Proposal Tesis
Disusun oleh :
IDA BAGUS SUBRATA
I2I 018 006
Oleh:
IDA BAGUS SUBRATA
I2I 018 006
1. Pembimbing Utama
2. Pembimbing Pendamping
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL..........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................viii
ABSTRAK.......................................................................................................ix
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................3
1.5 Batasan Masalah...............................................................................4
1.6 Keaslian Penelitan............................................................................4
iv
2.7.1 Data Teknis Bendungan Batujai.............................................16
2.7.2 Data Teknis Bendungan Pengga.............................................17
2.7.3 Zona Tampungan Waduk.......................................................18
2.7.4 Kehilangan Air Waduk...........................................................18
2.7.5 Rule Curve Waduk.................................................................19
2.7.6 Lengkung Kapasitas Waduk...................................................19
2.8 Pola dan Rencana Tata Operasi Waduk (Kaskade)..........................20
2.9 Simulasi Waduk Cascade.................................................................22
2.10 Analisis Solver pada Microsoft Excel............................................23
v
3.4.1.3 Data Lengkung Kapasitas Bendungan........................35
3.4.1.4 Data Rule Curve Bendungan......................................37
3.4.2 Analisis Penelitian..................................................................38
3.4.2.1 Analisis Uji RAPS......................................................38
3.4.2.2 Analisis Data Awal Musim Hujan (AMH) dan Sifat
Musim Hujan (SMH)..................................................38
3.4.2.3 Analisis Evaporasi......................................................38
3.4.2.4 Analisis Operasional Bendungan................................38
3.4.2.5 Analisis Ketersediaan air............................................38
3.4.2.6 Analisis Kebutuhan Air...............................................39
3.4.2.7 Analisis Perubahan Iklim............................................39
3.5 Diagram Alir Penelitian...................................................................40
3.6 Jadwal Penelitian..............................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pengga di DAS Dodokan WS Lombok”. Yang hasil penelitian ini akan
menunjang dalam Pengelolaan DAS di WS Lombok dalam hal operasional
maupun perencanaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola perubahan iklim pada curah hujan yang terjadi di
Cacthment Area Bendungan Batujai-Pengga DAS Dodokan WS Lombok ?
2. Bagaimana kondisi pola operasional Bendungan Batujai - Pengga DAS
Dodokan WS Lombok pada 10 tahun (2010-2019) terhadap perubahan iklim
yang terjadi sesuai Awal Musim Hujan dan Sifat Musim Hujan BMKG ?
3. Bagaimana kondisi perubahan pemberian air dan pola tanam pada daerah
irigasi layanan bendungan Batujai – Pengga DAS Dodokan WS Lombok
akibat perubahan iklim yang tejadi selama 10 tahun (2010-2019) ?
3
2. Membantu perencanaan di bidang Sumber Daya Air terkait Bendungan di
Wilayah Sungai (WS) Lombok.
4
Studi ini belum pernah dilakukan sama sekali baik berupa review dari studi
terdahulu atau studi sejenis dari tahun 2002-2019. Oleh karena itu dijamin
keasliannya. Studi ini melakukan pengolahan data yang diperoleh dari Balai
Wilayah Sungai - Nusa Tenggara I.
5
BAB II
DASAR TEORI
6
21.28-41.16 % sedangkan penurunan curah hujan sebesar 15% menurunkan aliran
permukaan sebesar 29.16 – 48.55% sehingga perlu adanya suatu usaha untuk
adaptasi perubahan iklim yang terjadi sehingga kerusakan dapat diminimalisis.
Kemudian Mayasari, R (2016) dalam penelitiannya tentang pengaruh anomali
cuaca akibat efek perubahan iklim pada air masuk waduk saguling. Didapatkan
hasil yaitu bentuk grafik debit air masuk rata-rata bulanan waduk saguling selama
15 tahun (2002 hingga 2016) terjadi beberapa perbedaan pola air yang diakibatkan
oleh anomali cuaca yang terjadi.
Wakidi (2017) dalam penelitiannya mendapatkan hasil yaitu perubahan
iklim sangat signifikan mempengaruhi laju sedimentasi Bendungan Batujai
dimana pada tahun 1982 sampai tahun 2015 volume sedimen rerata sebesar
41.118 m3 dan pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2048 volume sedimen
rerata sebesar 68 872 m3. Kemudian Kafiansyah (2017) dalam penelitiannya pada
waduk Pandanduri mendapatkah hasil yaitu Faktor K = 100%, waduk tidak
mampu memaksimalkan CI tiap DI dan frekwensi distribusi air adalah tidak
terdistribusi. Hasil CI Optimal K dengan kombinasi terbaik adalah DI Pandanduri
= 289%, DI Swangi = 167%, DI Rere Penembem = 246% dan dV=67% serta
frekwensi distribusi air adalah terdistribusi. Selanjutnya Noviadi (2019) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa Perubahan debit atau Iklim dapat
menyebabkan kerusakan kondisi sungai. Sehingga hal ini perlu dilakukan kajian
lebih lanjut.
7
Kenyataan pada saat ini telah terjadi perubahan iklim yang tidak lain karena
disebabkan oleh pemanasan global. Perubahan iklim merupakan salah satu
fenomena alam diamana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara
alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia.
Selat alas merupakan wilayah perairan laut yang memisahkan dua pulau
utama di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dua pulau tersebut adalah Pulau
Lombok disebelah barat dan Pulau Sumbawa di sebelah timur. Karakteristik masa
air di perairan Selat alas ini dipengaruhi oleh fenomena lokal dan non lokal.
Sistem angin muson yang berubah arah sesuai musim merupakan fenomena lokal
yang mengakibatkan variabilitas musiman dan tahunan (Calrk et al., 1999).
Fenomena non lokal uang berinteraksi dengan sistem angin selain mempengaruhi
variabilitas semi tahunan dan tahunan juga akan menimbulkan variabilitas antar
tahunan.
Pada saat bertiup Angin Muson Tenggara (Juni – September) menyebabkan
pergerakan massa air permukaan cenderung bergerak ke arah barat. Keadaan
tersebut akan mempengaruhi karakteristik massa air karena pergerakan massa air
dapat menyebabkan terjadinya pengangkatan massa air lapisan dalam pada
wilayah tertentu dan pada akhirnya berdampak terhadap kesuburan suatu perairan.
Pada saat bertiup Angin Muson Tenggara di wilayah ini poros Arus Katuliswa
Selatan (AKS) bergeser ke dekat pantai Jawa – Sumbawa dan proses upwelling
dapat terjadi sehingga lapisan permukaan tercampur lebih tipis dan suhunya
menurun serta termokiln terangkat (Wyrtki, 1962; Purba, 2007).
Perubahan iklim di suatu daerah diindikasikan pula oleh adanya variasiiklim
musiman (seasonal variability). Variasi iklim musiman di PulauLombok Nusa
Tenggara Barat ditandai oleh terjadinya kemarau panjang,musim hujan yang tidak
menentu dan jangka waktunya relatif singkatsehingga sering menyebabkan gagal
panen dan bahkan gagal tanam untuktanaman pangan seperti padi, palawija dan
sayuran. Dengan kata lain,variasi iklim musiman dapat dikatakan sebagai salah
satu penyebab utamamenurunnya produksti pertanian dalam arti luas terutama
produktivitastanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan bahkan peternakan.
Berdasarkan fakta, para ahli iklim berpendapat bahwa variasi iklim yang tidak
8
beraturan itu sangat berkaitan dengan kejadian iklim ekstrim yakni ENSO (El
Nino Southern Oscillation). Misalnya, Boer dan Meinke (2002) mengemukakan
bahwa di daerah monsoon seperti Jawa, Indonesia Timur dan Sumatera bagian
Selatan, bahwa pada musim-musim tertentu Osilasi Selatan berpengaruh kuat
terhadap faktor-faktor iklim seperti hujan, perubahan penutupan awan yang
mempengaruhi radiasi, suhu, penguapan dan kelembaban udara yang kesemuanya
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kejadian iklim ekstrim seperti El
Nino dan La Nina di Indonesia berpengaruh terhadap perkembangan produksi
tanaman pangan. Kuatnya pengaruh ENSO itu dapat dibuktikan dengan melihat
kejadian kemarau panjang dan kekeringan di berbagai wilayah di Indonesia yang
bertepatan dengan kejadian El Ni Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah
salah satu provinsi penyangga pangan nasional terutama beras yang sangat
diharapkan dapat menyumbangkan produksi padi lebih dari 70 ribu ton Gabah
Kering Giling (GKG) atau sama dengan 40 ribu ton beras tiap tahun (Dinas
Pertanian NTB, 2008). Untuk mewujudkan kontribusi tersebut maka pemerintah
Provinsi NTB melaksanakan program Peningkatan Produksi Beras Nasional
(P2BN) dengan melibatkan petani secara partisipatif, kemudian ditunjang oleh
penyediaan sarana produksi pertanian terutama pupuk, benih, Alat dan Mesin
Pertanian (Alsintan), penyediaan penguatan modal dan penyuluhan. Penyediaan
pupuk dan benih padi untuk mendukung program P2BN dilaksanakan melalui
kebijakan subsidi dengan mengikuti mekanisme, prosedur dan pengawasan.
