Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PERUBAHAN SUHU PANAS DAN SUHU DINGIN

PADA MEDIA AIR TERHADAP MEMBUKA DAN MENUTUP


OPERCULUM BENIH IKAN NILA (Orheochromis niloticus)

Disusun sebagai laporan akhir praktikum fisiologi hewan air


tahun akademik 2017-2018

Disusun oleh :

Kelompok 18/Perikanan A
Fahrunnisa Wintani Putri 230110160007
Deriza Aditya Putra 230110160034
Ayu Nurwulandari 230110160057

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanahuwataala shalawat dan salam


semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah Salallahualaihiwasalam berkah
limpahan dan rahmatnya penyusun mampu menyelesaikan laporan yang berjudul
“Pengaruh Perubahan Suhu Panas dan Suhu Dingin Terhadap Membuka dan
Menutup Operculum Ikan Nila (Orheochromis niloticus) guna memenuhi tugas
salah satu praktikum Fisiologi Hewan Air.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan kakak-
kakak asisten serta doa orang tua, sehingga kendala-kendala yang penyusun
hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang dasar
dan manfaat pembelajaran mengenai “Pengaruh Perubahan Suhu Panas dan
Suhu Dingin Terhadap Membuka dan Menutup Operculum Ikan Nila
(Orheochromis niloticus)“ yang kami sajikan berdasarkan hasil dari pengamatan
yang kami lakukan dalam praktikum Minggu lalu.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa di
Universitas Padjadjaran. Kami sadar bahwa laporan ini nilemih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada kakak serta dosen
pembimbing kami meminta nilemukannya demi perbaikan pembuatan laporan
kami dinilema yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

Jatinangor, 18 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR............................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................. ii
DAFTAR TABEL...................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................. iv
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................... 1
1.3 Manfaat................................................................................. 1

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nila............................................................................... 2
2.2 Sistem Pernafasan Ikan Nila................................................. 3
2.3 Suhu....................................................................................... 4
2.4 Hubungan Suhu Dengan Sistem Pernafasan Ikan Nila......... 4

III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat................................................................ 6
3.2 Alat dan Bahan...................................................................... 6
3.2.1 Alat................................................................................ 6
3.2.2 Bahan............................................................................. 6
3.3 Prosedur Pengerjaan.............................................................. 6

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Data Kelompok dan Data Kelas................................... 8
4.1.1 Hasil Data Kelompok................................................... 8
4.1.2 Hasil Data Kelas........................................................... 11
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................ 14
5.2 Saran...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA................................................................ 15
LAMPIRAN............................................................................... 16

ii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1. Hasil pengamatan kelompok............................................................... 18
2. Hasil pengamatan kelas....................................................................... 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Gambar Morfologi Ikan Nila………… ………………………… 2
2 Gambar Sistem Pernapasan Ikan…………………….....…………. 3

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis). Suhu tubuhnya selalu
mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik bersama-sama
dengan turun naiknya suhu sekitarnya. Ikan menggunakan insang yang terletak di
kepalanya untuk bernapas. Dari karakteristik yang dimiliki ikan, ditemukan satu
pemikiran bahwa suhu ternyata sangat berpengaruh dalam proses hidup ikan.
Biasanya suhu berperan penting terhadap adaptasi fisiologi. Penyesuaian fungsi
alat-alat tubuh terhadap keadaan lingkungan ini yang kemudian menyangkutkan
operkulum sebagai salah satu organ tubuh yang ikut andil dalam adaptasi
fisiologi. Operkulum ikan yang membuka dan menutup sangat bergantung
terhadap suhu air sebagai media hidup ikan.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dilakukannya praktikum ini ialah untuk mengetahui perubahan
suhu panas dan dingin media air terhadap membuka dan menutup operculum
benih ikan nila yang secara tidak langsung mengetahui laju pernafasan pada ikan
nila.

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari praktikum ini ialah untuk mengetahui perubahan
suhu panas dan dingin media air terhadap membuka dan menutup operculum
benih ikan nila yang secara tidak langsung mengetahui laju pernafasan pada ikan
nila.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Nila


Ikan Nila adalah salah satu komoditas air tawar yang merupakan salah satu
jenis ikan air tawar potensial untuk sumber protein hewani yang dapat dijangkau
berbagai lapisan masyarakat. Ikan Nila dikenal dengan “tilapia” yang merupakan
ikan bukan asli perairan Indonesia tetapi jenis ikan pendatang yang
diintroduksikan ke Indonesia dalam beberapa tahap. Meskipun demikian, ikan ini
ternyata berhasil dengan cepat menyebar keseluruh pelosok Tanah Air dan
menjadi ikan konsumsi yang cukup popular. Begitu populernya ikan Nila
sehingga saat ini dapat dengan mudah ditemukan. Secara resmi ikan nila
didatangkan oleh Balai Penelitian Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui
masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani
Indonesia (Suyanto 2003). Menurut Saanin (1984) ikan nila mempunyai
klasifikasi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 1. Ikan nila

Ikan Nila memiliki bagian tubuh yang memanjang ramping dan relatif
pipih. Sisinya besar dan kasar, bentuknya ctenoid, linea lateralis terputus-putus di
bagian tengah badan ikan. Warna sisik abu-abu kecoklatan (Nila hitam) dan putih

2
3

atau merah (Nila merah). Posisi mulut terletak di ujung mulut dan terminal. Pada
sirip punggung terdapat jari-jari sirip punggung yang keras dan garis-garis vertikal
yang bulat dan berwarna kemerahan.

2.2 Sistem Pernapasan Ikan Nila


Insang ikan nila tersimpan dalam rongga insang yang terlindung oleh tutup
insang (operculum). Perhatikan Gambar 2 insang ikan nila terdiri dari lengkungan
insang yang tersusun atas tulang rawan, rigi-rigi insang yang berfungsi untuk
menyaring air pernapasan yang melalui insang, dan filament atau lembaran
insang. Filament insang yang tersusun atas jarring lunak, terbentuk sisir warna
merah muda karena mempunyai banyak pembuluh kapiler darah yang merupakan
cabang dari arteri insang. Di tempat inilah pertukaran gas CO2 dan O2
berlangsung.
O2 diambil dari gas O2 yang terlarut dalam air melalui insang secara
difusi. Dari insang O2 diangkut oleh darah melalui pembuluh darah keseluruh
tubuh. Dari jaringan tubuh gas CO2 diangkut darah menuju jantung. Dari jantung
menuju insang untuk melakukan pertukaran gas. Proses ini terjadi secara terus-
menerus dan berulang-ulang. Mekanisme pernapasan ikan bertulang sejati
dilakukan melalui mekanisme inspirasi dan ekspirasi.

Gambar 2. Sistem pernapaan pada ikan


(Sumber: http://viebarker.blogspot.co.id)
4

2.3 Suhu
Perubahan suhu berpengaruh pada banyak proses biokimia dan fisiologis
ikan. Perubahan suhu mempengaruhi proses, antara lain konsumsi makanan,
kebutuhan pemeliharaan, tingkat metabolik, proses enzim, difusi molekul kecil,
fungsi selaput dan sintesis protein (Hawkins et al. 2007).

2.4 Hubungan Suhu dengan Sistem Pernapasan Ikan


jadi permyataan bahwa ikan adalah hewan poikiloterm adalah benar.
Karena ikan memang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya, dibuktikan
dengan gerakan membuka dan menutup operculum ikan tersebut.
Suhu yang diatur akan akan menimbulkan efek membuka dan menutup operculum
ikan tersebut dari stabil akan menjadi semakin cepat atau semakin lambat. Ketika
suhu dinaikan, gerakan operculum semakin cepat dan ketika suhu diturunkan
gerakan operculum menjadi lambat.
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya
dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat
yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan
respirometer sederhana.
Frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi
lebih sering pada setiap kenaikan suhu, serta penurunan suhu dari suhu kamar
hingga suhu dibawah kamar (250C – 230C) semakin sering ikan itu membuka serta
menutup mulutnya hal ini dapat kita simpulkan bahwa bila suhu meningkat, maka
5

laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan


menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar, serta
sebaliknya pula jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka
serta menutup mulutnya. Pada peristiwa temperature dibawah suhu kamar maka
tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari
pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperature, maka terjadi penurunan
metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan O₂ menurun, sehingga
gerakannya melambat. Penurun O₂ juga dapat menyebabkan kelarutan O₂ di
lingkungannya meningkat. Dalam tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1°
dibandingkan temperature linkungannya (Nikolsky, 1927). Maka dari itu,
perubahan yang mendadak dari temperature lingkungan akan sangat berpengaruh
pada ikan itu sendiri.
7

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu dilaksanakan
pada hari Rabu, tanggal 18 Oktober 2017 dari pukul 13.30 WIB s.d. selesai,
bertempat di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Gedung 2 Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun perlengkapan praktikum yang harus dipersiapkan dan disediakan
oleh praktikan ialah sebagai berikut :
3.2.1 Alat :
 Beaker glass sebagai wadah untuk ikan yang akan diamati
 Wadah plastik sebagai tempat ikan sebelum dan setelah diamati
 Water bath sebagai penangas air
 Termometer Hg/ alcohol untuk mengukur suhu air
 Hand counter untuk menghitung bukaan operculum
 Timer / stopwatch untuk mengamati waktu
3.2.2 Bahan :
 Benih ikan nila sebanyak 3 ekor sebagai bahan percobaan
 Stok air panas dan es untuk mengubah suhu air sesuai perlakuan

3.3 Prosedur Pengerjaan


Dalam percobaan ini langkah-langkah yang harus diperhatikan antara lain:
1. Siapkan sebuah beaker glass 1000 ml sebagai wadah perlakuan dan dua
wadah plastik sebagai tempat ikan nila yang belum dan yang sudah diamati.
2. Ambil sebanyak 3 ekor benih ikan nila dari akuarium stok, lalu masukkan
ke dalam salah satu wadah plastic yang telah diberi media air.
8

3. Isi beaker glass dengan air secukupnya ( ± ½ volumenya ), lalu ukur


suhunya dengan thermometer dan catat hasilnya.
4. Pengamatan akan dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu :
a. T1 = untuk suhu kamar ( …. ± 0,5 ºC) = suhu normal
b. T2 = untuk suhu 3 ºC di atas suhu kamar
c. T3 = untuk suhu 3ºC di bawah suhu kamar
5. Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam beaker glass yang sudah
diketahui suhunya (perlakuan a) kemudian hitung banyaknya membuka &
menutup operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan
hand counter dan stop watch sebagai penunjuk waktu dan diulang sebanyak
tiga kali untuk nileming –nileming ikan. Data yang diperoleh dicatat pada
kertas lembar kerja yang telah tersedia.
6. Setelah selesai dengan ikan uji pertama dilanjutkan dengan ikan uji
berikutnya sampai ke tiga ikan tersebut teramati. Ikan yang telah diamati
dimasukkan ke dalam wadah plastik lain yang telah disediakan
7. Setelah selesai dengan perlakuan a, dilanjutkan dengan perlakuan b
dengan mengatur suhu air pada beaker glass agar sesuai dengan suhu yang
diinginkan dengan cara menambah air panas dari water bath sedikit demi
sedikit. Usahakan pada saat pengamatan berlangsung suhu air turun pada
kisaran toleransi ± 0,5 ºC. Pengamatan selanjutnya sama seperti pada point
5.
8. Setelah selesai dengan perlakuan b, dilanjutkan dengan perlakuan c
dengan mengatur suhu air pada beaker glass agar sesuai dengan suhu yang
diinginkan dengan cara menambah es dari cool box sedikit demi sedikit.
Usahakan pada saat pengamatan berlangsung suhu air turun pada kisaran
toleransi ± 0,5 ºC. Pengamatan selanjutnya sama seperti pada point 5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Kelompok


Untuk mengetahui laju pernafasan pada benih ikan nila dilakukannya
perubahan suhu dengan menghitung operculum ikan nila. Perubahan suhu
dilakukan di suhu 30 diatas dan di bawah dari suhu normal. Hasil dari pengamatan
ikan nila kelompok 18.

Data kelompok 18
140
120
100
80
60
40
20
0
Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin

1. Suhu Kamar 26°C


Suhu kamar yang diperoleh pada saat praktikum menunjukan angka 26°C
adalah air yang diambil langsung di lab tempat praktikum berlangsung. Dari tiga
data ikan yang diperoleh, ikan pertama memperoleh rata – rata 106 dari tiga kali
percobaan, ikan kedua memperoleh 116,4 dan ikan ketiga sebesar 123 bukaan
operculum setiap menitnya. Sehingga rata – rata bukaan dari ketiga ikan diperoleh
sebesar 115,13.
Data tersebut menunjukan bahwa setiap ikan mempunyai nilai yang
berbeda disetiap bukaan operculumnya. Hal ini disebabkan pengaruh suhu yang
dilakukan pada praktikum ini. Pada suhu kamar pengaruh suhu seharusnya tidak
berpengaruh pada bukaan operculum dikarekanan suhu tersebut merupakan suhu
umum yang biasa digunakan ikan untuk hidup atau tumbuh. Seharusnya pada
suhu kamar 26°C bukaan operculum dengan spesies ikan yang sama dan ukuran

8
9

ikan yang hampir sama menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda. Selisih nilai
terkecil yaitu pada ikan pertama 106 dengan nilai terbesar ikan ketiga sebanyak
123 yaitu sekitar >10 dengan demikian ini merupakan faktor lain selain suhu yang
berpengaruh pada praktikum ini.
Faktor lain yang mengakibatkan perbedaan nilai tersebut adalah perlakuan
praktikan terhadap ikan uji. Ikan uji bisa saja terkena stress akibat perlakuan
praktikan yang asal – asalan dalam pelaksanaan praktikum. Salah satu contoh
praktikan memasukan ikan tidak dengan hati – hati pada toples yang digunakan
untuk melihat banyaknya bukaan operculum atau ketika ikan baru dimasukan
perhitungan langsung dimulai. Padahal hal tersebut akan berpengaruh terhadap
keadaan ikan. Ikan cenderung menjadi lebih gesit dan aktif bergerak karena
merasa takut atau terancam yang mengakibatkan aktivitas gerakan ikan meningkat
sehingga bukaan operculum pun meningkat dari yang seharusnya normal (karena
ada pada suhu kamar) .Sebaiknya ketika memasukkan ikan pada toples harus hati
– hati dan secara perlahan, kemudian tunggu beberapa saat sampai ikan benar –
benar menstabilkan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan.

2. Suhu Panas 29°C


Data kelompok bukan operculum rata – rata dari tiga percobaan diperoleh
untuk ikan pertama 98,7 bukaan, ikan kedua 99,3 bukaan dan ikan ketiga 86,3
bukaan, dengan rata – rata bukaan operculum untuk keseluruhan ikan yang
diperoleh adalah 94,7 per menit. Suhu air yang digunakan adalah 29°C yaitu air
yang digunakan praktikum sebelumnya dengan suhu 26°C ditambahkan dengan
air panas sampai naik 3°C.
Dapat dilihat dari data praktikum yang diperoleh, selisih yang didapat dari
nilai yang terkecil yaitu ikan pertama dengan 86,3 bukaan per menit dan nilai
terbesar yaitu ikan kedua dengan bukaan 99,3 bukaan per menit. Praktikum yang
benar akan mendapatkan hasil yang baik begitupun sebaliknya.
Tetapi, jika dibandingkan dengan bukaan operculum pada suhu kamar
jelas berbeda. Jika pada suhu kamar didapatkan rata – rata banyak bukaan
operculum sekitar 115 bukaan, berbeda dengan rata – rata bukaan operculum yang
10

berada pada suhu 29°C yaitu sebanyak 94,7 bukaan. Ini bisa dikatakan sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa jika suhu meningkat maka metabolism
meningkat begitupun sebaliknya. Atau teori yang menyebutkan bahwa jika suhu
meningkat maka kandungan DO ( Dissolved Oxygen ) menurun memang terbukti.
Inilah yang mengakibatkan mengapa larva ikan umumnya lebih baik dipelihara
dalam air yang bersuhu lebih hangat dibanding suhu kamar agar pertumbuhan
larva ikan menjadi semakin cepat karena metabolism tubuh yang meningkat juga.

3. Suhu Dingin 23°C


Pada suhu dingin perolehan data bukaan operculum adalah untuk ikan
pertama 112,7, ikan kedua 118,3 dan ikan ketiga 126 bukaan per menit dengan
rata – rata keseluruhan ikan sebanyak 119 bukaan per menit. Suhu air dingin yang
dipakai adalah sekitar 23°C yaitu dengan menambahkan es batu sedikit demi
sedikit sehingga suhu turun sebesar 6°C dari suhu awal 29°C menjadi 23°C.
Seperti pembahasan sebelumnya, hal yang harus diingat adalah konsep
metabolisme tubuh dan kandungan DO di dalam air. Kembali lagi kepada
pembahasan mengenai metabolism tubuh, maka ketika suhu menurun aktivitas
tubuh pun meningkat karena metabolism membutuhkan energy yaitu panas, dan
jika suhu pada air tersebut dingin secara otomatis metabolism tubuh menurun
karena seperti yang diketahui ikan merupakan organisme perairan yang
memerlukan panas atau energi dari lingkungan.
Kesimpulan dari praktikum tersebut pengaruh buka tutup operculum
dipengaruhi oleh suhu. Tetapi, hal lain yang tidak diperhitungkan disini adalah
kondisi ikan sebelum atau ketika pelaksanaan praktikum dalam kondisi sehat atau
tidak, atau mungkin dalam kondisi stress contohnya pada ikan pertama memiliki
nilai bukaan operculum yang tidak terlalu besar berbeda dengan ikan kedua dan
ketiga. Hal lainnya lagi adalah kandungan DO ketika praktikum terakhir, yaitu
saat praktikum di media air yang dingin. Karena jika diteliti kembali, air yang
digunakan dari praktikum 1 ( suhu kamar ) sampai yang terakhir ( suhu rendah )
tidak dirubah. Sehingga dapat disimpulkan jika kandungan oksigennya akan
11

berkurang yang mengakibatkan bukaan operculum ikan yang seharusnya lebih


sedikit ini menjadi lebih banyak dari yang seharusnya.

4.2 Data Kelas

Rata-rata Perubahan Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Kelompok 1-8
200

150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8

Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin

Rata-rata Perubahan Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Kelompok 9-16
250
200
150
100
50
0
9 10 11 12 13 14 15 16

Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin

Rata-rata Perubahan Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Kelompok 17-23
200

150

100

50

0
17 18 19 20 21 22 23

Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin

Gambar . Rata Rata Perubahan Suhu Pada Setiap Kelompok


12

Rata-rata Perubahan Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Kelas A
180.00
160.00 155.12
140.00 126.94
120.00 114.57
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin

Gambar . Rata Rata Kelas A


Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap kelompok di kelas A
dihasilkan rata – rata untuk suhu kamar sekitar 26 - 27°C dengan rata – rata
bukaan operculum sebanyak 126,9 bukaan per menit. Untuk suhu panas berada
sekitar 29 - 30°C dengan bukaan rata – rata 159,12 bukaan per menitnya. Dan
untuk suhu dingin dari 23 - 24°C sekitar 114,57 bukaan operculum per menit.
Dari data tersebut bisa dihasilkan analisa bahwa suhu akan membengaruhi
metabolism tubuh dan juga aktivitas tubuh salah satunya pada buka tutup
operculum dalam satuan waktu yaitu per menit walaupun suhu yang dipakai di
media air yang digunakan hanya berbeda sedikit kurang lebih 1°C dianggap
semua sama. Pada suhu kamar terdapat bukaan operculum sebanyak 126,9 ini
mengindikasikan bahwa bukaan normal operculum ikan dalam waktu per menit
adalah sekitar angka tersebut. Walaupun seperti yang telah dijelaskan faktor
kondisi ikan dan kandungan DO di air dianggap sama dan dalam kondisi baik.
Data kedua yaitu untuk suhu panas dihasilkan data dengan nilai rata – rata
sebesar 159,12 bukaan per menit. Sehingga dapat disimpulkan bukaan operculum
ikan meningkat ketika penambahan kurang lebih 3°C. Selisih penambahannya
yaitu sekitar 23 bukaan. Dapat terlihat bahwa pada setiap ikan menunjukan
kenaikan aktivitas tubuh dengan naiknya metabolism tubuh yang berpengaruh
pada bukaan operculum.
Data ketiga untuk suhu yang dingin yaitu dengan rata – rata bukaan sekitar
114,57 bukaan per menit. Data ini pun sama menjelaskan bahwa pengurangan
13

suhu sebesar 3°C dari suhu kamar atau 6°C dari suhu panas juga berpengaruh
terhadap metabolism tubuh. Semakin rendah suhu maka proses metabolism tubuh
akan berkurang, yang disebabkan ikan merupakan hewan akuatik yang
mendapatkan energy atau panas dari lingkungannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum diatas tersebut dapat kami simpulkan bahwa perubahan
suhu lingkungan pada ikan itu sangat mempengaruhi laju konsumsi oksigen pada
ikan tersebut, dalam suhu kamar kebutuhan oksigen lebih optimal sehingga
gerakan membuka serta menutupnya operculum stabil. Kenaikan suhu pada suatu
peraiaran menyebabkan kelarutan oksigen (DO) Dissolve Oksigen di peraiaran
tersebut akan menurun, sehingga kebutuhan organisme air terhadap oksigen
semakin bertambah dengan pergerakan operculum yang semakin cepat, penurunan
suhu pada suatu perairan dapat menyebabkan kelarutan oksigen dalam perairan itu
meningkat sehingga kebutuhan organisme dalam air terhadap oksigen semakin
berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya frekuensi membuka serta menutupnya
operculum pada ikan tersebut. Terdapat hubungan antara peningkatan temperature
dengan laju metabolisme biasanya 2 – 3 kali lebih cepat pada setiap peningkatan
suhu 10° C, aklinilemi pada ikan dilakukan agar ikan tidak mengalami stress pada
saat berlangsungnya pengamatan tersebut.

