Anda di halaman 1dari 5

ABON SAPI

Disusun Oleh:
Nanda Ramadhani
KBM 19

Dosen Pembimbing:
Etti Kardinal

PROGRAM STUDI MANAGEMENT


INFORMATIKA AMIK DAPARNAS LP3I
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha tersendiri
untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan
peternakan, terutama daging, dari mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap
mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara yang
dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari dari daging segar seperti diolah
menjadi sosis, dendeng dan abon.

Abon merupakan salah satu cara pengolahan daging dengan cara disuwir-suwir dan digoreng.
Seiiring dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan daging, daging disuwir-suwir tidak lagi
mengunakan tangan tapi menggunakan food prosesor yang lebih efisien dalam hal penggunaan
tenaga kerja. Abon adalah olahan daging yang mempunyai cita rasa yang khas karena
menggunakan rempah-rempah pilihan sebagai bumbu penyedapnya. Abon dapat memiliki umur
simpan yang lama tanpa merubah cita rasa dari abon itu sendiri. Selain dibuat dari daging sapi dan
daging kerbau, abon juga dapat dibuat dari ayam, kambing, domba bahkan dibeberapa tempat abon
dibuat dari ikan.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas dan daya suka dari abon yang diolah
menggunakan cara tradisional (daging disuwir-suwir mengguanakan tangan) dan dengan cara
modern (menggunakan food prosesor untuk mensuwir-suwir daging).
TINJAUAN PUSTAKA
Abon Sapi
Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya,
kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang
umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong
plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama
penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan
abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai
konsumen (Perdana, 2009).
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi
perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak
gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan
menyebabkan degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik
asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada
daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan
rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau
tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan
proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi,
kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak
akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Bawang Merah
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada makanan. Senyawa
yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau
jika sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-
3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih.
Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari
senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba
yang bersifat bakterisidia.
Garam
Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat pertumbuhan
mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses pemasakan, dan dapat mengurangi
denaturasi mioglobin pada penambahan 2 g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan
daya simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam
pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari
1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti, 2008). Poulanne et
al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga keamanan pangan secara
mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan daging, memiliki
kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-ion tersebut
berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa ketengikan yang terbentuk
akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena
adanya ion-ion logam dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazinyang membentuk reaksi
lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan.
Gula Merah
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah satu komponen
pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi (Sianturi, 2000).
Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan,
salain itu penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan
menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari
bahan pangan (Winarno, 1994).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak, dalam penggunaan
ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan
rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula
(Purnomo, 1997).
Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid. Rimpang lengkuas
mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin oksidase sehingga bersifat antitumor.
Minyak atsiri ringpang lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai
antioksidan pada proses pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter
hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya mampu
menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
MATERI DAN METODA
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk membuat abon sapi diantaranya pisau, garpu, food prosesor,
ulekan, nampan, panci, kompor, penggorengan, alat pemeras minyak, parutan, timbangan.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat abon sapi antara lain daging sapi 1 kg, santan 500
ml, gula merah 150 gram, serai 6 batang, ketumbar 10 gram, bawang putih 30 gram, bawang merah
20 gram, merica 8 gram, lengkuas parut 15 gram, daun salam 10 lembar, asam jawa 10 gram dan
garam sebanyak 20 gram.

Cara Kerja
Daging direbus dengan menambahkan serai, daun salam dan garam sampai daging menjadi lunak
dan mudah diremahkan. Untuk masing-masing metode pembuatan, menggunakan setengah dari
berat daging yang sudah direbus. Setelah daging dingin selanjutnya daging diremahkan atau
disuwir-suwir menggunakan tangan atau dengan menggunakan garpu untuk metode tradisional dan
menggunakan food prosesor untuk metode modern. Haluskan semua bumbu, selanjutnya daging
yang sudah disuwir-suwir ditambahkan bumbu, santan dan air kemudian dimasak sampai adonan
menjadi seperti bubur. Setelah agar kering, adonan kemudian digoreng sampai berwarna
kecoklatan. Untuk menghilangkan minyak, abon yang sudah digoreng diperas untuk menghilangkan
minyak sisa penggorengan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Uji hedonik abon sapi

penampakan
Sampel Warna Rasa Tekstur umum
abon
tradisional 3,7 3,9 3,6 3,6

abon modern 3,4 3,4 3,5 3,5


Keterangan : 1. Sangat tidak suka

2. Tidak suka

3. Netral

4. Suka

5. Sangat suka

Tabel 2. Uji mutu hedonik abon sapi

Sampel Rasa tekstur


abon tradisional 3,4 2,9
abon modern 3,1 3,7
Keterangan : 1. Sangat manis/kasar

2. Manis/kasar

3. Agak manis/kasar

4. Tidak manis/kasar

5. Sangat tidak manis/kasar

Pembahasan
Berdasarkan dari hasil uji hedonik pada keudua buah jenis abon, ternyata abon yang dibuat dengan
metode modern ternyata lebih disukai dari pada abon yang dibuat dengan metode modern. Tekstur
abon tradisional yang cendrung lebih kasar dari pada abon modern ternyata lebih disukai. Hal ini
dimungkinkan karena penggunaan food prosesor yang membuat serat dari daging terpisah
seluruhnya. Warna abon sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh seberapa banyak penggunaan gula
dan lama penggorengan abon itu sendiri. Umumnya abon yang baik dicirikan dengan warna coklat
kekuningan, sehingga abon yang berwarna selain itu kurang disukai.
Kecendrungan rasa abon yang lebih disukai adalah rasa manis yang terjadi akibat penambahan
gula pada proses pemasakan. Karena bumbu yang digunakan sama, maka berdasarkan uji hedonik
dan uji mutu hedonil tidak terlalu berbeda hasilnya. Penggunaan rempah-rempah dalam pembuatan
abon dapat menigkatkan citarasa dari abon yang dibuat. Abon tradisional memiliki nilai yang lebih
tinggi sedikit dibandingkan dengan abon modern, hal ini mungkin disebabkan karena pada waktu
pemasakan lebih banyak air yang ditambahkan untuk abon modern dari pada abon tradisional.
Secara kenampakan umum, baik abon yang diproses secara modern ataupun secara tradisional
bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini dicerminkan dengan nilai yang diperoleh dari kedua buah
jenis abon yang tidak terlalu signifikan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan pada abon yang dibuat secara tradisional dan modern dapat
disimpulkan bahwa secara uji hedonik dan mutu hedonik abon yang dibuat secara tradisional
memilki kecendrungan lebih disukai dibandingkan abon yang dibuat secara modern. Untuk
pengusahaan pembuataan abon dalam skala besar perlu dipertimbangkan lagi penggunaan metode
tradisional terkait dengan efektivitas penggunaan tenaga kerja dan biaya produksi

Anda mungkin juga menyukai