SKRIPSI
Disusun Oleh
NIM : 1911083
Penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari adanya bantuan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penyusun
ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan rahmat-Nya
kepada penulis.
2. Kedua orang tua beserta keluarga, terimakasih atas doa dan dukungannya
demi cepat terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Kustamar, M.T. Selaku Rektor ITN Malang.
4. Ibu Dr. Ellysa Nursanti, ST., M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknologi
Industri ITN Malang.
5. Bapak Dr. I Komang Astana Widi, ST., M.T. Selaku ketua Jurusan Teknik
Mesin S-1 Institut Teknologi Nasional Malang.
6. Bapak Ir. I Wayan Sujana, M.T. Selaku Dosen Pembimbing Penyusunan
Skripsi.
7. Ir. Basuki Widodo, M.T. Selaku Ketua Bidang Metarulgi dan Material.
8. Ir. Teguh Rahardjo, M.T. Selaku dosen wali yang telah memberikan
nasihat dan arahan, serta didikan selama ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Mesin S-1 Institut Teknologi
Nasional Malang.
10. Dan teman-teman sekelas, sekampus, maupun diluar kampus yang telah
memberikan dukungan selama penulis melaksanakan Penyusunan Skripsi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...............................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Besi tuang merupakan salah satu jenis logam tertua dan murah yang pernah
ditemukan oleh manusia diantara semua jenis logam yang pernah ditemukan. Logam
ini memiliki banyak aplikasi hingga hampir 80% kendaraan menggunakan logam ini
untuk dijadikan komponen. Besi tuang pada dasarnya merupakan perpaduan dari
eutektik dari besi dan karbon. Dengan memiliki temperatur leleh relatif rendah yaitu
sekitar 1200oC. Temperatur leleh yang sangat rendah sangat menguntungkan, karena
mudah dicairkan sehingga pemakaian bahan bakar atau energi bisa lebih hemat. 6)
Sejak dekade 1980 upaya penghematan energi sangat menonjol dalam aspek
rekayasa, rancang bangun maupun industri otomotif. Salah satu upaya penghematan
energi yang telah dilakukan didalam kegiatan perancangan dan produksi otomotif
adalah mengurangi berat dari komponen mesin khususnya connecting rod dan ring
piston dengan cara mengganti material dengan besi tuang nodular yang diproses
secara nitridisasi untuk mendapatkan permukaan material yang keras dan ulet.
Kebutuhan besi tuang sangat dibutuhkan didunia industri otomotif dari tahun ke tahun
semakin meningkat, sehingga kehandalan dari besi tuang ini harus ditingkatkan
melalui berbagai penelitian sehingga menemukan besi tuang yang memiliki kualitas
yang baik.
Besi tuang nodular memiliki sifat yang baik untuk dijadikan komponen-
komponen pada dunia industri otomotif selain mempunyai sifat yang keras besi tuang
nodular juga mampu bekerja pada temperatur tinggi. Besi tuang nodular mempunyai
kekuatan yang lebih dibanding besi tuang kelabu, karena bentuk grafitnya yang bulat
maka konsentrasi regangannya lebih kecil.8) Untuk mendapatkan keuntungan dan
kelebihannya maka perlu memahami sifat-sifat dan karakteristiknya tidak terkecuali
proses nitriding dan struktur mikronya.
Selama penelitian besi cor hanya dilakukan sebatas perlakuan panas thermal
treatment, sedangkan perlakuan panas nitridisasi adalah perlakuan panas yang
dilakukan dengan 2 tahap yaitu : mendifusikan nitrogen dan quenching. Pada
penelitian ini perlakuan panas nitridisasi dapat mengeraskan kulit akibat terbentuknya
nitrida paduan pada permukaan sehingga diaplikasikan untuk bahan dasar poros
engkol dan ring piston pada mesin diesel.
Besi tuang adalah paduan besi karbon dengan kandungan karbon lebih dari 2%.
Paduan besi dengan kandungan karbon kurang dari 2% disebut sebagai baja. Unsur
paduan utama yang membentuk karakter besi tuang adalah karbon (C) antara 3-3,5%
dan silikon (Si) antara 1,8-2,4%. Perbedaan kadar C dan Si menyebabkan titik
lebur besi tuang lebih rendah dari baja, yakni sekitar 1.150 sampai 1.200° C. Unsur
paduan yang terkandung didalamnya mempengaruhi warna patahannya, besi tuang
putih mengandung unsur karbida sedangkan besi tuang kelabu mengandung serpihan
grafit. Besi tuang cenderung rapuh, kecuali besi tuang mampu tempa (malleable cast
iron). Dengan titik leleh relatif rendah, fluiditas yang baik, mampu tempa, mampu
mesin yang sangat baik, ketahanan terhadap deformasi dan ketahanan aus, besi tuang
telah menjadi bahan rekayasa dengan berbagai aplikasi dan juga digunakan dalam
pipa, mesin dan suku cadang industri otomotif, seperti kepala silinder, blok silinder
dan gearbox. 16)
Besi cor merupakan paduan antara unsur besi yang mengandung carbon (c),
silicon (s), mangan (Mg), phosphor (p), dan sulfur (s), pada besi cor karbon biasanya
antara 2% sampai 6,67% sedang pada baja kandungan karbon hanya mencapai 2%,
semakin tinggi kadar karbon yang ada pada besi cor akan mengakibatkan besi cor
rapuh getas. Selain dari karbon besi cor juga mengandung silicon (Si) (1-3%),
mangan (0,25- 15%), dan phosphor (p) (0,05,15%), selain itu juga terdapat unsur-
unsur lain yang ditambahkan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Besi cor dengan kadar silikon yang tinggi kurang lebih 2% Si membentuk grafit
dengan mudah sehingga Fe3C tidak terbentuk. Serpih grafit terbentuk dalam logam
sewaktu membeku. Bila logam kita tarik, bidang perpatahan terjadi dari serpih yang
satu ke serpih yang lainnya karena grafit yang menyerupai mika sangat rapuh. Jadi,
sebagian besar permukaan perpatahan melintasi grafit sehingga permukananya
berwarna kelabu. Oleh karena itu diberi nama besi cor kelabu.
Besi cor kelabu sangat rendah keuletannya karena adanya serpihan karbon,
namun besi cor murah harganya. Selain itu, dengan adanya serpihan ini, besi cor
kelabu merupakan peredam getaran yang baik, dengan istilah teknik yaitu kapasitas
peredaman tinggi. Oleh karena itu jenis logam ini banyak digunakan sebagai landasan
mesin dan alat-alat berat.
Besi cor putih banyak digunakan untuk pembuatan suku cadang yang tahan
gesekan karena jumlah karbida yang besar kurang lebih 30% (volume) tahan terhadap
kikisan. Akan tetapi logam ini lebih banyak digunakan sebagai besi mampu tempa.
Proses pencelupan dan temper yang sesuai akan dapat menghasilkan besi cor yang
kuat dan murah untuk perkeretaapian dan peralatan sejenis. Pembentukan besi cor
harus cepat agar terbentuk besi putih, benda cor ini tidak boleh memiliki bagian-
bagian yang tebal, bila tebal serpihan-serpihan grafit dapat terjadi sewaktu
pembekuan. Tebal maksimum coran sekitar 20 mm – 30 mm terkandung pada kadar
silikon dan daya hantar panas dinding cetakan.
Untuk memperoleh besi tuang putih, kita harus berpangkal pada besi kasar
putih. Besi kasar putih itu memiliki kadar silikon yang rendah ( kurang lebih 0,5% )
dan kadar mangan yang tinggi. Dengan demikian pembentukan sementit digiatkan.
Karena kadar silikon yang sangat rendah hanya terbentuk sementit. Jadi untuk besi
tuang putih hanya diagram penstabil yang penting.
Dengan demikian besi tuang putih setelah didinginkan tediri dari perlit dan
sementit. Besi tuang putih dengan kadar karbon 2.5% sampai 3.6% mengandung
banyak sementit. Dengan adanya kadar yang besar dari sementit yang sangat keras,
itu akan tetap rapuh, besi tuang putih memperoleh kekerasan yang sangat besar, akan
tetapi kekuatan tarik yang sangat rendah dan regangan yang sangat kecil.
Garfit yang berbentuk daun pada besi cor tidak menguntungkan ditinjau dari
segi kekuatan. Untuk memperbaiki keuletannya bentuk tersebut dirubah menjadi
bentuk bongkahan. Besi cor yang mempunyai bentuk grafit tersebut dinamakan besi
cor maleabel. Besi cor yang dibuat dengan dekarburisasi, mempunyai warna patahan
putih dinamakan besi cor malleable putih, sedangkan besi cor yang dibuat dari besi
cor putih dianil ( annealing ) untuk merubah Fe3C menjadi grafit dan Fe, mempunyai
patahan yang berwarna hitam dinamakan besi cor malleable perapian hitam.
