Anda di halaman 1dari 9

CASE STUDY

DAMPAK BAHAN XENOBIOTIK LEVEL POPULASI PERAIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan xenobiotik adalah senyawa kimia yang ditemukan dalam lingkungan, terutama
yang dihasilkan oleh manusia dan tidak biasa dalam ekosistem tertentu. Dampak bahan
xenobiotik terhadap tingkat populasi dapat sangat bervariasi tergantung pada jenisnya.
Misalnya, beberapa bahan xenobiotik dapat menyebabkan penurunan populasi spesies
tertentu melalui kontaminasi lingkungan atau toksisitas langsung, sementara yang lain
mungkin mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencemaran adalah tindakan
mencemari atau mencemarkan; pengotoran. Oleh karena itu, pencemaran lingkungan bisa
diartikan sebagai pengotoran lingkungan yang terjadi akibat masuknya zat asing dalam
jumlah yang besar. Zat kimia ini bisa berasal dari aktivitas alamiah seperti geogenik atau
aktivitas buatan manusia yang merupakan sumber limbah atau sisa kegiatan manusia. Saat
ini, dalam ilmu lingkungan, terdapat dua istilah yang menggambarkan masuknya zat
asing ke lingkungan: polusi dan kontaminasi. Kontaminasi adalah keberadaan zat di
lingkungan di mana zat tersebut seharusnya tidak ada atau berada di atas batas
konsentrasi alamiahnya. Sedangkan polusi adalah kontaminasi yang dapat menimbulkan
efek biologis merugikan pada penduduk. Oleh karena itu, semua polutan dapat dianggap
sebagai kontaminan, tetapi tidak semua kontaminan adalah polutan.
Mengukur efek seperti yang dilakukan di laboratorium atau melakukan penilaian
toksisitas di lapangan serta mengamati status kesehatan penduduk yang terpapar suatu zat
adalah informasi kunci untuk menentukan apakah keberadaan zat tersebut bisa dianggap
sebagai polusi atau kontaminasi. Pengukuran zat di laboratorium mungkin bersifat
prediktif, namun kurang realistis, sementara pengukuran toksisitas di lapangan atau pada
manusia lebih realistis namun perlu diverifikasi di laboratorium. Oleh karena itu, kedua
metode diperlukan dalam menentukan hal ini.
Air sangat penting bagi kehidupan manusia, selain udara. Menurut laporan World Water
Development Report UNESCO, penggunaan air tawar secara global telah meningkat
enam kali lipat sejak 100 tahun terakhir dan terus meningkat sekitar 1% setiap tahun sejak
1980-an. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan populasi dan aktivitas produksi
seperti industri, pertanian, dan limbah perkotaan, yang menyebabkan dua masalah utama
dalam pengelolaan air: kuantitas dan kualitas. Kualitas air yang buruk dapat
menyebabkan berbagai penyakit baik secara akut maupun kronis. Kontaminasi kimia di
perairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti presipitasi, air limpasan, kebocoran
pipa limbah, dan intrusi air laut. Jenis kontaminan kimia yang mungkin masuk ke
lingkungan meliputi logam berat, senyawa organik volatil, senyawa organik persisten, dan
plastik.
Bahan kimia dan zat beracun dapat ditemukan di mana saja dalam kehidupan manusia di
seluruh dunia, baik di udara, air, tanah, tempat kerja, maupun rumah tangga. Kontaminasi
dalam jumlah besar menjadi perhatian bagi peneliti dan pembuat kebijakan di seluruh
dunia karena potensi dampak buruknya pada ekosistem dan kesehatan manusia di masa
depan. Berdasarkan data dari PBB dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir 25
juta orang keracunan pestisida dan setidaknya 200 ribu orang meninggal setiap tahunnya
akibat kasus keracunan pestisida. Akumulasi polutan beracun dan dampaknya pada
kesehatan menjadi salah satu masalah paling mendesak dalam tiga dekade terakhir, serta
menjadi bagian dari isu kesehatan global saat ini. Bab ini akan menekankan dampak
kontaminasi zat kimia dan beracun pada kesehatan manusia dan organisme akuatik,
metode atau indeks yang digunakan untuk menilai kualitas air, serta peraturan yang
mengatur konsentrasi zat kimia dan beracun di perairan.
Perbedaan antara bahan kimia dan bahan beracun dijelaskan oleh Goldman (2002), di
mana bahan kimia didefinisikan sebagai zat yang diproduksi, diproses, dan
dikomersialkan, termasuk yang digunakan sebagai pestisida, herbisida, obat-obatan, atau
bahan tambahan makanan. Bahan kimia mencakup berbagai zat seperti asam, alkali, gas,
logam, senyawa organik, dan anorganik. Sedangkan zat beracun termasuk pestisida
karena diproduksi dan dipasarkan berdasarkan toksisitasnya serta kemampuannya untuk
membunuh serangga dan tanaman yang tidak diinginkan dalam pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Dampak Bahan Xeniobiotik Level Populasi Bahan Kimia Di Perairan?
BAB II
PEMBAHASAN

Sistem ekologi perairan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, menurut (IGNOU
2018): 1) ekosistem perairan tawar, seperti danau, kolam, rawa, sungai, dan air sumur,
dan 2) ekosistem perairan laut, termasuk laut dan lautan terbuka, 3) ekosistem perairan
payau, seperti daerah pantai, rawa, hutan mangrove, dan rawa garam. Klasifikasi ini
didasarkan pada tingkat salinitas perairan. Ekosistem perairan tawar memiliki salinitas
yang sangat rendah, kurang dari 5 ppt (parts per thousands). Ekosistem perairan laut
memiliki salinitas sekitar atau lebih dari 35 ppt, sementara ekosistem perairan payau
memiliki salinitas antara 5 hingga 35 ppt. Setiap jenis ekosistem memiliki organisme
yang berbeda yang mendiami lingkungan tersebut. Organisme perairan biasanya dibagi
menjadi lima kategori.

a. Neuston merujuk pada organisme yang mengapung di permukaan air, di antara batas
air dan udara. Organisme-neuston ini tidak melekat pada substrat tertentu di
permukaan air dan bisa berupa hewan atau tumbuhan. Contoh neuston meliputi
teratai, ganggang, eceng gondok, laba-laba air, protozoa, bakteri, dan serangga air.
b. Perifiton adalah organisme yang hidup menempel pada substrat di dalam air, seperti
batang tumbuhan air, daun, atau kayu. Organisme perifiton umumnya terdiri dari
Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Dynophyceae, dan
Xanthophyceae.
c. Plankton adalah kelompok organisme mikroskopis, baik hewan maupun tumbuhan,
yang terdapat di ekosistem perairan. Ini termasuk fitoplankton (tumbuhan
mikroskopis) dan zooplankton (hewan mikroskopis).
d. Nekton adalah organisme akuatik yang memiliki kemampuan untuk berenang dan
bergerak secara bebas di dalam perairan. Contoh nekton meliputi ikan, singa laut,
paus, dan lainnya.
e. Benthos, atau organisme benthik, adalah organisme yang hidup di dasar perairan,
dekat dengan sedimen, pasir, atau lumpur. Organisme benthos biasanya memiliki
pergerakan yang terbatas, seperti kerang, tiram, dan siput laut.
Di Depok mengenai efek bahan xenobiotik terhadap populasi organisme di perairan,
penelitian dapat difokuskan pada penggunaan pestisida di sekitar area pertanian Depok.
Jika penggunaan pestisida berlebihan, dapat mempengaruhi ekosistem perairan di
sekitarnya.

Dalam penelitian ini, dilakukan survei terhadap variasi spesies ikan dan organisme
perairan lainnya sebelum dan setelah penggunaan pestisida meningkat. Penurunan yang
signifikan dapat menjadi indikasi bahwa bahan xenobiotik dari pestisida telah berdampak
negatif terhadap ekosistem perairan di Depok.

Selain itu, pemeriksaan terhadap kualitas air dari segi fisik dan kimia juga dapat
dilakukan untuk melihat apakah terjadi peningkatan konsentrasi bahan xenobiotik setelah
penggunaan pestisida. Hal ini akan membantu dalam pemahaman lebih lanjut mengenai
dampak lingkungan dari penggunaan pestisida di wilayah tersebut. Berikut interpretasi
yang dilakukan wilayah Depok
Ekosistem perairan tawar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis:

1. Ekosistem perairan lentik, yang ditandai oleh kurangnya arus air atau air yang hanya
menggenang. Contohnya termasuk danau, kolam, rawa, dan bendungan.

2. Ekosistem perairan lotik, yang dicirikan oleh adanya aliran air yang bergerak. Contoh
ekosistem lotik meliputi sungai dan mata air. Organisme yang mendiami ekosistem perairan
lotik cenderung lebih heterogen daripada yang hidup di ekosistem perairan lentik.

