PERCOBAAN I
PENGARUH PEMBERIAN TOKSIK TERHADAP ORGANISME
PERAIRAN IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus)
OLEH :
NAMA : YUYUN PUSPITA SARI
STAMBUK : F1D218017
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN PEMBIMBING : MAYA SANTI
A. Latar Bealakang
energi dan atau komponen lain kedalam air atau udara. Pencemaran dapat juga
berarti berubahnya tatanan atau komposisi air atau udara oleh kegiatan manusia
dan proses alam sehingga kualitas air atau udara mejadi kurang atau tidak dapat
atau benda yang menyebabkan pencemaran baik secara langsung maupun tidak
polutan fisik, polutan biologis, polutan kimiawi dan polutan sosial budaya.
Polutan yang masuk keperairan dapat berasal dari limbah industri ataaupun
kapal-kapal nelayan. Aktvits manusia ini dapat memicu timbulnya zat toksik
organisme.
atau pecahnya tanker kimia di laut. Senyawa kimia organik yang dapat bersifat
(Oreochromis mossambicus).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemberian toksik terhadap organisme perairan ikan
D. Manfaat Praktikum
berikut:
A. Zat Toksik
menghasilkan reaksi kimia yang tidak dapat ditolerir tumbuh yang dapat
merusak sel jaring dan dapat mengakibatkan kematian. Proses masuknya zat
toksik adalah ion-ion logam dapat membentuk ion-ion logam yang dapat larut
dalam lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu mampu
melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga ion-ion logam tersebut akan
eritrosit menjadi mudah pecah dan berubah bentuk karena kekurangan oksigen,
B. Pencemaran
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari
kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan
hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi
pemicu terjadinya pencemaran. Bahan pencemar yang sangat tinggi daya
sumber domestik (rumah tangga) yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan,
terminal, rumah sakit dan sebagainya serta sumber non domestik, yaitu dari
sumber lainnya. Sedangkan bentuk pencemar dapat dibagi menjadi bentuk cair,
masuknya zat kimia secara langsung dari air ke dalam tubuh organisme dan
pencemar oleh makhluk hidup dari suatu lingkungan melalui suatu mekanisme
absorbsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Bioakumulasi
logam berat pada ikan tergantung pada jenis logam dan spesies ikan.
Akumulasi logam berat tertinggi umumnya terdapat pada jaringan hati dan
kimia (kontaminan) pada setiap tingkat tropik dari rantai makanan (Hidayah,
2014).
C. Pencemaran Air
air seperti danau, sungai, laut dan air tanah akibat dari aktivits manusia.
Sumber pencemaan air kebanyakan bersumber dari sampah rumah tangga dan
juga limbah pabrik yang sengaja di buang ke wilayah perairan. Air dalam
buangan dari suatu industri seperti industri tekstil. Perubahan warna, bau,
secara langsung tanpa adanya pengolahan limbah terlebih dahulu. Polusi atau
hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
pertanian tanpa melalui proses pengolahan dan pencemaran air sungai karena
laut berkurang. Ada 5 logam yang berbahaya pada manusia yaitu Pb dan Cd
(As). Cadmium (Cd), timbal (Pb), mercuri (Hg) dan besi (Fe). Logam berat
merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten) dan dapat terakumulasi
polutan yang terkandung pada air tawar. Bioindikator dalam hal ini
perairan serta perubahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Ikan mujair
toleransi yang besar terhadap kadar garam atau kadar salinitas di perairan
ikan mujair akan memakan tumbuhan, cacing dan plankton beserta ikan-ikan
kecil sehingga bioakumulasi logam berat yang akan diterima ikan mujair
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Maret 2020 pukul 10.30-
selesai WITA dan bertempat di Laboratorium Biologi Unit Lahan Basah dan
Oleo, Kendari.
B. Alat Praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
C.Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan Kegunaan
No. Bahan Jumlah Kegunaan
1 2 3 4
1. Ikan mujair (Oreochromis 5 ekor Sebagai objek pengamatan
mosambiccus)
2. Bahan kimia (oli, bensin, Ml Sebagai toksik bagi ikan
solar, formalin, bayclin
dan minyak tanah).
3. Lakban - Sebagai bahan perekat
selang
4. Air laut mL Sebagai parameter fisik
D. Prosedur Kerja
selama 1 minggu
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4.
70
Bensin
60
50 Formalin
40 Solar
30 Bayclin
20
Minyak tanah
10
0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan
50 Bensin
40 Formalin
30 Solar
20 Bayclin
10 Minyak tanah
0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan
60
Oli
Jumlah Pergerakan
50
Bensin
40
Formalin
30 Solar
20 Bayclin
10 Minyak tanah
Kontrol
0
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan
35
Bensin
30
25 Formalin
20 Solar
15 Bayclin
10
Minyak tanah
5
0 Kontrol
Sabtu Minggu Senin Selasa
Hari pengamatan
studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat kimia atau
racun dari suatu senyawa ditentukan oleh dosis, kosentrasi racun direseptor,
mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya dari suatu zat terhadap manusia
dan lingkungannya.
sebagai objek pengamatan yang nantinya akan dimasukkan berbagai zat kimia
perubahan salinitas yang cukup ekstrim. Zat kimia yang akan dimasukkan
kedalam baskom atau aquarium yaitu oli, bensin, solar, formalin, bayclin dan
sub letal (mematikan dengan cara tidak langsung). Pengaruh subletal minyak
terhadap organisme laut sangat tergantung pada kadar dan struktur molekul
minyak. Kandungan yang terdapat pada bahan bakar minyak ini yaitu zat lain,
pertama yang menggunakan toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 24 dan
75% yaitu 92, toksik bensin dengan pergerakan 25% yaitu 64 dan 75% yaitu
77, toksik fomalin dengan pergerakan 25% yaitu 54 dan 75% 42, toksik solar
dengan pergerakan 25% yaitu 25 dan 75% yaitu 31, tosik bayclin dengan
pergerakan 25% yaitu 59 dan 75% yaitu 71, toksik minyak tanah dengan
toksik oli, bensin, formalin, solar, bayclin dengan pergerakan 25% dan 75%
yaitu mati, yang menggunakan toksik minyak tanah dengan pergerakan 25%
4 hari. Pengamatan ekor ikan mujair pada hari pertama yang menggukan
toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 12 dan 75% yaitu 36, toksik bensin
dengan pergerakan 25% yaitu 70 dan 75% yaitu 26, toksik fomalin dengan
pergerakan 25% yaitu 52 dan 75% yaitu 48, toksik solar dengan pergerakan
25% yaitu 10 dan 75% yaitu 12, tosik bayclin dengan pergerakan 25% yaitu
35 dan 75% yaitu 41, toksik minyak tanah dengan pergerakan 25% yaitu 16
dana 75% yaitu 20 sedangkan control yaitu 23. Pengamatan ekor yang
dilakukan pada hari terakhir yang menggunakan toksik oli, bensin, formalin,
solar, bayclin dengan pergerakan 25% dan 75% yaitu mati, yang
menggunakan toksik minyak tanah dengan pergerakan 25% yaitu 33 dan 75%
masuknya zat tau komponen lain (polutan) ke dalam perairan sehingga mutu
air menurun. Komponen tersebut antara lain adalah unsur, energi dan zat
bersifat racun yang merugikan dapat biota pada perairan. Bahan pencemar
senyawa anorganik atau mineral, bahan pencemar organik yang tidak dapat
pencemar berupa endapan atau sedimen dan bahan pencemar berupa kondisi
A. Simpulan
dan bau sedangkan ikannya mati dan terdapat belatung di dalam tubuhnya
setelah dilakukan pembelahan. Hal ini terjadi karena adanya pemberian zat
2. Jumlah pergerakan operculum pada hari pertama sampai hari ke- yaitu pada
hari pertama menggunakan toksik oli dengan pergerakan 25% yaitu 24 dan
75% yaitu 92, toksik bensin dengan pergerakan 25% yaitu 64 dan 75%
yaitu 77, toksik fomalin dengan pergerakan 25% yaitu 54 dan 75% 42,
toksik solar dengan pergerakan 25% yaitu 25 dan 75% yaitu 31, tosik
bayclin dengan pergerakan 25% yaitu 59 dan 75% yaitu 71, toksik minyak
pergerakan 25% dan 75% yaitu mati, yang menggunakan toksik minyak
tanah dengan pergerakan 25% dan 75% yaitu 80 sedangkan kontrol yaitu 3.
