Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

PERCOBAAN I
PENGARUH PEMBERIAN TOKSIK TERHADAP ORGANISME
PERAIRAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)

OLEH :
NAMA : YUYUN PUSPITA SARI
STAMBUK : F1D218017
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN PEMBIMBING : MAYA SANTI

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVESITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Bealakang

Pencemaran merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat

energi dan atau komponen lain kedalam air atau udara. Pencemaran dapat juga

berarti berubahnya tatanan atau komposisi air atau udara oleh kegiatan manusia

dan proses alam sehingga kualitas air atau udara mejadi kurang atau tidak dapat

berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Zaman sekarang ini banyak

terjadi pencemaran lingkungan baik pencemaran air, udara, tanah maupun

pencemaran logam yang diakibatkan dari ulah manusia yang tidak

memperhatikan kehidupan makhluk hidup lain dan merusak ekosistem.

Lingkungan yang tercemar akan mengakibatkan keadaan ekosistem tidak

seimbang akibat masuknya polutan kedalam lingkungan. Polutan adalah bahan

atau benda yang menyebabkan pencemaran baik secara langsung maupun tidak

langsung seperti sampah. Secara fisik polutan dibedakan menjadi 4 yaitu

polutan fisik, polutan biologis, polutan kimiawi dan polutan sosial budaya.

Polutan yang masuk keperairan dapat berasal dari limbah industri ataaupun

aktivitas domestik seperti aktivitas pelayaran industri, transportasi umum, serta

kapal-kapal nelayan. Aktvits manusia ini dapat memicu timbulnya zat toksik

yang dapat memberikan efek merugikan bagi kelangsungsan hidup bagi

organisme.

Pengaruh zat toksik dapat berupa letalitas (mortalitas) serta pengaruh

subletal seperti gangguan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, tanggapan

farmakokinetik, patologi, biokimia, fisiologi, dan tingkah laku. Bahan toksik di


perairan yang berupa zat-zat kimia beracun dapat berasal dari kegiatan industri,

air limbah tambang, erosi permukaan pada tambang terbuka, pencucian

herbisida dan insektisida serta akibat kecelakaan seperti tumpahnya minyak

atau pecahnya tanker kimia di laut. Senyawa kimia organik yang dapat bersifat

toksik atau menimbulkan pengaruh merugikan lingkungan perairan antara lain:

protein, karbohidrat, lemak dan minyak, pewarna, asam-asam organik, fenol,

deterjen dan pestisida organik. Pengaruh negatif senyawa kimia organik

terhadap organisme perairan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti

konsentrasi senyawa kimia, kualitas fisika-kimia air, jenis dan kondisi

organisme air serta lama organisme terpapar senyawa kimia tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dilakukan praktikum mengenai

pengaruh pemberian toksik terhadap organisme perairan (ikan mujair)

(Oreochromis mossambicus).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai beriku:

1. Bagaimana pengaruh pemberian toksik terhadap organisme perairan, ikan

mujair (Oreochromis mossambicus)?

2. Berapa jumlah pergerakan operculum dan gerakan ekor pada organisme

perairan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) pada hari 1-7?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemberian toksik terhadap organisme perairan ikan

mujair (Oreochromis mossambicus).

2. Untuk mengetahui jumlah pergerakan operculum dan gerakan ekor pada

organisme ikan mujair (Oreochromis mossambicus).

D. Manfaat Praktikum

Manfaat yang ingin diperoleh dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut:

1. Dapat mengetahui pemberian bahan toksik terhadap organisme perairan

ikan mujair (Oreochromis mossambicus).

2. Dapat mengetahui jumlah pergerakan operculum dan gerakan ekor pada

ikan mujair (Oreochromis mossambicus).


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Zat Toksik

Toksik merupakan zat kimia yang mengganggu dan tidak

menguntungkan bagi kehidupan organisme dibumi baik manusia, hewan dan

tumbuhan. Toksik masuk melalui permukaan kulit dan mulut kemudian

menghasilkan reaksi kimia yang tidak dapat ditolerir tumbuh yang dapat

merusak sel jaring dan dapat mengakibatkan kematian. Proses masuknya zat

toksik adalah ion-ion logam dapat membentuk ion-ion logam yang dapat larut

dalam lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu mampu

melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga ion-ion logam tersebut akan

menumpuk (terakumulasi) didalam sel dan organ-organ lain. Terjadinya

perubahan struktur mikroanatomi tersebut menunjukan telah terjadi

kontaminasi tetapi belum ada pencemaran. Adanya edema, menyebabkan

eritrosit menjadi mudah pecah dan berubah bentuk karena kekurangan oksigen,

sehingga dapat menyebabkan kematian ikan (Setyawan, 2013).

B. Pencemaran

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari

bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari

kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan

dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada

umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme

hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi
pemicu terjadinya pencemaran. Bahan pencemar yang sangat tinggi daya

racunnya adalah merkuri (Hg). Sumber pencemar dapat dibedakan menjadi

sumber domestik (rumah tangga) yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan,

terminal, rumah sakit dan sebagainya serta sumber non domestik, yaitu dari

pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-

sumber lainnya. Sedangkan bentuk pencemar dapat dibagi menjadi bentuk cair,

bentuk padat, bentuk gas dan kebisingan (Ainuddin, 2017).

Ada tiga konsep berkaitan dengan dampak pencemaran yaitu:

biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi. Biokonsentrasi adalah proses

masuknya zat kimia secara langsung dari air ke dalam tubuh organisme dan

kemudian terakumulasi melalui jaringan seperti insang dan kulit. Bioakumulasi

lebih luas dari biokonsentrasi yang merupakan proses masuknya bahan

pencemar oleh makhluk hidup dari suatu lingkungan melalui suatu mekanisme

atau lintasan. Bioakumulasi terjadi dalam jaringan tubuh setelah terjadi

absorbsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Bioakumulasi

logam berat pada ikan tergantung pada jenis logam dan spesies ikan.

Akumulasi logam berat tertinggi umumnya terdapat pada jaringan hati dan

ginjal. Biomagnifikasi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi suatu zat

kimia (kontaminan) pada setiap tingkat tropik dari rantai makanan (Hidayah,

2014).

C. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah perubahan keadaan disuatu tempa penampungan

air seperti danau, sungai, laut dan air tanah akibat dari aktivits manusia.
Sumber pencemaan air kebanyakan bersumber dari sampah rumah tangga dan

juga limbah pabrik yang sengaja di buang ke wilayah perairan. Air dalam

keadaan normal memiliki karakteristik yang bersih dan tidak bewarna.