Besi cor maleable perlitik mempunyai matriks perlit dengan kekuatan dan
ketahanan aus yang lebih baik. Besi cor ini banyak digunakan yang diproduksi
sebagai berikut :
a. Setelah penggrafitan tahap pertama selesai, penggrafitan yang kedua tidak
dilakukan dan karbon yang terikat tetap dipertahankan.
b. Setelah penggrafitan yang pertama dan kedua selesai, kemudian dipanaskan
pada temperatur atau diatas temperatur transpormasi untuk mempresipitasikan
karbon yang terikat.
c. Menggunakan besi cor yang mengandung 0,6% atau lebih dari Mn atau 0,5%
atau kurang dari Mo dan Cr, yang dimaksudkan untuk menahan perlit
walaupun ini terjadi pada penggrafitan standar.
Kalau Mg atau Ce ditambahkan kepada cairan besi cor, maka grafit pada coran
menjadi bulat. Dibandingkan dengan grafit yang mempunyai bentuk serpih seperti
daun. Grafit yang berbentuk bulat atau nodular mempunyai drajat konsentrasi
tegangan yang sangat kecil, maka kekuatan besi cor menjadi lebih baik. Unsur-unsur
lain yang dapat membulatkan gafit yaitu Ca, Na, K, Li, Sr, Zn, dan sebagainya, telah
dikenal, tetapi didasarkan atas masalah harga maka dipilih unsur Mg yang paling
menguntungkan.
Besi tuang nodular ( ducttle iron ) atau sering disebut FCD ( brro costing ductile)
pada dasarnya termasuk dalam kelompok besi cor kelabu ( gray cast iron ) dimana
perbedaannya terletak dalam bentuk $afitnya ( graphite ), yaitu gaphit pada besi
tuang kelabu berbentuk serpih ( flake ) sedang pada besi tuang bergraphit bulat
graphit berbentuk bulat ( nodul ). Jika .ditinjau dari kekuatan terutama sifat
mekanis yang dimiliki, graphit bulat ( nodul ), graphit bulat yang dimiliki oleh FCD
akan memberikan pengaruh terhadap pengurangan pemusatan tegangan ( stress
concentrdtion ) pada saat dikenai beban, sehingga hal ini akan meningkatkan keuletan
( ductility ), kekuatan tarik ( tensile stength ) dan ketangguahan (toughness ) pada besi
tersebut, sedang pada logam yang memiliki bentuk grafit serpih akan terjadi
sebaliknya yaitu timbul pemusatan tegangan jika dikenai beban, sehingga logam
mudah patah, regangan dan keuletannya rendah. Karena keunggulan sifat sifat
mekanis,yang dimiliki oleh besi cor bergrafit bulat tersebut dan disamping itu dari
segi pertimbangan biaya produksi yang rendah jika dibandingkan baja , maka jenis
besi ini banyak dipakai sebagai bahan pengganti baja karbon untuk komponen-
komponen kendaraan bermotor dewasa ini seperti poros engkol, roda gigi, dan batang
penggerak, kontruksi, dan komponen alat-alat pertanian.
Kekuatan tarik yang dimiliki oleh besi cor bergrafit bulat (FCD) dengan adanya
perkembangan teknologi dewasa ini bisa mencapai tiga kali lipat dari besi cor kelabu
biasa (FC) atau mendekati kekuatan tarik yang dimiliki oleh baja-baja konvensional
( kekuatan tarik 450 Mpa untuk FCD, dan 150 Mpa untuk besi cor kelabu ).
Dalam pembuatan FCD untuk mendapatkan atau memperoleh grafit yang
berbentuk bulat, hal ini bisa dilakukan dengan jalan rnenambahkan unsur paduan
pembulat grafit berupa Magnesium (Mg) atau Cerium (Cu) kedalam besi cair didalarn
ladel treatment. Magnesium murni memiliki titik didih rendah dan tekanan uap tinggi,
sehingga pencampuran magnesium secara langsung kedalam besi cair akan sangat
berbahaya di samping tidak ekonomis, karena akan dapat mengakibatkan terjadi
reaksi yang hebat atau ledakan yang begrtu kuat selama proses pembulatan
berlangsung sehingga akan menjadikan proses penyebaran pembentukan grafit yang
kurang merata karena banyak unsur magnesium yang hilang untuk bentuk gumpalan-
gumpalan selama proses berlangsung, untuk itu dalam pelaksanaanya di industri
pengecoran banyak digunakan sebagai bahan pembulat graphit yaitu paduan
Magnesium atau paduan Cerium dengan kandungan kurang lebih 20 %Mg .
inokulan , (3 ) Waktu dan cara pencampuran. Unsur Ca, Sr. S, dan Al adalah
merupakan unsur-unsur yang terdapat pada cairan besi dan perlu mendapatkan
perhatian selama proses peleburan. Sulfur selain akan berpengaruh terhadap
penurunan temperatur cairan juga akan mengikat magnesium dalam bentuk sulfid,
sehingga kandungan ini harus dibatasi maksimal 0,003 % 1. Begitu pula kandungan
Ca, Sr, dan Al perlu juga dibatasi karena unsur tersebut akan saling mencegah
pengintian dan akan rnenyebabkan cacad lubang-lubang pada coran. 4)
a. Annealing
Suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap
logam dalam pembuatan suatu produk. Pada dasarnya annealing dilakukan dengan
memanaskan logam sampai temperatur tertentu, menahan pada temperatur tertentu
tadi selama waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan lalu
mendinginkannya dengan laju pendinginan yang cukup lambat. 17)
Annealing dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang berbeda-beda
dan dengan tujuan yang berbeda pula. Tujuan melakukan annealing adalah sebagai
berikut : melunakkan, mengahulskan butir kristal, mengurangi tegangan sisa, dan
memperbaiki keuletan.17)
b. Normalizing
Proses normalizing dilakukan dengan memanaskan bahan lebih kurang
1700oF (925oC), kemudian dinginkan pada still air (udara) atau furnace. Pada
umumnya hasil dari normalizing mempunyai strukturmikro lebih halus, sehingga
untuk baja dengan komposisi kimia yang sama akan mempunyai yield strength,
kekerasan dan impact strength yang lebih tinggi daripada yang diperoleh melalui
annealing dan machinabilitynya akan lebih baik.17)
Normalizing sering dilakukan terhadap benda hasil tuangan atau hasil tempa, untuk
menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butiran kristalnya, sehingga
diperoleh sifat yang lebih baik.17)
Pada normalizing dan juga annealing hendaknya tidak dilakukan pemanasan sampai
ke temperatur yang terlalu tinggi karena butir kristal austenit yang terjadi akan terlalu
besar, sehingga dapa pendinginan lambat akan diperoleh butir ferrit/pearlit yang juga
kasar. Ini akan mengakibatkan berkurangnya keuletan/ketangguhan material.17)
c. Hardening
adalah salah satu perlakuan panas dengan kondisi non equilibrium,
pendinginannya sangat cepat, sehingga strukturmikro yang akan diperoleh juga
adalah strukturmikro yang tidak ekuilibrium. Hardening dilakukan dengan
memanaskan baja hingga mencapai temperatur austenit, dipertahankan beberapa
saat pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan cepat, sehingga akan
diperoleh martensit yang keras. Biasanya sesudah proses hardening selesai, segera
diikuti dengan proses tempering.5) Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah
proses hardening banyak tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar
karbonnya makin tinggi kekerasan maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan
kadar karbon rendah kenaikan kekerasan setelah
Keuntungan dari ferritic thermochemical treatment adalah resiko retak akibat residual
stress sedikit dan biaya pengerjaan lebih rendah karena prosesnya dilakukan pada
daerah temperatur ferritic14)
Sedangkan keuntungan austenitic thermochemical trearment adalah zona difusi yang
terjadi lebih dalam dan ketahanan lelah lebih baik14)
a. Carburising
Proses carburising (karburisasi) melibatkan pemanasan komponen baja ke
suhu dalam kirsaran 850-959oC yang berada diatas suhu transformasi ferrit atau
austenit dalam padat. Media karburisasi adalah cair, gas dan padat sehingga
permukaan menjadi diperkaya oleh karbon.2) Ketebalan lapisan yang terbentuk
berkirsaran antara 0,25-4,0 mm dengan kekerasan permukaan mencapai 700-900 HV.
Beberapa sifat yang penting yang dihasilkan oleh proses karburisasi adalah untuk
memberikan sifat ketahanan aus yang tinggi terhadap gesekan abrasi, ketahanan lelah
dan juga untuk menerima pembebanan yang berat. Karburisasi ini dilakukan untuk
baja dengan kadar karbon rendah dan juga untuk baja paduan rendah. Proses ini
digunakan secara luas pada komponen untuk industri otomotif dimana diperlukan
kekerasan permukaan yang tinggi yang untuk komponen seperti roda gigi, dan pada
bantalan rol yang memerlukan ketahanan terhadap kontak yang tinggi.2)
b. Carbonitriding
Carbonitriding adalah variasi dari carburisasi dimana 0,5% nitrogen
dimasukan sebagai karbon ke permukaan material sehingga meningkatkan
pengerasan dan mengurangi suhu transfomasi austenit-martensit. Proses
carbonitriding biasanya diterapkan pada baja karbon biasa dan baja paduan yang
sangat rendah untuk menghasilkan lapisan yang sangat dangkal kurang lebih 0,75
mm. Karena suhu pemrosesan kurang lebih 750-900oC lebih rendah dari proses
karburisasi, distorsi yang dihasilkan bisa lebih sedikit dan oleh karena itu
carbonitriding sering ditentukan untuk aplikasi distorsi rendah.2)
c. Nitridisasi (Nitriding)
Nitridisasi adalah suatu proses perlakuan panas termokimia dimana nitrogen
didifusikan kepermukaan baja pada temperatur berkisar antara 500-600oC sehingga
terbentuk pengerasan kulit akibat terbentuknya nitrida paduan pada permukaan.
Ketebalan lapisan yang terbentuk berkirsaran 0,2-0,7mm dengan kekerasan mencapai
900-1100 HV. Karena suhu prosesnya sangat rendah, maka kemungkinan terjadinya
distorsi geometri atau retak juga sangat kecil. Beberapa sifat yang penting yang
dihasilkan oleh proses nitridisasi adalah ketahanan lelah sangat baik, ketahanan
abrasive, ketahanan aus adhesive, ketahanan korosi juga baik. Proses nitridasi telah
diterapkan secara luas untuk meningkatkan ketahanan aus abrasive, aus adhesive ,aus
flow, aus fatigue, sekrup ekstruder di pabrik plastik, dan komponen mesin diesel
seperti poros engkol, batang katup dan injektor.2)
d. Nitrocarburising
Nitrocarburising yang biasanya dilakukan sekitar 570oC, melibatkan difusi
terutama nitrogen, tetapi juga beberapa karbon kedalam surfance dengan
pembentukan lapisan senyawa pengikat sekitar 20μm dengan sifat anti lecet yang
baik.2) Nitrocarburising juga meningkatkan ketahanan baja feritik dan besi tuang
terhadap korosi. Lapisan tersebut terdiri dari fasa karbonitrida dengan kekerasan
permukaan mencapai 500-700 HV yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan
ketahanan aus adhesif dari permukaan baja.2)
a. Ausforming
Proses yang dikenal sebagai ausforming atau low temperature
thermomechanical treatment (LTMT) yang pertama kali dijelaskan oleh Harney dan
kemudian oleh lips dan van zuiken, melibatkan deformasi austenite didalam
metastable diantara lanne ferrite dan bainete. Baja dalam kondisi austenite stabil yang
dikembangkan dengan baik didinginkan dari suhu austeritizing ke dimana deformasi
dilakukan tanpa kemungkinan terjadinya transformasi. Treatment ausforming ini
dapat dibandingkan dengan high temperature thermomechanical treatment dimana
deformasi dilakukan didalam austenite yang stabil biasanya mendahului pendinginan
untuk membentuk martensit. 14)
b. Isoforming
Proses isoforming melibatkan deformasi dari austenite yang stabil namun
deformasi ini berlanjut hingga transformasi austenite selesai pada suhu deformasi.
Hal ini dikarenakan marfologi dari pearlite mengarah kepada keuletan yang rendah
dari baja ferrite/pearlite suhu transisi kelenturan meningkat dengan volume yang lebih
besar dari pecahan pearlite.14)
Pengerasan laser termasuk di antara teknologi inti perlakuan panas. Sinar laser
digunakan untuk memanaskan perawatan area yang diproses. Kepadatan energi laser yang
tinggi memungkinkan pemanasan yang sangat cepat pada area yang mengeras di atas suhu
austenit. Fenomena "Selfquenching" berlaku setelah mengeluarkan sumber panas dari zona
interaksi. Energi panas yang diserap oleh lapisan permukaan dengan cepat didistribusikan ke
seluruh benda kerja. Difusi panas ini menghasilkan penurunan suhu yang sangat cepat di area
