Oleh
ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk
harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar
negeri (Anna dan Semeru, 1992). Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk
bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan
ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat
mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak
estetika lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit dan kepala udang dapat
Jenis udang yang sering dibudidayakan adalah jenis udang windu (Penaeus
monodon). Menurut Widodo (2006), kulit udang mengandung protein 25% - 40%,
kitin 15% - 20% dan kalsium karbonat 45% - 50%. Menurut (Anna dan Semeru,
Phylum : Arthopoda
Kelas : Crustaceae
Sub-kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub-ordo : Natantia
Famili : Penaeidae
Sub-famili : Penainae
Genus : Panaeus
Secara garis besar, tubuh udang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Mudjiman,
1995) :
2. Perut (abdomen), pada bagian ini terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda)
3. Ekor, merupakan kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi ekor
Pemanfaatan kulit dan kepala udang windu (Penaeus monodon) sebagai bahan
baku kitin dan kitosan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan dasar
Kata ”kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”chiton”, yang berarti baju rantai
besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung
pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam
residu ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier
mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama
”Chitin” (Marganof, 2006, dalam Wulandari, 2007). Pada umumnya kitin dialam
tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral,
Walaupun kitin tersebar di alam, tetapi sumber utama yang digunakan untuk
yang kaya akan kitin, namun limbah ini mudah didapat dan tersedia dalam jumlah
1,2x10-6 Dalton ini tersedia berlebihan di alam dan banyak ditemukan pada hewan
tingkat rendah, jamur, insekta dan golongan Crustaceae seperti udang, kepiting
dan kerang (Damajanti, 1999). Kitin berbentuk serpihan dengan warna putih
kekuningan, memiliki sifat tidak beracun dan mudah terurai secara hayati
(biodegradable). Kitin tidak larut dalam air, larutan basa encer dan pekat, larutan
asam encer dan pelarut organik. Tetapi senyawa ini larut dalam asam mineral
pekat, seperti asam klorida, asam sulfat, asam nitrat dan asam pospat. Namun
asam sulfat, asam nitrat dan asam fospat dapat merusak kitin yang menyebabkan
(Bastaman, 1989). Sistem pelarut yang efektif dalam melarutkan kitin adalah
yang berdisosiasi dengan CaCO3 dan berikatan secara kovalen dengan protein.
Pemisahan CaCO3 dari protein lebih mudah dilakukan karena garam anorganik ini
terikat secara fisik (Bough, 1975). Menurut Knorr (1984), HCl dengan konsentrasi
putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kitosan tidak larut dalam air,
dalam larutan basa kuat, dalam asam sulfat, dalam pelarut-pelarut organik seperti
dimetilsulfoksida. Sedikit larut dalam asam klorida dan dalam asam nitrat, larut
dalam asam asetat 1%-2%, dan mudah larut dalam asam format 0,2%-1,0%
(Oktaviana, 2002).
Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi (Kartini,
yaitu gugus amino. Selain gugus amino, terdapat juga gugus hidroksil primer dan
kereaktifitasan kimia yang tinggi (Tokura, 1995). Gugus fungsi yang terdapat
pada kitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam
termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat
memungkinkannya kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu
Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen menjadi
relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan
terapan karena kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik
Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat
diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap
diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi
lebih mudah dan efektif (Knorr, 1984 dan Austin, 1981). Pada pemisahan protein
1-2 jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit udang secara efektif
(Johnson, 1982 dan Knorr, 1984). Sekalipun demikian proses deproteinasi umum
Mineral kalsium karbonat pada kulit udang lebih mudah dipisahkan dibandingkan
protein, karena garam anorganik ini hanya terikat secara fisika. Menurut Knorr
(1984) asam klorida dengan konsentrasi lebih dari 10% dapat secara efektif
dari kitin limbah udang windu (Penaeus monodon). Agar menghasilkan produk
hipoklorit.
pada gugusan asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas kitosan dengan
menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan
ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses
destilasi balik (refluks) kitin dalam larutan natrium hidroksida 50% dengan
perbandingan cairan padatan 20:1 pada suhu 60oC dan lama waktu 8 jam dan pada
suhu 100oC dengan waktu 4 jam. Pada kerja praktik ini diperoleh kitin sebanyak
20,5 gram dari berat awal.100 gram kulit udang, sedangkan kitosan yang
1) Membuat kitosan dari kitin yang diperoleh dari kulit udang windu (Penaeus
2. METODE KERJA
Alat-alat yang dugunakan dalam kerja praktek ini adalah : peralatan kaca/gelas,
magnetik stirer, hot plate, oven, termometer, neraca digital, pH meter, alat soklet,
oksalat, tembaga (II) sulfat, natrium hipoklorit, akuades, dan kertas saring
Kulit udang windu (Penaeus monodon) dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan
Sebanyak 100 gram kulit udang windu ditambahkan dengan 500 ml natrium
hidroksida 3,5 %. Cuplikan diaduk di atas pemanas dan dibiarkan selama 2 jam
pada suhu 65 0C. Dilakukan pemisahan antara residu dan filtrat dengan
penyaringan, filtrat diuji dengan tembaga sulfat. Residu dicuci dengan akuades
hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C selama 4 jam.
perbandingan 1:10 (w/v), didiamkan selama 2 hari pada suhu kamar. Dilakukan
pemisahan antara residu da filtrat. Filtrat diuji dengan amonium oksalat sedangkan
residu dicuci dengan akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan dalam oven
Kitin kasar hasil demineralisasi diekstraksi dengan aseton 1:10 (w/v) selama 8 jam
selama 5 menit pada suhu kamar, kemudian residu dicuci dengan akuades sampai
kitin diaduk diatas pemanas air pada suhu 100 0C selama 5 jam. Residu dicuci
hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C selama 4 jam.
deproteinasi
disaring
kitin kasar
demineralisasi
disaring
residu
depigmentasi
kitin kasar
disokletasi, 8 jam
residu
Dalam penelitian ini dilakukan proses isolasi kitin dari kulit udang windu
(Penaeus monodon) dengan metode No (1989). Metode ini telah digunakan oleh
meliputi tiga tahap, yaitu tahap deproteinasi, tahap demineralisasi dan tahap
depigmantasi.
menggunakan larutan NaOH 3,5 % selama dua jam pada suhu 65 0C. Apabila
digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu lebih tinggi akan
menyebabkan kitin terdeasetilasi. Protein dari kitin akan terekstrak dalam bentuk
Na-proteinat. Ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang
ungu.
Untuk menghilangkan protein yang telah diikat oleh Na+, residu yang diperoleh
menunjukan hasil yang negatif dan pH netral yang diukur dengan menggunakan
mungkin masih tersisa dalam residu. Rendemen yang dihasilkan dari proses
deproteinasi adalah 47,5 gram dari sampel awal 100 gram kulit udang (47,5 %).
yang terdapat pada kulit udang windu (Penaeus monodon). Kandungan mineral
utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4) dalam jumlah kecil dan lebih mudah
dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik Proses
ruang selama 2 hari dengan perbandingan berat sampel dan volume HCl 1:8 (w/v).
Apabila digunakan konsentrasi asam lebih tinggi dan waktu perendaman yang
lebih lama, akan menyebabkan kitin terdegradasi. Pada proses ini senyawa
kalsium akan bereaksi dengan asam klorida menghasilkan kalsium klorida yang
larut dalam air, gas CO2 dan air, dan asam pospat yang larut dalam air.
residu dilakukan pencucian dengan aquades sampai pH netral. Hal ini penting
Rendemen yang dihasilkan dari proses demineralisasi adalah 25,2 gram dari berat
awal 47,5 gram (53,05 %). Hal ini menunjukan bahwa mineral yang dapat
terdapat pada kitin. Pigmen yang terdapat pada kitin adalah dari jenis karetenod
antara lain β -karoten dan astaxanthin (Muzarelli, 1978). Pada kulit udang windu
Pigmen pada kitin tidak terikat pada mineral ataupun protein, sehingga setelah
Aseton dapat mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang windu (Penaeus
kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa zat warna dari kitin dapat dipisahkan
dengan aseton.
Setelah dikeringkan diperoleh kitin berwarna kuning lebih muda, terlihat pada
gambar 3.b. Untuk mendapatkan kitin yang berwarna lebih putih maka kitin
direndam dalam larutan NaOCl 0,315 % selama 10 menit. Setelah dicuci dan
dikeringkan diperoleh kitin seberat 20,5 gram dari berat kulit udang windu
(Penaeus Monodon) awal 100 gram (20,5 %). Dengan demikian pigmen yang
(a) (b)
dengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat
dengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amino (NH2) perlu
yang lama. Pemutusan gugus asetil pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatan
selama 6 jam. Setelah dicuci hingga pH netral dan dikeringkan diperoleh kitosan
4. KESIMPULAN
Dari hasil kerja praktek ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
1. Isolasi kitin dari kulit udang windu (Penaeus monodon) memberikan nilai
maksimum protein, mineral, dan zat warna yang dipisahkan sebesar 52,5 %,
2. Kitosan yang diperoleh dari deasetilasi kitin yaitu 3,45 gram (69 %) dari berat
awal 5 gram.
DAFTAR PUSTAKA
No., H.K., 1989. Isolation and Characterization of Chitin from Craw Fish Shell
Waste. Vol. 37 No. 3. Agriculture and Food Chemistry.
Austin, P.R, C.J. Brine, J.E. Castle and J.P. Zikakis. 1981. Chitin New Facets of
Research. Science 212 : 749
Bough, W.A. Shewfelt, and W.L. Salter. 1975. Use of Chitosan for Rediction and
Recovery of Solid in Poultry Process in Waste Eluents Poultry. Science. 54
(992).
Wulandari, Idayu. 2007. Sifat Kelarutan dan Berat Molekul Relatif Kitosan dari
Kitin yang di iradiasi dan tidak di iradiasi. Skripsi sarjana. Universitas
Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Teguh, Devi Oktaviana. 2003. Pembuatan dan Analisis Film Bioplastik dari
Kitosan Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau (Scylla
serata). Skripsi sarjana. Universitas Pancasila. Jakarta.
Kusumakanti, Siti Rini. 2003. Deproteinasi Polimer Kitin dari Kulit Udang
Windu (Penaeus monodon) Menggunakan Pseudomonas aeruginosa dan
Deasetilasi Polimer Kitin. Skripsi sarjana. Universitas Lampung.