Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3
E. Ruang Lingkup ................................................................................................... 3
F. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 3
G. Hipotesis............................................................................................................. 4
H. Rencana dan Jadwal Penelitian .......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)........................................................................... 5
1. Sisik Ikan ........................................................................................................ 6
B. Kitosan ............................................................................................................... 6
C. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red ( FTIR ) .................................. 8
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat ................................................................................................. 10
1. Bahan ............................................................................................................ 10
2. Alat ............................................................................................................... 10
B. Metode Penelitian............................................................................................. 10
1. Persiapan Bahan Baku .................................................................................. 10
2. Ekstraksi Kitin dari Sisik Ikan Mas .............................................................. 10
3. Optimasi Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan ................................................ 11
4. Analisis Kitosan ........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

i
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)………………………………………………..6
2. Struktur Kitosan…………………………………………………………….....8

ii
DAFTAR TABEL
halaman

1. Rencana dan Jadwal Penelitian……………………………………………………4


2. Bilangan Gelombang Gugus Fungsi……………………………………………….9

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Potensi lestari perikanan laut di Indonesia diperkirakan sebesar 6,5 juta
ton per tahun. Tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) dengan tingkat pemanfaatan mencapai 6,71 ton atau
77,38 persen berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun
2011. Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya pada tahun 2011
masing-masing sekitar 5,4 juta ton dan 6,9 juta ton (Aziz dkk, 2017).
Ikan merupakan salah satu komoditi perikanan yang memberikan
kontribusi bagi konsumsi protein penduduk Indonesia. Kandungan gizi pada
ikan air tawar cukup tinggi bahkan hampir sama dengan komoditas ikan air
laut, sehingga sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dengan jumlah cukup
banyak. Tingginya kandungan vitamin dan kandungan lain yang dimiliki,
diantaranya Omega-3, Omega-6, dan DHA, sangat membantu pertumbuhan
balita (Anggaini, 2008). Rata-rata bagian daging ikan yang dapat dimakan
sebanyak 40–50%. Selebihnya tidak dimakan, bagian tubuh ikan yang
biasanya menjadi limbah adalah sisik, kulit, tulang, insang, semua organ
dalam yaitu pankreas, hati, jantung, gonad, gelembung renang, dan usus
(Aziz dkk, 2017).
Limbah yang dihasilkan dari produksi ikan tersebut menimbulkan
berbagai isu di bidang lingkungan yang dapat melebar ke permasalahan
sosial dan kesehatan. Karena kurangnya pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan limbah. Akibatnya limbah yang terus-menerus menumpuk
dapat menimbulkan bebauan tidak sedap yang dapat mengganggu aktivitas
serta penduduk sekitar, menurunnya keindahan lingkungan, serta
menurunnya kualitas air yang bisa mencemari lingkungan dan menggangu
kesehatan masyarakat yang berada di area sekitar (Natalia, 2000).
Salah satu limbah produksi ikan yang dapat dimanfaatkan adalah sisik
ikan. Sisik ikan mengandung kitosan. Kitosan adalah produk alami dari
kitin, polysaccharide pada exoskeleton ikan, seperti udang dan rajungan.
Kitosan mempunyai kelebihan yakni mempunyai gugus aktif yang mampu

1
berikatan dengan mikroba maka kitosan mampu menghambat pertumbuhan
mikroba, sangat menyerap bahan anorganik dan komponen logam, pelapis
(coating), pengikat protein dan lemak. Pelapis dari polisakarida merupakan
penghalang yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa membentuk matrik yang
kuat dan kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2 dan O2. Sebagai
pelapis, kitosan mampu melindungi dan melapisi bahan makanan sehingga
dapat mempertahankan rasa asli dan menjadi penghalang masuknya
mikroba. (Suseno, 2006)
Karena banyaknya manfaat dari kitosan tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui optimasi dan perlakuan terbaik dari kombinasi
NaOH dan suhu berbeda terhadap pembuatan kitosan yang dihasilkan dari
limbah sisik ikan mas. Sehingga didapatkan rendemen dan derajat
deasitilasi yang tinggi dengan mutu yang baik. Maka Pemanfaatan limbah
sisik ikan menjadi kitosan diharapkan dapat mengurangi pencemaran
lingkungan.

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Berapa konsentrasi NaOH dan suhu yang optimum untuk mendapatkan
kitosan.
2. Apakah kitosan yang didapatkan dari beberapa variabel konsentrasi
NaOH dan suhu memenuhi syarat standar mutu kitosan SNI 7949:2013
(BSN 2013).

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi perlakuan terbaik
dari kombinasi konsentrasi NaOH dan suhu berbeda terhadap pembuatan
kitosan yang dihasilkan dari limbah sisik ikan mas. Optimasi kombinasi
konsentrasi NaOH dan suhu dilakukan untuk mendapatkan metode yang
efisien dan efektif dalam pembuatan kitosan. Serta mengidentifikasi adanya
kitosan pada sisik ikan mas.

2
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkakan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa limbah sisik ikan mas mengandung kitosan yang
mempunyai banyak manfaat. Serta mengetahui konsentrasi dan suhu
optimum untuk menghasilkan kitosan dengan nilai derajat deasetilasi yang
tinggi dengan mutu yang baik. Diharapkan dengan pemanfaatan limbah
sisik ikan mas menjadi kitosan dapat mengurangi pencemaran lingkungan
oleh limbah sisik ikan.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi tahapan pembuatan kitosan dari
sisik ikan yakni deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Pengujian
sampel kitosan yang dihasilkan dari berbagai konsentrasi NaOH dan suhu
meliputi identifikasi gugus fungsi dengan instrument FTIR, kadar air, kadar
abu, kadar nitrogen, rendemen kitosan dan nilai derajat deasetilasi. Untuk
mengetahui mutu kitosan yang dihasilkan, hasil pengujian yang didapat
dibandingkan dengan SNI 7949:2013 (BSN 2013).

F. Kerangka Pemikiran
Sisik ikan terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar tipis merupakan
epidermisnya dibentuk oleh sel-sel ephiteal. Lapisan di bawahnya adalah
dermis, kutin dan korium. Di bawah dermis terdapat lapisan sel-sel yang
mengandung kitin (Hadiwiyoto, 1993).
Kitosan didapatkan dari produk alami kitin, polysaccharide pada
exoskeleton ikan, seperti udang dan rajungan. Bahan dasar kitosan antara
lain dari sisik ikan (Faridah dkk, 2012). Kitosan merupakan turunan dari
kitin dengan struktur [β-(1-4)-2-amina -2-deoksi-D- glukosa] merupakan
hasil dari deasetilasi kitin dengan cara menghilangkan gugus asetil (CH3-
CO) dengan atom hidrogen (H) menjadi gugus amina (NH2). Tahapan untuk
mendapatkan kitosan yakni penghilangan protein (deprotenasi),
penghilangan mineral (demineralisasi), dan penghilangan gugus astetil

3
(deasetilasi). Kitosan merupakan suatu polimer yang bersifat polikationik
(Tao-lee et al., 2001).
Kitosan mempunyai gugus aktif yang akan berikatan dengan mikroba
maka kitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Dan sangat
menyerap bahan anorganik dan komponen logam. Keunikan bahan ini
hingga berfungsi sebagai pengawet karena mempunyai gugus amoni yang
bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain.
(Roberts, 1992).

G. Hipotesis
Terdapat kitosan pada sisik ikan mas. Terdapat pengaruh konsentrasi
NaOH dan suhu terhadap jumlah kitosan yang dihasilkan.

H. Rencana dan Jadwal Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Unversitas Nusa
Bangsa Jl. Baru Km 4 Cimanggu, Bogor. Waktu penelitian ini dari Bulan
April 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.
Tabel 1. Rencana dan Jadwal Penelitian
No Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Kegiatan
1 2 3 4 1 1 2 3 4 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi pustaka
2. Penyusunan
proposal
3. Seminar
Proposal
4. Penelitian
5. Seminar hasil
penelitian
6. Penyusunan
skripsi
7. Sidang
komprehensif

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)


Ikan mas merupakan ikan yang sudah umum dipelihara, pembagian
jenis ikan mas menjadi dua golongan, yakni pertama mas yang bersisik
normal dan kedua jenis kumpai yang memiliki ukuran sirip memanjang.
Golongan pertama yakni yang bersisik normal dikelompokkan lagi menjadi
dua yakni pertama kelompok ikan mas yang bersisik biasa dan kedua
bersisik kecil (Ardiwinata , 1981) .
Secara morfologis ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang
dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan.
Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara
umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian
kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan mas berukuran
relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru,
merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai
dengan rasnya (Hendrayana dkk, 2009).

(Sumber : Hendrayana, 2009)


Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)
Klasifikasi ikan mas menurut (Amri K, 2008) adalah sebagai berikut:
Filum : Cordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L

5
1. Sisik Ikan
Sebagian besar ikan tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik berasal dari
lapisan kulit yang dinamakan dermis, sehingga kulit sering disebut
rangka dermis. Sisik ikan terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar tipis
merupakan epidermisnya dibentuk oleh sel-sel ephiteal. Lapisan di
bawahnya adalah dermis, kutin dan korium. Di bawah dermis terdapat
lapisan sel-sel yang mengandung kitin. (Hadiwiyoto, 1993).
Senyawa kimia yang terkandung dalam sisik ikan, antara lain adalah
41-84% merupakan protein organik (kolagen dan ichtylepidin) dan
sisanya merupakan residu mineral dan garam anorganik seperti
magnesium karbonat dan kalsium karbonat. Komponen besar yang
terdapat di sisik ikan antara lain adalah 70 % air, 27% protein, 1 %
lemak, dan 2 % abu. Senyawa organik terdiri dari 40%-90% pada sisik
ikan dan selebihnya merupakan kolagen, tanpa memperhatikan spesies
ikan tersebut. Saat ini sisik ikan dalam jumlah besar dapat diperoleh
dari limbah buangan penjualan ikan atau perusahaan pengolahan ikan
(Budirahardjo, 2010).

B. Kitosan
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (β-1,4-2amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus
molekul [C6H11NO4]n. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak
berbau, dan tidak berasa. Kitosan tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
asam sulfat dan dalam pelarut organik (alkohol, aseton, dimetilformamida
dan dimetilsulfoksida). Sedikit larut dalam asam klorida dan dalam asam
nitrat. Larut sempurna dalam asam asetat 1% - 2% dan asam format 0,2%-
1,0% (Teguh, 2003).
Kitosan ditemukan pada exoskeleton ikan, seperti udang dan rajungan.
Bahan dasar kitosan antara lain dari sisik ikan. Kitosan mempunyai gugus
aktif yang akan berikatan dengan mikroba maka kitosan mampu
menghambat pertumbuhan mikroba. Dan sangat menyerap bahan anorganik
dan komponen logam (Roberts, 1992).

6
Kitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin (Bastaman,
1989). Oleh karena itu untuk memperoleh kitin melibatkan proses
pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi).
Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses
deasetilasi (Krissetiana, 2004).
Tahap demineralisasi merupakan proses penghilangan mineral yang
terkandung dalam sisik ikan. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3
(kalsium karbonat) dan Ca3PO4 (kalsium posfat). Asam klorida dengan
konsentrasi lebih dari 10% dapat efektif melarutkan kalsium sebagai
kalsium klorida. Proses demineralisasi dengan menggunakan asam klorida
sampai CO2 yang terbentuk hilang kemudian didiamkan 24 jam pada suhu
kamar. Proses depigmentasi yang sesungguhnya telah berlangsung saat
pencucian residu sesuai proses deproteinasi atau demineralisasi yang
dilakukan (Knorr, 1988).
Deasetilasi Kitin dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-
COCH3) pada gugus asetil amino pada kitin menjadi gugus amino bebas
pada kitosan dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur
kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus
karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan NaOH
konsentrasi 40%-60% dan suhu yang tinggi 100-150℃ untuk mendapatkan
kitosan (Istiqomah dkk, 2012).