Perubahan warna diakibatkan karenakan adanya macam-macam warna bahan

buangan dari suatu industri seperti industri tekstil. Perubahan warna, bau,

rasa, pH dan suhu dikarenakan masuknya limbah ke dalam aliran sungai

secara langsung tanpa adanya pengolahan limbah terlebih dahulu. Polusi atau

pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau

berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam

sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai

dengan peruntukkannya. Faktor-faktor yang menjadi penyebab

pencemaran air sungai yakni, berkembangnya industri–industri, belum

tertanganinya pengendalian limbah rumah tangga, pembuangan limbah

pertanian tanpa melalui proses pengolahan dan pencemaran air sungai karena

proses alam (Idrus, 2015).

D. Pencemaran Logam Berat

Sumber pencemaran perairan pesisir berasal dari limbah industri, limbah

cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran

(shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Bahan pencemar utama yang

terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sedimen, unsur hara

(nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme pathogen,


sampah dan bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air

laut berkurang. Ada 5 logam yang berbahaya pada manusia yaitu Pb dan Cd

(As). Cadmium (Cd), timbal (Pb), mercuri (Hg) dan besi (Fe). Logam berat

merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten) dan dapat terakumulasi

melalui rantai makanan (bioakumulasi) dengan efek jangka panjang yang

merugikan pada makhluk hidup. Dampak pencemaran logam berat Pb bagi

kesehatan adalah menimbulkan kerusakan pada pembentukan sel darah merah,

logam berat bersifat akumulatif dalam tubuh sehingga akan menimbulkan

efek dalam jangka panjang (Indirawati, 2017).

E. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Ikan mujair merupakan bioindikator yang befungsi sebagai monitoring

polutan yang terkandung pada air tawar. Bioindikator dalam hal ini

merupakan organisme yang dapat menunjukan kualitas suatu lingkungan

perairan serta perubahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Ikan mujair

memiliki potensi mengakumulasi logam berat serta ikan mujair memiliki

toleransi yang besar terhadap kadar garam atau kadar salinitas di perairan

ikan mujair akan memakan tumbuhan, cacing dan plankton beserta ikan-ikan

kecil sehingga bioakumulasi logam berat yang akan diterima ikan mujair

menjadi lebih besar (Rosahada, 2018).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Maret 2020 pukul 10.30-

selesai WITA dan bertempat di Laboratorium Biologi Unit Lahan Basah dan

Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu

Oleo, Kendari.

B. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaan


No. Alat Jumlah Kegunaan
1 2 3 4
1. Baskom/aquarium 2 Sebagai wadah penampung air
atau ikan
2. Selang aerator 2 Untuk mengalirkan oksigen dari
aerator kedalam baskom atau
aquarium
3. Aerator 2 Sebagai penghasil oksigen
4. Kabel 1 Sebagai alat penghubung aliran
listrik
5. Jala 1 Penutup wadah baskom atau
aquarium
6. Gunting 1 Sebagai alat pemotong
7. Pisau bedah 1 Sebagai alat untuk membedah ikan
8. Kamera 1 Untuk mendokumentasi hasil
pengamatan
9. Alat tulis 1 Untuk mencatat hasil
pengamatan
10. Stop watch 1 Untuk menghitung pergerakan
ikan

C.Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan Kegunaan
No. Bahan Jumlah Kegunaan
1 2 3 4
1. Ikan mujair (Oreochromis 5 ekor Sebagai objek pengamatan
mosambiccus)
2. Bahan kimia (oli, bensin, Ml Sebagai toksik bagi ikan
solar, formalin, bayclin
dan minyak tanah).
3. Lakban - Sebagai bahan perekat
selang
4. Air laut mL Sebagai parameter fisik

D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Memasukan air kedalam baskom

3. Memasukan ikan kedalam baskom

4. Memasukan bahan pencemar toksik pada baskom dengan konsentrasi 25

ppm dan 50 ppm dan 75 ppm pada masing-masing baskom

5. Memasukan selang aerator pada masing-masing baskom

6. Menghitung gerakan operculum dan pergerakan ekor selama 24 jam

selama 1 minggu

7. Mencatat Ikan yang mati

8. Membedah ikan pada hari ke -7, lalu mengamati dibawah mikroskop

9. Mencatat hasil pengamatan

10. Mendokumentasikan hasil pengamatan


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Operculum selama 4 Hari.


No Hari Toksik Pergerakan Control
25% 75%
1 2 3 4 5
1. Sabtu Oli 24 92
Bensin 64 77
Formalin 54 42
Solar 25 31 0
Bayclin 59 71
Minyak tanah 30 60
2. Minggu Oli 54 63
Bensin Mati Mati
Formalin 56 45
Solar 20 23 15
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 26 12
3. Senin Oli Mati Mati
Bensin Mati Mati
Formalin 59 49
Solar Mati Mati 8
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 42 42
4. Selasa Oli Mati Mati
Bensin Mati Mati
Formalin Mati Mati
Solar Mati Mati 3
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 80 80

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pergerakan Ekor selama 4 Hari.


No Hari Toksik Pergerakan Control
25% 75%
1 2 3 4 5
1. Sabtu Oli 12 36
Bensin 70 26
Formalin 52 48
Solar 10 12 23
Bayclin 35 41
Minyak tanah 16 20
Tabel 4. Lanjutan
1 2 3 4 5
2. Minggu Oli 2 8
Bensin Mati Mati
Formalin 45 40
Solar 3 5 8
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 13 12
3. Senin Oli Mati Mati
Bensin Mati Mati
Formalin 40 35
Solar Mati Mati 10
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 21 21
4. Selasa Oli Mati Mati
Bensin Mati Mati
Formalin Mati Mati
Solar Mati Mati 35
Bayclin Mati Mati
Minyak tanah 33 30
B. Grafik Pergerakan Operculum selama 4 Hari.

