Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Dewasa ini tantangan dalam dunia industri maupun perdagangan sedemikian pesat, hal ini menuntut adanya strategi efektif dalam mengembangkan industri, sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lain yang telah maju, terutama dalam hal industry tekstilnya. Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan salah satunya adalah limbah cair yang berasal dari industri. Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak dampak negatif terhadap biota air karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem lingkungan sehingga limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan. Hal ini dapat dicegah dengan mengolah limbah yang dihasilkan industry sebelum dibuang ke badan air. Air adalah tempat hidup hewan akuantik seperti ikan. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar, maka siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik akan terganggu pula. Misal organisme yang kecil/lemah seperti plankton banyak yang mati karena banyak keracunan bahan tercemar, ikan-ikan kecil pemakan plankton banyak yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikan-ikan yang lebih besar pemakan ikan-ikan kecil bila kekurangan makanan akan mati. Untuk itu, disini akan dijelaskan mengenai tingkah laku ikan yang berada pada perairan yang tercemar oleh bahan pencemar. 1.2 Tujuan Mengetahui dampak limbah industry tekstil terhadap biota air Mengetahui tingkah laku ikan terhadap air yang yang tercemar limbah industry tekstil Mengetahui seberapa besar daya tahan ikan terhadap limbah industri tekstil

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pencemaran Air Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum, 1971). Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (Gesamp, 1986). Pencemar air dikelompokkan sebagai berikut: 1. Bahan buangan organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pun ikut juga berkembang biak di mana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit. 2. Bahan buangan anorganik Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg). Selain itu ion-ion tersebut dapat bersifat racun seperti timbal (Pb), arsen (As) dan air raksa (Hg) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia. 3. Bahan buangan zat kimia Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya seperti bahan pencemar air yang berupa sabun,bahan pemberantas hama, zat warna kimia, larutan penyamak kulit dan zat radioaktif. Zat kimia ini di air lingkungan merupakan racun yang

mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia Secara garis besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu limbah, industri, limbah cair pemukiman (sewage) , limbah cair perkotaan (urban storm water), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang) (Dahuri,1998). Pencemaran perairan merupakan masalah lingkungan hidup yang perlu dipantau sumber dan dampaknya terhadap ekosistem. Dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas, oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan. Romimohtarto (1991) menyatakan bahwa setelah memasuki perairan pesisir dan laut sifat bahan pencemar ditentukan oleh beberapa faktor atau beberapa jalur dengan kemungkinan perjalanan bahan pencemar sebagai berikut : 1. Terencerkan dan tersebar oleh adukan turbulensi dan arus laut 2. Dipekatkan melalui: a. Proses biologis dengan cara diserap ikan, plankton nabati atau oleh ganggang laut bentik biota ini pada gilirannya dimakan oleh mangsanya, b. Proses fisik dan kimiawi dengan cara absorpsi, pengendapan, pertukaran ion dan kemudian bahan pencemar itu akan mengendap di dasar perairan 3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan). 2.2 Limbah Tekstil Di Indonesia, industri tekstil merupakan salah satu penghasil devisa negara. Dalam melakukan kegiatannya, industri besar maupun kecil membutuhkan banyak air

dan bahan kimia yang digunakan antara lain dalam proses pelenturan, pewarnaan dan pemutihan. Salah satu proses penting dalam produksi garmen adalah proses pencucian atau laundry yang dapat disebut juga sebagai proses akhir dalam produksi garmen yaitu dengan cara pelenturan warna asli dan pemberian warna baru yang diinginkan. Terutama dalam produk jeans, hasil pencucian akan menjadi kunci keberhasilan produk terssebut, karena efek dari pencucian itu akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan harga jualnya dipasaran. (Anonim, 1988) Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis. (Rasyad, 1990) Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar.Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton.Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan. (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) Air limbah yang dibuang begitu saja ke lingkungan menyebabkan pencemaran, antara lain menyebabkan polusi sumber-sumber air seperti sungai, danau, sumber mata air, dan sumur. Limbah cair mendapat perhatian yang lebih serius dibandingkan bentuk limbah yang lain karena limbah cair dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dalam bentuk pencemaran fisik, pencemaran kimia, pencemaran biologis dan pencemaran radioaktif. (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga memerlukan air sebagai media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses: Spinning (Pemintalan) dan Weaving

(Penenunan). Limbah industri tekstil tergolong limbah cair. Limbah dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu mencemari lingkungan. Zat

warna tekstil merupakan semua zat warna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan warna (kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil (auksokrom). (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) Zat warna tekstil merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Limbah air yang bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya. Di samping itu ada pula bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang. (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius. (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) Lingkungan yang tercemar akan mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi harus diolah dahulu sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses pengolahan air limbah industri adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan. (Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980) 2.3 Biota Air sebagai Indikator Pencemaran Pada dasarnya yang dimaksud dengan biota akuatik adalah kelompok organisme, baik hewan atau tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada pada perairan. Kelompok organisma tersebut dapat bersifat bentik, perifitik, atau berenang bebas. Biota bentik umumnya hidup pada dasar perairan; perifitik hidup pada

permukaan tumbuhan, tongkat, batu, atau substrat lain yang berada di dalam air. (Suin, M. Nurdin. 1994) Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran, yaitu air, sedimen dan organisme hidup. Pemakaian organisme laut sebagai indikator pencemaran didasarkan pada kenyataan bahwa alam atau lingkungan yang tidak tercemar akan ditandai oleh kondisi biologi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam. Terdapat beberapa pengaruh toksisitas pada ikan, pertama pengaruh toksisitas pada insang. Insang selain sebagai alat pernafasan juga digunakan sebagai alat pengaturan tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang merupakan organ yang penting pada ikan dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas. (Suin, M. Nurdin. 1994) Biota bentik maupun perifitik umumnya mempunyai ukuran yang beragam, dari beberapa mikron sampai beberapa sentimeter. Yang dimaksud dengan biota bentik maupun perifitik dalam kegunaannya sebagai bioindikator adalah kelompok hewan. Kelompok tersebut sebagian besar tergolong avertebrata (hewan tidak bertulang belakang) yang umumnya terdiri atas (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998): larva Plecoptera (lalat batu), larva Trichoptera (pita-pita), larva Ephemeroptera (lalat sehari), Platyhelminthes (cacing pipih), larva Odonata (kini-kini), Crustacea (udang),

Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), larva Hemiptera (kepik), Coleoptera (kumbang), Hirudinea (lintah), Oligochaeta (cacing), dan larva Diptera (nyamuk,lalat). (Anderson dan Apolonia, 1978). (Suin, M. Nurdin. 1994) Sebagai bioindikator cemaran organik kelompok hewan avertebrata, terutama yang berukuran makroskopis memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan organisma lainnya. Kelompok ini relatif hidup menetap dalam waktu yang cukup lama pada berbagai kondisi air. Beberapa jenis diantaranya dapat memberikan tanggapan terhadap perubahan kualitas air sehingga dapat memberikan petunjuk terjadinya pencemaran. Selain itu hewan bentik relatif mudah dikoleksi dan diidentifikasi. Keberadaan hewan avertebrata bentik tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor perairan, terutama fisika, kimia, dan biologis. Faktor-faktor tersebut akan

mempengaruhi sebaran dan jumlah hewan per satuan luas tertentu. Waktu yang berkaitan dengan musim juga turut berpengaruh terhadap keberadaan hewan tersebut, hal ini terutama jika dikaitkan dengan siklus hidupnya. Seluruh faktor-faktor tersebut diatas dapat menjadi faktor pembatas dalam penggunaan hewan avertebrata bentik sebagai bioindikator. (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998)

Lingkungan yang tercemar akan mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi air limbah industri harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses pengolahan air limbah industri adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan. (Suin, M. Nurdin. 1994) Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan organisme air. Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan penting dalam lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme perairan seperti bentik dan ikan (Sachlan, 1982). Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan hidup dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air, cacing, algae, dan bakteri. Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar. (Suin, M. Nurdin. 1994) Pengoperasian unit pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter diatas ambang batas yang ditentukan. (Suin, M. Nurdin. 1994) Pengoperasian yang tidak sistematis dan tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada akhirnya akan menyebabkan biaya

pengolahan yang tinggi. (Suin, M. Nurdin. 1994) Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat tertentu yang

berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. (Suin, M. Nurdin. 1994) Pemeriksaan perairan yang menerima buangan air limbah, merupakan suatu keharusan. Hal ini berguna untuk mengevaluasi masalah kesehatan yang mungkin timbul misalnya bahan beracun ke dalam baku mutu air (Surna, 1993).

BAB 3 METODE KERJA 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Pengaruh limbah tekstil terhadap biota air dilaksanakan selama 7 hari, dimulai pada hari Jumat Kamis tanggal 11 18 November 2011, bertempat di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, Samarinda 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Aquarium ukuran sedang Aerator Timbangan digital Gelas ukur 1000 ml Gelas ukur 100 ml Meteran Stopwatch Plastik Ember Baterai 3 buah

3.2.2 -

Bahan

Ikan nila ukuran 8-12 cm sebanyak 6 buah Makanan ikan Air limbah industri tekstil

3.3 Cara Kerja 1. Aquarium diisi air kolam dengan volume 8000 ml 2. Ikan nila ukuran 8-12 cm masing-masing diberi nama (ikan 1, ikan 2, ikan 3, ikan 4, ikan 5, dan ikan 6) 3. Diukur panjang ikan, ditimbang berat ikan, dan dihitung respirasi masingmasing ikan 4. Lalu ikan tersebut dimasukkan ke dalam aquarium 5. Dipasang aerator untuk sirkulasi oksigen di aquarium 6. Lalu dimasukkan air limbah industri tekstil ke dalam aquarium sebanyak 100 ml 7. Setiap hari ikan diberi makan dan dihitung repirasinya selama 7 hari 8. Di hari ke 7 dilihat dampak limbah tersebut terhadap ikan-ikan

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan Tabel Respirasi R1 Ikan 1 Ikan 2 Ikan 3 Ikan 4 Ikan 5 Ikan 6 364X 362 359 396 386 443 X X X R2 X R3 X R4 X 315 X 267 X 294 R5 X X X X X R6 X X X X X 298 R7 X X X X X 253

Keterangan: Ikan 1 mati pada masa adaptasi pada hari pertama sebelum dimasukan limbah. X = Mati R = Respirasi

Tabel Berat Badan H1 ( gr ) Ikan 1 Ikan 2 Ikan 3 Ikan 4 16,8 32,7 33,9 22,1 33,9 20,4 30,6 H2 ( gr ) H3( gr ) H4 ( gr ) H5 ( gr ) H6 ( gr ) H7 ( gr )

Ikan 5 Ikan 6

22 28,59

21,9

Keterangan Ikan 1 mati pada masa adaptasi di hari 1 dengan 16,2. Berat badan ikan dihitung setelah ikan telah mati.

4.2 Pembahasan Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius.. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorim, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya perobahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga Buccal dan ofer kulum. Pengukuran aktivitas pernafasan merupakan cara yang amat peka untuk menguikur reaksi ikan terhadap kehadiran senyawa pencemar. Hasil penelitian yang pernah dilakukan memperlihatkan adanya peningkatan jumlah gerakan ofer kulum Fingerlink(Cirrhina Mrigala) yang terkena deterjen. Sebagai indikator dari toxicant sub lethal juga dapat dilihat dari frekwensi bentuk ikan. Yang mana digunakan untuk membersihkan pembalikan aliran air pada insang, yang merupakan monitoring pergerakan respiratory. Selain gerakan ofer kulum dan frekwensi batuk parameter darah merupakan indikator yang sensitif pada kehidupan sebagai peringatan awal dari kwalitas air. Perubahan faal drah ikan yang diakibatkan senyawa pencemar, akan timbul sebelum

terjadinya. Pemeriksaan darah mempunyai kegunaan dalam menentukan adanya gangguan fisiologis tertentu dari ikan. Parameter faal darah dapat diukur dengan mengamati kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah. Ikan mas (Cyprinus Carpio L.) dan ikan nila (Tilapia Nilotica) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan Di Indonesia ikan yang termasuk famili Cyprinidae ini termasuk ikan yang popular dan paling banyak dipelihara rakyat, serta mempunyai nilai ekonomis. Ikan mas dan nila sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur lebih kurang tiga bulan dengan ukuran 8-12 cm. Disamping itu ikan mas di kolam biasa kecepatan tumbuh 3 cm setiap bulanya. Berdasarkan hasil penelitian bahea konsentrasi limbah, suhu, DO, pH, salinitas dan alkalinitas berpengaruh nyata terhadap mortalitas ikan mas dan ikan Hal ini disebabkan jika ditinjau secara kimia bahwa kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan dipengaruhi oleh pH, DO, BOD, suhu, salinitas dan alkalinitas. Penelitian tentang kesanggupan ikan mas dan nila untuk mendeteksi insektisida memperlihatkan bahwa ikan mas dan nila dapat mendeteksi adanya insektisida bayrusil dalam air pada konsentrasi 55 ppm. Dimana pada konsentrasi tersebut setelah 10 menit ikan mas telah menghidari akan trjadi perubahan frekwensi gerakan ofer kulum yang mula- mula cepat kemudian melambat dan ahirnya lemas.

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Limbah industry tekstil menyebabkan dampak yang buruk terhdap biota air dan dengan konsentrasi dan jangka waktu tertentu dapat menyebabkan kematian biota air Perilaku biota air dalam hal ini ikan nila terhadap limbah industry tekstil yang diberikan yaitu respirasinya semakin hari semakin melambat, dikarenakan insang merupakan organ yang sangat peka terhadap toksik Daya tahan ikan terhadap limbah industri tekstil bisa dikatakan cukup kuat dikarenakan masih ada ikan yang bertahan hidup pada hari ke-7

5.2 Saran Perlu diadakan penelitian mendetail mengenai kondisi fisik dari biota air Menggunakan perbandingan dengan limbah yang lain tetapi dengan kondisi yang sama

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1988. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Jakarta : Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Geonarso, D. 1988. Perubahan faal ikan sebagai Indikator kehadiran insektisida dan Detergen dalam air. Disertasi. ITB. Bandung Suin, M. Nurdin. 1994. Dampak pencemaran pada Ekosistim Pengairan. Proseding penataran pencemaran Lingkungan Dampak dan Penanggulanganya.Pemda Kodya TK. II. Padang. Sumarwoto, O. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta CV. Rajawali. Winarni Chartib dan Oriyati Sunaryo. 1980. Teori Penyempurnaan Tekstil 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bandung : Rosda Offset Zonneveld N, Huisman E. A. dan Boon J. H. 1991. Prinsip Prinsip Budidaya Ikan Nila. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. http://pratiwi.student.umm.ac.id/2010/01/23/makalah-pencemaran-lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai