240210140095
IV.
pasca mortem daging. Tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk melihat dan
mengamati perubahan fisik, kimia, dan fungsional pasca penyembelihan/
pemotongan hewan pada daging yang dihasilkan yang meliputi pengamatan suhu,
pH, tekstur, dan water holding capacity. Daging dapat diartikan sebagai jaringan
otot dari hewan yang telah disembelih (Heinz dan Hautzninger, 2007). Setelah
hewan dipotong atau disembelih dan mati maka aliran darah akan terhenti. Hal ini
akan
menyebabkan
terjadinya
perubahan-perubahan pada
jaringan otot.
Pengukuran pH
senyawa-senyawa
peningkatan
pH
seharusnya terjadi pada saat fase post-rigor mortis yang biasanya terjadi pada 12
Pengukuran suhu
menurut Buckle et al., (1987), suhu permukaan daging mulai menurun dari suhu
darah ke suhu sekitarnya atau dibawahnya, tergantung pada cara penanganan
sesudah penyembelihan. Penurunan suhu disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain regulasi nervous dan hormonal terhenti dan respirasi yang terhenti (Buckle et
al., 1987).
Namun, suhu ikan juga dapat mengalami kenaikan. Hal ini berdasarkan
dari teori yaitu menurut Dwiari et al (2008), setelah ikan mati, suhu badan ikan
menjadi naik. Kenaikan suhu yang terjadi merupakan suhu di dalam jaringan
hewan yang naik sekitar 1-2C, tergantung pada besar-kecilnya hewan, sebagai
akibat proses glikolisis sesudah kematian dimana glikogen diubah menjadi asam
laktat. Proses ini adalah akibat dari glikolisis anaerobik yang berbeda dengan
pernafasan yang terjadi pada hewan yang masih hidup, dan ini merupakan proses
eksothermis. Besar perubahan itu dan jumlah panas yang dihasilkan sebagian
besar ditentukan oleh tingkat jumlah glikogen dalam ternak pada waktu ternak itu
mati (Buckle et al., 1987).
4.3.
x 100%
= -19,98%
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
volume air yang terpisahkan dari daging ikan tersebut semakin sedikit seiring
dengan bertambahnya waktu, sehingga setelah perhitungan nilai WHC pada
daging ikan tersebut mengalami peningkatan yaitu dari -19,98% menjadi -9,99%.
Seharusnya daya ikat air pada daging menurun seiring dengan bertambahnya
waktu. Menurut Eskin (1990), saat masa pra-rigor daging memiliki WHC tinggi
yang menurun pada jam-jam awal setelah waktu kematian. Penurunan daya ikat
air disebabkan oleh makin banyaknya asam laktat yang terakumulasi akibatnya
banyak protein miofibriler yang rusak, sehingga diikuti dengan kehilangan
kemampuan protein untuk mengikat air (Lawrie, 1995). Menurut Soeparno
(1998), bahwa perubahan daya ikat air daging selama penyimpanan diduga karena
terjadinya perubahan ion-ion yang diikat oleh protein daging.
Penyimpangan data yang terjadi pada praktikum kali ini dapat diakibatkan
karena kurang tepatnya volume air yang dipisahkan dari tabung yang telah
disentrifus sehingga volume air yang terhitung tidak akurat. Selain itu, saat
pengamatan seharusnya setelah di-thawing langsung di-sentrifuse. Namun, daging
ikan dibiarkan dalam waktu lama dan mempengaruhi hasil pengamatan. Nilai
WHC yang minus dikarenakan pada rumus yaitu volume awal air dikurangi
dengan volume akhir air. Hasil yang minus didapatkan karena volume akhir air
pasti akan bernilai lebih besar daripada volume awal air karena daging ikan akan
t=0 menit
Hitam keabuan
+++
Segar
+++
Elastis
+++
Kuat
+++
-
Mata
t=30 menit
Hitam kekuningan
++
Masih segar
++
Masih elastis
++
Masih
++
Agak berlendir
+
Masih jernih
++
Tidak tenggelam,
jernih
+++
Insang
Merah
Merah kehitaman
+++
++
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)
t=60 menit
Hitam kekuningan
+
Masih segar
+
Masih elastis
+
Mulai lepas
+
Lender bertambah
++
Masih jernih
+
Merah kehitaman
+
V.
5.1.
Kesimpulan
kehitaman.
Hasil pengamatan selama 1 jam setelah ikan mati, tidak terjadi
menit ke-60 setelah mati yaitu menjadi mudah lepas dari tubuh ikan.
Menit ke-0 setelah ikan mati tidak terdapat lendir pada tubuh ikan.
Namun, mulai menit ke-30 sudah terdapat lendir pada tubuh ikan dan
terus bertambah pada menit ke-60 setelah ikan mati.
5.2.
Saran
Saran yang diajukan berdasarkan praktikum kali ini yaitu agar pada