Pengamatan Operculum Kosentrasi 75%


100
90
80 Oli
Jumlah Pergerakan

70
Bensin
60
50 Formalin
40 Solar
30 Bayclin
20
Minyak tanah
10
0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan

Grafik 1.1 Hasil Pengamatan Pergerakan Operculum pada Konsentrasi 75%

Pengamatan Operculum Kosentrasi 25%


80
70
60 Oli
Jumlah Pergerakan

50 Bensin

40 Formalin

30 Solar

20 Bayclin

10 Minyak tanah

0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan

Grafik 1.2 Hasil pengamatan pergerakan operculum pada kosentrasi 25%


Pengamatan Ekor Kosentrasi 25%
70

60
Oli
Jumlah Pergerakan

50
Bensin
40
Formalin
30 Solar
20 Bayclin

10 Minyak tanah
Kontrol
0
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan

C. Grafik Pergerakan Ekor Selama 4 Hari


Grafik 1.3 Hasil Pengamatan Pergerakan Ekor pada Konsentrasi 25%

Pengamatan Ekor Kosentrasi 75%


50
45
40 Oli
Jumlah Pergerakan

35
Bensin
30
25 Formalin
20 Solar
15 Bayclin
10
Minyak tanah
5
0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan

Grafik 1.4 Hasil Pengamatan Pergerakan Ekor pada Konsentrasi 75%


B. Pembahasan

Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicus dan logos) merupakan

studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat kimia atau

racun terhadap organisme atau makhluk hidup. Racun merupakan senyawa

yang berpotensi memberikan efek yang berbahaya terhadap organisme. Sifat

racun dari suatu senyawa ditentukan oleh dosis, kosentrasi racun direseptor,

kondisi bioorganisme atau sifat bioorganisme, paparan terhadap organisme dan

bentuk efek yang ditimbulkan. Toksikologi mempelajari mengenai gejala,

mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistem biologis

makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau

mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya dari suatu zat terhadap manusia

dan lingkungannya.

Praktikum ini menggunakan ikan mujair (Oreochromis mossambicus)

sebagai objek pengamatan yang nantinya akan dimasukkan berbagai zat kimia

ke dalam baskom atau aquarium. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

merupakan organisme perairan tawar yang dapat bertahan terhadap perubahan

kondisi lingkungan perairan, diantaranya kadar oksigen yang rendah dan

perubahan salinitas yang cukup ekstrim. Zat kimia yang akan dimasukkan

kedalam baskom atau aquarium yaitu oli, bensin, solar, formalin, bayclin dan

minyak tanah. Minyak-minyak mineral mempunyai sifat letal (mematikan) dan

sub letal (mematikan dengan cara tidak langsung). Pengaruh subletal minyak

terhadap organisme laut sangat tergantung pada kadar dan struktur molekul
minyak. Kandungan yang terdapat pada bahan bakar minyak ini yaitu zat lain,

seperti nitrogen, oksigen, sulfur, dan sejumlah kecil unsur logam.

Berdasarkan hasil pengamatan operculum pada ikan mujair yang

dilakukan selama 7 hari. Pengamatan operculum yang dilakukan pada hari

pertama yang menggunakan toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 24 dan

75% yaitu 92, toksik bensin dengan pergerakan 25% yaitu 64 dan 75% yaitu

77, toksik fomalin dengan pergerakan 25% yaitu 54 dan 75% 42, toksik solar

dengan pergerakan 25% yaitu 25 dan 75% yaitu 31, tosik bayclin dengan

pergerakan 25% yaitu 59 dan 75% yaitu 71, toksik minyak tanah dengan

pergerakan 25% yaitu 30 dana 75% yaitu 60 sedangkan kontrok yaitu 0.

Pengamatan operculum yang dilakukan pada hari terakhir yang menggunakan

toksik oli, bensin, formalin, solar, bayclin dengan pergerakan 25% dan 75%

yaitu mati, yang menggunakan toksik minyak tanah dengan pergerakan 25%

dan 75% yaitu 80 sedangkan kontrol yaitu 3.

Hasil pengamatan pergerakan ekor ikan mujair yang dilakukan selama

4 hari. Pengamatan ekor ikan mujair pada hari pertama yang menggukan

toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 12 dan 75% yaitu 36, toksik bensin

dengan pergerakan 25% yaitu 70 dan 75% yaitu 26, toksik fomalin dengan

pergerakan 25% yaitu 52 dan 75% yaitu 48, toksik solar dengan pergerakan

25% yaitu 10 dan 75% yaitu 12, tosik bayclin dengan pergerakan 25% yaitu

35 dan 75% yaitu 41, toksik minyak tanah dengan pergerakan 25% yaitu 16

dana 75% yaitu 20 sedangkan control yaitu 23. Pengamatan ekor yang

dilakukan pada hari terakhir yang menggunakan toksik oli, bensin, formalin,
solar, bayclin dengan pergerakan 25% dan 75% yaitu mati, yang

menggunakan toksik minyak tanah dengan pergerakan 25% yaitu 33 dan 75%

yaitu 30 sedangkan kontrol yaitu 35.

Pencemaran dalam suatu perairan merupakan salah satu peristiwa

masuknya zat tau komponen lain (polutan) ke dalam perairan sehingga mutu

air menurun. Komponen tersebut antara lain adalah unsur, energi dan zat

lainnya. Perubahan warna, bau,rasa dan pH air menunjukkan terjadinya

pencemaran air. Bahan-bahan pencemar yang terdapat pada perairan dapat

bersifat racun yang merugikan dapat biota pada perairan. Bahan pencemar

yang mencemari perairan dapat dikelompokkan menjadi bahan pencemar

organik, bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit, bahan pencemar

senyawa anorganik atau mineral, bahan pencemar organik yang tidak dapat

diuraikan oleh mikroorganisme, bahan pencemar berupa zat radioaktif, bahan

pencemar berupa endapan atau sedimen dan bahan pencemar berupa kondisi

(misalnya panas). Masuknya pencemar organik dan anorganik ke badan air

perairan pantai dapat menyebabkan kualittas air perairan akan mengalami

degradasi fungsi secara biologis.


V. PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan yang terdapat pada praktikum ini adalah:

1. Pengaruh pemberian toksik terhadap organisme perairan, ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) yaitu kondisi airnya menjadi berubah warna

dan bau sedangkan ikannya mati dan terdapat belatung di dalam tubuhnya

setelah dilakukan pembelahan. Hal ini terjadi karena adanya pemberian zat

kimia pada air.

2. Jumlah pergerakan operculum pada hari pertama sampai hari ke- yaitu pada

hari pertama menggunakan toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 24 dan

75% yaitu 92, toksik bensin dengan pergerakan 25% yaitu 64 dan 75%

yaitu 77, toksik fomalin dengan pergerakan 25% yaitu 54 dan 75% 42,

toksik solar dengan pergerakan 25% yaitu 25 dan 75% yaitu 31, tosik

bayclin dengan pergerakan 25% yaitu 59 dan 75% yaitu 71, toksik minyak

tanah dengan pergerakan 25% yaitu 30 dana 75% yaitu 60 sedangkan

kontrok yaitu 0. Pengamatan operculum yang dilakukan pada hari terakhir

yang menggunakan toksik oli, bensin, formalin, solar, bayclin dengan

pergerakan 25% dan 75% yaitu mati, yang menggunakan toksik minyak

tanah dengan pergerakan 25% dan 75% yaitu 80 sedangkan kontrol yaitu 3.
1.

B. Saran

Saran pada praktikum ini adalah sebagai berikut ini adalah:


1. Saran buat praktikan yaitu agar selalu datang tepat waktu dan serius

selama proses praktikum berlangsung.

2. Saran untuk asisten yaitu agar selalu sabar dan semangat dalam

membimbing praktikan selama praktikum maupun konsul.

3. Saran untuk laboratorium yaitu agar selalu menjaga kebersihan dan

keamanan laboratorium agar selama praktikum berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Ainuddin dan Widyawati. 2017. Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di
Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Jurnal Ecosystem. 17(1): 1-2

Hidayah, M.A. Purwanto. dan Soeprobowati, R.T. 2014. Bioksantrasi Faktor


Logam Berat Pb, Cd, Cr, dan Cu pada Ikan Nila (Oreochoromis niloticus
Linn.) di Karamba Danau Rawa Pening. Jurnal Bioma. 16(1): 1-2

Idrus, A.W.S. 2015. Analisis Pencemaran Air Menggunakan Metode Sederhana


pada Sungai Jangkuk, Kekalik dan Sekarbela Kota Mataram. Jurnal Pijar
MIPA. 10(1): 39-41

Indirawati, M.S. 2017. Pencemaran Logam Berat Pb dan Cd dan Keluhan


Kesehatan pada Masyarakat di Kawasan Pesisir Belawan. Jurnal Jumantik
Volume. 2(2): 54-56

Rosahada, A.D. Budiyono. dan Dewanti, N.A.Y. 2018. Biokonsentrasi Logam


Berat Tembaga Cu dan Pola Konsumsi Ikan Mujair di Wilayah Danau
Rawapening. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6(6): 1-7

Setyawan, N. Kariada, N. dan Peniati, E. 2013. Mikro Anotomi Insang Ikan


sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat di Perairan Kaligarang
Semarang, Jurnal Unnes J Life Sci. 2(1): 1-2
LAPORAN SEMENTARA

Judul : Pengaruh pemberian toksik terhadap mikroorganisme

perairan ikan mujair (Oreochromis mossambicus).

Tanggal/Waktu : Senin, 14 Maret 2020/pukul 10.30-12.30 WITA

Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pemberian toksik terhadap

organisme perairan ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) dan berapa jumlah pergerakan operculum

dan gerakan ekor pada organisme perairan ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) pada hari 1-7.

GAMBAR
1. Kontrol

2. Oli
3. Bensin

4. Solar

5. Formalin
6. Bayclin

7. Minyak Tanah

Kendari, 18 April 2020

Maya Santi
Asisten pembimbing
Kelompok 2
1. Ella Sri Andani
2. Fitrah Aulia Ramadhani
3. Nur Aeni
4. Nur Auliyah Habibah
5. Reza
6. Sadam
7. Siti Nurhidaya
8. Yuyun Puspita Sari
653
STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DI PERAIRAN
SUNGAI TABOBO KECAMATAN MALIFUT
KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Oleh:

Ainuddin, Widyawati
Email: ahmad_ainuddin@yahoo.co.id

Dosen Fakulktas Ilmu Kelautan Universitas Nuku Tidore Maluku Utara

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) di
perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut dan sekaligus untuk mengetahui kualitas air Sungai
Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Pengukuran parameter suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut dan kekeruhan menunjukkan
bahwa kualitas perairan lokasi perairan masih layak untuk kehidupan bagi organisme perairan
dan kandungan logam berat merkuri sangat kecil ditemukan yaitu dengan nilai rata-rata 0,00484
ppb.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar merkuri (Hg) dalam perairan Sungai
Tabobo belum melewati Nilai Ambang Batas sesuai Baku Mutu air.

Kata Kunci: Sungai Tabobo, Merkuri (Hg), Parameter Kualitas Air dan Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA).

A. PENDAHULUAN pencemaran (Palar, 1994). Salah satu bahan


pencemar yang sangat tinggi daya racunnya
1. Latar Belakang adalah merkuri (Hg).
Pencemaran atau polusi adalah suatu Merkuri (Hg) merupakan elemen alami,
kondisi yang telah berubah dari bentuk asal salah satu bahan pencemar logam berat yang
pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran banyak mencemari lingkungan dan bersifat
bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi sangat akumulatif toksik. Merkuri jarang
yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat sekali ditemukan dalam bentuk bebas. Di
masukan dari bahan-bahan pencemar atau lingkungan, unsur ini terikat dengan unsur
polutan. Bahan polutan tersebut pada kimia lainnya yang tersebar di karang-karang,
umumnya mempunyai sifat racun (toksik) tanah, udara, air dan bahkan organisme hidup.
yang berbahaya bagi organisme hidup. Penyebaran merkuri ini turut dipengaruhi oleh
Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah faktor geologi, fisika, kimia dan biologi yang
yang kemudian menjadi pemicu terjadinya kompleks (Fardiaz, 1992; Palar 1994).
pencemaran (Palar, 1994). Salah satu bahan Sungai Tabobo merupakan sungai yang
pencemar yang sangat tinggi daya racunnya terdapat di kecamatan Malifut yang di
adalah merkuri (Hg). sekitarnya terdapat pertambangan Emas yaitu
Pencemaran atau polusi adalah suatu tambang PT NHM (Nusa Halmahera Mineral)
kondisi yang telah berubah dari bentuk asal dan pertambangan secara tradisional yang
pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran dikelola oleh masyarakat.
bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi Akibat dari kegiatan pertambangan
yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat emas yang dilakukan oleh pihak perusahaan
masukan dari bahan-bahan pencemar atau swasta maupun penambang masyarakat
polutan. Bahan polutan tersebut pada sehingga diduga terjadi pencemaran disekitar
umumnya mempunyai sifat racun (toksik) ssungai Malifut yang akhirnya menuju ke
yang berbahaya bagi organisme hidup. teluk Kao yang ada disekitar Sungai. Hal ini
Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah diperkuat dengan pemberitaan Koran Kompas
yang kemudian menjadi pemicu terjadinya tahun 2011 yang menyatakan bahwa banyak

Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1,


Januari – April 2017
BIOMA, Juni 2014 ISSN: 1410-8801
Vol. 16, No. 1, Hal. 1-9

Biokonsentrasi Faktor Logam Berat Pb, Cd, Cr dan Cu pada


Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) di Karamba Danau Rawa Pening

Anny Miftakhul Hidayah, Purwanto dan Tri Retnaningsih Soeprobowati


Program Magister Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Jl. Imam Barjo SH No. 5 Semarang
* Email/korespondensi : anny.miftakhul@yahoo.com

Abstract

Lake Rawapening has potential as an aquaculture development especially for caged aquaculture activities.
Water quality is one of the important requirements in aquaculture bussiness sustainability and safe fish production
for human consumption. Previous researches showed that the cage regions of Lake Rawapening have decreased its
water quality in the presence of heavy metal content of Pb, Cd, Cr and Cu in water, sediment and tilapia
(Oreochromis niloticus Linn.). This research aimed to determine the value of bio-concentration factors of heavy
metals Pb, Cd, Cr and Cu in tilapia (Oreochromis niloticus Linn.) which is cultured in cages Lake Rawapening and
maximum daily consumption of tilapia that is safe for human consumption. Sampling was done by purposive
random sampling at three cages stations. The results showed that the highest BCF values of heavy metals in tilapia
(Oreochromis niloticus Linn.) was on Cu 146-172, while the lowest metal on Cd metal 1.25-2. According to the
category of the BCF rate, Cu was categorized as moderately accumulated, whereas Pb, Cd, and Cr were categorized
as low accumulated. so that farmed tilapia cages are suitable for consumption. Daily consumption of farmed tilapia
in Lake Rawapening was maximum 1,4 kg/day

Keywords: Lake Rawapening, heavy metals, tilapia, BCF .

Abstrak

Danau Rawapening memiliki potensi sebagai tempat pengembangan perikanan darat terutama untuk kegiatan
perikanan budidaya karamba. Kualitas perairan merupakan salah satu syarat penting dalam keberlanjutan usaha
budidaya perikanan dan hasil produksi ikan yang masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa kawasan karamba Danau Rawapening telah mengalami penurunan kualitas air
dengan adanya kandungan logam berat Pb, Cd, Cr dan Cu pada perairan, sedimen dan ikan nila (Orechromis
niloticus Linn.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai biokonsentrasi faktor logam berat Pb, Cd, Cr dan Cu
pada ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) yang dibudidayakan di karamba Danau Rawapening dan batas
maksimum harian konsumsi ikan nila yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Pengambilan sampel dilakukan
secara purposive random sampling pada tiga stasiun karamba. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCF logam berat
pada ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) tertinggi pada logam Cu yaitu 146-172 sedangkan terendah pada logam
Cd yaitu 1.25-2. Berdasarkan kategori nilai BCF logam Cu termasuk dalam kategori akumulasi sedang sedangkan
logam Pb, Cd dan Cr dalam kategori akumulasi rendah, sehingga ikan nila hasil budidaya karamba masih layak
untuk dikonsumsi. Konsumsi harian ikan nila yang dibudidayakan di Danau Rawapening maksimum adalah 1,4
kg/hari.

