Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL RIEVIEW

KONFLIK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Pembangunan merupakan pengembangan wilayah untuk mewujudkan


kesejahteraan masyarakat. Setiap daerah memiliki batas administratif
yang ditentukan secara formal melalui peraturan perundangan serta
wilayah fungsional yang disesuaikan berdasarkan hubungan sosial
ekonomi lintas batas administrative (Keban,2009). Akan tetapi dalam
kenyataan berbagai masalah dan kepentingan sering muncul sebagai
akibat dari hubungan fungsional tersebut. Pembangunan wilayah harus
menitik beratkan pada keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam
dan antar wilayah. Dalam konteks ini, alasan diperlukan kerjasama antar
daerah adalah agar berbagai masalah lintas kelembagaan dapat
diselesaikan bersama.
Pembangunan infrastruktur mempunyai peranan yang sangat vital
dalam pemenuhan hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis
pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat memberikan pengaruh
pada peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga
meningkatkan akses produktivitas sumberdaya yang pada akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi (Sudaryadi, 2007). Infrastruktur atau
sarana dan prasarana memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan
dengan kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan juga terhadap proses
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau region. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan indikasi bahwa wilayah yang memiliki kelengkapan
sistem infrastruktur lebih baik biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan
sosial dan kualitas lingkungan serta pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik pula (Departemen Pekerjaan Umum, 2006).
Jembatan Suramadu menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau
Madura melalui Kota Surabaya pada sisi Pulau Jawa dan Kabupaten
Bangkalan pada sisi Pulau Madura. Jembatan ini mulai dibangun pada
tahun 2003 dan diresmikan pada tanggal 14 Juni 2009. Pembangunan
jembatan ini dimaksudkan untuk mempersingkat waktu penyeberangan
ke Pulau Madura atau sebaliknya dimana sebelumnya menggunakan

angkutan air kapal feri. Dengan adanya Jembatan Suramadu, waktu


perjalanan dapat dihemat. Jika sebelumnya perjalanan menyebrang Selat
Madura memerlukan waktu sekitar 30 menit menggunakan angkutan
kapal feri, maka setelah jembatan tersebut diresmikan, waktu yang
ditempuh untuk menyebrang hanya selama 5 menit menggunakan
kendaraan bermotor untuk jalur darat.

Pembangunan jembatan Suramadu merupakan inovasi besar yang


diperuntukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, yang
meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura. Sudah dua tahun
jembatan Suramadu berjalan dengan fungsinya dan telah memberikan
berbagai dampak (impact) yang cukup besar bagi Madura. Namun disisi
lain setelah berdirinya jembatan Suramadu masih ada masalah besar.
Pembangunan Jembatan Suramadu di subkontrakkan kepada Consortium
of Indonesia Contractors (CIC), yang terdiri dari PT Adhi Karya, PT Hutama
Karya, PT Waskita Karya, serta PT Wijaya Karya. Dari CIC kemudian
disubkan lagi kepada 17 vendor yang hingga kini belum menerima
pelunasan pembayaran pekerjaan yang sudah mereka lakukan. Sumber
pembiayaan Jembatan Suramadu diperoleh dari APBN dan APBD Propinsi
Jawa Timur serta APBD Kota Surabaya dan 4 kota di Madura. Pembiayaan
pembangunan Suramadu 55% ditanggung pemerintah pusat dan daerah,
sedangkan 45 % sisanya pinjaman dari China. Dari total biaya
pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun, sekitar Rp 2,1 triliun di
antaranya harus berutang kepada China. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
akhirnya menalangi dana pembangunan melalui Bank Jatim sebesar Rp 50
miliar sebelum dana pinjaman dari Bank Exim of China sebesar 68,9 juta
dollar AS cair. Bertambahnya biaya ini disebabkan oleh kesalahan studi
yang dilakukan dimana tiang pancang jembatan yang didesain setinggi 45
meter bertambah menjadi 90 meter.
Seperti penjelasan pembiayaan Indonesia yang sudah dijabarkan
sebelumnya, pemerintah dalam proyek pembangunan Jembatan
Suramadu memiliki hutang kepada kotraktor yang mengerjakan proyek
tersebut, yaitu Consorcium of Indonesia Contractors (CIC). Hutang
Pemerintah yang ditanggung untuk dibayarkan kepada pelaksana
pembangunan Jembatan Suramadu dan totalnya mencapai Rp 932,04
milyar. Namun berdasarkan hasil perhitungan jumlah hutang yang mampu
dibayar pemerintah hanya sebesar Rp 802,04 milyar. Sisa hutang yang
belum mampu dibayar oleh pemerintah membuat permasalahan semakin

