Anda di halaman 1dari 27

BIODIVERSITAS ALGA MERAH (Rhodophyta)

SEMINAR 1
(Manajemen Sumber Daya Perairan)

Oleh:

APRIALI R SAWAL
NIM. 19051101004

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
BIODIVERSITAS ALGA MERAH (Rhodophyta)

SEMINAR 1
(Manajemen Sumber Daya Perairan)

Oleh:

APRIALI R SAWAL
NIM. 19051101004

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Apriali Riandy Sawal

NIM : 19051101004

Judul Seminar : Biodiversitas Alga Merah

Tanggal Ujian : Rabu 26 Juli 2023

Ujian Seminar dan Laporan Seminar tersebut telah diperiksa, diperbaiki dan
disetujui oleh dosen pembimbing

Menyetujui,

Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Rene Charles Kepel, DEA


NIP: 19650318 198903 1001

Mengetahui

Koordinator Program Studi

Dr. Ir. Jety K. Rangan, M.Si


NIP. 19620117 198803 2 001

iii
RINGKASAN

Apriali Riandy Sawal NIM.19051101004. Biodiveritas Alga Merah.


Dibimbing oleh Prof.Dr.Ir Rene Charles Kepel, DEA

Laut Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan

keanekaragaman makroalga lebih dari 700 jenis. Salah satu sumber daya hayati

laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan

sebutan lain ganggang laut atau seaweed.

Pemanfaatan berbagai jenis alga yang adalah sebagai penghasil bioetanol dan

biodiesel ataupun sebagai pupuk organic. Semakin luasnya pemanfaatan hasil

olahan rumput laut dalam berbagai industry, maka semakin meningkat pula

kebutuhan akan rumput laut Eucheuma sp sebagai bahan baku. Selain untuk

kebutuhan ekspor, pangsa pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini

industri pengolahan rumput laut sering mengeluh kekurangan bahan baku.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah Seminar I ini dapat diselesaikan. Seminar I ini
berjudul BIODIVERSITAS ALGA MERAH Penyusunan makalah ini salah
satu bagian dari proses belajar untuk memenuhi persyaratan akademik yang baru
dilakukan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam
Ratulangi.

Pada proses penulisan makalah ini penulis mendapatkan banyak arahan dan
masukan dari Prof.Dr.Ir. Rene Charles Kepel, DEA selaku dosen pembimbing
atas semua perhatian disampaikan terimakasih. Disadari bahwa tulisan ini masih
jauh dari kata sempurna oleh sebab itu semua kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk kelengkapan makalah ini

Manado, Juli 2023

1
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
RINGKASAN ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
II. PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
2.1 Alga Merah (Rhodophyta) ........................................................................ 5
2.2 Habitat ...................................................................................................... 6
2.3 Reproduksi................................................................................................ 6
2.3.1 Reproduksi Genertif .......................................................................... 6
2.3.2 Reproduksi Vegetatif ........................................................................ 7
2.4. Morfologi.................................................................................................. 8
2.4 Klasifikasi ............................................................................................... 10
2.6 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Penyebaran
Alga Merah ........................................................................................................ 14
2.7 Peranan Alga Merah Bagi Manusia ........................................................ 16
III. PENUTUP .................................................................................................. 21
3.1 kesimpulan................................................................................................... 21
3.2 Saran ....................................................................................................... 21
IV. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 22

2
I. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan

panjang pantai sekitar 81.000 km dan luas laut mencapai 5,8 juta km 2. Wilayah

pantai ini merupakan wilayah yang intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia,

seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industry, pelabuhan,

pertambakan, pertanian dan perikanan, pariwisata, dan sebagainya

(Triadmojo,1999; Yudha, 2004). Laut Indonesia juga dikenal mempunyai

keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan keanekaragaman makroalga lebih dari

700 jenis (Siswanto, 2008).