Dampak kesehatan manusia dari zat kimia dapat bervariasi karena interaksi yang beragam
antara zat kimia dan organisme hidup. Ketika mempertimbangkan dua bahan kimia, keduanya
dapat saling berinteraksi di tempat yang sama, seperti reseptor dan enzim. Interaksi tersebut
dapat bersifat aditif jika keduanya mengaktifkan target yang sama, atau bersifat oklusif jika
satu zat mengaktifkan target sementara yang lain mengikat tanpa mengaktifkan target
tersebut. Selain itu, zat kimia juga dapat berinteraksi dengan berbagai cara dalam tubuh
organisme, yang dapat mempengaruhi perubahan ekspresi gen, tingkat konsentrasi ion
intraseluler, metabolisme seluler, atau produksi regulator seluler. Beberapa zat kimia hanya
memiliki satu target sel, sementara yang lain dapat menyerang beberapa target dalam sel yang
sama. Hasil dari interaksi ini dapat menyebabkan berbagai penyakit pada organisme, seperti
kerusakan pada sistem saraf akibat pajanan merkuri dan timbal, atau kerusakan hati akibat
pajanan kadmium

Efek toksik dari zat kimia tersebut dapat berbeda tergantung pada organ yang terpengaruh.
Sebagai contoh, bentuk toksik dari logam berat kadmium adalah dalam bentuk ionnya
(Cd2+). Ion ini dapat menyebabkan perubahan aktivitas mitokondria, pembentukan stres
oksidatif, gangguan interaksi dengan saluran ion, dan transporter lainnya. Ion kadmium juga
dapat bersaing dengan ion logam lain seperti seng dan kalsium, mengganggu homeostasis
seluler. Mekanisme toksisitas utama dari logam kadmium biasanya melibatkan kematian sel
akibat produksi berlebihan stres oksidatif.

Dampak ekologis dari kontaminasi bahan kimia dan zat beracun terhadap perairan tidak
hanya berdampak buruk pada kesehatan manusia, tetapi juga pada organisme hidup di
dalamnya. Telah terbukti bahwa kontaminasi zat toksik dari residu pestisida seperti karbaril,
diuron, dan klorpirifos dapat menyebabkan kematian pada organisme seperti Daphnia magna
dan ikan pada konsentrasi rendah, yaitu 0.001 dan 0.08 μmol/L. Beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa akumulasi logam berat dalam sedimen dapat secara langsung
mengganggu ekosistem perairan dengan memengaruhi organisme bentik serta organisme lain
melalui rantai makanan. Akumulasi berlebihan dari unsur besi (Fe), meskipun esensial, dapat
mengganggu proses sintesis hemoglobin dan sel darah pada ikan, serta menyebabkan
gangguan pada metabolisme dan osmoregulasi hewan air dan perubahannya pada kualitas dan
struktur habitat bentik dan sumber makanan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahan xenobiotik dan kontaminasi kimia merupakan masalah serius yang mempengaruhi
kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan perairan. Dampaknya dapat bervariasi
tergantung pada jenis bahan xenobiotik yang terlibat dan tingkat kontaminasi yang terjadi.
Organisme perairan, termasuk neuston, perifiton, plankton, nekton, dan benthos, semuanya
rentan terhadap efek negatif dari kontaminasi kimia.

Dampak kesehatan manusia juga sangat penting, terutama karena konsumsi air yang
terkontaminasi dapat menyebabkan berbagai penyakit baik secara akut maupun kronis. Perlu
diperhatikan bahwa dampak toksik dari zat kimia dapat berbeda tergantung pada organ yang
terpengaruh, dan beberapa zat kimia bahkan dapat menyebabkan kematian sel.
3.2 Saran

1. Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengimplementasikan kebijakan yang ketat terkait
penggunaan bahan xenobiotik dan pengendalian pencemaran kimia dalam lingkungan
perairan.

2. Pentingnya pemantauan rutin terhadap kualitas air dan organisme perairan untuk
mengidentifikasi kontaminasi kimia yang mungkin terjadi.

3. Masyarakat perlu dilibatkan dalam upaya perlindungan lingkungan perairan, termasuk


dalam pengelolaan limbah dan penggunaan bahan kimia yang bertanggung jawab.

4. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang dari
kontaminasi kimia terhadap organisme perairan dan kesehatan manusia.

5. Edukasi publik tentang bahaya bahan xenobiotik dan pentingnya menjaga kualitas air perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran akan masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adeola FO (2021) Global Impact of Chemicals and Toxic Substances on Human Health and
the Environment. In: Haring R (ed) Handbook of Global Health. Springer
International Publishing, Cham, pp 2227–2256

Ahmad F (2013) Distribusi dan prediksi tingkat pencemaran logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn,
dan Ni) dalam sedimen di perairan pulau Bangka menggunakan indeks beban
pencemaran dan indeks geoakumulasi. J Ilmu dan Teknol Kelaut Trop 5:170–181

Astuti RDP, Mallongi A (2020) Using System Dynamic Modeling for Improving Water
Security in the Coastal Area: A Literature Review. Open Access Maced J Med Sci
8:143–154. htt ps://doi.org/10.3889/oamjms.2020.4395
Astuti RDP, Mallongi A, Amiruddin R, et al (2021a) Risk identifi cation of heavy metals in
well water surrounds watershed area of Pangkajene, Indonesia. Gac Sanit 35:S33–
S37. htt ps://doi.org/10.1016/j.gaceta.2020.12.010

Anda mungkin juga menyukai