Anda di halaman 1dari 29

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KOMPOSISI KIMIA OLAHAN INASUA IKAN

GOLOK MERAH DARI DESA WATLUDAN KECAMATAN TEON NILA SERUA


KABUPATEN MALUKU TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

ROBERTO WEWRA
1317114007

PROGRAM STUDI DILUAR DOMISILI (PDD) – MASOHI

PROGRAM DIPLOMA IV

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK NEGERI AMBON

2022
LEMBARAN PENGESAHAN

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KOMPOSISI KIMIA OLAHAN INASUA IKAN


GOLOK MERAH DARI DESA WATLUDAN KECAMATAN TEON NILA SERUA
KABUPATEN MALUKU TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

ROBERTO WEWRA

1317114007

MENYETUJUI

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Ir. R. B. D. Sormin, M.Si Dr. M. R. Wenno. S.Pi, M.Si


NIP. 1964080 11989003 1 002 NIP. 19780606 200312 1 001

MENGETAHUI

KETUA PROGRAM STUDI

Prof. Ir. J. Leiwakabessy, MS


NIP. 19580823 198403 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

menyertai penulis sehingga penulisan proposal penelitian dengan judul “Mutu Organoleptik

Dan Komposisi Kimia Olahan Inasua Ikan Golok Merah Dari Desa Watludan

Kecamatan Teon Nila Serua Kabupaten Maluku Tengah” dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan proposal penelitian ini masih jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritikan yang bersifat membangun dari

berbagai pihak sangat diharapkan sehingga dapat melengkapi segala kekurangan. Semoga

penulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Ambon, september 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

LEMBARAN PENGESAHAN............................................................................ ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v

DAFTAR TABEL................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................2

1.3 Manfaat Penelitian......................................................................................2

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Deskripsi Ikan Golok Merah....................................................................... 3


2.2 Komposisi Nilai Gizi Ikan Golok Merah.................................................... 5
2.3 Fermentasi................................................................................................... 5
2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fermentasi................................. 7
2.4 Keberadaan Bakteri Pada Proses Fermentasi Produk Perikanan................ 9
2.5 Inasua......................................................................................................... 11

BAB III Metode Penelitian

3.1 Alat............................................................................................................ 14
3.2 Bahan......................................................................................................... 14
3.3 Metode....................................................................................................... 14
3.4 Parameter................................................................................................... 14
3.5 Prosedur Kerja........................................................................................... 14
3.6 Prosedur Analisa........................................................................................ 14
3.6.1 Uji Organoleptik............................................................................... 14
3.6.2 Uji Proksimat.................................................................................... 15
3.7 Waktu Dan Tempat Penelitian................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1. Gambar Ikan Golok Merah (priacanthus tayenus)..................................... 5

v
DAFTAR TABEL

NO Halaman

vi
1. Beberapa penelitian olahan inasua 5BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inasua (Posua) merupakan produk fermentasi ikan asin secara tradisional yang

dilakukan oleh masyarakat Teon, Nila dan Serua (TNS) di Maluku Tengah (Mahulette et al.,

2018). Produk fermentasi ikan ini telah ditetapkan pemerintah sebagai salah satu Warisan

Budaya Tak Benda (WBTB) dari Maluku sejak tahun 2015 (Tiwery et al., 2014). Pada

dasarnya pembuatan produk Inasua (Posua) telah berlangsung sejak zaman para leluhur dan

merupakan kearifan lokal masyarakat TNS dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang

melimpah dan beragam diperairan laut Banda.