Salah satu jenis rumput laut atau ganggang laut yang sangat potensial adalah

ganggang merah atau alga merah (Rhodophyceae). Alga merah (Rhodophyceae)

merupakan salah satu organisme laut yang dapat menyediakan sumber bahan alam

dalam jumlah yang melimpah dan mudah untuk dibudidayakan. Berbagai bahan

aktif dari alga merah telah ditemukan penggunaannya seperti antibakteri antivirus,

antijamur, sitotoksik, antialga dan lainnya (Vallinayagam dkk, 2009). Di dalam

alga juga tekandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin,

mineral dan juga senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan (Putra, 2006).

Dalam West et.al., (2013), di Pasifik Barat menemukan berbagai jenis makroalga

dari kelompok alga merah antara lain yaitu Acrochaetium globosum, Colaconema

sp., Bostrichya tenella, Caulaconthus indicus, Murrayella periclados, dan

Caloglossa ogasawaraensis. Beberapa alga merah juga ditemukan di Australia

3
dan New Zealand diantaranya yaitu Calaglossa monosticha, Calaglossa

ogasawaraensis, Caloglossa postiae, Caloglossa leprieurii, Bostrychia moritziana,

Bostrychia tenuissima dan Caloglossa leprieurii.

Salah satu dari jenis rumput laut yang sudah di budidayakan secara intensif adalah

Eucheuma sp. di wilayah perairan pantai. Dengan semakin luasnya pemanfaatan

hasil olahan rumput laut dalam berbagai industry, maka semakin meningkat pula

kebutuhan akan rumput laut Eucheuma sp sebagai bahan baku. Selain untuk

kebutuhan ekspor, pangsa pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini

industri pengolahan rumput laut sering mengeluh kekurangan bahan baku (Dinas

Kelautan dan Perikanan, 2006).

4
II. PEMBAHASAN

2.1 Alga Merah (Rhodophyta)

Alga merupakan organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thallus

(uniseluler dan multiseluler), pada umumnya alat reproduksi dari alga yaitu

berupa sel tunggal, tetapi ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari

banyak sel (Sulisetijono,2009). Alga ke dalam golongan tumbuhan yang tidak

berpembuluh atau thallophyta (Mubarak dkk, 1990).

Alga merah adalah kelompok alga yang spesiesnya mempunyai berbagai

bentuk daun dengan variasi warna. Ukuran thallus pada alga merah umumnya

tidak begitu besar, dan bentuk thallus silindris, gepeng dan lembaran. Sistem

percabangannya ada yang sederhana (berupa filamen) dan ada berupa

percabangan yang kompleks. Alga ini mengandung klorofil a dan d serta

mengandung pigmen fotosintetik berupa fikoeritrin, karoten, xantofil, dan

fikobilin yang menyebabkan warna merah pada alga tersebut (Dawes, 1998).

Menurut Sumich (1992), struktur tubuh alga laut terdiri dari 3 bagian

utama, pertama dikenal dengan sebutan blade, yaitu struktur yang menyerupai

daun pipih yang biasanya lebar; kedua stipe, yaitu struktur yang menyerupai

batang yang lentur dan berfungsi sebagai penahan goncangan ombak; dan

ketiga holdfast, yaitu bagian yang menyerupai akar dan berfungsi untuk

melekatkan tubuhnya pada substrat.


2.2 Habitat

Habitat merupakan suatu tempat organisme terbentuk dari keadaan luar,

baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat mempengaruhi

organisme tersebut. Makroalga dapat dijumpai hidup dan melekat pada tipe

substrat seperti pasir, berlumpur, bahkan pada tipe substrat keras seperti

karang dan batu. Makroalga hidup dengan menancapkan dirinya pada substrat

berlumpur, pasir, karang, karang mati, kulit kerang, batu, kayu bahkan sebagai

epifit dengan menancapkan dirinya pada tumbuhan lain (Trono, 1997).

Distribusi alga laut dapat dibagi menurut kedalaman. Alga merah dominan

berada di sepanjang batas bawah dari zona fotik (Bold dan Wynne, 1985).