Kata Kunci: Danau Rawapening, logam berat, ikan nila, BCF

PENDAHULUAN yang masuk ke perairan danau akan mengendap di


Danau merupakan perairan tergenang dasar perairan dalam jangka waktu yang lama.
(lentik) sehingga lebih banyak terkontaminasi oleh Pencemaran air di perairan danau umumnya
limbah yang masuk ke perairan tersebut. Limbah diakibatkan oleh limbah dari kegiatan masyarakat
tubuh makhluk hidup akan mengalami Tabel 1. Posisi Geografis Stasiun Pengambilan Sampel
biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi. Penelitian
Connel dan Miller (2006) menyatakan Stasiun Letak Keterangan
0
bahwa biokonsentrasi adalah masuknya bahan
1 - Sumenep S 07 18’25.2” Dekat pemukiman
pencemar secara langsung dari air oleh makhluk 0
hidup melalui jaringan seperti insang atau kulit. E 110 25’ 41.2” penduduk
0
2 - Selonder S 07 16’51.0” Dekat inlet
Sedangkan bioakumulasi adalah masuknya bahan 0
E 110 25’ 32.6”
pencemar oleh makhluk hidup dari suatu 3 - Sumurup
0
S 07 16’18.3” Dekat outlet
lingkungan melalui suatu mekanisme atau lintasan. E 1100 26’ 10.5”
Sementara biomagnifikasi adalah proses dimana
bahan pencemar konsentrasinya semakin Analisa data dilakukan dengan
meningkat dengan meningkatnya posisi makhluk menggunakan formulasi :
hidup pada suatu rantai makanan. 1. Biokonsentrasi Faktor (BCF)
Bioakumulasi terjadi dalam jaringan tubuh Biokonsentrasi faktor merupakan
setelah terjadi absorpsi logam dari air atau melalui kecenderungan suatu bahan kimia yang diserap
pakan yang terkontaminasi. Menurut Darmono oleh organisme akuatik. BCF merupakan rasio
(2001) bioakumulasi logam berat pada ikan antara konsentrasi bahan kimia dalam organisme
tergantung pada jenis logam dan species ikan. akuatik dengan konsentrasi bahan kimia di dalam
Akumulasi logam berat tertinggi umumnya air ( LaGrega dkk, 2001).
terdapat pada jaringan hati dan ginjal.
Menurut Ivanciuc dkk (2006) menyatakan
BCF = C org / C
bahwa bioakumulasi bahan kimia dalam suatu
perairan merupakan kriteria penting
dimana :
dalam mengevaluasi ekologi dan
C org = Konsentrasi logam berat dalam
tingkat pencemaran suatu lingkungan. Untuk
organisme (mg/kg atau ppm)
mengukur tingkat pencemaran suatu
C = Konsentrasi logam berat
perairan oleh bahan kimia yang disebabkan oleh
dalam air (ppm)
kegiatan industri, pertanian dan limbah rumah
tangga adalah dengan mengukur biokonsentrasi
biota yang hidup didalamnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka 2. Batas Maksimum Konsumsi Ikan
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Untuk mengetahui batasan konsumsi ikan
biokonsentrasi faktor logam berat Pb, Cd, Cr dan yang telah terkontaminasi oleh logam berat untuk
Cu pada ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) mencegah efek negatif bagi kesehatan manusia
yang dibudidayakan di karamba Danau yang mengkonsumsinya dihitung dengan
Rawapening dan batas maksimum konsumsi ikan menggunakan rumus (EPA, 2000) :
yang aman untuk dikonsumsi
RfD x BW
CR lim =
BAHAN DAN METODE Cm
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan karamba dimana :
CRlim = Batas maksimum tingkat
Danau Rawapening pada bulan Juli 2012.
Pengambilan sampel air dan ikan nila konsumsi ikan (kg/hari)
(Oreochromis niloticus Linn) dilakukan pada tiga RfD = Referensi dosis (mg/kg-hari)
stasiun secara metode purposive sampling. Letak BW = Berat badan (kg)
dan posisi geografis pengambilan sampel dapat Cm = Konsentrasi logam berat dalam
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Analisa ikan (mg/kg)
laboratorium dilakukan di Laboratorium Balai
Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Semarang.
Masing-masing sampel air dimasukkan ke Air dalam keadaan normal memiliki
dalam botol kaca bening dan didiamkan selama lima karakteristik yang bersih dan tidak bewarna.
hari dan diamati perubahannya. Biasanya perubahan warna dikarenakan adanya
macam-macam warna bahan buangan dari suatu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN industri seperti industri tekstil. Namun belum tentu
air bewarna lebih berbahaya dari pada air yang tidak
A. Uji fisika bewarna. Sedangkan perubahan bau biasanya
dikarenakan kandungan protein yang berasal dari
Hasil uji secara fisika pada ketiga sampel air
limbah industri. Perubahan rasa dikarenakan adanya
sungai tersebut menunjukkan bahwa air sungai dari
perubahan asam dan basa tercampur bahan tercemar
ketiga daerah telah tercemar dengan ciri-ciri fisik
lainnya. Industri yang melakukan pembuangan
seperti bau yang menyengat, warna air sangat keruh,
dan suhu yang tinggi yang dapat merusak ekosistem limbah disekitar sungai jangkuk dan kekalik sebagian
dan biota air. Perbandingan ketiganya air jangkuk besar adalah industri rumah tangga pembuatan tahu
tempe, sedang untuk sungai sekarbela ada
lebih bersih dibanding air kekalik dan sekarbela.,
ketiga air sungai sangat keruh, kekeruhan sampel air pembuangan limbah industri kerajinan emas.
Secara keseluruhan perubahan warna, bau,
disebabkan oleh partikel-partikel yang tersuspensi
rasa, pH dan suhu dikarenakan masuknya limbah ke
dalam air, baik yang bersifat anorganik maupun
dalam aliran sungai secara langsung tanpa adanya
organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan
pengolahan limbah terlebih dahulu. Dari kondisi fisik
tanaman dan hewan. Buangan industri juga dapat
sungai bisa dikatakan sungai mengalami pencemaran.
menyebabkan kekeruhan. Zat organik dapat menjadi
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya
makanan bakteri, sehingga mendukung perkembang
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi,
biakannya. Kualitas air yang baik adalah jernih
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
(bening) dan tidak keruh.
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
Ketiga sampel air sungai memiliki bau yang
manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
sangat menyengat. Air yang mempunyai kualitas baik
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
adalah tidak berbau. Bau dapat dirasakan langsung
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
oleh indera penciuman. Air yang mempunyai bau
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya
mengindikasikan ada terjadi proses dekomposisi
bahan – bahan organic oleh mikroorganisme dalam (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup No 4 Tahun 1982).
air, disebabkan oleh senyawa fenol yang terdapat
Sumber-sumber air semakin dicemari oleh
dalam air atau penyebab lainnya yang menyebabkan
limbah industri yang tidak diolah atau tercemar
air tidak tidak layak dikonsumsi. Air minum yang
karena penggunaan yang melebihi kapasitasnya untuk
berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai
dapat diperbaharui. Kalau kita tidak mengadakan
oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk
perubahan radikal dalam cara kita memanfaatkan air,
akan kualitas air. Misalnya, bau amis dapat
mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat
disebabkan oleh tumbuhnya Algae.
digunakan tanpa pengolahan khusus yang biayanya
Suhu ketiga sungai berkisar antara 29-30 C,
melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi
air yang baik mempunyai suhu normal yakni 25 C.
kebanyakan negara [5]. Sumber kehidupan ini
Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan
persediaannya terbatas dan semakin hari semakin
indikasi terdapat bahan kimia yang terlarut dalam
terpolusi oleh kegiatan manusia sendiri, namun masih
jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses
terlalu banyak orang yang tidak mempunyai akses ke
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.
air. Sekalipun air merupakan sumber daya yang
Warna pada air dapat disebabkan oleh macam –
terbatas, konsumsi air telah meningkat dua kali lipat
macam bahan kimia atau organik. Air yang layak
dalam 50 tahun terakhir dan kita gagal mencegah
dikosnsumsi harus jernih dan tidak berwarna.
terjadinya penurunan mutu air.
Tabel 1 Perbedaan suhu dan warna sampel air sungai
Uji Fisika Tawal ( C ) Tcampuran ( C) Warna dan bau
Sampel Air Sungai 30 29 Warna awal keruh setelah ditambah aquades
Jangkuk kekeruhan air berkurang, bau menyengat
Sampel Air Sungai 29 28,5 Warna awal keruh setelah ditambah aquades
Kekalek kekeruhan air berkurang, bau menyengat
Sampel Air Sungai 30 29 Warna awal keruh setelah ditambah aquades
Sekarbela kekeruhan air berkurang, bau menyengat
PENCEMARAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd DAN KELUHAN KESEHATAN
PADA MASYARAKAT DI KAWASAN PESISIR BELAWAN

Sri Malem Indirawati

STIKes SUMUT
Jln. Let. Jend Jamin Ginting Km 12.5 Kel. Laucih.
e-mail : srimalem_indirawati@yahoo.co.id

ABSTRACT

Sea water pollution especially heavy metals has occurred in the Belawan waters.
Previous research has found evidence of Pb and Cd metal pollution in sediments and marine
biota. Heavy metal pollution is accumulative so that if it is not managed then it is feared will
have an impact on public health, especially people living around the coastal area. This study
aims to measure the burden of heavy metal pollution on coastal areas and identify public
complaints related to the impact of heavy metal pollution. The research was conducted in 3
(three) sub-districts, namely Medan Belawan, Medan Marelan and Medan Labuhan sub-
districts and represented by each village in the belawan area. The sample is sea water and
community of 300 households. The average yield of Pb contamination in Medan Labuhan
Subdistrict and Medan Belawan is
0.052 mg / l, Medan Marelan 0.057 mg / l. Average Cd in Medan Labuhan Sub-district 0.0029
mg / ml, Medan Belawan 0.0042 and Medan Marelan 0.0023 mg / ml. The concentrations of
Pb and Cd have exceeded the environmental quality standard. Community complaints found
were diarrhea (35%) and skin diseases (30%) and other disease complaints. Environmental
management needs to be done as an effort to minimize heavy metal pollution in Belawan
coastal area.

