PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
POLITEKNIK NEGERI
AMBON
2023
LEMBARAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
MENYETUJUI
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
MENGETAHUI
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
menyertai penulis sehingga penulisan proposal penelitian dengan judul “Analisa Kimia
Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritikan yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat diharapkan sehingga dapat melengkapi segala kekurangan. Semoga
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBARAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan................................................................................................................. 3
1.3. Manfaat............................................................................................................... 3
2.3. Fermentasi........................................................................................................... 7
2.7. Bakasang............................................................................................................. 13
iv
3.3.1 Analisa Kadar Air...................................................................................... 17
3.4. Perlakuan............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Ikan layang (Decapterus sp) merupakan salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang
memiliki potensi dan nilai ekonomis tinggi. Produksi ikan layang di Indonesia kebanyakan
berasal dari hasil tangkapan nelayan, dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring insang
dan pukat cincin. Ikan layang merupakan jenis ikan yang memiliki produksi paling tinggi di
Indonesia dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yang mencapai 52% dari seluruh hasil
tangkapan, yaitu sekitar 2.323.365 ton per tahun Weber dan Beaufort (1931). Ikan Layang
oleh masyarakat Maluku dikenal dengan nama ikan “momar” merupakan salah satu hasil
perikanan tangkap yang berlimpah di Maluku, hasil produksi ikan layang di Maluku pada
tahun 2016 sebesar 12.650,30 ton Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tengah (2017). Selain
itu, hasil tangkapan yang melimpah membuat ikan ini banyak yang dibiarkan membusuk
tanpa ada pengolahan lanjutan. Oleh karena itu perlu adanya suatu metode olahan agar ikan
layang bisa dinikmati semua kalangan masyarakat. Salah satu olahan ikan yang sudah cukup
dikenal adalah pengolahan ikan layang kering untuk konsumsi sehari-hari ataupun dijadikan
Bakasang adalah produk fermentasi ikan yang terbuat dari daging ikan atau jeroan yang
dalam pembuatannya ditambahkan garam, dengan atau tanpa penggunaan enzim dan
difermentasi selama 7 sampai 14 hari dan dapat disimpan dalam waktu beberapa bulan
(Wenno, et al, 2016). Fermentasi bahan pangan merupakan hasil kegiatan beberapa
mikroorganisme. Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya beberapa
yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Selama proses fermentasi, peptida akan dirombak
menjadi peptida kemudian menjadi asam amino (Kamiya et al., 2002). Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi fermentasi yaitu keasaman (pH), mikroba, suhu, oksigen, waktu, enzim
dan garam. Garam sering digunakan dalam proses fermentasi. Garam dapat berfungsi sebagai
pengikat air dan pemberi rasa yang sedap, selain itu juga garam dapat menghambat
relatif lebih sensitif terhadap garam. Garam dapat berfungsi sebagai bahan pengawet karena
dapat menaikan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroba
(Buckle et al., 1978). Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian
tentang bakasang dengan judul “Perubahan Histamin Bakasang Ikan Layang Selama
Menurut Juharni (2013), terbentuknya histamin pada ikan berawal karena terjadinya
kerusakan daging melalui proses autolisis. Kandungan histamin akan meningkat sejalan
dengan pembusukan dan ini diduga karena pertumbuhan mikroorganisme didalam daging
ikan. Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan dan perombakan histamin adalah
bakteri enteric yang menghasilkan enzim histidin dekarboksilase. Aktivitas mikroba dan
enzim ini yang akan memecah protein menjadi asam-asam amino salah satunya histidin.
Selanjutnya histidin diubah menjadi histamin oleh bakteri yang menghasilkan enzim histidin
dekarboksilase.
viii
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang bakasang
dengan judul “Analisa Kimia Bakasang Ikan Layang Dengan Dan Tanpa Enzim”.
Untuk menganalisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu dan organoleptik
menambah pengetahuan bagi penulis tentang Analisa Kimi Bakasang Ikan Layang Dengan
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia.
Ikan ini termasuk jenis pemakan zooplankton, hidup di dekat permukaan laut (pelagis) dan
membentuk gerombolan besar. Ikan jenis ini berukuran kecil. Bagian punggung ikan layang
berwarna biru kehijauan dan bagian perutnya berwarna putih perak sedangkan sirip-siripnya
berwarna kuning kemerahan. Bentuk tubuhnya memanjang dan dapat mencapai 30 cm. Pada
umumnya, rata-rata panjang badan ikan layang adalah 20-25 cm. Ikan layang memiliki dua
sirip punggung, dua sirip tambahan di belakang sirip punggung kedua dan satu sirip
tambahan di belakang sirip dubur. Ikan Layang memiliki dua sirip punggung, dua sirip
tambahan di belakang sirip punggung kedua dan satu sirip tambahan di belakang sirip dubur.
Ikan Layang memiliki sirip kecil (finlet) yang merupakan ciri khas dari genus Decapterus
(Saanin, 1984).
Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia.
Ikan ini termasuk jenis pemakan zooplankton, hidup di dekat permukaan laut (pelagis) dan
membentuk gerombolan besar. Klasifikasi ikan layang (Saanin 1984) adalah sebagai berikut:
x
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorpha
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus sp
Bagian punggung ikan layang berwarna biru kehijauan dan bagian perutnya berwarna
memanjang dan dapat mencapai 30 cm. Pada umumnya, rata-rata panjang badan ikan layang
adalah 20-25 cm. Ikan layang memiliki dua sirip punggung, dua sirip tambahan di belakang
sirip punggung kedua dan satu sirip tambahan di belakang sirip dubur. Ikan layang memiliki
sirip kecil (finlet) yang merupakan ciri khas dari genus decapterus (Saanin 1984). Morfologi
Ikan layang adalah bahan makanan yang biasa di komsumsi oleh masyarakat
0%, lemak 1,7%, kalsium 50 miligram, fosfor 150 miligram, dan zat besi 2 miligram.selain
itu di dalam ikan layang juga terkandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin BI 0,05
Tabel 1. Kandungan Gizi ikan Layang (Decapterus sp.) per 100 gr / daging
Ikan Layang (Decapterus sp) Satuan
Ikan layang merupakan salah satu sumber protein yang diperlukan oleh tubuh. Sebagai
negara kelautan ada beragam jenis ikan laut yang tersedia di perairan Indonesia. Salah satu
jenis ikan laut yang banyak diburu oleh para nelayan karena memang harganya yang tinggi di
pasaran adalah ikan layang. Ikan ini dapat diolah dengan berbagai cara seperti digoreng,
digulai, dipindang, atau dijadikan ikan kering. Protein ikan mampu mendorong pertumbuhan
membran sel manusia. Asam amino esensialnya bisa memicu aktifnya hormon-hormon.
Selain kandungan proteinnya yang tinggi ikan layang juga mengandung berbagai nutrisi lain
xii
seperti lemak, kalsium, zat besi, fosfor, vitamin K1, vitamin K2, dan banyak lagi. Kandungan
nutrisi yang beragam ini tentu saja sangat bermanfaat bagi kesehatan.
2.4 Fermentasi
Fermentasi adalah proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba organisma (Suprihatin, 2010). Berdasarkan
produk yang dihasilkan, fermentasi dibagi menjadi dua jenis yaitu (Belitz, 2009) :
1. Homofermentatif, yaitu fermentasi yang produk akhirnya hanya berupa asam laktat.
2. Heterofermentatif, yaitu fermentasi yang produk akhirnya berupa asam laktat dan etanol
sama banyak. Contoh heterofermentatif adalah proses fermentasi yang terjadi dalam
pembuatan tape.
pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya lebih sederhana, mudah dan tidak
mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi yang tinggi, serta memiliki citarasa
yang khas (Hutkins, 2006). Fermentasi terdiri dari dua jenis berdasarkan sumber
xiii
Mikrorganisme tersebut akan merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang
diinginkan, contohnya pada pembuatan saus tetelan ikan tuna. Fermentasi juga dapat dibagi
menjadi dua bagian berdasarkan bentuk produk yang dihasilkan yaitu fermentasi dengan
produk akhir berbeda dari bahan baku ( seperti : silase ikan, terasi ikan dan kecap ikan) dan
fermentasi dengan produk akhir serupa dengan bahan baku bakasan dan ikan peda (Afrianto
alkohol dan fermentasi asam laktat. fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat memiliki
perbedaan dalam produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir fermentasi alkohol berupa
etanol dan C°2, sedangkan produk akhir fermentasi asam laktat berupa asam laktat
(Lehninger, 1994).
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana,
melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2CH⁵0H). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh
ragi dan digunakan pada produksi makanan. Persamaan reaksi kimia C6H12O6 →2CH⁵0H +
Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik,
yaitu tanpa mengeluarkan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi
terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa
jenis bakteri tertentu (Fadias, 1993). Fermentasi timbul sebagai hasil dari metabolisme energi
tipe anaerobik, dimana yang berfungsi sebagai donor dan aseptor elektornnya adalah senyawa
xiv
organik (Winarno dan Fardias 1984). Dalam proses fermentasi terjadi perubahan kimia dalam
bahan pangan yang disebabkan oleh aktivitas enzim. Enzim yang berperan tersebut dapat
dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan (Buckel et al. 1978).
Fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semi
biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks, terutama protein menjadi senyawa yang lebih
sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi berlangsung, protein ikan
akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam amino ini akan
terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan
citarasa produk. Jika kedalam bahan mentah tersebut ditambah sumber karbohidrat berupa
pati atau nasi, maka selama fermentasi akan terjadi pemecahan karbohidrat menjadi senyawa
yang lebih sederhana, seperti asam piruvat, asam laktat, asam asetat dan etanol (Rahayu et al.
1992).
ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-
senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam
keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-
asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi
Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semi biologis pada
prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu fermentasi menggunakan kadar garam
mineral dan fermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Adawyah,2006). Cara pengolahan
xv
dengan menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah proses
fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Pada proses fermentasi bakteri asam laktat juga
ditambahkan garam sebagai perangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi asam
laktat pada ikan merupakan gabungan dari fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat,
Produk-produk fermentasi ikan banyak dijumpai di Asia Tenggara. Bekasam adalah salah
satu produk tradisional fermentasi bergaram dari ikan yang banyak dijumpai di beberapa
daerah di Indonesia produk ini dibuat dengan mencampurkan ikan, dan garam dapur dalam
wadah tertutup dan selanjutnya dilakukan proses fermentasi pada suhu ruang antara 5 sampai
8 hari. Bekasam yang dihasilkan mempunyai karakteristik daging ikan seperti ikan segar
dengan daging ikan yang semakin kenyal, rasa asam asin khas Bekasam dengan aroma
Dalam proses fermentasi, keberhasilan fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
1. Keasaman (pH)
Makna yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen cukup
jumblahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka daya awet
dari asam tersebut akan hilang. Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan
bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk bakteri adalah 4,5-5,5 (Medigan et al., 2009).
2. Fermentasi
xvi
fermentasi biasnya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan dilaborotorium kultur
ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan (Medigan et al., 2009).
3. Suhu
Suhu fermantasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi.
minimal, dan suhu optimal yaitu suhu yang memberikan terbaik dan perbanyakan diri
4. Okigen
Udara atau oksigen selama fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk memperbanyak
atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda
jumblahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan fermentasi. Misalnya ragi
roti (saccharmycess cereviseae) akan tumbuh lebih baik dalam keadaan aerobik, tetapi
keduannya akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat dengan keadaan
5. Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Pada
kondisi optimal, bakteri akan membelah sekali setiap 20 menit. Untuk beberapa bakteri
memilih waktu generasi yaitu selang waktu antara pembelahan, dapat dicapai selama 20
menit. Jika waktu generasinya 20 menit pada kondisi yang cocok sebuah sel dapat
6. Garam
xvii
Garam sering digunakan dalam fermentasi. Garam dapat berfungsi sebagai pengikat air
dan pemberi rasa sedap, selain itu juga garam dapat mengambat pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Pada umumnya bakteri pembusuk relatif lebih
sensitif terhadap garam. Garam dapat berfungsi sebagai bahan pengawet karena dapat
menaikan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroba
7. Enzim
Papain merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari getah buah pepaya (carica pepaya).
Selain mengandung papain sebanyak 10% getah buah pepaya jikatersusun atas enzim
kimopapain dan lisozin sebesar 45% dan 25% papain tersusun atas 121 resedu asam amino
yang membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul sebesar 23.000 g/mol.
Rantai ikatan tersebut tersusun atas iringan, lisim, lesiun dan glisin. Setelah itu didalam
molekul papain juga terdapat sisi aktif yang terdiri atas gugus histidin dan sistein
(Hayuningtyias, 2015).
Kerusakan ikan segar secara mikrobiologi disebabkan oleh cemaran mikroba atau
mikroba pembusuk (Sukmawati et al., 2018). Terdapat dua kelompok mikroba yang mampu
hidup dan merusak produk ikan garam yakni kelompok mikroba heterotoleran dan mikroba
hidup pada media yang mengandung garam walaupun pertumbuhannya tidak memerlukan
garam, sedangkan mikroba halofilik sangat bergantung pada konsentrasi garam. Beberapa
jenis mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan ikan garam di Indonesia ialah Halomonas
mikroba pada ikan mempengaruhi jumlah mikroba selanjutnya sehingga akan meningkatkan
jumlah cemaran mikroba pada produk hasil perikanan (Sukmawati, 2018), selain itu juga
dipengaruhi oleh lama penyimpanan sebelum dipasarkan atau pun waktu pemasaran yang
terlalu lama. Faktor lain disebabkan karena rendahnya sanitasi dan tingkat higienitas pada
Pengolahan juga menjadi faktor yang mempengaruhi cemaran mikroba pada ikan seperti
halnya pencucian ikan sebelum di beri garam dan dikeringkan menggunakan air yang tidak
higienis atau tercemar oleh mikroba (Indrawati dan Fakrudhin, 2016). Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh kesegaran ikan tersebut sebelum diawetkan, ketebalan ikan, garam yang
digunakan perlu diperhatikan tingkat kemurnian, kepekatan, dan kehalusan garam tersebut
(Siregar, 2004).
2.7 Bakasang
Bakasang adalah produk pangan yang dibuat dari daging atau jeroan ikan melalui proses
fermentasi dengan penambahan karbohidrat dan penambahan garam, yang rasanya asam dan
biasanya disajikan untuk pelengkap lauk dengan penambahan bumbu. Bakasang umumnya
berasal dari daging atau jeroan ikan. Bakasang adalah pangan fermentasi tradisional
masyarakat Maluku (Purwaningsih et al., 2011). Mikroba yang berperan dalam produk
fermentasi ini adalah bakteri asam laktat (Ingratubun et al., 2013). Produk seperti ini juga
dikenal di negara lain dengan nama yang berbeda, seperti Nampla di Thailand dan Budu di
Adanya garam bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu (terkontrol) sehingga hanya
xix
mikroorganisme tahan garam (halofilik) yang dapat hidup dan menghasilkan enzim
proteolitik yang akan bereaksi pada produk. Enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri
halofilik akan memecah protein menjadi asam amino khususnya asam glutamat yang
berperan dalam pembentukan rasa gurih pada makanan. Bakasang memiliki kandungan asam
amino glutamat lebih tinggi dari asam amino lainnya yaitu 3,3 % per gram sampel (Estiasih,
2009). Glutamat adalah penambah rasa yang sering digunakan dalam makanan untuk
meningkatkan rasa gurih suatu makanan. Produk tradisional sejenis bakasang dijumpai di
beberapa negara antara lain: nampla (Thailand), yu-lu (China), paris (Philippines), ngapi
(Burma), shottsuru (Japan), colombo-lumre (India dan Pakistan), aekjeot (Korea), budu
(Malaysia), feseekh (Mesir), lanhouin (Benin), dan dayok (Arab). karakteristik organoleptik
bakasang oleh Purwaningsih et al. (2011), dayok oleh Bases (2012) yang menyarankan
bahwa garam yang digunakan untuk fermentasi hendaknya lebih dari 17.5% karena dapat
mengurangi kadar histamin. Rabie et al. (2009) meneliti tentang komposisi asam amino dan
komponen amin biogenik pada fermentasi feseekh yang kandungan histaminnya masih tinggi.
xx
BAB III
METODE PENELITIAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan, botol kaca,
timbangan elektrik, aluminium foil, wadah, dan sejumblah peralatan untuk menganalisis
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakasang adalah ikan layang, garam, dan
Proses pembuatan bakasang ikan layang dilakukan dengan cara, pertama-tama ikan
layang segar dibersihkan, dipisahkan daging dan jeroannya kemudian dicuci bersih.
Selanjutnya dilakukan pemisahan tulang dan duri pada daging ikan selanjutnya pengecilan
ukuran dengan cara dicacah, kemudian daging dan jeroan ditimbang untuk membuat
konsentrasi garam 20% dan penambahan enzim 7,5% kemudian dicampurkn hingga
homogen. Tahap selanjutnya adalah dimasukan kedalam botol kaca yang sudah steril dan
dibungkus dengan aluminium foil. Tahap akhir difermentasi selama 60 hari dan setiap 14 hari
sekali diamati perubahan histaminnya. Proses pembuatan bakasang ikan layang dapat dilihat
pada (Gambar. 2)
xxi
Ikan layang Keluarkan isi perut
(Decapterus sp)
ikan
keluarkan tulan dari dagin
Di haluskan
Di siangi kepala dan
kemuudian di
campur dengan
garam
Di masukan ke
dalam botol kaca
xxii
3.3 Prosedur Analisa
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven biasa atau Thermogravimetri yaitu
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan 20 pemanasan pada suhu 105ºC.
Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini
relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan
vakum. Bahan yang telah mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu kurang
lebih 105ºC dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan
yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh
karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam
ruangan tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberizat
penyerapan air. Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat,
silika gel, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau bariumoksida. Silika gel yang
digunakan sering diberi warna guna memudahkan bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau
belum, jika sudah jenuh akan berwarna merah muda, dan bila dipanaskan menjadi kering
Penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven menurut Sudarmadji (2007)
memiliki beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut: 1 Bahan lain disamping air juga ikut
menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri
dan lain-lain. 2 Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
xxiii
menguap. Contohnya gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami
oksidasi. 3 Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun
sudah dipanaskan.
Ambil abu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstrasi sochlet yang akan
digunakan. Timbang 1 gram sampel yang telah dihaluskan langsung kedalam kertas saring.
Kemudian tutup dengan kapas – wool yang bebas lemak. Letakan timbel atau kertas saring
yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian pasang alat kondensor
diatasnya dan abu kemak dibawahnya. Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter
kedalam abu labu kemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan.
Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali kelabu lemak
berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada dalam abu lemak, kemudian tampung pelarutnya.
Selanjutnya labu kemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dipanaskan dalam oven pada suhu
105°C. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikatoe, timbang
Timbang contoh sebanyak 1 – 2 gram masukan dalam labu destruksi, tambahkan 5 gram
campuran nutrium sulfat dan mercury oxide ( 20 : 1 ). Tambahkan kedalam labu destruksi 10
ml asam sulfat pekat. Lakukan pemanasan labu destruksi mula-mula pada suhu 200 - 250°C
sampai larutan tidak berasap lagi kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 300 400°C
sampai larutan didalam labu menjadi jernih. Bilas labu destruksi dengan aquades dan lakukan
pemanasan pada suhu yang sama sampai lerutan menjadi jernih. Pindahkan labu destruksi
kedalam alat destilasi dan lakukan pengenceran dengan aquades secukupnya, kedalam abu
xxiv
destruksi tambahkan larutan NaOH 45% sampai larutan bersifat alkalis (basah) diuji dengan
kertas lakmus. Tempatkan Erlenmeyer pada larutan penampung ( asam boric 5%). Destilasi
sampai volume laruta dalam labu destilasi 2/3 telah menguap atau larutan yang keluar dari
ujung pendingin alat destilasi tidak bersifat basah lagi ( diuji dengan kertas lakmus). Lakukan
tetrasi larutan hasil destilasi dengan HC1 0,1 N sampai mencapai titik ekuivalen (warna
Cawan abu dipanaskan dalam oven. Dengan suhu abu 105°C dinginkan cawan
pengabuan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat cawan abu kosong.
Kedalam cawan abu, masukan sekitar 2 gram sampel, selanjutnya abukan dalam tungku
pengabuan sampai suhu sekitar 650°C dan biarkan pada suhu selama 1 jam. Setelah suhu
tungku pengabuan turun sekitar 200°C. Dinginkan cawan abu porselin dalam desikator
Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, nilai dan menguji mutu komoditas. Uji
organoleptik juga disebut pengukuran subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1990).
Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah : mata, telinga, indra
pencicip, indra pembau dan indra peraba atau sentuhan. Kemampuan alat indra memberikan
kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah
kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan dari alat indera yang menerima
xxv
indera memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi
3.4 Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 1 perlakuan yaitu lama fermentasi yang terdiri dari 4 taraf
perlakuan yaitu :
A0. 0 hari
A1. 7 hari
A2. 14 hari
A3. 21 hari
Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini adalah analisis Kadar Air, Kadar Lemak,
Penelitian ini direncanalan pada bulan April 2023 sampai selesai, dilaksanakan
dilaboratorium Teknologi Hasil Perikanan Faklutas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Patimura Ambon.
xxvi
DAFTAR PUSTAKA
Belitz, H. D., Grosch, W., Schieberle,p. 2009. Food Chemistry. Edisi 4 Revisi.
Juharni. 2013. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi terhadap Kadar Histamin
Peda Ikan Kembung Perempuan (Rastrelinger nelectus). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan
Perikanan Vol.6 Edisi 1. Ternate.
xxvii
Hayuningtyas C. R.. 2015. Formulasi dan Karakteristik Saus Berbahan Baku Hidrolitas Hasil
Hidrolisis Enzimatik dari Ikan Inferior. [skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Rahayu, W.P., Suliantari dan Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan Bogor.
PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Rinto, E., Arafah, S. B. dan Utama. 2019. Kajian Keamanan Pangan (formalin, Garam dan
Mikroba) Pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia,
8 (2), 20-25.
Soekarto 1990 Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Pertanian.
Penerbit Bhara Karya Aksara, Jakarta.
Sudarmadji. S. dkk. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sukmawati., Ratna. dan Fahrizal, A. 2018. Analisis Cemaran Mikroba pada Daging Ayam
Broiler di Kota Makasar. Jurnal Scripti Biologica 5(1): 68- 71.
xxviii