanya waktu penyimpanan (Dewi et

al., 2011). Abon lele berbentuk seperti


butiran-butiran, tidak seperti daging
ikan pada umumnya karena ikan lele
tidak memiliki serat yang kasar seperti
pada daging ikan lainnya (Aryani,
2015). Menurut Mustar (2013),
semakin luat permukaan bahan yang
digoreng maka semakin banyak
minyak yang terserap sehingga
oksidasi
selama
penggorengan
meningkat dan memberikan warna
gelap.
Hasil pengamatan pada hari
kelima
sampai
ketujuh
tidak
mengalami perubahan warna yaitu
coklat kemerahan pada abon lele dan
coklat kehitaman pada abon lele. Abon
tuna pada hari keenam timbul rasa agak
asam sedangkan abon lele masih
memiliki rasa khas abon. Menurut
(Dewi et al., 2011), abon yang diproses
dengan deep frying mengandung junlah
minyak yang lebih banyak sehingga
komponen volatil seperti aldehid yang
terbentuk lebih banyak jumlahnya.
Rasa
asam
yang
ditimbulkan
menunjukkan kemunduran mutu pada
abon tuna pada hari keenam.
Persyaratan abon yang baik
menurut SNI 01-3707-1995 tentang
abon adalah memiliki bentuk, bau,
rasa, warna yang normal khas abon dan
gula yang ditambahkan maksimal 30%
(b/b). Abon lele dan ikan nila secara
keselurahan sudah memenuhi standar
SNI yang telah ditetapkan dengan
warna, bentuk, bau yang khas sesuai
dengan jenis ikan yang digunakan.
Abon lele memiliki daya simpan lebih
lama dibandingkan dengan abon tuna
yang pada hari keenam sudah timbul
rasa agak asam meskipun abon tuna

memeliki rendemen jauh lebih tinggi


dibandingkan dengan abon lele.
KESIMPULAN
Rendemen abon tuna lebih
tinggi dibandingkan dengan ikan tuna
dan kenampakan abon tuna semakin
lama berwarna coklat kemerahan
sedangkan pada abon lele berwarna
coklat kehitaman. Kemunduran mutu
abon tuna pada hari keenam yaitu
timbulnya rasa asam sedangkan abon
lele pafa harai ketujuh masih dalam
spesifikasi yang dapat diterima.
SARAN
Pada praktikum berikutnya
diharapkan keseluruhan informasi data
selama praktikum direkap seperti
jumlah minyak yang dibutuhkan, lama
waktu penirisan dengan spinner, lama
waktu penggorengan dan suhu
penggorengan,
karena
dalam
pembahasan sangat memerlukan data
tersebut
dalam
membandingkan
dengan pustaka. Pengujian angka
peroksida dirasa penting untuk menguji
ketengikan produk abon dan uji
organleptik untuk mengtahui abon
yang disukai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Alik, A.T., M. Sukmiwati dan I. Sari.
2015. A study on consumer
acceptance of tilapia abon
(Oreochromis niloticus) with
the addiction white oyster
mushroom
(Pleurotus
ostreatus). < ejournal.unri.ac.id
/index.php/JPK/article/viewFil
e/2338/2299>. Diakses 30
April 2015.
Aryani, E. Kajian pemberian asam
askorbat (vitamin C) dengan

konsentrasi
yang berbeda
terhadap ketengikan abon ikan
lele (Clarias batrachus). <
eprints.unlam.ac.id/241/1/jurna
l-Aryani-abon%20ikan%20lele
.pdf>. Diakses 30 April 2015.
Badan Standarisasi Nasional. 1995.
SNI 01-3707-1995 tentang
Abon. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Desrosier, N.W. 1977. The Technology
of Food Preservation. The AVI
Publising Company, Westport.
Dewi, E.N., R. Ibrahim dan N.
Yuaniva. 2011. Daya simpan
abon
ikan
nila
merah
(Oreochromis
niloticus
Trewavas)
yang
diproses
dengan metode penggorengan
berbeda.
Jurnal
Saintek
Perikanan 1 : 6-12.
Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka
Abon. Kanisius, Yogyakarta.
Hanafi, A. 1999. Potensi Tepung Ubi
Jalan sebagai Bahan Substitusi
Tepung Terigu pada Proses
Pembuatan
Cookies
yang
disuplementasi dengan Kacang
Hijau. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Skripsi.
Hanan, A. 1996. Etnobotano Salam di
Daerah
Cirebon
:
Pemanfaatannya
sebagai
Penyedap Alami. Kumpulan
Abstrak Seminar Pokjanas
Tumbuhan Obat Indonesia XI.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak
Pangan. Universitas Indonesia,
Jakarta.

Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon


Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus) sebagai Makanan
Suplemen (Food Suplement).
Jurusan Teknologi Pertanian.
Universitas
Hasanuddin.
Skripsi.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992.
Bawang Putih di Dataran
Rendah. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sulthoniyah, S.T.M., T.D. Sulistiyati
dan E. Suprayitno. 2013.
Pengaruh suhu pengukusan
terhadap kendungan gizi dan
organoleptic abon ikan gabus
(Ophiocephalus striatus). THPi
Student Journal 1 : 33-45.
Wibowo, S. 1981. Budidaya Bawang,
Bawanh Putih, Bawang Merah
dan Bawang Bombay. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai