Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut (Ruelas-leyva et al., 2017), pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya
menyebabkan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga mengakibatkan peningkatan
pencemaran air yang terjadi karena aktivitas pertanian, aktivitas mineral, industri pengolahan, dan
sistem pembuangan air limbah yang termasuk diantaranya. Sehingga perlu dilakukan pengolahan
terhadap pencemar tersebut untuk mendukung kebutuhan air bersih. Untuk mengolah bahan pencemar
tersebut diperlukan pengolahan limbah salah satunya dengan pengolahan limbah dengan teknik
koagulasi-flokulasi.
Pengolahan limbah cair industri diantaranya menggunakan teknik secara fisika-kimia yaitu
sedimentasi, koagulasi dan presipitasi, adsorpsi, oksidasi kimia dan filtrasi membran. Diantara metode
fisika-kimia, teknik pemisahan koagulasi / flokulasi paling banyak digunakan untuk menghilangkan
suspensi dan padatan terlarut dan bahan organik dari air limbah. Flokulasi merupakan fenomena
penting dalam pengolahan air limbah industri. Polimer organik flokulan banyak digunakan saat ini
karena kemampuannya yang luar biasa untuk flokulasi efisien dengan dosis rendah dibandingkan
dengan koagulan anorganik (garam dari logam multivalen) yang umum digunakan (karena biayanya
yang rendah dan kemudahan penggunaan) tetapi memiliki flokulasi yang rendah efisiensi dan
menyajikan konsentrasi sisa logam dalam air yang diolah. (Nechita, 2017).
Koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi-flokulasi ada 2 macam yaitu sintesis dan
alami. Contoh koagulan alami adalah kitosan. Kitosan adalah polisakarida amino yang diperoleh dari
proses deasetilasi kitin, yang selain selulosa, merupakan polimer alami paling umum di dunia. Sumber
utama kitosan adalah organisme yang hidup di air laut seperti udang, kepiting, dan cangkang lobster.
Kitosan memiliki struktur yang mirip dengan kitin dan selulosa serta memiliki sifat yang unik
dibandingkan dengan biopolimer lainnya, namun kitosan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam
media larutan asam daripada polimer prekursornya (kitin) dan selulosa, dimana keberadaan gugus
amina dan gugus hidroksil primer dan sekunder yang terdapat dalam kitosan yang berfungsi untuk
menghilangkan polutan dalam limbah. Keunggulan utama kitosan adalah tidak beracun, tidak
berbahaya bagi kesehatan manusia, polimer kationik linier dengan berat molekul tinggi dan
kemampuan terurai secara hayati (Abdullah,2019).
Penelitian (Renault et al., 2009) tentang pemanfaatan koagulan kitosan telah dilakukan
membandingkan kinerja kitosan & PAC (Poly-Aluminium Chloride) sebagai agen flokulasi limbah
untuk industri kertas menghasilkan PAC memungkinkan pengurangan 40–45% dalam bahan kimia
kebutuhan oksigen (COD) dan 55-60% dalam kekeruhan. Hasilnya sangat bergantung pada suhu.
Efisiensi proses dengan kitosan adalah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan PAC dan dengan
diamati pada kitosan tidak ada pengaruh suhu. Kitosan memungkinkan pengurangan lebih banyak dari
80% COD dan lebih dari 85% kekeruhan & juga menghilangkan warna sisa dan menyebabkan
penurunan yang signifikan pada jumlah logam berat yang ada dalam limbah.
Penelitian lain (Thirugnanasambandham et al., 2014) yaitu tentang dosis kitosan yang
menjadi salah satu variabel proses penting untuk koagulasi proses dan itu terkait dengan efisiensi
penghilangan kekeruhan, BOD dan COD. Seperti dapat dilihat pada hasil penelitian, efisiensi
penghilangan meningkat secara cepat dengan meningkatkan dosis kitosan dalam kisaran 1,2–1,8 g/L.
Fenomena ini dapat dijelaskan dengan meningkatnya jumlah situs reaktif yang tersedia untuk proses
koagulasi dengan peningkatan dosis kitosan yang cukup banyak meningkatkan jumlah bahan organik
yang dapat diserap yaitu 25,26. Dosis kitosan di atas 1,8 g/L memiliki efek yang dapat diabaikan pada
pembuangan efisiensi kekeruhan, BOD dan COD.
Selain itu, banyak bidang yang menjelaskan dalam publikasi ilmiah tentang penggunaan kitin,
kitosan dan sejenis turunannya. Pengolahan air limbah menggunakan kitin atau kitosan salah satu
aplikasi penting. Berdasarkan banyaknya penelitian dari penggunaan kitosan sebagai koagulan dalam
menurunkan air limbah industri, hal tersebut mendorong untuk dilakukan studi literatur untuk
mengetahui kandungan jenis bahan kitosan yang paling efektif untuk digunakan sebagai koagulan
dalam menurunkan TSS dan COD serta membandingkan pengaruh dosis,waktu kontak, & kecepatan
pengadukan kitosan yang digunakan dalam proses koagulasi-flokulasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dibahas diatas tentang kemampuan koagulan kitosan
dalam menurunkan TSS dan COD kekeruhan limbah cair , maka diambil beberapa rumusan masalah,
antara lain
1. Bahan kitosan apa yang paling efektif untuk pengolahan limbah cair industri serta jenis
limbah cair apa yang mengalami penurunan TSS dan COD paling tinggi ?
2. Seberapa besar pengaruh dosis koagulan yang diberikan terhadap penurunan TSS dan COD
dalam pengolahan limbah cair industri?
3. Seberapa besar pengaruh waktu kontak terhadap penurunan TSS dan COD dalam pengolahan
limbah cair industri?
4. Seberapa besar pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penurunan TSS dan COD dalam
pengolahan limbah cair industri?

1.3 Tujuan Studi Literatur

Studi literatur ini dibuat mempunyai beberapa tujuan, antara lain :


1. Untuk mengetahui bahan kitosan yang paling efektif serta jenis limbah cair yang mengalami
penurunan TSS dan COD paling tinggi.
2. Untuk mengetahui pengaruh dosis koagulan terhadap penurunan TSS dan COD dalam
pengolahan limbah cair industri.
3. Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak koagulan terhadap penurunan TSS dan COD
pengolahan limbah cair industri.
4. Untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penurunan TSS dan COD
pengolahan limbah cair industri.

I.4 Manfaat Studi Literatur

Selain tujuan diatas, studi literatur ini juga mempunyai beberapa manfaat untuk pembaca, antara
lain :

1. Mengetahui peranan limbah dari hewan bercangkang terutama jenis arthopoda yang dapat
dijadikan sebagai kitosan sehingga memiliki nilai guna.
2. Meningkatkan kesadaran untuk memanfaatkan limbah hewan bercangkang sebagai upaya
mengurangi sampah.
3. Memberikan pengetahuan tentang pengolahan limbah menggunakan kitosan untuk
mengurangi nilai TSS dan COD agar limbah cair yang dibuang lebih aman bagi lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kitosan


Menurut (Soviana et al., 2020), salah satu biokoagulan yang sering digunakan dalam pengolahan
limbah cair adalah kitosan. Karakteristik kitosan yang termasuk bahan kimia multiguna berbentuk
serat dan kopolimer berbentuk tipis, berwarna putih atau kuning, serta tidak berbau. Kitosan dibuat
dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa kuat. Kitosan termasuk
polisakarida serbaguna yang tersebar luas di alam (terbanyak kedua biopolimer setelah selulosa) yang
diproduksi oleh basa N-deasetilasi kitin. Banyak aplikasi bidang yang dijelaskan dalam publikasi
ilmiah tentang penggunaan kitin, kitosan dan sejenisnya turunan. Pengolahan air limbah
menggunakan kitin atau kitosan salah satu aplikasi penting. Berdasarkan hal tersebut, banyak
penelitian penelitian yang menyoroti kemampuan biosorben kitosan dan kompositnya untuk
menghilangkan polutan dari air limbah. Mereka bisa digunakan sebagai agen koagulasi / flokulasi
untuk air limbah yang tercemar, dalam logam berat atau metalloid adsorpsi (Cu (II), Cd (II), Pb (II),
Fe (III), Zn (II), Cr (III), dll.) untuk menghilangkan zat warna dari air limbah industri (yaitu air
limbah tekstil) [6], serta untuk pembuangan lainnya polutan organik seperti pestisida organoklorida,
kotoran organik teroksidasi atau lemak dan minyak.
Di Indonesia sendiri, kitosan relatif mudah untuk diproduksi karena bahan bakunya mudah
didapatkan yang mana dihaasilkan dari limbah air laut, khususnya kulit udang, kepiting, rajungan,
lobster, kerang-kerangan, dll (Rochima et al. 2007). Bentuk fisik dari kitosan,kitin,& rajungan bisa
dilihat di Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kitosan (kiri), chitin (tengah), dan bahan baku rajungan (kanan)
Sumber : Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (2016)

2-asetamida-deoksi-α-D-glukosa yang dikenal dengan kitosan, yang mana memiliki gugus


amina yang membuat polimer ini bersifat polikationik sehingga memiliki potensial untuk
diaplikasikan dalam penggolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan, dan bioteknologi.
Struktur kitosan berbentuk aminopolisakarida hidrofilik linier dengan struktur kaku yang terdiri dari
unit glukosamin dan asetil glukosamin yang mana masing-masing unit glukosamin terdiri dari
kelompok amino bebas (-NH2). Karena memiliki gugus amino bebas, menyebabkan kitosan bersifat
polielektrolit yang bersifat multifungsi dan berperan dalam pembentuk flok (Mashitah et al., 2017).
Gambar struktur kitosan bisa dilihat di Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur Kitosan

Kitosan yang akan digunakan sebagai koagulan perlu diperhatikan juga standar dan
kandungannya agar kitosan yang telah dibuat bisa bekerja dengan maksimal. Tabel 2.1 menunjukkan
standar kandungan kitosan.

Tabel 2.1 Standar Kandungan Kitosan

Parameter Standar Protan Laboratorium (%)


Kadar Air < 10
Kadar Abu < 2,0
Protein < 5%
Randemen -
Kelarutan dalam Asam Asetat 2% Larut
Derajat Deasetilasi > 70
Sumber : Dompeipen (2016)
Standar SNI kitosan menurut Kementrian Kelautan & Perikanan RI bisa dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.2 Standar SNI Kitosan
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1Warna - Coklat muda sampai putih
2Fisika
-Kelarutan asam %
-Viskositas* cPs
-Benda asing - negatif
3 Kimia
-Kadar air % Maks 12
-Kadar abu % Maks 5
-Derajat deasetilasi % Min 75
-Nitrogen* % Maks 5
-Logam berat*
a. Arsen mg/kg Maks 5
b. Pb Mg/kg Maks 5
-pH 7-8
4 Mikrobiologi*
Escherechia coli APM/gram <3
Salmonella Per 25 gram Negativ
ALT Koloni/g Maks 1 x 103
CATATAN*) jika diperlukan
Berdasarkan penelitian Rani tahun 2010, kitosan sebagai koagulan yang baik jika mempunyai
derajat deasetilasi yang tinggi. Pada penelitian Putri, dkk tahun 2020, koagulan kitosan komersil dapat
menurunkan nilai COD dikarenakan pH yang mempengaruhi terbentuknya flok terutama pada kitosan
yang mempunyai nilai pH tertentu untuk melarutkan kitosan tersebut. Kitosan larut pada kebanyakan
larutan asam organik, seperti asam asetat, asam sitrat, asam format, asam piruvat, dan asam maleat
pada pH 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5. Semakin mudah larut suatu koagulan maka
semakin mudah terbentuknya ion polikatonik sehingga flok yang dihasilkan lebih banyak dan nilai
COD mengalami penurunan. Begitu pula dengan lamanya waktu flokulasi, semakin lama waktu
kontak semakin banyak terjadi tumbukkan sehingga flok ynag dihasilkan akan lebih banyak.
Selain dapat menurunkan nilai COD, kitosan juga dapat menurunkan nilai TSS. Karena
kitosan termasuk polisakarida alami non toxic, bersifat biodegradable dan memiliki gugus amina
(NH2) bebas membuat polimer ini bersifat polikatonik, sehingga muatan positif kitosan akan
menetralkan muatan negatif partikel koloid dan akan membentuk flok-flok yang nantinya mudah
diendapkan. Hasil analisa mutu kitosan dari sumber cangkang kepiting, limbah kulit udang,serta
limbah cangkang udang windu bisa dilihat pada tabel berikut yaitu tabel 2.3, tabel 2.4, serta tabel 2.5
Tabel 2.3 Hasil Analisis Mutu Kitosan Cangkang Kepiting

Parameter Hasil Analisis (%) Standart Mutu (%)


Kadar Air 6,35 Maks. 12*
Kadar Abu 2,54 Maks.5*
Kadar Protein 1,73 5*
Derajat Deastilasi 76,10 >60*
Keterangan : *Aisyah et al., (2017); **Dompeipen et al., (2016)

Tabel 2.4 Hasil Analisa Kualitas Kitosan dari Limbah Kulit Udang

Parameter Nilai (%)


Kadar Air 0,69
Kadar Protein 2,28
Kadar Mineral 0,55
Derajat Deasetilasi 75,45
Sumber : Prayudi dan Susanto (2000)

Tabel 2.5 Hasil Analisis Kitosan dari Limbah Cangkang Udang Windu (Panaeus monodon)

Parameter Nilai (%)


Rendemen 14
Kadar Air 12,29
Kadar Abu 0,99
Total Nitrogen 2,20
Kadar Lemak 3,13
Karbohidrat 81,39
Derajat Deasetilasi 98,65
Sumber : Cahyono (2018)

Menurut Bergamasco tahun 2011, kitosan sebagai koagulan memiliki beberapa kelebihan
antara lain tidak beracun bagi manusia karena dari bahna alami, mudah terurai (biodegradable),
mampu men-treatment partikel koloid, COD, dan logam berat yang terkandung dalam air limbah.
Penggunaan biokulan kitosan cukup efisien pada dosis rendah sehingga dapat mengurangi volume
lumpur (Renaur et al, 2009).

2.2 Pembuatan Kitosan

Kitosan dihasilkan dari proses deasetilasi kitin dengan penggunaan alkali kuat. Secara umum
pembuatan kitosan ada tiga tahap, yaitu deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi (Soviana, dkk,
2020).

2.2.1 Tahap Deproteinasi

Deproteinasi adalah tahap penghilangan protein. Tujuan dari tahap deproteinasi adalah
memutuskan protein yang terikat pada kitin. Protein yang terdapat pada kitin dapat mempercepat
tumbuhnya mikroorganisme pembusuk sehingga membuat kitin menjadi bau. Sehingga tahapan
deproteinasi dapat memperpanjang masa simpan kitin. Menurut Amalina tahun 2016, adanya
kandungan protein di dalam cangkang kepiting akan menurunkan kualitas kitin dan kitosan yang
diisolasi dari cangkang kepiting. Biasanya pada proses deproteinasi dilakukan dengan menambahkan
larutan natrium hidroksida (NaOH), sambil dipanaskan pad suhu yang tidak terlalu tinggi ± 60-70°C.
Reaksi deproteinasi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2.5 yaitu :

Gambar 2.5 Tahap Deproteinasi

2.2.2 Tahap Demineralisasi

Demineralisai adalah tahap penghilangan mineral. Menurut Aulia. Z tahun 2016, tujuan dari
tahap demineralisasi adalah memutuskan nineral-mineral yang ada dalam cangkang kepiting.
Kandungan mineral mineral yang terdapat pada cangkang kepiting yang paling besar adalah CaCO 3
(s). Mineral harus dihilangkan karena mineral akan membentuk pelindung yang menyebabkan
kecilnya daya serap apabila dimanfaatkan lebih lanjut. Mineral kalsium dalam cangkang akan
berikatan dengan ion klorin dalam asam korida membentuk garam kalsium klorida. Hasil reaksi
tersebut juga menghasilkan hasil samping berupa gas CO 2 dan air. Reaksi demineralisasi yang terjadi,
yatu :

CaCO3 (s) + 2 HCl (l) CaCl2 (l) + H2O (g) + CO2 (g)

2.2.3 Tahap Deasetilasi

Deasetilasi berujuan untuk mengubah kitin menjadi kitosan dengan cara mengubah gugus
asetamida (-NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH 2). Gugus asetamida cenderung lebih
tahan terhadap degradasi dalam suasana basa. Jadi, tahap deproteinasi dengan menggunakan basa
dengan konsentrasi tinggi. Ukuran besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida dikenal
dengan istilah derajat deasetilasi (DD). Derajt deasetilasi adalah salah satu karakteristik kimia yang
paling penting karena derajat deasetilasi mempengaruhi performa kitosan pada banyak aplikasinya
(Soviana, 2020).

Gambar 2.3 Mekanisme transformasi kitin menjadi kitosan

Derajat deasetilasi kitosan ditentukan menggunakan metode FTIR. Perhitungan derajat


daiasetilasi menggunakan metode base line yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Mohadi
et al., 2014) :

A 1559 100
DD=
[( )x
A 3572 1,33 ]
Dimana : DD = Derajat deasetilasi kitosan (%)
A1559 = Intensitas pita serapan gugus amida pada gelombang 1559 cm−1
A3572 = Intensitas pita serapan gugus hidroksil pada panjang gelombang 3572 cm−1
2.3 Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi yaitu proses pencampuran koagulan (bahan kimia) atau pengendap ke dalam air
baku dengan kecepatan perputaran yang tinggi dalam waktu yang singkat. Koagulan adalah bahan
kimia yang dibutuhkan pada air baku untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil
yang tidak dapat mengendap secara gravimetri. Koagulasi merupakan proses pengolahan air dimana
zat padat melayang ukuran sangat kecil dan koloid digabungkan dan membentuk flok-flok dengan
cara penambahan zat kimia (misalnya PAC dan taas). Dari proses ini diharapkan flok-flok yang
dihasilkan dapat disaring (Susanto, 2008).
Menurut Susanto tahun 2008, koagulasi bertujuan untuk mengubah partikel padatan dalam air
baku yang tidak bisa mengendap menjadi mudah mengendap. Hal ini karena adanya proses
pencampuran koagulan ke dalam air baku sehingga menyebabkan partikel padatan yang mempunyai
padatan ringan dan ukurannya kecil menjadi lebih berat dan ukurannya besar (flok) yang mudah
mengendap. Proses koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan dengan air
baku dan netralisai muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air baku terdapat partikel-partikel
kecil padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel ini cenderung untuk
saling tolak-menolak satu sama lainnya sehingga tetap stabil dalam bentuk tersuspensi atau koloid
dalam air. Netralisasi muatan negatif partikel-partikel padatan dilakukan dengan pembubuhan
koagulan bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan pengadukan secara cepat.
Flokulasi adalah pemyisihan kekekruhan air dengan cara pengumpulan partikel kecil menjadi
partikel yang lebih besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya flok. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan proses flokulasi adalah pengadukan secara lambat, keadaan ini memberi kesempatan
partikel melakukan kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan (agglomeration).
Pengadukan lambat ini dilakukan secara hati-hati karena flok-flok yang besar akan mudah pecah
melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi (Susanto, 2008).