Sumber : Septiwi, 2015


Gambar 2. Struktur Kitosan

7
C. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red ( FTIR )
FTIR singkatan dari Fourier Transform Infra Red, merupakan suatu
teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap
radiasi elektromagnetik. Fungsi dari FTIR adalah untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif suatu senyawa organik. Dapat pula digunakan untuk
penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven, 2001).
Prinsip kerja spektroskopi inframerah yakni bila suatu senyawa
menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi
yang diteruskan oleh sampel akan berkurang. Hal tersebut mengakibatkan
penurunan nilai %T dan terlihat pada spektrum disebut puncak absorpsi atau
pita absorpsi (Kosela, 2010). Pita absorpsi dalam spektrum inframerah dapat
dikelompokan menurut intensitasnya yaitu : kuat (strong, s), medium (m),
lemah (weak,w). Suatu pita lemah yang bertumpang tindih dalam suatu pita
kuat disebut bahu (shoulder,sh). Istilah istilah tersebut hanya bersifat
kualitatif (Supratman, 2010).
Spektrum inframerah adalah grafik dari bilangan gelombang yang
berubah sepanjang suatu daerah sempit dari spektrum elektromagnetik
terhadap persen transmitan (%T) atau serapan (A). Daerah yang umumnya
diperhatikan oleh ahli kimia organik dalam identifikasi suatu senyawa
adalah bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1 (Kosela, 2010).
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, apakah senyawa
organik atau anorganik, akan menyerap berbagai frekensi radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ) 0,5 – 1000 μm). Dalam
kimia organik, fungsi utama dari spektrometri inframerah adalah mengenal
(elusidasi) struktur moelkul, khususnya gugus fungsional seperti OH, C =
O, C = C. daerah yang paling berguna untuk mengenal struktur suatu
senyawa adalah pada daerah 1-25 μm atau 10.000 – 400 cm-1 . Dalam
praktek satuan yang lebih umum dipakai adalah satuan frekuensi (cm-1 )
dan bukan saatuan panjang gelombang. Serapan setiap tipe ikatan (N - H, C
- H , O - H, C - X, C = O, C - O, C – C, C = C, C = N, dan sebagainya)
hanya diperoleh dalam bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi infra

8
merah. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan
setiap tipe ikatan (Kristianingrum, 2002
Tabel 2. Bilangan gelombang gugus fungsi
Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan
C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470
C-H Alkena 3020-3080, 675-870
C-H Aromatik 3000-3100, 675-870
C-H Alkuna 3300
C=C Alkena 1640-1680
C=C Aromatik (Cincin) 1500-1600
C-O Alkohol, eter,
asam karboksilat, ester 1080-1300
C=O Aldehid, keton,
asam karboksilat, ester 1690-1760
O-H Alkohol, fenol 3610-3640
(monomer)
O-H Alkohol, fenol (ikatan 2000-3600 (lebar)
H)
O-H Asam Karboksilat 3000-3600 (lebar)
N-H Amina 3310-3500
C-N Amina 1180-1360
NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

Sumber:
http://k10tiumb.blogspot.co.id/2009/11/bab-xl-
metode-spektrokopik.html

9
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat


1. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengujian ini adalah sisik
ikan mas, asam klorida pekat (Merck), natrium hidroksida (Merck),
aseton (Merck), asam sulfat (Merck), perak nitrat (Merck), dan
aquadest.

2. Alat
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan
gelas, kertas saring, pH meter (Schoot Lab), neraca analitik (Sartorius
CP224S), hot plate, dan Spektrofotometer FTIR (Jasco, Jepang).

B. Metode Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku
Sisik ikan dicuci menggunakan air mengalir untuk menghilangkan
kotoran dan partikel aneh lainnya. Setelah itu, sampel dikeringkan
dengan udara. Sisik ikan kering disimpan di suhu kamar sebelum
proses ekstraksi dimulai (Takarina dkk, 2017).
2. Ekstraksi Kitin dari Sisik Ikan Mas
a. Penghilangan Protein (Deproteinasi)
Serbuk sisik ikan dilarutkan dalam NaOH 3,5% dengan
perbandingan sisik ikan dengan NaOH 1:10 (m/v) pada suhu 100oC
selama 2 jam. Larutan disaring dan dicuci dengan aquadest sampai
pH netral kemudian dikeringkan pada oven suhu 50°C selama 3 jam
hingga endapan cukup kering (Azis dkk, 2017). Filtrat diuji lanjutan
dengan pereaksi biuret, bila filtrat berubah menjadi biru berarti
protein yang terkandung sudah hilang (Apriani dkk, 2012).
b. Penghilangan Mineral (Demineralisasi)
Serbuk sisik ikan bebas protein dilarutkan dalam larutan HCl 1
N dengan perbandingan 1:6 (m/v) pada suhu ruang (25-30 oC)
selama 30 menit. Larutan disaring dan dicuci dengan aquadest

10
sampai pH netral. Endapan dikeringkan pada oven suhu 50°C
selama 3 jam atau sampai endapan cukup kering (Azis dkk, 2017).
Filtrat yang diperoleh diuji lanjutan dengan larutan AgNO3 0,1N,
bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka sisa ion Cl yang
terkandung sudah hilang (Apriani dkk, 2012).
3. Optimasi Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan
Proses deasetilasi dilakukan dengan tiga variabel berbeda pada
konsentrasi NaOH (10 M, 12,5 M dan 15 M) dan dua variabel pada
suhu (100℃ dan 130℃).
a. Suhu 100℃
Kitin dilarutkan dalam NaOH (10 M, 12,5 M dan 15 M) selama
1 jam pada suhu 100oC dengan perbandingan 1:10 (m/v). Larutan
disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH netral. Endapan
dikeringkan pada oven suhu 50°C selama 3 jam atau sampai endapan
cukup kering (Azis dkk, 2017).
b. Suhu 130℃
Kitin dilarutkan dalam NaOH (10 M, 12,5 M dan 15 M) selama
1 jam pada suhu 130oC dengan perbandingan 1:10 (m/v). Larutan
disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH netral. Endapan
dikeringkan pada oven suhu 50°C selama 3 jam atau sampai endapan
cukup kering (Azis dkk, 2017).

4. Analisis Kitosan
a. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselen kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 105
°C selama 30 menit. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit sampai cawan dingin. Cawan kosong kemudian
ditimbang bobotnya sebagai bobot cawan porselen kosong. Sampel
seberat 2 g ditimbang dan dimasukkan kedalam cawan porselen.
Selanjutnya cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 °C
selama 3 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang sebagai bobot cawan
porselen kosong dan sampel.

11
Perhitungan kadar air sampel adalah sebagai berikut.
𝐵−𝐶
Kadar air (%) = x 100%
𝐵−𝐴

Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

b. Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)


Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
dengan suhu 105°C, lalu dimasukkan dalam desikator kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam cawan abu
porselen, kemudian diarangkan di atas kompor listrik hingga tidak
berasap. Cawan tersebut kemudian dipanaskan dalam tanur pada
tungku 550 °C. Proses pengabuan dilakukan selama 6 jam sampai
abu berwarna putih. Setelah suhu tungku pengabuan turun, cawan
abu porselen didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang
beratnya.
Perhitungan kadar abu sampel adalah sebagai berikut.
𝐶−𝐴
Kadar abu (%) = x 100%
𝐵−𝐴
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

c. Analisis Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)


Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga
tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
1. Tahap destruksi
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl. Campuran selen Sebanyak 2 g dan 25 ml
H2SO4 ditambahkan. Labu kjehdal yang berisi larutan tersebut
dipanaskan di atas alat pemanas sekitar 2 jam. Proses destruksi
dilakukan sampai warna larutan menjadi hijau bening.

12
2. Tahap destilasi
Larutan yang dihasilkan pada tahap destruksi diencerkan
hingga 100 ml dengan menggunakan akuades. Kemudian larutan
diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan
beberapa tetes indikator phenolphthalein (PP). Selanjutnya
larutan sampel dilakukan destilasi selama 10 menit dengan
penampung berupa 10 ml asam borat 2 % yang telah dicampur
dengan indicator BCG:MM. Destilasi dilakukan hingga terjadi
perubahan warna dari merah muda menjadi biru.
3. Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,01 N sampai
warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.
Perhitungan kadar protein pada sampel adalah sebagai berikut:
Vol HCl ×N HCl ×14 ×6,25 ×FP
Protein (%) = x 100%
mg sampel

Keterangan:
FP = Faktor pengenceran.

d. Analisis Derajat Deasetilasi


Derajat deasetilasi ditentukan dengan metode garis dasar
menggunakan grafik FTIR. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan
dengan rumus sebagai berikut.
𝑃𝑜
A = log
𝑃
Keterangan:
A = Absorbansi.
PO = % transmitans pada garis dasar.
P = % transmitans pada puncak minimum.
𝐴1655 1
DD (%) = [ 1 – [ 𝑋 X 100% ]
𝐴3450 1,33

Keterangan:
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1655 cm-1 untuk
serapan gugus amida/asetamida (CH3CONH-).

13
A3450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm-1 untuk
serapan gugus hidroksil (OH-).
1,33 = Perbandingan A1655 dengan A3450 pada DD sebesar
100%
(Domzy dkk, 2015).

e. Analisis Gugus Fungsi Kitosan


Sebanyak 2 mg sampel kitosan ditambahkan 200 mg KBr
(1:100) lalu digerus sampai halus. Campuran sampel dan KBr
dimasukan dalam alat pencetak pelet dan dipress dan divakum untuk
menarik uap air yang ada. Film yang terbentuk kemudian dibaca
dengan alat Fourier Transform Infra-Red (FTIR) (Septiwi, 2015).
f. Rendemen Kitosan
Sisik ikan yang diproses dalam proses ekstraksi ditimbang
dicatat beratnya sebagai massa ikan yang diproses (B). Kitosan yang
telah dihasilkan dari proses deasetilasi ditimbang dan dicatat
beratnya sebagai massa kitosan kering (A). Kemudian dilakukan
perhitungan rendemen menggunakan persamaan sebagai berikut.
𝐴
Rendemen (%) = X 100%
𝐵

Keterangan :
A : massa kitosan kering (g)
B : massa sisik ikan yang diproses (g)

14
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K dan Khairuman., 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro
Media Pustaka, Jakarta
Anggaini, S., 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas (Cyprinus
carpio) Dengan Cara Pemberokan (Kasus: Desa Selajambe, Kecamatan
Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Apriani, L., G. M. Iskandar., dan M. Said., 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi
NaOH Terhadap Nilai Derajat Deasetilasi Pada Pembuatan Chitosan Dari
Cangkang Kulit Kepiting. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari
2012. Universitas Sriwijaya, Palembang
Ardiwinata, R.O., 1981. Pemeliharaan Ikan Jilid 3: Pemeliharaan Gurami. Sumur
Bandung, Bandung
Azis, N., M. Fikri Fikri Bill Gufran., W.U. Pitoyo dan Suhandi., 2017. Pemanfaatan
Ekstrak Kitosan dari Limbah Sisik Ikan Bandeng di Selat Makassar pada
Pembuatan Bioplastik Ramah Lingkungan. Hasanuddin Student Journal
Vol. 1(1): 56-61. Fakuktas Teknik Universitas Hasanudin. Makasar
Bastaman, S., 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Chitosan
from Prawns Shells. J of Aeronautical and Chemical Engineering, 2 (10) :
188-297
[BSN] Badan Standardisasi Nasional., 2013. SNI 7949: 2013. Kitosan-Syarat Mutu
dan Pengolahan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional., 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji
Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Budirahardjo, R., 2010. Sisik Ikan Sebagai Bahan yang Berpotensi Mempercepat
Proses Penyembuhan Jaringan Lunak Rongga Mulut Regenerasi Dentin
Tulang Alveolar. Jurnal Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010:
136-40. Universitas Jember, Jawa Timur
Faridah, F., A. Khafidzoh., D. Mustikawati., N. Anggraeni., dan Y. Dharmawan.,
2012. Chitosan Pada Sisik Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai
Alternatif Pengawet Alami Pada Bakso. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 2
No.2. Semarang
Hadiwiyoto, S., 1993., Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta.
Hendrayana, C., Darmadi dan F. Fadhil., 2009. Pengaruh Suhu Terhadap Membuka
dan Menutupnya Operculum Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Laporan Akhir
Praktikum. Universitas Padjajaran, Bandung.
Istiqomah, N., D. Izak. R dan S. Sumarsih., 2012. Pembuatan Hidrogel Kitosan –
Glutaraldejid Untuk Aplikasi Penutup Luka Secara In Vivo. Skripsi
Universitas Airlangga, Jawa Timur.

15
Knorr, D., MD Beaumont dan Y. Pandya., 1988. Potensial of Acid Soluble and
Water Soluble Chitosan in Biotechnology. Departemen of Food
Technology, Berlin University of Technology, Konigi-Luise-Str. Berlin.
Kosela, S., 2010. Cara Mudah dan Sederhana Penentuan Struktur Molekul.
Berdasarkan Spektra Data (NMR, Mass, IR, UV). Penerbit Lembaga FE
UI. Jakarta.
Kristianingrum, S., 2002. Handout Spektroskopi Infra Merah. Jogjakarta
Natalia, M.N.F., 2000. Optimalisasi Kondisi pada Isolasi Kitin dari Sisik Ikan
Gurame (Osphronemus goramy Lacepede). Skripsi Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Roberts, GAF., 1992. Chitin Chemistry. McMillan Press, Ltd London, pp 91.
Septiwi, M. R., 2015. Efek Kitosan dan Nanokitosan dari Karapas Udang dalam
Mereduksi Kadar Triglesirida Tikus Sprague-Dawley. Skripsi Departemen
Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB,
Bogor.
Steven MP., 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah: Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari Polymer Chemistry: An Introduction.
Supratman, U., 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Widya Padjadjaran,
Bandung.
Suseno dan Hardjito., 2006. Pengaruh Konsentrasi Khitosan Terhadap Mutu Ikan
Teri (Stolephorus Heterolubus) Asin Kering Selama Pentimpanan Suhu
Kamar. Tesis Universitas Diponegoro, Semarang
Takarina, N.D., A. A Nasrul., dan A. Nurmarina., 2017. Degree of Deacetylation
of Chitosan Extracted from White Snapper (Lates sp.) Scales Waste.
International Journal of Pharma Medicine and Biological Sciences Vol. 6,
No. 1. Universitas Indonesia, Depok
Tao-lee, S., Long Mi, F., Ju Shen dan Shing Shyu., 2001. Equilibrium and Kinetic
Studies of Copper(II) Ion Uptake by Chitosan-Tripolyphosghate Chelating
Resin, J Polymer, 42 : 1879-1892
Teguh, D.O., 2003. Pembuatan dan Analisis Film Bioplastik dari Kitosan Hasil
Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau. Skripsi. Universitas
Pancasila, Jakarta.
Sumber internet :
http://k10tiumb.blogspot.co.id/2009/11/bab-xl-metode-spektrokopik.html Diakses
pada tanggal 20 Maret 2018.
Krissetiana, H. 2004. Kitin dan Kitosan dari Limbah Udang, Suara Merdeka,
http://www.suaramerdeka.com/harian/040 5/31/ragam4.htm.

16
17

Anda mungkin juga menyukai