Anda di halaman 1dari 18

Abdurrohman

240210130008
IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum ini membahas tentang pengolahan pangan dengan cara

fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara
pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi, 2005). Fermentasi
merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan
mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik
yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992)
sehingga memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman,
dapat memberikan rasa yang lebih baik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989; Widowati
dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003) dan memberikan tekstur tertentu
pada produk pangan (Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003).
Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah
untuk mengawetkan, menjaga kualitas, dan keamanan makanan (Parveen dan
Hafiz, 2003). Hasil-hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat),

jenis mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan dan metabolisme mikroba.


Proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa mikroorganisme,
maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah pengendalian
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama yang
mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :
Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan
digunakan oleh mikroorganisme

tersebut untuk tumbuh dan

berkembangbiak.
Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan
karakteristik bagi mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik.
Nilai pH produk pangan.
Suhu inkubasi.
Kadar air.
Ada/tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.

Abdurrohman
240210130008
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan
pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk
meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol,
untuk menghasilkan produk dengan karakteristik flavor dan aroma yang khas,
atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contohcontoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam, mulai dari produk
tradisional (misalnya tempe, tauco, dan tape) sampai produk yang modern
(misalnya salami dan yoghurt).
Salah satu metode pengawetan bahan pangan adalah dengan cara fermentasi.
Pengawetan pangan dengan fermentasi dapat mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan menumbuhkan mikroorganisme yang berguna
secara selektif. Berdasarkan sumber mikroorganisme yang digunakan, fermentasi
pangan dibedakan atas.
4.1

Fermentasi Spontan
Menurut Hammes (2003) fermentasi spontan merupakan fermentasi yang

mengandalkan mikrobia secara alami tanpa adanya suatu interfensi ataupun


inokulasi starter. Menurut Buckenhuskess (1993) di dalam suatu fermentasi
penggunaan bakteriasam laktat akan membentuk flavor dan karakteristik produk
dari hasil degradasi protein, lemak, dan karbohidrat selama proses fermentasi.
Pengolahan pangan dengan cara fermentasi sponta yang dilakukan pada
praktikum ini adalah melakukan pembuatan cabe asin, saueurkraut, dan sawi asin.
Bahan-bahan yang digunakan adalah cabe merah, kubis, dan sawi asin.
1.

Pembuatan Cabe Asin


Cabe asin ini diolah dengan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya.

Tujuan pengolahan ini adalah mengawetkan cabe, meningkatkan rasa cabe itu
sendiri, dan memperpanjang daya tahan simpan cabe tersebut.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan cabe asin ini adalah cabe
disortasi. Sortasi dilakukan untuk membuang benda asing /kotoran dan bagian
cabe yang rusak. Cabe yang digunakan dan diolah adalah cabe segar yang sehat
dengan tingkat kemerahan yang merata dan tidak cacat. Kemudian ditimbang