Proses koagulasi-flokulasi berlangsung dalam dua tahap yaitu :


a. Proses pengadukan cepat
Proses pengadukan cepat bertujuan untuk meratakan campuran antara koagulan
dengan air buangan sehingga diperoleh suatu kondisi campuran yang homogen. Molekul-
molekul serta partikel-partikel yang bermuatan negatif dalam air seperti koloid akan terlihat
oleh molekul-molekul serta ion-ion yang bermuatan positif dari koagulan. Dalam proses
ppengadukan cepat diperlukan tenaga ynag kuat dan waktu pengadukan yang cepat karena
hidrolisa koagulasi terjadi sangat cepat dan destabilisasi partikel dalam aktu yang cepat. Aktu
yang diperlukan untuk pengadukan cepat anatar 1-5 menit, sedangkan gradien kecepatan >
300 det-1 (AWWA, 1964 dalam Elukurniati, 2010).
b. Proses pengadukan lambat
Proses pengadukan lambat bertujuan untk mendapatkan partikel-partikel flokulan
yang lebih besar dan lebih berat sehingga dapat mempercepat proses pengendapan. Waktu
yang diperlukan untuk mengadukan lambat antara 10 – 30 menit, sedangkan gradien
kecepatan 5 – 100 det-1 (AWWA, 1964 dalam Elykurniati, 2010).
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koalgulasi – flokulasi yang optimum
diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses
tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah :

1) Pengaruh pH
Menurut Susanto tahun 2008, suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna
jika pH yang digunakan pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan
flokulan yang digunakan.
2) Pengaruh Suhu Temperatur
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan viskositas dan
perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari saringan.
Sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke
dasar kolam dan merusak timbunan lumpur (Susanto, 2008).
3) Konsentrasi Koagulan
Konsentraasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel, sehingga
penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Begitu
juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak makaflok tidak terbentuk
denganbaik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali (Susanto, 2008).
4) Pegadukan
Menurut Susanto tahun 2008, pengadukan yang baik diperlukan koagulasi dan flokulasi
yang optimum. Pengadukan terlalu lambah mengakibatkan aktu pertumbuhan flok
menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-flok yang terbentuk
menjadi pecah kembali.

II.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian

Judul Nama Peneliti Hasil


Pemanfaatan Limbah Zainul Aulia, Endro (Aulia et al., 2016) melakukan
Cangkang Kepiting sebagai Ssutrisno, dan Mochtar penelitian bertujuan untuk mengetahui
Biokoagulan untuk Hadiwidodo efektifitas biokoagulan dari cangkang
Menurunkan Parameter Tahun : 2016 kepiting dalam menurunkan parameter
Judul Nama Peneliti Hasil
Pencemaran COD dan TSS COD dan TSS. Dosis biokoagulan
pada Limbah Industri Tahu yang diberikan adalah 0 mg/L, 50
mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, 200
mg/L, sampai dengan 1000 mg/L.
Hasil penelitian yang didapatkan
penyisihan maksimum untuk
parameter COD adalah pada
penambahan dosis koagulan 700 mg/L
yang dapat menyisihkan sampai
1339,590 mg/L dan parameter TSS
pada dosis mg/L dapat menyisihkan
sampai 119 mg/L. Efisiensi penurunan
COD mencapai 73,09% pada
penambahan dosis 700 mg/L,
sedangkan pada TSS efiensi
penyisihan mencapai 90,84% pada
penambahan dosis 700 mg/L.
Pengolahan Lindi Tito Hasan Saniy, (Saniy, 2017) melakukan penelitian
Menggunakan Metode Sudarno, dan Purwono dengan tujuan untuk mengkaji
Koagulasi Flokulasi dengan Tahun : 2017 pengauh penambahan kitosan pada
Biokoagulan dari Limbah pengolahan lindi di TPA Jatibarang
Cangkang Udang dan Metode serta penambahan dosis ozon terhadap
Ozonasi (Studi Kasus : Lindi penyisihan COD, BOD, dan TSS.
TPA Jatibarang, Kota Hasil penelitian menunjukkan
Semarang) terjadinya penurunan konsentrasi
optimal pada dosis 200 mg/L dengan
efisiensi penyisihan COD 24,10%,
BOD 26,2%, dan TSS 22,51%.
Setelah memperoleh hasil koagulan
optimum dilakukan proses koagulan
flokulasi kembali dengan dosis
koagulan optimum untuk dilakukan
proses ozonasi. Dari hasil proses
ozonisasi diperoleh dosis optimum
ozon 100 ppm dengan efisiensi
penyisihan COD 42,45%, BOD
Judul Nama Peneliti Hasil
29,41%, dan TSS 34,23%. Hal ini
menunjukkan semakin besar dosis
ozon, maka proses penyisihan
senyawa organik semakin baik.
Penyisihan Kadar Fosfat pada Siti Mashitah, Syarfi (Mashitah, 2017) melakukan
Limbah Cair Laundry Daud, dan Jecky penelitian bertujuan untuk mengetahui
Menggunakan Biokoagulan Asmura efektifitas biokoagulan kitosan dari
Cangkang Kepiting Tahun : 2017 cangkang kepiting untuk menurunkan
(Brachyura) nilai kadar fosfat di limbah cair
laundry. Metode pengolahan limbah
yang digunakn yaitu koagulasi-
flokulasi. Penelitian ini menggunakan
variasi dosis koagulan yaitu 150
mg/L, 200 mg/L, 250 mg/L, dan 300
mg/L. Hasil dari penelitian ini
didapatkan penurunan fosfat bisa
mencapai 81,84% pada dosis koagulan
200 mg/L dengan kecepatan
pengadukan 150 rpm dalam waktu 2
menit dan 60 rpm dalam waktu 15
menit diikuti dengan pengendapan 30
menit.
Pengaruh Penambahan Kitosan Dian Yanuarita, Yanuarita, dkk (2017), melakukan
dalam Penurunan TSS pada Shofiyya Jualaika, Ade penelitian dengan tujuan untuk
Limbah Cair Industri Minuman Wijaya I.P, dan Renni mengetahui kadar TSS akhir dan %
Ringan Artikasar removal TSS pada limbah cair industri
Tahun : 2017 minuman ringan dengan
menggunakan kitosan sebagai
koagulan. Pembuatan koagulan
dengan pembautan larutan kitosan 250
ppm dalam asetat 2%. Penambahan
kitosan yaitu 20, 30, 40% dari volume
limbah cair. Jartest dioperasikan pada
kecepatan 100 rpm selama 3 menit,
dilanjutkan dengan 50 rpm selama 15,
45, 75, dan 105. Penelitian ini
Judul Nama Peneliti Hasil
didapatkan hasil terbaik pada %
removal TSS 97,% pada penambhan
kitosan persen volume koagulan 40%
dengan waktu 105 menit.
Karakteristik Kitosan dari Eko Cahyono (Cahyono, 2018), melakukan
Limbah Cangkang Udang Tahun : 2018 penelitian tentang karakteristik kitosan
Windu (Panaeus monodon) limbah cangkang udang windu dengan
tahap penelitian terdiri atas proses
deproteinasi, demineralisasi, dan
deasetilasi. Hasil analisis karakteristik
kitosan menunjukan rendemen 14%.
Nilai kadar air 12,29%; kadar abu
0,99%; total nitrogen 2,20%; kadar
lemak 3,13%; dan karbohidrat
81,39%. Viskositas 1713,04 cps;
derajat deasetilasi 98,65%.
Kandungan logam berat merkuri
0,00001±2,7735 ppm, kadmium
0,00079±3,4641 ppm, tembaga
0,01105±1,7320 ppm, timbal
0,00316±2,3094 dan arsen
0,00098±1,7320.
Efektifitas Kitosan dalam Nita Puspita Sari, (Sari et al., 2018) melakukan
Penurunan Kadar Lipid pada Raden Ario, dan penelitian untuk mengetahui
Limbah Produksi Batik Desa Bambang Yulianto kemampuan kitosan dalam
Pencongan, Pekalongan Tahun : 2018 menurunkan kadar lipid pada limbah
produksi pabrik dan menentukan
kadar kitosan paling efektif efektif
dari variasi konsentrasi ynag
digunakan. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap
dengan tiga klai pengulangan dan taraf
perlakuan berupa A (0,05%), B
(0,5%), dan C (5%) dengan perlakuan
yang berikan dengan mereaksikan
larutan dengan sampel air limbah
Judul Nama Peneliti Hasil
selama 30 menit dengan
menggunakan pengaduk mekanik.
Hasil dari penelitian yang dilakukan
perlakuan dengan konsentrasi 5%
merupakan perlakuan yang mampu
menurunkan kadar lipid paling baik
yaitu pada kisaran 87,81% sampai
92,57%. Kitosan dengan konsentrasi
5% menurunkan kadar lipid dari
100,90 mg/L menjadi 7,50 mg/L.
Efektifitas Kitosan Limbah Ika Meicahayanti, (Meicahayanti et al., 2018)
Kulit Udang dan Alum sebagai Marwah, Yunianto melakukan penelitian untuk
Koagulan dalam Penurunan Setiawan mengetahui efektifitas kitosan sebagai
TSS Limbah Cair Tekstil Tahun : 2018 koagulan, serta membandingkannya
dengan koagulan alum dalam
menurunkan TSS. Koagulan
dikontakan dengan limbah cair tekstil
menggunakan jartest dengan 100 rpm
selama 3 menit dan 40 rpm selam 12
menit. Konsentrasi koagulan kitosan
yang digunakan adalah 100, 120, dan
150 mg/L, sedangkan koagulan alum
menggunakan dosis optimum. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
kitosan mampu menurunkan TSS
mencapai 89,5% atau 555 mgL,
dengan dosis optimum150 mg/L. Pada
dosis optimum, koagulan tawas
mampu menurunkann hingga 91,9%
atau 570 mgL. Efisiensi tawas yang
sedikit lebih tinggi dari kitosan
menunjukkan bahwa kitosan mampu
berperan sebagai koagulan limbah cair
tekstil seperti halnya alum.
Pemanfaatan Kitosan dari Mustafiah, D (Mustafiah et al., 2018), melakukan
Limbah Kulit Udang sebagai Darnengsih, Zakir penelitian untuk meningkatkan nilai
Judul Nama Peneliti Hasil
Koagulan Penjernihan Air Sabara, Rafdi Abdul tambah limbah kulit udang. Ada tiga
Majid jenis koagulan yang digunakan untuk
Tahun : 2018 penjernihan air yaitu kitosan dari
limbah kulit udang, PAC, dan tawas
(Al2(SO4)3). Parameter ynag dianalisa
adalah turbiditas (kekkeruhan) dan
derajat keasaman (pH). Hasil dari
penelitian ini didapatkan bahwa
penggunaan koagulan kitosan lebih
efektif dan efisien untuk menjernihkan
air sungai dibnadingkan dengan PAC
dan tawas. Konsentrasi dosis optimal
kitosan adalah 4 ppm dengan pH 7,19
sedangkan konsentrasi dosis PAC
adalah 12 ppm dengan pH ,98 dan
konsentrasi optimal taas adalah 12
ppm dengan pH 6,95. Limbah udang
sebanyak 50 gram menghasilkan
kitosan sebanyak 11,25 gram dimana
pada proses penjernihan sampel air
sungai, kitosan ynag digunakan
mampu menurunkan kekeruhan
sebesar 98,63%.
Penggunaan Ferri Klorida dan Adhi Setiawan, Citra (Setiawan et al., 2019) melakukan
Kitosan Cangkang Kepiting Eripramita Yunus, penelitian dengan tujuan mensintesa
sebagai Alternatif Koagulan Tarikh Azis Ramadani, biokoagulan kitosan dari cangkang
pada Pengolahan Air Limbah dan Novi Eka Mayang kepiting, ferri klorida, dan kombinasi
Laundry Sari kedua koagulan dalam pengolahan air
Tahun : 2019 limbah laundry. Proses deasetilasi
menggunakan larutan NaOH 60%
pada suhu 125°C selama 6 jam. Hasil
penelitian ini didapatkan dosis
optimum penggunaan koagulan
kombinasi terjadi pada dosis 40 mg/L
kitosan dan 100 mg/L ferri klorida
dengan menghasilkan efisiensi
Judul Nama Peneliti Hasil
penyisihan COD, BOD, dan MBAS
masing-masing sebesar 71,67%,
81,14%, dan 66,24%. Penggunaan
kombinasi koagulan ada dosis
optimum dapat menghemat pemakaian
ferri klorida sebesar 84%.
Penyisihan Parameter TSS dan Meme Suhaya Putri, (Putri et al., 2019) melakukan
COD Menggunakan Koagulan Etih Hartati, Djaenudin penelitian untuk mengetahui
Nanokitin dan Kitosan pada Tahun : 2019 penurunan TSS dan COD pada air
Pengolahan Air Sungai sunga Cikapundung. Pengukuran
Cikapundung parameter tersebut menggunakan
metode gravimetri dan titrimetri.
Dosis koagulan yang digunakan pada
proses koagulasi dan flokulasi adalah
10 mg/L, dengan memvariasikan nilai
pH yakni 5, 7, dan 9 dan variasi waktu
flokulasi 15 menit, 20 menit, dan 25
menit. Hasil penelitian ini
menunjukkan dosis koagulan 10
mg/L, kitosan komersil pH 5, waktu
flokulasi 25 menit dapat menurunkan
TSS 12 mg,\/L dengan persen
penyisihan total suspensded solid
99,38%. Konsentrasi COD sebesar
13,12 mg/L dengan persen penyisihan
98,91%. Nilai TSS tesebut telah
memenuhi nilai baku mutu dari
pemerintah.
Sintesis Biokoagulan Berbasis Stephanie Bija, Yulma, (Bija et al., 2020) melakukan
Kitosan Limbah Sisik Ikan Imra, Aldian, Akbar penelitian untuk menentukan
Bandeng dan Aplikasinya Maulana, dan Anhar penurunan nilai BOD dan COD pada
terhadap Nilai BOD dan COD Rozi limbah tahu melalui biokoagulasi
Limbah Tahu Di Kota Tarakan Tahun : 2020 kitosan dari limbah sisik ikan
bandeng. Karakteristik kitosan berupa
derajat deasetilasi memiliki nilai 44%.
Aplikasi kitosan sebagai biokoagulan
Judul Nama Peneliti Hasil
dilakukan dengan prinsip koagulasi-
flokulasi dengan penambahan larutan
kitosan pada konsentrasi 10 ppm, 20
pm, dan 30 ppm pada limbah tahu.
Hasil penenlitian ini menunjukkan
adanya penurunan terhadap nilai BOD
dan COD setelah penambahan kitosan
dengan beberapa konsentrasi diatas.
Perlakuan dengan penambahan