Inasua (Posua) adalah suatu produk olahan yang berasal dari pulau Teon, Nila dan

Serua. Olahan ini juga merupakan salah satu bahan pangan yang penting dikonsumsi kapan

saja lebih tepatnya pada musim dimana masyarakat tidak dapat melaut dikarenakan musim

timur ( musim paceklik). Inasua (Posua) yang dibuat oleh masyarakat Teon, Nila dan Serua

berasal dari beberapa jenis ikan. ikan yang sering digunakan diantaranya dari ikan golok

merah (priacanthus tayenus). Disisi lain, pengolahan Inasua (Posua) dilakukan dengan proses

fermentasi dengan cara perendaman dalam larutan garam sehingga proses fermentasi tetap

berlangsung dalam jangka waktu tertentu.

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa

sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam

sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Selama proses fermentasi, peptida akan

dirombak menjadi peptida kemudian menjadi asam amino (Kamiya et al., 2002; Abun, 2006).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu keasaman (pH), mikroba, suhu,

oksigen, waktu, enzim dan garam.

1
Garam sering digunakan dalam proses fermentasi. Garam dapat berfungsi sebagai

pengikat air dan pemberi rasa yang sedap, selain itu juga garam dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Pada umumnya bakteri pembusuk

relatif lebih sensitif terhadap garam. Garam dapat berfungsi sebagai bahan pengawet karena

dapat menaikan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel mikroba

(Buckle et al., 1978).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Posua

dengan judul “Mutu Organoleptik Dan Komposisi Kimia Olahan Inasua Ikan Swanggi Dari

Desa Watludan Kecamatan Teon Nila Serua Kabupaten Maluku Tengah”.

1.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui mutu organoleptik dan komposisi kimia olahan inasua ikan golok

merah dari Desa Watludan.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat serta

menambah pengetahuan bagi penulis tentang mutu organoleptik dan komposisi kimia olahan

inasua ikan golok merah dari Desa Watludan Kecamatan Teon Nila Serua Kabupaten Maluku

Tengah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Golok Merah (priacanthus tayenus)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Class : Pisces

Sub Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Family : Priachantidae

Genus : Priacanthus

Species : Priacanthus Tayenus

Ikan golok merah (priacanthus tayenus) merupakan salah satu jenis ikan demersal

yang umumnya mendiami suatu perairan dasar atau daerah berbatu. Ikan swanggi termasuk

ke dalam salah satu dari enam ikan demersal ekonomis penting di Laut Cina Selatan (Ibrahim

et al. 2003). Secara umum ikan ini mencari makan secara nokturnal tetapi dapat juga mencari

makan secara diurnal dengan sama baiknya. Makanan utamanya adalah dari jenis crustacea

(dominan udang), cephalopoda kecil, polychaeta, dan ikan kecil (Starnes 1984).

3
Ikan golok merah secara morfologi memiliki badan agak tinggi, agak memanjang, dan

pipih secara lateral. Tubuh, kepala, iris mata, dan sirip berwarna merah muda atau kemerah-

merahan. Pada sirip perut memiliki bintik-bintik kecil berwarna ungu kehitam-hitaman

dengan 1 atau 2 titik lebih besar di dekat perut. Bintik-bintik pada sirip perut ini yang

membedakan ikan golok merah dengan ikan famili Priacanthidae yang lain (FAO 1999).

Panjang maksimum ikan golok merah yaitu 29,5 cm di Brunei Darussalam.

Tulang belakang pada preoperkulum berkembang dengan baik. Jumlah tulang tapis

insang pada lengkung insang pertama 21 sampai 24. Jari-jari sirip punggung berjumlah X

jari-jari keras dan 11 sampai 13 jari-jari lemah. Jari-jari pada sirip dada 17-19. Sisik-sisik

pada bagian tengah lateral dengan bagian posterior atas hilang dan memiliki sedikit duri kecil

pada ikan yang lebih besar. Sisik-sisik lateral berjumlah 56 sampai 73 dan sisik-sisik linear

lateralis berjumlah 51 sampai 67. Sisik pada baris vertikal (dari awal sirip dorsal sampai

anus) 40 sampai 50 (FAO 1999).

Ikan golok merah merupakan ikan karang demersal dengan karakteristik khusus

berwarna merah muda, memiliki mata besar, dan pada sirip perut terdapat bintik berwarna

ungu kehitam-hitaman (FAO 1999). Menurut data statistik perikanan PPP Labuan, produksi

tangkapan ikan golok merah dari awal tahun 2011 sampai saat ini menduduki posisi kelima

dari total produksi tangkapan ikan demersal di PPP Labuan Banten, yaitu sebesar 4376.70 kg

atau sekitar 4.90%.

4
Gambar 1: Ikan golok merah (priacanthus tayenus)

Sumber : (Anonimous 2021)

2.2 Komposisi Nilai Gizi Ikan Golok Merah (priacanthus tayenus)

komposisi nilai gizi asam amino esensial sebesar 1,97 – 2,01 %w/w dan total asam

amino sebesar 4,26 dan 4,32%w/w; Kadar Protein 7,54 – 8,44%; Kadar air 3,08 – 3,24%;

kadar lemak 27,84 – 31,21%; kadar abu 2,34 – 2,58%; Zat Besi 23,54 – 23,82%; kadar gula 2

g/100g; vitamin A.

Tabel 1. Beberapa penelitian fermentasi olahan Inasua

No Metode Fermentasi Kajian Pustaka

1 Penambahan garam saja dan garam Analisi bakteri asam Mahulette et al ( 2019)
ditambahkan nira kelapa laktat dalam fermentasi
Inasua dengan dan
tanpa nira kelapa.
Mahulette et al ( 2021)
Profil asam amiono
dan asam lemak dalam
fermentasi inasua
gurara

2 Bersifat deskriptif Analisis vitamin A, Stevin Melay (2019)


Vitamin B12, Nutrium
(Na), Kalsium (Ca),

5
Magnesium (Mg), Besi
(Fe)

Isolasi dan identifikasi Adde Lolita (2018)


3 bakteri asam laktat dari
pangan fermentasi
berbasis inasua

Aplikasi bakteri asam Meilany et al (2022)


4 laktat dari inasua
sebagai biopreservatif
ikan patin.

Isolasi bakteriosin yang Maulidayanti (2018)


5 dihasilkan dari
lactobacillus
rhamnosus IN13 dari
inasua

2.3 Penggaraman

Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman. Sebagai bahan pengawet,

kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam juga merupakan

bahan pembantu yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan tujuan untuk

meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengandalikan keasaman dan kebebasan, serta

dapat memantapkan bentuk dan rupa (Afrianto dan Liviawaty, 1994).

Menurut Moeljanto (1992), secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69%

C1, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih. Sebagian bahan pengawet, garam

mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa

osmosis dengan faging ikan. Kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh

tingkat kemurnian garam. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaC1 cukup

6
tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen magnesium (Mg) maupun kalsium Ca). Elemen

tersebut mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan karena :

1. Dapat memperlambat penetrasi garam kedalam tubuh ikan sehingga terjadi proses

pembusukan sebelum proses penggaraman berakhir.

2. Dapat menyebabkan ikan menjadi higroskopis sehingga sering menimbulkan masalah

dalam penyimpanan.

3. Garam yang mengandung CaSO⁴ sebanyak 0,5-1.0% menyebabkan ikan asin yang

dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku, dan agak pahit.

4. Garam yang mengandung MgC1 atau MgSO⁴ akan menghasilkan ikan asin yang agak

pahit.

5. Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berwarna kuning

atau coklat kotor (Adawyah, 2007).

Prinsip pengawetan dengan garam adalah mengurangi atau menurunkan kadar air

yang dikandung dalam tubuh ikan melalui aksi osmosis yang terjadi selama penggaraman

dimana penarikan air bersamaan waktu dengan penetrasi garam kedalam daging ikan

(Silawane 2009, dalam Gainaugasiray, 2010). Hal ini juga bertegas oleh Leiwakabessy

(1991), yang menyatakan bahwa akibat yang penting dari pemberian garam adalah penarikan

air dari daging ikan sampai titik dimana aktifitas mikrobia dan enzimatik dihambat.

Penarikan air akibat perbedaan antara larutan garam didalam daging ikan dan konsentrasi

yang tinggi diluar daging ikan. Akibatnya terjadi tekanan osmotik yang tinggi, yang

menyebabkan air keluar dari tubuh ikan dan terjadi penetrasi garam kedalam jaringan ikan.

Proses ini berlangsung sampai terbentuk keseimbangan antara larutan garam didalam dan

diluar daging ikan.

7
Muryanti dan Sunarman (2000) menyatakan bahwa penggaraman merupakan cara

yang digunakan untuk memperpanjang mutu ikan dengan menunda autolisis dan membunuh

bakteri secara langsung. Ikan yang mengalami proses penggaraman, akan mempunyai daya

simpan karena garam dapat berfungsi untuk menghambat reaksi autolysis dan pertumbuhan

bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan.

Pada pembuatan produk fermentasi, garam yang ditambahkan selain sebagai

pengendali pertumbuhan mikroorganisme, juga berperan sebagai pembentuk citarasa dan

memperbaiki tekstur. Penggunaan garam dapat mempengaruhi kelarutan protein. Larutan

garam yang digunakan dapat mengikat protein miofibril. Protein ini merupakan protein

larutan garam. Penambahan garam menyebabkan protein aktin dan miosin berinteraksi

membentuk aktomiosin yang menghasilkan struktur jaringan protein daging yang membentuk

gel dan dapat mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal (Winarno, 1997).

2.4 Inasua (Posua)

Dalam pengertiannya, Inasua (Posua) terdiri dari dua suku kata yaitua Ina yang

berarti ikan dan Sua yang yang berarti garam. Sehingga bisa diartikan bahwa Inasua

merupakan cara Fermentasi ikan dengan menggunakan media garam. Proses fermentasi

inasua berbeda dengan fermentasi pada umumnya, karena Inasua merupakan fermentasi ikan

mentah dan hasil dari fermentasi ikan itu juga mentah. Proses fermentasi ini dilakukan oleh

masyarakat Teon, Nila dan Serua. (Tari Anggut 2015).fermentasi ikan dengan cara

pengawetan tradidional dinilai lebih mudah dan murah (Rahayu at al. 1992). Nilai gizi pada

makanan fermentasi lebih tinggi dari bahan asal karena mikroba memiliki kemampuan

memecah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana. Hal tersebut membuat makanan lebih

mudah dicerna (Buckle, 1987). Produk fermentasi secara tradisional dimiliki oleh masing-

masing daerah, salah satunya berupa olahan ikan fermentasi tradisional yaitu Inasua.

8
2.5 Analisa Proksimat

Analisa proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien

secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Danuarsa, 2006). Metode ini dikembangkan oleh

Henneberg dan Stockman dari Weende Expriment Station di Jerman pada tahun 1865.

(Tillman et al., 1991). Analisa makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total,air

total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan

mikronutrien difokuskan pada peovitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis

vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat

ditemukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom

absorpi, kromotografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak

(Susi, 2001).

Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahuikandungan

nutrien suatu bahan baku atau pakan. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan

oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende,

Jerman (Hartadi et al., 1997). Analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu

kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(BENT).

2.5.1 Kadar Air

Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya dari bahan

pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting

agar dalam proses pengolahan maupun penditrubusian mendapat pangan yang tepat. Ditiap

bahan pakan yang paling kering sekalipun, masih terdapat kandungan air walaupun dalam

jumlah yang kecil. Bahan yang paling banyak mengandung kadar air adalah tepung kedele

dengan nilai 18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah

9
dengan nilai 99,7501 kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah, tergantung dari suhu

dan kelembapan dari suatu wilayah. (Hafez, 2000).

Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan

tersebut dipanaskan pada suhu 105°C. Bahan kering dihitung sebagai seilisih antara 100%

dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap

(Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode

pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi

beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah

terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).

2.5.2 Kadar Abu

Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organika dan bahan anorganik

suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral

pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam

detergen kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar

dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan

diluar tanur adalah dengan suhu 400-600°c dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat organik

yang tertinggi didalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash). Disini, bahan

pakan ternak yang paling nitrogen banyak pakan

Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan

ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan

atau membakar bahan pakan dalam tanur. Pada suhu 400-600°C sampai semua karbon hilang

dari sampe, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar

dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian organik makanan. Namun, abu

10
juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein dan beberapa bahan

yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama

pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan organik

pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994)

2.5.3 Kadar Protein

Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umumnya mengacu pada

istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen (N)

yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Defenisi tersebut berdasarkan

asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram / 100 gram protein.

Protein kasar terdiri dari protein dan nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan

produktifitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen

bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan

asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisa proksimat untuk

protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang di gunakan. Pertama, dianggpa

bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataan tidak semua nitrogen

berasal dari nitrogen dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataan kadar

nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).

2.5.4 Kadar lemak

Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu

proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (soejono, 1990). Lemak yang dapat dari

analisis lemak bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter

juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter

11
untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan

lemak dilakukan dengan larutan hekssan sebagai pelarut. Fungsi dari heksan adalah untuk

mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning

menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

2.5.5 Kadar Karbohidrat (Metode by Diference) (Wirnano, 2004)

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon hydrogen dan

oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energy

dalam tubuh. Menurut (Yasit dan Nursanti, 2015, karbohidrat merupakan senyawa karbon

yang banyak dijumpai sebagai penyusun utama jaringan tumbuh-tumbuhan. Nama latin

karbohidrat adalah sakarida (berasal dari Bahasa latin saccharum : gula). Senyawa

karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroxy keton yang mengandung unsur-

unsur karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), dengan rumus empiris total (CH2O)n

Menurut Maryam 2016, manfaat karbohidrat didalam tubuh adalah sebagai sumber

energy bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh, mencegah agar protein tidak diolah sebagai

penghasil energy, membantu metabolisme lemak dan protein, didalam hati karbohidrat untuk

detoksifikasi zat-zat toksik tertentu.

2.6 Mutu Organoleptik

Mutu suatu produk didefinisikan sebagai keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk

bersangkutan yang dapat memenuhi selerah dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan

sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Suyadi, 2007). Mutu organoleptik merupakan

pengujian terhadap bahan makanan berdasarkam kesukaan dan kemauan untuk

mempergunakan suatu produk. Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori sendiri

merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk

12
pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan

penting dalam penerapan mutu dan kerusakan lainnya dari produk (Shfali, 2007).

Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah adanya contoh

(sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Penilaian inderawi ada enam

tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat

bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi

produk tersebut.

1. Aroma

Disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan

yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh, manusia dapat

mencium bau yang keluar dari makanankarena adanya sel-sel epitel alfaktori dibagian

dinding atas rongga hidung yang peka terhadap komponen bau. Pemasakan dapat

mempengaruhi warna, bau, rasa dan produk daging (Montolalu et al., 2013).

2. Rasa

Rasa ialah sesuatu yang diterima oleh lidah. Dalam penginderaan cecapan dibagi empat

yaitu manis, pahit, asam dan asin serta ada tambahan respon bila dilakukan modifikasi. Rasa

yang dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

interaksi dengan komponen rasa yang lain.

3. Tekstur

Tekstur mempunyai peranan penting pada daya terima makanan. Penilaian terhadap

tekstur antara lain dengan cara menilai kehalusan dan keknyalan terhadap produk yang

dihasilkan dan merupakan kombinasi dari keadaan fisik suatu makanan dan indera oleh

13
sentuhan penglihatan dan perabaan. Keadaan fisik suatu makanan meliputi, ukuran, jumlah,

sifat dasar dan struktur elemennya (Carpenter et al., 2000).

4. Warna

Warna merupakan salah satu parameter selain cita rasa, tekstur dan nilai nutrisi yang

menentukan persepsi konsumen terhadap suatu bahan pangan. Referensi konsumen sering

ditentukan berdasarkan penampakan luat suatu produk pangan. Warna pangan yang cerah

memberikan daya tarik bagi konsumen. Warna pada produk pangan memiliki beberapa fungsi

anatara lain : sebagai indikator kematangan, terutama untuk produk pangan segar sebagai

indikator kesegaran.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

1. Alat yang digunakan dalam pembuatan inasua adalah pisau, baskom dan jerigen.

2. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitic, oven, sochlet.

3.2 Bahan

1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan inasua adalah ikan dan garam

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inasua.

3.3 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen (percobaan).

3.4 Parameter

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah organoleptik dan proksimat,

(kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan karbohidrat ).

3.5. Prosedur Kerja

1. Mengamati sampel posua dari Desa Watludan, dibawa kelaboratorium teknologi hasil

perikanan universitas pattimura dan dianalisis organoleptik dan proksimat.

Pembuatan olahan inasua dapat dilihat pada diagram berikut :

15
Ikan

Pencucian I

Pengikisan sisik ikan

Pemotongan sayap dan ekor ikan

Pembuangan jeroan ikan

Membelah ikan

Pencucian II

Pemberian garam pada ikan

Masukan ikan kedalam jerigen

* Inasua

Gambar 4. Skema pembuatan olahan Inasua.


Sumber : Mahulette et al., 2016

3.6 Prosedur Analisa

3.6.1 Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, nilai dan menguji mutu komoditas. Uji

organoleptik juga disebut pengukuran subyektif manusia sebagai alat ukur (Soekarto, 1990).

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan.

16
Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah : mata, telinga, indra

pencicip, indra pembau dan indra peraba atau sentuhan. Kemampuan alat indra memberikan

kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah

kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan dari alat indera yang menerima

rangsangan. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat

indera memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi

kemampuan mendeteksi untuk melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panelis.

3.6.2 Uji Proksimat

1. Kadar Air

Siapkan alat dan bahan. Panaskan cawan porselen dalam oven. Pada suhu 102-105°C

selama 12 jam. Kemudian timbang cawan yang telah dipanaskan dalam desikator, selama 30

menit. Timbang cawan yang telah didingingkan. Kemudian timbang sampel sebanyak 1 – 2

gram. Masukan sampel yang telah di timbang kedalam cawan ysng telah selesai ditimbang.

Selanjutnya keringkan sampel dalam oven paa suhu 105°C sampai menjadi konstan.

Kemudian sampel dikeluarkan dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit. Timbang

sampel.

2. Kadar abu

Cawan abu dipanaskan dalam oven. Dengan suhu abu 105°C dinginkan cawan pengabuan

dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat cawan abu kosong. Kedalam cawan

abu, masukan sekitar 2 gram sampel, selanjutnya abukan dalam tungku pengabuan sampai

suhu sekitar 650°C dan biarkan pada suhu selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan

turun sekitar 200°C. Dinginkan cawan abu porselin dalam desikator selama 30 menit dan

timbang beratnya.

17
3. Kadar Lemak

Ambil abu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstrasi sochlet yang akan

digunakan. Timbang 1 gram sampel yang telah dihaluskan langsung kedalam kertas saring.

Kemudian tutup dengan kapas – wool yang bebas lemak. Letakan timbel atau kertas saring

yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian pasang alat kondensor

diatasnya dan abu kemak dibawahnya. Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter

kedalam abu labu kemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan.

Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali kelabu lemak

berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada dalam abu lemak, kemudian tampung pelarutnya.

Selanjutnya labu kemak yang berisi lemak hasil ekstrasi dipanaskan dalam oven pada suhu

105°C. Setelah dikeringkan sampai berat konstan dan didinginkan dalam desikatoe, timbang

labu beserta lemaknya tersebut.

4. Kadar Protein

Timbang contoh sebanyak 1 – 2 gram masukan dalam labu destruksi, tambahkan 5 gram

campuran nutrium sulfat dan mercury oxide ( 20 : 1 ). Tambahkan kedalam labu destruksi 10

ml asam sulfat pekat. Lakukan pemanasan labu destruksi mula-mula pada suhu 200 - 250°C

sampai larutan tidak berasap lagi kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 300 400°C

sampai larutan didalam labu menjadi jernih. Bilas labu destruksi dengan aquades dan lakukan

pemanasan pada suhu yang sama sampai lerutan menjadi jernih. Pindahkan labu destruksi

kedalam alat destilasi dan lakukan pengenceran dengan aquades secukupnya, kedalam abu

destruksi tambahkan larutan NaOH 45% sampai larutan bersifat alkalis (basah) diuji dengan

kertas lakmus. Tempatkan Erlenmeyer pada larutan penampung ( asam boric 5%). Destilasi

sampai volume laruta dalam labu destilasi 2/3 telah menguap atau larutan yang keluar dari

ujung pendingin alat destilasi tidak bersifat basah lagi ( diuji dengan kertas lakmus). Lakukan

18
tetrasi larutan hasil destilasi dengan HC1 0,1 N sampai mencapai titik ekuivalen (warna

keabu-abuan). Catat jumlah m1 HC1 0,1 N yang digunakan.

5. Kadar Karbohidrat ( by difference )

Penentuan kadar karbohidrat dengan perhitungan secara kasar ( Proximate analysis ) atau

disebut juga karbohidrat ( by difference ), yang dimaksut dengan proximate analysis adalah

dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi

melalui perhitungan.

3.7 Waktu dan Tempat

Penelitian ini direncanakan pada bulan September 2022, hingga selesai. Dilakukan

dilaboratorium Teknologi Hasil Perikanan Universitas Patimura Ambon.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous 2021. Total Plate Count. http://www.ptarasains.co.id/product_52_Total_plate_


Count. (Diakses pada tanggal 28 Mei 2021).

Anonimous 2021. Ikan Swanggi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ikan_Lencam. (diakses pada


tanggal 28 Mei 2021).

Anonimous 2021. Ikan Swanggi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/ikan_lencam. (Diakses pada


tanggal 07 Mei 2021).

Anonimous 2021. Ikan Swanggi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/ikan_lencam. (Diakses pada


tanggal 07 Mei 2021).

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan pengawetan ikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Agustono, H. Setyono, T. Nurhajati, M. Lamid, M.A. Al-Arief dan W.P. Lokapirnasari. 2011.
Petunjuk Praktikum Nutrisi Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas
Airlangga. Surabaya.

Anggut T 2015. Inasua. https://Kebudayaan.kemendikbud.go.id/ditwdh.inasua Maluku/.


(Diakses pada tanggal 07 Mei 2021).

Afrianto, E, Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Awong H, Ibrahim S, Somo K, & Ambak MA. 2011. Observation on Weight-Length


Relationship of Priacanthus tayenus (Richardson, 1846) Spesies in Darvel Bay, sabah,
Malaysia. World Journal of Fish and Marine Science 3 (3): 239-242.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Buckle, K. A, R.A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton, 1978. Ilmu Pangan. Purnomo H,


Adiono, Penerjemah; Jakarta: UI press. Terjemahan dari : Food Science.

Belitz, H. D., Grosch, W., Schieberle,p. 2009. Food Chemistry. Edisi 4 Revisi.

Carpenter, Roland P., David H. Lyon, and Terry A. Hasdell. 2000. Guidelines for Sensory
Analysis in Food Product Development and Quality Control; second edition.
Gaithersburg, Maryland: Aspen Publisher, Inc.

Cherney, D.J.R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysisi. Dalam Given, D.


I., I.Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant
Nutritition. Wollingford: CABI Publishing: 281-300.

Danuarsa. (2006). “Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada Beberapa Komoditas Kacang-
Kacangan”. Buletin Teknik Pertanian. 11, (1), 5-8

20
FAO. 1999. The Living Marine Resources od Western Central Pasific. FAO Species
Identification Guide for Fishery Purpose. Department of Biological Sciences Old
Dominion University Norfolk, Virginia, USA.

Hutknis, R.W. 2006. Microbiology and Techbology of Fermented Foods. Blackwell


Publising Profesioal, USA.

Hafes. E. S. E.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.

Hartadi. dkk, 1997. Tabel-tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ibrahim S, Muhammad M, Ambak MA, Zakaria MZ, Mamat AS, & Isa MM, & Hajısamae S.
2003. Stomach Contents of Six Commercially Important Demersal Fishes in the South
China Sea. Turk. J. Fish. Aquat. Sci. 3: 11-16.

Kamiyah T, Miyukigaoka, T. Shi, Ibaraki. 2002. Biological Functions and healt Bemefist Of
Amino Acids. Foods food Ingredients. No 206.

Lehninger, Albert. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Leiwakabessy, J. 1991. Perubahan Protein Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)Kering


Tawar Selama Penyimpanan. Tesis Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Mahulete F, Mubarik NR, Suwanto A, Widanardi. 2018. Microbiological and


physichocemical characteristics of inasua traditional fish fermented from Maluku
Islands. Biosantifika. 10(2): 298-305.

Mahmudi. M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunak an Cara
Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Melay. S. 2019. Pros. SemNas. Peningkatan Mutu Pendidikan, 1(1):544-547, Desember


2019.

Mahulete F, Mubarik NR, Suwanto A, Widanardi. 2018. Microbiological and


physichocemical characteristics of inasua traditional fish fermented from Maluku
Islands. Biosantifika. 10(2): 298-305.

Maryam, S. 2016. Gizi dalam kesehatan reproduksi. Jakarta. Penerbit Salmeba Medika.

Madigan, M. T., M. Martinko., J. Parker. 2009. Biologi Of Microorganisms. New York :


Prentice Hall Internsdional.

Moeltajono, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.

21
Murniyati, AS., Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.

Montolalu S, N. Lontaan, S. Sakul, A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu
Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L). Jurnal ZootekVol. 32(5), Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi,
Manado.

Rinto, E., Arafah, S. B. & Utama. (2009). Kajian Keamanan Pangan (formalin, Garam dan
Mikroba) Pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia, 8
(2), 20-25.

Rahayu, W.P., Suliantari dan Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan Bogor.
PAU Pangan dan Gizi. IPB.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya. UNESA Press.

Shfali Dhingra, Sudesh Jood. 2007. Organoleptic and nutritional evaluation of wheat breads
supplemented with soybean and barley flour. Food Chemistry 77 (2001) 479–488.

Sudarmadji. S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta. Yogyakarta.

Suyadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Rineka Cipta.

Siregar, D. 2004. Ikan Asin. Kanisius. Yogyakarta.

Soekarto 1990 Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Pertanian.
Penerbit Bhara Karya Aksara, Jakarta.

Susi . 2001. Analisis dengan Bahan Kimia . Erlangga. Jakarta.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tillman, A.D., dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Tiwery, S., Tiwery, D., Hetharia T., Uniberua, I., JUNITA, l. 2014. Inasua, Pengawetan Ikan
di Teun Nila Serua. Ambon: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 206
halaman.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 206
halaman.

22
Yazid Estien dan Lisda Nursanti. (2015). Biokimia Praktikum Analis Kesehatan.

Jakarta:EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai