JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat TUHAN YANG MAHA ESA karena atas limpahan rahmat
dan Kasih-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Khususnya,
bagi tim penyusun yang telah menyelesaikan makalah dengan judul
“Pengolahan Rumput Laut Menjadi Tepung Agar – Agar dalam Skala Industri”
Dalam menyusun makalah ini, tim penyusun tidak mendapat kendala apapun. sehingga,
penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu, tim penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan telah memberikan
dorongan dan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
AkhirNya, bagai pepatah : Tiada gading yang tak retak , demikian juga dalam
penyusunan makalah ini, mungkin masih terdapat banyak kekurangan atau kesalahan di
sana sini. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca makalah ini sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mencapai sasaran yang diinginkan.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
3.1. Proses Pengolahan Rumput Laut Menjadi Tepung Agar – Agar .....................................13
3.2. Reaksi Kimia Untuk Menghasilkan Produk ( Tepung Agar – Agar) ...............................18
BAB 4. PENUTUP...................................................................................................................40
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui proses pengolahan rumput laut menjadi tepung agar – agar dalam skala
industri.
1
1.5. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan dalam makalah merupakan hasil kajian pustaka yang
bersumber dari beberapa referensi buku dan jurnal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Eucheuma spinosum
merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas Rhodophyceae (ganggang merah).
Klasifikasi rumput laut jenis menurut (Aslan, 1998) sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisio : Thallophyta
Sub Divisio : Algae
Classis : Rhodophyceae
Ordo : Nemastomales
Familia : Rhodophyllidaceae
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma spinosum
3
Rumput laut ini dikenal dengan nama daerah agar-agar. Dalam dunia perdagangan,
rumput laut ini dikenal dengan istilah spinosum yang berarti duri yang tajam. Rumput laut
ini berwarna cokelat tua, hijau cokelat, hijau kuning, atau merah ungu (Sudradjat, 2008
dalam Alam, 2011).
Ciri-ciri rumput laut jenis E.spinosum yaitu thallus silindris, percabangan thallus
berujung runcing atau tumpul, dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) berupa duri
lunak yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang terdapat
pada Eucheuma cottonii. Ciri-ciri lainnya mirip seperti E. cottoni. Jaringan tengah terdiri
dari filamen tidak berwarna serta dikelilingioleh sel-sel besar, lapisan korteks, dan lapisan
epidermis (luar). Pembelahan sel terjadi pada bagian apikal thallus (Anggadiredja et al.
2006).
4
perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar
matahari (Puncomulyo, dkk, 2006).
5
besar rumput laut adalah iodin dan kalsium (Fitton, 2005 dalam Hendrawati, 2016).
Laminaria sp., rumput laut jenis coklat merupakan sumber utama iodin karena
kandungannya mampu mencapai 1500 sampai 8000 ppm berat kering. Rumput laut
juga merupakan sumber kalsium yang sangat penting. Kandungan kalsium dalam
rumput laut dapat mencapai 7% dari berat kering dan 25-34% dari rumput laut yang
mengandung kapur (Ramazanov, 2006 dalam Hendrawati, 2016). Kandungan mineral
seperti yang telah disebutkan di atas memberikan efek yang sangat baik bagi kesehatan.
Iodin misalnya, secara tradisional telah digunakan untuk mengobati penyakit gondok.
Iodin mampu mengendalikan hormon tiroid, yaitu hormon yang berperan dalam
pembentukan gondok. Mereka yang telah membiasakan diri mengkonsumsi rumput
laut terbukti terhindar dari penyakit gondok karena kandungan iodin yang tinggi di
dalam rumput laut. Kandungan mineral lain yang juga tak kalah penting adalah
kalsium. Konsumsi rumput laut sangat berguna bagi ibu yang sedang hamil,
para remaja, dan orang lanjut usia yang kemungkinan dapat terkena risiko
kekurangan (defisiensi) kalsium (Fitton, 2005 dalam Hendrawati, 2016).
3. Protein
Kandungan protein rumput laut coklat secara umum lebih kecil
dibanding rumput laut hijau dan merah. Pada rumput laut jenis coklat,
protein yang terkandung di dalamnya berkisar 5-15% dari berat kering,
sedangkan pada rumput laut hijau dan merah berkisar 10-30% dari berat
kering. Beberapa rumput laut merah, seperti Palmaria palmate (dulse) dan
Porphyra tenera (nori), kandungan protein mampu mencapai 35-47% dari
berat kering (Mohd Hani Norziah et al, 2000 dalam Hendrawati, 2016). Kadar ini lebih
besar bila dibandingkan dengan kandungan protein yang ada di sayuran yang kaya
protein seperti kacang kedelai yang mempunyai kandungan protein sekitar
35% berat kering (Almatsier, 2005 dalam Hendrawati, 2016).
4. Lipid dan asam lemak
Lipid dan asam lemak merupakan nutrisi rumput laut dalam jumlah yang
kecil. Kandungan lipid hanya berkisar 1-5% dari berat kering dan komposisi
asam lemak omega 3 dan omega 6 (Burtin, 2003 dalam Hendrawati, 2016). Asam
lemak omega 3 dan 6 berperan penting dalam mencegah berbagai penyakit seperti
penyempitan pembuluh darah, penyakit tulang, dan diabetes (Almatsier, 2005). Asam
alfa linoleat (omega 3) banyak terkandung dalam rumput laut hijau, sedangkan rumput
laut merah dan coklat banyak mengandung asam lemak dengan 20 atom karbon seperti
asam eikosapentanoat dan asam arakidonat (Burtin,2005 dalam Hendrawati, 2016).
6
Kedua asam lemak tersebut berperan dalam mencegah inflamatori (peradangan) dan
penyempitan pembuluh darah. Hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak lipid
beberapa rumput laut memiliki aktivitas antioksidan dan efek sinergisme terhadap
tokoferol (senyawa antioksidan yang sudah banyak digunakan) (Anggadiredja et al.,
1997; Shanab, 2007 dalam Hendrawati, 2016)
5. Vitamin
Rumput laut dapat dijadikan salah satu sumber Vitamin B, yaitu vitamin B12 yang
secara khusus bermanfaat untuk pengobatan atau penundaan efek penuaan (antiaging),
Chronic Fatique Syndrome (CFS), dan anemia (Almatsier, 2005 dalam Hendrawati,
2016). Selain vitamin B, rumput laut juga menyediakan sumber vitamin C yang sangat
bermanfaat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, meningkatkan aktivitas
penyerapan usus terhadap zat besi, pengendalian pembentukan jaringan dan matriks
tulang, dan juga berperan sebagai antioksidan dalam penangkapan radikal bebas dan
regenerasi vitamin E (Soo-Jin Heo et al, 2005 dalam Hendrawati, 2016). Kadar vitamin
C dapat mencapai 500-3000 mg/kg berat kering dari rumput laut hijau dan coklat, 100-
800 mg/kg pada rumput laut merah. Vitamin E yang berperan sebagai antioksidan juga
terkandung dalam rumput laut. Vitamin E mampu menghambat oksidasi Low
Density Lipoprotein (LDL) atau kolesterol buruk yang dapat memicu
penyakit jantung koroner (Ramazanov, 2005). Ketersediaan vitamin E di
dalam rumput laut coklat lebih tinggi dibanding rumput laut hijau dan merah.
Hal ini dikarenakan rumput laut coklat mengandung α, β, dan γ-tokoferol,
sedangkan rumput laut hijau dan merah hanya mengandung α- tokoferol
(Fitton, 2005). Di antara rumput laut coklat, kadar paling tinggi yang telah
diteliti adalah pada Fucuceae, Ascophyllum dan Fucus sp yang mengandung
sekitar 200-600 mg tokoferol/kg berat kering (Ramazanov, 2006 dalam Hendrawati,
2016).
6. Polifenol
Polifenol rumput laut dikenal sebagai florotanin, memiliki sifat yang
khas dibandingkan dengan polifenol yang ada dalam tumbuhan darat.
Polifenol dari tumbuhan darat berasal dari asam galat, sedangkan polifenol
rumput laut berasal dari floroglusinol (1,3,5-trihydroxybenzine). Kandungan
tertinggi florotanin ditemukan dalam rumput laut coklat, yaitu mencapai 5-
15% dari berat keringnya (Fitton, 2005 dalam Hendrawati, 2016). Polifenol dalam
rumput laut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga mampu mencegah berbagai
penyakit degeneratif maupun penyakit karena tekanan oksidatif, di antaranya kanker,
7
penuaan, dan penyempitan pembuluh darah. Aktivitas antioksidan polifenol dari
ekstrak rumput laut tersebut telah banyak dibuktikan melalui uji in vitro sehingga
tentunya kemampuan antioksidannya sudah tidak diragukan lagi (Soo-Jin Heo et al,
2005; Shanab, 2007 dalam Hendrawati, 2016). Selain itu, polifenol jugaterbukti
memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dapat dijadikan alternatif bahan antibiotik.
Salah satunya terbukti bahwa rumput laut mampu melawan bakteri Helicobacter pylori,
penyebab penyakit kulit (John dan Ashok, 1986; Fitton, 2005 dalam Hendrawati, 2016)
.
8
2.5. Produk Olahan Rumput Laut
1. Agar-agar
Masyarakat pada umumnya mengenal agar - agar dalam bentuk tepung yang
biasa digunakan untuk pembuatan puding. Akan tetapi, orang tidak tahu secara pasti
apa agar- gar itu. Agar-agar merupakan asam sulfanik yang merupakan ester dari
galakto linier dan diperoleh dengan mengekstraksi ganggang jenis Agarophytae. Agar -
agar ini sifatnya larut dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin.
Sekarang, penggunaan agar-agar semakin berkembang. Dulu, hasil laut ini
hanya untuk makanan, tapi kini telah digunakan dalam industry tekstil, kosmetik, dan
lain-lain. Fungsi utamanya adalah sebagai bahan pemantap, dan pembuat emulsi, bahan
pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Dalam industri, agar-agar banyak
digunakan dalam industri makanan seperti untuk pembuatan roti, sup, saus, es krim,
jelly, permen, es campur, keju, puding, selai, bir, anggur, kopi, dan cokelat. Di industri
farmasi, agar-agar bermanfaat sebagai obat pencahar atau peluntur, pembungkus
kapsul, dan bahan campuran pencetak contoh gigi. Dalam industri tekstil, ia dapat
digunakan untuk melindungi kemilau sutera. Sementara itu, di industry kosmetik, agar-
agar bermanfaat dalam pembuatan salep, krem, lotion, lipstik, dan sabun. Selain itu,
masih banyak manfaat lain dari agar - agar, seperti untuk pembuatan pelat film, pasta
gigi, semir sepatu, kertas, dan pengalengan ikan dan daging.
Bahkan dapat membantu kesehatan ibu hamil agar kelahiran dan bayi yang
terlahir nantinya sehat, ibu diwajibkan mengonsumsi makanan pendukung kesehatan di
masa kehamilan, seperti rumput laut.
Bila bicara tentang rumput laut, yang dimaksudkan adalah dari jenis alga coklat
dan alga merah. Alga coklat hidup di perairan yang dingin, sedangkan alga merah di
daerah tropis. Selama ini, rumput laut lebih banyak dikenal untuk bahan pembuat agar-
agar atau puding. Komposisi gizi rumput laut yang sangat lengkap sangat cocok untuk
ibu hamil dan menyusui.
2. Keraginan
Keraginan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-
galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1 - 4
glikosilik. Ciri kas dari keraginan adalah setiap unit galaktosanya mengikat gugusan
sulfat, jumlah sulfatnya lebih kurang 35,1%. Kegunaan keraginan hampir sama dengan
agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, pengental, pembentuk gel, dan
pengemulsi. Keraginan banyak digunakan dalam industry makanan untuk pembuatan
kue, roti, makroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis produk daging.
9
Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan untuk pasta gigi dan obat - obatan. Selain
itu juga dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil, kosmetik dan cat.
3. Algin
Algin ini didapatkan dari rumput laut jenis algae coklat. Algin ini merupakan
polimer dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier panjang. Bentuk
algin di pasaran banyak dijumpai dalam bentuk tepung natrium, kalium atau amonium
alginat yang larut dalam air. Kegunaan algin dalam industri ialah sebagai bahan
pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi, dan pembentuk lapisan tipis yang tahan
terhadap minyak. Algin dalam industri banyak digunakan dalam industri makanan
untuk pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus,
pengalengan daging, selai, sirup, dan puding. Dalam industri farmasi banyak
dimanfaatkan untuk tablet, salep, kapsul, plester, dan filter. Industri kosmetik untuk
cream, lotion, sampo, cat rambut. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan dalam industri
lain, seperti tekstil, kertas, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet kayu.
4. Selai rumput laut
Selai adalah produk makanan semi basah yang biasanya digunakan sebagai
bahan olesan roti dan juga sebagai bahan tambahan untuk pembuatan kue maupun
makanan lainnya. Selai dibuat dengan cara memasak campuran antara bahanbahan
yang telah dihancurkan dan gula, dengan atau tanpa penambahan air. Selai yang
bermutu baik memiliki tanda atau sifat-sifat tertentu, diantaranya adalah konsistensi,
warna cemerlang, tekstur lembut, tidak mengalami sineresis (keluarnya air dari gel),
dan tidak mengalami kristalisasi selama penyimpanan.
5. Nata rumput laut
Produk nata yang lebih dulu populer di masyarakat adalah nata de coco yang
berbahan air kelapa. Produk nata juga dapat dibuat dari ekstrak buah-buahan dan
rumput laut. Pengolahan nata rumput laut merupakan salah satu teknologi pengolahan
pasca panen perikanan yang telah dikembangkan sebagai salah satu alternatif
pemanfaatan rumput laut yang selama ini lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah.
Alur proses pengolahan produk nata rumput laut dimulai proses ekstrasi, pengaturan
kondisi dengan menggunakan jenis Eucheuma cottonii sebagai media pertumbuhan
digunakan starter pembentuk nata (Acetobacter xylinum), fermentasi, permanen sampai
pengemasan.
6. Dodol rumput laut
Dodol merupakan makanan tradisional yang banyak diproduksi oleh masyarakat
di berbagai daerah. Perbedaan dodol rumput laut dengan dodol biasa terletak pada
10
bahan dasar yang digunakan. Dodol biasa dibuat dengan menggunakan bahan dasar
tepung beras ketan, sedangkan dodol rumput laut diolah dengan menggunakan bahan
dasar rumput laut.
Banyak manfaat yang diperoleh dari dodol rumput laut diantaranya adalah
banyak mengandung dietary fiber, yaitu serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan manusia. Hal tersebut menyebabkan dodol rumput laut memeiliki
kelebihan yang sama dengan manisan rumput laut.
Dodol rumput laut diolah dengan menggunakan bahan utama rumput laut jenis
Eucheuma cottonii.Dodol rumput laut berwarna coklat kemerahan, kenyal, agak bening
karena kandungan karagenannya.
Dodol umumnya mempunyai sifat elastis, padat dan daya awet bervariasi.
Karakteristik bahan penyusun dodol ditentukan oleh komposisi bahan-bahan yang
dikandungnya dan proses pemasakannya.
7. Permen jelly rumput laut
Dalam pembuatan permen jelly rumput laut kealotan dan tekstur permen banyak
dipengaruhi oleh bahan gel yang digunakan. Pembuatan permen ini meliputi pembuatan
campuran gula yang dimasak dengan kandungan padatan yang diperlukan,
penambahan bahan pembentuk gel dengan cita rasa dan warna serta pencetakan produk.
Pembuatan permen jelly biasanya menggunakan bahan pembentuk gel yang sifatnya
reversibel yaitu jika gel dipanaskan akan membentuk sol dan bila didinginkan
membentuk gel kembali.
8. Es krim rumput laut
Pembuatan es krim rumput laut pada dasarnya sama dengan pembuatan es krim
pada umumnya, tetapi diberi tambahan rumput laut. Es krim rumput laut yang dibuat
disesuaikan dengan pangsa pasar es krim. Proses pembuatan es krim rumput laut yaitu,
pertama rumput laut yang telah melalui perendaman diblender hingga halus lalu
dimasak hingga mendidih. Langkah kedua mikser telur dan gula hingga mengembang.
Langkah ketiga mikser bahan es krim (whippy) dengan air es. Langkah keempat masak
susu cair dengan cokelat bubuk yang telah tercampur rata lalu dinginkan. Langkah
kelima campur adonan whippy, kuning telur, dan gula pasir ke dalam adonan susu cair
dan cokelat bubuk. Langkah keenam aduk semua adonan (kecuali rumput laut) di atas
wajan dan masak kembali dengan api kecil. Langkah ketujuh, setelah adonan dingin
masukkan adonan rumput laut lalu campur hingga merata. Langkah terakhir masukkan
ke dalam mesin mikser es krim.
11
9. Renewable energy supplier
Biomassa rumput laut sisa yang tidak digunakan dapat digunakan untuk
produksi biogas melalui pencernaan anaerob menjadi metana. Pencernaan biomassa
anaerob telah dipraktekkan selama hampir seabad dan sangat populer di banyak negara
berkembang seperti Cina dan India. Biogas adalah bahan bakar pembakaran yang cukup
bersih, yang dapat ditangkap dan dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan akhir
seperti memasak, memanaskan atau menghasilkan listrik. Biomassa saat ini memasok
14% dari kebutuhan energi dunia. Sebagian besar produksi saat ini dan penggunaan
biomassa untuk energi dilakukan dengan cara yang sangat tidak berkelanjutan yang
menghasilkan banyak sekali konsekuensi lingkungan yang negatif. Jika biomassa
adalah untuk memasok proporsi yang lebih besar dari kebutuhan energi dunia di masa
depan, tantangannya adalah untuk memanfaatkan berbagai sumber daya dan
memproduksi biomassa secara berkelanjutan. Teknologi dan proses yang tersedia saat
ini akan membuat bahan bakar berbasis biomassa ramah lingkungan tidak seperti bahan
bakar fosil.
10. Pikokoloid
Pikokoloid merupakan golongan polisakarida yang dihasilkan melalui ekstraksi
rumput laut. Pikokoloid mampu membentuk gel sehingga banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pengental (emulsifyer) dan stabilisator atau penstabil makanan (Raven et al.,
1986). Selain itu, pikokoloid juga dapat digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetika. Pikoloid banyak dihasilkan rumput laut dari spesies alga merah.
Pemanfaatan pikokoloid berkembang sejak tahun 1990-an dalam industri
makanan, obat-obatan, dan industri-industri lainnya (Anonim, 1992). Pikokoloid
dimanfaatkan dalam industri susu, roti, kue, es krim, permen, bumbu salad, selai, bir,
pengalengan ikan, juga industri farmasi seperti suspensi, salep, dan tablet (Winarno,
1996). Pikokoloid juga digunakan sebagai penstabil susu kocok dan mencegah
terbentuknya kristal es pada es krim (Burns, 1974). Pada beberapa cairan obat,
pikokoloid digunakan untuk meningkatkan viskositas dan menjaga suspensi padatan
dan bahan penstabil pasta (Chapman & Chapman, 1980).
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
1. Pencucian I (Washing)
Proses perendaman sekaligus pencucian pertama dilakukan selama ±20 menit dan di
dalam ruangan yang biasa, dimana bahan baku dikeluarkan dari karung dan dimasukkan
ke dalam keranjang yang berkapasitas 600 kg. Rumput laut yang berada di dalam
keranjang dimasukkan ke dalam bak pencucian yang berisi air dari sumur serapan yang
dialirkan melalui pipa ke bak pencucian kemudian keranjang tersebut digoyang-goyangkan
agar kotoran-kotoran yang melekat pada rumput laut dapat diminimalkan sehingga sesuai
dengan standar yang diinginkan industri. Hal ini dikarenakan, setelah rumput laut dicuci
dengan air dengan menggunakan keranjang bambu dengan cara mencelupkan ke dalam air
sambil digoyang-goyangkan agar kotoran-kotoran yang melekat di rumput laut dapat keluar.
2. Pemasakan (Alkali Treatment)
Setelah proses pencucian I, rumput laut dipindahkan ke bak pemasakan atau perebusan
menggunakan alat pengungkit (hoist). Proses pemasakan dilakukan dengan menggunakan
air panas atau larutan alkali KOH atau NaOH pada temperatur tinggi ±90°C dengan
perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu ± 300 liter : 60 kg : 60 kg.
Selama proses pemasakan, dilakukan pengadukan agar KOH atau NaOH yang
ditambahkan tercampur merata dengan rumput laut, lama pemasakan tergantung jenis
rumput lautnya, untuk rumput laut jenis cottoni ±3 jam karena struktur pada jenis
rumput laut cottonii lebih keras dibandingkan dengan jenis spinosum yang hanya
memerlukan waktu pemasakan ±1 jam, setelah dimasak rumput laut dalam keranjang besi
diangkat ke atas dengan menggunakan hoist kemudian dilakukan penyemprotan atau
penyiraman. Rumput laut yang telah dimasak akan menjadi lunak sehingga akan
memudahkan proses selanjutnya. Penambahan larutan alkali bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein. Hal ini sesuai dengan pendapat
Glicksman (1983), bahwa karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari
hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan
alkali pada temperature tinggi. Pendapat di atas diperkuat dengan pendapat Towle (1973),
bahwa penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida
menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6 sulfat dari unit monomer menjadi
3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk
terhadap protein. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Anggardiredja, dkk., (2006) dalam
Engelen, dkk. , bahwa proses alkali bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang lebih
baik dan lebih tahan dalam penyimpanan.
14
3. Pencucian II (Washing)
Pencucian II (Washing) dilakukan setelah proses pemasakan berlangsung, pencucian
dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan agar hasil pada proses pencucian yang ke
dua ini sesuai dengan yang diinginkan seperti sisa-sisa KOH dan NaOH pada proses
pemasakan dapat hilang, dan membersihkan rumput laut dari kotoran yang diduga masih
melekat pada proses pencucian awal. Pencucian dilakukan pada dua bak yang berlainan
yang telah berisi air bersih yang berasal dari sumur serapan, pencucian berlangsung ±20
menit tiap pencucian sehingga proses pencucian menghasilkan rumput laut sesuai dengan
yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Istini (1998) dalam Engelen, dkk., bahwa
rumput laut yang sudah bersih dan kering sebelum diolah perlu dilakukan pencucian lagi.
Pencucian dengan air tawar dapat dilakukan dengan drum berputar yang berlubang dan ke
dalamnya disemprotkan air sehingga kotoran-kotoran akan lepas.
4. Pemotongan (Cutting)
Rumput laut yang telah dicuci diangkat ke mesin pemotongan (copper). Pemotongan
rumput laut dilakukan untuk mengecilkan ukuran rumput laut sampai dengan ukuran 2-4
cm sehingga memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya seperti proses penjemuran
dengan panas matahari bisa dengan merata. Hasil pemotongan rumput laut dimasukkan ke
dalam gerobak dorong untuk diangkut ke lapangan penjemuran, rumput laut yang ditampung
dalam gerobak setelah pemotongan diangkut kelapangan untuk proses
penjemuran/pengeringan (draying). Penjemuran rumput laut dilakukan dengan bantuan cahaya
matahari langsung, dimana rumput laut ditebar di atas tembok/lantai di atas permukaan tanah
dengan tebal ±5 cm.
5. Penjemuran (Drying)
Jika kecerahan matahari 90-100% maka penjemuran rumput laut dapat dilakukan selama
1-2 hari, hal ini menunjukkan bahwa produk ini sangat tergantung dengan cuaca.
Pengeringan dapat juga dengan menggunakan alat pengering (Tray Dryer) tapi hanya
dilakukan sewaktu-waktu jika permintaan melimpah dan musim hujan. Penjemuran
dilakukan sesering mungkin dengan membolak-balik rumput laut menggunakan alat berupa
pendorong, yang dijalankan secara manual. Pengeringan dilakukan dengan menyebarkan
rumput laut di atas lantai pengeringan dengan ketebalan ±5 cm, hal ini dilakukan agar
rumput laut kering dengan merata. Penjemuran dilakukan di atas para-para bambu atau di
atas plastik, terpal sehingga tidak kontaminasi oleh tanah dan pasir, walaupun di industri
ini penjemuran dilakukan di atas lantai pengering karena jumlah rumput laut yang begitu
banyak sehingga akan lebih efisien dan efektif menggunakan lantai pengering. Begitu
juga ketika hujan dapat digunakan alat semi tradisional dan penerapan teknologi cabinet
15
dryer menjadi rancang bangun oven cabinet dryer agar selain lebih menghemat biaya
teknologi rancang bangun oven cabinet dryer ini juga mendapatkan tepung yang sesuai
dengan standar mutu.
6. Sortasi (Sortation)
Rumput laut yang sudah kering disortir kembali untuk membersihkan dari kotoran-kotoran
berupa tali, batu-batu kecil, kerikil, pasir dan kotoran lainnya. Penyortiran dilakukan
secara manual dengan menempatkan rumput laut yang kering di atas nampan atau
ayakan sortir sehingga pasir dan kotoran berukuran kecil tidak lolos saringan. Rumput laut
dikatakan berkualitas baik bila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5%,
sesuai dengan permintaan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggardiredja dkk.,
(2006) dalam Engelen, dkk., bahwa pada saat dikeringkan/dijemur, akan terjadi penguapan
air laut dari rumput laut yang membentuk butiran garam yang melekat dipermukaan
thallusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak atau mengaduk-
aduk rumput laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran
garam melekat maka butiran garam tersebut akan kembali menghisap uap air di udara
sehingga rumput laut menjadi lembab kembali dan dapat menurunkan kualitas rumput laut
itu sendiri. Selain itu, kotoran lain, seperti tali rafia atau jenis rumput lain yang melekat harus
dibuang. Rumput laut dikatakan berkualitas baik bila total garam dan kotoran yang melekat
tidak lebih dari 3-5%, sesuai dengan permintaan industri. Sortasi dapat dilakukan 1,5 ton
sampai dengan 2 ton per hari.
7. Penggilingan (Milling)
Proses penggilingan yang dilakukan dalam mengolah produk menggunakan dua mesin
penggiling yaitu mesh machine dan Septu Machine. Mesh Machine mengelola
menghomogenkan produk ATC (Alkali Treat Cottoni)-Chips yang telah disortasi
sedangkan Septu Machine mengelola ATC (Alkali Treat Cottoni)-Chips menjadi SRC-powder
(Semi Refined Cottoni) dengan berbagai ukuran mesh. Umumnya ukuran tersebut adalah
40, 80, 100, 150 mesh. Pengelolaan rumput laut secara semi refined carrageenan dalam
bentuk ATC (Alkali Treatment Cottoni), dan SRC (Semi Refined Cottoni) dilakukan jika
ada permintaan dari negara-negara produsen sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Hal
ini sesuai dengan pendapat Anggardiredja dkk., (2006), bahwa proses SRC flour merupakan
kelanjutan produk SRC chips. Caranya dengan menghancurkan (grinding) produk chips
menjadi tepung berukuran 40-60 mesh disesuaikan dengan permintaan pasar.
16
8. Pengemasan (Packaging)
Rumput laut yang belum melalui proses pengolahan harganya lebih rendah dibandingkan
rumput laut yang telah melalui berbagai tahapan pengolahan dan untuk yang SRC (Semi
Refined Cottoni) yang telah dihasilkan kemudian dikemas dalam satu jenis kemasan yaitu
kemasan 25 kg. Kemasan tersebut dilengkapi dengan label pabrik, tipe produk, berat
bersih dan nomor kode. Nomor kode berguna untuk mengetahui banyaknya produk yang
dihasilkan, serta tanggal pengerjaan. Pencantuman ini bertujuan untuk memberikan
jaminan kualitas produk ke negara tujuan. Serat yang telah kering dihancurkan dengan alat
penggiling atau penghancur kemudian menghasilkan produk dalam bentuk powder yang
dikemas dalam kemasan polyethylene.
9. Penggudangan (Warehouse)
Produk yang telah dikemas terlebih dahulu disimpan dalam gudang untuk menunggu
pengangkutan, pemenuhan jumlah produk yang akan diekspor. Produk yang akan di ekspor
biasanya disimpan ±3 minggu, jadi selang waktu antara masa akhir proses produksi dan
proses pemasaran, produk berada dalam tahapan penggudangan. Penempatan produk
dilakukan dengan menyusun karung di atas bantalan kayu untuk menghindari terjadinya
kontak langsung dengan lantai. Selama proses penggudangan produk, dilakukan
pengontorolan sesering mungkin untuk menjaga kualitas dari produk semi refined
carrageenan termasuk agar produk tidak terkena air tawar
10. Uji Mutu
Rumput laut yang digunakan adalah rumput laut jenis Eucheuma cottoni. Produk ATC
yang dihasilkan adalah ±15% dari hasil pemasakan yang berlangsung yaitu 12-14 kali
pemasakan sehingga menghasilkan 7-10 ton/hari. Pengawasan mutu pertama kali dilakukan
oleh perusahaan saat bahan baku tiba diperusahaan. Sampel rumput laut diambil secara
acak, dengan sistem pengambilan sampel sekali pengambilan setiap kedatangan bahan
baku. Dari tiap kantung diambil ±200-300 gram. Kegiatan ini diawali dengan pengujian
kadar air pada laboratorium (Tabel 5).
17
Produk akhir yang dihasilkan dalam bentuk chip dan powder. Chip yang dikeringkan
dilapangan penjemuran diuji kadar airnya, kadar air yang diingikan 11-13% dan ada pula
yang ditentukan oleh permintaan konsumen. Selain pengujian kadar air dilakukan juga
pengujian kekuatan gel, visikositas, dan pH seperti pada Tabel. Sedangkan untuk produk
yang tidak memenuhi standar, produk tersebut diolah kembali dengan artian mutu yang
rendah diolah dengan rumput laut yang memiliki mutu standar yang telah ditentukan.
18
3.3. Perhitungan Neraca Massa
1. Belt Conveyor
Data:
a. Kebutuhan air pencucian sebesar 2 kali berat rumput laut masuk belt conveyor (Singgih,
1993)
b. Air yang terikat rumput laut 11.14 % dari berat rumput laut (hasil percobaan di
laboratorium)
c. Kotoran (impuritis) yang terikat sebesar 0.1% dari massa masuk
Kebutuhan air = 2 x berat rumput laut masuk belt conveyor = 2 x 1000 kg = 2000 kg
Air yang terikut rumput laut = 11.14% x 1000 kg = 111.4 kg
Massa impurities = 0.1 % x 1000 kg = 1 kg
Data : Rumput laut yang masuk belt conveyor tidak ada yang hilang. Impurities terbawa air
pencuci.
19
Rumput laut masuk belt conveyor 1000 kg dengan komposisi
Karbohidrat : 626.7 kg
Protein : 49.5 kg
Lemak : 9.5 kg
Abu : 46.5 kg
Serat : 99.3 kg
H2O : 168.5 kg
Impurities : 1 kg
Air yang terikut rumput laut setelah pencucian = 111.4 + 168.5 = 279.9 kg
Karena tidak ada rumput laut yang hilang, maka :
Rumput laut yang masuk = rumput laut yang keluar
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Rumput Laut 1001 Rumput laut menuju rotary 1111.4
Karbohidrat : 626.7 cutter
Protein : 49.5 Karbohidrat : 626.7
Lemak : 9.5 Protein : 49.5
Abu : 46.5 Lemak : 9.5
Serat : 99.3 Abu : 46.5
H2 O : 168.5 Serat : 99.3
Impuritis :1 H2O : 168.5
Air pencuci 2000 Air pencuci yang dibuang +
impuritis 1889.6
3001 3001
2. Rotary Cutter
20
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Rumput Laut dari pencucian 1111.4 Rumput laut menuju tangki 1111.4
Karbohidrat : 626.7 perendaman
Protein : 49.5 Karbohidrat : 626.7
Lemak : 9.5 Protein : 49.5
Abu : 46.5 Lemak : 9.5
Serat : 99.3 Abu : 46.5
H2 O : 279.9 Serat : 99.3
H2O : 279.9
1111.4 1111.4
3. Tangki Perendaman
Perendaman rumput laut ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan melunakkan rumput
laut.
Data :
a. Kebutuhan air perendam sebesar 20 kali berat rumput laut kering (Singgih, 1993)
b. Tidak ada yang tertinggal dalam Tangki Perendaman (Asumsi)
c. Air yang terikut dalam rumput laut sebesar 70 % (hasil percobaan di laboratorium)
Rumput laut masuk dalam Tangki Perendaman = 1111.4 kg
Karbohidrat : 626.7 kg
Protein : 49.5 kg
Lemak : 9.5 kg
Abu : 46.5 kg
Serat : 99.3 kg
H2O : 279.9 kg
Kebutuhan air = 20 x berat rumput laut kering = 20 x 1000 kg = 20000 kg
Air yang terikut rumput laut pada perendaman = 70 % x 1111.4 kg = 777.98 kg
Karbohidrat : 626.7 kg
Protein : 49.5 kg
Lemak : 9.5 kg
Abu : 46.5 kg
Serat : 99.3 kg
H2O : 268.5 kg
H2O yang terikut : 777.98 kg
Air perendaman keluar = 19222.02 kg
21
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Rumput Laut dari rotary 1111.4 Rumput laut menuju tangki 21111.4
cutter / pemotongan pengaturan pH
Karbohidrat : 626.7 Karbohidrat : 626.7
Protein : 49.5 Protein : 49.5
Lemak : 9.5 Lemak : 9.5
Abu : 46.5 Abu : 46.5
Serat : 99.3 Serat : 99.3
H2 O : 279.9 H2O : 1057.88
Air perendaman 20000 Air perendaman : 19222.02
21111.4 21111.4
4. Tangki NaOH
22
𝜌 𝑁𝑎𝑂𝐻 = 2130 kg/m3
𝑚
Volume NaOH =𝜌
8.1560 𝑥 10−3
=
2130 𝑘𝑔/𝑚 3
= 3.8291 x 10-6 m3
= 3.8291 x 10-3 L
Volume H2O = volume larutan – volume NaOH
= 2.0309 – 0.0038291
= 2.0271 L
𝜌 H2 O (30 C) = 995.6800 kg/m3 = lb/ft3
o
Massa H2O = V x 𝜌
= 0.002023277 x 995.6800
= 2.0183 kg
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
NaOH 8.1560 x 10-3 Larutan NaOH menuju tangki 2.0265
H2O 2.0183 pengaturan pH
Total 2.0265 Total 2.0265
5. Tangki Pengaturan pH
23
6. Tangki Ekstraktor
7. Tangki NaCl
NaCl : 105.5671
H2O : 950.1042
24
8. Tangki Penambahan NaCl
9. Tangki Etanol
25
10. Tangki Pengendapan
Karbohidrat : 626.7
Protein : 49.5
Lemak : 9.5
Abu : 46.5
Serat : 99.3
H2O : 1057.88
NaOH : 8.1560 x 10-3
NaCl : 105.5671
Air perendaman : 20174.1425
Etanol : 42121.28754
Air : 2216.9098
Total : 66507.29327 kg
26
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Gel dari tangki penambahan 22169.0977 Filtrate yang menuju 66507.2933
NaCl centrifuge filter
Karbohidrat : 626.7 Karbohidrat : 626.7
Protein : 49.5 Protein : 49.5
Lemak : 9.5 Lemak : 9.5
Abu : 46.5 Abu : 46.5
Serat : 99.3 Serat : 99.3
H2 O : 1057.88 H2O : 1057.88
NaOH : 8.1560x10-3 Air perendaman : 22391.0523
Nacl : 105.5671 NaOH : 8.1560 x 10-3
Air perendaman : 20174.1425 NaCl : 105.5671
Etanol 95 % 44338.1955 Etanol : 42121.2857
Etanol : 42121.28574
Air : 2216.909776
Total 66507.2933 Total 66507.2933
Data : Liquida (filtrat) yang terbawa cake sebesar 60 % dari berat cake (percobaan di lab.)
Umpan masuk berupa padatan
Karbohidrat : 626.7
Protein : 49.5
Lemak : 9.5
Abu : 46.5
Serat : 99.3
Total : 831.5 kg
27
Cairan yang terbawa cake ke1uar centrifuge filter menuju rotary dryer
23448.93
H2O = 65675.79 × 1247.25 = 445.3190 kg
8,1560.10−3
NaOH = × 1247.25 = 1,5489.10-5 kg
65675.79
105,5671
NaCl = × 1247.25 = 445.3190 kg
65675.79
42121.36
Etanol = × 1247.25 = 799.9260 kg
65675.79
Total = 1247.25 kg
28
12. Rotary Dryer
29
Padatan keluar rotary dryer menuju ball mill:
Karbohidrat : 0.9 x 626,7 = 564.0300
Protein : 0.9 x 49,5 = 44.5500
Lemak : 0.9 x 9,5 = 8.5500
Abu : 0.9 x 46,5 = 41.8500
Serat : 0.9 x 99,3 = 89.3700
NaOH : 0.9 x 1.5489.10-4 = 1.394.10-4
NaCl : 0.9 x 2.0048 = 1.8043
H2O : 0.9 x 147.0891 = 132.3802
Total = 882.5347
Total = 1098.1559 kg
30
14. Cyclone
Total = 78.4475
31
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Bahan masuk Rotary dryer 1196.2153 Padatan menuju ball mill 78.4475
Karbohidrat : 62.67 Karbohidrat : 50.1360
Protein : 4.95 Protein 3.9600
Lemak : 0.95 Lemak 0.7600
Abu : 4.65 Abu 3.7200
Serat : 9.93 Serat 7.9440
-5
NaOH : 1.5489.10 NaOH : 1.2391.10-5
NaCl : 0.20048 NaCI 0.1604
H2O : 14.7089 H2O 11.7671
Uap menuju cyclone Padatan yang hilang 19.6119
H2O : 298.2299 Karbohidrat 12.5340
Etanol : 799.9260 Protein : 0.9900
Lemak 0.1900
Abu : 0.9300
Serat : 1.9860
NaOH :3.0978.1 0-6
NaCI 0.0401
H2O : 2.9418
Uap yang menuju udara bebas
1098.1559
H2O 298.2299
Etanol : 799.9260
Total 1196.2153 Total 1196.2153
Data:
1. Karaginan dalam bentuk tapung 99% lolos Screen 60 mesh( winamo, 1996)
2. Tidak ada bahan yang tertinggal di Ball mill
Padatan dati rotary dryer menuju ball mill (FI) = 882.5347 kg
32
Karbohidrat : 564.0300
Protein : 44.5500
Lemak : 8.5500
Abu : 41.8500
Serat : 89.3700
NaOH : 1.394.10-4
NaCl : 1.8043
H2O : 132.3802
33
Karbohidrat = 569.7273 - 564.0300 = 5.6973
Protein = 45.000 - 44.5500 = 0.4500
Lemak = 8.6364 - 8.5500 = 0.0864
Abu = 42.2727 - 41.8500 = 0.4227
Seral = 90.2727 - 89.3700 = 0.9027
NaOH = 1.408l.l0-4 - 1.3940.10-4 = 1.4081.10-6
NaCl = 1.8226 - 1.8043 = 0.0182
H2O = 133.7174 - 132.3802 = 1.3372
NMK di F2 = di F3 + di F4
Karbohidrat = 569.7273 - 5.6973 = 564.0300
Protein = 45.0000 - 0.4500 = 44.5500
Lemak = 8.6364 - 0.0864 = 8.5500
Abu = 42.2727 - 0.4227 = 41.8500
Serat = 90.2727 . 0.9027 = 89.3700
NaOH = l.4081.10-4 - l.4081.10-6 = 1.394.10-4
NaCl = 1.8226 - 0.0182 = 1.8043
H2O = 133.7174 - 1.3340 = 132.3802
Total = 882.5347
34
Masuk (Kg) Keluar (Kg)
Bahan masuk: 882.5347 Pruduk karabrinan menuju 882.5347
35
Data: Destilat berupa etanol 95 %
Asumsi etanol menguap sebesar 99,9%
Pada Bottom
Etanol = 42121,286 - 42079,1647 = 42,1213
H2O = 23301,8399 - 2214,6929 = 21087,147
NaOH = 8,0011. 10-3 kg
NaCl = 103,5623 kg
36
3.4. Pengolahan Limpah Rumput Laut Hasil Produksi
Aspek lingkungan berkaitan dengan limbah sisa olahan yang sangat besar termasuk limbah
cair. Limbah cair ATC memiliki ciri alkalinitas yang tinggi, berwarna kecoklatan, memiliki
padatan terlarut yang tinggi dan bersifat koloid yang disebabkan oleh banyaknya senyawa
organik, serta ion-ion dari senyawa KOH serta pengotor lainnya. Kandungan senyawa organik
dan partikel terlarut terutama berasal dari polisakarida, sedangkan senyawa lainnya termasuk
protein membentuk larutan yang bersifat koloid sehingga sukar untuk dipisahkan (Bixler &
Johndro, 2000 dalam Sedayu et al, 2007). Limbah cair dengan kekeruhan
yang disebabkan oleh partikel koloid tidak dapat dijernihkan tanpa perlakuan khusus. Pada
proses pembuatan ATC, perbandingan antara bahan baku dengan air pada tahap netralisasi
(setelah ekstraksi alkali rumput laut) mencapai 1 : 40 (w/v) sehingga limbah cair yang
dihasilkan sangat besar. Hal ini menimbulkan permasalahan yang harus ditangani agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Karena limbah cair yang dihasilkan dari proses
pengolahan ATC memiliki karakteristik alkalinitas yang tinggi dengan pH berkisar antara 12-
13, maka pembuangan limbah ke lingkungan tanpa melalui proses penanganan yang baik akan
mengancam ekosistem yang berada di sekitarnya. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan
dua alternatif :
Pertama, dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan dan arang
aktif, seperti terlihat dalam gambar berikut ini :
BAB IV
PENUTUP
37
Gambar : Alur Proses dan Alat Pengolah Limbah Rumput Laut
Limbah cair yang ditampung pada tangki penampung dialirkan ke dalam tangki koagulasi.
Proses koagulasi dilakukan dengan menambahkan tawas sebesar 0,10 – 0,25% (w/v) hingga pH
limbah turun menjadi 6.0 – 7.5 sambil dilakukan pengadukan cepat yaitu 55 rpm selama 10
menit lalu dilakukan pengadukan lambat 20 rpm selama 5 menit dan diendapkan selama 20
menit. Setelah mengendap, ditambahkan flokulan blok sebesar 20 ppm dan dilakukan
pengadukan 55 rpm selama 5 menit setelah itu diendapkan semalam (+15 jam). Cairan yang
jernih dialirkan ke dalam tangki penampung dengan menggunakan pompa, kemudian dialirkan
secara gravitasi ke dalam filter zeolit dan arang aktif dengan kecepatan 6 liter/menit. Air yang
hasil daur ulang ditampung untuk dibuang atau digunakan kembali. Alternatif pengolahan
limbah yang pertama ini membutuhkan investasi tambahan, terutama untuk pembelian
peralatan dan bahan pembantu.
Kedua, untuk mengurangi nilai investasi dan biaya operasional, alternative kedua dalam
pengolahan limbah pengolahan ATC ini dilakukan secara alami. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa beberapa limbah industry dapat digunakan sebagai pupuk organic yang dapat
memperbaiki kesuburan dan produktivitas tanah. Pupuk organic sangat berguna untuk
memperbaiki sifat-sifat kimia,fisik dan biologi tanah. Pemberian pupuk organik dapat
meningkatkan kandungan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah yang sangat diperlukan
oleh tanaman. Pupuk organik juga dapat memperbaiki media tumbuh yang lebih baik bagi
tanaman. Pemanfaatan limbah industri sebagai pupuk dalam budidaya pertanian
selain berguna dalam mensubstitusi kebutuhan pupuk anorganik yang semakin mahal
Proses pengelolaan limbah cair dapat dilakukan dengan aerasi limbah.
38
Aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air.
Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di
dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan memberikan berbagai
manfaat dalam pengolahan limbah. Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan
limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah
kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya.
Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri bakteri
tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi
zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob,
kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air
limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun
mekanik. Pengolahan Limbah untuk yang diterapkan untuk pengolahan rumput laut disarankan
dengan menggunakan aerasi alami karena tidak membutuhkan biaya yang besar. Aerasi alami
merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena pergerakan air secara alami.
Beberapa metode yang cukup populer digunakan untuk meningkatkan aerasi alami antara lain
menggunakan cascade aerator, waterfalls, maupun cone tray Aerasi limbah, limbah kolam asli
dicampur udara semaksimal mungkin dengan aerator. Pengayaan limbah asli dengan udara (O2)
untuk meningkatkan aktivitas mikroorganisme dengan tersedianya oksigen sebagai sumber
energy dan pernafasan di dalam limbah, memacu terjadi proses biodegradassi. Sehingga limbah
cair pabrik pengolahan rumput laut berasal disalurkan dan ditampung dalam kolam metode
waterfalls dan dibiarkan terbuka sehingga paparan oksigen terpenuhi. Air selanjutnya dapat
dialirkan ke area persawahan. Ilustrasi dapat digambarkan dalam gambar berikut :
39
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Proses pengolahan tepung agar – agar dari rumput laut jenis Eucheuma cottoni dilakukan
dengan menggunakan metode proses alkali (alkali treatment) yang bertujuan untuk
mendapatkan bahan baku yang lebih baik dan lebih tahan dalam penyimpanan. Proses
pengolahannya meliputi proses : pencucian, pemasakan, pemotongan, penjemuran,
pengeringan, sortasi, penggilingan, pengemasan, penggudangan dan uji mutu.
4.2. Saran
1. Pengolahan limbah dari industri agar – agar hendaknya dilakukan dengan
memperhatikan pengurangan nilai investasi dan biaya operasional dari proses tersebut.
2. Pemanfaatan limbah industri agar – agar seharusnya digunakan sebagai pupuk organik
yang dapat memperbaiki kesuburan dan serta meningkatkan produktivitas tanah.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J T., Zatnika, A., Heri Purwoto, dan Istini, S., (2006). Rumput Laut. Jakarta :
Penerbit Penebar Swadaya.
Engelen, A. t.t. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pada Proses Produksi Pengolahan Rumput
Laut Menjadi Tepung Di PT Bantimurung Indah Kabupaten Maros 15.
Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut Dibeberapa Perairan Pantai Indonesia : 4, 13.
Tri Yuni Hendrawati. 2016. Pengolahan Rumput Laut Dan Kelayakan Industrinya, 1 ed. UMJ
Press.
41