i
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengambil bagian
dalam mewujudkan pembangunan dan menyukseskan pelaksanaan agenda
pembangunan berkelanjutan yang baru untuk tahun 2030 hasil dari konferensi
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang dinamakan SDGs (Sustainable
Development Goals ). Salah satu target utama Indonesia dalam mewujudkan
tujuan dari SDGs 2030 ke-14 adalah menjaga ekosistem laut dengan mencegah
dan secara signifikan mengurangi segala jenis polusi kelautan, terutama dari
aktivitas daratan.
Salah satu permasalahan yang terkait dalam polusi kelautan adalah sampah
plastik. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Indonesia merupakan negara
penyumpang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Selain itu,
berdasarkan data yang didapat dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia
(INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia yang
dibuang ke laut mencapai 3,2 juta ton/tahun dan angka ini terus meningkat setiap
tahunnya. Plastik yang digunakan umumnya merupakan plastik sintetik yang
proses penguraiannya membutuhkan waktu 500 hingga 1000 tahun. Namun
sebenarnya, 70% sampah plastik di Indonesia telah dapat di daur ulang, tetapi
sampai saat ini sedotan belum dapat di daur ulang karena nilainya yang rendah
dan prosesnya yang sulit, maka tidak ada pelaku pendaur ulang yang bersedia
mengambilnya. Berdasarkan data dari Drivers Clean Action, pemakaian sedotan
di Indonesia seharinya dapat mencapai 93.244.847 batang. Apabila jumlah
pemakaian sedotan selama satu minggu direntangkan, akan mencapai jarak yang
dibutuhkan untuk mengelilingi bumi sebanyak tiga kali.
Walaupun pemerintah telah melarang penggunaan sedotan plastik, sedotan
sebenarnya masih sangat dibutuhkan terutama untuk orang-orang disabilitas yang
memudahkan mereka untuk minum tanpa tersedak. Selain itu, akhir-akhir ini telah
ada beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi pemakaian sedotan plastik,
yaitu dengan menggunakan sedotan stainless steel. Namun sedotan stainless steel
memiliki kekurangan, yakni sulit untuk dibersihkan dan kebanyakan masyarakat
malas atau lupa untuk membawanya, sehingga restoran harus tetap menyediakan
dan memberikan sedotan plastik. Selain itu, menurut Lonny Grafman, seorang
peneliti asal Humboldt State University, proses pembuatan sedotan stainless steel
membutuhkan energi lebih besar dibandingkan dengan sedotan plastic.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis menciptakan inovasi
sebagai pengganti sedotan plastic yang diberi nama Sedot Dosa ( Sedotan Dari
Kitosan). Sedotan yang dibuat menggunakan bahan dasar kitosan yang berasal
dari kulit udang, serta penambahan sorbitol sebagai plasticizer. Sedotan ini
bersifat ramah lingkungan, karena kitosan merupakan merupakan polimer
kationik yang bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradasi. Kitosan juga
2
2.1.Kitosan
Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi
(penghilangan gugus-COCH3) kitin. Kitin merupakan penyusun utama
eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang.
Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-deoxy-
Dglucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan β-(1→ 4).
Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, merupakan polisakarida yang
mengandung banyak nitrogen, sumber polusi utama di daerah pantai (Goosen,
1997). Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan
dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi
kitin dilakukan dengan penambahan NaOH (Kolodziesjska et al., 2000; Chang
et al., 1997), sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase
(CDA) (Hekmat et al., 2003). Proses deasetilasi menggunakan kombinasi
perlakuan secara kimiawi dan enzimatis seperti yang telah dilaporkan oleh
Emmawati (2004) dan Rochima (2005) merupakan alternatif proses yang lebih
baik.
Banyak sekali potensi kitosan yang sudah banyak diteliti, mulai dari
pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. Aplikasi kitosan
dalam bidang pangan salah satunya yaitu sebagai makanan berserat sehingga
dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan,
dan menurunkan kadar kolesterol (Manullang, 1998). Dalam bidang kesehatan
dapat berperan sebagai antibakteri, anti koagulan dalam darah, pengganti
tulang rawan, pengganti saluran darah, anti tumor (penggumpal) sel-sel
leukimia (Manullang, 1998). Chen et al. (1996) meneliti aplikasi kitosan
sebagai antimikrobial untuk pengemas dan Kittur et al. (1998) menggunakan
kitosan sebagai bahan dasar pengemas berupa film. Sifat dan mutu kitosan
dapat dilihat pada Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan
Sifat Nilai
Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk
Kadar air (% berat kering) ≤10,0
Kadar abu (% berat kering) ≤2,0
Warna larutan Jernih
Derajat deasetilasi (%) ≥70
Viskositas (Cps)
Rendah <200
Medium 200-799
Tinggi 800-2000
Ekstra Tinggi >2000
4
Produksi Sedot
Pra Produksi Sintesis Kitosan
Dosa
Bulan
Jenis
No 1 2 3 4 5
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Prencanaan
Konsep dan
Keuangan
2 Pembelian
peralatan dan
perlengkapan
produksi
3 Sintesis
Kitosan dari
Kulit Udang
4 Pembuatan
Produk
5 Pengemasan
Produk
6 Pengujian
Kelayakan
Produk
7 Evaluasi
Produk dan
Pemasaran
9
DAFTAR PUSTAKA
Hekmat, O., tokuyasu, K., dan Withers, S. G. 2003. Subsite strukture of the
endotype chitin deasetylase from a Deuteromycetes, Colleotrishum
lindemuthianum: an investigation using stesdy state kinetic analysis and MS.
Biochem 374: 369-380.
Jeong, Y. J., dan Kim, S. K. 2002. Chitosan as an edible invisible film for quality
preservation of herring and Atlatic cod. J. Agric Food Chem 50: 5167-5178.
Kittur, F.S., K.R. Kumar dan R.N. Tharanathan. 1998. Functional packaging
properties of chitosan film. Z. Lebesm Unters Forsch A. 206: 44-47.
Kolodziejska, I., Wojtasz- Pajak, A., Ogonowska, G., dan Sikorski, Z. E. 2000.
Deacetylation of Chitin in two-stage Chemical and Enzymatic Process.
Bulletin of Sea Fisheries Institute 2: 15-24.
Krochta, J.M. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coatings and
Films. Di dalam : Singh, R.P. dan M.A. Wirakartakusumah (eds). Advances
in Food Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L. : pp 517-538.
Park, H.J., C.L. Weller, P.J. Vergano dan R.F. Testin. 1996. Factor affecting
barrier and mechanical properties of protein-edible, degradable films. New
Orlean. L.A.
10
Roller, S., Sagoo,S., Board, R., O’Mahony,T., Fitzgerald, G., Fogden, M., Owen,
M., dan Flecher, H. 2002. Novel combination of chitosan, carnocin, and
sulphite for preservation of chilled pork sausages. Meat Sci 19: 165-177.
Sagoo, S., Board, R. dan Roller, S. 2002. Chitosan inhibits growth of spoilage
microorganisms in chilled pork products. Food Microbial 19: 175-182.
Zivanovic, S., basurto, C. C., Chi, S., Davidson, P. M., dan Weiss, J. 2004.
Molecular weight of chitosan influences antimicrobial activity in oil-in- water
emulsions. J. Food Prot 67: 952-959.
11
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota serta Dosen Pembimbing
12
13
14
15