Namun kebijakan ini tidak akan berguna secara maksimal jika tidak ditunjang
oleh keadaan sumberdaya alam terutama kondisi agroklimat seperti curah hujan,
ketersediaan air irigasi yang mencukupi untuk tanaman padi. Usaha tani padi
secara intensif di Pulau Lombok NTB dilaksanakan pada berbagai jenis lahan
pertanian, yakni lahan kering dan lahan sawah (lahan basah). Lahan kering
(upland, dry land atau unirrigated land) merupakan kawasan lahan yang
didayagunakan tanpa penggenangan air secara permanen maupun musiman, baik
oleh air yang bersumber dari air hujan maupun irigasi (Utomo et al. 2006).
Pengertian lahan kering di Pulau Lombok adalah sama dengan pengertian
Unirrigated land, yakni lahan yang tidak memiliki fasilitas irigasi. Lahan
9
pertanian di Pulau Lombok terdiri atas lahan kering berupa ladang dan sawah.
Sawah terdiri dari sawah beririgasi teknis, yakni sawah yang selalu memperoleh
air sepanjang tahun; sawah beririgasi setengah teknis, yakni sawah yang
kekurangan air di musim kemarau, dan lahan sawah tadah hujan (rainfed) yakni
sawah yang irigasinya tergantung sepenuhnya pada hujan.
10
y n=β 0 + β n X an+ ε
Dengan:
yn = Variabel tak bebas, dalam penelitian ini adalah variable iklim lokal
β0 = Konstanta model polinom regresi
βn = Koefisien variable bebas ke-n
X = Variabel bebas, dalam penelitian ini adalah variable iklim global yang
terpilih
a = pangkat model polinom regresi
n = indeks variable ke-n
ε = bilangan random normal standar yang merupakan residu dari model
polinom regresi
Variable iklim global yang terpilih sebagai variable bebas dalam model
polinom regresi penurunan skala ini haruslah variable iklim global yang memiliki
hubungan (korelasi) yang kuat terhadap variable iklim lokal. Rumus korelasi yang
digunakan adalah korelasi Pearson sebagai berikut:
S xy
r xy =
Sx . S y
( X ¿ ¿ i ¿ − X́ )( y i− ý )
r xy =∑ ¿¿
√∑ (x ¿ ¿i −x́)2 +√∑ ( y ¿ ¿i −ý)2 ¿ ¿ ¿ ¿
dengan:
rxy = nilai korelasi antara variable x dan variable y
Sxy = Standard deviasi gabungan variable x dan variable y
Sx = Standard deviasi variable x
Sy = Standard deviasi variable y
xi = variable x
X́ = rerata variable x
yi = variable y
Ý = rerata variable y
Penelitian ini akan menerapkan tiga variabel GCM yang paling sensitif
sebagai variabel bebas untuk mensimulasikan variabel iklim lokal. Kecuali jika
11
ketiga variabel GCM independen tersebut tidak dapat memodelkan iklim lokal,
maka lima, tujuh, atau sembilan variabel GCMindependen akan dicoba
berikutnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini disiapkan sembilan variabel GCM
yang diambil dari referensi data IPCC, sebagai berikut:
12
2.4.1 Hujan Probabilitas
Menurut Triatmodjo (2008), periode ulang (return period) didefinisikan
sebagai waktu hipotetik dimana debit atau hujan dengan suatu besaran tertentu
(XT) akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
Berdasarkan data debit atau hujan untuk beberapa tahun pengamatan dapat
diperkirakan debit/hujan yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam
T tahun; dan debit/hujan tersebut dikenal sebagai debit/hujan dengan periode
ulang T tahun atau debit/hujan T Tahunan.
