Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

A. Judul praktikum
Penggorengan (Pembuatan Abon)

B. Tujuan praktikum
1. Mengetahui kualitas abon ayam dan abon ikan.
2. Membandingkan kadar air abon ayam dan abon ikan.
3. Mengetahui kualitas abon ayam dan abon ikan berdasarkan SNI.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Penggorengan adalah suatu metode dalam pengolahan pangan yang digunakan


untuk mematangkan bahan pangan dengan proses utama terjadinya perpindahan
massa dan panas dengan menggunakan media hantar minyak. Proses penggorengan
digunakan karena dapat meningkatkan cita rasa menjadi lebih gurih dan nikmat.
Proses penggorengan juga berfungsi untuk mengawetkan makanan karena adanya
destruksi mikroorganisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta karena penurunan
aktivitas air (aw) pada permukaan bahan pangan (Ratnaningsih dkk, 2007).
Prinsip penggorengan adalah panas yang dihasilkan dari minyak akan
diteruskan ke bahan pangan yang kemudian air dalam bahan akan teruapkan
seluruhnya sehingga bahan pangan menjadi kering (Winarno dkk, 1980). Dalam
mempercepat proses frying dapat diberikan perlakuan dengan cara dipotong dadu atau
diiris tipis untuk memperluas permukaan sehingga dapat lebih banyak bahan yang
kontak dengan minyak, sehingga bahan menjadi cepat kering (Gould, 1996).
Salah satu produk penggorengan adalah abon. Abon merupakan produk
daging awet yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering,
renyah dan gurih (Suryani dkk, 207). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995),
abon merupakan salah satu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging,
direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pengolahan abon, baik abon
daging maupun abon ikan menggunakan metode penggorengan deep frying yaitu
penggorengan dengan minyak banyak (Nusi dkk, 2015). Prinsip penggorengan deep
frying adalah bahan pangan terendam semua dalam minyak sehingga seluruh
permukaan bahan mendapatkan perlakuan suhu yang sama yang menyebabkan
pengeluaran air dalam bahan pangan lebih cepat dan bahan menjadi kering, renyah
dan mekar. Penggunaan metode ini menghasilkan warna dan penampilan bahan
seragam (Mulyatiningsih, 2007)
Menurut Fachruddin (1997), prinsip pembuatan abon adalah perebusan
daging, penyeratan, pencampuran bumbu, gula merah, garam, dan penggorengan
minyak sampai kering. Abon ikan adalah jenis makanan olahan ikan yang diberi
bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan yang nantinya menghasilkan
produk dengan tekstur lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan
yang relatif lama (Suryani dkk, 2007). Salah satu ikan yang dapat diolah menjadi
produk abon adalah ikan tongkol. Ikan tongkol sendiri memiliki kandungan protein
tinggi yaitu 26,2 mg/100g (Sanger, 2010).
Dalam meningkatkan daya simpan abon, diperlukan penirisan minyak.
Kandungan minyak yang tinggi dalam abon menyeabkab bau tengik yang akan
mempengaruhi kualitas abon. Alat yang biasa digunakan dalam meniriskan minyak
adalah spinner. Prinsip kerja spinner adalah bahan berminyak diletakkan dalam
keranjang yang kemudian diputar dengan kecepatan tinggi. Akibat adanya gaya
sentrifugal bahan akan bergerak ke sisi keranjang. Minyak dalam bahan akan
mengalir keluar dari bahan dan ditampung dalam wadah (Purwantana dkk, 2004)
Pada proses pengolahan (penggorengan) dengan suhu tinggi dapat
menurunkan nilai gizi yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Hal ini terjadi
karena adanya reaksi antara gula reduksi (D-glukosa) dengan asam amino bebas atau
gugus amino. Reaksi ini biasanya dinamakan reaksi Maillard. Adanya reaksi Maillard
ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna coklat pada produk olahan.
Kecepata reaksi Maillard dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan (Ubadillah dan
Hersoelistyorini, 2010).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), syarat mutu abon dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Abon (SNI 01-3707-1995)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bentuk - Normal
1.2 Bau - Normal
1.3 Rasa - Normal
Lanjutan tabel 1.
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1.4 Warna - Normal
2. Air % b/b Maks. 7
3. Abu % b/b Maks. 7
4. Abu tidak larut dalam asam % b/b Maks. 0,1
5. Lemak % b/b Maks. 30
6. Protein % b/b Min. 15
7. Serat kasar % b/b Maks. 1,0
8. Gula jumlah sebagai sakarosa % b/b Maks. 30
