Disusun oleh :
Asterina Wulan Sari
12/335195/PN/13030
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Meningkatanya industrialisasi dan aktifitas manusia, khusunya di
bidang perikanan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat
dan memberikan peningkatan nilai sektor industri perikanan. Dampak negative
juga terjadi karena industri pengolahan ikan belum semua menerapkan
pengelollah lingkungan yang baik. Hal ini mengakibatkan bertambahnya
limbah yang masuk ke lingkungan khususnya di perairan, pada konsentrasi
tertentu limbah dapat memberikan dampak negative bagi kualitas air dan
kelangsungan hidup organisme yang ada di perairan (Wibowo et al., 2013)
Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam
penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein dan
lemak, garam-garam mineral dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam
pengolahan dan pembersihan. Limbah dari industri perikanan merupakan salah
satu industri yang limbahnya dapat menimbulkan bau yang tidak diinginkan
apabila tidak diberi perlakuan yang tepat. Pada umumnya limbah industri
pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat, namun kandungan bahan
organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan untuk
tumbuhnya mikrobia (Jenie dan Rahayu, 1993).
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas ekspor
sektor perikanan Indonesia yang dijual dalam bentuk rajungan beku atau
kemasan dalam kaleng. Dari aktivitas pengambilan dagingnya oleh industri
pengolahan rajungan dihasilkan limbah kulit keras (cangkang) cukup banyak
yang jumlahnya dapat mencapai sekitar 40-60 % dari total berat rajungan.
limbah cangkang rajungan masih mengandung senyawa kimia cukup banyak,
diantaranya adalah protein 30 40 % mineral (CaCO3) 30 50 % dan khitin
20 30 % (Srijanto, 2003).
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk reduksi limbah cair adalah
penggunaan kitosan. Limbah berkitin di Indonesia yang dihasilkan saat ini
sekitar 56.200 ton pertahun (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000).
Kitosan tidak bercun dan mempu menghasilkan flok-flok yang akan
mengendap bersama partikel-partikel yang ada pada air limbah. Unsusr-unsur
kitosan sangat berperan dalam mengabsorbsi limbah cair dengan gugus amino
dan hidroksil terikat dapat menyebabkan sifat polielektronik kation yang
berperan sebagai absorben limbah (Harahap, 2011)
2. Tujuan Praktikum
Mempelajari kemampuan kitosan dalam mereduksi beban pencemaran limbah
cair industri perikanan.
3. Manfaat Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui dan dapat mengaplikasikan fungsi kitosan
sebagai agen pereduksi beban pencemaran limbah cair industri perikanan baik
yang organik maupun anorganik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kitin Kitosan
Kitin yang terkandung dalam cangkang dapat diproses lebih lanjut
menghasilkan kitosan yang mempunyai banyak manfaat di bidang industri.
Kitosan merupakan biopolymer yang banyak digunakan di berbagai industri
kimia antara lain dipakai sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan
pelembab, pelapis benih yang akan ditanam, adsorben ion logam, anti kanker
atau anti tumor, anti kolestrol, komponen tambahan pakan ternak, sebagai lensa
kontak, pelarut lemak dan pengawet makanan (Mekarwati et al., 2000)
Kitosan merupakan polimer dengan nama kimia 2-amino-2-deoksi-Dglukosa, mengadung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya. Rantai
karbon dari kitosan bermuatan positif sehingga menyebabkan molekul tersebut
bersifat resisten terhadap stress mekanik. Gugus amino bebas inilah yang
banyak memberikan kegunaan bagi kitosan (Prayudi dan Susanto, 2000).
Kitosan diperoleh dari kitin melalui proses deasetilasi. Sedangkan kitin
merupakan bahan yang dapat diperoleh dari proses pengolahan bahan yang
dapat diperoleh dari proses pengolahan limbah industri perikanan seperti kulit
udang, kulit dan kepala kepiting dan lainnya. Semakin banyak gugus asetil
yang hilang dari polimer kitin, semakin kuat interaksi ikatan hidrogen dan ion
dari kitosan sehingga kitosan bermuatan positif dan berlawanan dengan
polisakarida alam lainnya (Atmojo, 2007).
Kitosan memiliki gugus amino bebas yang dapat mengikat partikelpartikel koloid yang terkandung dalam limbah cair sehingga membentuk flokflok yang dapat mengendap. Pengikatan partikel partikel tersebut akan
menurunkan nilai-nilai polutan yang terdapat pada limbah cair sehingga air
dapat dibuang ke perairan umum tanpa mencemari lingkungan (Prayudi dan
Susanto, 2007).
akan
menghasilkan
senyawa
kitin,
sedangkan
tahap
deasetilisasi akan merubah kitin menjadi kitosan. Semakin banyak gugus asetil
yang hilang akan semakin kuat interaksi hidrogen dan ion dari kitosan.
Deproteinasi merupakan tahap penghilangan guus protein. Pelarut yag
biasa digunakan antara laian adalah NaOH, KOH, Na2CO3 dan K2CO3.
Penggunaan pelarut basa kuat dalam waktu tertentu akan melepas ikatan antara
protein dan kitin (Sedjati, 2006). Proses deproteinasi bertujuan mengurangi
kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan yang
cukup (Yunizal, 2001).
Demineralisasi merupakan tahapa penghilangan gugus mineral.
Mineral dehilangan dengan pelarut asala anatara lain adalah HCl, HNO3,
H2SO4, CH3COOH dan HCOOH, namun umunya digunakan HCl. Pada proses
demineralisasi senyawa kalsium yang umunya berupa CaCO3 akan bereaksi
dengan HCl dan membentuk kalsium klorida, asam karbonat dan asam fosfat
yang larut dalam air sedangkan residu yang tidak larut air adalah senyawa kitin
(Sedjati, 2006).
Untuk memperoleh senyawa kitosan, maka serbuk kitin dideasetilisasi.
Deasetilisasi merupakan proses penghilangan gugus asetil dengan cara
penambahan larutan basa atau alkali. Beberapa larutan yang sering digunakan
adalah KOH, Ca(OH)2, LiOH dan Na3PO4. Proses deasetisasi kitin akan
membebaskan gugus asetil yang terikat pada gugus NH menjadi NH2 bebas.
Kitosan merupakan senyawa yang biodegradable sehingga ramah lingkungan
(Laksono, 2015).
ini
tanaman untuk
III.
HIPOTESIS
IV.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer 250 dan
1000 ml, gelas beker, kertas saring, corong, timbangan analitik, stopwatch atau
jam, Automatic Absorbtion Spectofotometry (AAS).
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari sampel limbah
cair organik dari UKM Mina Tayu, air, aquades, kitosan, larutan asam asetat
glasial, kertas saring dan kertas lakmus.
Ukur pH
Endapkan 60 menit
V.
1. Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Tanpa Pengenceran
Larutan Kitosan
Parameter
I
1
pH Larutan
Kitosan
pH
TSS (mg/L)
Kekeruhan
II
2
3
7
0,4
+++
III
2
4
4
0,2
+++
7
0,4
+++
IV
2
4
5
0,2
+++
7
0,4
+++
2
4
5
0,7
+++
7
0,4
+++
5
0,6
+++
Parameter
I
1
pH Larutan
Kitosan
pH
TSS
Kekeruhan
II
2
3
8
3,3
++++
III
2
4
4
0,1
+++
8
3,3
++++
IV
2
4
5
0,5
++
8
3,3
++++
2
4
5
0,6
++
8
2,3
++++
Keterangan :
Kekeruhan :
Perlakuan
: Bening
: Kitosan 0,5%
++
: Agak Bening
: Kitosan 1,0%
+++
: Keruh
: Kitosan 1,5%
: Kitosan 2,0%
2. Pembahasan
2.1 Limbah Organik
2.1.1
5
0,6
+
larutan
kitosan
dilakukan
dengan
2.1.2
dalam suatu
limbah akan
2.1.3
akan
mengendap.
Mengendapnya
partikel
protein
akan
2.1.4
Pembahasan parameter
Perlakuan aplikasi kitosan 2% terhadap reduksi beban
pencemaran limbah industri perikanan saat dicampur dengan asam
asetat memiliki pH 4. Menurut Mekarwati et al. (2000), kitosan
bersifat polimer kationik yang tidak laut dalam air dan larutan alkali
dengan pH diatas 6,5, namun mudah larut dalam asam organik
seperti asam formiat, asam asetat dan asam sitrat. Menurut Angka
dan Suhartono (2000), sifat fleksibiltas kitosan membantu daya
gunanya di dalam berbagai produk. Sifat reologis dari kitosan
menyebabkan sensitive terhadap perubahan pH dan kekuatan ion.
Limbah cair sebelum diberi perlakuan meiliki pH 8 dan setelah
pemberian kitosan 2% yang telah diencerkan pada limbah cair dan
pengadukan pH berubah menjadi 5. Menurut Atmojo (2007),
apabila kitosan dilarutkan salam asam, maka kitosan akan menjadi
polmer kationik dengan struktur linear sehingga dapat digunakan
dalam
proses
flokulasi,
Kelebihan
polielektrolit
kationik
2.1.5
2.1.6
Perlakuan terbaik
Perlakuan terbaik diantara 4 perlakuan adalah pemberian
kitosan 2% yang memberikan hasil jernih pada limbah yang
direduksi. Pemberian kitosan 2% memberikan penurunan TSS
menjadi 0,6 ppm. Menurut Harahap (2007), jumlah kitosan yang
ditambahkan pada air sampel mempengaruhi peluang kontak antar
kitosan dengan bahan-bahan organik atau anorganik pada limbah.
VI.
1. Kesimpulan
Perlakuan kitosan 2% memberikan hasil terbaik dalam mereduksi beban
pencemaran limbah cair industri perikanan dengan TSS 0,6 mg/L dan limbah
menjadi bening dibandingkan dengan perlakuan 1,0 dan 1,5% yang
menghasilkan limbah agak bening dan masih keruh pada perlakuan 0,5%.
2. Saran
Diharapkan pada praktikum berikutnya dapat dilakukan penambahan
perlakuan berdasarkan perbedaan konsentrasi asam asetat yang digunakan
untuk menambah wawasan praktikan dalam aplikasi kitosan dalam mereduksi
beban pencemaran limbah industri perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Angka S.T., M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumber
Daya Pesisir dan Lautan. IPB, Bogor.
Atmojo, M.Y. 2007. Pemanfaatn lembaran kitosan sebagai adsorber pada pengolahan
limbah cair perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Skripsi.
Darsono V. 1994. Pengantar Ilmu Lingkungan. Universitas Atamajaya, Yogyakarta.
Hammer, M.J. 1986. Water and Waste Technoloy. John Wiley & Sons, New York.
Harahap, S. 2011. Penggunaan kitosan dari kulit udang dalam menurunkan kadar total
suspended solid (TSS) pada limbah cair industri plywood. Jurnal Akuatika 2 :
116-125.
Jenie, B.S.L. dan W.P. Rahayu.1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Laksono, E.W. 2015. Kajian terhadap aplikasi kitosan sebagai adsorben ion logam
dalam
limbah
cair.<http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Endang%20Widjajanti
%20L.FX,%20M.S.%20Dr.%20/Kajian%20%20Ap.kitosan.pdf.>. Diakses 3
April 2015
Mekarwati, E. Fachriyah dan Sumardjo, D. 2000. Aplikasi kitosan terhadap hasil
transformasi kitin limbah udang (Panaeus merguiensis) untuk adsorpso ion
logam timbal. Jurnal Sains dan Matematika 2 : 51-54.
Medcalf, Eddy. 1991. Wastewater Enginering Treatment, Disposal and Reuse.
McGraw Hill. Inc., Singapore
Prayudi, T. dan J.P. Susanto. Chitosan sebagai bahan koagulan limbah industri tekstil.
Jurnal Teknologi Lingkungan 2 : 121 125.
Rahayu, L.H. dan S. Purnavita. 2007. Optimasi pembuatan kitosan dari kitin limbah
cangkang rajungan (Portunus pelagicus) untuk adsorben ion logam merkuri.
Reaktor 1 : 45-49.
Rahmi. 2007. Penggunaan kitosan sebagai agen penjernih limbah cair industri
penyemakan kulit dan fillet ikan. Universitas Gadjah Mada. Skripsi.
Robert, G.A.F. 1992. Chitin Chemistry. The Macmillan Press Ltf., London
Sedjati, S. 2006. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap mutu ikan teri (Stolephorus
heterolobus) asin kering selama penyimpanan suhu kamar. Universitas
Diponegoro. Skripsi.
Sormin, R.B.D., Winarno F.G., Heruwati E.S dan Assik A.N. 2001. Rendemen, sifat
fisikokimia dan aplikasi dari limbah beberapa jenis udang. Jurnal Perikanan
UGM 1 : 09-16.
Srijanto, B., 2003. Kajian pengembangan teknologi proses produksi kitin dan kitosan
secara kimiawi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 1 : 1-5.
Yunizal, T., M. Nur dan W. Thamrin. 2001. Ekstraksi kitosan dari kepala udang putih
(Panaeus merguensis). Jurnal Agrikultur 3: 113-117.
Yusuf, G. 2008. Bioremidiasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman
air. Jurnal Bumi Lestari 2: 136-144.
Wibowo, T.S., Purwanto dan B. Yulianto. 2013. Pengelolaan lingkungan industri
pengolahan limbah fillet ikan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.