Dalam Dawes (1998), distribusi alga laut diibagi berdasarkan letak

geografisnya. Pada alga merah (Rhodophyta) letak geografisnya tersebar luas

dan melimpah pada bagian daerah intertidal dan subtidal, dan juga tersebar

luas pada perairan dingin Artik dan perairan tropis.

2.3 Reproduksi

2.3.1 Reproduksi Genertif

Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya ada dua macam yaitu

secara kawin dan tidak kawin. Pada perkembangbiakan secara kawin,

gametofit jantan melalui pori spermatogonia akan menghasilkan sel jantan

yang disebut spermatia. Spermatia ini akan membuahi sel betina pada cabang

carpogonia dari gametofit betina. Hasil pembuahan ini akan keluar sebagai

6
carpospora. Setelah terjadi proses germinasi akan tumbuh menjadi tanaman

yang tidak beralat kelamin atau disebut sporofit (Poncomulyo dkk, 2006).

Meiyana et al,(2001) menambahkan bahwa rumput laut dapat

berkembangbiak secara generatif atau kawin.Pada peristiwa perbanyakan

secara generatif rumput laut yang diploid (2n) menghasilkan spora yang

haploid (n). Spora ini kemudian menjadi dua jenis rumput laut yaitu jantan

dan betina yang masing-masing bersifat haploid (n) yang tidak memiliki alat

gerak. Apabila kondisi memenuhi syarat akan menghasilkan suatu perkawinan

dengan terbentuknya zygot yang akan tumbuh menjadi tanaman rumput laut.

2.3.2 Reproduksi Vegetatif

Perkembangbiakan secara tidak kawin terdiri dari penyebaran tetraspora,

vegetatif dan konjugatif.Sporofit dewasa menghasilkan spora yang disebut

tetraspora yang sesudah proses germinasi tumbuh menjadi tanaman beralat

kelamin, yaitu gametofit jantan dan gametofit betina.Perkembangbiakan

secara vegetatif adalah dengan cara setek. Potongan dari seluruh bagian thallus

akan membentuk percabangan baru dan tumbuh berkembang menjadi tanaman

biasa. Konjugasi merupakan proses peleburan dinding sel dan pencampuran

protoplasma antara dua thally (Poncomolyo dkk, 2006). Aslan, (1998)

menambahkan bahwa proses perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa

melalui perkawinan. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh

menjadi rumput muda yang mempunyai sifat seperti induknya. Atau

perkembangbiakannya bisa dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang 9

rumput laut dengan syarat potongan rumput laut tersebut merupakan thallus

7
muda, masih segar, berwarna cerah dan mempunyai percabangan yang

banyak, tidak tercampur lumut atau kotoran, serta bebas atau terhindar dari

penyakit. Reproduksi secara stek (vegetatif) sering disebut pula reproduksi

fragmentasi.Untuk jenis Eucheuma spinosum perkembangbiakan secara stek

sebagai bibit lebih produktif untuk dilakukan.

2.4 Morfologi

1. Pigmentasi

Alga mempunyai berbagai warna, pigmen telah pula ditemukan semua

golongan alga mengandung klorofil dan beberapa karotenoid. Dalam pigmen

karotenoid termasuk karoten dan xantofil. Disamping pigmen tersebut di atas

yaitu pigmen yang larut dalam larutan organic, ada pula pigmen yang larut

dalam air, yaitu fikobili protein. Pigmen ini terdapat dalam alga merah.

2. Hasil fotosintesis yang disimpan sebagai cadangan makanan

Cadangan makanan umumnya disimpan didalam sitoplasma sel, kadang-

kadang didalam plastid ditempat berlangsungnya fotosintesis. Bentuk yang

paling umum adalah tepung, senyawa yang menyerupai tepung, lemak, atau

minyak. Beberapa alga tampaknya membebaskan sebagian materi yang

berlebihan ke lingkungannya dan mungkin menggunakan lingkungannya

sebagai tempat penyimpanan. Materi yang dibebaskan ini mungkin kembali

lagi ke sel dikemudian hari.

3. Motilitas

8
Sebagian organisme dalam sebagian besar hidupnya motil, sedangkan

bagian lainnya marga tidak mempunyai motilitas, atau tidak mempunyai sel-

sel reproduktif yang motil. Sebagian alga tidak bergerak secara aktif ketika ia

dewasa, tetapi kadang-kadang dalam stadium reproduktif mempunyai sel-sel

motil, misalnya pada alga coklat (Phaeophyceae) yang bentik atau alga hijau

yang bentik.

Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari “holdfast” yaitu

bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat

dan thallus yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai

percabangan.

Gambar 1. Morfologi Makroalga

Tidak semua rumput laut bias diketahui memiliki holdfast atau tidak.

Rumput laut memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang

terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput

laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembang biak.

Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generative dan

vegetative (Juneidi, 2004)

9
2.5 Klasifikasi

Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Rhodophyceae dengan

anak kelas Bangiophycidae dan Florideophycidae. Kedua anak kelas

dibedakan berdasarkan pada kelompok (Sulisetijono, 2009).

Rhodophyta sebagian besar hidup dilaut, terutama dalam lapisan-lapisan air

yang dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya gelombong pendek.

Hidupnya sebagai benthos, melekat pada suatu substrat dengan benang-benang

pelekat atau cakram pelekat. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air

tawar, ada juga yang hidup di atas tanah atau di dalam tanah (ini hanya bentuk

yang uniseluler). Jenis-jenis yang ada di laut jumlahnya banyak sekali dan

melimpah di laut tropis. Banyak juga yang mengandung kalsim. Mereka dapat

hidup seperti epifit pada alga yang lainnya, dapat juga hidup pada hewan laut

(epozoik). (Sulisetijono,2000; Tjitrosoepomo,1998)

Rhodophyceae berwarna merah sampai ungu, kadan-kadang juga

lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram

atau suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu

tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin

(Tjitrosoepomo,1998).

Alga merah mempunyai komponen dinding sel terdiri dari yang fibriler

dan terdiri dari manan dan xylan dan komponen non fibriler. Komponen yang

non fibriler ini yang menarik perhatian karena mengandung bahan tabilizer

10
untuk membentuk sel seperti keraginan dan agar (galaktan yang mengandung

sulfat ( Sulisetijono, 2000)

Eucheuma sp. merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae)

dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Jenis Eucheuma sp. tersebar luas

diperairan pantai Indonesia dan sudah dibudidayakan secara intensif. Rumput

laut banyak digunakan sebagai bahan makanan secra langsung karena

mempunyai kandungan gizi yang cukup baik sehingga dapat menyehatkan

(Sulistyowaty, 2009).

Thallus bermacam-macam bentuknya ada yang silindris, pipih, dan lembaran.

Rumpun yang terbentuk oleh berbagai system percabangan ada yang tampak

sederhana berupa filamen dan ada pula yang berupa percabangan yang

komplek, tetapi pada golongan yang sederhanapun telah bersifat heterotrik.

Jaringan tubuh belum bersifat sebagai parenkim, melainkan hanya merupakan

plektenkim. Perkembangbiakan dapat secara aseksual, yaitu dengan

pembentukan spora, dapat pula secara seksual (oogami)

(Tjitrosoepomo,1998); Sulisetijono,2009).

Dinding sel terdiri dari dua komponen yaitu fibriler awan memebntuk rangka

dinding dan kmponen non fibriler berbentuk matrik. Tipe umum dari

komponen fibriler mengandung selulosa, sedangkan non fibriler tersusun dari

galaktan seperti agar, keraginan porpiran (Sulisetijono,2009).

Hampir semua alga merah adalah tumbuh-tumbuhan laut. Di antara kelompok-

kelompok alga laut, alga merah yang teramat mencolok dalam hal warna,

beberapa diantaranya bercahaya. Banyak jenis alga merah yang mempunyai

11
nilai ekonomis dan diperdagangkan yang dikelompokkan sebagai komoditi

rumput laut (Juana,2009).

Menurut Juana (2009), tercatat 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut ini

marga-marga alga merah yang ditemukan di Indonesia diantaranya adalah :

Acanthopora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicifera, dan

A.muscoides. Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya.

Actinotrichia (A. fragilis) terdapat dibawah pasut dan menempel pada karang

mati. Sebarannya luas terdapat pula di padang lamun.

Anansia (A. glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu

karangdan dapat hidup melimpah di padang lamun.

Amphiroa (A. fragilissima) tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir

atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun sebarannya luas.

Chondrococcus (C. hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di ujung

luar rataan terumbu yang senantiasa terendam air.

Corallina belum diketahui jenisnya. Alga ini tumbuh di bagian luar terumbu

yang biasanya terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas terdapat

antaranya di pantai selatan Jawa.

Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata

rata pada pasang-surut bulan setengah. Alga ini mempunyai thallus yang

selindrik berdaging dan kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat

ke samping pada beberapa jenis. Thallusnya licin. Warna alganya ada yang

12
tidak merah, tetapi coklat kehijau-hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak

merah. Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni E. denticulatum (E.

spinosum),E. edule, E alvarezii (Kappaphycus alvarezii), dan E. serra.

Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G.

subverticillata, dan G. rugosa. Alga ini melekat pada substrat batu di rataan

terumbu.

Gelidiella (G. acerosa) tumbuh menempel pada batu. Alga ini muncul

dipermukaan air pada saat air surut dan mengalami kekeringan. Alga ini

digunakan sebagai sumber agar yang diperdagangkan.

Gigartina (G. affinis) tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu,

terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut

terendah.

Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G. arcuata, G. coronopifolia,

G.foliifera, G. gigas, G. salicornia, dan G. verrucosa.

Halymenia terdiri dari dua jenis, yakni H.durvillaei, dan H. harveyana. Alga

ini hidup melekat pada batu karang di luar rataan turumbu yang selalu

tergenang air.

Hypnea terdiri dari dua jenis, yakni H. asperi, dan H. servicornis. Alga ini

hidup di habitat berpasir atau berbatu, adapula yang bersifat epifit. Sebarannya

luas.

13
Laurencia terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni L. intricate, L. nidifica.

dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang.

Rhodymenia (R. palmata) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu.

Titanophora (T. pulchra) jarang dijumpai, jenis ini terdapat di perairan

Sulawesi.

Porphyra adalah alga cosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari

perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut

(litoral), tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang

pada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.

2.6 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan


Penyebaran Alga Merah

1. Gerakan Air

Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan-gerakan air laut disebabkan

oleh beberapa factor, seperti angin yang menghembus di atas permukaan laut,

pengadukan yangterjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan

tinggi permukaan laut, pasang surut dan lain-lain. Gerakan air laut ini sangat

penting bagi berbagai proses alam laut, baik itu biologic atau hayati ataupun

non biologic. Pasang surut merupakan salah satu gejala laut yang

bearpengaruhnya terhadap kehidupan biota laut, khususnya di wilayag pantai

(Juana,2009)

14
1. Cahaya Matahari

Kualitas dan kuantitas cahaya secara luas menentukan tipe dan terdapatnya

alga. Sejauh ini fotosintesis dan fotomorfogenesis banyak mendapat perhatian.

Pada kebanyakan makrolaga fotosintesis terjadi dengan panjang gelombang

300-700 mm. setiap makroalga berbeda dalam menerima jumlah cahaya alga

coklat yang tumbuh paling dalam di air laut memerlukan lebih banyak cahaya.

Jumlah cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis bervariasi tergantung pada

letak makroalga. Makroalga yang hidup pada zona litoral paling atas

memerlukan intensitas cahaya tinggi dibandingkan dengan yang ada di dalam

air laut (Sulisetijono,2000).

2. Suhu

Kisaran suhu normal untuk pertumbuhan makroalga adalah 27-30oC. Suhu

tersebut masih baik untuk kepentingan budidaya rumput laut (Edward,2003).

Menurut Dawes dalam Toni (2006), menyatakan suhu normal untuk

pertumbuhan makroalga diperairan laut tropis adalah 25-35OC. Suhu

optimum yang sesuai untuk pertumbuhan makrolaga di perairan laut tropis

adalah 25OC. Beberapa jenis makrolaga memiliki suhu optimum yang lebih

tinggi atau lebih rendah dari kisaran tersebut.

3. Salinitas

Salinitas menentukan sebagian besar komonitas kehidupan di air. Konsentrasi

relatif tinggi NaCL pada air laut menentukan perbedaan perkembangan

fisiologis organism air laut (Waluyo,2009). Kisaran salinitas optimum untuk

pertumbuhan makroalga antara 33-40% (Bold,et al. 1985).

15
4. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman perairan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi

pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat menentukan molekul karbon yang

dapat digunakan makroalga untuk fotosintesis (Toni,2006). pH yang baik

untuk budidaya rumput laut berkisar antara 6-9. Beberapa jenis alga toleran

terhadap kondisi pH (Bold,et al. 1985; Setiadi,2000).

Makroalga banyak dijumpai tumbuh di daerah perairan yang agak dangkal

dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur atau campuran

keduanya. Memiliki sifat benthic (melekat) dan sering disebut sebagai benthic

algae (Waryono, 2001).

Beberapa alga yang umumnya hidup terrestrial di dalam tanah, maupun lautan.

Didalam lingkungan akuatik, alga tumbuh sebagai bentos, perifiton, atau

fitoplankton. Jika alga melekat pada permukaan batuan disebut litofik. Jika

alga terdapat di dalam batuan disebut epipelik. Perifiton adalah organism yang

melekat pada tumbuh-tumbuhan. Perifiton adalah epifit jika melekat pada

permukaan tumbuhan akuatik dan endofitik jika hidup di dalam tumbuhan

yang lain (Sulisetijono,2000).

2.7 Peranan Alga Merah Bagi Manusia

Rumput laut merupakan sumber yang menjanjikan untuk berbagai macam

pengembangan. Umumnya,rumput laut digunakan sebagai

makanan,pupuk,dan juga obat-obatan.

16
Rumput laut mengandung serat, karbohidrat, lemak yang rendah, mineral,

vitamin, dan asamasam amino sehingga cocok dijadikan bahan pangan dan

bermanfaat untuk kesehatan. Selain itu, kandungan metabolit primer

(phycocolloid) seperti karagenan, agar, serta alginatnya dapat digunakan

sebagai gelling, stabilizing, dan thickening agents pada makanan, kosmetika,

dan industri farmasi. Metabolit lainnya yaitu polysulfated polisaccharides

seperti laminaran, rhamnan sulfate, galaktosil gliserol, dan fukoidan yang

memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antialergik, anti-HIV, antikanker, dan

antikoagulan. Penelitian lain juga melaporkan bahwa rumput laut memiliki

aktivitas antibakteri dan antiinflamasi (Jiao et al., 2011;Pomin et al., 2008;

Ngo et al., 2013;Lee et al., 2013; dan Maftuch et al., 2016). Berbagai macam

metabolit sekunder yang disintesis dari rumput laut diantaranya adalah

karotenoid, polifenol, terpenoid, xantofil, klorofil, vitamin, alkaloid, asam

lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh (Takaichi,2011;Guven et al., 2010;dan

Maschek et al., 2008)

Alga merah merupakan jenis alga yang lebih banyak memiliki aktivitas

biologi dibandingkan dengan jenis alga lainnya. Senyawa-senyawa kimia yang

ada pada alga merah didominasi dari famili Rhodomelaceace. Alga merah

merupakan sumber pembentuk utama halogenated compunds seperti

laurenterol (1), halomon (2), callicladol (3) dan senyawa lainnya (Kladi et al.,

2003;Cabrita et al., 2010).

Halogenated compunds memiliki beragam aktivitas seperti antibakteri,

antifungi, antiinflamasi, iktiotoksik, sitotoksik, dan insektisidal. Selain itu,

alga merah juga mengandung terpenoid, polieter, asetogenin, beberapa asam

17
amino, sikimat, serta derivat asam nukleat dan asetat (Maschek, et al., 2008;

Kladi et al., 2003; Cabrita et al., 2018; Pedersen et al., 1974; dan Ayyad

Terdapat beberapa jenis alga merah yang diketahui memiliki aktivitas

antibakteri. Senyawa antibakteri ini diisolasi dari alga merah seperti Laurencia

spp., Gracillaria spp., Acanthophora spp., dan spesies alga merah lainnya

(Kasanah etal., 2015).

1. Laurencia spp

Alga merah genus Laurencia (Rhodomelaceace, Ceramiales) umumnya

ditemukan pada perairan tropis maupun subtropis. Berbagai varian

senyawa metabolit sekunder seperti C15- acetogenin, C15-, C20-, dan

C30-terpenoid (Kladi et al., 2008). Lima senyawa antibakteri yang

diisolasi dari spesies Laurencia sp. diketahui memiliki aktivitas terhadap

bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus sp., Streptococcus

pyogenes, Salmonella sp., dan Vibrio cholerae. Senyawa-senyawa

tersebutialah 10-acetoxyangasiol, aplysidiol, cupalaurenol, 1-methyl-2,3,5-

tribromoindole, dan chamigrane epoxide. Dari hasil penelitian, nilai MIC

yang rendah dimiliki oleh 10-acetoxyangasiol terhadap V. cholerae yaitu

100 µg/mL (Vairappan et al., 2010). 18

18
2. Acanthophora spp.

Genus Acanthophora merupakan alga merah yang paling banyak

ditemukan di perairan tropis maupun subtropis. Akan tetapi penelitian

tentang spesies ini masih sedikit. Beberapa sterol yang diisolasi dari

Acanthophora spicifera diantaranya adalah 6-hydroxycholest-4-ene-3-one,

cholest4-ene-3,6-dione, cholest-5-ene-3β-ol, 5α-cholestane-3,6-dione, dan

senyawa lainnya. Penelitian menujukkan bahwa beberapa senyawa sterol

menunjukkan adanya aktivitas antibakteri (Wahidulla et al., 1998; Lang et

al., 2007).

3. Gracilaria spp.

Genus Gracilaria memiliki lebih dari 300 spesies. Genus ini berperan

penting pada industri bioteknologi karena sebagai sumber agar dan agarose

yang banyak digunakan pada industri makanan, farmasetika, dan kosmetik.

Gracilaria spp memiliki metabolit bioaktif yang berfungsisebagai

antibakteriseperti steroid, terpenoid, dan derivat asam eicosanoid.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maftuch et al (2016),

Gracilaria Verrucosa mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan

fenol. Selain sebagai antibakteri, G. Verrucosa juga memiliki

aktivitassebagai antioksidan. Senyawa fenol yang ada pada jenis alga ini

terbukti memiliki khasiatsebagai antibakteri, antiinflamasi, antivirus, dan

antikarsinogenik (Widowati et al., 2014).

4. Callophycus serratus

19
Callophycus serratus merupakan alga merah yang banyak ditemukan di

perairan tropis dan subtropis terutama di wilayahAsia Tenggara, Pasifik,

danAfrika. Beberapa senyawa yang berhasil diisolasi dari jenis ini

memiliki aktivitassebagai antibakteri, antifungi, antikanker, antimalaria,

dan antitubekular (Lin et al., 2019; Kubanek et al., 2006; Kubanek et al.,

2005; dan Lane et al., 2007).