bertambah. Pemerintah masih memiliki hutang kepada Consorcium of


Indonesia Contractors (CIC) sekitar Rp 80 Miliar. Pembiayaan pasca
penyelesaian proyek Jembatan Suramadu juga mengalami permasalahan
pada bagian operasionalnya. Disebutkan pernah terjadi kejadian
pemadaman lampu penerang jalan umum menuju Jembatan Suramadu
oleh pihak PLN. Pemadaman tersebut dilakukan karena pihak pengelola
operasional Jembatan Suramadu tidak membayar tagihan listrik selama 4
bulan dengan total tagihan mencapai Rp 108 Juta.
Konflik yang terjadi dapat dilihat dari factor apa yag menyebabkan
terjadinya konflik. Konflik yang terjadi di Indonesia karena adanya
kepentingan-kepentingan di setiap individu. Oleh karena itu, selanjutnya
akan dibahas mengenai konflik pembangunan jembatan suramadu terkait
anggaran pada makalah critical review ini.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diambil dari makalah critical
review ini adalah
1. Siapa saja Stakeholder yang terlibat dalam pembangunan jembatan
suramadu?
2. Sumber pembiayaannya dalam pembanguna jemabatan suramadu?
3. Apa saja faktor yang menyebabkan konflik yang terjadi dalam
pembangunan jembatan suramadu terkait anggaran?
4. Bagaimana dampak yang terjadi dari konflik pembangunan
suramadu terkait anggaran?
5. Bagaimana
Strategi
yang
digunakan
dalam
pembiayaan
pembangunan?
1.3

Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah critical rieview ini agar dapat mengetahui


konflik apa saja yang terjadi dalam pembangunan jembatan suaramadu
terkait anggaran pembangunan dan mengetahui dampak yang terjadi dari
[embangunan suramadu terkait anggaran tersebut.
1.4

Alasan pemilihan lokasi studi

Pada critical review ini, penulis mengambil lokasi di Surabaya


khususnya pada pembangunan jembatan suramadu karena terdapat
konflik yang terjadi pada pembangunan jembatan suramadu terkait
angaran. Karena adanya permasalahan-permasalahan tersebut, maka

penulis mengambil lokasi beserta kasus/permasalahan ini sebagai bahan


critical review.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendekatan Struktural
Dalam ilmu-ilmu sosial mengenal dua pendekatan yang saling
bertentangan untuk memandang masyarakat. Kedua pendekatan ini
meliputi pendekatan struktural fungsional (konsensus) dan pendekata
struktural konflik. Pendekatan konsensus berasumsi masyarakat
mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi tetapi saling
berhubungan satu sama lain secara fungsional, serta masyarakat
terintegrasi atas dasar suatu nilai yang disepakati bersama sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis.
Sedangkan pendekatan konflik berasumsi masyarakat mencakup
berbagai bagian yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan,
dan masyarakat terintegrasi dengan suatu paksaan dari kelompok
yang dominan sehingga masyarakat selalu dalam keadaan
konflik(Surbakti, 1992).
Konflik yang terjadi antar individu ataupun antar kelompok akan
selalu menuju ke arah kesepakatan (konsensus). Selain hal itu juga,
masyarakat tidak akan bisa terikat secara permanen dengan
mengandalkan kekuasaan dan paksaan dari kelompok yang dominan.
Sebaliknya, masyarakat yang terikat atas dasar konsensus sekalipun,

tak mungkin bertahan secara permanen tanpa adanya kekuasaan dan


paksaan.
Konflik yang selalu ada di masyarakat selalu terkait dengan adanya
kekuasaan dan wewenang. Hubungan wewenang adalah selalu
berbentuk hubungan antara supra dan subordinasi atau hubungan
atas-bawah, dimana terdapat hubungan wewenang, disitu unsur atas
(superordinat) secara sosial diperkirakan dengan perintah dan
komando, peringatan, kebijakan, dan larangan-larangan yang
mengendalikan perilaku unsur bawah. Perkiraan demikian secara relatif
lebih dilekatkan kepada posisi sosial daripada kepada kepribadian
individual. Hubungan wewenang selalu meliputi spesifikasi orangorang yang harus tunduk kepada pengendalian dan spesifikasi dalam
bidang-bidang yang mana saja pengendalian itu diperbolehkan.
Wewenang adalah sebuah hubungan yang sah, apabila tidak tunduk
kepada perintah orang yang berwenang dapat dikenai sanksi tertentu
(Dahrendorf, 1986)
2.2

Sumber keuangan daerah

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas :
A. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu
penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah).
B. Dana Perimbangan
Merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN
untuk
mendukung
pelaksanaan
kewenangan
pemerintahan
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu
terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik. Dana Perimbangan merupakan kelompok sumber
pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis
penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi (Deddy Supriady

Bratakusumah & Dadang Solihin, 2007 : 173-174). Dana Perimbangan


merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
penerimaan dari sumber daya alam, serta Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus (Ahmad Yani, 2004 : 15). Lebih jelasnya Dana
Perimbangan terdiri dari :
1. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004).
2. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004).
3. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional (Pasal 1 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004).
C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Menurut Pasal 43 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lain-lain
pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana
darurat. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari
pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga
internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau
perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang
dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali. Sedangkan Dana Darurat adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana
nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.

2.3

Pengelolaah keuangan daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang


meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah
pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat)
maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari
keuangan negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut
menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan
adanya suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk
mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud,
merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara dan
merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan
daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan daerah
meliputi
keseluruhan
dari
kegiatan-kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah.

2.4

Pengaruh terhadap perekonomian Indonesia

Sesuai dengan uraian diatas bahwa sumber-sumber keuangan


daerah dipengaruhi oleh 3 komponen utama, yaitun:
1. Pendapatan asli daerah

2. Pendapatan yang berasal dari pusat


3. Pendapatan lain-lain dari daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen
kedua yaitu endapatan yang berasal dari pusat salah satunya adalah
hibah yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2012 merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat. Di samping itu besarnya dana dari pusat tersebut juga membawa
konsekuensi kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik
implementasinya itu berada di daerah. Sehingga ada beberapa proyek
pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam
anggaran pemerintah daerah (APBD). Adapun pembiayaan pemerintah
dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah pusat diatur
sebagai berikut:
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah
dalam rangka dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah dalam
rangka desentralisasi dibayar dari dan atas beban APBD.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau
pemerintah daerah atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka
tugas perbantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban
APBN atau pemerintah daerah diatasnya atas beban APBD
pihak yang menugaskan.
Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum
mencukupi,
Pemerintah
pusat
memberikan
sejumlah
sumbangan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian
bagi Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kodya
disamping mendapat bantuan dari pemerintah pusat juga
mendapat limpahan dari Pemda Tingkat I Propinsi. Meskipun
bisa jadi limpahan, dana propinsi tersebut berasal dari
pemerintah pusat lewat APBN. Berbagai penelitian empiris
yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa dari ketiga
sumber pendapatan daerah seperti tersebut diatas peranan
dari pendapatan yang berasal dari pusat sangat dominan.
Dalam implementasinya dekonsentrasi merupakan sarana bagi
perangkat birokrasi pusat untuk menjalankan praktek sentralisasi yang
terselubung sehinggga kemandirian daerah menjadi terhambat.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan


pengaturan sumber-sumber daya nasional yang memberikan
kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani
yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penyelenggaraan
pemerintahan daerah juga merupakan subsistem dari pemerintahan
negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara
akan mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi
(Ahmad Yani. 2004).
2.5

Build Operate Transfer (BOT)

Build, Operate and Transfer yang sering sekali oleh banyak pihak
disebut transaksi Build, Operate and Transfer /bangun, guna dan serah,
yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah suatu bentuk
hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka
pembangunan suatu proyek infrastruktur.
Menurut Pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38
Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, yang
menyatakan bahwa Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang
milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara
mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah
beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu.
Sedangkan pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Bangun serah
guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah
oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan
untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati.
Pengertian BOT menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor
248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 adalah:
1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah
dengan investor
2.
Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor
untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian,

3.
Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan
kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas
tanah.
4.
Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung
perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel,
dan/atau bangunan lainnya.
Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu
proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang
besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah
dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta
guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin
untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu
tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan
proyek (swasta). Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau
fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku milik proyek.
2.6

Profit Sharing

Profit and loss sharing menurut etimologi


keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan
secara istilah adalah perbedaan yang
pendapatan (total revenue) suatu perusahaan
total(total cost).