Keywords: Pollution seawater, Pb and Cd, public health.

Pendahuluan perkotaan (urban stormwater), pelayaran


Perairan Belawan adalah tempat (shipping), pertanian, dan perikanan
bermuaranya air yang berasal dari sejumlah budidaya. Bahan pencemar utama yang
sungai yang mengalir di kawasan kota terkandung dalam buangan limbah tersebut
Medan dan sekitarnya. Kawasan perairan berupa: sedimen, unsur hara (nutriens),
Belawan berdekatan dengan kawasan logam beracun (toxic metals), pestisida,
Industri, pelabuhan dan pemukiman organisme pathogen, sampah dan oxygen
penduduk. depleting substances (bahan-bahan yang
Sumber pencemaran perairan pesisir menyebabkan oksigen yang terlarut dalam
berasal dari limbah industri, limbah cair air laut berkurang).
pemukiman (sewage), limbah cair
Jurnal JUMANTIK Volume 2 nomor 2, 2017 | 54
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
BIOKONSENTRASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN POLA
KONSUMSI IKAN MUJAIR DI WILAYAH DANAU RAWAPENING

Ailsa Devina Rosahada, Budiyono, Nikie Astorina Yunita Dewanti


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: ailsadevina.ad@gmail.com

People near Rawapening usually make a living by doing agricultural, livestock and
fishing in Rawapening. However, some of these activities can increare the copper
pollution in the lake's water. On the other hand, water qualities are one of the most
important factors in fishery, because it can have an effect to human’s health. The
aim of this research is to know the bioconcentration value of copper in Oreochromis
mossambicus at Rawapening and maximum limit of daily consumption of fish which
is safe for human. Sampling was done by purposive sampling by buying catches to
fishermen directly and through collectors. Measurement of copper concentration in
water and fish used the Atomic Absorption Spectrophotometry method.
Concentration of copper in water at Rawapening has exceeded the quality standard
of government regulation in Indonesia Number 82 of 2001 which was equal to 0.063
mg/l. Consentration of copper in Oreochromis mossambicus has exceeded the
quality standard of Indonesia National Standard which was equal to 0.6 mg/kg.
Bioconcentration of Oreochromis mossambicus in Rawapening was equal to 10.26.
The BCF category the Cu metals fall into the category of low accumulation. The
maximum daily consumption limit of catch fish in Rawapening was 3.280 g/day for
adult women and 3.900 grams/day for adult men. The average consumption of
Rawapening community was 218±37 grams/day and the median value 225±37
grams/day. This research can be concluded that copper have low category
accumulation and average daily consumption of people near Rawapening remains
below the safe limit.

Keywords : Rawapening Lake, Copper, Mujair, Bioconcentration, Daily Consumption


Maximum, Pattern of Consumtion

PENDAHULUAN
Danau Rawapening merupakan dari sembilan sub daerah aliran sungai
badan air permukaan alami yang (DAS). Kegiatan masyarakat yang
terletak di Kabupaten Semarang. dilakukan di sekitar Danau Rawapening
Danau tersebut dikelilingi oleh empat seperti industri kayu, perkebunan,
kecamatan yaitu Kecamatan irigasi persawahan, pembuangan
Ambarawa, Kecamatan Tuntang, limbah cair rumah tangga, perikanan,
Kecamatan Bawen dan Kecamatan dan pariwisata dapat menyebabkan
Banyubiru. Sumber air Danau kontaminasi logam berat Cu di perairan
1
Rawapening berasal dari air hujan, air danau.
tanah, dan aliran sungai yang berasal
kepada masyarakat sekitar ataupun
Penelitian yang dilakukan oleh dikonsumsi sendiri.
Marthana di Danau Rawapening pada Ikan mujair merupakan jenis ikan
tahun 2014 mendapatkan hasil bahwa omnivora sehingga di dalam
kandungan logam berat Cu dalam air ekosistem Danau Rawapening ikan
telah melampaui baku mutu PPRI tersebut berada pada tingkat trofik 1.
No.81 Tahun 2001 yaitu sebesar 2,032 Selain memakan tumbuhan, cacing,
mg/, sedangkan baku mutu kandungan
dan plankton, ikan mujair juga
Cu untuk perairan kelas II pada
memangsa ikan-ikan yang berukuran
Peraturan Pemerintah Republik
lebih kecil dari tubuhnya. Hal tersebut
Indonesia Nomor 82 tahun 2001 adalah
2,3 menyebabkan akumulasi logam berat
sebesar 0,02 mg/l. Setelah dilakukan pada tubuh ikan mujair menjadi lebih
pengukuran terhadap kadar tembaga tinggi karena terjadi penumpukkan
(Cu) dalam air Danau Rawapening logam yang berasal dari kandungan
pada tanggal 10 – 13 Maret 2018, logam dalam tubuh biota-biota air lain.
diperoleh hasil bahwa terjadi
Logam berat yang masuk ke dalam
peningkatan kandungan logam berat
ikan tersebut akan terakumulasi dalam
tembaga (Cu) di Danau Rawapening 6
waktu yang cukup lama.
dari pengukuran yang pernah dilakukan
Tembaga yang terkandung di
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan
dalam tubuh ikan akan dikonsumsi
oleh Soeprobowati pada tahun 2011
manusia melalui jalur oral. Kemudian
mendapatkan hasil kandungan
tembaga tersebut secara cepat
tembaga (Cu) pada air Danau
Rawapening sebesar 0,049 mg/l memasuki aliran darah dan
4 didistribusikan ke seluruh tubuh.
menjadi 0,063 mg/l. Meskipun tembaga merupakan salah
Kontaminasi logam berat Cu di satu logam esensial yang dibutuhkan
Danau Rawapening sangat oleh manusia untuk metabolisme
berpengaruh terhadap hasil produksi dalam hemoglobin dan dapat
ikan tangkap yang biasa digunakan diekskresikan melalui rambut,
masyarakat setempat sebagai mata keringat, darah menstruasi, feses
pencaharian. Logam berat yang serta urine akan tetapi proses tersebut
berada di dalam air dapat membutuhkan waktu yang cukup lama
terakumulasi di dalam tubuh sehinga logam berat tersebut dapat
organisme air, akumulasi ini dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh
terjadi secara langsung (masuk terutama pada bagian hati dan ginjal.
malalui insang dan kulit) atau biasa Oleh sebab itu, apabila konsentrasi
disebut dengan biokonsentrasi logam tembaga yang masuk ke dalam
maupun secara tidak langsung atau tubuh tinggi maka tembaga tersebut
biomagnifikasi (masuk malalui jalur akan bersifat racun di dalam tubuh
5
oral). karena akan sulit tereksresikan.
7
Ikan mujair (Oreochromis Pengukuran nilai biokosentrasi
mossambicus) merupakan ikan yang tembaga (Cu) diperlukan untuk
mayoritas didapatkan oleh para melihat tingkat akumulasi ikan mujair
pemancing di Danau Rawapening. terhadap logam tembaga (Cu) di
Ikan mujair yang didapat oleh para dalam tubuhnya sehingga dapat
nelayan biasanya langsung dijual melihat tingkat pencemaran tembaga
Unnes J Life Sci 2 (1) (2013)