5. Rhodomella spp.

Rhodomella confervoides mengandung senyawa bromofenol yang

memiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan antibakteri. Dari beberapa

senyawa yang berhasil diisolasi, senyawa bis(2,3-dibromo-4,5-

dihydroxybenzyl) eter adalah senyawa yang paling kuat aktivitas

antibakterinya dengan nilai MIC kurang dari 70 µg/mL (Xu et al., 2003)

20
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alga merupakan tumbuhan thallus yang hidup di air, setidak-tidaknya selalu

menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai

inti dan plastida, dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derivat klorofil,

yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya.

Alga atau ganggang adalah kelompok Thallophyta yang berklorofil.

Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga dibagi ke dalam dua golongan

besar yaitu: makroalga dan mikroalga

Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thallus (uniseluler

dan multiseluler), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal,meskipun

ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel.

21
IV. DAFTAR PUSTAKA

Amaranggana, L., dan N. Wathoni. 2017. Manfaat alga merah (Rhodophyta)


sebagai sumber obat dari bahan alam. Majalah Farmasetika, 2(1), 16-19
pp.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006. Pelatihan Budidaya Rumput Laut. Laporan
Akhir. Benteng: Yayasan Mattirotasi.
Edward, 2003. Pemantauan Kondisi Hidrologi di Perairan Hara, Pulau Manu
Sulawesi Tenggara Dalam Kitannya Dengan Budidaya Rumput Laut.
Jakarta: Pusat Penelitian Oseonografi Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta.
Ghazali, M., dan S.H. Husna. 2018. Diversitas dan Karakteristik Alga Merah
(Rhodophyta) pada Akar Mangrove di Teluk Serewe Kabupaten Lombok
Timur. Jurnal Biologi Tropis, 18(1), 80-90 pp.
Ginting, E. L., L. Rangian., L.L. Wantania., dan S. Wullur. 2019. Isolasi Bakteri
Simbion Alga Merah Dari Perairan Tongkeina, Sulawesi Utara. Jurnal
Ilmiah Platax, 7(2), 394-400 pp.
Juana, K.R.S. 2009. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta:
Djambatan.
Kepel, R.C., dan D.M.H. Mantiri. 2019. Biodiversitas Makroalga di Perairan
Pesisir Kora-Kora, Kecamatan Lembean Timur, Kabupaten
Minahasa. Jurnal Ilmiah Platax, 7(2), 49-59 pp.
Mubarak, H.S., W.I.S. Ismail., S.T.Z. Wahyudi. Jangkaru. dan R. Arifudin. 1990.
Petunjuk Rumput Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. 93 p.
Ratulangi, I.K.U.S. Biodiversitas Makroalga Di Perairan Pesisir Desa Bahoi,
Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara.
Singkoh, M. 2019. Uji Aktivitas Antibakteri Pada Alga Laut Gracilaria edulis (Sg
Gmelin) Pc Silva Dari Perairan Pulau Nain Kabupaten Minahasa
Utara. Chemistry Progress, 3(2).
Siswanto, S. 2008. Keanekaragaman Hayati. Makalah. Medan: Jurusan Biologi.
Universitas Sumatera Utara.
Sulisetijono. 2000. Studi Eksplorasi Potensi dan Taksonomi Makroalga di Pantai
Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang: Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
Sulisetijono. 2000. Studi Eksplorasi Potensi dan Taksonomi Makroalga di Pantai
Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang: Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.

22
Sulisetijono. 2009. Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Malang.
Sumich, J.L. 1992. Introduction to the Biology of Marine Life. Wmc. Brown
Company Publisher Iowa.
Tampubolon, A., G.S. Gerung. dan B. Wagey. 2013. Biodiversitas Alga Makro Di
Lagun Pulau Pasige, Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro. Jurnal
Pesisir dan Laut Tropis, 1(2), 35-43 pp.
Tjitrosoepomo, G. 1998. Taksonomi tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Triadmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.
Waryono, T. 2001. Biogeografi Alga Makro (Rumput Laut) di Kawasan Pesisir
Indonesia. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008.
Yudha, I.G. 2004. Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya
Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat. Makalah Pelatihan 105

23

Anda mungkin juga menyukai