kitosan 30 ppm merupan perlakuan
terbaik dengan nilai BOD yaitu 7
mg/L dan nilai COD yaitu 5600 mg/L.
Kitosan sebagai Koagulan Dian Yanuarita, Dea Yanuarita, dkk (2020), melakukan
untuk Removal Warna pada Anisa, dan Alif Drezely penelitian dengan tujuan untuk
Limbah Cair Industri Pangan Ovy Putri mengetahui besar % removal warna
Tahun : 2020 dari limbah cair. kitosan yang
digunakan terlebih dahulu dilarutkan
pada asam asetat 2% sebelum
ditambahkan pada limbah cair.
Penambahan kitosan yaitu 20,30, dan
40% (vv) dengan lama pengadukan
15, 45, dan 75 menit. Hasil penelitian
ini didapatkan removal warna
tertinggi 96% pada penambahan
kitosan 30% dan lama pengadukan 45
menit.
Pembuatan Kitosan dari Ella Soviana V, (Soviana et al., 2020) melakukan
Limbah Cangkang Kepiting Muhammad Irfa, dan penelitian u3 ntuk menurunkan nilai
untuk Mengolah Limbah Cair Siswanti COD, logam Fe, dan meningkatkan
Tahu Tahun : 2020 pH. Penenlitian ini dilakukan dengan
mencampurkan kitosan dan
AL2(SO4)3 dalam limbah cair tahu
unutuk menguji COD, logam Fe, dan
pH. hasil pembuatan kitosan didapat
dengan konsentrasi NaOH optimum
saat deproteinasi adalah 3,72 N dan
Judul Nama Peneliti Hasil
knsentrasi optimum HCL saat
demineralisasi adalah 1,5 N. Hasil dari
penelitian ini yaitu penurunan nilai
COD sampai 25,0421% yaitu dari
513,885 mg/L menjadi 383,225 mg/L
dan menurunkan kandungan logam Fe
sampai 23,23% yaitu dari 48,445
mg/L menjadi 3,19 mg/L.
Pemanfaatan Limbah Udang Siti Umi Kalsum dan (Kalsum & Indro, 2020) melakukan
(Kitosan) sebagai Koagulan Indro penelitian ini bertujuan untuk meneliti
Alami dalam Penurunan Tahun : 2020 penggunaan limbah udang menjadi
Paramaeter Air Gambut kitosan sebagai koagulan alami dalam
penurunan nilai parameter
menentukan dosis optimum kitosan
dalam proses pengolahan air gambut.
Penelitian dilakukan dalam skala
laboratorium. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kitosan limbah
udang dapat digunakan sebagai
koagulan alami yang mana dapat
menaikan nilai pH, menurunkan
warna, besi, mangan, dan substansi
organik. Dosis optimum yang
diperoleh untuk parameter pH dengan
400 mg/L dan persentase peningkatan
75%, parameter warna dengan 100
mg/L dan persentase penurunan
49,52%, besi dengan 500 mg/L dan
persentase penurunan 85,44%,
mangan dengan 100 mg/L dan
persentase penurunan 49,52%, dan
substansi organik dengan 100 mg/L
dan persentase penurunan 73,49%.
Optimalisasi Penggunaan Shabriyani Hatma, (Shabriyani Hatma et al., 2021)
Kitosan Limbah Kulit Udang Setyaati Yani, dan Andi melakukan peneliyian ini dengan
Vannamei sebagai Koagulan Suryanto tujuan untuk mengetahui pengaruh
Judul Nama Peneliti Hasil
dalam Perbaikan Kualitas Air Tahun : 2021 konsentrasi kitosan dan kecepatan
Danau pengadukan pada proses penjernihan
air danau Universitas Hasanuddin
(UNHAS). Penelitian ini
menggunakan metode jartest, rapid
mixing, dan slow mixing dengan
varian penambahan konsentrasi
kitosan 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 (%
berat) pada kecepatan putar
pengadukan 100, 300, 500, dan
pengadukan lambat 70 rpm. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari
segi pH terbaik dicapai pada
penambahan kitosan 0,5%, sedangkan
TD dan suhu kondis terbaik pada
penambahan kitosan 2,5%. Kecepatan
pengadukan optimum untuk mencapai
pH dan TDS terbaik pada 500 rpm,
sedangkan kecepetan pengadukan
optimum untuk mencapai suhu terbaik
pada 100 rpm.
Application of Chitosan Awa Kangama , Defang (Kangama et al., 2018) melakukan
Composite Flocculant in Tap Zeng , Xu Tian, and
penelitian dengan tujuan mengetahui
Water Treatment Jinfu Fang
dosis kombinasi flokulan yaitu PAC,
Tahun : 2018
Kitosan, serta (Al(OH)3 + HCl) yang
optimal untuk pengolahan air keran
dikarenakan biaya untuk pengolahan
menggunakan koagulan kitosan lebih
tinggi dibanding koagulan kimia .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
melalui perbandingan antara skema
kombinasi yang berbeda, formula
komposit terbaik flokulan kitosan
ditemukan CTS (ml): CF-PAC (ml):
rektorit termodifikasi (Al (OH) 3 +
HCl) (ml) adalah 1: 30: 5, dengan
Judul Nama Peneliti Hasil
menghilangkan tingkat kekeruhan
yaitu 96,38% dan tingkat
penghilangan aluminium hingga
80,1%, sedangkan biaya perawatan
adalah yang terendah.
Coagulation and Flocculation Dr L.Nageswara Rao (Rao, 2015) melakukan penelitian
of Industrial
pada pengolahan limbah cair industry
Wastewater by Chitosan Tahun : 2015
tekstil menggunakan teknik koagulasi
dan flokulasi sebagai pre-treatment
pengolahan limbah dengan koagulan
yang ramah lingkungan yaitu kitosan.
Tujuan penelitian yaitu untuk
mengetahui efek dosis kitosan, pH dan
waktu pencampuran terhadap proses
koagulasi dan flokulasi. Metode
penelitian yang digunakan adalah
persiapan bubuk kitosan, persiapan
koagulasi & flokulasi yaitu
menggunakan jar test , rapid mixing,
& slow mixing. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh waktu
waktu pencampuran antara 10–20
menit,% pengurangan COD
meningkat. Setelah itu yaitu 20-30
menit% pengurangan COD berkurang
karena untuk mengikat dan
menjembatani partikel koloid yaitu
restabilisasi partikel koloid terjadi.
Waktu pencampuran yang optimal
agar efektif proses koagulasi dan
flokulasi adalah 20 menit.
Sedangkan untuk efek dosis kitosan
yang ditambahkan menunjukkan
bahwa dosis kitosan antara 12 mg/l–
30mg/l,% penurunan COD meningkat.
Dari 30-66 mg/l, % pengurangan
Judul Nama Peneliti Hasil
COD menurun karena tolakan
elektrostatis partikel koloid
berdasarkan efek kepadatan muatan.
Maka, dosis kitosan yang optimal
untuk koagulasi yang efektif dan
proses flokulasi adalah 30 mg / L.
Efek dari pH yaitu pH antara 2-4,%
penurunan COD meningkat. pH dari 4
–10, % penurunan COD menurun
karena kitosan lebih efektif dalam
media asam bila dibandingkan dengan
media basa dan 90% dari kelompok
fungsional NH2 pada kitosan telah
terprotonasi pada pH 4.
Chitosan as a Widely Used Hala A Abdullah dan (Abdullah & Jaeel, 2019) melakukan
Coagulant to Reduce Turbidity Ali J Jaeel
penelitian untuk menguji kemampuan
and Color of Model Textile
Wastewater Containing an kitosan sebagai koagulan yang banyak
Anionic Dye (Acid Blue) Tahun : 2019
digunakan untuk menghilangkan
warna dan kekeruhan air limbah
tekstil yang disimulasikan dalam
proses koagulasi-flokulasi. Metode
yang digunakan menggunakan jar
test .Kitosan didapatkan dari CDH
Ltd. (India). Di setiap, konsentrasi
koagulan yang berbeda disesuaikan
dengan konsentrasi yang berbeda
berfluktuasi dari (10, 20, 30, 40, 50,
60 dan 70) mg l. Di perangkat Jar
Test, beaker glass akan berjalan
dengan kecepatan pencampuran 120
rpm selama 120 detik untuk
menyebarkan larutan kitosan di semua
larutan, dan setelah itu berhenti dan
diganti kecepatan pencampuran 20
rpm selama 1200 detik untuk
membentuk flok.
Judul Nama Peneliti Hasil
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengaruh konsentrasi kitosan
berlaku pada pH 6, 2 menit dengan
120 rpm kemudian 20 menit dengan
20 rpm dan waktu pengendapan 30
menit untuk dosis (10; 20 ; 30 ; 40; 50
; 60 dan 70 mg / l) kitosan. Lalu, dari
dosis 10mg/l menjadi 40 mg/l
menghilangkan kekeruhan dan warna
meningkat. Ketika dosis kitosan
ditingkatkan dari (40-70) mg/l,
menghilangkan kekeruhan dan warna
menurun. Sedangkan efek pH yaitu
dampak pH pada kekeruhan dan
penghilangan warna, pada pH 5-6
tercatat bahwa pengurangan tertinggi
dengan 99% dan 76% dari kekeruhan
dan pengurangan warna masing-
masing.
Efek waktu pengendapan pada
pengurangan polutan bisa dinyatakan;
di mana kekeruhan dan efisiensi
penghilangan warna mencapai 99,7%
dan 78% masing-masing dalam waktu
50 menit dan setelah waktu 50 menit
tidak ada perubahan yang diamati
dalam persentase pengurangan polutan
tertentu.
AKM Nayab ,Ul Penelitian (Hossain et al., 2018)
Treatment of textile waste
water using natural catalyst Hossain, Salma Katun bertujuan untuk mengetahui kinerja
(chitosan and Sela, Soumen Saha,
Ayshi Das,SM kitosan dan mikroorganisme terhadap
microorganism)
Farhana Iqbal, pengolahan air limbah tekstil dengan
Mohammad Naim
Hassan menggunakan proses aerasi &
flokulasi. Metode yang digunakan
Tahun : 2018
untuk penelitian ini adalah Jar Test.
Untuk percobaan ini kitin
Judul Nama Peneliti Hasil
dikumpulkan dari kulit udang
kemudian dimodifikasi menjadi
kitosan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kitosan sangat efektif untuk
menurunkan COD, BOD dan warna.
Kondisi terbaik untuk penghilangan
COD dan BOD dicapai pada dosis
0,1-0,2 g, pH 4,17 dan waktu
pengendapan 30 menit. Dalam kondisi
ini, sekitar 40% COD dan 43% BOD
masing-masing dihilangkan. Namun
hasil yang diperoleh dengan
menggunakan mikroorganisme juga
bagus. Mikroorganisme mampu
menghilangkan COD dan BOD air
limbah tetapi COD sedikit lebih tinggi
dari kisaran yang dapat diterima.
Chitosan Coagulation to Lydia S. Abebe , Xinyu Penelitian (Abebe et al., 2016)
Improve Microbial and Chen dan Mark D.
yaitu tentang penggunaan filtrasi
Turbidity Removal by Ceramic Sobsey
Water Filtration for membrane keramik yang
Household Drinking Water
dipromosikan secara global untuk
Treatment Tahun : 2016
pengolahan air rumah tangga, tetapi
filter ini tidak efektif dalam
menghilangkan virus dari air. Oleh
karena itu, tujuan penelitian ini adalah
untuk untuk meningkatkan
penghilangan virus, bakteri, dan
kekeruhan secara keseluruhan dari air
dengan menggunakan pengolahan air
ganda yaitu dari koagulasi-flokulasi-
sedimentasi menggunakan koagulan
kitosan diikuti dengan filtrasi
membrane keramik .
Hasil penelitian ini adalah
Penggunaan pretreatment kitosan
Judul Nama Peneliti Hasil
asetat dengan dosis mulai dari 5 mg /
L sampai 30 mg / L menghasilkan
pengurangan rata-rata log10
Escherichia coli mulai dari 10 6.1
log

hingga 7.5; kisaran ini lebih dari 2


log 10 lebih besar daripada pengurangan
dengan penyaringan saja. Sedangkan
untuk kekeruhan Dari kekeruhan awal
8,7 hingga 18,7 NTU, tingkat
kekeruhan akhir di semua air filtrat
rata-rata 0,2 NTU dan di bawah
tingkat rekomendasi WHO 1 NTU.
Using Chitosan/CHPATC as Meysam Mohammad Penelitian (Momeni et al., 2018)
coagulant to remove color and Momeni , Davood
yaitu bertujuan untuk mengevaluasi
turbidity of industrial Kahforoushan, Farhang
wastewater: Optimization Abbasi, Saeid pengaruh pH, pengendapan waktu,
through RSM design Ghanbarian
kekeruhan awal air limbah, jumlah
Tahun: 2018 koagulan, dan konsentrasi zat warna
(melanoidin) dalam limbah cair
industry dengan koagulan kitosan
yang dimodifikasi menjadi (3-chloro
2-hydroxypropyl)trimethylammonium
chloride. Metode yang digunakan
yaitu Jar Test. Kitosan yang
digunakan adalah kitosan kering.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kondisi optimum untuk
menghilangkan warna adalah pH = 3,
konsentrasi zat warna = 1000 mg / L,
waktu pengendapan = 78,93 menit,
dan dosis koagulan = 3 g / L.
Penghilangan warna maksimum pada
kondisi ini diperkirakan 82,78% oleh
model RSM.
Kondisi optimum untuk
penurunan kekeruhan air limbah
adalah sebagai berikut: pH = 5,66,
Judul Nama Peneliti Hasil
kekeruhan awal = 60 NTU, waktu
pengendapan = 105 menit, dan jumlah
koagulan = 3 g / L. Penghilangan
kekeruhan maksimum dalam hal ini
diprediksi 94,19% oleh model RSM.
Hasil percobaan diperoleh secara
optimal kondisi untuk menghilangkan
warna dan kekeruhan masing-masing
adalah 76,20% dan 90,14%,
menunjukkan tingginya akurasi model
prediksi.
Effectiveness of chitosan as Marey AM Penelitian (Marey, 2019) bertujuan
natural coagulant in treating
untuk mengetahui efek kitosan tentang
turbid waters Tahun : 2019
penghilangan padatan tersuspensi
(tanah liat bentonit) dari air. Metode
yang digunakan adalah menggunakan
Jar Test. Kitosan (Kitin terdeaktilasi:
poli-[1-4]-B-glukosamin).(C611NO4)n
dengan minimal 85% deaktil yang
dibuat dari cangkang kepiting
diperoleh dari ACROS ORGANICS
Company.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kitosan dengan dosis 1 & 3 mg/L
mampu untuk menurunkan kekeruhan
kaolinite yang ada di suspensi hingga
96%. Sedangkan pH yang dipilih
untuk menghilangkan kekeruhan air
adalah 5, 6,7,8,9. Dalam kisaran pH 5
sampai 7, kekeruhan sisa supernatan
dapat dikurangi hingga kurang dariv1
NTU. Namun pada pH 6 kekeruhan
terendah mencapai 0,65 NTU. Hasil
juga menunjukkan bahwa kekeruhan
sisa meningkat pada pH 8, 9.
Kekeruhan kaolinit (5, 5 NTU) pada
Judul Nama Peneliti Hasil
dosis kitosan (1g / L) dihasilkan dari
pengadukan (300 rpm), pH = (6).
Suhu (25oC). Waktu adalah satu-
satunya faktor yang menurunkan
kekeruhan secara bertahap secara
optimal pada 30 menit pengendapan.
Response Surface Chinenye Faith Okey- Penelitian (Okey-Onyesolu et al.,
Methodology optimization of Onyesolu, E.C.
chito-protein synthesized Chukwuma, C.C. Okoye, 2020) bertujuan untuk menggunakan
from crab shell in treatment of O.D. Onukwuli chito-protein dan teknik optimasi
abattoir wastewater
Tahun : 2020 untuk menentukan variabel operasi
optimal untuk pH, dosis koagulan,
waktu dan suhu pengendapan sebagai
variabel proses dalam perlakuan air
limbah rumah potong hewan. Bahan
baku ekstraksi koagulan alami
(cangkang kepiting) didapat dari
berbagai restoran / tempat makan di
sekitar Awka, di Anambra Negara
Bagian Nigeria. Metode yang
digunakan menggunakan Jar Test.
Dalam penelitian ini, gelas kimia
diaduk pada 250 rpm selama 2 menit
(pencampuran cepat) dan 30 rpm
selama 20 menit (pencampuran
lambat). Dosis koagulan kitosan yaitu
1-5 g/L yang ditambahkan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Efisiensi penghilangan
Kekeruhan, BOD, COD dan Warna
dari air limbah tergantung pada pH
larutan yang bersifat asam, koagulan
dosis 2–3g, waktu pengendapan 25–30
menit dan suhu operasi dari 323oK
menjadi 333oK. Sedangkan nilai TSS
juga berkurang sebesar 29 mg/L yaitu
penelitian awal sebesar 564.6 mg/L
Judul Nama Peneliti Hasil
menjadi 535,6 mg/L. Protein chito
CSC, koagulan baru ditampilkan
memiliki potensi yang kuat untuk
digunakan sebagai koagulan dan
sebagai alternatif koagulan kimiawi
untuk pengolahan air limbah rumah
potong hewan.
Environment-Friendly Lorenzo A. Picos- Dalam penelitian (Picos-Corrales et
Approach toward the Corrales,Juan I.
al., 2020) bertujuan untuk mengetahui
Treatment of Raw Agricultural Sarmiento-Sánchez,
Wastewater and River Water Jose P. Ruelas-Leyva, kemampuan kitosan dan tepung jerami
via Flocculation Using Grégorio Crini,
Chitosan and Bean Straw Eduardo Hermosillo- kacang (BSF) (Phaseolus vulgaris L.)
Flour as Bioflocculants Ochoa, and J. Ariel dalam mengatasi limbah pertanian
Gutierrez-Montes
(dari negara bagian Sinaloa, Meksiko)
Tahun : 2019 dan air sungai perkotaan (sumber air
minum produksi) yang dievaluasi
menggunakan proses flokulasi
langsung. Metode yang digunakan
adalah Jar Test. Kitosan biopolimer,
diperoleh dari yang terbanyak kedua
yaitu polisakarida alami melimpah
yang disebut kitin.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kitosan lebih efektif untuk
menghilangkan polutan dibanding
tepung jerami (BSF). Pada beberapa
sampel yang diambil, sampel CCM
memiliki kekeruhan 160 NTU, pH =
6,33 ; TDS 1175 mg/l setelah
dilakukan proses koagulasi-flokulasi,
pada 10 mg/L dari flokulan, kitosan
dan BSF menurunkan kekeruhan
secara efektif; kemudian sisa
kekeruhan ditambahkan flokulan lagi
menggunakan 30 mg/L dari BSF
kekeruhan menjadi 10 NTU dan
5mg/L kitosan kekeruhan menjadi 6
Judul Nama Peneliti Hasil
NTU . pH dari sampel CCM dengan
flokulan Kitosan menjadi pH 7.21 &
BSF pH 7.17. Evaluasi pengurangan
kekeruhan dari air limbah pada waktu
yang berbeda dilakukan dengan
membandingkan dosis optimal
bioflokulan dan koagulan komersial
(PAC). Di 20 menit pertama, semua
percobaan menunjukkan penghilangan
kekeruhan yang sama. Perbedaan yang
signifikan diamati pada menit ke-30 ,
dimana PAC memungkinkan
penghilangan kekeruhan yang berbeda
dengan kedua bioflokulan. Dari 60
hingga 80 menit, nilai penghilangan
kekeruhan menggunakan kitosan
meningkat secara bertahap hingga
nilai yang mendekati menggunakan
PAC, sementara BSF menunjukkan
penghilangan maksimal mendekati
55%.
The effectiveness of Moringa Jose Pablo Ruelas- Penelitian (Ruelas-leyva et al.,
oleifera seed flour and Leyva , Ignacio
chitosan as coagulant- Contreras-Andrade , 2017) bertujuan untuk memberikan
flocculants for water treatment Juan Ignacio Sarmiento- perbandingan yang komprehensif
Sánchez , Angel Licea-
Claveríe , Sergio Aaron antara kitosan dan tepung biji kelor
Jiménez-Lam1 , Yereli (MOSF) sebagai koagulan-flokulan
Guadalupe Cristerna
Madrigal , and Lorenzo pada air limbah agrikultur di Costa
Antonio Picos-Corrales Rica. Kitosan diperoleh dari Sigma-
Aldrich (Meksiko) dan digunakan
Tahun : 2017 setelah diterima. Tepung biji kelor
(MOSF) diperoleh setelah pengolahan
Biji MO dalam ekstraksi minyak
untuk produksi biodiesel. Metode
yang digunakan adalah Jar Test.
Beaker glass diisi dengan 500 mL air
yang sesuai dan kemudian konsentrasi
Judul Nama Peneliti Hasil
bioflokulan yang ditentukan
ditambahkan ke setiap beaker glass
dan diaduk rata dengan diaduk pada
kecepatan 100 rpm selama 5 menit.
Setelah itu, kecepatan diubah menjadi
60 rpm dan dipertahankan selama 30
menit. Selanjutnya, pengaduk
dimatikan, dan flok dibiarkan untuk
menetap tanpa gangguan selama 30
menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan dosis kitosan 0.5 mg/L
dengan awal kekeruhan 36 NTU
menjadi 6 NTU & dosis kitosan 1
mg/L dengan awal kekeruhan 70 NTU
menjadi 8 NTU. Dosis optimal terkait
dengan dosis awal kekeruhan; ketika
kekeruhan awal dua kali lipat, dosis
optimal yang dibutuhkan untuk
mencapai hasil akhir yang serupa
kekeruhan seperti sebelumnya
menjadi dua kali lipat.
Untuk kitosan, setelah 60 menit,
flok-flok telah terbentuk kembali
secara sempurna, sesuai dengan
ketentuan mekanisme netralisasi
muatan adsorpsi. Kekeruhan air
setelah flok terbentuk sedikit lebih
rendah dari flokulasi pertama.
Penelitian (Kaur et al., 2020)
Treatment of Wastewater from Balpreet Kaur, Rajeev
bertujuan untuk mengetahui
Pulp and Paper Mill using Kumar Garg, Anirudh
Coagulation and Flocculation Pratap Singh efektivitas dari dosis koagulan, pH
larutan,konsentrasi, bahan alami
Tahun : 2021
impurities dalam air limbah untuk
mengatasi pengolahan limbah industry
pulp & kertas. Metode yang diguakan
Judul Nama Peneliti Hasil
adalah Jar Test dengan
memvariasikan dosis kitosan antara
0.1-0.5 g/L. Serbuk kitosan bersumber
dari India Sea Foods, Cochin dengan
kadar abu 0,05%. 100 ml larutan
kitosan dengan konsentrasi berbeda
(0,1, 0,2, 0,3, 0,4, dan 0,5 g / L)
masing-masing ditambahkan ke lima
gelas kimia dan diaduk sampai rata
selama 30 menit dengan kecepatan 40
rpm. Itu dibiarkan tidak terganggu
selama setengah jam untuk
penyelesaian flok
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pH untuk semua sampel
dipertahankan di bawah 6,5. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa semua
konsentrasi kitosan memiliki
kemampuan untuk menjembatani
dengan pengotor dan nilai pH untuk
konsentrasi optimum kitosan adalah
0,3 g / L yaitu 6,08.
Limbah yang tidak diolah
memiliki nilai COD 2816 mg O2/L.
Perlakuan dengan larutan kitosan (0,1
g/L) mengurangi COD sebesar 68,5%
dan peningkatan lebih lanjut dalam
konsentrasi kitosan meningkatkan
pengurangan COD hingga konsentrasi
kitosan 0,3 g/L mengurangi COD
sebesar 78.1%. Sementara TSS
berkurang hingga 81% pada
konsentrasi kitosan 0.3g/L
Treatment of potato starch Meng Li , Xingqi Zhu , Penelitian (Li et al., 2020)
wastewater by dual natural Hu Yang , Xianchuan
Xie , Yuanting Zhu , bertujuan untuk mengetahui pengaruh
flocculants of chitosan and
poly-glutamic acid Guizhou Xu, dua koagulan alami yaitu kitosan dan
Xuejiao H, Zhengyu Jin ,
Judul Nama Peneliti Hasil
Ye Hu , Zibin Hai , PGA terhadap pengolahan air limbah
Aimin Li
dari industri pati kentang. Asam poli-
Tahun : 2020 glutamat/ PGA (berat molekul 1,1x
106 g/mol) adalah dibeli dari
Bioshinking Company (Nanjing,
China), dan chitosan (berat molekul
0,5x 106 g mol 1) dibeli dari Macklin
Biochemical Co., Ltd (Shanghai,
Cina). Metode yang digunakan yaitu
Jar Test. Periode awal pencampuran
cepat selama 5 menit pada 300 rpm,
dilanjutkan dengan 10 menit
pengadukan lambat pada 80 rpm, dan
didiamkan selama 30 menit.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kitosan, tingkat
penurunan kekeruhan terus
meningkat, mencapai nilai puncak
90,5% pada dosis 120 mg/L dan
potensi zeta mendekati nol, kemudian
menurun sebagai tolakan elektrostatik
antara partikel koloid menjadi
semakin intens. Sedangkan untuk
PGA tingkat penurunan kekeruhan
menjadi 91,8%. Dosis kitosan awal
lebih efisien daripada yang lain serta
memiliki tingkat penghilangan polutan
tertinggi dan kisaran pH paling
efektif.
Tingkat penyisihan COD, TN
(Total Nitrogen), TP (Total
Phosphor), & kekeruhan yang
optimal adalah 44,8, 53,4, 28.1, dan
98.3%, di bawah waktu penyimpanan
kualitas air limbah 0 h, perbandingan
senyawa 1: 1, dan dosis total 80 mg/L.
Judul Nama Peneliti Hasil
Mekanisme penelitian menunjukkan
bahwa kitosan menetralkan muatan
negatif partikulat terserap sedangkan
rantai panjang PGA mampu
mengadsorpsi partikulat.
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Studi Literatur

Pada penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dari beberapa penelitian-penelitian dahulu
untuk mempelajari kandungan kitosan. Dimana kitosan dapat mempengaruhi dalam penurunan COD
dan TSS. Standar andungan kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Berdasarkan Tabel 2.1 standar
deasetilasi lebih dari 70%. Menurut Asmi dkk (2014), kitosan yang mempunyai derajat deasetilasi
lebih dari dari 60% dapat digunakan sebagai adsorben.

III.2 Variasi Penelitian

Berdasarkan studi literatur dari beberapa jurnal penelitian terdahulu, didapatkan variasi yang
digunakan dalam penelitian tersebut. Adapun variasi yang digunakan antara lain :

1. Penambahan dosis koagulan


2. Kecepatan pengadukan
3. Konsentrasi koagulan
4. Waktu kontak koagulan

III.3 Pembuatan Kitosan

Berdasarkan studi literatur mengenai metode pembuatan kitosan dari beberapa sumber dari
beberapa penelitian terdahulu. Pada studi literatur ini dipilih kitosan dengan hasil derajat deasetilasi
terbaik.

Tabel 3.1 Metode Pembuatan kitosan

Judul Penelitian Nama Peneliti Metodologi


Karakteristik Kitosan dari Eko Cahyono Bahan yang digunakan dalam
Limbah Cangkang Udang penelitian ini adalah udang
Windu (Panaeus monodon) windu (Panaeus monodon),
larutan NaOH 3 N, HCl 1 N,
NaOH 50% selenium 0,25 g,
H2SO4 pekat 3 mL, NaOH 40%
20 Ml, H3BO3 2% 10 mL,
indikator bromcresol green-
methyl red, dan benzena. Tahap
ekstraksi limbah cangkang
udang menggunakan asam-basa
konsentrat meliputi
Judul Penelitian Nama Peneliti Metodologi
deproteinasi, demineralisasi,
dan deasetilasi.
Efektifitas Kitosan Limbah - Ika Meicahayanti Persiapan dan pembuatan
Udang dan Alum sebagai - Marwah kitosan diawali dengan
Koagulan dalam Penurunan - Yunianto Setiawan mempersiapakan limbah kulit
TSS LiMBAH Cair Tekstil udang 4 kg yag dicuci,
kemudian untuk menghilangkan
kadar air di oven pada 105°C
sampai massa konstan. Lalu
dihancurkan dan dihaluskan
serta diayak dengan ukuran 50
mesh. Tahap selanjutnya, isolasi
kitin dan kitosan dengan proses
deproteinasi, demineralisasi,
dan deasetilasi. Proses
deproteinasi dengan
penambahan NaOH 3,5
% pada kulit udang yang telah
diayak dengan perbandingan
1:20 (b/v), kemudian dilakukan
pengadukan selama 90 menit
dengan suhu 70°C. Selanjutnya
dilakukan pencucian hingga pH
filtrat netral dang dikeringkan
kembali di oven. Proses
demineralisasi dengan
penambahan HCl 1N ke dalam
deproteinasi dengan rasio 1:10
(b/v), lalu dilakukan
pengadukan selama 90 menit
dengan suhu 70°C. Lalu
dilakukan pencucian hingg pH
filtrat netral dan dikeringkan
kembali di oven.
Penggunaan Ferri Klorida dan Proses sintesis kitosan dari
Kitosan Cnagkang Kepiting - Adhi Setiawan cangkang kepiting ada 4 tahapn
sebagai Alternatif Koagulan yaitu persiapan, deproteinasi,
Judul Penelitian Nama Peneliti Metodologi
pada Pengolahan Air Limbah - Citra Eripramita demineralisasi, dan deasetilasi.
Laundry Yunus Tahap Preparasi dengan
- Tarikh Azis merebus cangkang kepiting
Ramadani laludicuci dengan air untuk
- Novi Eka Mayangsari menghilangkan kotoran yang
melekat. Selanjutny acangkang
dikeringkan dalam oven pada
suhu 110°C selama kurang lebih
1 jam. Sampel yang telah kering
dihancurkan dan diayak
menggunakan ayakan 0,25 mm
sehingga diperoleh serbuk
dengan ukuran yang seragam.
Tahap demineralisasi dengan
penambahan serbuk cangkang
kepiting dengan larutan HCl 1,5
M dengan perbandingan massa
sampel (gr) dengan volume
larutan (mL) 1 : 15. Lalu
dipanaskan pada suhu 70- 80°C
selama 4 jam sambil diaduk
dengan 50 rpm. Kemudian
padatan disaring dan dicuci
menggunakan aquades untuk
menghilangkan HCl yang
tersisa. Lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 70°C selama 6
jam. Tahap deproteinasi
dilakukan dengan sampel hasil
demineralisasi dengan larutan
NaOH 3,5% dengan
perbandingan massa sampel
dengan volume larutan 1: 10.
Lalu campuran tersebut
dipanaskan pada suhu 65-70°C
selama 4 jam sambil diaduk
Judul Penelitian Nama Peneliti Metodologi
pada 50 rpm. Padatan tersebut
disaring dan didinginkan
sehingga diperoleh kitin, lalu
dicuci dengan aquades sampai
pH netral. Filtrat yang
diperoleh, lalu diuji dengan
pereaksi biuret, apabila filtrat
berubah menjadi biru berarti
protein yang terkandung sudah
hilang. Kitin yang sudah dicuci
ditambahkan 100 mL etanol
70% dan dilanjutkan dengan
penyaringan. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu 80°C
selama 6 jam. Tahap diasetilasi
dilakukan dengan menambahan
kitin menggunakan larutan
NaOH 60% dengan
perbandingan massa kitin (gr)
dan volume larutan (mL)
sebesar 1 : 20. Lalu campuran
diaduk dan dipanaskan pada
suhu 125°C selam 6 jam.
Larutan dipisahkan dan disaring
menggunakna kertas saring.
Kitosan yang terbentuk lalu
dicuci menggunakan aquades
samapi pH netral dan
dilanjutkan dengan dikeringkan
di oven pada suhu 80°C selam 6
jam.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. A., & Jaeel, A. J. (2019). Chitosan as a Widely Used Coagulant to Reduce Turbidity and
Color of Model Textile Wastewater Containing an Anionic Dye (Acid Blue). IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering, 584(1), 0–7. https://doi.org/10.1088/1757-
899X/584/1/012036