9. Pengawet - Sesuai SNI 01-0222-95
10. Cemaran logam
10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20
10.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40
10.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
10.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
11. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
12. Cemaran mikrobia
12.1 Angka lempeng total koloni/gr Maks. 5x104
12.2 MPN coliform koloni/gr Maks. 10
12.3 Salmonella koloni/25g negatif
12.4 Staphylococcus aureus koloni/gr 0
Sumber: BSN, 1995
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) adalah sejenis tanaman perdu yang
banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia. Jeruk nipis mengandung senyawa
kimia yang bermanfaat seperti, asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, damar,
glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin B1 dan C.
Minyak atsiri dalam jeruk nipis mempunyai fungsi sebagai antimikrobia yang salah
satu kandungan minyak atsiri yaitu flavonoid mempunyai peran paling penting dalam
menghambat pertumbumbuhan bakteri (Lauma dkk, 2015).
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan abon antara lain
adalah baskom, pisau, cobek, alu, wajan, sutil, kompor, botol plastik, panci,
cup sealer, spenner, moisturizer balancing, kain lap, tissu dan saringan.
Bahan yang digunakan adalah ikan tongkol, ayam, garam, jeruk nipis, jahe,
sereh, cabe, gula merah, bawang putih, bawang merah, serai, daun jeruk,
santan, dan minyak goreng.
B. Cara Kerja
Ikan direndam dalam jeruk nipis selama 10 sampai 15 menit, kemudian
dicuci. Ikan dan daging masing-masing dilumuri garam secukupnya, kemudian
dimasak hingga lunak (±20-25 menit). Untuk daging dimasak dengan direbus dan
untuk daging dimasak dengan dikukus. Daging dan ikan yang sudah lunak
kemudian disuwir dan dilumatkan.
Bumbu yang sudah disiapkan (seperti bawang putih, bawang merah, cabe,
gula merah, dan garam) kemudian dihaluskan dengan menggunakan cobek.
Bahan lain seperti jahe dan sereh cukup dipipihkan saja. Bumbu yang sudah siap
kemudian dimasak dengan minyak sedikit hingga bau harum. Ikan dan daging
kemudian dimasukkan dan kemudian ditambah santan sambil diaduk rata. Abon
dimasak dengan api kecil hingga berwarna kuning hingga coklat. Minyak goreng
kemudian ditambahkan hingga ikan dan daging terendam. daging dan ikan yang
sudah berubah warna menjadi coklat kemudian diangkat dan ditiriskan dengan
spinner. Hasil pengolahan abon kemudian diamati tekstur, warna, aroma, jamur
dan kadar air. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 1, dan 3.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Abon merupakan produk makanan kering yang dibuat dari daging dan
memiliki tekstur renyah, kering dan gurih (Suryani dkk, 2007), sedangkan jika
menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), abon merupakan jenis makanan kering
berbentuk khas yang dibuat dari daging dengan berbegai proses pengolahannya.
Metode yang digunakan dalam penggorengan abon adalah dengan metode deep
frying. Prinsip metode ini adalah penggunaan minyak banyak yang menyebabkan
seluruh permukaan bahan kontak langsung dengan minyak sehingga air dalam bahan
dapat teruapkan seluruhnya dan lebih cepat kering (Mulyatiningsih, 2007).
Pembuatan abon diawali dengan pemberian jeruk nipis pada ikan untuk
menghilangkan bau amis serta mengurai mikrobia pada ikan. Hal ini sesuai dengan
teori Lauma dkk (2015) bahwa jeruk nipis sebagai antimikrobia. Daging kemudian
dicuci untuk menghilangkan sisa jeruk nipis. Ikan dan daging kemudian dilumuri
garam untuk menambah cita rasa dan menghilangkan mikrobia pada bahan. Pada
daging ikan kemudian dilakukan pengukusan sedangkan pada daging ayam dilakukan
perebusan, untuk mendapatkan tekstur lunak pada bahan. Perbedaan perlakuan ini
dikarenakan pada daging ikan memiliki serat daging yang lebih halus dibandingkan
pada daging ayam sehingga jika dilakukan perebusan daging akan hancur.
Setelah dilakukan perebusan dan pengukusan kemudian daging disuwir dan
dilumatkan untuk membentuk tekstur seperti abon serta memperluas permukaan serat
daging supaya seluruh permukaan daging dapat kontak langsung dengan minyak
sehingga cepat kering. Sebelum diolah daging diberi bumbu untuk meningkatkan cita
rasa abon. Abon dimasak dengan minyak banyak supaya bahan tercelup dalam
minyak sehingga pemanasan merata dan bahan dapat matang merata.
Abon yang sudah berubah warna menjadi coklat kemudian diangkat dan