1.
B. Saran
2. Saran untuk asisten yaitu agar selalu sabar dan semangat dalam
Ainuddin dan Widyawati. 2017. Studi Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di
Perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Jurnal Ecosystem. 17(1): 1-2
GAMBAR
1. Kontrol
2. Oli
3. Bensin
4. Solar
5. Formalin
6. Bayclin
7. Minyak Tanah
Maya Santi
Asisten pembimbing
Kelompok 2
1. Ella Sri Andani
2. Fitrah Aulia Ramadhani
3. Nur Aeni
4. Nur Auliyah Habibah
5. Reza
6. Sadam
7. Siti Nurhidaya
8. Yuyun Puspita Sari
653
STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DI PERAIRAN
SUNGAI TABOBO KECAMATAN MALIFUT
KABUPATEN HALMAHERA UTARA
Oleh:
Ainuddin, Widyawati
Email: ahmad_ainuddin@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat merkuri (Hg) di
perairan Sungai Tabobo Kecamatan Malifut dan sekaligus untuk mengetahui kualitas air Sungai
Tabobo Kecamatan Malifut Kabupaten Halmahera Utara.
Pengukuran parameter suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut dan kekeruhan menunjukkan
bahwa kualitas perairan lokasi perairan masih layak untuk kehidupan bagi organisme perairan
dan kandungan logam berat merkuri sangat kecil ditemukan yaitu dengan nilai rata-rata 0,00484
ppb.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar merkuri (Hg) dalam perairan Sungai
Tabobo belum melewati Nilai Ambang Batas sesuai Baku Mutu air.
Kata Kunci: Sungai Tabobo, Merkuri (Hg), Parameter Kualitas Air dan Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA).
Abstract
Lake Rawapening has potential as an aquaculture development especially for caged aquaculture activities.
Water quality is one of the important requirements in aquaculture bussiness sustainability and safe fish production
for human consumption. Previous researches showed that the cage regions of Lake Rawapening have decreased its
water quality in the presence of heavy metal content of Pb, Cd, Cr and Cu in water, sediment and tilapia
(Oreochromis niloticus Linn.). This research aimed to determine the value of bio-concentration factors of heavy
metals Pb, Cd, Cr and Cu in tilapia (Oreochromis niloticus Linn.) which is cultured in cages Lake Rawapening and
maximum daily consumption of tilapia that is safe for human consumption. Sampling was done by purposive
random sampling at three cages stations. The results showed that the highest BCF values of heavy metals in tilapia
(Oreochromis niloticus Linn.) was on Cu 146-172, while the lowest metal on Cd metal 1.25-2. According to the
category of the BCF rate, Cu was categorized as moderately accumulated, whereas Pb, Cd, and Cr were categorized
as low accumulated. so that farmed tilapia cages are suitable for consumption. Daily consumption of farmed tilapia
in Lake Rawapening was maximum 1,4 kg/day
Abstrak
Danau Rawapening memiliki potensi sebagai tempat pengembangan perikanan darat terutama untuk kegiatan
perikanan budidaya karamba. Kualitas perairan merupakan salah satu syarat penting dalam keberlanjutan usaha
budidaya perikanan dan hasil produksi ikan yang masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa kawasan karamba Danau Rawapening telah mengalami penurunan kualitas air
dengan adanya kandungan logam berat Pb, Cd, Cr dan Cu pada perairan, sedimen dan ikan nila (Orechromis
niloticus Linn.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai biokonsentrasi faktor logam berat Pb, Cd, Cr dan Cu
pada ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) yang dibudidayakan di karamba Danau Rawapening dan batas
maksimum harian konsumsi ikan nila yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Pengambilan sampel dilakukan
secara purposive random sampling pada tiga stasiun karamba. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCF logam berat
pada ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) tertinggi pada logam Cu yaitu 146-172 sedangkan terendah pada logam
Cd yaitu 1.25-2. Berdasarkan kategori nilai BCF logam Cu termasuk dalam kategori akumulasi sedang sedangkan
logam Pb, Cd dan Cr dalam kategori akumulasi rendah, sehingga ikan nila hasil budidaya karamba masih layak
untuk dikonsumsi. Konsumsi harian ikan nila yang dibudidayakan di Danau Rawapening maksimum adalah 1,4
kg/hari.