Abdurrohman
240210130008
untuk mengetahui beratnya agar dapat dihitung rendemennya. Cabe yang telah
disortasi, dicuci dengan air bersih agar terbebas dari segala kotoran dan
menghilangkan sisa-sisa pestisida yang masih melekat/menempel pada cabe
kemudian tiriskan. Setelah itu di blanshing selama 3 menit. Tujuan dari
pemanasan yaitu untuk mengurangi jumlah mikroba pada cabe dan sekaligus
menonaktifkan enzim penyebab perubahan warna. Selain itu, pemanasan dapat
meningkatkan kerja capsaisin pada cabe, sehingga rasa lebih pedas.
Kemudian cabe tersebut direndam dalam jar dengan 1 liter air matang, 50
gram garam, dan 50 ml cuka. Bahan pengawet ini ditambahkan dengan tujuan
menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, dan kapang)
sehingga proses pembusukan atau pengasaman atau penguraian dapat dicegah.
Bahan pengawet berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang
merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan
(Suprapti, 2000). Penambahan garam berfungsi untuk menambah cita rasa. Selain
itu, Dwiyono (2008) menambahkan bahwa garam juga berfungsi untuk
mempertinggi aroma dan kerenyahan cabe asin tersebut.
Kemudian plastik yang berisi larutan yang sama dimasukan ke dalam jar
tersebut (tindih plastik) dengan tujuan agar cabe terendam secara sempurna dalam
larutan. Padatan (cabe asin) dalam jar diusahakan terendam dalam larutan untuk
menghindari terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.
Lalu jar ditutup dan cabe difermentasi selama 3 hari. Pada proses ini kontak
udara sebisa mungkin dikurangi dengan cara menutup jar perendam dengan rapat
dan air larutan perendaman dibiarkan penuh sehingga tidak ada ruang udara
tersisa. Dengan demikian, kondisi fermentasi dapat bersifat anerobik. Dengan cara
ini, secara alami akan menyebabkan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat
secara bergiliran sesuai dengan nilai pH. Pada kondisi tersebut (relatif anaerobik)
akan terbentuk asam laktat sekitar 1%. Berikut merupakan hasil pengamatan
pembuatan cabe asin yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Abdurrohman
240210130008
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Cabe Asin
Produk/kel
Pengamatan
Berat Awal (gram)
400
Berat Akhir (gram)
360
Warna
Merah menuju orange
Tekstur
Lunak ++
Cabe Asin/
4A dan 9A
Keasaman
Asam +++
Citarasa
Asin sedikit asam
Aroma
Khas cabai asam
Kekilapan
Kilap ++ (menurun)
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Berdasarkan hasil pengamatan, warna cabe sebelum fermentasi adalah
merah mengkilap dan setelah fermentasi menjadi merah orange. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur karena biasanya pada cabe yang diberikan perlakuan
blanshing seharusnya dapat memperbaiki/mempertahankan warnanya yang merah
mengkilap namun hal ini tidak keran disebabkan oleh waktu blanshing yang
terlalu lam serta air yang digunakan tidak murni air yang pada biasanya atau air
yang digunakan adalah air sisa blanshing dari bahan pangan lainnya yang dapat
mempengaruhi sifat warna merah dari cabe tersebut. Aroma cabe sebelum
difermentasi adalah aroma khas cabe pedas dan setelah fermentasi menjadi aroma
cabe asin karena adanya penambahan garam sehingga menyebabkan timbulnya
citarasa asin dan aroma cabe asin. Tekstur cabe sebelum fermentasi keras dan
setelah fermentasi menjadi lunak karena diberi perlakuan blanshing yang dapat
menyebabkan pelunakan jaringan akibat pemanasan. Rendemen cabe asin yang
dilakukan pada praktikum ini adalah 90%.
Umumnya bakteri asam laktat yang berperan dalam fermentasi cabe asin
adalah Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis, Pedicoccus cerevisiae,
Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus plantarum. Bakteri asam laktat tersebut
bersifat halotoleran atau tahan kadar garam tinggi. Bakteri asam laktat akan
memfermentasi gula-gula sederhanayang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi
asam terutama asam laktat(Jay, 1978). Garam akan menarik keluar air dalam
jaringan cabe. Gula-gula akan keluar bercampur dengan cairan digunakan sebagai
makanan bagi bakteri asam laktat. Pertumbuhan bakteri asam laktat selama
fermentasi akan mengakibatkan beberapa perubahan pada produk, yaitu
membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, menghambat

Abdurrohman
240210130008
pembusukan, dan memproduksi berbagai cita rasa yang khas akibat akumulasi
asam organik, sehingga diperoleh hasil akhir berupa produk yang berbeda dari
bahan asalnya (Frezier dan Westhoff, 1978). Mutu hasil fermentasi sayuran
bergantung pada jenis sayuran, mikroba yang bekerja, konsentrasi garam, suhu
dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH, dan jumlah oksigen (Pederson,
1971, Winarno et al., 1980).
2.

Pembuatan Saueurkraut
Saueurkraut adalah sayuran yang diperam dalam larutan garam. Saueurkraut

sebagian besar dibuat dari kubis. Produk lain sejenis saueurkraut adalah pikel,
yaitu produk yang dihasilkan dari pemeraman irisan kubis, juga dalam larutan
garam.
Pembuatan saueurkraut memanfaatkan proses fermentasi asam laktat.
Tujuan utama pembuatan saueurkraut adalah untuk mencegah pembusukan,
sehingga bahan makanan akan tahan lebih lama, dan akan menghasilkan citarasa
yang lebih disukai. Faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses pembuatan
saueurkraut adalah kadar garam dan suhu larutan garam. Kadar larutan garam
yang paling umum dipakai dalam pemeraman saueurkraut adalah 5-8%.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan saueurkraut adalah kubis
disortasi. Kubis yang akan disaueurkraut sebaiknya memiliki bentuk teratur,
tekstur keras, dan memiliki sifat pikling yang baik. Kubis yang akan disaueurkraut
umumnya dipanen pada saat belum terlalu matang karena kubis yang telah matang
warna dan bentuknya mudah berubah, serta terlalu lunak untuk sebagian besar
penggunaan komersial. Sayuran ini disaueurkraut dalam keadaan diiris-iris tidak
dalam keadaan utuh.
Lalu ditimbang sebanyak 150 gram untuk mengetahui berat awal bahan
sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kemudian dicuci hingga bersih
dengan air bersih agar terbebas dari segala kotoran yang masih melekat pada
kubis. Setelah itu, kubis ditambahkan garam 5,25 gram dan aduk rata. Kemudian
diamkan selama 3 sampai 5 menit dan isi kedalam jar. Disimpan selama 3 jam
diruang gelap yang nantinya akan terjadi proses fermentasi.

Abdurrohman
240210130008
Pada proses pembuatan saueurkraut, terjadi fermentasi asam laktat yakni
proses pengubahan gula (glukosa) yang terkandung dalam sayur menjadi asam
laktat. Proses ini dibantu oleh bakteri asam laktat seperti Lactobacillus sp,
Leuconostocsp, Streptococcus sp, dan Pediococcus sp. Proses fermentasi asam
laktat terjadi pada kondisi anaerob. Kondisi ini dapat dicapai dengan menutup
wadah yang digunakan untuk proses fermentasi. Ketika kadar oksigen menurun
dan habis, maka bakteri akan mulai melakukan proses fermentasi.
Proses fermentasi saueurkraut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah:
Konsentrasi garam
Garam merupakan komponen penting dalam proses fermentasi
pembuatan saueurkraut. Garam berfungsi untuk mengeluarkan substrat
tertentu. Menurut Jacob (1951) garam dapat menarik air keluar dari buahbuahan yang mengandung padatan terlarut seperti protein, karbohidrat,
mineral, dan vitamin yang penting bagi bakteri asam laktat. Garam juga
membantu mengontrol mikroflora selama fermentasi yang dapat bersaing
dengan mikroba yang diinginkan, terutama bakteri proteolitik, bakteri aerob,
dan bakteri pembentuk spora (Frazier danWesthoff, 1978). Garam bersama
asam yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak
diinginkan. Pada tahap ini bakteri asam laktat yang sesungguhnya mulai
berperan dalam proses fermentasi dan akan mencapai puncak pertumbuhan
pada hari pertama fermentasi.
Jika konsentrasi garam yang digunakan untuk proses fermentasi
terlalu rendah, maka yang terjadi selanjutnya adalah proses pelunakan
jaringan sayur-sayuran akibat aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini
berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan
pada sel tanaman. Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak
justru akan menunda fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi
gelap, dan memungkinkan pula pertumbuhan khamir (Buckle,1987).
Konsentrasi garam yang digunakan untuk pembuatan saueurkraut adalah 58%. Konsentrasi garam sebesar itu sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri
asam laktat.