Indonesia adalah bagi


pembagian laba. Profit
timbul ketika total
lebih besar dari biaya

Dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil


didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah
profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai
pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas
hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan
bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan
pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha
ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di
dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua
pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula
bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi
masing-masing.

Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal


investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola
modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja
yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan
pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biayabiaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha
dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti
ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol
artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan
yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan
lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total
revenue.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisi Stakeholder terkait
Dalam pembangunan jembatan suramadu banyak stakeholder yang
terlibat seperti pemerintah pusat dan daerah, Consortium of Indonesia
Contractors (CIC), yang terdiri dari PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT
Waskita Karya, serta PT Wijaya Karya kemudian dari CIC diserahkan ke 17
vendor sebagi pekerja yang melakukan pembangunan jembatan
suramadu. Bukan hanya itu saja dalam pembangunan jembatan
suramadu pihak swasta pun terlibat dalam pembiayaan pembangunan
jembatan suramadu ini, seperti pemerintah cina.
3.2 Analisis Sumber pembiayaannya
Sumber anggaran yang didapat untuk pembanguna jembatan
suramadu terdapat dari beberapa Sumber pembiayaan yang diperoleh
dari APBN dan APBD Propinsi Jawa Timur serta APBD Kota Surabaya dan 4
kota di Madura. Pembiayaan pembangunan Suramadu 55% ditanggung
pemerintah pusat dan daerah, sedangkan 45 % sisanya pinjaman dari
China. Dari total biaya pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun,
sekitar Rp 2,1 triliun di antaranya harus berutang kepada China.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhirnya menalangi dana pembangunan
melalui Bank Jatim sebesar Rp 50 miliar sebelum dana pinjaman dari Bank
Exim of China sebesar 68,9 juta dollar AS cair.

3.3 Analisis factor


jembatan suramadu

penyebab

konflik

dalam

pembangunan

Dari total biaya pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun, sekitar


Rp 2,1 triliun di antaranya harus berutang kepada China. Pemerintah
Provinsi Jawa Timur akhirnya menalangi dana pembangunan melalui Bank
Jatim sebesar Rp 50 miliar sebelum dana pinjaman dari Bank Exim of
China sebesar 68,9 juta dollar AS cair. Bertambahnya biaya ini disebabkan
oleh kesalahan studi yang dilakukan dimana tiang pancang jembatan
yang didesain setinggi 45 meter bertambah menjadi 90 meter.
Seperti penjelasan pembiayaan Indonesia yang sudah dijabarkan
sebelumnya, pemerintah dalam proyek pembangunan Jembatan
Suramadu juga memiliki hutang kepada kotraktor yang mengerjakan
proyek tersebut, yaitu Consorcium of Indonesia Contractors (CIC). Hutang
Pemerintah yang ditanggung untuk dibayarkan kepada pelaksana
pembangunan Jembatan Suramadu dan totalnya mencapai Rp 932,04
milyar. Namun berdasarkan hasil perhitungan jumlah hutang yang mampu
dibayar pemerintah hanya sebesar Rp 802,04 milyar. Sisa hutang yang
belum mampu dibayar oleh pemerintah membuat permasalahan semakin
bertambah. Pemerintah masih memiliki hutang kepada Consorcium of
Indonesia Contractors (CIC) sekitar Rp 80 Miliar. Pembiayaan pasca
penyelesaian proyek Jembatan Suramadu juga mengalami permasalahan
pada bagian operasionalnya. Disebutkan pernah terjadi kejadian
pemadaman lampu penerang jalan umum menuju Jembatan Suramadu
oleh pihak PLN. Pemadaman tersebut dilakukan karena pihak pengelola
operasional Jembatan Suramadu tidak membayar tagihan listrik selama 4
bulan dengan total tagihan mencapai Rp 108 Juta.
3.5 Analisis dampak yang terjadi dari konflik pembangunan
suramadu
Jika dilihat dari permasalahan yang terjadi maka terlihat bahwa
Sikap pemerintah baik Pemerintah Pusat atau Provinsi harusnya lebih
profesional dalam menghadapi permasalahan dengan pihak swasta,
dalam konteks ini vendor rekanan CIC. Ketidak profesionalan pemerintah
tergambar pada tidak jelasnya nasib vendor yang harus menunggu
pelunasan hutang sampai 17 bulan tanpa informasi yang jelas.
Pemerintah seharusnya memberikan solusi awal bagi vendor jika memang
sedang tidak memiliki dana untuk membayar vendor. Sikap pemerintah
yang terkesan tidak profesional akan menurunkan tingkat kepercayaan

pihak swasta dalam menjalin kerjasama dengan pemerintah pada proyek


pembangunan yang lain.
Dampak yang terjadi akibat Telatnya pelunasan pembayaran
menimbulkan sebuah gesekan antara elemen elemen vendor melalui
Paguyuban Vendor Kontraktor dengan Consorcium Indonesian Contractor
dan Kementrian Pekerjaan Umum Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional
V. Telatnya pembayaran tidak begitu meluas, namun pada kenyataannya,
yang terjadi adalah pelunasan pembayaran tidak sesuai dengan surat
perintah pelaksanaan pekerjaan. Sehingga membuat vendor dirugikan
secara fisik maupun materi. Belum lagi munculnya sikap pemerintah
dengan menggunakan kekuasaan serta wewenangnya sehingga
menimbulkan sikap skeptis dari vendor. Oleh karena itu masalah ini
ditanggapi serius dan cepat oleh Paguyuban Vendor Kontraktor dengan
mengadakan perundingan dan komunikasi. Tolak ukur efektifnya konflik
yang terjadi antar kelompok terlihat dari hasil yang dicapai Paguyuban
Vendor Kontraktor, ada kejelasan dan perubahan nasib secara bertahap.
Adanya kesepakatan-kesepakatan membawa dampak yang positif dan
seharusnya sebelum dimulai kerjasama telah ditandatangani kesepakatan
antar dua belah pihak, sehingga apabila di tengah atau di akhir kerjasama
terjadi permasalahan, masing-masing pihak dapat mengacu pada
perjanjian yang telah disepakati. disisi lain pihak pemerintah tidak hanya
menunggu dari APBN yang ada akan tetapi bisa bisa melakukan
pendayaan aset kota.
3.6 Analisis Strategi pembiayaan pembangunan
Permasalahan
pembiayaan
dalam
pembangunan
jembatan
suramadu maka dapat dilihat Metode pembiayaan ini pada dasarnya
merupakan suatu bentuk upaya kerjasama dimana Pemerintah Kota atau
BUMD menyewakan atau melakukan kerjasama usaha atas lahan atau
fasilitas yang dikuasainya. Karena itu, sebagai pemilik fasilitas atau aset,
khususnya lahan di perkotaan (biasanya HPL), Pemerintah dapat bekerja
sama dengan investor untuk mendayagunakan aset itu melalui berbagai
bentuk solusi antara lain dengan menerapkan Build Operate Transfer
(BOT), memberi hak pengusahaan kepada investor selama masa kontrak,
dan pada akhir masa kontrak, fasilitas menjadi milik Pemerintah.
Kemudian Pemerintah memberi hak pengusahaan kepada investor untuk
mengoperasikan atau mengelola fasilitas tersebut untuk jangka waktu
tertentu yang telah disepakati. Selain itu juga bisa menerapkan profit
share, misalnya mengambil keuntungan dari tarif masuk tol, meski