STIKes SUMUT
Jln. Let. Jend Jamin Ginting Km 12.5 Kel. Laucih.
e-mail : srimalem_indirawati@yahoo.co.id
ABSTRACT
Sea water pollution especially heavy metals has occurred in the Belawan waters.
Previous research has found evidence of Pb and Cd metal pollution in sediments and marine
biota. Heavy metal pollution is accumulative so that if it is not managed then it is feared will
have an impact on public health, especially people living around the coastal area. This study
aims to measure the burden of heavy metal pollution on coastal areas and identify public
complaints related to the impact of heavy metal pollution. The research was conducted in 3
(three) sub-districts, namely Medan Belawan, Medan Marelan and Medan Labuhan sub-
districts and represented by each village in the belawan area. The sample is sea water and
community of 300 households. The average yield of Pb contamination in Medan Labuhan
Subdistrict and Medan Belawan is
0.052 mg / l, Medan Marelan 0.057 mg / l. Average Cd in Medan Labuhan Sub-district 0.0029
mg / ml, Medan Belawan 0.0042 and Medan Marelan 0.0023 mg / ml. The concentrations of
Pb and Cd have exceeded the environmental quality standard. Community complaints found
were diarrhea (35%) and skin diseases (30%) and other disease complaints. Environmental
management needs to be done as an effort to minimize heavy metal pollution in Belawan
coastal area.
People near Rawapening usually make a living by doing agricultural, livestock and
fishing in Rawapening. However, some of these activities can increare the copper
pollution in the lake's water. On the other hand, water qualities are one of the most
important factors in fishery, because it can have an effect to human’s health. The
aim of this research is to know the bioconcentration value of copper in Oreochromis
mossambicus at Rawapening and maximum limit of daily consumption of fish which
is safe for human. Sampling was done by purposive sampling by buying catches to
fishermen directly and through collectors. Measurement of copper concentration in
water and fish used the Atomic Absorption Spectrophotometry method.
Concentration of copper in water at Rawapening has exceeded the quality standard
of government regulation in Indonesia Number 82 of 2001 which was equal to 0.063
mg/l. Consentration of copper in Oreochromis mossambicus has exceeded the
quality standard of Indonesia National Standard which was equal to 0.6 mg/kg.
Bioconcentration of Oreochromis mossambicus in Rawapening was equal to 10.26.
The BCF category the Cu metals fall into the category of low accumulation. The
maximum daily consumption limit of catch fish in Rawapening was 3.280 g/day for
adult women and 3.900 grams/day for adult men. The average consumption of
Rawapening community was 218±37 grams/day and the median value 225±37
grams/day. This research can be concluded that copper have low category
accumulation and average daily consumption of people near Rawapening remains
below the safe limit.
PENDAHULUAN
Danau Rawapening merupakan dari sembilan sub daerah aliran sungai
badan air permukaan alami yang (DAS). Kegiatan masyarakat yang
terletak di Kabupaten Semarang. dilakukan di sekitar Danau Rawapening
Danau tersebut dikelilingi oleh empat seperti industri kayu, perkebunan,
kecamatan yaitu Kecamatan irigasi persawahan, pembuangan
Ambarawa, Kecamatan Tuntang, limbah cair rumah tangga, perikanan,
Kecamatan Bawen dan Kecamatan dan pariwisata dapat menyebabkan
Banyubiru. Sumber air Danau kontaminasi logam berat Cu di perairan
1
Rawapening berasal dari air hujan, air danau.
tanah, dan aliran sungai yang berasal
kepada masyarakat sekitar ataupun
Penelitian yang dilakukan oleh dikonsumsi sendiri.
Marthana di Danau Rawapening pada Ikan mujair merupakan jenis ikan
tahun 2014 mendapatkan hasil bahwa omnivora sehingga di dalam
kandungan logam berat Cu dalam air ekosistem Danau Rawapening ikan
telah melampaui baku mutu PPRI tersebut berada pada tingkat trofik 1.
No.81 Tahun 2001 yaitu sebesar 2,032 Selain memakan tumbuhan, cacing,
mg/, sedangkan baku mutu kandungan
dan plankton, ikan mujair juga
Cu untuk perairan kelas II pada
memangsa ikan-ikan yang berukuran
Peraturan Pemerintah Republik
lebih kecil dari tubuhnya. Hal tersebut
Indonesia Nomor 82 tahun 2001 adalah
2,3 menyebabkan akumulasi logam berat
sebesar 0,02 mg/l. Setelah dilakukan pada tubuh ikan mujair menjadi lebih
pengukuran terhadap kadar tembaga tinggi karena terjadi penumpukkan
(Cu) dalam air Danau Rawapening logam yang berasal dari kandungan
pada tanggal 10 – 13 Maret 2018, logam dalam tubuh biota-biota air lain.
diperoleh hasil bahwa terjadi
Logam berat yang masuk ke dalam
peningkatan kandungan logam berat
ikan tersebut akan terakumulasi dalam
tembaga (Cu) di Danau Rawapening 6
waktu yang cukup lama.
dari pengukuran yang pernah dilakukan
Tembaga yang terkandung di
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan
dalam tubuh ikan akan dikonsumsi
oleh Soeprobowati pada tahun 2011
manusia melalui jalur oral. Kemudian
mendapatkan hasil kandungan
tembaga tersebut secara cepat
tembaga (Cu) pada air Danau
Rawapening sebesar 0,049 mg/l memasuki aliran darah dan
4 didistribusikan ke seluruh tubuh.
menjadi 0,063 mg/l. Meskipun tembaga merupakan salah
Kontaminasi logam berat Cu di satu logam esensial yang dibutuhkan
Danau Rawapening sangat oleh manusia untuk metabolisme
berpengaruh terhadap hasil produksi dalam hemoglobin dan dapat
ikan tangkap yang biasa digunakan diekskresikan melalui rambut,
masyarakat setempat sebagai mata keringat, darah menstruasi, feses
pencaharian. Logam berat yang serta urine akan tetapi proses tersebut
berada di dalam air dapat membutuhkan waktu yang cukup lama
terakumulasi di dalam tubuh sehinga logam berat tersebut dapat
organisme air, akumulasi ini dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh
terjadi secara langsung (masuk terutama pada bagian hati dan ginjal.
malalui insang dan kulit) atau biasa Oleh sebab itu, apabila konsentrasi
disebut dengan biokonsentrasi logam tembaga yang masuk ke dalam
maupun secara tidak langsung atau tubuh tinggi maka tembaga tersebut
biomagnifikasi (masuk malalui jalur akan bersifat racun di dalam tubuh
5
oral). karena akan sulit tereksresikan.
7
Ikan mujair (Oreochromis Pengukuran nilai biokosentrasi
mossambicus) merupakan ikan yang tembaga (Cu) diperlukan untuk
mayoritas didapatkan oleh para melihat tingkat akumulasi ikan mujair
pemancing di Danau Rawapening. terhadap logam tembaga (Cu) di
Ikan mujair yang didapat oleh para dalam tubuhnya sehingga dapat
nelayan biasanya langsung dijual melihat tingkat pencemaran tembaga
Unnes J Life Sci 2 (1) (2013)
Abstract
Kaligarang river is the river which is very important to the life of residents in the city of Semarang. In
addition to the community, industry was-industry along the river is also used Kaligarang River water
for the production process, as well as the disposal of waste at the end of the production process. Fish as
one of the aquatic biota is often used as an indicator of the level of contamination that occurred in the
waters. This study used exploratory design as seen from the level of heavy metal pollution using fish as
indicators. Sampling was taken every 2-3 weeks for a period of one month in November-December
2012. The data in this study was qualitative data in the form of the damage fish gills mikroantomi
indicated heavy metals were then linked to environmental factors include temperature, pH, BOD,
COD.Based on observations of fish gills mikroanatomi indicate mikroanatomi damage to the level of
necrosis. Based on these criteria indicated that the level of pollution in a state Kaligarang river polluted
with moderate to heavy.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6
Gedung D6 Lt.1, Jl. Raya Sekaran,
Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229
E-mail: nanangsetya12@gmail.com
(0,03) yang terkandung dalam air (Budiarti
2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Robbins dan Kumar, 1995 yang menyatakan
terjadinya kerusakan insang dari edema sampai ke
tingkat nekrosis sebagai bentuk adaptasi sel untuk
bertahan hidup akibat pengaruh dari bahan
toksik, seperti bahan kimia dan logam
berat.
Proses masuknya zat toksik menurut
Palar (1994) adalah ion-ion logam dapat
membentuk ion-ion logam yang dapat larut dalam
lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam
lemak itu mampu melakukan penetrasi pada
membrane sel, sehingga ion-ion logam tersebut
akan menumpuk (terakumulasi)
didalam sel dan organ-organ lain. Menurut
Tandjung (1982) terjadinya perubahan struktur
mikroanatomi tersebut menunjukan telah terjadi
kontaminasi tetapi belum ada pencemaran. Adanya
edema, menyebabkan eritrosit menjadi mudah
pecah dan berubah bentuk karena kekurangan
oksigen, sehingga dapat menyebabkan
kematian ikan.
Pada penelitian ini terjadinya edema maupun
hiperplasia karena habitat ikan yang diduga
tercemar oleh limbah dari buangan industri.
Senyawa toksik masuk melalui insang, hal ini
sesuai dengan pernyataan (Connel, 1995) bahwa
pengambilan bahan toksik oleh mahkluk hidup air
melalui tiga proses utama yaitu: (1) dari air
melalui permukaan pernapasan
(misalnya insang), (2) penyerapan dari air ke dalam
permukaan, dan (3) dari makanan, partikel air
yang dicerna melalui pencernaan. Senyawa toksik
maupun organik terlarut
menyebabkan iritasi pada insang dan lamella
insang menjadi tertutup, hal ini menyebabkan
Berdasarkan hasil pengamatan di bawah proses pernapasan ikut terganggu.
mikroskop dengan perbesaran 10x40 ditemukan Kerusakan lainnya pada insang ikan yaitu
kerusakan mikroanatomi insang ikan yang nekrosis. Nekrosis yang dimaksud adalah
terindikasi logam berat. Kerusakan kematian sel, mengakibatkan jaringan insang tidak
mikroanatomi insang ikan dapat dilihat pada berbentuk utuh lagi. Menurut Plumb (1994),
Gambar 1, 2 dan 3. nekrosis ditandai dengan adanya
Terjadinya kerusakan mikroanatomi kematian sel-sel atau jaringan yang menyertai
insang ikan dari edema lamella sekunder sampai ke degenerasi sel pada setiap kehidupan hewan dan
tingkatan nekrosis diduga disebabkan oleh materi merupakan tahap akhir degenerasi yang
tersupsensi/pertikel logam berat seperti Hg (0,001 irreversibel. Karakteristik dari jaringan nekrotik,
mg/L), Cd (0,005 mg/L) dan Pb yaitu memiliki warna yang lebih pucat darI