5.2 Saran
Adanya beberapa kesalahan yang terjadi dapat dikarenakan ikan yang uji
pada saat praktikum mengalami stress setelah dipindah kan dari wadah 1 ke
wadah lainnya sehingga ikan tersebut menjadi tidak tenang dan bergerak ke segala
arah dan menjadikan gerakan operkulum tidak terlihat dan menyebabkan kurang
teliti dalam sehingga terjadi human error pada data yang diperoleh. Maka dari itu
untuk praktikum selanjutnya, diharapkan praktikan dapat lebih teliti, sigap dan
dapat menyesuaikan dengan kondisi apapun selama praktikum agar praktikum
berjalan lebih baik dan data yang diperoleh juga memuaskan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Alfiansyah, Muhammad (2011). Sistem Pernafasan Ikan (Pisces).Fujaya, Y. 2004.


Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta,
Jakarta.
Amri dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta. Indonesia and Sulawesi. Hong Kong: Periplus Editions.
Hlm: 344
Hawkins, et al,. 2007. Consumer Behavior, Building Merketing Strategy, 10th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmojo S. 1993. Freshwater
fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Hong Kong: Periplus Editions.
Hlm: 344
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes.Academic Press. London
Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta.
Suyanto, R. 2003. Nila. Jakarta: Penebar Swadaya.
Trewavas, F. 1982. Tilapias: Taxonomi and Speciation . In R.S.V. Dullin and
R.H. Low Mc. Connell ( Eds ). The Biology and Culture of Tilapias .
ICLARM Converence , Mamalia.

15
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat Praktikum


NAMA ALAT GAMBAR

Beaker Glass

Counting chamber

Therometer

16
17

Lampiran 2. Bahan Praktikum

Nama Bahan Gambar

Benih ikan nila 3 ekor

Es batu

Lampiran 3. Kegiatan praktikum

Pengukuran suhu kamar atau suhu air Pengukuran suhu setelah di tambahkan
biasa pada ikan nila air panas
18

Penambahan air dingin bersamaan


dengan pengukuran suhu.

Lampiran 4. Tabel Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan Kelompok Mengenai Pengaruh Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Benih Ikan Nila.
Jumla Jumla Jumla
Ikan Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin
h h h
Ke
1 2 3 1 2 3 1 2 3
10 11 9 10 10 11 11
1 98 196 94 98.7 113
2 8 6 6 5 5 8
13 10 11 11 8 11 12 12
2 116.4 94 99.3 118
4 0 5 7 7 4 0 1
12 11 12 8 12 12 12
3 123 95 66 86.3 126
9 9 1 9 5 9 4
Rata
-   145.13   94.77   119
Rata

Hasil Pengamatan Kelas Mengenai Pengaruh Suhu Terhadap Buka Tutup


Operculum Benih Ikan Nila.
Kelompo
k Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin
1 119,9 147,78 91,77
2 120,93 142,33 109,47
3 129,87 177,57 150,33
4 127,6 150,2 101,6
5 140 162,57 133,97
6 138,77 153,33 112,55
7 133 158,67 107,67
19

Kelompo
k Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin
8 90,42 113,73 94,63
9 101,63 180,72 71,57
10 126,22 168,5 73,33
11 126,93 157,73 123,07
12 124,44 151,67 114,1
13 112,23 160,1 102,77
14 126,07 136,73 119,4
15 161,11 213,11 233,3
16 167,11 205,77 178,2
17 128 160,22 115,89
18 115,13 94,77 119
19 118,97 148,2 96,53
20 117,67 116 90,3
21 122,1 149,63 109,63
22 156,87 179 84,53
23 114,57 139,33 101,5
Rata-rata 126,94 155,12 114,57

Anda mungkin juga menyukai