memakan waktu yang lama setidaknya dapat membantu kekurangan


dana yang belum terbayarkan. Cara lain untuk membantu masalah dana
pasca terbangunnya jembatan Suramadu, dengan cara pembiayaan
alternatif yaitu Pengembangan Wilayah Khusus. Metode pembiayaan ini
maksudnya adalah pemerintah kota menetapkan suatu bagian kota
sebagai wilayah khusus dan memungut fee dari pemilik bisnis atau
properti, dalam bentuk Local Improvement District atau Business
Improvement District.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa mengenai konflik Jembatan Surabaya
Madura. Penulis bisa menganalisa bagaimana konflik itu berlangsung dan
bisa terjadi pada pengerjaan proyek Jembatan Surabaya Madura. Bahwa

yang melatarbelakangi munculnya permasalahan adalah penggunaan


kekuasaan dan wewenang dari pemerintah, serta tidak terpenuhinya hakhak kesejahteraan, upah, dan tidak adanya transparansi dalam soal
pendanaan dari pemerintah. Serta adanya kepentingan-kepentingan
pemerintah untuk memperoleh kepentingan pemerintah sendiri yang tak
lain Jembatan Surabaya Madura, merupakan jembatan pertama yang
didirikan pemerintah dan terpanjang di Indonesia.
Bertambahnya biaya dalam pembangunan ini disebabkan oleh
kesalahan studi yang dilakukan dimana tiang pancang jembatan yang
didesain setinggi 45 meter bertambah menjadi 90 meter dan juga pernah
terjadi kejadian pemadaman lampu penerang jalan umum menuju
Jembatan Suramadu oleh pihak PLN, karena factor-faktor inilah yang
menyebabkan penambahan biaya dan hutang ke pihak swasta maupun ke
pihak CIC.
4.2 Rekomendasi
Posisi pemerintah yang selama ini memerankan fungsi pemilik,
pengkontrol atau bahkan pelaksana berbagai proyek pembangunan akan
dialihkan fungsinya menjadi fasilitator proyek saja. Permasalahan hutang
dalam pembiayaan ini dapat dihindari apabila sistem pembiayaan yang
dipakai tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pemerintah dapat
bekerja sama dengan investor untuk mendayagunakan aset itu melalui
berbagai bentuk solusi antara lain dengan menerapkan Build Operate
Transfer (BOT), memberi hak pengusahaan kepada investor selama masa
kontrak, dan pada akhir masa kontrak, fasilitas menjadi milik Pemerintah.
Kemudian Pemerintah memberi hak pengusahaan kepada investor untuk
mengoperasikan atau mengelola fasilitas tersebut untuk jangka waktu
tertentu yang telah disepakati. Karena apabila pemerintah mendapat
tambahan hutang, maka untuk masa depan, pembangunan di Indonesia
akan selalu terlilit masalah hutang sehingga Indonesia pada akhirnya
hanya akan terfokus pada upaya penyelesaian masalah hutang dan dapat
mengesampingkan pembangunan dari bidang lainnya selain infrastruktur.
Dengan berkurangnya beban pembiayaan penuh pada suatu
pembangunan infrastruktur, maka pemerintah dapat mengalokasikan
dana ke program lain seperti pembangunan sosial penduduk atau
penelitian-penelitian ilmiah yang turut dapat memajukan negara dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan


Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta :
Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , hlm. 534
Keban, Yeremias. 2009. Kerjasama Antar Pemerintah Daerah dalam Era
Otonomi: Isu Strategis, Bentuk, dan Prinsip. Ilmu Administrasi Negara
Fisipol UGM.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002)
hlm. 101
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara-Daerah
Ralf Dahrendorf. 1986. Konflik-Konflik Dalam Masyarakat Industry. Jakarta:
Surbakti, Ramlan.(1992) Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widia
Sarana.
Suyardadi. 2007 Dampak Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan
Terhadap Output Sektor Produksi Rumah Tangga Jawa Tengah (Simulasi
SNSE Jawa Tengah 2004). Tesis MIESP UNDIP. Diakses pada tanggal 06
Juni 2012.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Makalah: Keuangan Daerah
Undang-Undang Nomor No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
http://bukanorangutan.blogspot.co.id/2011/11/permasalahanpembiayaan-pembangunan.html (Diakses tanggal 6 Oktober 2016, pukul :
20.10 WITA)
http://www.kompasiana.com/alifianahr/pembiayaan-pembangunanjembatan-suramadu_550bb79ea333116e1c2e39b0 (Diakses tanggal
Oktober 2016, pukul : 20.33 WITA)

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai