PENDAHULUAN
A. Judul praktikum
Penggorengan (Pembuatan Abon)
B. Tujuan praktikum
1. Mengetahui kualitas abon ayam dan abon ikan.
2. Membandingkan kadar air abon ayam dan abon ikan.
3. Mengetahui kualitas abon ayam dan abon ikan berdasarkan SNI.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Abon merupakan produk makanan kering yang dibuat dari daging dan
memiliki tekstur renyah, kering dan gurih (Suryani dkk, 2007), sedangkan jika
menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), abon merupakan jenis makanan kering
berbentuk khas yang dibuat dari daging dengan berbegai proses pengolahannya.
Metode yang digunakan dalam penggorengan abon adalah dengan metode deep
frying. Prinsip metode ini adalah penggunaan minyak banyak yang menyebabkan
seluruh permukaan bahan kontak langsung dengan minyak sehingga air dalam bahan
dapat teruapkan seluruhnya dan lebih cepat kering (Mulyatiningsih, 2007).
Pembuatan abon diawali dengan pemberian jeruk nipis pada ikan untuk
menghilangkan bau amis serta mengurai mikrobia pada ikan. Hal ini sesuai dengan
teori Lauma dkk (2015) bahwa jeruk nipis sebagai antimikrobia. Daging kemudian
dicuci untuk menghilangkan sisa jeruk nipis. Ikan dan daging kemudian dilumuri
garam untuk menambah cita rasa dan menghilangkan mikrobia pada bahan. Pada
daging ikan kemudian dilakukan pengukusan sedangkan pada daging ayam dilakukan
perebusan, untuk mendapatkan tekstur lunak pada bahan. Perbedaan perlakuan ini
dikarenakan pada daging ikan memiliki serat daging yang lebih halus dibandingkan
pada daging ayam sehingga jika dilakukan perebusan daging akan hancur.
Setelah dilakukan perebusan dan pengukusan kemudian daging disuwir dan
dilumatkan untuk membentuk tekstur seperti abon serta memperluas permukaan serat
daging supaya seluruh permukaan daging dapat kontak langsung dengan minyak
sehingga cepat kering. Sebelum diolah daging diberi bumbu untuk meningkatkan cita
rasa abon. Abon dimasak dengan minyak banyak supaya bahan tercelup dalam
minyak sehingga pemanasan merata dan bahan dapat matang merata.
Abon yang sudah berubah warna menjadi coklat kemudian diangkat dan
ditiriskan. Abon kemudian dibungkus dengan kain lap dan tissu supaya tidak
berantakan saat dimasukkan ke spiner. Abon kemudian di masukkan dalam spinner
untuk menghilangkan sisa minyak. Menurut Purwantana dkk (2004), prinsip kerja
alat ini adalah adanya gaya sentrifugal menyababkan kandungan minyak dalam bahan
pangan keluar sehingga abon menjadi kering.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji organoleptik
yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Penggorengan Abon
Hari ke Parameter Air Kapur Non Air Kapur
Warna ++++ ++++
Aroma +++ +++
0
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Warna ++++ ++++
Aroma +++ +++
1
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Warna +++ ++++
Aroma +++ +++
3
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Keterangan =
Warna (+) kuning muda Bau (+) tidak berbau abon
(++) kuning (++) sedikit bau abon
(+++) coklat muda (+++) agak bau abon
(++++) coklat (++++) bau abon
(+++++) coklat tua (+++++) sangat bau abon
Tekstur (+) tidak renyah Jamur (+) tidak ada jamur
(++) sedikit renyah (+++++) ada jamur
(+++) agak renyah
(++++) renyah
(+++++) sangat renyah
Berdasarkan tabel 2 diatas pada abon ayam hari ke 0 warna abon coklat
dengan agak bau abon serta tekstur agak renyah dan tidak ada jamur. Pada perlakuan
abon ikan diperoleh hasil warna abon coklat dengan aroma agak bau abon, tekstur
sedikit renyah dan tidak ada jamur. Warna yang terbentuk dari abon disebabkan
karena reaksi Maillard. Menurut Ubadillah dan Hersoelistyorini (2010) reaksi ini
terjadi karena adanya gugus amino bebas dan gula reduksi serta adanya panas yang
menyebabkan warna menjadi coklat. Jika dibandingkan, keduanya memiliki kualitas
yang hampir sama, akan tetapi abon ayam memiliki kualitas sedikit lebih baik karena
memiliki tekstur yang lebih baik.
Pada hari ke 1 abon ayam warna abon tidak berubah tetap coklat dengan bau
dan tekstur yang sama serta tidak adanya jamur. Pada abon ikan juga tidak terjadi
perubahan dari segi warna, bau, tekstur, serta tidak adanya jamur. Pada hari ke 3 abon
ayam tidak mengalami perubahan warna, bau, tekstur dan jamur, sedangkan pada
abon ikan terjadi perubahan warna menjadi coklat muda. Perubahan warna abon
dikarenakan faktor cahaya saat pengamatan yang menyebabkan warna abon menjadi
lebih cerah.
Selain uji organoleptik, dilakukan juga uji kadar air pada abon. Hasil uji kadar
air dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kadar Air Abon
Hari ke Ikan Ayam
0 12,05 13,78
1 12,84 13,9
3 13,94 15,17
Berdasarkan tabel 3 kadar air pada abon ayam pada hari ke 0 adalah 13,78%,
hari ke 1 adalah 13,9%, dan hari ke 3 adalah 15,17%. Pada abon ikan kadar air pada
hari ke 0 adalah 12,05%, hari ke 1 adalah 12,84% dan hari ke 3 adalah 13,94%.
Kedua abon setiap harinya mengalami kenaikan kadar air. Hal ini dikarenakan
bungkus yang rusak atau saat pengukuran kadar air, abon dibiarkan kontak langsung
dengan udara saat menunggu penggunaan alat.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), kadar air maksimal pada abon
adalah 7%. Kadar air abon ikan dan abon ayam diatas syarat mutu. Hal ini
dikarenakan abon yang kurang masak sehingga masih adanya sisa kadar air dalam
bahan yang menyebabkan tingginya kadar air abon. Selain itu dapat dikarenakan
ukuran besar kecilnya daging yang tidak sama, sehingga menyebabkan tingkat
kematangan yang tidak seragam.
Berdasarkan hasil organoleptik dan kadar air, produk abon terbaik adalah abon
ikan. Hal ini dilihat dari kadar airnya yang lebih rendah dibandingkan kadar air abon
ayam. Selain dari kadar air, hasil uji organoleptik seperti warna dan bau antara abon
ikan dan abon ayam yang tidak jauh beda. Perbedaan terdapat pada tekstur abon ikan
yang sedikit lebih rendah dibanding abon ayam. Hal ini terjadi karena perbedaan
ukuran daging seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Walaupun abon ikan memiliki tekstur yang rendah tetapi kadar airnya lebih
baik dibandingkan abon ayam. Hal ini dikarenakan saat mengukur kadar air dengan
moisturizer balancing serat abon yang dipilih adalah yang tipis/halus. Serat yang
halus/tipis kemungkinan memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan serat
yang tebal sehingga yang terukur adalah serat ikan yang memiliki kadar air rendah
yang menyebabkan nilai kadar airnya menjadi rendah pula.
V. KESIMPULAN
Gould, W. 1996. Unit Operations for the Food Industry. CTI Publication Inc,
Maryland.
Nusi, T.S.I., Naiu, A.S. dan Dali, F.A. 2015. Pendugaan umur simpan abon ikan
tongkol asap. Jurnal Ilmial Perikanan dan Kelautan, 3(3):103-105.
Purwantana, B., Widodo. dan Radi. 2004. Desain Mesin Peniris Abon Tipe
Sentrifugal untuk Meningkatkan Efisiensi, Produktivitas dan Kualitas
Pembuatan Abon Skala Industri Rumah Tangga. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Ratnaningsih., Rahardjo, B., Suhargo. 2007. Kajian Penguapan Air dan Penyerapan
Minyak pada Penggorengan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Metode
Deep-Fat Frying. Jurnal Agritech, 27(1):27-32.
Sanger, G. 2010. Oksidasi lemak ikan tongkol (Auxis thazard) asap yang direndam
dalam larutan ekstrak daun sirih. Pacific Journal, 2(5): 870-873.
Suryani, A., Hambali, E. dan Hidayat, E. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar
Swadaya, Jakarta
(B)
Gambar 2. Produk olahan abon, (A) hari ke 1, (B) hari ke 3 (Dokumentasi Pribadi,
2017).