ditiriskan. Abon kemudian dibungkus dengan kain lap dan tissu supaya tidak
berantakan saat dimasukkan ke spiner. Abon kemudian di masukkan dalam spinner
untuk menghilangkan sisa minyak. Menurut Purwantana dkk (2004), prinsip kerja
alat ini adalah adanya gaya sentrifugal menyababkan kandungan minyak dalam bahan
pangan keluar sehingga abon menjadi kering.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji organoleptik
yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Penggorengan Abon
Hari ke Parameter Air Kapur Non Air Kapur
Warna ++++ ++++
Aroma +++ +++
0
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Warna ++++ ++++
Aroma +++ +++
1
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Warna +++ ++++
Aroma +++ +++
3
Tekstur ++ +++
Jamur + +
Keterangan =
Warna (+) kuning muda Bau (+) tidak berbau abon
(++) kuning (++) sedikit bau abon
(+++) coklat muda (+++) agak bau abon
(++++) coklat (++++) bau abon
(+++++) coklat tua (+++++) sangat bau abon
Tekstur (+) tidak renyah Jamur (+) tidak ada jamur
(++) sedikit renyah (+++++) ada jamur
(+++) agak renyah
(++++) renyah
(+++++) sangat renyah
Berdasarkan tabel 2 diatas pada abon ayam hari ke 0 warna abon coklat
dengan agak bau abon serta tekstur agak renyah dan tidak ada jamur. Pada perlakuan
abon ikan diperoleh hasil warna abon coklat dengan aroma agak bau abon, tekstur
sedikit renyah dan tidak ada jamur. Warna yang terbentuk dari abon disebabkan
karena reaksi Maillard. Menurut Ubadillah dan Hersoelistyorini (2010) reaksi ini
terjadi karena adanya gugus amino bebas dan gula reduksi serta adanya panas yang
menyebabkan warna menjadi coklat. Jika dibandingkan, keduanya memiliki kualitas
yang hampir sama, akan tetapi abon ayam memiliki kualitas sedikit lebih baik karena
memiliki tekstur yang lebih baik.
Pada hari ke 1 abon ayam warna abon tidak berubah tetap coklat dengan bau
dan tekstur yang sama serta tidak adanya jamur. Pada abon ikan juga tidak terjadi
perubahan dari segi warna, bau, tekstur, serta tidak adanya jamur. Pada hari ke 3 abon
ayam tidak mengalami perubahan warna, bau, tekstur dan jamur, sedangkan pada
abon ikan terjadi perubahan warna menjadi coklat muda. Perubahan warna abon
dikarenakan faktor cahaya saat pengamatan yang menyebabkan warna abon menjadi
lebih cerah.
Selain uji organoleptik, dilakukan juga uji kadar air pada abon. Hasil uji kadar
air dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kadar Air Abon
Hari ke Ikan Ayam
0 12,05 13,78
1 12,84 13,9
3 13,94 15,17
Berdasarkan tabel 3 kadar air pada abon ayam pada hari ke 0 adalah 13,78%,
hari ke 1 adalah 13,9%, dan hari ke 3 adalah 15,17%. Pada abon ikan kadar air pada
hari ke 0 adalah 12,05%, hari ke 1 adalah 12,84% dan hari ke 3 adalah 13,94%.
Kedua abon setiap harinya mengalami kenaikan kadar air. Hal ini dikarenakan
bungkus yang rusak atau saat pengukuran kadar air, abon dibiarkan kontak langsung
dengan udara saat menunggu penggunaan alat.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), kadar air maksimal pada abon
adalah 7%. Kadar air abon ikan dan abon ayam diatas syarat mutu. Hal ini
dikarenakan abon yang kurang masak sehingga masih adanya sisa kadar air dalam
bahan yang menyebabkan tingginya kadar air abon. Selain itu dapat dikarenakan
ukuran besar kecilnya daging yang tidak sama, sehingga menyebabkan tingkat
kematangan yang tidak seragam.
Berdasarkan hasil organoleptik dan kadar air, produk abon terbaik adalah abon
ikan. Hal ini dilihat dari kadar airnya yang lebih rendah dibandingkan kadar air abon
ayam. Selain dari kadar air, hasil uji organoleptik seperti warna dan bau antara abon
ikan dan abon ayam yang tidak jauh beda. Perbedaan terdapat pada tekstur abon ikan
yang sedikit lebih rendah dibanding abon ayam. Hal ini terjadi karena perbedaan
ukuran daging seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Walaupun abon ikan memiliki tekstur yang rendah tetapi kadar airnya lebih
baik dibandingkan abon ayam. Hal ini dikarenakan saat mengukur kadar air dengan
moisturizer balancing serat abon yang dipilih adalah yang tipis/halus. Serat yang
halus/tipis kemungkinan memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan serat
yang tebal sehingga yang terukur adalah serat ikan yang memiliki kadar air rendah
yang menyebabkan nilai kadar airnya menjadi rendah pula.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum Penggorengan (Pembuatan Abon) diperoleh


kesimpulan bahwa kualitas abon terbaik adalah abon ikan dengan kadar air abon ikan
lebih rendah dibandingkan abon ayam. Jika dibandingkan SNI kadar air abon, baik
abon ikan maupun abon ayam memiliki kadar air diatas kadar air maksimal menurut
SNI sehingga hasilnya buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Sandarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3707-1995 (Abon). http://sisni.go.id.


Diakses pada 1 Maret 2017.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Abon. Kanisius, Yogyakarta.

Gould, W. 1996. Unit Operations for the Food Industry. CTI Publication Inc,
Maryland.

Lauma, S. W., Pangemanan, D. H. C., dan Hutagalung, B. S. P. 2015. Uji Efektivitas


Perasan Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia S) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi,
4(4):9-14.

Mulyatiningsih, E. 2007. Diktat Teknik-Teknik Dasar Memasak. UNY Press,


Yogyakarta.

Nusi, T.S.I., Naiu, A.S. dan Dali, F.A. 2015. Pendugaan umur simpan abon ikan
tongkol asap. Jurnal Ilmial Perikanan dan Kelautan, 3(3):103-105.

Purwantana, B., Widodo. dan Radi. 2004. Desain Mesin Peniris Abon Tipe
Sentrifugal untuk Meningkatkan Efisiensi, Produktivitas dan Kualitas
Pembuatan Abon Skala Industri Rumah Tangga. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Ratnaningsih., Rahardjo, B., Suhargo. 2007. Kajian Penguapan Air dan Penyerapan
Minyak pada Penggorengan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Metode
Deep-Fat Frying. Jurnal Agritech, 27(1):27-32.

Sanger, G. 2010. Oksidasi lemak ikan tongkol (Auxis thazard) asap yang direndam
dalam larutan ekstrak daun sirih. Pacific Journal, 2(5): 870-873.

Suryani, A., Hambali, E. dan Hidayat, E. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar
Swadaya, Jakarta

Ubadillah, A. dan Hersoelistyorini, W. 2010. Kadar protein dan sifat organoleptik


nugget rajungan dengan substitusi ikan lele (Clarias gariepinus). Jurnal
Pangan dan Gizi, 1(2):45-54.

Winarno, F.G., Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.


Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN
(A) (B) (C)
Gambar 1. Proses pembuatan abon, (A) perendaman dalam jeruk, (B) bumbu yang
digunakan, (C) proses penggorengan (Dokumentasi Pribadi, 2017).
(A)

(B)
Gambar 2. Produk olahan abon, (A) hari ke 1, (B) hari ke 3 (Dokumentasi Pribadi,
2017).

Anda mungkin juga menyukai