Unnes Journal of Life Science


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci

MIKRO ANOTOMI INSANG IKAN SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN


LOGAM BERAT DI PERAIRAN KALIGARANG SEMARANG

Nanang Setyawan, Nana Kariada, Endah Peniati

Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: PerairanKaligarangmerupakanperairanyangsangatpentingbagikehidupanpendudukdiKotaSemaran Selain


Diterima Februari 2013 masyarakat, ndutri-industri di sepanjang perairan tersebut juga menggunakan air Perairan Kaligarang
Disetujui April 2013 untuk keperluan proses produksi, sekaligus sebagai tempat pembuangan limbah pada
Dipublikasikan Mei 2013 akhir proses produksinya.Ikan sebagai salah satu biota air sering dijadikan sebagai salah satu
indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan.Penelitian ini menggunakan
Keywords rancangan eksplorasi karena melihat dari tingkatan pencemaran logam berat dengan menggunakan ikan
: Fish sebagai indikator. Pengambilan sampel diambil setiap 2-3 minggu sekali dalam jangka waktu selama 1
Boeseman bulan pada bulan November-Desember 2012. Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa
i Larvae tingkat kerusakan mikroantomi insang ikan yang terindikasi logam berat kemudian dihubungkan
Organ dengan faktor lingkungan meliputi Suhu, pH, BOD, COD.Berdasarkan pengamatan mikroanatomi
Fins insang ikan yang terindikasi logam berat terjadi kerusakan mikroanatomi sampai ke tingkat nekrosis.
Notochor Berdasarkan kriteria tingkat pencemaran menunjukkan
d
bahwa Perairan Kaligarang berada dalam kondisi tercemar sedang sampai dengan cukup berat.

Abstract

Kaligarang river is the river which is very important to the life of residents in the city of Semarang. In
addition to the community, industry was-industry along the river is also used Kaligarang River water
for the production process, as well as the disposal of waste at the end of the production process. Fish as
one of the aquatic biota is often used as an indicator of the level of contamination that occurred in the
waters. This study used exploratory design as seen from the level of heavy metal pollution using fish as
indicators. Sampling was taken every 2-3 weeks for a period of one month in November-December
2012. The data in this study was qualitative data in the form of the damage fish gills mikroantomi
indicated heavy metals were then linked to environmental factors include temperature, pH, BOD,
COD.Based on observations of fish gills mikroanatomi indicate mikroanatomi damage to the level of
necrosis. Based on these criteria indicated that the level of pollution in a state Kaligarang river polluted
with moderate to heavy.

© 2013 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6
Gedung D6 Lt.1, Jl. Raya Sekaran,
Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229
E-mail: nanangsetya12@gmail.com
(0,03) yang terkandung dalam air (Budiarti
2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Robbins dan Kumar, 1995 yang menyatakan
terjadinya kerusakan insang dari edema sampai ke
tingkat nekrosis sebagai bentuk adaptasi sel untuk
bertahan hidup akibat pengaruh dari bahan
toksik, seperti bahan kimia dan logam
berat.
Proses masuknya zat toksik menurut
Palar (1994) adalah ion-ion logam dapat
membentuk ion-ion logam yang dapat larut dalam
lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam
lemak itu mampu melakukan penetrasi pada
membrane sel, sehingga ion-ion logam tersebut
akan menumpuk (terakumulasi)
didalam sel dan organ-organ lain. Menurut
Tandjung (1982) terjadinya perubahan struktur
mikroanatomi tersebut menunjukan telah terjadi
kontaminasi tetapi belum ada pencemaran. Adanya
edema, menyebabkan eritrosit menjadi mudah
pecah dan berubah bentuk karena kekurangan
oksigen, sehingga dapat menyebabkan
kematian ikan.
Pada penelitian ini terjadinya edema maupun
hiperplasia karena habitat ikan yang diduga
tercemar oleh limbah dari buangan industri.
Senyawa toksik masuk melalui insang, hal ini
sesuai dengan pernyataan (Connel, 1995) bahwa
pengambilan bahan toksik oleh mahkluk hidup air
melalui tiga proses utama yaitu: (1) dari air
melalui permukaan pernapasan
(misalnya insang), (2) penyerapan dari air ke dalam
permukaan, dan (3) dari makanan, partikel air
yang dicerna melalui pencernaan. Senyawa toksik
maupun organik terlarut
menyebabkan iritasi pada insang dan lamella
insang menjadi tertutup, hal ini menyebabkan
Berdasarkan hasil pengamatan di bawah proses pernapasan ikut terganggu.
mikroskop dengan perbesaran 10x40 ditemukan Kerusakan lainnya pada insang ikan yaitu
kerusakan mikroanatomi insang ikan yang nekrosis. Nekrosis yang dimaksud adalah
terindikasi logam berat. Kerusakan kematian sel, mengakibatkan jaringan insang tidak
mikroanatomi insang ikan dapat dilihat pada berbentuk utuh lagi. Menurut Plumb (1994),
Gambar 1, 2 dan 3. nekrosis ditandai dengan adanya
Terjadinya kerusakan mikroanatomi kematian sel-sel atau jaringan yang menyertai
insang ikan dari edema lamella sekunder sampai ke degenerasi sel pada setiap kehidupan hewan dan
tingkatan nekrosis diduga disebabkan oleh materi merupakan tahap akhir degenerasi yang
tersupsensi/pertikel logam berat seperti Hg (0,001 irreversibel. Karakteristik dari jaringan nekrotik,
mg/L), Cd (0,005 mg/L) dan Pb yaitu memiliki warna yang lebih pucat darI

Anda mungkin juga menyukai