Abebe, L. S., Chen, X., & Sobsey, M. D. (2016). Chitosan coagulation to improve microbial and
turbidity removal by ceramicwater filtration for household drinking water treatment.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 13(3).
https://doi.org/10.3390/ijerph13030269

Aulia, Z., Sutrisno, E., & Hadiwidodo, M. (2016). Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Sebagai
Biokoagulan Untuk Menurunkan Parameter Pencemar Cod Dan Tss Pada Limbah Industri Tahu.
Foreign Affairs, 5(2), 1–12.

Bija, S., Yulma, Y., Imra, I., Aldian, A., Maulana, A., & Rozi, A. (2020). Sintesis Biokoagulan
Berbasis Kitosan Limbah Sisik Ikan Bandeng dan Aplikasinya Terhadap Nilai BOD dan COD
Limbah Tahu di Kota Tarakan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 23(1), 86–92.
https://doi.org/10.17844/jphpi.v23i1.30888

Cahyono, E. (2018). Karakteristik Kitosan Dari Limbah Cangkang Udang Windu (Panaeus monodon).
Akuatika Indonesia, 3(2), 96. https://doi.org/10.24198/jaki.v3i2.23395

Hossain, A. K. M. N. U., Sela, S. K., Saha, S., Das, A., Iqbal, S. F., & Hassan, M. N. (2018).
Treatment of textile waste water using natural catalyst (chitosan and microorganism). Journal of
Textile Engineering & Fashion Technology, 4(5), 320–325.
https://doi.org/10.15406/jteft.2018.04.00159

Kalsum, S. U., & Indro, I. (2020). Pemanfaatan Limbah Udang (Kitosan) Sebagai Koagulan Alami
Dalam Penurunan Parameter Air Gambut. Jurnal Daur Lingkungan, 3(1), 1.
https://doi.org/10.33087/daurling.v3i1.35

Kangama, A., Zeng, D., Tian, X., & Fang, J. (2018). Application of Chitosan Composite Flocculant in
Tap Water Treatment. Journal of Chemistry, 2018(Dd). https://doi.org/10.1155/2018/2768474

Kaur, B., Garg, R. K., & Singh, A. P. (2020). Treatment of Wastewater from Pulp and Paper Mill
using Coagulation and Flocculation. Journal of Environmental Treatment Techniques, 9(1),
158–163. https://doi.org/10.47277/jett/9(1)163

Li, M., Zhu, X., Yang, H., Xie, X., Zhu, Y., Xu, G., Hu, X., Jin, Z., Hu, Y., Hai, Z., & Li, A. (2020).
Treatment of potato starch wastewater by dual natural flocculants of chitosan and poly-glutamic
acid. Journal of Cleaner Production, 264. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.121641

Marey, A. M. (2019). Effectiveness of chitosan as natural coagulant in treating turbid waters. Revista
Bionatura, 4(2), 856–860. https://doi.org/10.21931/RB/2019.04.02.7

Mashitah, S. (2017). 16744-32425-1-Sm. Jom FTeknik, 4, 1–6.

Meicahayanti, I., Marwah, M., & Setiawan, Y. (2018). Efektifitas Kitosan Limbah Kulit Udang dan
Alum Sebagai Koagulan dalam Penurunan TSS Limbah Cair Tekstil. Jurnal Chemurgy, 2(1), 1.
https://doi.org/10.30872/cmg.v2i1.1630

Momeni, M. M., Kahforoushan, D., Abbasi, F., & Ghanbarian, S. (2018). Using Chitosan/CHPATC
as coagulant to remove color and turbidity of industrial wastewater: Optimization through RSM
design. Journal of Environmental Management, 211, 347–355.
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.01.031

Mustafiah, M., Darnengsih, D., Sabara, Z., & Abdul Majid, R. (2018). Pemanfaatan Kitosan Dari
Limbah Kulit Udang Sebagai Koagulan Penjernihan Air. Journal Of Chemical Process
Engineering, 3(1), 21. https://doi.org/10.33536/jcpe.v3i1.190

Nechita, P. (2007). (2017). Applications of Chitosan in Wastewater Treatment, Biological Activities


and Application of Marine Polysaccharides. Biological Activities and Application of Marine
Polysaccharides.

Okey-Onyesolu, C. F., Chukwuma, E. C., Okoye, C. C., & Onukwuli, O. D. (2020). Response Surface
Methodology optimization of chito-protein synthesized from crab shell in treatment of abattoir
wastewater. Heliyon, 6(10), e05186. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05186

Picos-Corrales, L. A., Sarmiento-Sánchez, J. I., Ruelas-Leyva, J. P., Crini, G., Hermosillo-Ochoa, E.,
& Gutierrez-Montes, J. A. (2020). Environment-Friendly Approach toward the Treatment of
Raw Agricultural Wastewater and River Water via Flocculation Using Chitosan and Bean Straw
Flour as Bioflocculants. ACS Omega, 5(8), 3943–3951.
https://doi.org/10.1021/acsomega.9b03419

Putri, M. S., Hartati, E., & Djaenudin, D. (2019). Penyisihan Parameter TSS dan COD Menggunakan
Koagulan Nanokitin dan Kitosan pada Pengolahan Air Sungai Cikapundung. Jurnal Serambi
Engineering, 5(1), 868–874. https://doi.org/10.32672/jse.v5i1.1659

Rao, D. (2015). Coagulation and Flocculation of Industrial Wastewater by Chitosan. International


Journal of Engineering and Applied Sciences, 2(7), 257870.

Renault, F., Sancey, B., Badot, P. M., & Crini, G. (2009). Chitosan for coagulation/flocculation
processes - An eco-friendly approach. European Polymer Journal, 45(5), 1337–1348.
https://doi.org/10.1016/j.eurpolymj.2008.12.027

Ruelas-leyva, J. P., Contreras-andrade, I., Sarmiento-sánchez, J. I., Licea-claveríe, A., Jiménez-lam,


S. A., Cristerna-, Y. G., & Picos-corrales, L. A. (2017). Research Article The effectiveness of.
August 2016.

Saniy, T. H. S. P. (2017). CANGKANG UDANG DAN METODE OZONASI ( Studi Kasus : Lindi TPA
Jatibarang , Kota Semarang ). 6(1), 1–11.

Sari, N. P., Ario, R., & Yulianto, B. (2018). Efektifitas Kitosan dalam Penurunan Kadar Lipid pada
Limbah Produksi Batik Desa Pencongan , Pekalongan. 7(1), 35–41.

Setiawan, A., Yunus, C. E., Ramadani, T. A., Mayangsari, N. E., Studi, P., & Pengolahan, T. (2019).
Disetujui : 03-12-2019. 272–283.

Shabriyani Hatma, Setyawati Yani, & Suryanto, A. (2021). Optimalisasi Penggunaan Kitosan Limbah
Kulit Udang Vannamei Sebagai Koagulan dalam Perbaikan Kualitas Air Danau. Jurnal
Indonesia Sosial Sains, 2(2), 300–310. https://doi.org/10.36418/jiss.v2i2.190

Soviana, E., Irfan, M., & Siswanti, D. (2020). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Kepiting untuk Mengolah Limbah
Cair Tahu. 14–15.

Thirugnanasambandham, K., Sivakumar, V., & Maran, J. P. (2014). Bagasse wastewater treatment
using biopolymer - A novel approach. Journal of the Serbian Chemical Society, 79(7), 897–909.
https://doi.org/10.2298/JSC130619153T

Anda mungkin juga menyukai