Abdurrohman
240210130008
Temperatur Pemrosesan
Temperatur untuk membuat saueurkraut yang paling optimum adalah
pada temperatur 21,0-26,70C. Umumnya diperlukan suhu 3000C untuk
pertumbuhan mikroorganisme. T > 3000C,

aktivitas mikroorganisme

terhambat, sedangkan T < 3000C, pertumbuhan mikroorganisme menjadi


lambat sehingga produksi asam lambat hingga dapat terjadi pembusukan.
pH larutan
Pada proses fermentasi pembuatan saueurkraut, pH yang digunakan
adalah sekitar 3,6-3,8. Bakteri asam laktat heterofermentatif dapat tumbuh
pada pH 3,2. Bakteri heterofermentatif tumbuh pada pH di atas 4,0. Bakteri
heterofermentatif yang sering tumbuh saat proses pembuatan saueurkraut
adalah Lactobacillius brevis sedangkan bakteri homofermentatif yang hidup
adalah Lactobacillus plantarum.
Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah
Leuconostoc mesenteroides dan akan menghambat pertumbuhan bakteri awal
lainnya. Produksi asam dan karbondioksida meningkat sehingga menurunkan pH
dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis
bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis,
Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum.Lactobacillus plantarum
merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga
merupakan mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam
laktat terbanyak. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi
sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi
panjang) (Pratama,2008). Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan
saueurkraut yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Abdurrohman
240210130008
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Sauerkraut
Pengamatan
Produk/
Berat Berat
Kel
Awal Akhir
Warna
Tekstur Keasaman
(gr)
(gr)
Putih
Sauerkraut/
Lunak +
150
160
kekuningan
Asam kol
8A
+
+
Sauerkraut/
3A

150

120

Hijau terang

Lunak

Asam ++

Cita
Rasa
Asin
kol
+++
Rasa
kubis
dan
sedikit
asam

Aroma
Asam
khas
kubis
Khas
kubis +
+

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


Tekstur saueurkraut berdasarkan hasil pengamatan menjadi berkurang
kelunakannya disebabkan pada saat proses blanshing tidak tepat. Karena
pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat
proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik
yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini
antara

lain

Bacillus

subtilis,

Bacillus

polymixa,

Achromobacter,

Erwinia,Enterobacter, Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan


khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah
Penicillium chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces
oleaginosus (Vaughn, 1985).
Seringkali dalam pembuatannya, produk saueurkraut mengalami kerusakan
hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan
terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat
tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides dan menghasilkan cita rasa yang tidak
diharapkan. Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat
aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan
yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan Flavobacterium. Waktu
fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk
gas, yaitu Lactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam
(Frazier dan Westhoff, 1979).
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, warna saueurkraut sebelum
fermentasi adalah hijau semburat putih dan setelah fermentasi menjadi putih

Abdurrohman
240210130008
kekuningan yang merupakan akibat dari perendaman larutan garam selama
beberapa hari. Tekstur sebelum fermentasi adalah keras dan setelah fermentasi
menjadi lunak yang merupakan akibat dari lamanya waktu perendaman kubis dan
ukuran kubis menjadi mengecil karena kandungan air yang terdapat dalam kubis
tersebut keluar akibat adanya larutan garam. Aroma saueurkraut setelah
fermentasi adalah khas acar kubis yang menunjukan bahwa pembuatan
saueurkraut timun ini berhasil.
3.

Pembuatan Sawi Asin


Sawi hijau disortasi dan ditriming untuk mendapatkan sawi yang seragam

dan untuk membuang bagian yang tidak digunakan. Sawi kemudian dicuci untuk
menghilangkan kotoran yang menempel. Sawi tersebut kemudian ditimbang
beratnya untuk menentukan jumlah garam yang dibutuhkan. Penaburan garam
yaitu sebanyak 2% sampai 3% dari berat sawi tersebut. Kemudian dilakukan
penggilasan/ lipat lalu ikat dengan tali rafia agar sawi terkumpul dan terbenam
dalam larutan garam nantinya supaya proses fermentasi spontan dapat terjadi
sempurna dengan dikemas didalam toples. Pembuatan larutan garam yang
terbentuk yaitu karena ditambahkan air tajin dengan tujuan untuk menjadi substrat
sumber karbohidrat bagi mikroorganisme yang nantinya akan merombak senyawa
kandungan gula dalam air tajin yang merupakan sisa air pencucian beras menjadi
beberapa kandungan senyawa asam terutama asam laktat. Simpan toples tersebut
didalam ruangan gelap dan tutup rapat toplesnya agar tidak ada masuk udara.
Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan sawi asin yang dapat dilihat pada
Tabel 3.

Abdurrohman
240210130008
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Sawi Asin
Pengamatan
Produk/ Berat Berat
Kel
Awal Akhir
Warna
Tekstur Keasaman
(gr)
(gr)
Sawi
Hijau
Lunak
Sedikit
Asin/ 2A
sedikit
berserat
asam
kecoklatan
Sawi
Hijau
Asin/
Lunak
Asam
kecoklatan
7A
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Cita
Rasa
Asin
sedikit
asam
Asam
dan
asin

Aroma
Bau
asam
Bau
asam dan
asin

Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas diketahui bahwa dari segi warna
dari produk sawi asin ini berwarna hijau sedikit kecoklatan bertekstur lunak dan
berasa asam. Rasa asam disebabkan karena adanya proses fermentasi. Aroma yang
dihasilkan dari sayur asin ini berbau asin dan asam juga. Jika dibandingkan, ciriciri sawi asin yang baik adalah mempunyai warna yang kekuningan, rasa enak,
tekstur lunak, dan bau yang sedap yaitu antara asam dan alkohol. Karakteristik
tersebut adalah hasil fermentasi dari bahan bahan yang ditambahkan pada sawi
asin ini.
Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan asinan ini menjadi medium
pertumbuhan bagi bakteri asam laktat. Bahan-bahan ini akan melakukan
fermentasi bersama dengan garam yang akan menarik air dan zat gizi dari jaringan
sayuran sebagai pelengkap subsrat untuk petumbuhan bakteri asam laktat yang
terdapat pada permukaan daun-daun sawi. Bakteri asam laktat pada sawi ini akan
memfermentasi gula-gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara
anaerob. Sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan
untuk pembuatan asinan, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk
pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga
dalam pembuatan asinan tidak di tambahkan inokulum atau ragi.
Mikroorganime yang berperan dalam pembuatan sawi asin adalah jenis-jenis
bakteri penghasil asam laktat, seperti Lactobacillus cucumeris, Lactobacillus
pentoaceticus dan Leuconostoc mesenteroides.

Aburrohman
240210130008
4.2

Fermentasi Tidak Spontan


Pada fermentasi tidak spontan selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai

starter/inokulum/ragi. Contohnya pada pembuatan tape. Jumlah dan aktivitas


starter sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi dan produk yang
dihasilkan. Tape dan tempe merupakan salah satu contoh pangan hasil fermentasi
secara tidak spontan.
Pengolahan pangan dengan cara fermentasi sponta yang dilakukan pada
praktikum ini adalah melakukan pembuatan tape ketan. Bahan-bahan yang
digunakan adalah ketan.
1.

Pembuatan Tape Ketan


Tape ketan adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan

baku beras ketan yang diolah secara fermentasi. Tape ketan hampir sama dengan
tape singkong, namun ragi yang digunakan berbeda. Raginya terdiri dari bakteri
Saccharomyces cerivisiae. Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan tape ketan adalah beras ketan
disortasi. Sortasi dilakukan agar beras ketan yang digunakan bersih dan terbebas
dari kotoran seperti batu-batu kecil. Kemudian ditimbang untuk mengetahui berat
awalnya sebelum diolah lebih lanjut dan agar dapat dihitung rendemennya diakhir
proses pembuatan tape ketan ini. Setelah itu, beras ketan dicuci hingga bersih
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran maupun sisa-sisa dedak yang
mungkin masih tertinggal. Beras ketan yang dicuci bersih dengan beras ketan
yang dicuci kurang bersih akan menghasilkan kualitas tape yang berbeda. Bakteri
pada ragi tidak akan berkembang pada beras yang kurang bersih sehingga produk
tape akan gagal.
Beras ketan lalu dimasak/pengukusan setengah matang. Kemudian
ditambahkan air mendidih untuk melakukan pengukusan beras ketan setengah
matang menjadi sampai matang. Setelah itu ketan didinginkan agar tidak
menghambat proses penguraian oleh ragi. Penambahan ragi sebanyak 2 gram dan
5 gram dan tidak boleh dilakukan pada saat ketan masih dalam keadaan panas,
karena akan menghambat proses penguraiannya. Proses fermentasi bergantung
dengan cara pencampuran ketan dengan ragi. Apabila pencampuran tidak baik

Aburrohman
240210130008
akan menyebabkan fermentasi kurang sempurna dan menimbulkan kerusakan.
Setelah itu, tape ketan kemudian dikemas didalam jar/toples dan dilakukan
pemeraman selama 3 hari dalam ruangan gelap dan tertutup. Pada saat pemeraman
terjadi proses fermentasi ketan menjadi tape. Fermentasi yang tertutup akan
mencegah terjadinya kontaminasi.
Proses utama pembutan tape ketan yaitu fermentasi dengan menggunakan
ragi tape. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada
produksi makanan. Berikut ini adalah reaksinya
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP
Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan tape ketan yang dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Tape Ketan
Berat Berat
Produk/
Awal Akhir Warna Tekstur
Kel
(gr)
(gr)
Tape Ketan
Kenyal,
(ragi 5 gram)/
Putih lengket +
6A dan 1A
+
Tape Ketan
Putih
(ragi 2 gram)/
Lembek,
keabu5A dan10A
berair
abuan

Keasaman

Cita
rasa

Aroma

Asam +

Asam
manis
tape

Asam
khas
tape

Agak asam

Manis,
agak
asam

Khas
alkohol

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)


Hasil proses fermentasi sangat menentukan komposisi kimia dari tape ketan.
Jika sudah jadi, tape ketan tersebut dikukus selama 30 menit. Berdasarkan hasil
pengamatan pada diperoleh data bahwa warna tape ketan adalah putih. Aroma
tape ketan menjadi khas tape ketan dan asam. Tekstur pada tape ketan menjadi
lunak, berair, serta lengket. Berairnya tape ketan ini menunjukan bahwa
pembuatan tape pada praktikum ini gagal. Kegagalan ini disebabkan tidak adanya
permeabilitas udara karena jar ditutup sangat rapat. Ketersediaaan oksigen harus
diatur

selama

proses

fermentasi.

Hal

mikroorganisme yang digunakan pada ragi.

ini

berhubungan

dengan

sifat

Aburrohman
240210130008
Kegagalan fermentasi tape kemungkinan disebabkan oleh higienitas
praktikan saat proses pengolahan. Pembuatan tape ketan harus dilakukan dengan
higienis, karena apabila tercemar oleh mikroba lain atau karena peralatan yang
kotor, ragi tape tidak akan tumbuh dengan baik dan kemungkinan akan mengalami
kegagalan, tidak manis dan tidak empuk. Konsentrasi ragi yang ditambahkan
berdasarkan literatur yaitu pada umumnya adalah 0,1% - 0,5%, pada konsentrasi
tersebut dapat menghasilkan tape dengan citarasa manis, asam, dan sedikit
alkoholik yang disukai. Menurut Steinkraus (1989), faktor yang berperan pada
proses fermentasi adalah konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta
keseragaman pada tahap pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak.
Selain konsentrasi ragi dan higiene praktikan, faktor lain yang dapat
menyebabkan kegagalan fermentasi tape ini adalah selama fermentasi, ketan
dimasukkan ke dalam wadah sampai penuh tidak ada rongga udara. Fermentasi
pada tape ketan yaitu anerobik fakultatif yang merupakan proses fermentasi yang
tidak memerlukan O2 dari luar namun lebih menggunakan O2 yang terdapat pada
lingkungan sekitarnya. Ruang udara yang tersisa dalam wadah pembuatan tape
ketan akan mempengaruhi proses fermentasi.
Tape ketan umumnya memiliki tekstur lembut, rasa manis sedikit asam, dan
cita rasa yang khas karena mengandung sedikit alkohol. Komponen utama dalam
ketan sendiri adalah pati, yang dalam keadaan utuh sangat sulit didegradasi
dengan zat kimia maupun enzim. Bahkan, pati yang dipanaskan dengan air tidak
akan mengalami perubahan hingga suhu gelatinasinya tercapai.
Fermentasi tape ketan terjadi dalam kondisi anerobik fakultatif, yaitu dapat
melakukan proses fermentasi dengan atau tidak ada oksigen. Tetapi keberadaan
oksigen dalam jumlah sedikit dapat mempercepat berlangsungnya proses
fermentasi tersebut. Secara rinci perubahan senyawa kimiawi utama yang terjadi
dalam proses fermentasi tape ketan adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan
glukosa, karena bantuan khamir. Proses berikutnya glukosa akan difermentasi
menjadi asam-asam organik dan etanol sehingga menimbulkan rasa dan aroma
yang khas serta beraroma sangat kuat. Fermentasi tape ketan yang menggunakan
ragi termasuk dalam jenis heterofermentasi karena menggunakan dua macam
biakan mikroba yang berbeda.

Aburrohman
240210130008
Selain itu pembuatan tape ketan yang merupakan proses fermentasi tersebut
akan menghasilkan banyak keuntungan yaitu antara lain, meningkatkan citarasa
dari ketan dan menghasilkan aroma yang khas sehingga akan mempengaruhi
kelezatan tape ketan, juga akan meningkatkan kandungan gizi tape ketan tersebut.
Proses fermentasi yang terlalu lama dapat menghasilkan air tape yang cukup
banyak. Hal ini menyebabkan rasa manis pada tape akan berkurang.
Perubahan senyawa kimiawi utama yang terjadi dalam proses fermentasi
tape ketan adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa karena adanya
bantuan khamir. Proses berikutnya, glukosa difermentasi menjadi asam-asam
organik dan etanol sehingga menimbulkan citarasa dan aroma yang khas.
Fermentasi tape ketan yang menggunakan ragi termasuk dalam jenis
heterofermentasi karena menggunakan dua macam biakan mikroba yang berbeda.
Pembuatan tape ketan yang merupakan proses fermentasi tersebut akan
menghasilkan banyak keuntungan, antara lain meningkatkan citarasa dari ketan
dan menghasilkan aroma yang khas sehingga akan mempengaruhi kelezatan serta
meningkatkan kandungan gizinya.

Aburrohman
240210130008
V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum kali ini

diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut :


1. Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan fermentasi dalam
praktikum ini adalah konsentrasi dan jenis inokulum yang digunakan,
suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, kondisi sanitasi dan
higiene, dan pengemasan.
2. Cabe asin berwarna merah orange, beraroma cabe asin, bertekstur
lunak, cita rasa asin, dan rendemen yang dihasilkan adalah 90%.
3. Saueurkraut berwarna hijau sampai berubah putih kekuningan,
bertekstur lunak, beraroma asam khas kubis, ukurannya menjadi
mengecil dan mengerut, dan citarasanya menjadi khas kubis asam
asin, rendemen yang dihasilkan 93,3%.
4. Sawi asin warna sebelum fermentasi adalah hijau, putih dan setelah
fermentasi menjadi hijau kecoklatan, tekstur sebelum fermentasi keras
dan setelah fermentasi menjadi lunak ada yang berserat, aroma sawi
asin setelah fermentasi adalah khas sawi dan sedikit beraroma asam.
5. Tape ketan yang dibuat saat praktikum mengalami kegagalan karena
tekstur menjadi lunak berair. Warna tape ketan tetap putih, beraroma
khas tape ketan asam.
5.2

Saran
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum kali ini,

adapun saran yang dapat disampaikan yaitu sebagai berikut :


1. Sebelum melakukan praktikum, praktikan harus sudah memahami
mengenai praktikum yang akan dilakukan.
2. Melakukan penimbangan dan perhitungan dengan teliti.

Aburrohman
240210130008
DAFTAR PUSTAKA
Buckle KA, Edwars RA, Fleet HA, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan.Purnomo H,
Adion. penerjemah. UI Press. Jakarta.
Gustina, Rista. 2012. Available at: http://ristagustina.wordpress.com/2012/05/23/
mengapa-daunpisang-lebih-baik-digunakan-sebagai-pembungkus-makanadari-pada-plastik/. (Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015).

Jacobs MB. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Food Products, 2nd ed.
D. Van Nostrand Company, Inc., New York.
Margono Tri, Dkk. 1993. Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita
dalam Pembangunan PDII-LIPI. Development Cooperation. Swiss.
Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muhyi, Chalimah.2013. Available at: http://www.geschool.net/chaalimp/blog
/post/laporan-fermentasi-pada-tape-ketan (Diakses pada tanggal 31 Oktober
2015).

Restika, Hessty. 2013. available at: http://hettymediapembelajaran.wordpress.


com/2013/05/03/latar-belakang-pembahasan-pikle-dan-sauerkraut-_/
(Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015).

Rika. 2012. Available at: http://rikavert.blogspot.com/2012/12/peran-jamurrhizopus-oligosporus-dalam_8728.html (Diakses pada tanggal 31 Oktober


2015).

Saragih, Y. P. Pembuatan anggur pisang klutuk. Buletin Pusbangtepa, 4 (14),


Mei 1982: 29 36.

Aburrohman
240210130008
Siti Sofiah dan Subardjo. 1984. Pembuatan anggur buah pala. Bogor: Balai Besar
Litbang Industri Pertanian. Badan Litbang Industri. Departemen
Perindustrian, 5 hal. Bogor.
Winarno, F. G. dan Mardjuki. 1979. Paket industri anggur pisang klutuk.
Pusbangtepa. Bogor.

LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN

1.

Pada pembuatan sayur asin tidak pernah ditambahkan inokulum/ragi.


Menurut anda apa alasannya?
Jawab : Sayuran sudah mengandung mikroorganisme yang dibutuhkan
untuk proses fermentasi.

2.

Apa fungsi larutan garam pada fermentasi spontan?


Jawab : Garam berfungsi untuk mengeluarkan beberapa substrat tertentu,
terutama gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat
(Pederson, 1971).Garam juga membantu mengontrol mikroflora selama
fermentasi yang dapat bersaing dengan mikroba yang diinginkan, terutama
bakteri proteolitik, bakteri aerob, dan bakteri pembentuk spora. Garam
bersama asam yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan.

Aburrohman
240210130008
3.

Mengapa bahan yang mengandung pati tinggi harus dimasak/dimatangkan


terlebih dahulu sebelum diberi ragi?
Jawab : Pemasakan bertujuan untuk memecah karbohidrat yang kompleks
sehingga mudah diurai oleh mikroorganisme.

4.

Mengapa sayuran harus terendam semua dalam larutan garam?


Jawab : Sayuran harus terendam garam agar mikroorganisme pembusuk
dalam sayuran dapat mati akibat adanya garam.Garamjugaberfungsi untuk
mengeluarkan beberapa substrat tertentu, terutama gula yang diperlukan
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.

5.

Mengapa ragi ditaburkan setelah dingin?


Jawab : Ragi ditaburkan setelah dingin agar mikroorganisme dalam ragi
tidak mati dan kehilangan aktivitasnya akibat panas.

Anda mungkin juga menyukai