Untuk mencari probabilitas dapat menggunakan persamaan weibull, yaitu :
m
P=
n+1
sedangkan periode ulang dapat dicari dengan
1
Tr =
P
dengan m = nomor urut peringkat data setelah diurutkan dari besar ke kecil, n =
banyaknya data atau jumlah kejadian, P = probabilitas, Tr = periode ulang.
Dalam perhitungan hidrologi terdapat 3 Probabilitas yang sering
digunakan yaitu: Probabilitas dry (keandalan 80%) probabilitas normal (keandalan
50%) dan Probabilitas wet (keandalan 20%).
13
deimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang
dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh denga cara
menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh
yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap
garis penghubung antara dua pos penakar (Ningsih, 2012).
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
A 1 x d 1+ A 2 x d 2+ A 3 x d 3+ … … … An x dn ∑ Ai x di
d= =
A A
Dengan:
A = Luas areal (km2)
d = Tinggi curah hujan rata-rata areal
d1, d2, d3, ….. dn = Tinggi curah hujan di stasiun 1, 2, 3 , … n
A1, A2, A3, ….. An = Luas daerah pengaruh stasiun 1, 2, 3, …..n
14
dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria yaitu Atas Normal (AN), Normal (N) dan Bawah
Normal (BN).
15
Dengan :
K = Koefisien resesi tanah
I = Nilai infiltarasi pada periode ke -t (mm)
Vn t-1 = Nilai simpanan air tanah pada periode t-1 (mm)
j. Nilai aliran dasar (B) atau baseflow dihitung dengan persamaan:
Bt = It – ΔVnt
ΔVnt = Vn t – Vn t-1
Dengan :
Bt = Baseflow pada periode ke-t (mm)
It = Infiltrasi pada periode ke-t (mm)
ΔVnt = Selisih simpanan air tanah (mm)
k. Direct run off (DRO) atau limpasan permukaan langsung adalah selisih dari
WS dengan I pada periode ke – t,
l. Run off (RO) atau limpasan permukaan adalah jumlah dari BF dan DRO
m. Debit yang tersedia (QA) adalah:
QA = (RO t x A) /n
Dengan:
QA = Debit tersedia (lt/dt)
Rot = Aliran air diatas permukaan pada periode ke-t (m)
A = Luas daerah tinjauan (m2)
n = Jumlah hari dalam periode.
16
ETc = Kebutuhan air tanaman (Consumptive use), mm/hari
WLR = Pergantian lapisan air (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
Re = Curah hjan efektif (mm/hari)
2.7 Data Teknis Bendungan Batujai dan Pengga DAS Dodokan WS
Lombok
2.7.1 Data Teknis Bendungan Batujai
Sumber air / sungai utama dari Waduk batujai adalah sungai penujak, yang
mengalir dari kaki Gunung Kendo ke arah selatan menuju Kota Praya dan
bermuaara di waduk Batujai ±3 km kearah selatan kota Praya. Sungai penujak ini
mempunyai karakteristik debit sungai yang perbedaaanya cukup besar antara
musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan debit rata-rata bulanannya dapat
mencapat puluhan meter kubik perdetik sehingga merupakan potensi yang
terbuang percuma kelaut, sedangkan dimusim kemarau debit rata-rata bulanannya
dapat mencapai 0,1 m3/det atau bahkan bisa kurang. Fungsi dan manfaat
bendungan batujai adalah: Sebagai layanan air irigasi seluas 3.350 hektar,
pengendali banjir hingga 568 m3/det, perikanan darat, penyediaan air minum (air
baku) dan pengembangan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) (BWS NTI, 2017). Lokasi dan data teknis Bendungan adalah sebagai
berikut:
Desa/Kecamatan : Batujai/ Praya Barat
Kabupaten : Lombok Tengah
Provinsi : Nusa Tenggara Barat
Sungai : Penujak
Volume Tampungan Bruto : 25.000.000 m3
Volume Tampungan Efektif : 23.500.000 m3
Volume Tampungan Mati : 1.500.000 m3
17
Gambar 2.2. Dokumentasi Bendungan Batujai (Sumber: BWSNT1, 2020)
2.7.2 Data Teknis Bendungan Pengga
Sumber / Sungai utama dari waduk pengga adalah sungai penujak, yang
merupakan limpasan dari Waduk Batujai (sistem interkoneksi di Pulau Lombok),
sungai penujak ini mengalir dari kaki Gunung Kendo ke arah selatan menuju kota
Praya dan bermuara di Waduk Batujai, selanjutnya limpasan waduk ini
menelusuri alur sungai penujak yang akhirnya bermuara di waduk Pengga. Fungsi
dan manfaat dari bendungan pengga adalah: Sebagai Layanan air irigasi seluas
3.585 Hektare, pengendali banjir hingga 750 m3/det, pembangkit listrik tenaga
mikro hidro sebesar 400 kVA, Penyediaan air baku penduduk dan Perikanan darat
serta pariwisata. Lokasi dan data teknis Bendungan adalah sebagai berikut:
Desa/Kecamatan : Plambik/ Praya Barat Daya
Kabupaten : Lombok Tengah
Provinsi : Nusa Tenggara Barat
Sungai : Penujak
Volume Tampungan Bruto : 27.000.000 m3
Volume Tampungan Efektif : 21.000.000 m3
Volume Tampungan Mati : 6.000.000 m3
18
Gambar 2.3. Dokumentasi Bendungan Pengga (Sumber: BWSNT1, 2020)
2.7.3 Zona Tampungan Waduk
19
2.7.4 Kehilangan air waduk
Sesuai wilson (1993) dan Hadisusanto (2010), berikut adalah rumus metode
Penman modifikasi:
ETo = c x [W x Rn + (1-w) x f (u) x (ea – ed) ]
Dengan :
ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)
c = angka koreksi
W = Faktor Pembobot
Rn = Energi radiasi (mm/hari)
f (u) = Fungsi kecepatan angin (m/dt)
es = Tekanan uap jenuh (mbar)
ea = Tekanan uap nyata (mbar)
20
merupakan grafik yang menghubungkan luas daerah genangan dengan volume
tampungan terhadap elevasinya. Berhubung fungsi utama waduk adalah untuk
menyediakan tampungan, maka ciri fisik utama yang terpenting adalah kapasitas
tampungan. Hubungan antara luas genangan, volume waduk terhadap
kedalamannya disajikan pada kurva lengkung kapasitas waduk seperti gambar
(Nuramini, 2017).
21
tidak dapat beroperasi secara optimum dan dengan produksi optimum karena yang
menjadi prioritas operasional utama dari waduk kaskade dengan fungsi multiguna
adalah mengamankan kebutuhan pengairan di daerah hilir untuk irigasi, air
minum, rumah tangga, dan produksi listrik. Dalam operasionalnya waduk
kaskade beroperasi secara proporsional berdasarkan volume efektif dari masing-
masing waduk terhadap volume efektif totalnya (semua waduk). Dengan
perkataan lain, persentase volume efektif tiap bulan masing-masing waduk selalu
sama (Modul Operasi Waduk PUSLITBANG PUPR, 2017). .
Persamaan dasar simulasi neraca air di waduk merupakan fungsi dari
masukan, keluaran dan tampungan waduk yang dapat disajikan dalam persamaan
sebagai berikut:
Gambar 2.6 Skema Dasar Simulasi Waduk Kaskade (Modul Operasi Waduk
Puslitbang PUPR, 2017)
Persamaan dasar:
ds
I–O=
dt
dengan:
I = adalah debit masuk
O = adalah debit keluar
ds/dt = ΔS adalah perubahan tampungan
Atau secara rinci dapat ditampilkan sebagai berikut:
St+1 = St + It + Rt – Et – Lt – Ot – OSt
dengan:
St = tampungan waduk pada periode t
St+1 = tampungan waduk pada periode t+1
It = masukan waduk pada periode t
22
Rt = hujan yang jatuh di atas permukaan waduk, pada periode t
Et = kehilangan air akibat evaporasi pada periode t
Lt = kehilangan air akibat rembesan dan bocoran
Ot = total kebutuhan air
OSt = keluaran dari pelimpah
Catatan :
Inflow Waduk B = Outflow waduk A ditambah Lokal Inflow Waduk B, demikian
juga untuk Waduk C
23
ds
I j−Oi =
dt
O j =A ij + S j + L j
d s W j +W j−1
=
dt dt
Dimana : I = Aliran masuk ke waduk (inflow) dalam (m3/detik)
O = Aliran keluar dari waduk (outflow) dalam (m3/detik)
ds/dt = Perubahan tampungan terhadap waktu (m3/detik)
S = Limpasan (Spill) dalam (m3)
L = Kehilangan air di Waduk (Losses) (m3/detik)
W = Volume waduk pada elevasi tertentu (m3)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
25
Gambar 3.1. Peta WS Lombok (Sumber: BWS NT I, 2020)
26
BENDUNGAN
BATUJAI
BENDUNGAN
PENGGA
BENDUNGAN
BATUJAI
BENDUNGAN
PENGGA
27
Gambar 3.3. Peta Prasarana di DAS Dodokan WS Lombok (Sumber: BWS NT
I)
BENDUNGAN
BATUJAI
BENDUNGAN
PENGGA
28
Gambar 3.4. Skema Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan
Wilayah Sungai (WS) Lombok (Sumber: BWS NT I)
Berikut ilustrasi Skema Bendungan Batujai- Pengga (Cascade) di DAS Dodokan
WS Lombok:
Sungai Dodokan
Bendungan
Batujai
Bendungan
Pengga
Muara
(Laut)
29
Gambar 3.6 Peta Sebaran Stasiun Curah Hujan (ARR) Wilayah Sungai
(WS) Lombok (Sumber: BWS NT1 dalam Noviadi, 2019)
30
3.2.4 Analisis Evaporasi Wilayah
Analisis evaporasi wilayah menggunakan metode Poligon Thiessen untuk
mendapatkan persentase stasiun pengaruh terhadap cacthment area dari
bendungan Batujai dan Pengga di DAS Dodokan WS Lombok. Data hujan ini
dikalkulasi sesuai dengan proporsi polygon thiessen.
Inflow (Qt)
Waduk Outflow (Dr)
Periode t
31
Gambar 3.7 Model Simulasi Waduk
Persamaan tersebut dinyatakan pada persamaan berikut ini:
S (t+1) = St + Qt – Dt – Et – Lt, dengan 0 < St ≤ C
Dengan:
S (t+1) = Tampungan waduk pada akhir interval waktu t+1
St = Tampungan Waduk pada awal interval waktu t
Qt = Aliran masuk (Debit Inflow) pada interval waktu t.
Dt = Aliran keluar (Debit Outflow) selama interval waktu t.
Et = Evaporasi selama interval waktu t.
Lt = Kehilangan air di waduk (bisa diabaikan)
C = Tampungan Efektif
32
Sehingga keandalan waduk adalah Re (%) dengan jumlah kegagalan yang
diijinkan sebanyak Pe (%). Kegagalan waduk ditentukan dengan persentase
jumlah kegagalan dari total periode simulasi. Sedangkan keandalan waduk
ditentukan dengan persentase jumlah keberhasilan dari total periode simulasi
(Nuramini, 2017).
Persamaan matematis model disusun dengan merumuskan fungsi tujuan dan
fungsi kendala untuk program liniear sebagai berikut:
1. Fungsi tujuan (objective Function)
Sebagai fungsi tujuan dalam penelitian ini adalah mengoptimalkan
penggunaan air untuk irigasi maupun air baku, secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut:
2
Max Z = c x ∑ ¿¿
i=1
33
c = Koefisien penyediaan air untuk bendungan Hulu
M = Koefisien penyediaan air bendungan Hilir
Eij = Volume yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
irigasi dalam bulan ke-J (m3)
Sij = Limpasan (Spill) dari reservoir ke-i dalam bulan ke-J
Vij = Volume tampungan dari reservoir ke-i dalam bulan ke-j (m3)
Iij = Aliran masuk kedalam reservoir ke-I dalam bulan ke-j (m3)
Gij = Volume air (m3) dari reservoir ke-I dalam bulan ke-j yang
dikelurakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi
i = Indeks yang menunjukan seri waduk (Batujai = 1, Pengga= 2)
j = Indeks yang menujukan dasarian operasi waduk (1,2,3,36)
34
dasarian berikutnya. Permulaan musim kemarau, bisa terjadi lebih awal (maju),
sama atau lebih lambat (mundur) dari normalnya (BMKG dalam Noviadi, 2019).
Awal musim hujan ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu
dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa
dasarian berikutnya. Permulaan musim hujan, bisa terjadi lebih awal (maju), sama
atau lebih lambat (mundur) dari normalnya.
35
d. Data statis berupa peta WS, peta DAS, layer sungai, layer kontur
didapatkan dari Balai Wilayah Sungai – Nusa Tenggara I.
Tabel 3.1 Rentang Data Stasiun Curah Hujan atau ARR Wilayah Sungai (WS)
Lombok
No Nama Pos Sumber Rentang Data Desa Kecamatan Kabupaten
36
Dalam operasional bendungan Batujai volume/ debit yang di rilis mengacu
pada Lengkung Kapasitas yang terdapat di Bendungan. Berikut ini lengkung
kapasitas bendungan batujai.
37
Gambar 3.9 Lengkung Kapasitas Bendungan Pengga(Sumber: BWS NT1, 2020)
38
perubahan iklim. Sehingga didapatkan Rule Curve yang dianalisis berdasarkan
perubahan iklim
3.4.2.2 Analisis Data Awal Musim Hujan (AMH) dan Sifat Musim Hujan
(SMH)
Data awal musim hujan dan sifat musim hujan didapatkan dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang disajikan pada Buletin
BMKG. Data ini akan digunakan sebagai acuan perubahan iklim, yang akan
dikombinasikan dengan data curah hujan dari Balai Wilayah Sungai-Nusa
Tenggara I.
39
3.4.2.5 Analisis Ketersediaan Air
Analisis ketersediaan air dilakukan dengan permodelan Rain-Run yaitu
model Mock. Agar diketahui debit limpasan yang berasal dari Prasarana Bendung
yang berada di Hulu dari Bendungan Batujai maupun Bendungan Pengga.
Sehingga didapatkan debit air yang berasal dari cacthment area (CA) lokal dari
bendungan Batujai dan Pengga.
40
3.5 Diagram Alir Penelitian
Berikut ini diagram alir penelitian:
41
3.6 Jadwal Penelitian
Berikut ini adalah Jadwal penelitian yang akan Dilakukan.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Mayasari, R. 2016. Pengaruh Anomali Cuaca Akibat Efek Perubahan Iklim pada
air masuk Waduk Saguling, Prosiding HATHI ke-36, Jakarta.
Noviadi, S. C. 2019. Model Peramalan Curah Hujan dan Debit berdasarkan
Prakiraan Awal dan Sifat Musim pada Zona Musim BMKG di Wilayah
Sungai Lombok, Tesis, Universitas Mataram, Mataram.
Purba, M, 2009. Dynamics of South Java-Sumbawa Waters during south east
monsoon. International Smposium of Marine Science, Technology and
Policy. World Ocean Conference. Manado.
Puslitbang Kementrian PUPR, 2017. Modul Operasi Waduk Pelatihan Alokasi
Air, Bandung, Jawa Barat.
Ridhoningsih, A, U, 2017. Analisis Trend menggunakan regresi kuantil dan Uji
Mann-Kendall, Skripsi, Universitas Hasanudin, Makasar.
Subagyono, K, 2007. Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Antisipasi
Perubahan Iklim, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Supatmanto, 2015. Studi Hidrologi Berdasarkan Climate Changes menggunakan
model SWAT di Daerah Tangkapan Air Waduk Jatiluhur, Jurnal Sains dan
Teknologi Modifikasi Cuaca, Jakarta.
Utomo, dkk, 2006. Studi Kebutuhan Air untuk Tanaman Padi dan Palawija di
Daerah irigasi Pesucen Kabupaten Kebumen. Skripsi. Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wakidi, 2017. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Sisa Umur layanan
Bendungan Batujai, Jurnal Spektrum Sipil
Wyrkti, K. 1962. The upwelling in the region between java and australia during
the south-east monsoon. Australia Journal Freswater Res, Australia.
44