Anda di halaman 1dari 12

SUSTAINABILITY SCIENCE

Aviza Karinda Ikaputri


250820170001

UNIVERSITAS PADJADJARAN
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BERKELANJUTAN
BANDUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama lebih dari 30 tahun telah terjadi perubahan drastis pada manusia dan
lingkungan di seluruh dunia. Keterbatasan sumber daya air, perubahan iklim,
bencana alam baik yang terjadi secara alami maupun yang merupakan akibat dari
perbuatan manusia, dan urbanisasi biasanya akan berkaitan dengan polusi udara,
dan perpecahan sosial yang terjadi di masyarakat. Lebih jauh, Swart, Raskin, dan
Robinson (2004) menegaskan bahwa keadaan sosial dan lingkungan soisal telah
mengalami penurunan kualitas di beberapa wilayah. Selain itu, sisten kehidupan
manusia juga sangat terancam. Tantangan ini telah mendapat respon tak hanya dari
pihak industri, universitas, pemerintahan, berbagai organisasi dan masyarakat
sosial. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Jeffrey D. Sachs dalam bukunya
The Age of Sustainable Development bahwa lingkungan hidup ini dibatasi oleh
sebuah
Pihak akademisi telah terlebih dahulu menjawab tantangan tersebut dengan
adanya sebuah riset yang dinamakan Sustainability Science pada akhir tahun
1990an (Clark dan Dickson, 2003; Swart et al. 2004; Komiyama dan Takeuchi,
2006; Martens, 2006; Jerneck et al., 2001; Wiek et al., 2011, 2012 dikutip Lang et
al., 2012). Penelitian ini merupakan penelitian yang berupa kolaborasi dari ilmuwan
yang ahli di bidangnya masing-masing, pihak-pihak non akademisi (bisnis),
pemerintah, masyarakat untuk menciptakan suatu keadaan yang berkelanjutan.
Menurut Lang et al. (2012), berkembangnya sustainability science (ilmu
berkelanjutan ini masih belum diimbangi dengan tersedianya literatur-literatur yang
mendukung dan dapat fmemberi petunjuk bagi para ilmuan untuk melakukan
penelitian tersebut. Sebagian besar literatur masih terdispersi dan terfragmentasi
sesuai dengan bidang ilmu pada umumnya. Belum ada yang membuat suatu
panduan lengkap mengenai apa, bagaimana dan metode yang dapat dipilih dalam
melakukan penelitian dengan nuansa sustainability science.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Sustainability Science?
2. Apa sajakah yang termasuk ke dalam Sustainability Issue?
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
1. Mengetahui definisi Sustainability Science.
2. Mengetahui contoh-contoh Sustainability Issue.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sustainability Science (Ilmu Berkelanjutan)


Sejak 1992, konsep sustainability telah menjadi slogan untuk pidato-pidato
ilmiah dan program-program politik yang dikaitkan dengan konservasi sumber daya
alam, kualitas hidup yang baik, dan kewajiban generasi penerus (Becker, 2007).
Lebih lanjut, sustainability science dianggap sebagai sebuah konsep atau ilmu yang
sedang berkembang 10 tahun terakhir. Cabang ilmu terapan ini diharapkan mampu
memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi pada masa
kini. Namun, akan lebih baik untuk mengetahui definisi sustainability science
sebelum mengklasifikasikan suatu permasalahan ke dalam konteks sustainability
science.
Pertama kali dicetuskan secara formal oleh Brundtland yang merupakan
sebuah komisi dari PBB untuk Environmental dan Development yaitu suatu
keadaan dimana kebutuhan masa kini dapat terpenuhi dan juga tidak perlu
mengkhawatirkan kebutuhan generasi selanjutnya (WCED, 1987 dikutip Kuhlman
dan Farrington, 2010). Dua pilar utama yang kerap kali disebut pada saat Komisi
Brundtland adalah pembangunan dan lingkungan. Namun dewasa ini konsep
sustainability memuat tiga dimensi di dalamnya yaitu sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Konsep pertama mengenai sustainability science pernah dicetuskan
oleh Raskin et al. (1999) yang kemudian disempurnakan oleh NAS sebagai “ the
meeting of human needs and preserving life support system as a basis for priorities
both for research and actions.”
Kates et al. (2001) mengidentifikasi dimensi-dimensi dari sustainability
science dengan beberapa pertanyaan yang diajukannya :
1. How can the dynamic interactions between nature and society including
lags and inertia be better incorporated in emerging models and
conceptualizations that integrate the Earth Systems, Human
Development, and Sustainability?
2. How are long-term trends in environment and development including
consumption and population reshaping nature-society interactions in
ways relevant to sustainability?
3. What determines the vulnerability of resilience of the nature-society
system in particular kinds of places and for particular types of ecosystems
and human livelihoods?
4. Can scientifically meaningul “limits” or boundaries be defined that
would provide effective warning of conditions beyond which the nature-
society systems incur a significantly increased risk of serious
degradation?
5. What system of incentive structure including markets, rules, norms, and
scientific information can most effectively improve social capacity to
guide interactions between nature and society toward more sustainable
trajectories?
6. How can today’s operational system for monitoring and reporting
environmental and social conditions be integradted or extended to
provide more useful guidance fo efforts to navigate a transtition toward
sustainability?
7. How can today’s relatively independent activities of research planning,
observation, assessment, and decision support be better integrated into
system for adaptive management and social learning? (Kates et al., 2001)
Ketujuh pertanyaan tersebut mengarah kepada pengertian kompleks dari sebuah
keberlanjutan, termasuk di dalamnya bagaiman informasti tersebut dapat memberi
petunjuk pada para aktor sosial untuk mengembangkan transisi strategis dari
pemahamannya. Sehingga dapat didefinisikan bahwa sustainability science adalah
suatu dasar untuk menggambarkan permasalahan interaksi, perilaku, dari sistem
sosial dan lingkungan dan petunjuk bagi para decision makers mengenai dampak
dari intervensi yang akan dilakukan terhadap permasalahan tersebut (Swarts et al.,
2001).
Sustainability Science disebut sebagai hal yang intinya adalah interaksi
dinamis antara alam dan masyarakat (Clark and Dickson, 2003). Namun, Clark dan
Dickson mengungkapkan bahwa sustainability science belum dapat dikatakan
sebagai ilmu yang berdiri sendiri karena masih merupakan konsep. Sehingga
sustainability merupakan sesuatu yang masih harus diteliti dan diterapkan sehingga
dapat menjawab tantangan. Swart et al., 2004 mengatakan bahwa karakter dari
masalah-masalah sustainability yaitu membutuhkan perspektif yang holistik dari
berbagai disiplin, aktor, metode, dan waktu.
Clark (2007) mendefinisikan sustainability science sebagai suatu cabang ilmu
penelitian yang lebih menekankan pada permasalahan yang dihadapi, daripada
disiplin ilmu yang dipakai. Hal ini disebabkan karena riset yang mengarah pada
sustainable development telah banyak dilakukan, misalnya di bidang biokimia,
geologi, agrikultur, dan lain sebagainya dan semuanya tidak dapat diselesaikan
dengan hanya mementingkan metode yang berasal dari disiplin ilmunya.

2.2 Transdisciplinary Research


Sustainability science diklasifikasikan sebagai salah satu riset transdisiplin
ilmu. Transdisiplin ilmu sendiri disini berarti bahwa suatu ilmu yang refleksif,
integratif, berasaskan sebuah metode yang bertujuan untuk mencari solusi atas
permasalahan-permasalahan sosial, dan masalah-masalah lain yang dapat disebut
sebagai masalah ilmiah dengan cara mengintegrasikan berbagai macam
pengetahuan. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa riset-
riset bertajuk transdisiplin harus memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
 berfokus kepada masalah yang relevan dengan kondisi sosial
 dapat digunakan sebagai media belajar ilmuwan antardisiplin ilmu dan juga
para aktor yang berasal dari kalangan non-akademisi.
 bertujuan untuk menciptakan pengetahuan baru yang berorintasi terhadap
solusi, yang solid secara sosial, dan dapat digunakan untuk permasalahan-
permasalahan sosial maupun sains.
Gambar 1. Model Konseptual Penelitian Transdisiplin
(Bergmann et al., 2005)
Pada gambar, dapat diamati bahwa terdapat 3 fase dalam penelitian
transdisiplin, yaitu :
Fase A  Merupakan fase awal, dimana para peneliti berfokus pada pencarian
sintesis solusi yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu. Fase ini
dimulai dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah yang
terjadi di dunia sesungguhnya
Fase B  Pada fase ini adalah fase penelitian sesungguhnya dimana metode-
metode yang sudah terintegrasi mulai digunakan dalam penelitian.
Fase C  Penelitian telah membuahkan hasil yang selanjutnya mulai
diimplementasikan dalam keadaan sesungguhnya (Lang et al., 2012)

2.3 Sustainable Development Goals


Sustainable Development Goals merupakan poin-poin yang dirumuskan
oleh UNDP (United Nations of Development Programs) pada tahun 2015 berupa
tujuan akhir untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Berikut merupakan
perumusan dari SDGs.
1. Tidak ada kemiskinan
2. Tidak ada kelaparan
3. Sehat dan sejahtera
4. Pendidikan berkualitas
5. Kesamaan gender
6. Air bersih dan sanitasi yang baik
7. Energi terbarukan yang mudah dijangkau
8. Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi
9. Perkembangan industri, inovasi, dan infrastruktur
10. Kesenjangan antarnegara yang berkurang
11. Kota dan komunitas yang berkelanjutan
12. Produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab
13. Penanggulangan perubahan iklim
14. Keberlanjutan kehidupan di bawah laut
15. Pemulihan dan menjaga kehidupan di bumi
16. Kedamaian, keadilan, dan institusi berkualitas
Kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut (UNDP, 2015).

2.4 Sustainability issue in the world


1. Stunting di Indonesia
Status nutrisi seseorang dipengaruhi secara langsung oleh asupan makanan
individu tersebut (UNICEF, 1990 dikutip Sastroamidjojo, Schultink, dan Gross,
1996). Asupan makanan seseorang sendiri dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan
kemudahan akses supply dari bahan-bahan makanan tersebut. Menurut World Bank
(2014) dalam 2014 Nutrition Country Profile Indonesia, GDP per capita (PPP)
Indonesia terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir sehingga
tercapai angka $ 9,254 pada tahun 2013. Namun nampaknya peningkatan GDP ini
belum dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap status gizi balita karena
presenatase gejala-gejala kekurangan gizi masih cukup tinggi.
Berdasarkan data dari UNICEF (2013), presentase balita yang menderita
berat badan dibawah rata-rata, stunting, dan wasting tergolong cukup tinggi, yakni
36%, 42%, dan 13%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sekitar 8 juta atau setiap
satu dari tiga anak di Indonesia menderita stunting. Presentase stunting tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN seperti
Myanmar, Vietnam, dan Thailand yang masing-masing sebesar 35%, 23%, dan
16%. Secara umum, Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan penderita
stunting terbesar.
Stunting merupakan permasalahan kurang gizi yaitu pertumbuhan tinggi
badan yang tidak sesuai pada usisa tertentu yang cukup serius dan disebabkan
karena kurangnya pemberian nutrisi dan infeksi. Stunting dapat terjadi pada saat
kehamilan dan dapat terlihat setelah anak tersebut mencapai usia 2 tahun. Menurut
WHO, prevalensi stunting diatas 40% tergolong ke dalam kategori tinggi. Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat memiliki
termasuk ke dalam kategori tinggi stunting (Millenium Challenge Account
Indonesia, 2013).
Stunting merupakan salah satu parameter tebaik untuk melihat atau
menentukan kualitas sumber daya manusia di Indonesia di masa mendatang. Anak-
anak yang menderita stunting akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang secara optimum. Malnutrisi pada masa awal pertumbuhan dan
perkembangan anak akan menyebabkan ketidaksesuaian pada perkembangan
otaknya, lemahnya sistem imun dan perkembangan fisik yang lambat. Hal ini akan
mengakibatkan anak-anak tersebut mengalami kesulitan dalam belajar,
ketidakpuasan hasil belajar-mengajar di sekolah, serta mudahnya terserang
penyakit. Selain itu hal ini berimbas pada gangguan kondisi ekonomi untuk negara
(Millenium Challenge Account Indonesia, 2013).

2. Polusi Udara
Polusi udara telah memiliki dampak signifikan tersendiri di dunia terutama
di Indonesia. Menurut Polusi atau pencemaran lingkungan berdasarkan Undang –
Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982 diartikan sebagai
peristiwa masuknya atau dimasukannya mahkluk hidup, zat, energi, dan komponen
lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sejauh ini kota-kota yang berdampak
paling besar terhadap polusi adalah kota-kota besar di Indonesia pada khususnya,
seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Polusi dapat disebabkan karena berbagai macam hal seperti diantaranya
asap kendaraan bermotor, asap pabrik industri, asap kebakaran hutan, asap sampah,
asap rokok, dan lainnya. Apabila diamati asap kendaraaan bermotor dapat
disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan motor. Lantas apakah penyebab
meningkatnya kendaraan bermotor? Salah satunya disebabkan karena perubahan
gaya hidup. Menurut Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013
mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari tahun sebelumnya (2012) yang
cuma 94,299 juta unit. Jumlah ini terus meningkat hingga tahun 2017.

BAB III
KESIMPULAN

1. Sustainability Science merupakan sebuah ilmu transdisiplin yang masih


berkembang mengenai interpretasi interaksi antara sistem sosial dan
lingkungan dan ekonomi dan mempelajari bagaimana keterkaitan ketiga
elemen ini akan berdampak pada kehidupan di masa mendatang.
2. Sustainability issue yang sudah marak yaitu stunting dan polusi yang
disebabkan oleh banyak faktor dan menjadi suatu masalah yang kompleks
sehingga diperlukan pendekatan holistik untuk menyelesaikan isu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Becker, E. 2007. Problem Transformation in Transdisciplinary Research available


at https://www.researchgate.net/publication/258338943 diakses pada 2
Desember 2017.
Bergmann M, Brohmann B, Hoffmann E, Loibl MC, Rehaag R, Schramm E, Voß
J-P (2005) Quality criteria of transdisciplinary research.Aguide for the
formative evaluation of research projects. ISOE-Studientexte, No 13,
Frankfurt am Main, Germany
Clark, W.C. 2007. Sustainability Science : A Room of Its Own. The National
Academy of Sciences of the USA.
Clark, W.C. dan Nancy M. D. 2003. Sustainability Science : The Emerging
Research Program.
International Food Policy Research Institute. 2014. Global Nutrition Report
available at www.globalnutritionreport.com.
Kates, R.W., Clark, W.C., Corell, R., Hall, J.M., Jaeger, C., Lowe, I.,McCarthy,
J.J., Schellnhuber, H.-J., Bolin, B., Dickson, N.M., Facheux, S.,
Gallopin, G.C., Gruebler, A., Huntley, B., J.ager, J., Jodha, N.S.,
Kasperson, R.E., Mabogunje, A., Matson, P., Mooney, H., Moore III, B.,
O’Riordan, T., Svedin, U., 2001.Sustainability Science. Science 27(292),
641–642 (extended version published by the Belfer Center for Science
and International Affairs, John F. Kennedy School of Government,
Harvard University, USA).
Lang, D.J, Arnim W., Matthias B., Michael S., Pim M., Peter M., Mark S.,
Christopher J.T. 2012. Transdisciplinary Research in Sustainability
Science : Practice, Principles, and Challenges. Sustainability Science
(2012) 7 ( Supplement I): 25-43.
Millenium Challenge Account Indonesia. 2013. Stunting and The Future of
Indonesia. Jakarta, Indonesia.
Sastroamidjojo, S., W. Schultink, dan R. Gross. 1996. Stunting As An Indicator For
Health and Wealth: An Indonesian Application. University of Indonesia.
Swart, R.J., P. Raskin, dan J. Robinson. 2004. The Problem of The Future.
Sustainability Science and Scenario Analysis. Global Environmental
Change 14 : 137-146.
United Nations Children’s Fund. 1990. Strategy for improving nutrition of children
and women in developing countries. New York: UNICEF.

Anda mungkin juga menyukai