yang mengeras. Gradien pendinginan yang tinggi telah menghasilkan struktur martensit
berbutir halus dengan kekerasan yang sangat tinggi, yang merupakan keunggulan utama
dibandingkan dengan metode pengerasan konvensional serta tidak adanya media pendingin
dan otomatisasi yang mudah. Area yang dikeraskan terbatas pada lapisan permukaan dengan
ketebalan maksimal sekitar 2 mm, oleh karena itu pengerasan laser termasuk dalam
teknologi perawatan permukaan.5)
b. Laser Karbon (laser/electron beam surface)
pengerasan laser karbon atau laser/electron beam surface adalah prosedur
pengerasan permukaan pendek untuk bahan besi yang dapat mengeras secara
martensit menggunakan energi yang ditransfer oleh berkas elektron, pendinginan
cepat austenit yang diperlukan untuk pembentukan martensit terjadi melalui
pendinginan sendiri, kedalaman pengerasan umum yang diperoleh oleh rentang
proses dari 0,1 hingga 1,5 mm. Proses pengerasan bergerak dari permukaan menuju
daerah inti bagian dalam komponen melalui konduksi panas. Menawarkan
keunggulan distorsi pengerasan yang sangat rendah dan konsumsi energi yang relatif
rendah dan Vakum diperlukan untuk melakukan pengerasan.7)
c. Plasma Diffusional Treatment
Perawatan difusi plasma diikuti oleh pelapisan (metode dupleks) membuka
area aplikasi yang sepenuhnya baru untuk pelapis. Nitrogen yang berdifusi ke
permukaan menghasilkan kenaikan kekerasan material yang merata sampai lapisan
keras tercapai. Instalasi dupleks Fraunhofer IST memungkinkan satu proses
berkelanjutan untuk perawatan difusi plasma dan pelapisan keras berikutnya.18)
Gas nitridisasi dilakukan dengan pemanasan antara temperatur (500oc – 600oC) dalam
dapur pemanas dengan atmosfer yang banyak mengandung nitrogen.7) Atom tersebut dapat
diperoleh dari gas NH3 ( amonia) yang mudah berdekomposisi pada temperatur nitriding
sehingga atom nitrogen aktif akan berdifusi kedalam benda kerja. Proses Nitriding gas
umumnya digunakan untuk memperbaiki ketahan aus, meningkatnya ketahanan lelah,
memperbaiki ketahanan korosi dan proses ini tidak sesuai untuk beberapa aplikasi yang
mensyaratkan inti keras. Dan proses ini dapat mengganti jenis Heat Treatment lain yang
menekankan performance yang baik.15)
Dari desosiasi ini selanjutnya atom nitrogen larut pada permukaan benda yang
dinitridisasi sehingga membentuk nitrida. Proses nitridasi pada umumnya diterapkan
untuk pengerasan peralatan (komponen mesin) yang terbuat dari baja karbon medium
dan baja paduan yang mengandung unsur-unsur :Al, Cr, Mo dan unsur lain yang
memungkinkan bereaksi dengan unsur nitrogen.10) Unsur-unsur baja tersebut akan
bereaksi dengan nitrogen yang larut secara interstisi sehingga membentuk nitrida-
nitrida seperti: Fe2N, Fe3N, Fe4N, Cr2N, Mo2N maupun AlN. Penggunakan metode
ini umumnya untuk valve guide, valve setting, gear, pinion , piston ring, dan spiral
springs.10)
Pack nitriding atau serbuk (solid) mempunyai kesamaan pada proses pack
carburising. Pack nitriding dilakukan dengan memanaskan benda kerja didalam
kontak tertutup rapat yang berisi nitriding compound. Nitriding compound ini
biasanya sebagai sumber nitrogen aktif. Pemanasan proses nitriding dilakukan pada
temperatur antara (520 – 570)oC dengan waktu penahanan kurang lebih 12 jam.19)
Plasma nitriding biasanya juga dikenal sebagai ion nitriding atau glow-
discharge nitriding. Plasma nitriding merupakan pengembangan dari konvensional
gas nitriding dimana sumber gas diperoleh dari amonia atau campuran antara nitrogen
dan hidrogen.17) Proses tersebut berlangsung pada tekanan gas (10-800) Pa dengan
menggunakan tegangan listrik antara (300-800) V. Sehingga gas terionisasi dan akan
melakukan bombardment pada benda kerja. Plasma nitriding dilakukan pada
temperatur (400-800)0C.19)
Teknologi Fluidised Bed saat ini telah dimanfaatkan untuk proses perlakuan
termokimia gas dalam menghasilkan kekerasan permukaan baja dan besi cor. Serbuk
alumina dimanfaatkan sebagai media pada teknologi ini bertujuan untuk
meningkatkan transper panas dari dinding dapur menuju ke spesimen dengan
demikian akan menghasilkan peningkatan kualitas pengeras permukaan. Namun
kualitas pengeras permukaan sangat ditentukan oleh paduan besi cor tersebut.
Perbedaan unsur paduan bahan akan menghasilkan lapisan pasif yang berbeda pada
permukaan masing-masing bahan tersebut sehingga tentunya akan mempengaruhi
transper panas dipermukaan spesimen. Dapur fluidised bed akan memberikan
keuntungan karena permukaan material dipanaskan lebih cepat, menghasilkan
pengaruh daerah panas yang kecil, kecermatan pada pengontrolan saat perlakuan
permukaan dan pada saat proses perlakuan tidak berkontaminasi dengan udara luar.
Ini dapat terjadi akibat peran dari serbuk alumina dalam teknologi reactor fluidised
bed.13)
Waktu awal perlakuan panas lebih singkat dan dapur dapat ditutup
sepanjang malam tanpa mengurangi waktu proses berikutnya.
Efisiensi thermal yang dihasilkan tinggi dengan konsumsi listrik yang
rendah
Dapat digunakan untuk berbagai jenis pengerasan permukaan kimia
(thermochemical treatment)
Arah dari aksi fluidised bed pada permukaan benda kerja yang
berorientasi secara berbeda-beda
Variasi ukuran komponen kerja yang diijinkan sulit diketahui.
Suatu fluidised bed gas dapat ditinjau sebagai fasa padatan selama
menunjukan batas atas yang terdefinisikan secara jelas. Pada kecepatan aliran gas
terlalu tinggi, kecepatan akhir padatan terlewati, batas atas bed menghilang dan
dalam kondisi demikian padatan terlempar dari dapur oleh aliran gas.
Meskipun sifat padatan dan cairan itu sendiri menentukan mutu dari fluidisasi,
banyak faktor yang mempengaruhi jumlah dari campuran padatan yang mempunyai
sifat tidak sejenis dalam bed. Faktor-faktor ini termasuk : ukuran dari bed, jumlah
aliran gas dan jenis dari gas yang digunakan. 15)
Adanya aliran turbulan dan pergerakan cepat dari fluidat (alumina dan silika),
menyebabkan peningkatan koefisien perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas
pada fluidised bed biasanya atau umumnya antara 120 – 1200 W/m2 0C. Ada beberapa
faktor – faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan panas yaitu : 15)
a) Diameter partikel
Yang menentukan sifat fisik dari berbagai material bed adalah kerapatan
(density). Kerapatan yang optimum untuk material bed berkirsar 1280 – 1600 kg/m 3.
Material yang lebih rapat menghasilkan koefisien perpindahan panas rendah dan
dibutuhkan tenaga lebih besar untuk fluidisasi. Umumnya material bed yang
digunakan adalah alumina pada kondisi temperatur hingga 10500C, karena kondisi
operasi diatas temperatur tersebut alumina yang digunakan menjadi lengket. Apabila
kondisi operasi diatas 10500C, maka material bed yang digunakan adalah pithch coke
yang sama sperti alumina tidak memberikan pengaruh bahaya pada kesehatan dan
lingkungan. 15)
Gambar 1.
1 11Dapur
DapurFluedizet
FluedizetBed
BedFurnance
Furnance
Mesin wire cutting digunakan untuk memotong spesimen benda uji sesuai
dengan ukuran sampel pada alat SEM-EDX.
Alat ini digunakan untuk melihat struktur mikro spesimen agar lebih jelas
dan juga untuk melihat senyawa kimia yang ada pada lapisan spesimen benda uji.
6. Peralatan Etsa
Etsa yang digunakan adalah alkohol 96% + asam nitrat 4%. Etsa yang
digunakan untuk mengabrasi permukaan spesimen agar struktur dari permukaan
dapat dilihat pada alat uji SEM-EDX.
Dari hasil proses nitridisasi pada fluidised bed maka dapat dievaluasi hasil
dari proses nitridisasi, yang meliputi pengujian distribusi kekerasan untuk
mengetahui kedalaman difusi permukaan dari hasil proses nitridisasi.
Data hasil pengujian distribusi kekerasan dapat dilihat pada tabel-tabel
dibawah ini :
20 µm 241
30 µm 225,4
40 µm 217,2
2 Jam 20 µm 318,9
30 µm 240,8
40 µm 239,5
Tabel 1. 2 kekerasan setelah proses nitridisasi pada temperatur 450oC Selama 2 jam
2 Jam
20 µm 211,3
30 µm 275
40 µm 221,8
Tabel 1. 3 kekerasan setelah proses nitridisasi pada temperatur 550oC Selama 2 jam
Kode Kedalaman Kekerasan Rata-rata
Spesimen (µm) (Hv) Kekerasan
(HV)
2 Jam
20 µm 384,2
30 µm 387,7
40 µm 391,9
Tabel 1. 4 kekerasan setelah proses nitridisasi pada temperature 650oC Selama 2 jam
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Spesimen yang belum diproses didapat kekerasan rata-rata 242,4 HV, dan bila
dibandingkan dengan kekerasan setelah diproses nitridisasi dengan temperatur
4500C dengan holding 2 jam, maka diperoleh kekerasan dengan rata-rata yaitu :
252,45 HV, 238,05 HV, dan 414,2 HV. Kekerasan naik pada holding 6500C itu
disebabkan karena reaksi kimia antara nitrogen dengan spesimen sehingga
konsentrasi nitrogen pada permukaan spesimen yang berasal dari difusi nitrogen
akan lebih banyak membentuk lapisan nitrida.
3. Dengan temperature 450oC didapat ketebalan lapisan 10, 20, dan 30 μm dan
merata hingga 40 μm. Sedangkan pada temperature 550oC kedalaman lapisan
nitride pada spesimen hanya mencapai 10, 20 μm saja sedangkan pada 30 μm
grafik naik itu dikarenakan lapisan nitride yang ada pada spesimen benda uji
tidak merata atau bergelombang pada permukaan spesimen. Dan pada
temperature 650oC kedalaman lapisan hanya sampai pada 10, 20 μm lalu
dilanjutkan merata sampai pada 30, dan 40 μm dikarenakan waktu holding yang
kurang lama sehingga kekerasan menurun pada spesimen benda uji besi tuang
nodular.
5.2 Saran
1. Perlu diperhatikan lapisan pada spesimen benda uji agar bisa merata pada
permukaannya.
2. Sebaiknya holding yang dilakukan agar lebih lama sehingga kekerasan bisa naik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Sujatno, Rohmad Salam, Bandriyana, Arbi Dimyati, 2015. Studi Scaning Electron Microscopy
(SEM) Uuntuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan Zirkonium.Jurnal. PSTBM-BATAN : Pusat
Sains dan Teknologi Bahan Maju.
2. Arthur G, Birch D, Dkk. 1986. Wear Resistant Surfaces in Engineering. London :Crown Copyright.
3. Aziz Muslim Muhammad, 2017. Analisis Pengaruh Perlakuan Normalizing Sebelum Proses
Nitridasi Pada Baja Paduan P20 dan Besi Tuang Nodular A536. Skripsi. FTI, Teknik Mesin. Institut
Teknologi Nasional Malang.
4. A.Noor Setyo.HD dan Sri Widodo. 2008. PENGARUH PUSARAN PADA PROSES
NODULLARISASI BESI COR BERGRAFIT BULAT TERHADAP KEKUATAN TARIK.
Publishing : http://media.neliti.com
https://ttp.zcu.cz/en/laboratories/laser-surfacetreatment/technologies/laser- surface-hardening diakses
pada tanggal 7 november 2019.
5. Lawrence H. Van Vlack. 1983. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta Pusat
6. :Penerbit Erlangga.
Labeebmlp.(2014). Elektron Laser Hardening.[online]. Tersedia :
https://www.slideshare.net/labeebmlp/electron-and-laser-beam-hardening. diakse pada tanggal 7
November 2019.
9. Smallman.R.E, Bishop.R.J. 1995. Moderen Physical Metallurgy and Materials Engineering 6th
Edition. Jakarta:Penerbit Erlangga.
10. Sudira, Tata,. Saito, Shinroko. 1995. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : Pradnya Paramita.
11. Suprapto,dkk. 2007.Uji Fungsi Sistem Nitridasi Ion Untuk Perlakuan Permukaan Gerinda. Vol. X,
No.2,
12. Sujana,W., A Widi,K. 2016. Serbuk Alumina Sebagai Katalis Didalam Reaktor Fluidised Bed.
Jurnal Flywheel. Volume 7, Nomor 1.
13. Sujana, I Wayan.Astana Widi, I Komang. Diktat Metalurgi Fisik. Institut Teknologi Nasional
Malang.
14. Sujana,I Wayan. 1996. Karakterisasi Lapisan Komponen Hasil Proses Nitrokarburisasi Dengan
Menggunakan Reaktor Fluidised Bed. Tesis.UI.
15. Van Vlack, Lawrence H. 1989. Elemen-elemen Ilmu dan Material. Jakarta : Erlangga.
17. Zamzami,putrayogi. 2017. Pengaruh Peran Gas Nitrogen Pada Proses Nitridasi Gas
Menggunakan Dapur Fluized Bed Pada Baja Karbon Rendah. Skripsi. FTI. Teknik Mesin.
Institut Teknologi Nasional Malang.