Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

STUDI PENGOLAHAN DAN ANALISIS KARAKTERISTIK MUTU IKAN


NOMEI (harpodon nehereus) KERING TIPIS DI KELURAHAN JUATA
LAUT TARAKAN KALIMANTAN UTARA

OLEH :
ANDI SABRI
1806045004

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2023

i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Proposal : Studi Pengolahan dan Analisis Karakteristik Mutu Ikan
Nomei (Harpodon nehereus) Kering Tipis Di Kelurahan
Juata Laut Tarakan Kalimantan Utara
Nama Mahasiswa : Andi Sabri
NIM : 1806045004
Jurusan : Budidaya Peraian
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Hj. Andi Noor Asikin, M.Si. Dr. Ita Zuraida, S.Pi., M.Si
NIP. 196303131988032001 NIP. 198006012005012005

Mengetahui,

Koordinator Program Studi

H. Irman Irawan, S.Pi., M.Sc., Ph.D.


NIP. 197608142009122001

Tanggal:

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 2
D. Manfaat penelitian ...................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
A. Ikan Nomei (Harpadon neheteus) .............................................. 3
B. Ikan kering ................................................................................. 5
C. Pengolahan dan pengawetan ikan ............................................. 6
D. Pengaraman .............................................................................. 7
E. pengeringan ............................................................................... 7
F. Pengolahan Ikan Nomei ............................................................11
BAB III METODE PENELITIAN............................................................13
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................13
B. Bahan dan Alat..........................................................................13
C. Prosedur Penelitian ...................................................................13
D. Analisis Data .............................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................20

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Tubuh Utama Halaman


Tabel 1. Mutu Ikan kering ...................................................................... 6

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Tubuh Utama Halaman


Gambar 1. Ikan Nomei ....................................................................... 3

v
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satu sumber pangan yang penting


dalam upaya memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. Ikan
merupakan sumber protein yang bernilai tinggi dan mempunyai kadar kolestrerol
yang cukup rendah dibanding dengan sumber protein hewani lainnya serta
mudah didapatkan oleh masyarakat (Muchtadi et al., 2007). Hasil perikanan
merupakan komoditas yang mudah mengalami proses kemunduran mutu dan
pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap. Mencegah proses
penurunan mutu perlu dilakukan pengawetan dan pengolahan, satu diantara cara
pengawetan banyak dilakukan adalah pengeringan.
Perairan Laut Kota Tarakan mempunyai potensi perikanan laut yang
cukup besar dengan berbagai jenis ikan. Satu diantara jenis ikan yang bernilai
ekonomis tinggi dan bersifat endemik adalah ikan nomei (Harpodon nehereus)
dengan nama dagang Bombay duck. Salah satu program pemerintah kota
Tarakan adalah pengembangan agroindustri sektor perikanan dengan tujuan
menambah nilai komoditas ikan nomei melalui beberapa perlakuan yang bisa
menambah kegunaan komoditas tersebut dan memberikan manfaat baik untuk
pengolah dan juga konsumen (DKP Tarakan, 2002).
Kelurahan Juata Laut merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kota
Tarakan. Secara geografis kelurahan Juata Laut letaknya berhadapan dengan
laut, sehingga banyak masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai nelayan
dan pengolah ikan kering khususnya ikan nomei. Ikan nomei hampir tidak ada
yang di jual dalam keadaan segar dan umumnya dipasarkan dalam bentuk
olahan kering dengan sebutan ikan kering tipis dan mejadi salah satu makanan
khas kotaTarakan. DKP Tarakan (2002) menyebutkan bahwa ikan ini mempunyai
potensi yang cukup besar, yakni 10 ton perbulan dalam bentuk segar atau
kurang lebih 3 ton ikan nomei dalam bentuk kering. Pengolahan ikan kering tipis
di Kelurahan Juata Laut dilakukan oleh masyarakat dalam skala rumah tangga.
pengolahannya masih bersifat tradisional dengan menggunakan peralatan
sederhana dengan pengeringan menggunakan sinar matahari. Proses
pengolahannya tanpa menggunakan garam sebagai pengawet sedangkan rasa
asin dari ikan kering tipis berasal dari air laut yang digunakan untuk perendaman.
2

Teknik pengolahan yang masih tradisional tentunya menghasilkan ikan kering


dengan mutu yang beragam dan bahkan tidak sesuai standar. Berdasarkan
uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang studi pembuatan ikan
nomei (Harpodon nehereus) kering tipis untuk mengetahui karakteristik mutunya
berdasarkan hasil olahan dari pengolah di Kelurahan Juata Laut Kota Tarakan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:


1. Bagaimana proses pengolahan ikan nomei (Harpodon nehereus) kering
tipis yang dilakukan oleh pengolah di Kelurahan Juata Laut ?
2. Bagaimana karakteristik fisikokimia dan organoleptik ikan nomei
(Harpodon nehereus) kering tipis hasil olahan masyarakat di Kelurahan
Juata Laut ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui proses pengolahan ikan nomei (Harpodon nehereus) kering
tipis yang dilakukan oleh pengolah di Kelurahan Juata Laut.
2. Mengetahui karakteristik fisikokimia dan organoleptik mutu ikan nomei
(Harpodon nehereus) kering tipis yang dihasilkan oleh pengolah di
Kelurahan Juata Laut.
D. Manfaat penelitian

Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang bagaimana proses


pembuatan ikan nomei kering tipis dan juga untuk mengetahui kandungan-
kandungan dalam produk ikan nomei kering tipis dan memberi informasi kepada
pembaca tentang ikan kering tipis itu sendiri.
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Nomei (Harpodon nehereus)

1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nomei (Harpodon nehereus)


Ikan nomei secara umum dikenal dengan nama bombay duck termasuk
kedalam kelompok chordata. Di Indonesia sendiri secara umum dikenal
dengan nama ikan pepija dan beberapa kota di Indonesia ikan ini memiliki
nama lokal yaitu: Kalimantan utara (Kota Tarakan): Ikan tipis dan ikan lembek,
bentuk ikan nomei dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi Ikan Nomei
(Harpodon nehereus) menurut Nelson (2006) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Aulopiformes
Family : Synodontidae
Genus : Harpadon
Species : Harpodon neherous

Gambar 1. Ikan Nomei (Harpadon nehereus).


(Sumber :Dokumentasi pribadi, 2022)

Ikan nomei (Harpadon nehereus) merupakan spesies yang paling


umum ditemukan dibeberapa wilayah perairan indonesia meliputi perairan
laut Jawa, Sumatra, sepanjang Kalimantan, Sulawesi Selatan, laut Arafura,
Teluk Benggala, dan sepanjang pantai laut Cina Selatan (KKP, 2014). Ikan ini
ditemukan disepanjang perairan pantai dangkal dan daerah estuari atau
daerah dekat dengan muara sungai, kemudian ikan nomei menyebar hidup
bergerombol dengan kedalaman bervariasi (Wijayanti, 2019). Saanin (1984)
menyatakan untuk mengidentifikasi ikan harus diperhatikan sifatnya, tanda
4

dan bentuk serta bagian dari tubuh ikan yaitu dengan menggunakan rumus
sirip. Bentuk garis rusuk dan jumlah garis sisik yang meliputi garis rusuk
tersebut bentuk sisik dan gigi beserta susunan tulang-tulang insang. Secara
anatomi ikan mempunyai sepuluh sistem yang bekerjasama dalam
membentuk keseluruhan individu. Adapun kesepuluh sistem tersebut yaitu
sistem saraf, sistem peredaran darah, sistem intergumen, sistem otot, sistem
pencernaan, sistem rangka, sistem ekskresi, sistem pernafasan, dan sistem
reproduksi. Diantara kesepuluh sistem ini saling berkaitan satu dengan yang
lainnya (Rahardjo, 1980).
Secara morfologi ikan nomei memiliki bentuk tubuh yang memanjang,
berkepala simetris, tidak bersisik, memiliki alat pernafasan tambahan. Bagian
depan badannya terdapat penampang yang membulat sedang bagian
tengahnya dan belakang berbentuk pipih. Alat pernafasan tambahan terletak
dibagian kepala di dalam rongga yang di bentuk oleh dua pelat tulang kapak.
Insangnya berukuran kecil dan terdapat di bagian kepala bagian belakang
(Saanin, 1984), serta mempunyai 5 jenis sirip yaitu sirip dada, punggung,
anus, ekor dan perut. Nybakken (1992) mengatakan ikan nomei mempunyai
bentuk badan memanjang agak pipih, ujung moncong pendek membulat, sirip
ekor mempunyai 3 bagian yaitu atas, bawah dan tengah sebagai kelanjutan
dari garis sisik. Gigi kedua rahangnya mempunyai bentuk bermacam-macam
yaitu lengkung pipih, besar maupun kecil. Warna badan kecoklatan sampai
putih keabu-abuan, panjang mencapai 40 cm. Nelson (1994), ikan nomei
mempunyai jari-jari sirip punggung 9-14 mm, ikan nomei termasuk ikan
pemakan segala, terutama ikan-ikan kecil seperti teri, udang dan ikan kecil
lainnya. Kemudian ikan nomei menyebar atau hidup bergerombol, terdapat
disepanjang perairan pantai dan daerah estuari atau daerah dekat dengan
muara sungai.
2. Penyebaran dan Habitat Ikan Nomei
Penyebaran populasi merupakan pergerakan individu kedalam atau
keluar dari populasi. Penyebara populasi berperan penting dalam
penyebaran secara geografi dari habitat asli kesuatu daerah dimana mereka
belum menenmpatinya. Penyebaran populasi dapat disebabkan karena
dorongan mencari makanan, menghindarkan diri dari predator, pengaruh
iklim, terbawa arus kebiasaan kawin dan fakror fisik lainnya. Perbedaan yang
5

nyata dalam pola penyebarannya spatialnya (tempat) kepadatan populasai


suatu habitat sangat dipengaruhi oleh pola penyebaran populasinya (Umar,
2013). Habitat ikan nomei (Harpodontidae): hidup di dasar, lumpur, daerah
pantai muara-muara sungai, umumnya 10-20 cm. Tergolong ikan demersal,
ikan buas, makanannya binatang dasar, ikan-ikan kecil. Daerah penyebaran
ikan nomei meliputi Indo Pacipic barat: Somalia sampai Papu New Guinae,
Jepang di utara sampai Indonesia di selatan (Fishbase 2015). Penyebaran di
Idonesia meliputi perairan Laut Jawa, Sumatra, sepanjang Kalimantan,
Sulawesi Selatan, Laut Arafuru, Teluk Benggala dan sepanjang pantai Laut
Cina Selatan (KKP, 2014).

B. Ikan Kering

Ikan kering adalah salah satu bentuk makanan olahan ikan yang banyak
di konsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang renyah dan mudah
didapat. Salah satu produk ikan yang banyak diawetkan di Indonesia adalah ikan
asin, hampir 65% produk perikanan diolah dan diawetkan dengan cara
penggaraman. Memiliki mutu yang baik maka perlu diperhatikan beberapa hal
berikut seperti : proses pengawetan seperti menjaga kebersihan bahan dan alat,
kebersihan ikan yang diawetkan dan garam yang digunakan adalah garam yang
bersih (Imbir et al., 2015).
Menurut BPOM (2016), ikan asin kering adalah produk olahan yang
berasal dari ikan segar dalam bentuk utuh atau disiangi, dengan atau tanpa
mengalami perlakuan (perebusan, pemasakan dengan penambahan garam, gula,
vinegar atau rempah- rempah), selanjutnya dilakukan penggaraman dan
pengeringan. Kadar garam minimum 12% dari berat ikan pada produk akhir.
Proses pengeringan dilakukan secara alami (sinar matahari) atau mekanis
(pengeringan ikan buatan). Bahan baku yang digunakan adalah ikan yang layak
untuk dikonsumsi manusia. Berikut persyaratan mutu dan keamanan ikan asin
kering berdasarkan BSN dapat dilihat pada Tabel 1.
6

Tabel 1. Standar Mutu Ikan Asin Kering (SNI 8273 : 2016)

Karakteristik Satuan Persyaratan mutu

Organoleptik Angka (1-9) Maksimal 7


Cemaran Mikrobiologi

Angka Lempengan Total (ALT) / Koloni/gram Maksimal 1,0 x 105

Total Plate Count (TPC)

Kimia

Kadar Air % Maksimal 40,0

Kadar Garam % Maksimal 20,0

Abu tak larut dalam asam % Maksimal 0,3

Sumber : ( BSN, 2016)

C. Pengolahan dan pengawetan ikan

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian


penting dari mata rantai industri perikanan, tanpa adanya kedua proses tersebut,
peningkatan produksi ikan yang telah di capai selama ini akan sia-sia, karena tidak
semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik.
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan
perlakuan yang baik selama proses pengawetan seperti: menjaga kebersihan
bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta
garam yang bersih. Bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan
cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian dan
pendinginan ikan (Margono et al., 2000). Penambahan garam menyebabkan
protein ikan terdenaturasi sehingga daging ikan mengkerut dan air akan terperas
keluar. Berkurangnya kadar air juga akan terjadi selama proses pengeringan,
sehingga makin memperpanjang daya awet ikan asin (Astawan, 1997).
7

D. Penggaraman

Penggaraman adalah metode pengolahan dengan menambahkan garam


pada produk dan dilanjutkan dengan pengeringan. Ikan yang diolah dengan
proses penggaraman ini dinamakan ikan asin (Adawiyah, 2011). Omolara (2015)
menyatakan bahwa teknik penggaraman dilakukan untuk mengurangi kadar air
bahan sehingga umur simpan produk menjadi lebih awet. Faktor intrinsik dan
faktor ektrinsik sangat mempengaruhi penetrasi garam ke dalam ikan. Faktor
intrinsik antara lain ketebalan, kesegaran, kadar lemak, jenis ikan, ukuran dan
bobot ikan serta status fisiologis. Adapun faktor eksternal diantaranya suhu, jenis
garam, metode penggaraman, konsentrasi garam, lama waktu penggaraman,
dan rasio antara ikan-garam. Barat et al. (2013) menyatakan bahwa teknik
penggaraman secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu penggaraman
kering, penggaraman basah dan penggaraman kombinasi keduanya. Teknik
penggaraman kering (kench salting) yaitu penggaraman menggunakan garam
kristal dengan menyusun ikan secara selang- seling didalam wadah plastik. Pada
metode ini, air garam yang terbentuk dibiarkan mengalir (Thorarinsdottir et al.,
2004). Adapaun teknik penggaraman basah (brining) yaitu perendaman ikan di
dalam larutan garam selama waktu tertentu. Kecepatan penghilangan air pada
penggaraman kering lebih cepat dibandingkan dengan penggaraman basah
dengan priode penggaraman yang sama (Guizani et al., 2014). Bras dan Costa
(2010) menyatakan bahwa teknik penggaraman campuran atau (pickling) sedikit
menyerupai teknik penggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk
tetap dipertahankan di dalam wadah hingga proses penggaraman selesai.

E. Pengeringan
1. Proses Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari
material. Proses pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan
kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang
dikeringkan. Bahan biasanya dikeringkan, dalam proses ini terjadi
perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering (Rohman, 2008).
Menurut Juliana (2008), pengeringan merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi
panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari
8

(pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan


peralatan khusus yang digerakkan oleh tenaga listrik. Proses pengeringan
bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan pangan, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi yang
digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Menurut Huda (2008)
bahwa pengeringan merupakan penghilangan air dari suatu bahan. Proses
utama yang terjadi paska proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan
terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila
panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui
berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun
tenaga surya. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi
surya (pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan
peralatan khusus yang digerakkan dengan tenaga listrik (Huriawati et al.,
2016).
Proses pengeringan pada prinsipnya adalah proses mengurangi
kadar air. Menurut Abdullah (2003), untuk mencegah bakteri dan enzim
bekerja dalam ikan, selain mengurangi kadar air dalam ikan, diperlukan juga
pengendalian temperaturdan RH udara tempat penyimpanan ikan. Beberapa
variabel yang penting dalam proses pengeringan ikan adalah: suhu, RH dan
laju aliran udara serta waktu pengeringan. Kadar air ikan bervariasi antara
50% sampai 80%. Faktor-faktor pada pengeringan yang mempengaruhi
mutu bahan adalah luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan,
aliran udara, tekanan uap air, sumber energi yang digunakan dan jenis
bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya
perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pengeringan
menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan
menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti protein,
lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi.
2. Alat pengeringan
Memilih alat pengering yang akan digunakan, serta menentukan
kondisi pengeringan harus diperhitungkan jenis bahan yang akan
dikeringkan, juga harus diperhitungkan hasil kering dari bahan yang
diinginkan. Setiap bahan yang akan dikeringkan tidaklah sama kondisi
9

pengeringannya, karena ikatan air dan jaringan ikatan dari tiap bahan akan
berbeda.
a. Pengeringan oven
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena
banyaknya kelemahan pengeringan alami, maka manusia telah
mencoba membuat peralatan untuk memperoleh hasil yang lebih
baik dengan cara yang lebih efisien. Alat pengering mekanis
berupa suatu ruang dengan udara panas yang ada di dalamnya.
Hal pokok yang menyebabkan pengeringan mekanis ini lebih baik
dibandingkan pengeringan alami yaitu: suhu, kelembaban, dan
kecepatan angin dapat diukur dan higien dapat lebih mudah
dikendalikan.
Pengeringan oven merupakan alat pengering yang
menggunakan pemanas koil uap dengan permukaan luas.
Pengering ini terdiri dari struktur rangka dimana dinding, atas dan
atap diisolasi untuk mencegah kehilangan panas dan dilengkapi
dengan kipas angin internal untuk menggerakkan medium
pengering melalui sistem pemanas dan mendistribusikan secara
merata (Subarna et al., 1992). Oven adalah salah satu alat
pengeringan bahan pangan yang menggunakan panas dalam
ruangan tertutup. Pengeringan oven bertujuan untuk menurunkan
kadar air suatu bahan hasil pertanian. Pengeringan dengan oven
juga bertujuan untuk mempermudah penanganan, transportasi,
pengepakan dan lain-lain (Susanto, 1985 dalam Sudaryati et al.,
2013).
b. Pengeringan Vakum
Pengeringan vakum merupakan salah satu cara
pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang tekanannya lebih
rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat
berlangsung dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang
lebih rendah daripada pengeringan atmosfir. Tekanan uap air
dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap
pada suhu rendah (Astuti, 2008). Pengeringan vakum digunakan
untuk mengeringkan bahan-bahan yang peka terhadap perubahan
10

suhu tinggi seperti sari buah serta larutan pekat lainnya.


Pengeringan ini terjadi pada suhu rendah dan berlangsung
dengan cepat (Norman, 1988).
Penggunaan vakum yang tinggi memungkinkan terciptanya
suhu dan tekanan sehingga sifat fisik suatu substrat bahan
pangan dapat diatur pada suatu titik kritis yang memungkinkan
berhasilnya proses pengeringan dengan potensi dehidrasi yang
dapat diperbaiki. Tekanan vakum pada umumnya lebih kecil dari
25 Pa dengan suhu kondensor berkisar ˗ 40°C. Pemanas mulai
suhu yang tinggi dan berangsur menurun sesuai dengan waktu,
sesuai dengan jadwal yang ditentukan secara empiris, menuju
suhu yang lebih rendah, misalkan 40°C, selama 8 sampai 10 jam
operasi (Mujamdar, 2001).
Alat pengering vakum dipergunakan untuk mengeringkan
bahan-bahan yang sensitif terhadap perubahan suhu tinggi.
Pengering jenis ini terjadi pada suhu rendah dan berlangsung
dengan cepat, sementara bahan diletakkan di atas rak, uap air
dari produk yang terbentuk dihisap dengan bantuan pompa.
Bahan yang dikeringkan dengan bantuan pompa vakum tidak
banyak mengalami kerusakan warna, rasa, dan sifat fisik bahan
(Suharto, 1991).
c. Pengeringan berbentuk rak
Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai
bentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan
sebagai tempat bahan yang akandikeringkan. Bahan diletakkan di
atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang
berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk
mengalirkan udara panas dan uap air. Luas rak yang digunakan
bermacam-macam. Luas rak dan besar lubang-lubang rak
tergantung pada bahan yang akan dikeringkan. Apabila bahan
yang akan dikeringkan berupa butira halus, maka lubangnya
berukuran kecil (Taufik, 2004).
Alat pengering ini, bahan selain di tempatkan langsung
pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lain misalnya baki
11

dan nampan. Kemudian baki atau nampan ini disusun di atas rak
yang ada dalam alat pengering. Selain alat pemanas udara,
biasanya digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi
udara dalam alat pengering. Udara setelah melewati kipas masuk
ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan lebih
dahulu kemudian dialirkan diantara rak-rak yang sudah berisi
bahan. Suhu yang digunakan serta waktu pengeringan ditentukan
menurut keadaan bahan, kadar air awal dan kadar air akhir yang
diharapkan. Arah aliran udara panas di dalam alat pengering bisa
dari atas ke bawah dan bisa juga dari bawah ke atas, sesuai
dengan ukuran bahan yang dikeringkan. Bila ukuran bahan yang
dikeringkan agak halus, maka digunakan arah aliran udara panas
dari atas ke bawah agar bahan tidak berserakan, untuk
menentukan arah aliran udara panas ini maka letak kipas juga
harus disesuaikan.
d. Pengeringan dengan sinar matahari
Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan dengan
menjeinur di atas alas jemur yang ditutup kain hitam, selain
penjemuran pada alas jemur, juga dapat dilakukan pada rak-rak
yang terbuat dari kayu atau anyaman bambu. Pengeringan
dengan metode penjemuran mempunyai beberapa kelebihan
antara lain tidak memerlukan bahan bakar dan biaya pengeringan
rendah. Pengeringan dengan metode penjemuran mempunyai
beberapa kelemahan yaitu (1) Kondisi pengeringan tidak dapat
dikontrol, (2) memerlukan tempat yang luas, (3) kemungkinan
terjadi susut lebih besar, (4) hanya dapat berlangsung jika ada
sinar matahari, (5) sering terjadi perubahan wama dan ferinentasi
pada simplisia dan (6) kontaminasi kotoran pada simplisia relatif
tinggi.
F. Pengolahan Ikan Nomei

Menurut Wijayanti (2019) proses pengolahan ikan nomei kering tipis yang
dilakukan nelayan dikelurahan Juata Laut melalui beberapa tahap yaitu :
1. Penimbangan bahan baku
12

Ikan nomei segar hasil tangkapan ditimbang menggunakan keranjang dengan


volume 60 kg untuk selanjutnya dibilas.
2. Penyiangan
Ikan nomei disiangi dengan cara memotong kepala dan biasanya isi perut
ikan akan terikut dengan kepala ikan. Badan ikan kemudian dibelah pada
bagian badan sampai dengan ekor (menyerupai kupu-kupu).
3. Pencucian
Ikan nomei yang sudah dibelah selanjutnya bagian isi perut dibuang dan
dicuci menggunakan air bersih untuk membersihkan sisa darah dan kotoran
lain yang tertinggal. Tahap pencucian ini dilakukan 2 sampai 3 kali untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
4. Pemberian es
Ikan nomei yang telah ditiriskan dalam keranjang besar, selanjutnya dibagi
menjadi 4 sampai 5 bagian dan di masukkan kedalam karung dan
ditambahkan es yang sudah di hancurkan terlebih dahulu. Karung yang berisi
ikan dan es diikat dan dimasukkan ke dalam peti fiber dan di biarkan selama
1 malam.
5. Penjemuran
Karung yang berisi ikan nomei di keluarkan dari peti fiber dan ditiriskan
dengan cara karung yang berisi ikan ditindih dengan papan kayu dengan
pemberat ember yang diisi air. Ikan yang sudah ditiriskan ditata dengan rapi
satu persatu di atas para-para penjemuran (Dari) agar kering merata. Ikan
nomei dijemur selama 2 hali dibawah terik matahri, tapi jika cuaca berawan
maka ikan bisa kering selama 2-3 hari. Ikan yang sudah kering akan
dibuka/diambil menggunakan sutil kayu atau sutil stainless steel dan
ditampung di atas tikar/terpal. Ikan nomei kembali dikeringkan untuk
menghasilkan kering ikan merata selama 1 kali.
6. Penyimpanan
Ikan nomei kering tipis selanjutnya dimasukkan ke dalam karung untuk dijual
ke pengepul.
13

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2023 sampai bulan
Maret 2023. Tempat pengambilan sampel ikan kering tipis dan wawancara akan
dilaksanakan pada pengolah ikan yang aktif sebagai responden di Kelurahan
Juata Laut. Parameter pengujian kadar air, kadar abu, kadar garam, kadar protein,
dan kadar lemak, akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan,
dan pengujian TPC akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman.
Pengujian warna akan di lakukan di Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman.

B. Bahan dan Alat Penelitian


1. Alat
Alat yang digunakan antara lain boks styrofoam, plastik klip, pH meter,
desikator, cawan porselin, pinset, timbangan analitik (Andventurer),
Timbangan digital, termometer, alat untuk uji TPC yaitu tabung reaksi,
cawanpetri, mikropipet. Alat untuk uji protein (labu kjdhal), lemak (saxlet)
,kadar air (cawan porselin, oven), kadar abu (tungku pengabuan) dan
kuesioner.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk ikan nomei kering
tipis yang diperoleh dari pengolah ikan kering yang ada di Kelurahan Juata
Laut. Bahan yang digunakan pada proses pengujian berupa bahan untuk uji
proksimat adalah akuades, K2SO4, CuSO4, H2SO4, H2O2, NaOH, H3BO3,
HCI, K2CrO4 dan AgNO3, sedangkan bahan untuk uji tpc terdiri dari NaCl
dan Nutrean Agar

C. Prosedur Penelitian

1. Survey Pembuatan Ikan Kering Tipis


Sebelum dilakukan pengambilan sempel ikan kering tipis pada
pengolah, terlebih dahulu dilakukan survei untuk mengetahui jumlah
pengolah yang ada di Kelurahan Juata Laut yang masih aktif. Setelah
ditentukan pengolah yang akan dijadikan responden, maka akan dilakukan
14

wawancara dan pengamatan cara pengolahan yang mereka lakukan, sejak


penerimaan bahan baku, proses pengolahan sampai siap jual. Pada saat
yang sama dilakukan pengambilan sampel ikan kering nomei untuk
keperluan uji parameter proksimat, TPC, pH, warna dan uji organoleptik.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap responden pengolah ikan nomei
kering dengan menggunakan alat bantu lembar wawancara (Lampiran).
3. Pengamatan proses pengolahan
Pengamatan proses pengolahan dilakukan terhadap responden yang
meliputi : asal bahan baku, penanganan bahan baku, proses pengolahan,
prosespengeringan dan pengemasan.
4. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel ikan nomei kering tipis pada setiap pengolah
akan dilakukan sesuai dengan parameter uji. Sampel ikan nomei kering
tipis akan diambil sebanyak 5 ekor / pengolah, untuk uji parameter
proksimat, pH, kadar garam dan warna. Semua sampel dikemas
menggunakan plastic klip dan dimasukkan kedalam kardus karton. Sampel
untuk uji parameter TPC diambil sebanyak 2 ekor / pengolah dan dikemas
kedalam plastik yang sudah di sterilkan terlebih dahulu, selanjutnya
dimasukan kedalam kardus karton untuk dibawah ke-labolatorium untuk
dilaksanakan pengujian. uji organoleptik dilakukan oleh para pengolah ikan
nomei kering tipis di kelurahan Juata Laut.
Parameter uji dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia dan
mikrobiologi produk ikan nomei kering tipis yang meliputi uji kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar garam, dan uji warna.
1. kadar air
Kadar air dianalisis sesuai AOAC (1995). Cawan yang akan
digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-
105 °C. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit Cawan kering
ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang
sudah dikeringkan dan ditimbang (B). Dioven pada suhu 100-105 °C
selama 6 jam. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan
ditimbang. Tahapan diulang hingga diperoleh bobot konstan, setelah
diperoleh bobot konstan sampel dalam cawan ditimbang (C)
15

B-C
Kadar air (%)= ×100%
B-A
Keterangan :
A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan+ sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
2. Kadar Abu (SNI 2354.1:2010)
Cawan abu porselin kosong dimasukan kedalam tungku pengabuan.
Suhu dinaikan secara bertahap hingga mencapai 550ºC, lalu
dipertahankan pada suhu (550 ± 5 ºC) selama 16 sampai 24 jam.
Suhu diturunkan menjadi 40 ºC, kemudian keluarkan cawan abu
porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
timbanh hingga diperoleh berat konstan (A). Sampel sebanyak 2 g
dihomogenkan lalu dimasukkan kedalam cawan porselin. Cawan
porselin yang berisi sampel kemudian dimasukkan kedalam oven
pada suhu 100 0C selama 16 sampai 24 jam.Cawan abu porselin
dipindahkan kedalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan
dinaikan secara bertahap hingga mencapai 550 ± 5 ºC. Suhu di
pertahankan selama 16 sampai 24 jam, hingga di peroleh abu
berwarna putih. Suhu tungku pengabuan diturunkan menjadi 40 0C.
Cawan porselen dikeluarkan dengan menggunakan penjepit, lalu
dimasukan kedalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu
ruang (pengabuan dilakukan kembali apa bila abu belum terlihat
putih). Basahi (lembabkan) abu sampel dengan aquades secara
perlahan, lalu keringkan pada hotplate dan abu kan kembali pada
suhu 550 0C hingga mencapai berat konstan. Suhu tungku pengabuan
diturunkan menjadi ± 400C. Cawan abu porselin dipindahkan kedalam
desikator selama 30 menit lalu timbang beratnya segera setelah
dingin hingga mencapai berat konstan(B). Lakukan pengujian minimal
2 kali
B-A
Kadar abu (%)= berat sampel ×100%

Keterangan :
A :berat cawan porselin kosong(g)
B : berat cawan + abu (g)
16

3. kadar protein (SNI 1-2891:1992)


Sampel ditimbang sebanyak 0,51 g kemudian dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl 100 ml. 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat
ditambahkan ke dalam labu kjeldahl. Labu kjeldahl dipanaskan
menggunakan pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih,
yang ditandai dengan larutan yang jernih kehijau-hijauan (sekitar 2
jam). Sampel dibiarkan dingin, kemudian diencerkan dan dimasukan
ke dalamm labu ukur 100 ml (tepatkan sampai tanda garis). 5 ml
larutan dipipet dan dimasukan kedalam alat penyuling, lalu
tambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indicator PP. Sampel
disuling selama kurang lebih 10 menit. 10 ml larutan asam borat 2%
yang telah dicampur indicator, digunakan sebagai penampung. Ujung
pendingin dibilas menggunakan air suling lalu dititar menggunakan
larutan HCL 0.01 N, dan dilakukan penetapan banko. Pengujian
diulang minimal 2 kali kemudian dilakukan perhitungan menggunakan
persamaan berikut:
(V1 - V2) × N × 0,014 × f.k. × f.p.
Kadar protein (%)=
W
Keterangan:
W : berat sampel (g)
V1 : Volume HCL 0.01 N yang digunakan untuk penitratan sampel
V2 : normalitas HCL yang digunakan untuk penitratan blanko
N : Normalitas HCL
f.k. : protein dari makanan secara umum 6.25
f.p. : faktor pengenceran
4. Uji Kadar Lemak (SNI 2354-3:2017)
Sampel ditimbang sebanyak 1 g (A) dalam gelas piala 250 ml, lalu
tambahkan 20 ml HCl p.a pekat, 30 ml air, dan beberapa butir batu
didih. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji lalu didihkan selama 20
menit, kemudian bilas kaca arloji dengan air panas. Larutan disaring
dalam keadaan panas menggunakan corong dan kertas saring, dan
bilas dengan air panas hingga pH netral atau sama dengan pH air
pembilas. Keringkan kertas saring berikut isinya dengan
0
menggunakan oven pada suhu 100 C selama 15 menit. Siapkan
17

cawan aluminium yang sebelumnya telah dibersihkan, lalu timbang


hingga diperoleh berat konstan (B). Kertas saring berikut isinya
(7.1.1.g) dimasukan ke dalam selongsong lemak dan 50 ml kloroform
ke dalam cawan aluminium, lalu pasang pada peralatan ekstraktor
soxhlet untuk dilakukan proses ekstraksi dan evaporasi. Cawan
aluminium yang berisi lemak dimasukan ke dalam oven pada suhu
1050C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa pelarut organik
(kloroform) dan uap air. Cawan aluminium yang berisi lemak
didinginkan menggunakan desikator selama 30 menit. Cawan
aluminium yang berisi lemak (C) ditimbang hingga berat konstan.
Pengujian diulang minimal 2 kali, kemudian hitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
(C - B)
Kadar lemak (%)= × 100
A
Keterangan:
A : berat awal sampel (g)
B : berat cawan aluminium kosong (g)
C : berat cawan aluminium kosong + lemak hasil ekstraksi (g)
5. Kadar garam
Pengujian kadar garam dilakukan dengan metode titrasi Argentomrtri.
Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar garam
yang terdapat dalam produk. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan
diabukan(seperti cara penentuan kadar abu), dicuci abu dengan
aquades sedikit mungkin dan dipindahkan kedalam erlenmeyer 250
ml, ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 dan dititrasi dengan AgNO3
0,1M (yang telah distandarisasai) sampai terbuka warna oranye atau
jingga yang pertama. Dihitung kadar garam dengan rumus
T×M×FK×FP
Kadar NaCl(100%) ×100%
W
Keterangan :
T = Volume titer (ml)
M = Molaritas AgNO3
FK = Faktor koreksi
FP = Faktor pengenceran
18

W = Berat Sampel
6. Uji warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan hunterlab colorFlex
EZ spectrophotometer. Uji warna dilakukan dengan sistem warna
Hunter L (warna putih), a (warna merah), b (warna kuning).
Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih
yang terdapat pada alat tersebut. Hasil analisis derajat putih yang
dihasilkan berupa nilai L, a, b. Pengukuran total derajat warna
digunakan basis warna putih sebagai standar. Derajat putih dihitung
menggunakanrumus ini:
Derajat Putih (%) = 100 − [(100 − 𝐿∗)2 + 𝑎∗2 + 𝑏∗2]1/2
7. Uji organoleptik
Pengujian sensori atau pengujian organoleptik sudah ada sejak
manusia mulai menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan
keamanan suatu makanan dan minuman (Setyangingsih et al., 2010).
Pengujian organoleptik padapenelitian ini ada 2 yaitu : pengujian pada
bahan baku (Ikan) dan pengujian pada produk ikan nomei kering tipis.
Pengujian bahan baku dilakukan langsung oleh peneliti dengan
menggunakan Score Sheet Uji Organoleptik ikan segar sesuai
dengan SNI 2729:2013 meliputi kenampakan, bau, dan teksur secara
deskriptif. Pengujian produk ikan nomei kering tipis dilakukan oleh
panelis semi terlatih sebanyak 15 orang, dengan cara menyajikan
sampel dan di berikan lembar penilaian Organoleptik sesuai dengan
penilaian sensori ikan asin kering SNI 2346.2009, meliputi
kenampakan, bau, rasa, tekstur, dan jamur. Kemudian
disederhanakan sesuai kriteria kualitas yang ada di Kecamatan Juata
Laut. Panelis diminta untuk menilai kenampakan, bau, rasa, tesktur,
dan jamur pada sampel dengan cara memeberikan jawaban secara
deskriptif sesuai kriteria yang baik menurut para panelis. Sampel
memiliki nomor kode masing – masing dan berikan secara acak.

8. Pengujian TPC (Total Plate Count)


metode yang digunakan untuk pengujian tpc mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh safrida et al., (2019), perinsip kerja analisis tpc
19

adalah pertumbuhan mikroorganisme setelah diinkubasi dalam media


agar pada suhu 3500c, 48 jam, maka mikroorganisme tersebut akan
tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat
langsung dihitung. prosedur kerja analisis tpc adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang secara aseptik sebanyak 25 gram dan
ditambahkan 225 ml larutan Butterfield’s Phospate Buffered,
kemudian homogenkan selama 2 menit.
b. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan
menggunakan pipet steril, diambil 1 ml homogenat dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan Butterfield’s
Phospate Buffered sehingga diperoleh contoh dengan
pengenceran 10-2. Pada setiap pengenceran dilakukan
pengocokan minimal 25 kali. Lakukan hal yang sama untuk
pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan seterusnya sesuai kondisi
sampel.
c. Selanjutnya untuk metode cawan agar tuang (pour plate method),
dipipet sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dan dimasukkan
ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet
steril.
d. Kedalam masing-masing cawan yang sudah berisi sampel,
ditambahkan 12 - 15 ml media Plate Count Agar (PCA) yang
sudah didinginkan hingga mencapai suhu 45°C. Setelah agar
menjadi padat, cawan petri yang telah berisi agar dan larutan
sampel tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi
terbalik selama 48 jam, 350°C.
e. Menghitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri.
Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang
mempunyai koloni bakteri antara 25 - 250 koloni.
∑C
N=
[( 1×n1 )+( 0,1×n2 )]×(d)

dengan :
N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau
koloni per g
ΣC : jumlah cawan pada semua cawan yang dihitung;
20

𝑛1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;


𝑛2 ∶ jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;
d : pengenceran pertama yang dihitung.
21

D. Analisis Data

Data hasil penelitian dari uji proksimat (kadar air, abu, protein, lemak),
kadar garam dan uji warna disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara
deskriptif, sedangkan uji organoleptik di analisis dengan menggunakan Kruskal
Wallis, dan apabila terjadi pergeseran nilai, maka dilanjutkan dengan uji Multiple
Comparison. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Statisyical Package For Social Science (SPSS) 24 pada komputer.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K. 2003. Fish Drying Using Solar Energy, Lectures and Workshop
Exercises on Drying of Agricultural and Marine Products. ASEAN SCNCER, pp.
159-183.

Antoni S 2010. Analisa kandungan formalin pada ikan asin dengan metode
spektrofotometri di Kecamatan Tampan Pekanbaru [skripsi] Pekanbaru:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau.

AOAC. 2006. Official Methods Of Analysis Of AOAC International. 18 Ed. W.


Horwitz (Ed.). Wasington D. C. Association Of Analytical Chemists.

Astawan M. 1997. Mengenal Makanan Tradisional Produk Olahan Ikan.

Barat JM., Rodriguez-Barona S., Andres A., and Fito P. 2003. Cod salting
manufacturing analysis. Food Res Int. 36: 447 – 453

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2015. Cara uji kimia-Bagian 2: Pengujian


kadar air pada produk perikanan. SNI 01-2354.2.2015. Badan Standardisasi
Nasional. Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan. 2010. Laporan Tahunan Dinas
Kelatan dan Perikanan Kota Tarakan Tahun 2009. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kota Tarakan. Kota Tarakan.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2002. Potensi Ikan Pepija (Horpodon nehereus).
Ham Buck, 1822) di Kota Tarakan. Tarakan Kalimantan Timur.

Feringo, T. 2019. Analisis kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam dan kadar
lemak pada makanan ringan di balai riset dan standardisasi industri medan.
Tugas Akhir. Program Studi Diploma Analis Farmasi dan Makanan. Fakultas
Farmasi. Universitas Sumatra Utara, Medan. 45 hal.

Guizani N., Al-Shoukri AO., Mothershaw A., dan Rahman MS. 2014. Drying
technology: an international journal. Drying Tech. 26: 705 - 713.

Huda, D.K., Muhammad, Cahyono, Bambang, Limantara, Leenawaty. (2008).


Pengaruh Proses Pengeringan terhadap Kandungan Kurkuminoid dalam
Rimpang Temulawak. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Diponegoro. Semarang.

Huriawati, F., Yuhanna, W.L., dan Mayasari, T. 2016. Pengaruh Metode


Pengeringan Terhadap Kualitas Sebuk Seresah Enhalus acoroides dari Pantai
Tawang Pacitan. Bioeksperimen. 2(1): 35-43.

Imbir, E., Onibala, H dan Pongoh, J., 2015, Studi pengeringan ikan laying
23

(Decapterus sp) asin penggunaan Alat Pengering Surya. Jurnal Pendidikan


Teknologi Pertanian, 2(2), 114.

Juliana, S. 2008. Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Siput Laut
(Littoraria scabra).

Kaemba, A., Suryanto, E., Mamuaja, C. F. 2017. Physicochemical Characteristics


and Antioxidant Activity of Rice Analog from Baruk Sago (Arenga microcarpha)
and Purple Sweet Potatoes (Ipomea batatas L. Poiret). Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan, 5(1), 1-8.

Margono, T., Suryati, D., dan Hartinah, S. 2000. Ikan Asin Cara Kombinasi
Penggaraman Dan Peragian (Ikan Peda).

Muchtadi D, Astawan M, Palupi NS. 2007. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani.


Jakarta : Universitas Terbuka

Mujumdar, A.S. 2001. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial.


Sakamon Devahastian (Ed.). Alih Bahasa: Armansyah H. Tambunan. IPB
Press. Bogor, Indonesia. 223 hal.

Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan


Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Nelson, J.S. 2006. Fishes of the word. Fourth edition. John Wiley and Sons, Inc.
New York. 601 p.

Nelson.J.S. 1984. Fishes Of the Word. Jhon Wiley and Sons. New York 524 pp.

Nybakken. J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh
M. Ediman, D. G. Bengen, M. Hutumo dan S. Sukarjo. Gramedia. Jakarta. 402
halaman.

Rahardjo MF, Simanjuntak CPH. 2008. Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi
ikan tetet, johnius belangerii Cuvier (Pisces: Scianidae) diperairan Pantai
Mayang, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid
15 No. 2 (2008): 135-140.

Rohman. 2008. Rekayasa Konstruksi Peralatan Serta Proses Pengeringan Mekanis


untuk Biji-Bijian dengan Menggunakan Silo Anyaman Bambu. [skripsi]. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Saanin.H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta:
Bandung. 520 hal.

Sudarmadji. et al., 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:Liberty

Sudaryati, Latifah, dan Eko, H.D. 2013. Pembuatan Bubuk Cabe Merah
Menggunakan Variasi Jenis Cabe dan Metode Pengeringan. Teknik Pangan.
FTI UPN “Veteran” Jatim.
24

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Rineka Cipta, Jakarta

Tri Wuri Wijayanti. 2019. Pola Nafkah Ganda Masyarakat Nelayan Ikan Nomei
(Harpodon nehereus) di Juata Laut Kota Tarakan Kalimantan Utara. Skripsi.
Samarinda: Universitas Mulawarman.

Tri Wuri Wijayanti.2019. Pola Nafkah Ganda Masyarakat Nelayan Ikan Nomei
(Harpodon nehereus sp) di Juata Laut Kota Tarakan Kalimantan Utara. JPPA.
6(2): 75-86.

Umar, R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanudin,


Makassar.
various salt concentrations during brine curing of cod (Gadus morhua).Int J
Food Sci. 39: 79 - 89.
25

Lembar Penilaian Sensori Ikan Nomei Kering Tipis


Nama Panelis :.................................. Tanggal :................................................
Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode yang diuji.
Kode Contoh
Spesifikasi Nilai
1 2 3 4 5 6
1. Kenampakan
• bersih, sangat verah spesifik 9
jenis
• bersih, cerah spesifik jenis 7
• kusam 5
2. bau
• spesifik jenis kuat 9
• spesifik jenis kurang kuat 7
• tengik, spesifik 5
3. rasa
• asin, spesifik jenis 9
• asin, spesifik jenis kurang 7
• asin, ada rasa tambahan 5
4. Tekstur
• Padat, kering 9
• Padat kurang kering 7
• Kurang padat, mulai rapuh 5
5. Jamur
• tidak ada 9
• ada 5
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN DAN ANALISIS
KARAKTERISTIK MUTU IKAN NOMEI (Harpodon nehereus) KERING TIPISDI
KECAMATAN JUATA LAUT TARAKAN KALIMANTAN UTARA
________________________________________________________________

Tanggal Wawancara : ………………………………


Nama Pewawancara : ………………………………

I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : Laki – Laki/Perempuan
Alamat :
Pekerjaan : Pokok / SambilanLama Bekerja

II. PENANGANAN BAHAN BAKU


1. Asal Bahan Baku
a. Beli
b. Cari sendiri
c. Lain-lain ………………
2. Alat tangkap yang di gunakan
a. Trol
b. lain-lain ………………
3. Jumlah tangkapan /hari/minngu/bulan? (kg)
a. 20
b. 40
c. 60
d. 80
e. Lain-lain........................
4. Berapa kali produksi dalam satu bulan?
a. 1x
b. 2x
c. 3x
d. Lain-lain.................

III. Proses Pengolahan


KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN DAN ANALISIS
KARAKTERISTIK MUTU IKAN NOMEI (Harpodon nehereus) KERING TIPISDI
KECAMATAN JUATA LAUT TARAKAN KALIMANTAN UTARA
________________________________________________________________

a. Bagaimana cara pembuatan ikan nomei kering tipis


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………
b. Apakah ada proses pencucian dan perendaman ikan dengan air laut
sebelum pengeringan? Jika ada, berapa lama proses perendamannya?
….…………………………………………………………………………………
….…………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………
c. Berapa lama proses pembuatan ikan nomei kering tipis sampai
pengeringan?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
…………………
d. Berapa kilo ikan nomei kering tipis dalam satu kali produksi ?
1) Bahan baku kg
2) Hasil ikan kering kg
e. Apa saja kendala dalam proses produksi ikan nomei kering tipis dan
bagaimana mengatasinya ?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN DAN ANALISIS
KARAKTERISTIK MUTU IKAN NOMEI (Harpodon nehereus) KERING TIPISDI
KECAMATAN JUATA LAUT TARAKAN KALIMANTAN UTARA
________________________________________________________________

f. Adakah jenis olahan lain yang baruh/ Ibu hasilkan ?


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………
g. Apakah ada perbedaan pendapatan antara musim hujan dan musim
panas?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………
h. Jika tiba-tiba turun hujan ? bagai mana cara mengatasi ikan yang di
jemur?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……
IV. Sistem Pemasaran
a. Berapa berat ikan/ kemasan
1) Produk ……………….. Rp ................................................... /bungkus
b. Dimana saja produk dipasarkan ?
……………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
c. Bagaimana sistem pemasaran ?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……
d. Bagaimana konsumen dapat membeli produk ikan nomei kering tipis ?
1) Datang langsung
2) Dikirim
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI STUDI PENGOLAHAN DAN ANALISIS
KARAKTERISTIK MUTU IKAN NOMEI (Harpodon nehereus) KERING TIPISDI
KECAMATAN JUATA LAUT TARAKAN KALIMANTAN UTARA
________________________________________________________________

3) dll …….
e. Bagaimana sistem pembayarannya ?
1) Bayar langsung
2) dll ………..
f. Kendala dalam pemasaran hasil produk ?
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai